BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu hal terpenting dalam kehidupan adalah kesehatan. Seseorang yang merasakan sakit atau tidak enak badan pasti akan melakukan upaya untuk memperoleh kesehatannya kembali (Atmoko dan Kurniawati, 2009). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi masih terbatas (Supardi dan Notosiswoyo, 2006). Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunaannya merupakan penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam swamedikasi (Depkes, 2006). Tentu dalam pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional yang juga didasari oleh pengetahuan yang memadai (Depkes, 2008). Kerasionalan dalam
penggunaan obat sangat
dibutuhkan mengingat obat dapat bersifat sebagai racun apabila penggunaannya tidak tepat (Anief, 1997). Namun dalam praktiknya banyak masyarakat yang masih menggunakan obat secara tidak rasional dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi terhadap penyakit yang bersangkutan. Apabila hal ini tidak diatasi dalam waktu dekat, dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kesehatan (Supardi & Notosiswoyo, 2006). Terdapat sekitar 1,8-2,2 juta kasus gastritis dari jumlah penduduk terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) tentang angka kejadian gastritis didunia, didapatkan hasil
1
2
presentase diantaranya Kanada 35%, China 31%, Perancis 29,5%, Inggris 22%, dan Jepang 14,5%. Asia Tenggara sendiri terhitung sekitar 583.635 kasus dari jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2009). Dapat disimpulkan bahwa gastritis atau penyakit maag termasuk dalam penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup tinggi di Indonesia. Angka kejadian gastritis di Indonesia mencapai 40,8% dimana pada beberapa daerah terjadi 274.396 kasus dari total jumlah peduduk. Menurut data dari WHO (World Health Organization) kematian akibat gastritis dan duodenitis di berbagai negara pada tahun 2004 sebanyak 3840 kematian dengan rata-rata 71,1 kematian (Sistem Informasi Statistik WHO, 2004). Penyakit gastritis yang terjadi di negara maju sebagian besar menyerang usia tua, sedangkan pada negara berkembang penyakit ini lebih banyak menyerang usia dewasa (Maulidiyah, 2006). Maka penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran karakteristik dan perilaku mahasiswa tentang pengobatan gastritis, gambaran pengetahuan mahasiswa tentang pengobatan gastritis serta hubungan antara pengetahuan mahasiswa terhadap karakteristik dan perilaku tentang pengobatan gastritis.
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana gambaran karakteristik dan perilaku mahasiswa tentang pengobatan gastritis?
2.
Bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa tentang pengobatan gastritis?
3
3.
Apakah pengetahuan mahasiswa berhubungan dengan karakteristik dan perilaku tentang pengobatan gastritis?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui gambaran karakteristik dan perilaku mahasiswa tentang pengobatan gastritis.
2.
Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa tentang pengobatan gastritis.
3.
Mengetahui
apakah
pengetahuan
mahasiswa
berhubungan
dengan
karakteristik dan perilaku tentang pengobatan gastritis.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain: 1.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran untuk mengetahui
gambaran
karakteristik,
gambaran
perilaku,
gambaran
pengetahuan, serta hubungan hal tersebut terhadap pengetahuan mahasiswa tentang pengobatan
gastritis.
Selain itu juga
dapat
meningkatkan
intelektualitas peneliti dalam berfikir. 2.
Bagi mahasiswa Universitas Gadjah Mada, sebagai refleksi mengenai pengaruh karakteristisk dan perilaku terhadap pengetahuan tentang penyakit gastritis, diharapkan agar mahasiswa dapat terus bersikap kritis untuk peduli terhadap kesehatan diri serta selalu mencari informasi terkini seputar kesehatan.
4
3.
Bagi profesi apoteker, penelitian ini dapat digunakan sebagai pemicu semangat dalam mempraktikan pelayanan kefarmasian setelah mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa terhadap penyakit gastritis. Hal ini tentunya dapat memaksimalkan peran apoteker sebagaimana mestinya.
4.
Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melanjutkan penelitian dengan tema pengetahuan tentang penyakit gastritis.
E. Tinjauan Pustaka 1.
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Seperti diketahui bahwa panca indra diwakilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Pengetahuan di dalam diri manusia diperoleh melalu lima panca indra tersebut, tetapi yang paling sering adalah melalui mata dan telinga. Sedangkan menurut Suriasumantri (2000), pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung turut memperkaya hidup. World Health Organization (1992), menambahkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, guru, orang tua, teman, buku, dan media massa. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan (behavior) seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh hal-hal tersebut. Sebelum seseorang berprilaku baru,
5
Telah terjadi proses yang berurutan di dalam diri orang tersebut, yaitu berupa awareness
(kesadaran),
interest
(ketertarikan),
evaluation
(menimbang-nimbang) dan trial (mencoba-coba) (Notoatmodjo, 2003). Adapun menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah : a.
Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari berbagai sisi, baik pengalaman dari diri sendiri ataupun orang lain. Pengalaman yang didapatkan tersebut merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dengan pengalaman yang dialami berulang-ulang maka seseorang akan mengetahui apakah pengalaman tersebut dapat digunakan sebagai kunci dalam memecahkan masalah atau tidak. Apabila pengalaman tersebut berhasil digunakan untuk memecahkan masalah, maka orang lain akan menggunakan cara itu pula. Namun, apabila pengalaman tersebut tidak berhasil digunakan untuk memecahkan masalah, maka cara tersebut tidak akan digunakan.
b.
Pendidikan Semakin tinggi pendidikan yang dicapai seseorang, maka akan semakin mudah untuk orang tersebut mendapatkan dan memahami informasi, sehingga akan semakin banyak pengetahuan yang didapat. Begitu pula sebaliknya, kurangnya pendidikan akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap hal-hal yang baru diperoleh. Hal ini terkait dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri yaitu
6
memotivasi diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik dalam segala aspek kehidupan. c.
Kepercayaan Kepercayaan dapat tumbuh apabila seseorang mendapatkan berulang kali informasi yang sama pada waktu tertentu. Sehingga kepercayaan ini berkembang dimasyarakat karena adanya tujuan dan kepentingan yang sama. Seseorang dapat saja menerima kepercayaan tanpa adanya pembuktian
terlebih
dahulu.
Sehingga
dapat
dikatakan
bahwa
kepercayaan adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. d.
Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif Domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat intelektual termasuk didalamnya cara berpikir, berinteraksi, analisis, memecahkan masalah. Hal ini dibagi dalam enam tingkatan sebagai berikut : 1). Tahu (know) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah karena hanya mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima Cara untuk mengetahui apakah orang tersebut tahu, maka dilakukan dengan
cara
menyebutkan,
menguraikan,
menyatakan informasi apa yang telah didapatkan.
mendefinisikan,
7
2). Memahami (comprehension) Seseorang yang telah paham dan mengerti terhadap suatu objek dan materi serta informasi yang didapat, maka harus dapat menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang telah dipelajari. Sehinga memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3). Aplikasi (application) Aplikasi
dapat
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Dengan demikian, informasi atau materi yang sudah kita peroleh tersebut dapat digunakan dan bermanfaat bagi orang banyak termasuk diri sendiri. 4). Analisis (analysis) Analisis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memecah atau menjabarkan suatu materi dari objek-objek tertentu ke dalam komponen-komponen yang lebih spesifik, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih harus terkait satu sama lain. Kemampuan dalam analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti
dapat
menggambarkan
(membuat
membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
bagan),
8
5). Sintesis (syntesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk hal-hal yang
baru
dengan
cara
menghubungkan
berbagai
komponen-komponen atau bagian-bagian yang ada dengan aturan yang rasional. Sintesis dapat juga diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formusi-formulasi yang sudah ada. 6). Evaluasi (evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ada dimana penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada sebelumnya. Untuk menilai atau mengukur pengetahuan dari seseorang maka dapat dilakukan dengan cara wawancara atau dengan kuisioner yang berisikan tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Selanjutnya kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan yang akan diukur (Notoatmodjo, 2003). 2.
Gastritis Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan pada saluran pencernaan yang paling sering terjadi. Sekitar 10% pasien yang datang ke unit gawat darurat (UGD), pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri di daerah epigastrium. Gastritis atau yang lebih dikenal dengan penyakit maag
9
adalah peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan yang terjadi dapat menyebabkan mukosa lambung membengkak sehingga menyebabkan epitel mukosa superfisial terlepas. Pelepasan epitel ini akan merangsang proses inflamasi pada lambung. Gastritis dapat bersifat akut dan kronis dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di perut (begah), mual dan muntah (Suratun, 2010). Penyebab timbulnya gastritis diantaranya (Brunner dan Suddarth, 2001): a.
Pemakaian AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) dan obat-obatan kimia digitalis (Aspirin/asetaminofen, kortikosteroid). Asetaminofen dan kortikosteroid dapat menyebabkan iritasi pada mukosa lambung. Obat-obat non-steroid dan kortikosteroid juga dapat menghambat sintesis prostaglandin yang membuat sekresi HCl meningkat (ion hidrogen berdifusi ke sel epitel lambung) dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam.
b.
Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada sawar lambung. Adanya kerusakan ini dapat membuat iritasi secara cepat pada lambung.
c.
Infeksi bakteri Koloni bakteri dapat merangsang pelepasan gastrin yang membuat asam lambung meningkat. Adanya infeksi sistemik toksik yang dihasilkan oleh mikroba juga dapat merangsang peningkatan laju metabolik yang menyebabkan aktivitas lambung dalam mencerna
10
makanan meningkat dan akan mengiritasi lambung. Contoh bakteri yang dapat menginfeksi lambung adalah Helicobacter pylori, Escherichia coli, Salmonella, dan lain-lain. d.
Kondisi stress atau tertekan Dalam kondisi ini, produksi asam lambung akan meningkat. Asam lambung tersebut dirangsang oleh mediator kimia yang berasal dari neuron simpatik yaitu epinefrin.
e.
Rokok Suplai darah ke lambung dapat berkurang akibat dari nikotin yang meningkatkan adhesi trombus. Adhesi trombus dapat menyebabkan sempitnya pembuluh darah, termasuk yang mengarah ke lambung. Kurangnya suplai darah ke lambung ini dapat menyebabkan turunnya produksi mukus yang berfungsi untuk melindungi lambung dari iritasi. Hemoglobin akan lebih mudah mengikat karbonmonoksida yang dihasilkan oleh rokok daripada oksigen, sehinggan menyebabkan penurunan perfusi jaringan pada lambung. Gastritis pada perokok juga dapat dipicu oleh asam nikotinat yang menurunkan rangsangan pada pusat makan, perokok jadi lebih tahan lapar akibatnya yang dicerna oleh lambung adalah mukosanya karena tidak ada makanan yang masuk untuk dicerna.
f.
Penggunaan antibiotik Penggunaan antibiotik terutama untuk infeksi paru perlu dicurigai karena dapat mempengaruhi penularan kuman pada daerah sekitarnya.
11
Antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori, walaupun persentase keberhasilannya sangat rendah. g.
Fungi Fungi dari spesies Candida, seperti Histoplasma capsulatum
dapat
menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immunocompromezad. Pasien dengan sistem imun yang baik biasanya sangat sulit terinfeksi oleh fungi. Gastritis juga diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Klasifikasi gastritis berdasarkan tingkat keparahannya : a.
Gastritis Akut Gastritis akut merupakan peradangan yang menyebabkan erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah terpapar oleh iritan. Luka yang terjadi pada gastritis akut tidak melebihi dari batasan mukosa muskularis. Erosinya juga tidak mengenai lapisan otot lambung (Brunner & Suddarth, 2001).
b.
Gastritis kronis Gastritis kronis merupakan peradangan pada mukosa lambung yang terjadi sangat lama dan berulang. Pada gastritis kronis radang yang terjadi pada mukosa lambung bisa dikarenakan luka lambung jinak dan ganas, serta juga dapat disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori. Pada kondisi ini, sekresi asam klorida menurun dan akan menimbulkan kondisi acblorbidria dan ulserasi peptic (tukak pada saluran pencernaan) (Brunner & Suddarth, 2001).
12
Manifestasi klinik dari gastritis sangat beragam. Pada beberapa pasien, gangguan ini tidak menunjukkan gejala yang khas, namun terkadang ada gejala yang sangat jelas terlihat. Manifestasi dari gastritis akut dan kronis hampir sama (Brunner & Suddarth, 2001). a.
Manifestasi Gastritis Akut 1). Anoreksia 2). Nyeri pada epigastrium 3). Mual dan muntah 4). Pendarahan saluran cerna (Hematemesis Melena) 5). Anemia 6). Hipotensi, pucat, keringat dingin, sampai gangguan kesadaran. Ini terjadi untuk yang mengalami pendarahan hebat.
b.
Manifestasi Gastritis Kronis 1). Mengeluh nyeri ulu hati 2). Anoreksia 3). Naucea (mual) Faktor-faktor risiko yang sering menyebabkan gastritis diantaranya:
a.
Pola makan Gastritis sangat mudah menyerang seseorang dengan pola makan yang tidak teratur. Pada saat lapar namun tidak ada makanan yang masuk, maka lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung sehingga menyebabkan rasa nyeri (Brunner & Suddarth, 2001).
b.
Rokok Asap rokok mengandung lebih dari 300 macam bahan kimia,
13
diantaranya acrolein, nikotin, gas karbonmonoksida, dan lain-lain. Nikotin dapat menghalangi rasa lapar, hal inilah yang menyebabkan seseorang yang merokok sangat jarang merasa lapar. Pada kondisi seperti ini, asam lambung akan meningkat dan akan menyebabkan gastritis (Brunner & Suddarth, 2001). c.
Kopi Kopi mengandung kafein. Kafein dapat menimbulkan rangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernafasan, sistem pembuluh darah dan jantung. Konsumsi kopi dalam jumlah wajar (sekitar 1-3 cangkir) akan membuat tubuh kita menjadi lebih segar, bergairah, daya pikir lebih cepat dan tidak mudah lelah atau mengantuk. Sistem saraf pusat dapat terstimulasi karena adanya kafein, hal ini akan menyebabkan aktivitas lambung, sekresi hormon gastrin dan sekresi hormon pepsin meningkat. Sekresi asam yang meningkat ini dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung, akibatnya akan terjadi gastritis (Brunner & Suddarth, 2001).
d.
Helicobacter pylori Helicobacter pylori merupakan suatu bakteri gram negatif yang menyebabkan peradangan pada lapisan mukosa lambung kronis pada manusia. Infeksi oleh Helicobacter pylori ini sering disebut sebagai penyebab utama terjadinya gastritis (Brunner & Suddarth, 2001).
e.
Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Anti inflamasi non steroid merupakan golongan obat yang
14
mekanismenya
menghambat
aktifitas
siklooksigenase
sehingga
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekusor tromboksan dari asam arakhidonat (Brunner & Suddarth, 2001). f.
Alkohol Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada sawar lambung. Kerusakan ini dapat membuat iritasi secara cepat pada lambung. Berdasarkan penelitian, seseorang yang mengkonsumsi alkohol 75 gram atau sekitar 4 gelas/minggu selama 6 bulan dapat mengalami gastritis (Brunner & Suddarth, 2001).
g.
Terlambat makan Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi akan semakin banyak dan akan mengakibatkan iritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri disekitar epigastrium (Sediaoetama, 2004).
h.
Makanan pedas Makanan pedas akan membuat lambung dan usus berkontraksi. Hal ini akan menimbulkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai dengan mual muntah. Secara tidak langsung, nafsu makan penderita akan menurun sehingga tidak ada makanan yang dapat dicerna oleh lambung. Konsumsi makanan pedas lebih dari 1 kali selama seminggu minimal 6 bulan terus-menerus dapat menyebabkan gastritis (Sediaoetama, 2004).
i.
Usia Gastritis lebih tinggi menyerang pada usia tua dibandingkan pada
15
usia muda. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang dengan usia yang lebih muda dapat terkena gastritis. Seiring dengan bertambahnya usia, mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih mudah terinfeksi oleh Helicobacter pylori dan juga gangguan autoimun.
Sebaliknya gastritis pada usia muda lebih dikaitkan dengan
pola hidup yang tidak sehat (Soetjiningsih, 2005). j.
Stress psikis Asam lambung akan lebih banyak diproduksi dalam keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang berlebih ini akan mengiritasi mukosa lambung dan bila dibiarkan akan menyebabkan gastritis (Brunner & Suddarth, 2001).
k.
Stress fisik Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu ataupun infeksi berat dapat menyebabkan gastritis. Hal ini perlu diobati agar tidak berkelanjutan mengakibatkan ulkus atau pendarahan pada lambung (Brunner & Suddarth, 2001). Pengobatan gastritis kebanyakan dilakukan untuk mengurangi produksi
asam lambung, menetralkan asam lambung dan mengurangi gejala yang terjadi. Berdasarkan National Institutes of Health (2010), ada tiga golongan obat utama untuk mengobati gastritis, yaitu: a.
Antasida dengan kandungan alumunium, magnesium dan simetikon Obat golongan antasida berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Contoh dari obat golongan ini adalah aspirin, sodium bikarbonat, asam
16
sitrat. Obat lain yang banyak dipasaran adalah promaag, mylanta, antasida, dexanta dan lain-lain. Penggunaan antasida yang tidak sesuai dengan aturan pakai juga dapat mengakibatkan efek samping seperti diare atau bahkan konstipasi. b.
Inhibitor reseptor H-2 Mekanisme kerja dari obat golongan ini adalah menghambat kerja dari reseptor H-2 pada lambung, sehingga produksi asam lambung akan berkurang. Contoh dari obat golongan ini adalah famotidin, ranitidin, simetidin. Obat golongan dapat diperoleh dengan peresepan atau bisa juga diperoleh di apotek karena merupakan obat wajib apotek.
c.
PPI (Proton Pump Inhibitor) Obat golongan PPI diklaim sebagai obat yang paling poten diantara yang lain. Contoh dari obat golongan ini adalah omeprazol, lansoprazole, rabeprazole, dexlansoprazole. Obat ini termasuk dalam kategori obat keras, sehingga untuk memperolehnya harus menggunakan resep dokter.
3.
Teori Perilaku Perilaku adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Engel et al, 1995). Dari sudut biologis, perilaku adalah sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar
17
maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo,2003) Adanya studi tentang perilaku tersebut maka perilaku individu harus dapat dipahami. Pemahaman perilaku individu ini dapat dilakukan dengan cara pendekatan yang fokus pada variabel-variabel eksternal dan internal. Pendekatan yang fokus pada variabel eksternal disebut pendekatan perilaku atau disebut juga pendekatan stimulus-respon (S-R). Sedangkan pendekatan yang kedua adalah pendekatan yang fokus pada variabel mental disebut sebagai
pendekatan
sikap
atau
disebut
juga
pendekatan
stimulus-organism-respon (S-O-R). Dijelaskan pula bahwa variabel internal berhubungan langsung dengan pribadi konsumen, seperti keyakinan (belief), sikap, minat, persepsi, motivasi dan lain sebagainya. Sedangkan variabel eksternal berkaitan dengan faktor luar yang meliputi faktor sosial, faktor keluarga, faktor ekonomi, dan lain sebagainya (Pratt, 1978). Lewin (1951) yang dikutip dari buku Azwar (2007) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karateristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya
lebih besar daripada
karakteristik individu. Dalam buku Notoatmodjo (2003), Green menganalisis perilaku manusia dari tingkatan kesehatannya. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu
18
sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor: 1.
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2.
Faktor-faktor pendukung (enabling factors), terwujud dalam lingkugan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3.
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
F. Landasan Teori Pengetahuan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa setiap perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Sairafi et al (2007) juga membuktikan bahwa ada korelasi antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan. Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunaannya merupakan penyebab utama terjadinya ketidakrasionalan penggunaan obat. Hal ini akan berdampak buruk pada kesehatan individu dikemudian hari nanti (Depkes, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Harun Rianto pada tahun 2008 tentang
19
gambaran penyakit gastritis menyatakan bahwa gastritis lebih banyak menyerang pada perempuan dan dapat menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Indonesia ada sekitar 6 - 20% masyarakat menderita gastritis sejak usia 55 tahun. Karakteristik setiap individu juga seringkali mempengaruhi bagaimana pengetahuan individu itu sendiri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wati Oktaviani pada tahun 2011 bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin dan porsi makan terhadap penyakit gastritis. Penelitian yang dilakukan oleh Kristina et al (2008), didapatkan hasil bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan , status pekerjaan, pengetahuan dan sikap berhubugan dengan perilaku. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Oleh karena itu, perlu diketahui secara pasti apakah pengetahuan memiliki hubungan dengan faktor individu seperti karakteristik dan perilaku tentang pengobatan gastritis.
G. Kerangka Konsep
Pengetahuan mahasiswa tentang penyakit gastritis
Faktor hubungan: 1. Karakteristik . Jenis Kelamin . Tahun Angkatan 2. Perilaku . Pemilihan obat . Tempat memperoleh obat . Sumber Informasi
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
20
H. Hipotesis 1.
Ada hubungan antara pengetahuan dan karakteristik mahasiswa tentang pengobatan gastritis.
2.
Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku mahasiswa tentang pengobatan gastritis.