BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Olahraga dapat menjadi batu loncatan sebagai pemersatu bangsa, daerah dan negara lainnya, baik di dalam skala nasional maupun internasional. Dalam setiap skala, negara-negara atau bangsa-bangsa yang menjadi peserta berusaha untuk dapat mengirimkan atlet-atlet yang terbaik untuk meraih kehormatan pada berbagai ajang olahraga. Akan tetapi di dalam beberapa ajang olahraga tersebut, Indonesia mengalami penurunan prestasi. Penurunan prestasi ini menjadi masalah yang penting bagi eksistensi bangsa ini. Sebagai jantung ibukota, di Jakarta, kawasan yang cukup baik dan lengkap dengan lingkungan yang menunjang sebagai fasilitator untuk pusat tempat latihan para atlet yaitu berada di Kawasan Gelora Bung Karno. Namun ketersediaan kebutuhan bagi para atlet di Senayan masih kurang memenuhi kriteria yang layak. Oleh karena itu, dalam setiap kawasan perlu didirikannya wisma atlet yang terdiri dari kompleks hunian atlet serta segala macam fasilitas olahraga yang mampu memicu peningkatan prestasi atlet itu sendiri.
Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber: www.worldstadiums.com
Awalnya, wisma atlet yang berada di Jln. Pintu Satu Senayan, Jakarta Pusat ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para atlet dengan berbagai fasilitas yang ada di dalamnya. Akan tetapi kebutuhan yang mereka butuhkan tidak tersedia dan secara kondisi fisik bangunan dari wisma atlet ini sangat jauh
1
dari yang diharapkan oleh para atlet, seperti kurangnya pencahayaan dan pengudaraan yang baik di dalam bangunan, sehingga mengakibatkan penggunaan energi listrik yang berlebihan pada bangunan ini, seperti lampu dan AC. Ide untuk mendesain ulang kawasan wisma atlet ini adalah salah satu upaya yang dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan kawasan tersebut di masa yang akan datang. Selain membuat redesain terhadap bangunan eksisting, ide lainnya adalah dengan menghancurkan atau mengganti satu bangunan dengan bangunan baru.
Foto 1.1 Kondisi Tampak/Kulit Bangunan Wisma Atlet Sumber: Survei Lapangan
2
Oleh karena itu, bangunan wisma atlet ini perlu dirancang dengan konsep green building yang berlandaskan sustainable design karena dapat memberikan 3 aspek yang berkaitan dengan aspek berkelanjutan yaitu: -
Sosial; dapat memperbaiki kehidupan sosial di lingkungan wisma atlet.
-
Budaya; dapat menjaga prinsip dan identitas kebudayaan yang beragam di dalam bermasyarakat.
-
Ekonomi; menjaga kehidupan ekonomi yang bersifat produktif untuk mendukung kebutuhan hidup masyarakat di lingkungan wisma atlet.
Gambar 1.2 Tiga Aspek Penting dalam Sustainable Design Sumber: en.wikipedia.org
Salah satu unsur elemen arsitektur, yaitu kulit bangunan, memiliki peran sebagai transisi ruang luar dan dalam, bangunan; dalam memberikan pencahayaan serta penghawaan secara alami yang masuk ke dalam bangunan dengan optimal dan ruang urban, dimana akhirnya kulit bangunan akan membentuk karakter wajah kota. Peran ini menjadikan kulit bangunan mendapatkan perhatian lebih oleh perancang dan masyarakat daripada elemen bangunan lainnya. Fungsinya yang sebagai fungsi kultural dan estetis, ditambah dengan kebebasan kulit bangunan dari struktur, membuka kesempatan baru bagi perancang, terutama arsitek untuk bebas bereksperimen, mengetes batas arsitektur yang ada, mempertanyakan pandangan tradisional dan mencari lebih lanjut tentang material dan konsepnya (Schittich, 2006).
3
Oleh karena bangunan wisma atlet yang kurang terawat, maka dengan menerapkan sistem kulit bangunan yang baru, secara otomatis fungsi kultural dan estetis kulit bangunan akan terpenuhi bagi kota dan lingungan sekitarnya.
I.2
Maksud dan Tujuan Maksud dan sasaran arsitektural dari proyek: •
Menerapkan kulit bangunan pada bangunan wisma atlet di Senayan agar dapat menghemat energi melalui pencahayaan dan penghawaan alami pada bangunan.
•
Memberikan suasana ruang yang kondusif untuk para atlet agar dapat beristirahat dengan nyaman.
•
Turut serta dan memberikan contoh dalam melestarikan konsep green building.
•
Tidak merusak lingkungan dan membahayakan kehidupan manusia.
Tujuan arsitektural dari proyek: •
Menghasilkan dan merenovasi desain kulit bangunan pada wisma atlet Senayan, Jakarta.
I.3
Lingkup Pembahasan Menilik dari awal perkembangan arsitektur pada zaman lampau, manusia telah menggunakan akalnya untuk melindungi diri mereka dari kekuatan yang berdampak negatif bagi mereka. Elemen-elemen alam seperti hujan, angin, panas, dingin dan serangan hewan buas menjadi alasan mereka untuk membuat lingkungan yang terkondisi. Atap dan/atau dinding sebagai kulit bangunan (Lukman, 2006) membuat lingkungan yang terkondisi ini hadir dengan pertimbangan tingkat kenyamanan dan juga berfungsi sebagai transisi ruang privat dan ruang publik (bangunan dan ruang urban). Pada akhir abad 19 setelah terjadinya revolusi industri terdapat banyak perubahan yang terjadi di dunia konstruksi bangunan serta penemuan baja dan kaca sebagai material bangunan baru. Dengan penemuan material baru ini, banyak
bangunan
yang
membuat
kulit
bangunan
hanya
mengejar
4
dematerialization (Schittich, 2006) yang bertolak belakang dengan sifat kulit bangunan di zaman sebelumnya. Pada zaman modern sekarang ini, banyak yang mempertanyakan tentang fungsi utama dari kulit bangunan yang merupakan unsur penting di dalam dunia arsitektur. Kulit bangunan berperan penting dalam memberikan akses untuk cahaya dan udara ke dalam bangunan. Adapun beberapa contoh kulit bangunan yang menerapkan konsep green building, yaitu:
Cladding
Gambar 1.3 Penerapan Cladding pada Bangunan Sumber: Pribadi
Dari gambar di atas, terlihat bahwa manfaat dari cladding dapat mempengaruhi pencahayaan dan sirkulasi udara sehingga meminimalisir penggunaan lampu dan AC yang berdampak pada penghematan energi. Aspek pencahayaan dan penghawaan alami merupakan bagian penting di dalam kulit bangunan. Menurut Ken Yeang (2007), untuk membuat penghawaan alami, perlu didukung dengan membuat ruang terbuka hijau (RTH) baik di dalam tapak maupun di dalam bangunan. Dalam pencahayaan alami, banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bangunan ditentukan berdasarkan bentuk dan
5
ukuran jendela, serta orientasi dan bentuk bangunan. Bentuk bangunan tidak hanya memperhatikan bentuk luarnya saja, melainkan bentuk ruang di dalam bangunan itu sendiri. Selain itu, pencahayaan alami juga bisa didapatkan melalui atap bangunan dengan penggunaan skylight. Oleh karena itu, bangunan Wisma Atlet dapat menerapkan prinsip cladding ini dengan beberapa penyesuaian, sehingga memberikan pencahayaan dan sirkulasi udara yang maksimal.
I.4
Metode Penelitian Adapun tahapan-tahapan metode yang akan dilakukan untuk penelitian ini, yaitu: a.
Melakukan studi literatur guna mengetahui tentang kriteria kulit bangunan yang efektif.
b.
Melakukan survei ke wisma atlet, baik secara literatur maupun lapangan, untuk mendapatkan perbandingan dan permasalahan dari tiap wisma atlet yang ada.
c.
Melakukan analisa dan menemukan hipotesa dari setiap studi literatur maupun lapangan mengenai wisma atlet dan kulit bangunan.
I.5
Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam penyusunan karya tulis tugas akhir ini dibedakan menjadi 5 bagian besar, yaitu: → BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis membahas mengenai latar belakang proyek, latar belakang topik dan tema. Penulis juga membahas mengenai maksud dan tujuan arsitektural dari proyek. Selain itu, pada bab ini juga memuat lingkup pembahasan yang difokuskan pada pelaksanaan suatu pekerjaan, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika pembahasan yang berisi kerangka berpikir dari metode yang digunakan.
6
→ BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
Dalam bab ini, penulis membahas mengenai tinjauan umum dari proyek, tinjauan khusus topik dan tema, kelengkapan data lainnya, dan relevansi pustaka pendukung (landasan teori, studi literatur, dan studi banding). → BAB III
PERMASALAHAN
Dalam bab ini, penulis membahas mengenai identifikasi permasalahan arsitektural yang digali dan dikaji dari hasil tinjauan referensi dan landasan teori. Bagian ini pun memuat rumusan permasalahan arsitektural yang merupakan hasil dari identifikasi permasalahan arsitektural tersebut. → BAB IV
ANALISIS
Dalam bab ini, penulis membahas mengenai ketajaman dan relevansi pendekatan perancangan arsitektural sesuai dengan topik. Selain itu, pada bagian ini juga memuat tentang bagaimana penerapan ketajaman dan ketepatan teori arsitektural yang dipadukan dengan pendekatan khusus (topik) di dalam pendekatan perencanaan, yang meliputi: analisis kondisi dan potensi lingkungan (pengolahan lokasi, tapak, orientasi, karakter, sirkulasi, dan sebagainya), analisis kegiatan dan sistem ruang (hubungan kegiatan, kebutuhan ruang, hubungan ruang, program ruang, bentuk ruang, bubble diagram, dan sebagainya), dan analisis sistem bangunan (bentuk bangunan, struktur, dan utilitas bangunan). → BAB V
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Dalam bab ini, penulis membahas mengenai dasar perencanaan dan perancangan, konsep perencanaan dan perancangan (lokasi, tapak, ruang, estetika bangunan, struktur, dan utilitas bangunan), penekanan khusus dari konsep perencanaan dan perancangan, dan tuntutan rancangan.
7
I.6
Kerangka Berpikir JUDUL TUGAS AKHIR PENERAPAN KULIT BANGUNAN YANG BERKELANJUTAN PADA WISMA ATLET DI SENAYAN, JAKARTA
LATAR BELAKANG AKTUALITA Wisma atlet Senayan yang bernama Wisma Fajar sudah tidak digunakan lagi sebagai wisma atlet URGENSI Perlunya perenovasian kulit bangunan dan ruang wisma atlet di Senayan ORIGINALITAS Kulit bangunan pada wisma atlet di Senayan berdasarkan sustainable design
MAKSUD dan TUJUAN
F
Menghasilkan dan merenovasi desain kulit bangunan pada wisma atlet Senayan, Jakarta
E E
PENELITIAN
F E
PERMASALAHAN
C
A C
TINJAUAN KHUSUS Kulit bangunan yang berlandaskan green design
D
A
B
LANDASAN TEORI
E
B
D
TINJAUAN UMUM Wisma Atlet Sustainable design
ANALISIS
K
Analisa permasalahan berdasarkan faktor yang mempengaruhi kulit bangunan
K KONSEP PERANCANGAN Hasil dan kesimpulan dari analisis permasalahan
SKEMATIK DESAIN
PERANCANGAN
Gambar 1.4 Kerangka Berpikir Sumber: Pribadi
8