BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan produk karya seni dan budaya yang memiliki nilai guna karena bertujuan memberikan hiburan dan kepuasan batin bagi penonton. Melalui sarana cerita itu, penonton secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang sehingga produk karya seni dan budaya dapat membuat penonton menjadi manusia yang lebih arif dan dapat memanusiakan manusia.1 Film sudah menjadi hiburan bagi masyarakat dari kalangan dewasa sampai kalangan anak – anak. Terutama film-film Hollywood dari berbagai macam genre seperti animasi, horror, action, thriller dan lain-lain yang sekarang ini banyak dijumpai di bioskop dan televisi. Tetapi, banyak film Hollywood yang mengandung unsur kekerasan verbal maupun non verbal, oleh karena film dapat menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah meniru adegan atau perkataan kasar dalam film tersebut.2 Namun film – film Hollywood saat ini masih menjadi pilihan utama para penikmat film di Indonesia. Terbukti dari sekian banyaknya film – film yang beredar di bioskop tanah air, jumlah penonton yang memilih untuk menonton film Hollywood masih jauh lebih besar dibandingkan dengan yang memilih film – film 1 2
Burhan, Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Evita, Cecilia. 2007. Hubungan Antara Perilaku Menonton Film Percintaan Dengan Sikap Remaja Terhadap Perilaku Berpacaran. : Institut Pertanian Bogor. 97 hal.
1
2
lokal buatan tanah air. Hal ini jelas sangat mengecewakan karena sebenarnya perfilman tanah air sendiri sudah mulai bangkit kembali . Film – film buatan tanah air terhadap film – film Hollywood disebabkan beberapa faktor, mulai dari teknis sampai dengan non teknis. Faktor teknis jelas terlihat dari peralatan yang digunakan mulai dari kamera sampai dengan efeknya. Sedangkan, non teknis bias dilihat dari jam terbang para kru produksinya. Mulai dari sutradara sampai dengan wardrobenya, Hollywood menggunakan orang – orang yang benar sudah ahli pada bidangnya masing – masing. Hal yang menjadi faktor lain yang menjadi kalahnya film – film buatan insan perfilman tanah air terhadap film – film garapan sutradara Hollywood adalah isi cerita yang disajikan. Hollywood lebih mengedepankan pada efek dan cerita yang menarik.3 Sedangkan akhir – akhir ini film – film tanah air justru lebih mengedepankan aktor dan aktris dengan badan yang sexy dan jalan cerita yang tidak jelas karena yang disajikan lebih banyak adegan sexual. Sehingga film – film tanah air saat ini identik dengan adegan sexualnya saja. Di antara berbagai genre film yang beredar di Indonesia, Ada satu genre film yang masih menjadi salah satu andalan Hollywood adalah film bergenre action atau dalam bahasa Indonesianya adalah film laga. Film action adalah film yang banyak menampilkan adegan – adegan yang beratraksi luar biasa, adegan – adegan yang memacu adrenalin, seperti adegan saling tembak – menembak, ledakan yang luar biasa atau kejar – mengejar antara dua orang atau lebih. Sebut
3
Sahroja,Lumbanraja dalam http://hiburan.kompasiana.com/film/2014/07/03/bioskop-indonesiadijajah-hollywood-slah-siapa-671392.html,diakses pada tanggal 10 oktober 2016.
3
saja : The Expendables, The Fast And Furious 6, James Bond Skyfall. Merupakan beberapa judul dari sekian banyak judul film bergenre action garapan sutradara negeri paman Sam yang masuk ke Indonesia. Film yang banyak mengandung adegan kekerasan sangat menarik untuk dibahas. Hal ini dikarenakan belum banyaknya yang membahas tentang kekerasan verbal dan non verbal dalam film. belum banyak insan perfilman yang mampu membuat film action seperti film The Fast And Furious 6 ini. Baru – baru ini, ada beberapa film action produksi insan perfilman Indonesia. Yaitu The Raid dan The Raid 2 yang dirilis pada tahun 2012 dan 2014 merupakan besutan sutradara Gareth Evans. Adegan kekerasan adalah gambar atau rangkaian gambar dan suara yang menampilkan tindakan verbal atau non verbal yang menimbulkan rasa sakit secara fisik, psikis, dan sosial bagi korban kekerasan.4 Kekerasan secara verbal sebenarnya lebih menonjol apabila dibandingkan dengan kekerasa non verbal. Contoh kekerasan verbal yang paling menonjol adalah mengancam. Ancaman dianggap sebagai suatu kekerasan, merupakan unsur penting kekuatan, kemampuan untuk mewujudkan keinginan seseorang sekalipun menghadapi keinginan yang berlawanan. Dengan kata lain, kekerasan verbal bersifat lebih memaksa dibanding dengan kekerasan non verbal.5 Perfilman di Indonesia akhir – akhir ini diwarnai dengan berbagai tindakan kekerasan. Mulai dari kekerasan verbal maupun non verbal sekarang ini sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat
4 5
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), 2012, hal 6 Thomas Santoso, Teori-teori kekerasan, PT Ghalia Indonesia, 2002, hal 11
4
Indonesia. Film produksi luar negeri maupun dalam negeri sekarang ini sudah biasa menyajikan film – film bernuansa kekerasan. Tayangan
kekerasan
menjadi
perhatian
serius
Komisi
Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA), melalui Ketua Komnas PA yaitu Arist Merdeka Sirait menyebutkan bahwa mayoritas tayangan televisi ataupun film di Indonesia berbahaya bagi anak-anak karena mengandung unsur kekerasan. Anak anak sangat rentan mencontoh apa-apa saja yang dilihat dari lingkungan. Film di televisi maupun bioskop merupakan salah satu lingkungan yang paling menarik bagi anak-anak. Hampir setiap rumah memiliki televisi, hampir di setiap bioskop dengan berbagai macam film selalu ada anak-anak sebagai penonton, dan kurangnya kedisiplinan orang tua membatasi anak-anak untuk menonton apa yang boleh atau apa yang tidak boleh ditonton6. Tanpa masyarakat sadari, semua film – film yang memasukan tindakan kekerasan menjadi bagian dalam isi filmnya berdampak negatif bagi pola pikir masyarakat itu sendiri. Dampak negatif terutama sangat mempengaruhi anak – anak dan remaja karena bukan tidak mungkin bagi mereka untuk meniru apa yang dilihat dari film tersebut. Selain fungsinya sebagai media informasi, pendidikan dan hiburan, media massa diyakini merupakan salah satu agen sosialisasi dari nilai – nilai. Dalam kasus ini, peran serta orang tua sangat dibutuhkan mendampingi anak – anaknya Film The Fast And Furious 6 yang disebut diatas adalah judul film yang diambil oleh penulis sebagai bagian dari penelitian skripsi penulis. Film 6
http://www.beritasatu.com/anak-bunuh-diri/42564-kasus-anak-bunuh-diri-akibattayangantv.html diakses tanggal 25 Oktober 2012.
5
The Fast And Furious 6 masuk ke Indonesia pada bulan Mei tahun 2013. Namun dalam skripsi ini, penulis tidak akan membahas secara keseluruhan isi film The Fast And Furious 6. Sesuai dengan judul skripsi ini ‘’kekerasan verbal dan non verbal pada film The Fast And Furious 6’’. Maka penulis akan membahas nilai – nilai kekerasan verbal dan non verbal yang terdapat pada film The Fast And Furious 6. Secara garis besar, film The Fast And Furious 6 ini di perankan oleh : Vin Diesel, Paul Walker, Dwayne Johnson, Michelle Rodriguez, Jordana Brewster, Tyrese Gibson, Chris Bridges, Sung Kang, Luke Evans, Gina Carano, John Ortiz, Joe Taslim. Film ini menceritakan sebuah kelompok criminal profesional yang dipimpin oleh Dominic Toretto (Vin Diesel). Tetapi kelompok kriminal yang dipimpin oleh Dominic Toretto masih menjadi Agen U.S. Diplomatic Security Service (DSS) Luke Hobbs (Dwayne Johnson) Berjanji menghapus catatan kriminal mereka dan mengizinkan mereka pulang jika mau membantunya memburu sebuah organisasi pembunuh bayaran profesional yang dipimpin Oleh Owen Shaw (Luke Evans) dan wakilnya Letty Ortiz (Michelle Rodriguez). Alasan utama penulis memilih film The Fast And Furious 6 adalah karena film ini banyak mengandung adegan kekerasan yang menarik untuk diteliti. Pada umumnya kekerasan yang ditampilkan di dalam film ini mengandung hal negative untuk dilihat oleh masyarakat. Unsur – unsur kekerasan yang digambarkan dalam film ini sering muncul di dalam setiap scenenya. Sehingga peneliti memutuskan untuk meneliti unsur kekerasan yang terjadi dalam film ini.
6
Dengan menemukannya kekerasan di semua scene, menurut peneliti kekerasan bukanlah hal yang aneh bagi masyarakat barat dan Amerika pada umumnya sudah biasa menggunakan kekerasan verbal dan non verbal bagi masyarakat Indonesia masih dianggap tidak sopan atau terlalu kasar. Penulis menggunakan metode semiotik karena banyaknya kekerasan verbal dan non verbal yang menarik untuk diteliti. Untuk itulah penulis menggunakan metode analisis semiotik sebagai alat analisis. 1.2
Fokus Penelitian Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan fokus
penelitian ini melihat pada sudut pandang mahasiswa terhadap unsur kekerasan verbal dan non verbal yang terdapat dalam film The Fast And Furious 6. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode Charles Sanders Pierce untuk menganalisis unsur kekerasan dalam film The Fast And Furious 6. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui penggambaran kekerasan verbal dan non verbal yang terkandung dalam film The Fast And Furious 6.
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penulis berharap agar dari penelitian skripsi ini dapat digunakan untuk menambah sumbangan pemikiran bagi analisis film. Khususnya berkaitan dengan simbol – simbol kekerasan dengan menggunakan analisis semiotik. 1.4.2
Manfaat Praktis Penulis berharap untuk masyarakat Indonesia sebaiknya menonton film-film yang bermanfaat dan memiliki makna yang positif. Bagi produser, sutradara serta rumah produksi film, buatlah film-film yang bermanfaat dan mendidik, apalagi untuk generasi muda bangsa Indonesia. Dengan memberikan tontonan yang bermanfaat baik dari pendidikan, semangat, kerja keras dan pantang menyerah maka dapat mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Karena makna dari film sangat mempengaruhi pembentukan karakter.