EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015
Penuh Kejutan, Pengunjung Pameran Puji Paviliun Indonesia Rebut Tiga Medali Emas, DIY Juara Umum Tahun Ini, 121 Warisan Budaya Takbenda Indonesia Ditetapkan Membangun Karakter dan Budaya Bangsa
ISSN : 2355-8156
Jadi Tamu Kehormatan FBF 2015:
Membuka Percakapan Dunia yang Lebih Luas
2
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
DAPUR REDAKSI
Daftar Isi
dari Mas Menteri
BERANDA
Hlm. 3
LAPORAN UTAMA
Hlm. 4
Museum Papua Indonesia di Jerman Pamerkan Kekayaan Budaya Indonesia pada Masyarakat Dunia..................3
Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015 Penuh Kejutan, Pengunjung Pameran Puji Paviliun Indonesia.......................4 Mendikbud: Jadi Tamu Kehormatan, Kesempatan Prestisius bagi Indonesia...........................................................5 Diskusi tentang Wajah Indonesia Tradisi Menulis Indonesia Dimulai Sejak Ratusan Tahun Lalu........................6
GALERI FOTO
Hlm. 7
Show Kitchen Frankfurt Book Fair Kuliner Indonesia Diserbu di FBF 2015.......................................................... 8
LIPUTAN KHUSUS
Hlm. 9
Penutupan OPSI 2015 Rebut Tiga Medali Emas, DIY Juara Umum................................................... 9 OPSI: Budayakan Penelitian Sejak Dini Hamid: Bangga dengan Karya Siswa! ......................................................... 10
Profil Pemenang Bidang Lomba IPA Genting Pembangkit Listrik dan Kaca Mata Duitan ..................................... 11 Profil Pemenang Bidang Lomba IPS dan Humaniora Kubus Bambu dan Indung Susu................................................................... 12
PERISTIWA Hlm. 13 Kawasan Kota Tua Diajukan sebagai Warisan Budaya Dunia..................... 13 Kemendikbud Usulkan Program GGD Tahap Kedua Menyasar 151 Daerah 3T..............................................................................13 Kemendikbud Canangkan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi........................................................................................14 Ayo, Ikuti Simposium Guru Tingkat Nasional 2015.......................................14 Indonesia Berkomitmen untuk Terus Menjadi Partisipan Aktif di SEAMEO...14
KEBUDAYAAN
Hlm. 15
Registrasi Nasional Cagar Budaya Tahun Ini, 121 Warisan Budaya Takbenda Indonesia Ditetapkan................ 15
SIAPA DIA
Percakapan Bernama Frankfurt Book Fair
K
os mahasiswa itu diawasi polisi Belanda selama 24 jam penuh. Dengan seksama polisi memantau ge-rak-gerik para pemuda yang ada di dalam kos tersebut. “Merdeka!” tiba-tiba teriakan itu terdengar dari dalam kos. Seketika polisi masuk. Suasana panas. Soegondo, pe- mimpin rapat, mampu meredakan suasana tegang tersebut. Kepada peserta rapat Soegondo mengatakan, “Ja-ngan gunakan kata ‘kemerdekaan’. Sebab, rapat malam ini bukan rapat politik dan harap tahu sama tahu saja.” Ketegangan tak selesai begitu saja. Polisi meminta rapat itu bubar. Namun, Soegondo menampik keras. Ia berdiri di depan, rapat tetap berjalan. Rapat itu menjadi salah satu tonggak penting apa yang kini kita kenal dengan Sumpah Pemuda. Melalui Sumpah Pemuda kita membangun imajinasi kita tentang ke-Indonesiaan. Imajinasi itulah yang membuat Indonesia bersatu. Salah satu yang penting adalah kita bersepakat menggunakan bahasa bersama. Kita menggunakan bahasa yang bukan bahasa mayoritas. Kita menyepakatinya 17 tahun sebelum kemerdekaan. Bahasa bersama ini tidak lahir melalui undang-undang yang didekritkan oleh negara. Bangsa ini bersepakat untuk memiliki satu bahasa sebelum negara. Kita menemukan sebuah platform untuk menyatukan, untuk membangun dan menumbuh kembangkan imajinasi bersama bernama Indonesia. Kita kemudian mendayagunakan pikiran kita untuk Republik melalui bahasa. Melalui karya tulis, dialog, ide. Saat itu memang banyak penduduk kita yang belum melek huruf. Hanya 5% penduduk kita yang bisa membaca, 95% penduduk kita tak bisa mengeja “Indonesia”. Kini, keadaan berubah, kita berhasil mengubah keadaan tersebut. Angka buta huruf menurun drastis. Tak banyak negeri di dunia yang bisa mengubah ketakterdidikan menjadi terdidik. Hari ini, 70 tahun setelah kemerdekaan, 87 tahun pasca kita menyepakati bahasa bersama, Indonesia menjadi tamu kehormatan dalam Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Pameran buku tertua dan terbesar di dunia. Kita datang ke Frankfurt bukan saja untuk memperkenalkan Indonesia, kita datang untuk mengajak Eropa dalam percakapan lintas budaya. Kehadiran Indonesia di Frankfurt seperti mengirimkan pesan bahwa kebudayaan berkembang melalui sikap terbuka, melalui percakapan terus menerus, dan FBF adalah salah satu percakapan itu. Percakapan budaya melalui FBF ini membuat Indonesia hadir dengan semangat melampaui buku. Era yang melampaui buku. Indonesia hadir di Frankfurt dengan mengajak berbincang soal beragam bentuk ekspresi budaya. Maka kita menghadirkan tak hanya buku, tapi juga seni rupa, tari, kuliner, musik, dan bentuk ekspresi kesenian lainnya. Ekspresi kesenian yang diciptakan dalam semangat kemerdekaan kreatif. Sambutan antusias dan positif Indonesia sebagai tamu kehormatan di FBF bukan berarti menjadi sebuah garis finish. Justru ini adalah sebuah awal mula. Sebuah awal mula mendorong percakapan lintas budaya, menguatkan imajinasi melalui beragam ekspresi kesenian. Dinamika antar pemikiran dan ekspresi kesenian pasti selalu ada. Keragaman dalam berekspresi menjadi menarik karena hadir dalam bingkai kebhinekaan. Kebhinekaan Indonesia. Sebuah suasana yang diimajinasikan para pendiri Republik ini. Sebuah suasana yang dulu kita perjuangkan dari sebuah kos mahasiswa.
Hlm. 16
Prabandari: Pelukis Muda Berprestasi............................................................................. 16 Sherina Salsabila: Konsisten Menulis ....................................................................................... 16
TABLOID ASAH ASUH EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 Foto Sampul: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015 Keterangan Foto: Tarian tradisional menjadi sajian pembuka diskusi penulis di Island of Scene (14/10).
Pelindung: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan; Penasihat: Sekretaris Jenderal, Didik Suhardi; Pengarah: Rahman Ma’mun; Penanggung Jawab: Asianto Sinambela; Pemimpin Redaksi: Eka Nugrahini; Redaktur Pelaksana: Emi Salpiati; Staf Redaksi: Ratih Anbarini, Desliana Maulipaksi, Agi Bahari, Seno Hartono, Nur Widianto, Kresna Aditya, Billy Antoro; Fotografer: Ridwan Maulana, Arif Budiman, Jilan Rifai, Billy Antoro; Desain dan Artistik: Shahwin Purnomo Aji; Sekretaris Redaksi: Heri Kurnia, Bayu Pratama, Ryka Hapsari Putri, M. Adang Syaripudin, Zainuddin, Fadly Syah, Mohtarom; Alamat Redaksi: Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat, Kemendikbud, Gedung C Lt.4, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Telp 021-5711144 Pes. 2413, 021-5701088
kemdikbud.go.id
Kemdikbud.RI
Kemdikbud_RI
ISSN: 2355-8156
BERANDA
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
3
Museum Papua Indonesia di Jerman
Pamerkan Kekayaan Budaya Indonesia pada Masyarakat Dunia
FOTO: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015
Kedatangan Mendikbud bersama Duta Besar RI untuk Republik Fedarasi Jerman, Fauzi Bowo dan Wali Kota GeInhausen, Thorzten Stolz itu menjadi salah satu rangkaian kegiatan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Museum Papua Indonesia didirikan oleh Werner F. Weiglin, seorang Jerman yang begitu mencintai Indonesia dan Papua. Ia adalah antropolog, peneliti, petualang, dan pengusaha. Weiglin telah berkeliling
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan (kedua dari kanan) mendengarkan penjelasan dari pendiri Museum Papua Indonesia, Werner F. Weiglin (batik merah) saat mengamati salah satu koleksi yang terdapat di Museum Papua Indonesia di Jerman, Minggu (11/10) sore. Kunjungan Mendikbud untuk meresmikan museum yang menyimpan sekitar 800 koleksi asli Papua dan wilayah Indonesia lainnya terletak di Kota GeInhausen, Jerman.
Museum Papua Indonesia kini hadir di Jerman. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan meresmikan langsung museum tersebut. Koleksi yang dipamerkan dalam museum itu sudah mencapai lebih dari 800 jenis asal Papua. Mendikbud yakin museum ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi seluruh masyarakat Jerman.
S
ore itu, Minggu (11/10), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan bersama rombongan memasuki sebuah bangunan tua yang terletak di Kota GeInhau-
sen, Jerman. Pada bagian tertentu bangunan bernama Palais Meerholz itu, ratusan koleksi asal Papua dipamerkan. Mendikbud hadir untuk meresmikan Museum Papua Indonesia itu.
“Museum Papua Indonesia akan mengubah jauhnya bentangan jarak geografis antara Gelnhausen dan Papua, antara Jerman dan Indonesia, menjadi dekatnya ikatan hati dan pikiran di antara keduanya,” tutur Mendikbud. mengumpulkan objek dan artefak Papua sejak tahun 1979. Dr. Weiglin juga mendirikan usaha travel di pegunungan Papua dengan hampir keseluruhan pegawainya adalah masyarakat lokal Papua. “Kecintaan Weiglin pada Indonesia dan Papua tampak pada dedikasinya mengum-
pulkan objek dan artefak dari Papua berikut cerita sejarah di baliknya selama 30 tahun masa hidupnya. Museum Papua Indonesia ini akan mengubah jauhnya bentangan jarak geografis antara Gelnhausen dan Papua, antara Jerman dan Indonesia, menjadi dekatnya ikatan hati dan pikiran di antara keduanya,” tutur Mendikbud. Wali Kota Gelnhausen, Thorzten Stolz juga menyatakan apresiasinya atas pendirian Museum Papua Indonesia. Ia mengatakan, berdasarkan pengamatannya selama ini, ada ketertarikan yang besar pada para pengunjung di Jerman, mulai dari orang dewasa sampai anak-anak, pada artefak yang ditampilkan dan cerita di baliknya. “Saya yakin museum ini akan menjadi daya tarik bagi seluruh masyarakat Jerman, tidak hanya yang berasal dari Gelnhausen saja. Saya berharap akan bermunculan rumah-rumah budaya semacam ini di seluruh Jerman dan Eropa untuk memamerkan kekayaan budaya Indonesia dari berbagai daerah di dalamnya,” katanya. Museum Papua Indonesia bertempat di Palais Meerholz, sebuah bangunan yang didirikan pada tahun 1694 dan diubah menjadi tempat penyimpanan artefak sejak dibeli oleh Weiglin pada tahun 1989. Saat ini telah terkumpul lebih dari 800 koleksi di Museum Papua. Di Palais Meerholz, Weiglin juga membangun penginapan bercita rasa Indonesia, Hotel am Palais, dan sebuah restauran Indonesia, Kaffehaus Indonesia. Keseluruhan mebel dan perangkatnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. (Desliana, Kreshna Aditya)
IASI Jerman Siap Bantu Pendidikan di Indonesia Jadwal Mendikbud Anies Baswedan di Frankfurt, Jerman, dalam rangkaian kegiatan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015, cukup padat. Satu yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan pertemuan dengan Ikatan Ahli Sarjana Indonesia (IASI) Jerman untuk melakukan diskusi tentang pendidikan. Pertemuan Mendikbud dengan rombongan Ikatan Ahli Sarjana Indonesia (IASI) Jerman dipimpin oleh SAP Senior Consultant dan Guest Lecturer di Uni-
versitat Hamburg Ferizal Ramli, didampingi Senior Expert Industri Dirgantara Jerman Triyoga Waskito, perwakilan Universitat Gottingen/IPB Doni Yusri, perwakilan Universitat Duisburg-Essen M. Iman Santoso, serta beberapa diaspora lainnya. Dalam pertemuan itu, Mendikbud dan IASI Jerman mendiskusikan beberapa topik. “Teman-teman IASI yang khusus datang dari berbagai penjuru Jerman untuk berdiskusi ini raganya ada di Jerman namun hati dan pikirannya tetap melekat pada Indonesia,” ujar Mendikbud pertemuan
berlangsung di Frankfurt, Jerman, Minggu (11/10). Kepada Mendikbud, IASI menyatakan komitmennya membantu pendidikan di Indonesia dengan berbagi praktik-praktik baik dan pembelajaran dari sistem pendidikan di Jerman, serta meluangkan waktu para anggotanya secara rutin untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan murid-murid sekolah dasar hingga menengah di berbagai penjuru Indonesia. Proses berbagi ilmu, pengalaman dan inspirasi tersebut dapat dilakukan dengan berkunjung langsung ke sekolah-se-
kolah di Indonesia, berdiskusi melalui telekonferensi, serta merekam pesan dalam bentuk video untuk dikirimkan kepada para siswa. “Kami dengan sangat senang hati menerima komitmen berbagi dari rekanrekan diaspora Indonesia di Jerman dan berbagai penjuru dunia. Anak-anak kita dapat terinspirasi dan belajar begitu banyak hal dari mereka yang telah dan terus meninggikan nama Indonesia di berbagai penjuru dunia,” tutur Ferizal. (Desliana, Kreshna Aditya)
4
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
LAPORAN UTAMA
Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015
FOTO: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015
Penuh Kejutan, Pengunjung Pameran Puji Paviliun Indonesia
Suasana paviliun Indonesia yang dipenuhi lampion-lampion bertema. Ada tujuh area bertema yang dihadirkan di paviliun Indonesia, salah satunya diberi nama Island of Spices yang menampilkan aneka warna, bau, dan rasa kuliner Indonesia.
Indonesia akhirnya tampil sebagai Tamu Kehormatan pada ajang Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Menjadi Tamu Kehormatan berarti siap menjadi pusat perhatian masyarakat dunia, mengingat FBF merupakan pameran buku terbesar dan tertua di dunia. Indonesia tidak ingin menyia-nyiakan kepercayaan didaulat sebagai Tamu Kehormatan. Tema “17.000 Islands of Imagination” diterjemahkan dengan sangat apik hingga pujian dan apresiasi datang dari para pengunjung.
K
“It’s perfect!” alimat itu meluncur dari salah seorang pengunjung yang juga Direktur DAAD Indonesia, Irene Jansen saat diajak berkeliling melihat paviliun Indonesia usai pembukaan Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 pada Selasa (13/10). “Segala detil dari paviliun ini mengagumkan, bahkan rekan saya yang tidak banyak tahu tentang Indonesia jadi sangat terkesan. Semoga setelah ini Indonesia akan jauh lebih banyak dikenal,” lanjutnya. Sementara itu, seorang penyair dan peresensi buku asal Nigeria, Salamatu Suleh menyatakan sangat terkesan terutama pada keunikan area-area tertentu. “Paviliun Indonesia sangat menarik karena tidak hanya menampilkan buku, namun juga mampu menampilkan keragaman seni budaya, hingga bumbu dan rempah yang bisa kita lihat, baui dan sentuh,” ucapnya. Komentar-komentar itu hanyalah sebagian kecil dari pendapat yang dilontarkan para pengunjung. Sebagai Tamu Kehormatan, Indonesia mendapat keistimewaan berupa lahan paviliun seluas 2.500 meter persegi. Menerjemahkan tema yang diang-
kat sebagai Tamu Kehormatan, “17.000 Islands of Imagination”, paviliun Indonesia disulap ke dalam tujuh pulau bertema yang sukses mendapat pujian dan apresiasi dari pengunjung FBF 2015 yang berasal dari berbagai kalangan.
“Penampilan Indonesia di FBF 2015 disebut sebagai tamu kehormatan terbaik dalam 10 tahun terakhir penyelenggaraan FBF.” Ketujuh pulau bertema yang hadir di Paviliun Indonesia yaitu Island of Words, Island of Scenes, Island of Images, Island of Spices, Island of Illumination, Island of Tales, dan Island of Inquiry. Masing-masing “pulau” menampilkan sejumlah pertunjukan yang se-
suai dengan nama pulau itu sendiri. Island of Words menampilkan bukubuku Indonesia. Kemudian komik, kartun, cerita bergambar, novel grafis, dan animasi menyapa pengunjung di Island of Images. Island of Illumination menampilkan naskah dan manuskrip kuno. Pada Island of Inquiry, pengunjung bisa mengeksplorasi sains dan kekayaan budaya Indonesia dalam bentuk digital. Di Island of Scenes, pengunjung menyaksikan aneka pertunjukan dan pentas budaya. Sedangkan Island of Tales membawa pengunjung menyaksikan proyeksi gambar bergerak dan suara dari dunia dongeng nusantara. Terakhir, Island of Spices yang menghidangkan aneka warna, bau, dan rasa kuliner Indonesia. Tamu Kehormatan Terbaik Pengakuan atas penampilan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan FBF 2015 disampaikan langsung oleh Direktur FBF 2015, Juergen Boss dalam acara penutupan FBF 2015. Ia memberi selamat kepada Indonesia yang telah menjadi tamu kehormatan FBF dengan sangat baik. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan menyebut, kerja sama dengan pihak Jerman sengaja dijalin dengan baik sejak awal. Ia mengatakan, penampilan Indonesia di FBF 2015 disebut sebagai tamu kehormatan terbaik dalam 10 tahun terakhir penyelenggaraan FBF. “Prestasi ini sangat membanggakan. Ini adalah contoh kerja sama antara komunitas kreatif dengan birokrasi yang ber-
hasil dengan baik,” ujarnya di Jakarta, Senin (19/10). Selain itu, satu hal yang juga membanggakan bagi karya literatur Indonesia adalah Indonesia telah menjadi penjual hak cipta bagi sekitar 200 judul buku dalam FBF 2015. Sebelumnya, dalam pameran buku terbesar di dunia itu, Indonesia lebih banyak berperan sebagai pembeli hak cipta karya penulis luar negeri. “Ini membuktikan bahwa karya Indonesia tidak kalah dengan karya negara-negara lain,” puji Mendikbud. Meningkat Dua Persen Laporan panitia mencatat, ada 275 ribu pengunjung FBF 2015. Itu artinya meningkat jumlahnya 2 persen dibandingkan tahun lalu. Jumlah jurnalis peliput pun meningkat, dari 9.300 orang tahun 2014 jadi 9.600 orang di 2015. Untuk pengunjung ke paviliun Indonesia, panitia memperkirakan angkanya mencapai ribuan. Sebagai gambaran, ada 800 orang yang masuk penuh sesak ke arena paviliun ketika pembukaan. Setelah itu, jumlahnya semakin banyak setiap hari. FBF 2015 dihadiri 7.100 peserta pameran dari 100 negara. Ada 4.000 acara di dalamnya. Tak hanya buku, di dalamnya juga ada pertunjukkan film dan games. Khusus film Indonesia, ada beberapa yang ditayangkan di Franfurt, seperti Cahaya dari Timur: Beta Maluku, Berbagi Suami, The Raid, dan film-film top Indonesia lainnya. (Desliana, Ratih, Sumber: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015)
LAPORAN UTAMA
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
5
Mendikbud: Jadi Tamu Kehormatan, Kesempatan Prestisius bagi Indonesia Frankfurt Book Fair resmi dibuka pada Selasa (13/10) petang waktu setempat. Ini pertama kalinya paviliun Indonesia dikunjungi figur publik, pelaku industri perbukuan, dan para undangan lainnya. Menjadi tamu kehormatan bukan saja kesempatan emas bagi Indonesia untuk dikenal masyarakat dunia, tetapi juga membuka percakapan yang lebih luas untuk saling berinteraksi dalam berbagai segi kehidupan.
“Di sisi lain, Jerman sebagai penerima tamu, harus kembali mempertanyakan diri sendiri, bagaimana kita harus melindungi dan mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang telah menjadikan Jerman sebagai negara tujuan dari ribuan pengungsi,” tuturnya.
itunjuk sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 memang sebuah kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Namun, mempersiapkannya juga membutuhkan kerja ekstra keras. Indonesia sebagai negara yang belum banyak dikenal di Jerman maupun Eropa, berarti harus memamerkan tampilan yang menarik untuk para pengunjung pemeran buku terbesar dan tertua di dunia tersebut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan dalam pidato mengatakan, menjadi tamu kehormatan adalah kesempatan prestisius bagi Indonesia, sebuah negara yang belum banyak dikenal di Jerman maupun Eropa, sehingga butuh kerja ekstra keras dalam mempersiapkan diri. Tujuan Indonesia dalam FBF tahun ini bukan hanya untuk membuat Indonesia dikenal atau diakui, tapi juga mengundang dan mengajak masyarakat Eropa ke dalam sebuah percakapan yang lebih luas. “Terutama di masa ini, ketika ribuan orang dari luar Eropa datang berpindah dan di antaranya sudah jadi bagian dari kehidupan di sini (Jerman),” ujar Mendikbud acara pembukaan Frankfurt Book Fair di Frankfurt, Jerman, Selasa (13/10). Menurut Mendikbud, kebudayaan berkembang melalui keterbukaan, dan kebudayaan merupakan percakapan yang terus menerus sehingga setiap orang terlibat di dalamnya. “Pengalaman Indonesia yang cukup panjang dalam percakapan itu dengan sekitar 17.000 pulau, 800 jenis bahasa, dan 300 tradisi lokal, menjadi contoh untuk memberikan motivasi bagi negara-negara lain,” imbuh Mendikbud. Ia juga menjelaskan bahwa tahun 2015 ini, Indonesia berumur 70 tahun. “Tingkat literasinya pada saat itu (ketika Indonesia merdeka) 5 persen, namun dengan kerja keras saat ini Indonesia berhasil mencapai 95 persen literasi,” katanya. Namun demikian, Mendikbud juga mengakui bahwa kelaziman membaca di kalangan penduduk Indonesia memang masih sangat rendah jika dibandingkan negara-negara lain. Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan minat membaca masyarakatnya melalui
Malang Sumirang Pada pidatonya, Ketua Komite Nasional Indonesia yang juga seorang sastrawan, Goenawan Mohammad, mengutip sebuah puisi Jawa abad ke-19 mengenai seorang bernama Malang Sumirang yang dianggap menentang hukum dan ajaran agama, hingga dikenakan sanksi hukuman dibakar hidup-hidup. Namun dikisahkan ia dapat lolos dari hukuman setelah meminta pena dan kertas untuk menulis. Sebuah alegori mengenai kebebasan berekspresi, bahwa makna (tulisan) tidak bisa dikuasai. “Yang saya harapkan ialah bahwa kita semua bersedia mengingat kembali apa yang dilakukan Malang Sumirang: kita menulis untuk menegaskan kesetaraan manusia. Kita menulis untuk menghidupkan percakapannya. Dan dengan demikian kita menulis juga untuk menumbuhkan kemerdekaannya,” ujar Goenawan. Isu kebebasan berekspresi memang mutlak di dalam buku dan dunia pemikiran. Heinrich Riethmuller, Presiden Asosiasi Penerbit dan Toko Buku Jerman menegaskan hal ini dalam pidatonya. “Bagi kami, hak dalam kebebasan menyampaikan opini dan ekspresi, serta hak
“Kita menulis untuk menegaskan kesetaraan manusia. Kita menulis untuk menghidupkan percakapannya. Dan dengan demikian kita menulis juga untuk menumbuhkan kemerdekaannya.” Menteri Kebudayaan dan Media Republik Federal Jerman, Monika Grutters dalam pidatonya juga mengungkapkan bagaimana Jerman bisa bercermin dari Indonesia. Menurutnya, Indonesia sebuah negara dengan demokrasi yang masih muda dan populasi muslim terbesar, seringkali diusung sebagai panutan dalam hal bagaimana Islam dan demokrasi dapat berdampingan.
“Tujuan Indonesia dalam FBF tahun ini bukan hanya untuk membuat Indonesia dikenal atau diakui, tapi juga mengundang dan mengajak masyarakat Eropa ke dalam sebuah percakapan yang lebih luas.” Selesai acara pembukaan, para undangan langsung melihat dan mengalami sendiri kemegahan paviliun Indonesia seluas 2.500 meter persegi, yang mengambil konsep “17.000 Islands of Imagination”. (Desliana, Jusman/Sumber: Komite Nasional Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015)
FOTO: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015
D
berbagai gerakan yang digagas pemerintah dengan melibatkan masyarakat.
untuk menerima dan menyampaikan informasi adalah nilai yang dapat ditawar, yang tercantum dalam ayat 19 deklarasi hak asasi manusia. Hak-hak inilah yang menjadi basis masyarakat demokratis, yang kemudian juga menjadi dasar profesi kita sebagai penerbit dan pebisnis buku.”
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan menyampaikan pidato pada malam pembukaan Frankfurt Book Fair 2015 di Frankfurt, Jerman, Selasa (13/10). Pada pidato yang disampaikan dalam bahasa Indonesia itu, Mendikbud mengaku, menjadi tamu kehormatan merupakan kesempatan prestisius bagi Indonesia.
6
LAPORAN UTAMA
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
Diskusi tentang Wajah Indonesia
Tradisi Menulis Indonesia Dimulai Ratusan Tahun Lalu Selain pameran buku, Frankfurt Book Fair (FBF) yang digelar selama beberapa hari juga menggelar diskusi yang mengeksplorasi kekayaan wajah Indonesia. Ada pula kolaborasi komikus Indonesia yang ditantang menggambar komik bersama dengan tema yang diajukan pengunjung. Kegiatan Indonesia sebagai tamu kehormatan FBF 2015 memang padat. Tujuannya tidak lain: agar Indonesia semakin dikenal oleh masyarakat dunia.
S
“Karena sudah memiliki kekayaan tradisi lisan, tradisi menulis dipelihara dan digunakan oleh kalangan tertentu atau untuk tujuan khusus. Penulisan untuk penyebaran agama merupakan salah satunya,” ujar van der Putten di area Island of Illumination, yang terletak di dalam paviliun Indonesia. Putten menjelaskan kekhasan tradisi menulis berbeda-beda antara tempat satu dengan tempat yang lain di Indonesia. Manuskrip kuno di Jawa, misalnya, merupakan perpaduan tulisan dan gambar di daun lontar dan daun palem, yang terbatas dilakukan oleh anggota kerajaan di Jawa. Berbeda dengan tradisi menulis di Sumatera Selatan yang banyak berupa puisi dan surat cinta. “Sebab hubungan pria dan wanita di sana
Kolaborasi Komikus Kegiatan yang tidak kalah seru juga dilakukan di area Island of Images. Kolaborasi spontan empat komikus Indonesia mampu menarik perhatian pengunjung yang datang
FOTO: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015
erangkaian diskusi dan kegiatan yang digelar Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 mengetengahkan beragam tema. Tema-tema tersebut mulai dari sejarah, budaya populer, hingga permasalahan terkini yang dihadapi masyarakat Indonesia. Salah satu yang menarik adalah tentang tradisi menulis di Indonesia yang sudah dimulai sejak ratusan tahun lalu. Di hari pertama Frankfurt Book Fair Rabu (14/10), Indonesianis dari Universitas Hamburg, Jan van der Putten memaparkan tentang tradisi menulis. Dia mengatakan, Indonesia memiliki tradisi lisan yang kaya, namun tradisi menulis juga sudah muncul sejak berabad-abad silam.
dahulu sangat diatur ketat,” ujar Putten. Sedang naskah kuno di Sulawesi Selatan seperti I La Galigo mengisahkan epos penciptaan yang menjadi kepercayaan masyarakat Bugis kuno. I La Galigo juga dibahas secara khusus dalam salah satu sesi acara diskusi di paviliun Indonesia. Dalam diskusi juga terungkap bahwa ragam bentuk aksara kuno Nusantara dipengaruhi berbagai faktor. Aksara Bugis, misalnya, lebih sederhana tanpa banyak lekuk daripada aksara Jawa sebab media penulisannya berupa bambu yang keras. Tradisi menulis nusantara itu dapat ditelusuri melalui naskah dan manuskrip kuno yang tersebar tak hanya di Indonesia, tapi juga Eropa. Leiden, Berlin, dan London merupakan tiga tempat di mana koleksi naskah kuno milik Indonesia tersimpan.
Naskah Babad Diponegoro yang ditampilkan dalam area Island of Illumination. Babad Diponegoro menceritakan perlawanan penjajah Belanda yang ditulis sendiri oleh Pangeran Diponegoro (1785-1855). Buku ini menjadi salah satu bukti bahwa tradisi menulis di Indonesia telah ada sejak berabad-abad silam.
ke paviliun Indonesia. Adalah Muhammad ‘Mice’ Misrad, Kharisma Jati, Is Yuniarto dan Aji Prasetyo, komikus yang ditantang untuk menggambar komik bersama dengan tema yang diajukan pengunjung.
Indonesianis dari Universitas Hamburg, Jan van der Putten mengatakan, Indonesia memiliki tradisi lisan yang kaya, namun tradisi menulis juga sudah muncul sejak berabadabad silam. Pengunjung tertarik ingin mengetahui kisah salah satu pulau dari 17.000 pulau yang dipromosikan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Aji Prasetyo pun menggambar bersama Is Yuniarto untuk menceritakan realitas di Pulau Nusa Kambangan. Mereka menyindir perihal suap yang terjadi di penjara paling menakutkan di Indonesia itu. Sementara Muhammad Misrad alias Mice dan Kharisma Jati berguyon tentang kontrasnya cuaca di Jakarta dan Frankfurt. Salah satu pengunjung asal Jerman, Gisela Fischer mengungkapkan kekagumannya. “Saya terpukau, meski berasal dari genre berbeda, mereka bisa kompak menghasilkan ide yang segar,” ujarnya. Sementara di arena Island of Scenes, dua penulis Indonesia, Oka Rusmini dan Intan Paramadita, menyampaikan bagaimana mereka menulis untuk membongkar tabu yang telah meminggirkan perempuan Indonesia. Di sisi lain, mereka pun menyampaikan bagaimana tabu dan stereotip itu juga telah menyempitkan pandangan publik terhadap para penulis perempuan Indonesia. (Desliana /Sumber: Komite Nasional Indonesia untuk Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015)
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
GALERI FOTO
7
Indonesia Sukses Pukau Pengunjung FBF 2015
M
FOTO: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015
empersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk penampilan yang luar biasa adalah misi yang ditempuh Indonesia ketika menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Itulah mengapa sebagian besar kebudayaan Indonesia, seperti tari-tarian, kuliner, tokoh pewayangan, alat musik, dan lain-lain diboyong ke kota Frankfurt, Jerman. Beragamnya kebudayaan Indonesia diharapkan mampu membuka mata dunia betapa kekayaan Indonesia sungguh luar biasa. (Ratih)
8
LAPORAN UTAMA
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
Show Kitchen Frankfurt Book Fair
FOTO: Komite Nasional, Indonesia untuk Tamu Kehormatan FBF 2015
Kuliner Indonesia Diserbu di FBF 2015
Chef kawakan Indonesia, Vindex Tengker mendemokan cara memasak masakan khas Indonesia dalam sesi Gourmet Gallery di Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Chef Vindex mengaku, meski masyarakat Jerman tidak terlalu mengenal makanan Indonesia justru menyukai sajian yang dibuatnya.
Di tangan seorang chef andal Indonesia, Petty Elliot, makanan sederhana khas Indonesia dapat menjadi kuliner ‘gourmet’ berselera. Dalam ajang Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 pada sesi Show Kitchen untuk menu Jakarta Street Food, para pengunjung antusias dan langsung mengerumuni panggung. Kuliner yang disajikan mengundang beragam komentar positif dari para pengunjung.
C
hef Petty Elliot tampak tenang namun tetap cekatan saat meracik makanan yang akan disajikan kepada para pengunjung di ajang Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Dalam waktu satu jam, penulis buku “Jakarta Bites” ini mampu meracik lima menu Jakarta street-food menjadi kuliner ‘gourmet’ berselera. Kuliner yang disajikan koki yang pernah mengikuti kompetisi memasak BBC ini berupa gado-gado, rujak buah, semur, ayam goreng, hingga pencuci mulut: bubur sumsum. Di antara semua menu, “panacotta” ala Indonesia alias Bubur Sumsum paling menarik perhatian pengunjung.”Kini saya punya ‘dessert’ favorit terbaru setelah Crème brûlée. Bahkan sekarang saya akan lebih memilih Bubur Sumsum karena enak dan lebih sehat,” ungkap Heide Mross, warga Jerman yang pernah berwisata ke Indonesia. Hendrikje Borschke, pengunjung asal
“Saya suka cita rasa dan kesegaran aneka street-food dari Indonesia, dan semakin yakin untuk berkunjung langsung akhir tahun nanti,” ujar Hendrikje Borschke, pengunjung asal Belanda. Belanda juga terkesan dengan keragaman kuliner Indonesia. “Saya suka cita rasa dan kesegaran aneka street-food dari Indonesia, dan semakin yakin untuk berkunjung
langsung akhir tahun nanti,” ujarnya. Tak hanya memperlihatkan cara memasak, Chef Petty Elliot juga mengajak pengunjung membaui langsung aneka bumbu Indonesia. Menurutnya, ‘kitchen show’ menjadi cara untuk mengajak penonton mengalami langsung budaya kuliner Indonesia. Classroom of the Future Pada ajang Frankfurt Book Fair 2015, Indonesia menghadirkan materi kuliner pada ‘Classroom of The Future’. Kelas kuliner yang digelar pada Kamis ini menarik banyak minat peserta yang sebagian besar adalah pelajar dan anak muda. William W. Wongso mengatakan, lebih dari 50 persen peserta memilih kelas kuliner. “Classroom of the Future ini tahun lalu diikuti oleh 1.000 peserta dari Eropa. Mereka berpartisipasi dalam multi praktisi ilmu termasuk kuliner,” ucap William W. Wongso, yang juga merupakan ketua tim kuliner untuk kelas ini. Pada 14 Oktober 2015 kemarin, kelas ini dibuka oleh Chef Putri Mumpuni dan Astrid, didampingi tiga siswa SMKN 1 Kudus. Mereka mengajarkan cara pembuatan kue lumpur dan asinan Jakarta kepada para peserta. Dari membuat saus asinan, hingga
mengaduk adonan kue lumpur. Para peserta juga mencicipi makanan yang mereka buat.
“Indonesia menghadirkan materi kuliner pada ‘Classroom of The Future’. Kelas kuliner ini menarik banyak minat peserta yang sebagian besar adalah pelajar dan anak muda.” Menu yang diajarkan setiap harinya berbeda-beda. Pada Kamis, 15 Oktober, peserta diajarkan cara membuat Pepes Ikan dan Kolak Pisang. Kesempatan ini menjadi ajang promosi dan edukasi untuk generasi muda dunia mengenai kuliner Indonesia. (Desliana/Sumber: Komite Nasional Indonesia untuk Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015)
LIPUTAN KHUSUS
FOTO: Ridwan BKLM
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
Kontingen asal DI Yogyakarta berselebrasi setelah diumumkan sebagai peraih gelar juara umum dalam malam penutupan Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2015, Kamis (15/10). DI Yogyakarta berhasil mengumpulkan tiga medali emas.
Penutupan OPSI 2015
Rebut Tiga Medali Emas, DIY Juara Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berhasil menjadi juara umum pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2015 dengan meraih tiga medali emas, empat medali perak, dua medali perunggu, dan empat penghargaan khusus. Gelar ini kembali direbut setelah pada 2013 yang lalu Bali menjadi yang terunggul meraih medali emas.
S
aat pengumuman dibacakan, para delegasi asal DIY sontak meluapkan kegembiraannya dengan menyanyikan yel-yel dan berfoto bersama di atas panggung. Keberhasilan itu merupakan buah dari perjuangan yang tidak pernah berhenti. Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Peserta Didik, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Suharlan yang menutup ajang tersebut, mengucapkan selamat kepada para pemenang OPSI 2015. Ia berpesan bagi para peserta yang belum meraih juara untuk tidak putus asa. “Masih banyak kesempatan lain yang bisa diikuti,” tuturnya. Kegiatan OPSI yang diselenggarakan setiap tahun ini bertujuan untuk menggelorakan semangat meneliti di kalangan peserta didik. Dari ajang ini, para juara terbaik
akan kembali dipersiapkan mengikuti olimpiade sains tingkat dunia. Dalam sambutannya, Suharlan juga dengan bangga menyebut bahwa generasi inilah yang bisa diandalkan pada 20 tahun yang akan datang. Ke depan, kata dia, kegiatan OPSI akan terus digalakkan. “Diharapkan setiap kabupaten/kota dapat mengirimkan naskah penelitian. Naskah yang masuk diharapkan meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan dengan yang sekarang,” katanya pada penutupan OPSI 2015 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (15/10) malam. OPSI tahun ini menerima 790 naskah penelitian dan terpilih 88 naskah sebagai finalis yang terdiri atas 58 naskah untuk kelompok IPA dan 30 naskah untuk IPS dan Humaniora. OPSI diikuti 168 kontestan didampingi 58 guru. Juri yang terlibat berjumlah 26 orang dari kalangan dosen dan peneliti. Setelah melalui proses penilaian, terpilih sebanyak
32 juara IPA dan 16 juara IPS dan Humaniora.
“Kegiatan OPSI yang diselenggarakan setiap tahun ini bertujuan untuk menggelorakan semangat meneliti di kalangan peserta didik. Dari ajang ini, para juara terbaik akan kembali dipersiapkan mengikuti olimpiade sains tingkat dunia.” Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud, Hamid Muhammad pada acara pembukaan OPSI 2015, Selasa (13/10) mengatakan, dirinya bangga dengan karya-karya remaja berprestasi Indonesia dalam bidang penelitian. Menurutnya, para siswa ini mampu meneliti dari hal-hal sederhana di lingkungan sekitar, namun tetap memiliki makna yang menda-
9
lam dan kemanfaatan luas. “Ini sangat luar biasa untuk anak SMA,” tuturnya. Sementara itu, perwakilan dewan juri, Abu Amar, yang memberikan testimoni karya penelitian siswa pada penutupan OPSI 2015 mengungkapkan bahwa budaya meneliti di kalangan siswa sudah mulai mewabah. Dia berharap pemenang dan finalis OPSI 2015 bisa menjadi penerus penemuan penting ke depannya. Ia mengaku, tim juri kesulitan memilih best of the best dari karya siswa. Meski begitu, Amar menjelaskan, dalam kompetisi selalu ada yang terbaik dari yang terbaik. “Sejatinya semua finalis ini adalah pemenang. Karena telah berhasil berkontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia,” ujar Abu Amar. Direktur Pembinaan SMA, Purwadi Sutanto mengatakan, sejak tiga tahun terakhir kegiatan OPSI telah berafilisi dengan dua lomba penelitian tingkat dunia yaitu International Science Project Olympiad (ISPRO) dan Intel-International Science Engineering Fair (Intel-ISEF). Prestasi para peserta didik Indonesia di kedua ajang tersebut sangat membanggakan dan melahirkan temuan atau inovasi yang layak dijadikan sebagai karya dan aset bangsa. (Ratih, Agung)
Sekilas tentang OPSI Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) diselenggarakan pertama kali pada 2009 dan menjadi agenda tahunan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hingga saat ini. Pada mulanya, lomba penelitian ini lebih dikenal dengan nama LPIR atau Lomba Penelitian Ilmiah Remaja yang dimulai pada 1977 hingga 2008. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai wadah bagi para peserta didik tingkat sekolah menengah untuk mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dalam meneliti dan berinovasi, serta menumbuhkembangkan budaya meneliti di kalangan peserta didik SMA. Di samping itu, kegiatan ini juga sebagai ajang karya penelitian unggul untuk diikutsertakan dalam berbagai ajang lomba penelitian tingkat dunia. Setiap tahunnya, lebih dari 150 siswa Indonesia bersaing sebagai finalis. Tahun ini bidang lomba yang dipertandingkan meliputi bidang IPA (sains, teknologi, rekayasa, dan matematika) dan IPS (ekonomi, sejarah, budaya, psikologi, sosiologi dan antropologi, serta administrasi). OPSI 2015 menyediakan masing-masing delapan medali emas, perak, perunggu, dan penghargaan khusus untuk bidang IPA. Sementara pada bidang IPS, masing-masing tersedia empat medali untuk emas, perak, perunggu, dan penghargaan khusus. (Ratih, dari berbagai sumber)
10
LIPUTAN KHUSUS
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
OPSI: Budayakan Penelitian Sejak Dini
Hamid: Bangga dengan Karya Siswa! Munculnya bibit-bibit peneliti di seantero Indonesia menjadi sinyal positif bagi iklim riset tanah air. Saintis-saintis muda tersebut harus terus didorong untuk mengembangkan diri agar 10-15 tahun ke depan, mereka menjadi tulang punggung penelitian di Indonesia. Meski meneliti hal-hal sederhana yang terjadi di lingkungan sekitar, namun karya-karya penelitian para siswa-siswi Indonesia ini patut mendapat apresiasi.
D
irektur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad mengaku bangga meilhat karyakarya siswa yang setiap tahunnya selalu ada peningkatan dan penemuan baru. Ia menyambut gembira ajang olimpiade penelitian seperti ini, karena saat ini jumlah peneliti di Indonesia masih rendah, dan sangat perlu ditingkatkan di masa mendatang. “Ada data yang menyebutkan bahwa di Indonesia hanya ada dua orang di antara satu juta orang yang menjadi peneliti, tentu ini sangat kecil,” katanya saat membuka OPSI 2015 di Airlangga Convention Center (ACC) Surabaya, Jawa Timur, Selasa (13/10). Hamid mengungkapkan, tidak hanya berhenti di OPSI, ke depan Pemerintah akan terus membina para finalis OPSI, agar Indonesia memiliki banyak peneliti yang punya komitmen terhadap dunia penelitian. Jika para peneliti muda ini terus dibina, bukan tidak mungkin akan banyak hadir penemuan inovatif karya bangsa Indonesia yang bermanfaat bagi negara. “Menjadi juara OPSI ini hanya target antara, yang paling penting adalah seberapa besar komitmen kalian menekuni dunia penelitian ini,” pesan Dirjen Dikdasmen kepada para peserta. Hamid juga berpesan kepada para guru untuk terus mendorong siswa-siswinya memiliki semangat meneliti, semangat menemukan hal-hal yang baru secara ilmiah. Sementara itu, Direktur Pembinaan SMA, Kemendikbud, Purwadi Sutanto dalam kesempatan yang sama menggarisbawahi pentingnya menumbuhkan semangat meneliti di kalangan siswa-siswa Indonesia. OPSI merupakan salah satu wadah untuk lebih menggelorakan semangat meneliti di kalangan siswa SMA/MA. Namun peran guru juga penting untuk menumbuhkan minat para siswa meneliti. OPSI yang rutin diselenggarakan setiap tahun ini bertujuan untuk menumbuhkan
bakat dan prestasi siswa dalam bidang penelitian dan penemuan ilmiah. OPSI juga bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya meneliti, berkreasi dan berinovasi, serta mendapatkan hasil penelitian yang orisinal, berkualitas, dan kompetitif untuk ditampilkan dalam ajang penelitian ilmiah tingkat dunia. Komentar Juri Para juri yang menilai hasil karya penelitian para siswa mengaku cukup takjub. Tim dewan juri menilai penelitian yang dibuat siswa tidak pernah terpikirkan sebelumnya. “Untuk ukuran anak SMA, penelitian yang telah dibuat mengagetkan. Di usia mereka yang belum genap 20 tahun, sudah bisa membuat penelitian seperti itu,” ujar juri bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Hendrawan ketika ditemui di sela penjurian OPSI 2015, Rabu (14/10).
“Tidak hanya berhenti di OPSI, ke depan Pemerintah akan terus membina para finalis OPSI, agar Indonesia memiliki banyak peneliti yang punya komitmen terhadap dunia penelitian.” Ia menuturkan, banyak penelitian siswa yang unik dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ia bersama juri lainnya sangat berhati-hati dalam menilai karena penelitian yang dibuat sudah cukup baik. Ini dilakukan agar juara yang terpilih memang yang terbaik di antara yang baik. Dosen Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Indonesia ini mengungkapkan, ada sejumlah aspek yang dinilai dalam penjuarian. Aspek
FOTO: Jilan
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad (batik merah) mengamati poster hasil kreativitas para peneliti muda peserta Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2015, Selasa (13/10) di Airlangga Convention Center Surabaya, Jawa Timur.
tersebut di antaranya pertanyaan penelitian; desain dan metodologi; eksekusi penelitian yang meliputi koleksi data; analisis dan penafsiran; kreativitas dan presentasi. Namun, Hendrawan menilai, dari segi metodologi, penelitian yang dibuat para siswa tersebut masih belum cukup kuat. Menurutnya, hal ini wajar mengingat metodologi penelitian belum diajarkan secara komprehensif di bangku SMA. Ia berharap agar ada jejaring antara sekolah dan pendidikan tinggi berupa school-university parthership. “Dalam salah satu isi Tri Dharma Perguruan Tinggi, kampus diwajibkan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini bisa diwujudkan dalam pendampingan dan pembimbingan siswa-siswa yang minat melakukan penelitian,” ujarnya. Hal senada dikemukakan juri bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Humaniora, Untung Yuwono. Dosen Program Studi Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia ini mengaku terpesona dengan ide-ide penelitian yang dihasilkan
para siswa. Sayangnya, ide cemerlang itu belum diimbangi dengan tajamnya perumusan masalah dan pertanyaan penelitian. “Ada kesan menyederhanakan rumusan masalah. Siswa kurang dibekali literatur yang memadai dan relevan dengan penelitian,” terang Untung seraya menuturkan, jurnal internasional masih belum digunakan menjadi referensi dalam penelitian. “Padahal jurnal internasional yang sudah terakreditasi bisa meningkatkan kesahihan dan kualitas penelitian,” tuturnya. Untung mengakui, jejaring sekolah dengan kampus masih belum terjalin dengan baik. Untuk itu, inisiasi dari sejumlah pihak untuk membentuk forum peneliti muda Indonesia, sangat diapresiasi. “Bahkan jika perlu dibuat jurnal siswa untuk mewadahi penelitian para siswa. Dengan cara ini, diharapkan bisa menumbuhsuburkan semangat meneliti di kalangan siswa,” terangnya. Ia menambahkan, dari bidang IPS sebenarnya banyak fenomena sosial yang dapat diangkap menjadi bahan penelitian. (Ratih, Majalah Potensi)
LIPUTAN KHUSUS
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
11
Profil Pemenang Bidang Lomba IPA
Genting Pembangkit Listrik dan Kacamata Duitan
FOTO: Ridwan BKLM
Penelitian yang dibawa ke ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2015 terbilang unik. Bahkan sejumlah juri menilai, tema penelitian tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dua contoh penelitian berikut adalah salah satunya. Kedua penelitian ini berhasil meraih medali emas untuk bidang lomba Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kategori sains fisika. Asah Asuh berkesempatan mewawancarai dua tim penelitian ini melalui sambungan telepon, Selasa (3/11) dan Rabu (4/11). Berikut cuplikannya.
FOTO: Ridwan BKLM
Quinita Maria Jose Noronha dan Sepvina Mutikasari SMA Negeri 3 Yogyakarta Medali Emas Kategori Sains Fisika
Laudzira Farrell dan Muhammad Aghassi Zulfikar SMA IT Al Irsyad Al Islamiyyah, Purwokerto, Jawa Tengah Medali Emas Kategori Sains Fisika Medali emas adalah pencapaian yang melebihi target. Sebenarnya masuk menjadi finalis saja, kami sudah bersyukur. Ketika bertemu dengan kompetitor lain dan mengetahui apa saja aspek penilaian, kami semakin yakin dapat meraih medali emas. Penelitian kami berjudul “Genteng Pembangkit Listrik Energi Matahari dengan Memanfaatkan Thermoelectric Cooler”. Penelitian ini berangkat dari dialog dengan guru pembimbing yang mengatakan bahwa energi panas matahari selama ini belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Dari situlah akhirnya penelitian kami terus berlanjut hingga memanfaatkan genting rumah, panas matahari, dan alat bernama thermoelectric cooler (TEC). Awalnya, genting dilubangi, lantas bagian yang dilubangi itu ditutup dengan plat besi yang berguna sebagai konduktor panas matahari. Di bawah plat besi itu dipasang thermoelectric cooler yang bersifat semi konduktor, menyerap panas. Untuk menghasilkan energi listrik dari panas matahari tersebut, harus ada per-
bedaan suhu antara lempengan TEC bagian atas dan bawah, sehingga sisi bagian bawah TEC harus tetap dingin. Untuk itulah di bagian bawah TEC ini dipasang heat sink dari alumunium sehingga kondisinya tetap dingin. Perbedaan suhu` antara panas pada bagian atas TEC dan dingin pada bagian bawah TEC menimbulkan perpindahan elektron, sehingga menghasilkan energi listrik. Untuk membuat satu genting pembangkit listrik ini, kami menghabiskan biaya sekitar Rp 200 ribu. Namun, dengan energi alternatif ini, sebuah rumah tangga dapat menghemat biaya pembayaran listrik setiap bulannya. Kami berharap, penelitian ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi masalah krisis energi di Indonesia. Jika nanti ini dapat digunakan oleh banyak orang, kami berharap alat ini dapat disempurnakan dan pengembangan lebih lanjut lagi, sehingga mudah digunakan. Kami juga berharap penelitian ini dapat diikutkan dalam perlombaan sains tingkat dunia. (Ratih)
Medali emas bagi kami adalah bonus atas kerja keras menyusun penelitian ini. Kami sebenarnya tidak menargetkan apapun, apalagi setelah melihat penelitian-penelitian yang disusun tim lainnya sangat menarik. Menjadi finalis OPSI 2015 sudah menjadi kebanggaan tersendiri. Kami hanya berusaha menampilkan yang terbaik secara maksimal. Tidak menyangka, akhirnya penelitian kami berjudul “Kacamata Duitan” dapat meraih medali emas. Kami terpikir membuat inovasi kaca mata pendeteksi nominal uang kertas ketika berhubungan langsung dengan pedagang tunanetra. Saat itu sang pedagang hanya meminta kami pembelinya membayar dengan memasukkan uang dalam kotak yang telah ia sediakan. Pedagang ini mengandalkan kejujuran dari para pembelinya. Lalu kami berpikir, bagaimana jika ada pembeli yang tidak jujur? Kacamata Duitan ini terdiri dari komponen sensor TCS 3200 untuk mendeteksi warna dan Micro Controller Arduino sebagai otak kerjanya. Cara kerjanya pun mudah. Uang kertas cukup ditempelkan pada kacamata yang telah dipakai, maka secara otomatis kacamata tersebut akan memunculkan bunyi sebagai pertanda.
Jadi setiap nominal uang kertas akan menimbulkan bunyi buzzer yang berbeda. Itu menjadi pertanda bagi tunanetra untuk mengetahui nominal uang tersebut. Awalnya kami ingin menggunakan metode suara rekaman yang menyebut besaran nominal uang kertas tersebut, namun alat untuk mendukung keluarnya suara itu cukup mahal harganya. Akhirnya kami menggunakan kode saja, misalnya uang Rp 1.000 berbunyi “bip”. Saat menggunakan alat ini, uang harus ditempelkan karena alat ini memang me ngandalkan intensitas cahaya sebagai alat deteksinya. Jika tidak ditempelkan, maka warna yang ditangkap akan terpengaruh dengan pantulan warna sekitar. Akibatnya, deteksi yang ada akan kurang akurat. Meski penelitian ini belum diujicoba langsung pada penyandang tunanetra, namun kacamata ini sudah sangat akurat mendeteksi nominal uang kertas. Karena tujuan penelitian ini untuk dibawa ke OPSI 2015, jadi kami fokuskan pada keakuratan kerja alat ini. Ke depannya kami berharap kacamata ini bisa diaplikasikan langsung kepada penyandang tunanetra dan dapat dikembangkan lebih lanjut, tidak hanya sekadar mendeteksi nominal uang kertas. (Ratih)
12
LIPUTAN KHUSUS
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
Profil Pemenang Bidang Lomba IPS dan Humaniora
Indung Susu dan Nasib Uang Koin di seleksi makalah. Penelitian ini kemudian kami lanjutkan untuk diikutsertakan dalam OPSI 2015. Alhamdulillah, medali emas bisa kami raih. Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini. Selain kepada guru pembimbing yang telah meluangkan segenap waktu dan pikirannya membimbing kami, ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada kakak senior yang juga merupakan alumni OPSI. Mereka berbagi pengalaman dan membantu kami dalam
penyusunan poster. Melalui penelitian ini kami berharap, peran masyarakat yang memiliki pengaruh besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan di desa ini dapat diikutsertakan sebagai aktor penggerak kesehatan swadaya. Selain itu, kami juga berharap pemerintah setempat dapat menambah fasilitas kesehatan di desa yang saat ini belum memadai, serta terjadi koordinasi yang harmonis antara instansi kesehatan desa terkait dengan indung susu. (Ratih)
FOTO: Ridwan BKLM
Di bidang lomba Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Humaniora, tema penelitian yang diangkat juga cukup beragam, namun tetap dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, masalah kesehatan ibu dan anak yang selama ini menjadi perhatian masyarakat di Provinsi Banten. Juga urusan uang koin yang keberadaannya mulai tidak diakui oleh masyarakat di Papua. Asah Asuh mewawancarai peraih medali emas dan perak berikut melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu. Berikut ringkasannya.
Kami senang, alhamdulillah akhirnya penelitian kami berjudul “Eksistensi Indung Susu sebagai Kearifan Lokal dalam Penanganan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Masyarakat Sumber Waras, Lebak, Banten” dapat meraih medali emas dan mengharumkan nama sekolah. Perjuangan kami sebelum membawa penelitian ini ke OPSI 2015 juga menjadi tidak sia-sia. Sempat tidak percaya karena sebelumnya kami hanya menargetkan medali perak. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan kami terhadap angka kematian bayi di Banten yang masih tergolong tinggi, meski persentasenya setiap tahun terus turun. Banten masih menempati peringkat kelima angka kematian ibu dan bayi tertinggi di Indonesia. Awalnya kami ingin menawarkan solusi, apa yang bisa dilakukan guna menekan angka kematian bayi di provinsi kami. Selama ini masyarakat desa di Banten memanfaatkan indung susu sebagai orang yang dipercaya untuk urusan kesehatan. Karena keberadaannya diakui oleh ma-syarakat desa, kami ingin indung susu dapat dilibatkan di instansi kesehatan desa. Sayangnya, belum ada rekruitmen resmi dari pemerintah setempat untuk ini.
Sementara aktor penggerak kesehatan resmi pemerintah, seperti bidan dan dokter berada jauh di luar desa. Masyarakat sekitar lebih banyak memanfaatkan sumber daya manusia yang mengerti tentang kesehatan, yaitu indung susu. Indung susu sebenarnya memiliki dua arti, yaitu sebagai kebudayaan dan seseorang yang dipercaya masyarakat dapat mengobati sakit batin pada ibu yang ditinggal mati anak pertama. Jadi, jika ada satu ibu yang bayi pertamanya meninggal, maka saat hamil anak kedua, ia harus diindungsusukan dengan harapan agar bayi keduanya ini bisa lahir sehat dan tumbuh hingga dewasa. Saat menyusun penelitian ini, kami yang hanya anak SMA cukup kesulitan memeroleh data angka kematian bayi di puskesmas. Padahal kami mengantongi surat tugas resmi dari sekolah yang ditujukan untuk penelitian. Setelah melobi untuk kedua kalinya, akhirnya data tersebut dapat kami peroleh. Awalnya penelitian ini kami ikutkan dalam lomba penelitian yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada akhir Maret 2015 yang lalu. Sayangnya, penelitian kami kandas
FOTO: Ridwan BKLM
Muhamad Vidia Adhiyaksa dan Silvi Maulidayanti SMA Negeri 1 Malingping, Banten Medali Emas bidang Sosiologi dan Antropologi Ratuh Nurlely Sama’ dan Agusta Ngoranubun SMA Negeri 2 Merauke, Papua Medali Perak bidang Ekonomi Kami tertarik mengangkat fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat di Papua, khususnya di Kabupaten Merauke. Di tempat kami, uang koin seperti sudah tidak ada artinya lagi. Uang koin sudah tidak banyak digunakan lagi untuk bertransaksi. Banyak pedagang yang membulatkan ke atas harga barang yang mengandung pecahan nominal koin. Misalnya, harga barang A Rp 2.500, biasanya oleh pedagang dibulatkan menjadi Rp 3.000. Jika pun ada barang seharga Rp 2.500, maka kembalian yang akan kita terima berupa gula-gula (permen). Oleh karena itu, kami memberi judul penelitian ini “Mata Uang Nominal Kecilku Kini Keberadaannya Tak Semanis Gula-Gula”. Dari hasil penelitian kami, ada beberapa alasan mengapa uang koin tidak lagi bernilai, misalnya karena kecilnya nilai dan manfaat uang koin. Uniknya, dari hasil survei angket yang kami edarkan, pembeli memang ternyata lebih menyukai jika kembalian uang koin diganti dengan gula-gula. Menurut mereka, jika uang koin mere-
ka terima sebagai kembalian, maka uang tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk bertransaksi, mengingat keberadaannya sudah tidak diakui lagi oleh pedagang. Lain halnya dengan permen. Pembeli yang mendapat kembalian berupa permen, meski tidak dapat lagi digunakan untuk bertransaksi, setidaknya permen tersebut masih dapat mereka konsumsi. Keberadaan uang koin juga diakui hanya menambah beban berat dompet mereka. Karena keberadaan uang koin di daerah kami sudah tidak diakui oleh masyarakatnya, maka dalam penelitian ini kami menawarkan solusi. Bank Indonesia sebaiknya tidak perlu menyalurkan uang koin ke bank milik pemerintah daerah di wilayah kami, karena percuma saja. Uang koin tidak digunakan lagi masyarakat untuk bertransaksi. Bank Indonesia cukup menyalurkan uang kertas saja. Lagi pula nilai terkecil uang bagi masyarakat di daerah kami adalah Rp 1.000 dan uang nominal ini sebaiknya disalurkan hanya dalam bentuk uang kertas. (Ratih)
PERISTIWA
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
13
SUMBER: www.pusakaindonesia.org
Kawasan Kota Tua Diajukan sebagai Warisan Budaya Dunia
Kawasan Kota Tua Jakarta diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Kacung Marijan mengatakan, pengajuan Kawasan Kota Tua ke UNESCO sudah dilakukan melalui jalur voluntary atau penyerahan dosir (berkas dan dokumen) secara sukarela pada 29 September 2015. Sedangkan pengajuan secara resmi akan dilakukan pada Februari 2016. “Kita memang menggunakan kesempatan voluntary ini supaya dapat masukan. Ki-
ra-kira mana yang kurang, mana yang lemah, supaya pas pengajuan resmi bisa kita berikan secara lengkap,” ujar Kacung saat ditemui seusai acara Ngopi Pagi bertema “Setahun Kinerja Kemendikbud” di Kantor Kemendikbud, Jakarta, (19/10). Kacung menuturkan, sebuah warisan budaya nasional butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia karena harus ada persyaratan yang dipenuhi. “Pengajuan harus ada dokumen, dosir, kajian, dan naskah akademiknya. Jadi Kota Tua termasuk yang mampu memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan,” katanya. Saat ini, tutur Kacung, budaya Indonesia yang sudah mendekati proses akhir sebagai warisan budaya dunia adalah tari tradisional Bali. Pada pada November 2015, UNESCO akan mengadakan sidang di Namibia untuk menentukan apakah tari tradisional Bali layak ditetapkan sebagai sebagai warisan budaya takbenda dunia. “(Prosesnya) sudah lama, sekitar lima tahun. Dokumen lengkapnya tahun lalu sudah kita dikirimkan, sedangkan revisinya pada awal tahun ini,” tuturnya. Yang menarik lagi, ada satu warisan budaya nasional yang ditunda evaluasinya oleh UNESCO, yaitu Kapal Phinisi dari Sulawesi. Kelengkapan dokumen Kapal Phinisi sudah diberikan Indonesia pada awal tahun 2015. Namun UNESCO meminta kesediaan Indonesia untuk menunda proses evaluasinya karena masih banyak negara lain yang belum memiliki warisan budaya dunia. “Jadi Indonesia diminta merelakan (Kapal Phinisi) untuk tidak dievaluasi tahun depan, dan akan dievaluasi pada tahun 2017. Ada keterbatasan tenaga dan dana dari UNESCO untuk mengevaluasi. Juga karena ada negara-negara lain yang belum dapat,” ujar Kacung. (Desliana)
Program GGD Tahap Kedua Salah satu agenda pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Program Guru Garis Depan (GGD) merupakan strategi dan upaya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Kemendikbud) untuk mewujudkannya dengan meningkatkan ketersediaan tenaga pengajar atau guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Program yang bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara dan pemerintah daerah itu telah mengirimkan 798 guru profesional ke 28 kabupaten daerah 3T yang tersebar di provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat pada tahap pertama bulan Juli lalu. Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Nurzaman menyampaikan, program GGD merupakan bagian dari proses peningkatan layanan pendidikan dan penjaminan mutu pendidikan bagi siswa, orang tua, dan sekolah serta pemangku kepentingan lainnya. “Ini salah satu program afirmasi yang bagus karena dengan prinsip salah satu dari nawa cita yang isinya menyatakan bahwa membangun Indonesia dari pinggiran,” katanya saat memberikan paparan pada acara Koordinasi Program Guru Garis Depan di Hotel Grand Clarion Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (10/10). Saat ini terdapat 122 kabupaten yang termasuk dalam daerah tertinggal dan terdapat 43 kabupaten yang termasuk dalam daerah terdepan dan terluar yang beririsan dengan daerah tertinggal. Program GGD tahap kedua mendatang, Kemendikbud telah mengusulkan kepada 123 kabupaten daerah 3T di seluruh Indonesia ditambah 28 kabupaten yang telah menjadi daerah sasaran sebelumnya untuk bekerja sama dalam program tersebut. Nurzaman mengimbau, setiap pemerintah kabupaten untuk menyesuaikan kebutuhan GGD sesuai dengan kebutuhan guru di daerahnya sehingga tidak terjadi kelebihan tenaga pengajar di salah satu sekolah atau masih terdapat sekolah yang kekurangan guru di
FOTO: Jilan
Sasar 151 Daerah 3T
daerah tersebut. Nurzaman menyebutkan, sebanyak 3.500 guru lulusan Sarjana Mendidik di Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (SM-3T) telah diseleksi Kemendikbud untuk memenuhi kebutuhan Program GGD tahap kedua tersebut. Guru-guru lulusan SM-3T yang merupakan program dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ini, kata dia, telah memenuhi syarat sebagai guru profesional seperti memenuhi kualifikasi akademik (sarjana atau diploma 4), memiliki sertifikat profesi pendidik melalui program Pendidikan Profesi Guru, dan sebagainya. “Kita persiapkan guru-guru yang profesional sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” ujarnya. Nantinya alumni SM-3T yang terpilih dalam program GGD akan ditetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil Daerah sehingga menjadi guru tetap di daerah penempatannya. Tidak hanya itu, tenaga pengajar dalam program GGD juga akan diberikan tunjangan khusus atau tunjangan profesi bagi guru di daerah 3T tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan, salah satu bank nasional milik pemerintah akan memberikan produk khusus berupa kredit kepemilikan rumah dengan berbagai keuntungan bagi tenaga pengajar dalam program GGD di daerah penempatannya itu. (Agi)
14
PERISTIWA
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencanangkan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi. Pencanangan ini dilakukan oleh seluruh aparatur di lingkungan Kemendikbud. Mendikbud Anies Baswedan menyampaikan, pendidikan dan kebudayaan adalah salah satu hulu pemberantasan praktik-praktik korupsi. Kemendikbud, kata dia, merasa perlu menunjukkan kontribusi konkret untuk melayani publik dengan kualitas terbaik. “Jika hulunya jernih maka alirannya akan jernih. Ini momentum perubahan. Jangan sampai acara kita (pencanangan zona integritas) tidak memiliki dampak,” katanya pada acara pencanangan di Plasa Insan Berprestasi Kemendikbud, Jakarta, (6/10). Pencanangan dihadiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnaen, Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana, dan Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Sosial dan Keamanan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (Deputi PIP Polsoskam BPKP) Binsar Simanjuntak. Mendikbud mengatakan, reformasi birokrasi yang dijalankan secara konsisten diharapkan dapat meningkatkan efektivitas birokrasi dan efisiensi biaya. Acara ini, kata dia, jangan dipandang sebagai seremonial untuk ditonton semata. “Tapi pola baru untuk membuktikan Kemendikbud bisa,” katanya. Inspektur Jenderal Kemendikbud Daryanto menyampaikan, selama dua tahun terakhir laporan keuangan Kemendikbud meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari
Ribuan Guru Diundang Ikut Simposium Guru Tingkat Nasional 2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan akan menyelenggarakan Simposium Guru Tingkat Nasional 2015 pada 24-25 November mendatang. Acara yang akan diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta, itu bertujuan untuk menuangkan ide, gagasan, dan solusi strategis tentang berbagai masalah pendidikan. Simposium ini akan melibatkan berbagai unsur meliputi pakar dari perguruan-perguruan tinggi, praktisi dan pemerhati pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat di bidang pendidikan, serta guru dan tenaga kependidikan berprestasi tingkat nasional maupun internasional. “Kita akan menggerakkan simposium yang dilaksanakan di Istora Senayan, kita akan mengundang 8.000 guru tetapi 7.000 akan bertanding dalam inovasi pembelajaran, bagaimana membuat mekanisme yang baru, bagus, dan inovatif untuk pembelajaran,” demikian disampaikan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Sumarna Surapranata, saat memberikan paparan pada acara Audiensi Bersama Redaktur Koran Sindo di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (13/10/). Simposium Guru Tingkat Nasional 2015 yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Guru Nasional akan mempresentasikan karya ilmiah dan inovasi pembelajaran dari guru-guru terbaik di Indonesia. Presentasi tersebut dikemas dalam bentuk seminar dan pameran hasil karya ilmiah serta inovasi pembelajaran dari guru-guru peserta simposium yang terpilih. Seluruh guru di Indonesia berkesempatan menjadi peserta dalam simposium tersebut dengan memenuhi persyaratan yang berlaku, salah satunya mengirimkan karya tulis ilmiah dan atau inovasi pembelajaran di bidang pendidikan. Terdapat 7.000 kuota untuk menjadi peserta dalam Simposium Guru Tingkat Nasional 2015, dimana akan dipilih 200 guru sebagai pemenang. Para pemenang tersebut akan mendapatkan sertifikat dari Presiden Republik Indonesia, beasiswa jenjang S2, laptop, uang tunai dan atau non tunai, serta hadiah menarik lainnya. Tidak hanya itu, 10 guru terbaik dari 200 pemenang itu akan menjadi penyaji bagi para peserta yang hadir dalam acara puncak simposium tersebut. Informasi lebih lengkap, dapat dilihat di alamat laman ini: simposiumguru2015.kemdikbud.go.id. (Agi)
FOTO: Arif BKLM
Kemendikbud Canangkan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemendikbud, kata dia, juga telah membentuk satuan tugas pengendalian gratifikasi yang diikuti pendirian unit pengendalian gratifikasi. “Pada 2012 Kemendikbud telah laporkan gratifikasi kepada KPK senilai Rp65 juta, 2013 senilai Rp32 juta, dan 2014 Rp1,4 miliar, serta 2015 sampai saat ini Rp21 juta, serta beberapa barang/cindera mata,” katanya. (Tim Portal)
Komitmen Indonesia Terus Aktif di SEAMEO Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menegaskan komitmen Indonesia untuk terus menjadi partisipan aktif dalam organisasi menteri-menteri pendidikan di Asia Tenggara atau Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO). “Kita komitmen untuk terus menjadi partisipan aktif, apalagi tahun 2017 nanti Indonesia dipercaya memimpin SEAMEO,” kata Mendikbud dalam konferensi pers Perayaan 50 Tahun SEAMEO, di kantor Kemendikbud Jakarta, Kamis (8/10). Mendikbud menjelaskan bahwa usia SEAMEO yang sudah 50 tahun tersebut lebih tua dibandingkan ASEAN. SEAMEO didirikan tahun 1965 di Bangkok Thailand, merupakan hasil rapat lima orang menteri pendidikan di Asia Tenggara. “Jadi memang kerjasama di bidang pendidikan ini mampu menembus batas-batas antarnegara,” sambung Anies. Keberadaan SEAMEO dinilai penting sebagai integrasi pendidikan antarnegara Asia Tenggara dalam berbagi pengalaman dan belajar, terlebih dalam mempersiapkan sumber daya manusia menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Saat ini SEAMEO memiliki salah satu prioritas, yaitu meningkatkan kualitas guru. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, SEAMEO telah mengumpulkan banyak ahli dari beberapa negara untuk melakukan diskusi dalam pengembangan guru antarnegara. Melalui SEAMEO juga akan ditambah pelatihan-pelatihan untuk guru dan pendidikan vokasi agar dapat menyiapkan tenaga kerja siap latih. Tujuannya, agar anak dapat memenuhi tuntutan di tempat kerja dan memiliki akses mudah untuk bekerja di berbagai negara. (Nur Widiyanto)
KEBUDAYAAN
TABLOID ASAH ASUH • NOVEMBER 2015 • TAHUN VI • EDISI 10
15
Registrasi Nasional Cagar Budaya
Tahun Ini, 121 Warisan Budaya Takbenda Indonesia Ditetapkan Bertambah lagi daftar warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) milik Indonesia. Setelah melakukan pencatatan dan penetapan warisan budaya takbenda untuk pertama kalinya pada 2013, tahun ini sebanyak 121 warisan budaya takbenda Indonesia kembali ditetapkan. Penetapan ini merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam merawat, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan nasional.
S
ebanyak 121 karya budaya ditetapkan sebagai Warisan Budaya TakBenda Indonesia (WBTB) 2015. Penyerahan sertifikat penetapan tersebut diserahkan secara langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (20/10). Acara tersebut turut dihadiri oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kacung Marijan, Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi, Plt. Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Harry Widianto, serta sejumlah gubernur dan kepala dinas terkait kabupaten/ kota di Indonesia. Dalam laporannya, Dirjen Kebudayaan, Kacung Marijan menyampaikan bahwa pada tahun 2015 ini seluruh provinsi di Indonesia mengajukan warisan budaya takbenda untuk ditetapkan. “Tahun ini merupakan tahun ketiga penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan tahun ini pula seluruh provinsi di Indonesia mengajukan budayanya untuk ditetapkan sebagai warisan budaya dengan total 121 warisan budaya yang ditetapkan,” ucap Kacung. Apresiasi tinggi turut diberikan oleh Mendikbud. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa setiap pemimpin provinsi dapat menjadi pemimpin serta pelindung kebudayaan setempat. “Bangsa yang elok dipandang adalah bangsa yang berbalut budaya dan tradisi. Maka dari itu, setiap pemimpin provinsi diharapkan dapat menjadi pemimpin dan juga pelindung budaya lokal setempat,” ujar Mendikbud. Malam penetapan dan penyerahan sertifikat Warisan Budaya Takbenda 2015 dimeriahkan oleh sejumlah penampilan budaya yang ditetapkan, seperti Palang Pintu, Tari Pakarena, Sinriliq, Wayang Weber, Joged Dangkong, serta ditutup dengan Ronggeng Deli di mana seluruh hadirin yang datang, termasuk Mendikbud menari bersama dalam alunan musik Melayu.
Adapun beberapa karya budaya yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda 2015 antara lain Pinto Aceh, kemahiran dan kerajinan tradisional dari Aceh; Pacu Jalur, tradisi dan ekspresi lisan dari Riau; Upacara Adat Nujuh Jerami, sebuah adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan dari Bangka Belitung; dan Ranpak Bedug Pandeglang, seni pertunjukan dari Banten. Sedangkan dari wilayah tengah dan timur Indonesia antara lain Mbaru Niang Wae Rebo, Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta dari NTT; Pasar Terapung dari Kalimantan Selatan; Kain Tenun Sukomandi dari Sulawesi Barat; dan Koteka dari Papua.
“Tahun ini merupakan tahun ketiga penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan tahun ini pula seluruh provinsi di Indonesia mengajukan budayanya untuk ditetapkan sebagai warisan budaya dengan total 121 warisan budaya yang ditetapkan.” Masih Minim Dalam kesempatan berbeda, Kacung mengungkapkan, penetapan karya budaya sebagai warisan budaya Indonesia masih sangat minim. Dari sekitar 70.000 karya bu-
daya benda dan 6.000 karya budaya takbenda yang tercatat, baru sekitar dua persennya yang ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia. Upaya pemerintah mencatat dan menetapkan itu merupakan ikhtiar untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya yang Indonesia miliki. “Pemerintah daerah sebagai pihak yang mengusulkan karya budayanya banyak yang belum memiliki tim ahli sebagai pihak yang merekomendasikan karya tersebut. Untuk itulah keberadaan tim ahli penting dan kami terus dorong pemerintah daerah mengangkat tim ahli,” tutur Kacung dalam sebuah dialog kebudayaan yang diselenggarakan Kemendikbud di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (27/10). Menurut Kacung, kesadaran masyarakat untuk melindungi warisan budaya juga masih belum cukup kuat. Padahal, kasus klaim yang dilakukan negara lain terhadap warisan budaya milik Indonesia beberapa kali terjadi. “Kita selalu memberikan pemahaman bahwa melestarikan budaya itu sangat penting. Budaya adalah jati diri kita,” ungkapnya. Ia menambahkan, setiap kelompok masyarakat memiliki sesuatu yang dihasilkan,
mulai dari cara berpikir, berperilaku, dan lain-lain. Mereka memiliki sistem nilai, ekspresi, dan karya-karya fisik atau artefak yang menjadi ciri khas kelompok masyarakat yang jumlahnya ratusan di seluruh Indonesia. “Bangsa Indonesia terbentuk oleh perbedaan-perbedaan itu. Luar biasa kita itu. Sayangnya, sering kali kita tidak bangga dengan kekayaan itu,” imbuhnya. Untuk itu, Kacung mengajak seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat bersama-sama bersinergi untuk memperkuat tumbuhnya kebudayaan Indonesia. “Tidak mungkin jika tugas ini hanya diserahkan kepada pemerintah pusat. Harus dilakukan bersama-sama supaya pelestarian budaya ini lebih luas cakupannya,” tutur Kacung. Upaya pertama yang dilakukan Kemendikbud untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan beragam kebudayaan di Indonesia adalah dengan memperbaiki data melalui pencatatan, pendokumentasian, dan penetapan. Setiap tahun Kemendikbud melakukan pencatatan pada minimal 10 ribu cagar budaya benda dan 2.000 karya budaya takbenda. (Ratih)
FOTO: Ditjen Kebudayaan
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kacung Marijan (ketiga dari kanan) menari tarian Ronggeng Deli bersama seluruh hadirin dalam malam perayaan penetapan warisan budaya Indonesia, Selasa (20/10). Tahun ini sebanyak 121 karya budaya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
16
SIAPA DIA
EDISI 10 • TAHUN VI • NOVEMBER 2015 • TABLOID ASAH ASUH
Prabandari
G
Pelukis Muda Berprestasi
Sherina Salsabila
FOTO: Billy Antoro
Konsisten Menulis
M
encintai dunia tulis menulis membawa siswa SMA Negeri 67 Jakarta ini dianugerahi sebagai salah satu penerima Penghargaan Kebudayaan tahun 2015 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kategori Anak dan Remaja. Sherina, demikian gadis ini biasa disapa mengaku penghargaan itu membuat-
FOTO: Seno BKLM
agal setelah dua kali mencoba menembus kejuaraan tingkat nasional pada Lomba Cipta Seni Pelajar Tingkat Nasional tidak membuat siswi SMP Negeri 1 Wonogiri, Jawa Tengah, Prabandari putus semangat. Gadis berambut panjang ini terus mencoba dan siapa sangka keikutsertaannya pada lomba yang sama tahun ini ia dapat meraih juara pertama untuk bidang lomba melukis. “Saya sangat senang mendapatkan juara satu, dan saya tidak pernah membayangkan bisa meraih juara pada lomba tingkat nasional ini,” tutur Prabandari saat ditemui di lokasi acara penutupan, di Istana Presiden Cipanas, Jawa Barat, Sabtu (12/9). Prabandari yang mewakili provinsi Jawa Tengah ini mengaku mempersiapkan diri dengan berlatih intensif. “Setelah terpilih untuk ikut lomba tingkat nasional, selama satu minggu terakhir saya berlatih terus di sekolah dari pagi sampai pulang sekolah,” ujarnya. Kegemarannya melukis dimulai sejak gadis ini duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Di jenjang pendidikan anak usia dini itu, Prabandari mengaku pernah mendapatkan juara satu lomba melukis. Sejak itu ia semakin menyukai dunia seni tersebut. “Saya mulai dibimbing ayah untuk bisa melukis dengan baik dan saya melihat ternyata melukis itu adalah kegiatan yang menyenangkan,” tuturnya. Prabandari mengakui dukungan orang tua sangat berarti baginya. Ia senang akhirnya dapat membanggakan kedua orang tua. Ia mengajak seluruh siswa di Indonesia dapat mengembangkan kemampuan di berbagai bidang dan meraih prestasi. ”Mulailah dari bawah, jangan menyerah, terus semangat, dan yakin akan kemampuan yang dimiliki, pasti akan capai apa yang kamu inginkan, dan juara menjadi tujuan utama,” ajak Prabandari. (Seno)
nya semakin terpacu untuk terus menulis. Ia mengungkapkan, apapun profesi yang dipilihnya kelak, ia berjanji akan tekun menulis. “Menuliskan segala hal yang akan membawa kebaikan dan manfaat buat semua yang membacanya. Menulis adalah salah satu cara melestarikan budaya Indonesia,” ujarnya Rabu, (9/9) melalui surat elektronik (e-mail). Sherina menerima penghargaan pada acara malam penganugerahan yang digelar di Jakarta, Selasa, (22/9). Hingga kini Sherina telah menerbitkan buku berupa cerita pendek, dongeng, dan novel. Serial komiknya juga dimuat di sebuah koran nasional mulai 2014 hingga sekarang. Tema-tema yang diangkat cukup beragam seperti persahabatan, kejujuran, dan toleransi pada perbedaan. “Sekalipun aku menulis di genre spooky/horor, nilai-nilai itu selalu ada di dalamnya. Bahkan ada beberapa cerpenku yang mengusung tema kebudayaan, seperti Lenong Betawi, Tari Randai dari Minangkabau, Adat Pela dari Maluku, dan masih banyak lainnya,” tulis pengagum sastrawan Pramoedya Ananta Toer ini. Menurut Sherina, memajukan dan mengembangkan kebudayaan nusantara menjadi kewajiban setiap rakyat Indonesia yang lahir, besar, tumbuh, dan hidup di Negeri Zamrud Khatulistiwa ini. “Caranya dengan memulai dari diri sendiri, dari hal sederhana yang kita bisa,” ujarnya. Sherina yang berdarah Minang dan Palembang namun besar di tanah Betawi ini mencontohkan kehidupan kesehariannya. Di rumah, ia dan keluarga bercakap-cakap dengan bahasa Minang, memakai batik di acara yang dihadiri, dan mengenakan kebaya dan songket di acara khusus. Ia pun mempelajari kuliner khas daerah. Sherina bersyukur semua aktivitasnya di bidang literasi didukung penuh kedua orangtuanya. Kedua adiknya, Queen Aura dan Princeyla Aughea, mengikuti jejaknya sebagai penulis. Ketiganya bahkan telah menelurkan beberapa buku hasil tulisan bersama. “Tentu juga semua pembaca yang selalu membeli dan membaca karyaku dan terkadang mereka anggap aku adalah role model mereka, sehingga yang dulunya pembaca setia ada yang jadi penulis juga,” jelasnya. Dara kelahiran Padang, Sumatera Barat, 29 Oktober 2000 ini berharap, semoga bukubuku bacaan mudah didapatkan oleh seluruh anak di negeri ini. Tentu saja dengan harga yang lebih terjangkau, anak-anak akan semakin mencintai buku. Semoga. (Billy)