BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir tidak terbatas. Globalisasi juga menuntut ASEAN menciptakan integrasi regional di Asia Tenggara. Integrasi regional di Asia Tenggara ini dikenal dengan ASEAN Vision 2020. Salah satu pilar utama ASEAN Vision 2020 adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (ASEAN Economic Community 2015). ASEAN Economic Community 2015 merupakan ide integrasi ekonomi negara-negara anggota ASEAN, yang menjadi komitmen bersama untuk dipercepat pada tahun 2015 untuk enam negara terkaya ASEAN salah satunya Indonesia dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2020 oleh negara Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam.1 Free Flow of Services merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan ASEAN Economic Community dimana secara substansi tidak akan ada penghambat penyediaan jasa negara-negara ASEAN dengan adanya regulasi yang mengatur penyediaan jasa secara bebas antar negara-negara ASEAN yang merupakan salah satu aspek perwujudan liberalisasi perdagangan jasa di kawasan negara-negara ASEAN. Dalam proses perundingan, sektor jasa memiliki suatu konsep dengan keunikan tersendiri yang berbeda dengan proses perundingan liberalisasi sektor barang. Disektor barang, perundingan liberalisasi dilakukan dengan penurunan tarif dan non-tarif. Sementara di perdagangan jasa, perundingan dilakukan untuk melakukan pengurangan atau penghilangan
1
Budi SP Nababan, "Perlunya PERDA Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing di Tengah Liberalisasi Tenaga Kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015", RechtsvindingJurnal Online, (vol.2, Nomor 02, Agustus 2014) hal. 297
1
hambatan dalam 4 (empat) cara ketersediaan jasa dari penyedia jasa kepada pengguna jasa (mode of supply). Keempat mode of supply dalam perdagangan jasa adalah sebagai berikut: 2 a. Mode 1 (cross-border supply) merupakan jasa yang diberikan secara langsung oleh penyedia Jasa luar negeri dengan pengguna jasa di dalam negeri. Contohnya pertimbangan hukum yang diberikan oleh pengacara di luar negeri lewat surat atau telepon. b. Mode 2 (consumption abroad) merupakan jasa yang diberikan oleh penyedia Jasa diluar negeri kepada konsumen domestik setelah konsumen tersebut berpindah secara fisik ke negara penyedia Jasa. Contohnya mahasiswa yang berkuliah di Belanda. c. Mode 3 (commercial presence) merupakan jasa yang disediakan dengan kehadiran penyedia Jasa dari luar negeri kepada konsumen di negara konsumen. Contoh : pendirian rumah sakit milik Singapura di Indonesia. d. Mode 4 (presence of natural person) merupakan penyediaan jasa langsung berupa tenaga kerja asing yang memiliki keahlian tertentu kepada konsumen di negara konsumen. Contohnya dokter Singapura melakukan praktik di Indonesia. Ide liberalisasi perdagangan jasa di kawasan negara-negara ASEAN itu sendiri bermula dari hasil pertemuan negara-negara ASEAN di Bangkok, Thailand 1995. Yang kemudian melahirkan Asean Framework Agreementon Service (AFAS) sebagai landasan dasar dari proses menuju liberalisasiperdagangan jasa di kawasan ASEAN. Dalam rangka meningkatkan daya saing para penyedia sektor jasa di ASEAN melalui liberalisasi perdagangan bidang jasa, telah mengesahkan AFAS pada KTT ke-5 ASEAN tanggal 15 Desember1995 di Bangkok, Thailand.3
2
Parikesit Widiatedja, Kebijakan Liberalisasi Pariwisata Konstruksi Konsep, Ragam Masalah, dan Alternatif Solusi, Udayana University Press, Denpasar,2011 hal 125. 3 Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Integrasi Ekonomi ASEAN dibidang Jasa, Jakarta, 2009, hal. 7
2
AFAS merupakan perjanjian yang regional di kawasan ASEAN yang berusaha meningkatkan efisiensi dan tingkat kompetitif dari anggota ASEAN sebagai penyedia jasa, khususnya mengeliminasi pembatasan perdagangan dibidang Jasa antar anggota ASEAN dan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas tingkatan serta ruang lingkup dari liberalisasi melampaui yang telah ada di dalam GATS (General Agreement Trade in Service) dengan tujuan sebuah area perdagangan bebas dibidang jasa.4 Dalam pemberian komitmen AFAS, negara-negara ASEAN diharuskan untuk memberikan tingkat komitmen yang lebih baik untuk sesama anggota ASEAN dibandingkan dengan komitmennya dalam GATS/WTO, serta membuka lebih banyak sektor atau subsektor, sehingga AFAS dikenal juga dengan Istilah GATS Plus. Proses liberalisasi bidang Jasa dilakukan secara bertahap dan hati-hati dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dan tingkat pembangunan ekonomi negara anggota ASEAN. Untuk itu diterapkan prinsip fleksibilitas yang disepakati oleh semua negara ASEAN (Pre-Agreed Flexibility).5 Dalam AFAS, setiap negara dapat menyatakan persetujuannya atas bidang jasa yang diliberalisasi, yang kemudian dikenal dengan ―schedule of specific commitments‖ ke dalam suatu ―paket perundingan‖. AFAS kemudian menjadi landasan dasar dari proses menuju liberalisasi perdagangan jasa di kawasan ASEAN. Seluruh isi kesepakatannya konsisten dengan kesepakatan internasional yang ditetapkan dalam GATS. AFAS juga mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk menetapkan komitmen melebihi apa yang diberikan dalam GATS. Perjanjian ini bertujuan meningkatkan efesiensi dan tingkat kompetitif dari anggota ASEAN sebagai penyedia jasa. 4
Parikesit Widiatedja, Loc. cit. Tinjauan Umum Tentang AFAS dan Liberalisasi Perdagangan Jasa Pariwisata, https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1103005092-3-Bab/2.pdf, diakses tanggal 11 Februari 2016 5
3
Negara anggota ASEAN diharuskan mengeliminasi substansi dan hambatan dibidang jasa antar anggota ASEAN, dan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas tingkatan dan jangkauan liberalisasi khususnya jasa dengan tujuan utama membentuk perdagangan bebas jasa.6 Lebih lengkapnya, tujuan AFAS dicantumkan dalam Pasal 1 AFAS, yaitu sebagai berikut: 7 1. Untuk meningkatkan kerjasama di bidang jasa antara negara-negara anggota dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasikapasitas produksi, serta pemasokan distribusi jasa dari pemasok jasa di dalam dan di luar ASEAN. 2. Untuk menghilangkan secara substansial pembatasan perdagangan jasa antara
negaranegara anggota ASEAN. 3. Meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas intensitas dan cakupan liberalisasi
dari luar yang dilakukan oleh negara-negara anggota di bawah aturan GATS dengan tujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas di bidang jasa. Sektor Jasa memegang peranan penting di ASEAN dengan rata-rata 40-50% GDP negara ASEAN berasal dari sektor jasa. Jasa juga berperan penting dalam perekonomian Indonesia dengan porsi 46% total GDP pada tahun 2007. Selanjutnya untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai dalam AFAS, telah dibentuk Coordinating Committee on Services (CCS) yang memiliki tugas menyusun modalitas untuk mengelola negosiasi liberalisasi jasa dalam kerangka AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa
6
Hadi Soesastro, A New ASEAN in a New Millenium,Centre for Strategic and International Student, Jakarta, 2000 h.215. 7 ASEAN Framework Agreement on Services, http:// www.asean.org/communities/aseaneconomiccommunity/item/asean-framework-agreement-on-services, diakses tanggal 12 Februari 2016
4
Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan dan Jasa Logistik.8 Kemudian pada tanggal 20 November 2007 dalam deklarasi ASEAN di Singapura sepuluh negara anggota ASEAN sepakat untuk menandatangani kesepakatan yang berisi cetak biru (blueprint) ASEAN Economic Community 2015. Dalam blueprint ASEAN Economic Community 2015 disepakati lima elemen penting dalam integrasi perekonomian ASEAN salah satunya adalah liberalisasi arus tenaga kerja. Pada liberalisasi arus tenaga kerja terjadi pembebasan arus tenaga kerja ahli terbatas sampai tahun 2020, selebihnya keseluruhan tenaga kerja (baik yang ahli maupun kurang ahli) bisa melakukan migrasi dengan bebas, tanpa memerlukan visa kerja khusus dan perizinan yang menyulitkan banyak tenaga kerja dari negara berkembang di ASEAN, misalnya Indonesia untuk mendokumentasikan data dirinya secara legal.9 Hal ini tentu akan berpengaruh kepada tenaga kerja khususnya tenaga kerja terampil yang ada pada Negara-Negara anggota ASEAN yang menjadi subjek utama dalam penyediaan jasa bebas antar Negara anggota ASEAN. Untuk bisa tersedianya sektor jasa terutama sektor jasa dengan arus jasa yang bebas antar negara anggota ASEAN diperlukan tenaga kerja terampil sebagai pelaku utama yang terlibat dalam penyediaan arus jasa bebas tersebut. Hal ini didukung dengan adanya Mutual Recognition Agreements (MRAs) yang mengatur secara khusus sektorsektor tenaga kerja terampil yang ada di ASEAN yang kemudian akan dimaksimalkan dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015. MRA yang disepakati negara-negara anggota ASEAN cukup berbeda dari disepakati di Uni Eropa (UE) dan Australia-New Zealand (atau Trans-Tasmanian). Di Uni Eropa dan Australia-New 8
http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama/Ekonomi/ASEAN.doc/,diambil dari kerjasama ekonomi ASEAN, diakses pada tanggal 12 Februari 2016. 9 Budi SP Nababan Loc.Cit.
5
Zealand Closer Economic Relations (ANCER), ada pergerakan secara bebas bagi setiap orang negara anggota. MRAs pada kualifikasi profesional lebih memudahkan gerakan tersebut. Sebaliknya, ASEAN tidak memungkinkan pergerakkan secara bebas orang dari negara-negara anggota ASEAN,Dengan demikian, dalam penerapannya MRAs juga dibatasi oleh peraturan imigrasi setiap negara anggota ASEAN.10
Para Menteri Ekonomi ASEAN telah menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) Framework on Accountancy Services, MRA on Medical Practitioner and MRA on Dental Practitioners. MRA Framework on Accountancy Services yang akan menjadi prinsip-prinsip dasar dan kerangka negosiasi bilateral atau multilateral. Sedangkan MRAs mengenai Medical Practitioners and Dental Practitioners diharapkan dapat memfasilitasi mobilitas qualified medical and dental practitioners di ASEAN.11 Di samping itu juga telah ditandatangani MRAs di bidang engineering services, architectures services, nursing services and surveying and urged renewed efforts by the related professional bodies to implement the MRAs. Di samping itu juga telah ditandatangani MRAs di bidang engineering services, architectures services, nursing services and surveying and urged renewed efforts by the related professional bodies to implement the MRAs. Sedangkan Mutual Recognition Arrangements on Tourism Professionals, ditandatangani pada ASEAN Tourism Ministers Meeting pada bulan November 2012.12 Selain MRA sebagai rujukan utama dalam menjamin mobilitas tenaga kerja terampil, AFAS (Artikel 5 tentang domestic regulations on qualifications dan Artikel 6 tentang recognition on qualifications), dan AEC Blue Print secara jelas mengatur keleluasaan mobilitas tenaga kerja 10
Yoshimi Fukunaga, "Assesing the Progress of ASEAN MRAs on Professional Services", ERIA Discussion Paper Series, hal. 4. 11 Ibid, hal. 5. 12 Ibid.
6
terampil di ASEAN. Walau demikian, Chia Siow Yue (2013) mencatat bahwa ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keleluasaan mobilitas tenaga kerja terampil yaitu: disparitas yang besar antara upah dan kesempatan kerja; geographical proximity dan lingkungan sosial-budaya dan bahasa; disparitas perkembangan sektor pendidikan antara negara di ASEAN dan; faktor kebijakan yang berlaku di setiap negara anggota.13 Selanjutnya sebagai salah satu upaya untuk memaksimalkan implementasi liberalisasi sektor jasa yang sudah disepakati dalam AEC, ASEAN bergerak cepat dengan disepakatinya ASEAN Agreement on the Movement of Natural Persons (MNP) yang ditandatangani pada November 2012. Kesepakatan ini memberikan jaminan hak dan aturan tambahan yang sudah diatur di AFAS tentang MNP dan juga memfasilitasi MNP dalam menjalankan perdagangan dalam jasa dan investasi. Namun kesepakatan ini sekaligus juga memberikan perlindungan bagi integritas batas negara anggota ASEAN dan tentu perlindungan terhadap tenaga kerja domestik dan pekerjan tetap di negara-negara anggota ASEAN.14 Seperti yang telah dijelaskan, MRA tidak menjamin adanya pergerakkan bebas dari para tenaga kerja terampil dikarenakan belum jelasnya pengaturuan mengenai peraturan imigrasi bagi para tenaga kerja terampil negara-negara anggota ASEAN. Dan dalam hal ini Perjanjian MNP, yang mencakup tidak hanya aturan layanan pekerja terampil tetapi semua sektor jasa yang ada di ASEAN, memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam semua sektor jasa, dan memiliki potensi besar dalam memfasilitasi pergerakan tenaga kerja terampil.15 Hal ini kemudian disusul dengan pembuatan ASEAN Qualifications Reference Framework (AQRF) yang membantu dalam hal menerjemahkan kualifikasi pekerja terampil dari negara asal ke 13
Chia Siow Yue, ‗Free Flow of Skilled Labor in the AEC‘, dalam Urata, S. dan M. Okabe (ed), Toward a Competitive ASEAN Single Market: Sectoral Analysis, (Jakarta: ERIA Research Project Report 2010-03), hal.221. 14
Makmur Keliat dkk, "Pemetaan Pekerja Terampil Indonesia dan Liberalisasi Jasa ASEAN" Laporan Penelitian ASEAN Study Center UI bekerjasama dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2013, hal. 10. 15 Yoshimi Fukunaga, Op.Cit, hal. 5
7
negara penerima tenaga kerja tersebut sehingga negara penerima dapat mengetahui sejauh apa kemampuan dari tenaga kerja terampil dari negara lain tersebut sesuai dibandingan dengan kualifikasi standard yang dimiliki oleh negaranya. Hal ini pada akhirnya akan membantu dalam hal penerapan MRA di ASEAN secara menyeluruh bagi negara-negara anggota ASEAN yang terlibat di dalamnya.
Pada era pasar bebas ASEAN 2015, semua negara ASEAN akan berkompetisi memperebutkan lapangan kerja yang ada. Negara dengan kompetensi SDM tinggi akan mendapat kesempatan lebih unggul mendapatkan keuntungan ekonomi dalam Negara-negara di ASEAN bebas untuk masuk bekerja ke negara tujuannya. Dengan kata lain, tenaga kerja terampil dari negara ASEAN akan memasuki pasar kerja di Tanah Air. Masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia akan menjadi ancaman apabila tenaga kerja Indonesia tidak memiliki kemampuan yang sebanding untuk bekerja di negara lain.16 Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah bahwa kebijakan luar negeri, termasuk kesepakatan Indonesia pada perjanjian untuk melakukan liberalisasi sektor jasa, bukanlah perundingan yang hanya berada di satu tingkat saja. Pemerintah tidak hanya berunding dengan negara anggota ASEAN yang lain, namun juga dengan rakyatnya sendiri. Dalam kajian hubungan internasional, Robert Putnam sejak jauh-jauh hari sudah mengingatkan bahwa diplomasi adalah sebuah ―two level game.‖17 Ada kepentingan-kepentingan di dalam negeri yang harus diajak berunding dalam implementasi liberalisasi sektor jasa di Indonesia dalam kaitan dengan diimplementasikannya free flow of services di Indonesia yang ikut menjadi bagian masyarakat ASEAN Economic Community.
16
M. Ari Sabilah Rahman, "Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN", Jurnal Hubungan Internasional UNMUL, (Vol.03, Nomor 01, 2015), hal. 118 17 Robert Putnam, ―Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Games,‖ International Organization, 42(3), 1988, hal. 427-460.
8
Peningkatan kualitas SDM baik angkatan kerja maupun pekerja dalam negeri harus dapat mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah maupun pihak swasta agar dapat bersaing dengan tenaga kerja terampil (skilled labor) yang masuk dari luar negeri yang merupakan dampak diberlakukannya MEA 2015. Salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu, dengan menyiapkan kebijakan nasional yang mengarah kepada pengembangan dan peningkatan kualitas SDM tenaga kerja dalam mempersiapkan tenaga kerja terampil yang mampu bersaing dengan tenaga kerja terampil negara anggota ASEAN lainnya.18 Peningkatan kualitas SDM tersebut harus didukung pula dengan kebijakan atau regulasi pemerintah. B. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang di atas, untuk menguraikan dan memberikan arahan yang terperinci dari pembahasa ini, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apa sajakah perjanjian yang menjadi dasar penerapan Free flow of services negara-negara anggota ASEAN? 2. Bagaimanakah implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 terhadap mobilitas tenaga kerja terampil negara-negara anggota ASEAN? 3. Bagaimanakah pengaturan hukum ekonomi internasional dan hukum nasional Indonesia mengenai hubungan free flow of services dengan tenaga kerja terampil dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015?
18
Muhammad Fadli, "Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" jurnal Rechsvinding online, (vol. 3 Nomor 02, Agustus 2014), hal. 284
9
C. Tujuan Penelitian Tujuan penilitian merupakan suatu bentuk pencapaian yang hendak diperoleh dalam suatu penilitian ilmiah. Dengan dikemukakannya tujuan yang hendak dicapai tersebut, maka arah penelitian ini akan semakin difokuskan atau terpusat dalam suatu pembahasan yang optimal. Sehubungan dengan penulisan yang dilakukan, maka secara khusus penulisan ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui perjanjian yang menjadi dasar penerapan Free flow of services negaranegara anggota ASEAN. 2. Untuk mengetahui implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 terhadap mobilitas tenaga kerja terampil negara-negara anggota ASEAN. 3. Untuk mengetahui pengaturan hukum ekonomi internasional dan hukum nasional Indonesia mengenai hubungan free flow of services dengan tenaga kerja terampil dalam dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015. D. Manfaat Penulisan Penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran teoritis maupun dalam tataran praktis. Penulisan ini mempunyai manfaat teoritis untuk dapat menambah dan memperluas perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum internasional mengenai kebijakan free flow of services terhadap tenaga kerja terampil negara-negara anggota ASEAN dalam Implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 ditinjau dari perspektif hukum ekonomi internasional dan nasional. Selain itu juga, diharapkan penilitian ini mempunyai manfaat bagi kalangan akademisi, lembaga pemerintah sebagai tambahan informasi mengenai arus jasa bebas (free flow of
10
services), dan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagipraktisi untuk melakukan perbaikan dan optimalisasi kebijakan melalui kerangka ASEAN sesuai dengan sesuai dengan perspektif hukum ekonomi internasional. E. Tinjauan Pustaka Sebagai titik tolak dari perumusan tinjauan pustaka, dapat diuraikan beberapa konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Aturan Internasional menurut J.G. Starke, Aturan atau hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya di taati dalam hubungan antarnegara. Free flow of services, merupakan salah satu dari lima elemen penting cetak biru ASEAN Economic Community (AEC) 2015 berupa pembebasan arus jasa antara negara-negara anggota ASEAN sehingga negara-negara anggota ASEAN dapat terhubung dalam sektor jasa secara keseluruhan. Tenaga kerja terampil, merupakan bagian khusus dari angkatan kerja dengan pendidikan lanjutan sehingga memenuhi kualifikasi keterampilan. Dimana setiap Negara memiliki kualifikasi tertentu mengenai keterampilan tenaga kerja yang bekerja pada negara tersebut. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), organisasi regional beranggotakan negara-negara kawasan Asia Tenggara, terdiri dari Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Kamboja, Laos,Myanmar dan Vietnam. AEC (ASEAN Economic Community), merupakan bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN.
11
F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian ini yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan tertulis dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada pada masyarakat.19 Nama lain dari penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum doktrinal, juga disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen.20 Penelitian ini membahas doktrindoktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum21 melalui kajian asas-asas hukum internasional, konvensi-konvensi, dan kerangka perjanjian internasional. Adapun sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yaitupenelitian yang dimaksud untuk memeberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi obyek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau member teori baru,22 dengan membatasi kerangka studi kepada suatu tinjauan perangkat hukum internasional terhadap liberalisasi perdagangan jasa. 2. Data Penelitian Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti dimaksud dibawah ini : a. Bahan hukum primer, yaitu : Perjanjian antara negara yang dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN pada bidang jasa khususnya sektor jasa yang berkaitan dengan tenaga kerja terampil dan ketentuan peraturan 19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; Universitas Indonesia Press, 2005), hal 44. Bambang Soegono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, edisi 8, 2006), hlm 42. 21 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), hlm 24. 22 http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, diambil dari Law Education, diakses pada tanggal 13 Februari 2016. 20
12
perundang-undangan dalam kerangka hukum nasional Indonesia pada bidang jasa khususnya di delapan sektor prioritas dan UU SPK sebagai dasar standarisasi kualifikasi tenaga kerja di Indonesia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu : Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai free flow of services serta tenaga kerja terampil pada AEC, seperti seminar atau makalah dari pakar hukum, koran, majalah, artikel, dan juga sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas. c. Bahan hukum tersier, yaitu : Mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing yang digunakan dalam skripsi ini. 3. Teknik pengumpulan data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, artikel, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait masalah yang dibahas dalam skripsi ini. 4. Analisis data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok
13
permasalahan. Kualitatif yaitu metode yang diperoleh menurut kualitas kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. G. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang ―Tinjauan Yuridis terhadap kebijakan free flow services terhadap tenaga kerja terampil negara-negara anggota ASEAN dalam implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 ditinjau dari perspektif hukum ekonomi internasional dan nasional” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan permasalahan yang sama. Penulisan ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional,obyektif dan terbuka. Penulisan ini merupakan hasil karya sendiri, yang mana sumbernya diperoleh dari peraturan perundang-undangan, perjanjian internasional, buku-buku, literatur dan media elektronik yang menunjang dalam pembuatan penilitian ini, dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah. H. Sistematika Penulisan Secara umum, sistematika penulisan ini terdiri dari 5 bab. Bab satu merupakan pendahuluan, bab ini, menguraikan latar belakang dari permasalahan dari penulisan ini. Melalui latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi tiga rumusan permasalahan yang akan dibahas dan dikaji, diuraikan juga tujuan danmanfaat dalam penulisan. Selanjutnya untuk memudahkan penelitian, dijelaskan tinjauan pustaka dan metode penelitian. Uraian mengenai keaslian penulis,
14
menyatakan bahwa penulisan ini belum pernah dilakukan dalam pendekatan dari perumusan permasalahan yang sama dan sistematika penulisan sebagai gambaran dari keseluruhan isi dari penelitian. Bab dua berjudul Dasar Penerapan Free Flow of Services Negara-negara ASEAN. Bab ini dipaparkan mengenai prinsip dan mekanisme ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), dan dikaji juga Mutual Recognition Agreement (MRA) dalam sektor jasa berkaitan dengan bisnis, kesehatan dan tenaga profesional kepariwisataan, kelanjutan mekanisme ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yaitu ASEAN Agreement on the Movement of Natural Persons (MNP) dan dasar kualifikasi pekerja dalam ASEAN Qualifications Reference Framework (AQRF). Bab tiga berjudul Implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Terhadap Mobilitas Tenaga Kerja Terampil Negara-Negara Anggota ASEAN. Bab ini dipaparkan mengenai struktur ASEAN Economic Community (AEC) 2015, hal-hal yang menjadi faktor terjadinya mobilitas tenaga kerja terampil ASEAN, serta perkembangan terkait mobilitas tenaga kerja antar negara anggota ASEAN dan juga mobilitas tenaga kerja terampil sebagai bentuk implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Bab empat berjudul Pengaturan Hukum Ekonomi Internasional dan Hukum Nasional Indonesia Mengenai Hubungan Free Flow of Services dengan Tenaga Kerja Terampil dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Bab ini dipaparkan mengenai pengaturan free flow of services dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015, Hubungan antara free flow of services dengan daya saing tenaga kerja negara-negara anggota ASEAN, kebijakan Negara-Negara anggota ASEAN dengan adanya free flow of services yang berkaitan dengan tenaga kerja terampil antar negara
15
anggota ASEAN, dan tinjauan hukum nasional yang berlaku di Indonesia mengenai kebijakan pemerintah menghadapi free flow of services dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Bab lima sebagai penutup, memuat kesimpulan dari penellitian yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang diungkapkan dalam bab pendahuluan dan saran sebagai rekomendasi yang dapat disumbangkan dalam upaya persiapan menghadapi liberalisasi perdagangan bebas khususnya sektor jasa.
16