Bab I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.1.1. Kesiapan Yogyakarta Menjadi Alternatif Kota Kreatif Di Indonesia Yogyakarta merupakan wilayah dengan potensi ekonomi kreatif yang tinggi. Potensi tersebut mulai dari sumber daya manusia hinga kultur tradisional yang melekat pada Yogyakarta. Karena minimnya sumber eksplorsi sumber daya alam, perekonomian di Yogyakarta berkembang melalui industri-industri ekstraktif. Namun demikian, Yogyakarta memiliki tradisi budaya yang panjang, didukung oleh keberadaan kelompok-kelompok minoritas kreatif yang memiliki tradisi literati dan keilmuan yang tinggi, tersebar di berbagai disiplin keilmuan di 133 kampus, didukung oleh kalangan innovator muda di bidang industi kreatif berbasis kampus, terutama di bidang tekologi informasi (TI), yang berusaha di tengah-tengah kota dan di klaster-klaster kerajinan di pedesaan1. Dengan kata lain, Yogyakarta memiliki sumber daya manusia kreatif yang bisa menopang perekonomian Yogyakarta.
Gambar 1. 1 Perkembangan Perekonomian Dunia (sumber : ilustrasi penulis)
Saat ini pasar ekonomi kreatif di Indonesia mulai dikembangkan, dan Yogyakarta menjadi salah satu lokasi yang menjadi subsektor unggulan dalam penyediaan jasa dan produk kreatif di Indonesia. Sejatinya subsekstor ekonomi kreatif di Yogyakarta sudah berkembang sebelum adanya Instruksi Presiden No. 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif 2. Adapula bentuk wisata di Yogyakarta sendiri meliputi wisata Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus, yang dilengkapi dengan pelbagai fasilitas seperti resort, hotel, dan restoran. Di kawasan Yogyakarta sendiri, di berbagai 1
titik lokasi mengembangkan ekonomi kreatif yang khas dan mempunyai potensial tinggi yang membentuk komoditi jual yang cukup tinggi. Pada liputan yang dilakukan oleh travel.kompas.com dalam wawancaranya kepada mantan Mentri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu memaparkan bahwa tumbuhnya kreativitas juga harus diimbangi dengan bagaimana interaksi dan kolaborasi antarkomunitas kreatif lainnya sehingga bisa menciptakan ruang kreatif dan kegiatannya terus berkembang. Menurut Mari, di Indonesia terdapat semacam link sebagai wadah berinteraksi antar-sesama komunitas ekonomi kreatif, tetapi perlu juga bertatap muka langsung dengan para komunitas untuk saling diskusi. "Berinteraksi di dunia maya (internet) ternyata sangat berbeda dengan face to face, karena kita bisa saling berkolaborasi, banyak cara yang bisa dilakukan apakah itu workshop, seminar,".1
Gambar 1. 2 Presentase Kontribusi Perekonomian Indonesia (sumber : http://www.tempokini.com/2014/11/5078/)
1.1.2
Urgensi Pengembangan Ekonomi Kreatif Sudah cukup lama industri kreatif berada dalam lingkungan perekonomian Indonesia,
namun industri ini belum menjadi pusat perhatian dan focus pengembangan indusri yang diyakini dapat berkontribusi secara postitif dalam perekonomian Indonesia. Industri kreatif diyakini dapat memberi kontribusi di beberapa aspek kehidupan, bukan hanya aspek ekonomi 1
http://travel.kompas.com/read/2014/02/03/1426422/Komunitas.Ekonomi.Kreatif.Yogyakarta.Perlu.Dicontoh
2
namun juga memberikan dampak dalam peningkatan citra dan identitas bangsa, menumbuhkan inovasi dan kreativitas anak bangsa, merupakan industi yang menggunakan sumber daya yang terbarukan dapat menambah dampak sosial yang positif. Secara umum industri kreatif perlu dikembangkan karena industri ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia, sebagai iklim bisnis yang positif, meningkatkan citra dan identitas bangsa, peningkatan sumber daya terbarukan, pusat penciptaan inovasi dan kreativitas serta dampak sosialyang positif. Dari beberapa alasan diatas maka sudah sangat layak agar ekonomi kreatif di Indonesia mulai dikembangkan. Yogyakarta dan Bandung adalah dua kota yang dicalonkan sebagai kota kreatif, karena hasil kreasi yang telah dilakukan oleh pemuda di kedua kota ini sangat kreatif dan membanggakan.
Gambar 1. 3 Mengapa Ekonomi Kreatif Perlu Diekmbangkan ? ( Sumber : Pengembangan Ekonomi Kratif Indonesia 2009)
Berdasarkan gambar 1.3 yang ada dapat disimpulkan bahwa ekonomi kreatif diyakini mampu menjawab tantangan permasalahan dasar jangka pendek dan menengah nasional, yaitu: (1) tingginya kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional; (2) penyerapan tenaga kerja di tengah tingginya pengangguran dan (3) peran aktif dalam perdagangan internasional. Secara umum industri kreatif perlu dikembangkan karena industri ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia, sebagai iklim bisnis yang positif, meningkatkan citra dan identitas bangsa, peningkatan sumber daya terbarukan, pusat penciptaan inovasi dan kreativitas serta dampak sosialyang positif. Dari beberapa alasan 3
diatas maka sudah sangat layak agar ekonomi kreatif di Indonesia mulai dikembangkan. Yogyakarta dan Bandung adalah dua kota yang dicalonkan sebagai kota kreatif, karena hasil kreasi yang telah dilakukan oleh pemuda di kedua kota ini sangat kreatif dan membanggakan.
1.1.2.1 Jenis Industri Kreatif di Indonesia2 Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama
lain
Industri
Budaya
(terutama
di
Eropa)
Kementerian
Perdagangan
Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Menurut Howkins, Ekonomi Kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur, seni, kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, Penelitian dan Pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan permainan, Televisi dan Radio, dan Permainan Video.
Gambar 1. 4 Subseksetor Industri Kreatif di Indonesia (sumber : news.indonesiakreatif.net ,diakses 27/5/2015)
Howkins juga menyebutkan bahwa industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam
perekonomian,
berbagai pihak berpendapat
bahwa
"kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama" dan bahwa “industri abad kedua puluh satu akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas dan inovasi. Agar perkembangannya sinkron dengan para pelaku ekonomi yang ada maka diperlukan tiga aktor yang turut berperan, yaitu: intelektual, pebisnis dan pemerintah atau dikenal dengan Triple Helix.
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Industri_kreatif
4
1.1.3
Industri Kreatif Digital di Yogyakarta3
1.1.3.1 Pengertian Industri Kreatif Digital Industri kreatif digital adalah industri yang menggabungkan unsur kreatif dan unsur digital pada produk dan jasanya. Industri ini menghasilkan produk hasil dari teknologi informasi yang bersifat kreatif, lain dari biasa, dan menjadi solusi dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Industri ini juga industri yang mengoptimalkan bidang-bidang kreatif seperti seni dan musik dengan perantara teknologi informasi. 1.1.3.1 Riset dan Sensus Pelaku Industri Kreatif Digital Di Yogyakarta4 Yogyakarta mulai memunculkan pergerakan industri kreatif terutama industri kreatif digital pada awal tahun 2010. Dalam pergerakan awalnya, sebuah oranisasi yang merupakan CSR dari PT.Telkom Yogyakarta membentuk Jogja Digital Valley yang merupakan fasilitas inkubasi bagi para startup digital di Yogyakarta. Pada tahun 2014 sensus bagi para Penggiat Industri Kreatif dilakukan dengan cara sensus digital dengan penyebaran melalui sosial media kepada subjek Penggiat Industri kreatif dan Perusahaan Kreatif Digital di Yogyakarta. Dari sensus yang dilakukan, hasil yang muncul adalah berikut: 1. Industri kreatif digital banyak diisi oleh anak muda, 112 responden berusia 21 tahun ke bawah sementara usia dominan berada pada jangka 22-35 tahun sebanyak 461 responden. Hal ini menggambarkan bahwa industri kreatif digital digerakkan oleh pemuda. 2. Industri kreatif digital didominasi oleh laki-laki hingga mencapai 89,8% 3. Dari seluruh responden, sebanyak 48,94% memiliki status pekerjaan sebagai freelancer, 19,5% sebagai pengusaha, dan 31,35% sebagai karyawan. 4. Sebanyak 73,8% penggiat industri telah/sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi baik pada jenjang D3 maupun S1. Data ini menunjukkan bahwa industri ini didorong oleh tenaga terdidik sehingga besarnya industri kreatif digital di Yogyakarta didorong oleh banyaknya kampus dan lembaga pendidikan tinggi. 5. Dari 5 kategori gaji yang kami survei, sebanyak 25,24% memiliki gaji pada angka di antara 1-2 juta rupiah. Sementara itu hanya 6,07% yang memiliki gaji di atas 10 juta rupiah. Kategori terbanyak berada di angka <1 juta rupiah sebanyak 26,52%
3 4
http://jogjadigitalvalley.com/infografik-industri-kreatif-digital-jogja-2014/ Survey Digital (2014) JDV dan Merah Institute
5
6. Survei terhadap sistem kerja yang mereka lakukan 68,37% penggiat bekerja dalam sistem kerja dengan jam fleksibel (bukan 8 jam perhari) dan 60,38% memiliki hari kerja yang juga fleksibel (bukan senin-jumat). 7. Dari survei terhadap profesi 40,5% atau 243 orang menyatakan dirinya memiliki profesi dalam kategori software developer yang terdiri dari berbagai bidang misal website developer, game developer, programmer, dan system analyst. Sementara sebanyak 21,6% atau 129 orang berprofesi sebagai visual designer yang terdiri dari desainer grafis dan ilustrator 8. Survei terhadap kemampuan yang mereka miliki. Pada variabel ini kami mempersilakan responden untuk memilih lebih dari satu keahlian. Keahlian terbanyak yang dipilih adalah keahlian graphic designer sebesar 39,7%. Menyusul kemudian web programmer 36,84%, entrepreneur 29,92%, mobile programmer 21,8%, dan sosial media admin 13,83%. 9. Urutan pprioritas memilih bekerja di Yogyakarta dan saran untuk mengembangkan industri kreatif digital di Yogyakarta. 41,12% responden memilih indikator “Nyaman (transportasi mudah, fasilitas cukup, dan hiburan lengkap)” sebagai pilihan pertama. Menyusul alasan berikutnya antara lain biaya hidup kecil, sesuai daerah tempat berkuliah/sekolah, akses mudah ke tempat lain di Indonesia, bekerja dekat rumah, dan ikut teman 10. Saran bagi Yogyakarta, 60,86% responden memilih opsi “Coverage internet broadband yang lebih baik dan stabil” sebagai hal pertama yang harus diperbaiki. Berikutnya menyusul pilihan antara lain menambah coworking space, program inkubasi-lombapelatihan, peliputan media, local market dan expo, perbaikan lalu lintas dan transportasi publik, dan terakhir akses keluar kota.
1.2.
Permasalahan
1.2.1. Permasalahan umum (non arsitektur) Permasalahan non arsitektural menjadi penyelesaian dan tanggapan terhadap keterbatasan dan kesulitan komoditas masyarakat akan fasilitas dan ruang yang mewadahi pengembangan dan interaksi pelaku industri kreatif yang berkembang dalam perannya sebagai penggiat ekonomi masyarakat di Yogyakarta pada khususnya. 1. Pengembangan perekonomian kreatif dan peningkatan peran pemerintah dalam pemutusan peraturan serta kebijakan yang mengatur tentang ekonomi kreatif mikro 6
dan makro sebagai salah satu sektor produktif dan kekayaan intelektual Indonesia di dalam perekonomian global 2. Adanya wadah bagi para pelaku kreatif digital yang mempunyai fasilitas lengkap namun low-budged 3. Interaksi sosial yang terjadi diharapkan dapat menjadi stimulan bagi produktivitas dan lokalitas yang baik bagi ekosistem ekonomi kreatif digital di Yogyakarta 4. Penyelesaian segi komersial pada shared workspace agar menjadi ruang yang menarik investor untuk memberikan fasilitas yang lengkap dan memudahkan pengguna agar meningkatkan produktiifitas.
1.2.2. Permasalahan khusus ( arsitektur) Pemasalahan arsitektural merupakan tanggapan terhadap isu-isu yang terkait pada ekonomi kreatif dan industri kreatif yang dikembangkan melalui coworking sebagai fasilitas interaksi dan produksi karya dan di desain sesuai dengan metode arsitektur yang sesuai dan baik. 1. Lokasi site yang terpilih menjadi destinasi yang strategis dan dekat dengan komoditi bisnis dan lingkungan pendidikan 2. Aplikasi teori working operation dapat menunjang perancangan ruang dan fasilitas dari coworking dalam proses inovasi dan produksi industri kreatif. 3. Bagaimana desain dan fungsi rental coworking dapat memenuhi standar ergonomic, kenyamanan dan produktivitas 1.3.
Tujuan & sasaran (tujuan dalam kaitan rancangan/riset perancangan) 1. Menumbuhkan minat dan produksi industri kreatif dengan interaksi yang intensif antar pelaku kreatif yang dapat menginspirasi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya 2. Riset desain sebagai faktor penentu desain ruang yang dapat memicu interaksi sosial 3. Mengetahui bagaimana interaksi sosial yang sesuai untuk coworking
7
1.4.
Metoda
Metoda yang digunakan merupakan metoda yang sesuai dalam pemenuhan kebutuhan suatu desain terhadap pengguna bangunan tersebut, yaitu: 1. Studi Riset Digital Adanya kerjasama dan sharing data dengan pihak JDV dalam survey Digital kepada Pelaku dan Perusahaan Industri Kreatif di Yogyakarta pada tahun 2014 2. Observasi dan Wawancara Dengan melakukan wawancara langsung, mengamati, dan mencoba memulai menjadi Pelaku dan Perusahaan Kreatif Digital di Yogyakarta 3. Studi Literatur Studi Pustaka pada buku-buku, jurnal, literature tentang industri kreatif, ekonomi kreatif, desain coworking dan psikologi produktivitas 4. Studi Kasus Tahap studi kasus dilakukan dengan studi komparasi bangunan coworking yang ada di beberapa lokasi di Indonesia dan beberapa negara serta studi dari perbandingan konsep yang mendukung metode perancangan
1.5.
Keaslian Penulisan Dalam laporan penulisan ini terdapat beberapa pendekatan teori desain yang serupa namun terdapat pula keunikan dalam konsep oleh penulis. Persamaan teori yang dipakai adalah teori Perilaku Produktif yaitu penerapan faktor teori kerja dan perilaku kerja sebagai landasan pembahasan teori penulisan. Sedangkan perbedaannya adalah terdapat pengembangan faktor produktif yang ditambahkan oleh penulis disesuakan dengan teori Kerja oleh Kerja oleh Duane Schultz dan Sydney Schultz berupa desain Inkubasi Bisnis Dijital (Coworking) sedangkan penulisan laporan penelitian lain dengan fungsi TDA Center, Depok . Yang kedua adalah laporan penulisan yang sudah ditemukan oleh penulis lain yaitu: Judul : Young Community Center di Yogyakarta Karya : Herdito Prasetyaji (09/281195/TK/34848)
8
1.6.
Kerangka Pemikiran
Gambar 1. 5 Kerangka Berfikir
(sumber: analisa penulis) 9
1.7.
Sistematika Penulisan Dalam penulisan pra Tugas Akhir ini, sistematika penulisan laporan adalah sebagai
berikut, yang pertama (1) Bab I Pendahuluan, yang berisi permasalahan
pada
tema
tersebut,
latar
belakang
pemilihan
tema,
lingkup pembahasan dan metodologi penulisan yang
digunakan. Kedua (2) adalah Bab II Kajian Pustaka, yang berisi tinjauan pustaka, pengertian coworking,
dasar
teori
Perilaku
Kerja,
prinsip
teori Perilaku Kerja sebagai dasar
perancangan desain arsitektur bangunan coworking. Ketiga (3) adalah Bab III Kajian Lapangan, yang berisi
analisa
daerah
Yogyakarta
yang
sesuai
dan
dapat
digunakan
untuk
perancangan bangunan coworking. Keempat (4) adalah Bab IV Analisis yang berisi analisa penggabungan fungsi dan konteks, konteks dan teori, teori dan fungsi masalah dan bagaimana menemukan konsep perancangan. Kelima (5) Bab V Konsep Perancangan Berisi tentang deskripsi konsep perancangan, dasar-dasar desain yang dimasukkan dalam perancangan dan detail-detail yang akan melengkapi perancangan di tahap selanjutnya
10
Bab II KAJIAN TEORI
4.1
Kajian Fungsi Coworking Space
4.1.1 Pengertian Coworking Saat ini ruang kerja seorang entrepreneur tidak dibatasi oleh sebuah kantor fisik ataupun ruangan kubikel dengan sekat yang sifatnya permanen. Ruang kerja seorang entrepreneur dapat berada di mana saja, di kafe, di meja sebuah taman bahkan di kamar tidur. Dalam dunia bisnis atau suatu bidang usaha memerlukan ruang untuk bekerja, bertemu klien, dan tentu saja alamat kantor yang dapat dimasukkan ke dalam SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) ataupun kartu nama. Untuk mensiasati biaya pembuatan kantor fisik maka muncullah ide penggunaan kantor virtual yang biayanya lebih terjangkau untuk jangka pendek-menengah bagi seorang entrepreneur. Menurut dictionary.com, virtual office didefinisikan sebagai, “a combination of off-site live communication and address services that allow users to reduce traditional office” yaitu “kombinasi dari lokasi dengan fasilitas komunikasi dan alamat yang dapat digunakan untuk mengurangi adanya kantor tradisional.”. Karakteristik dari kantor virtual adalah menyerupai kantor pada umumnya yaitu mempunyai meja, kursi dan juga fasilitas ruang rapat apabila diperlukan. Selain itu, alamat dari virtual office tersebut dapat digunakan sebagai alamat kantor resmi seorang entrepreneur atau freelancer.
Gambar 2. 1 Coworking (Sumber : analisis penulis)
Menurut Wikipedia, coworking didefinisikan sebagai, “a style of work that involves a shared working environment, often an office, and independent activity. Unlike in a typical office environment, those coworking are usually not employed by the same organization.”. Yaitu 11
“sebuah jenis kerja dengan cara saling berbagi lingkunga, kantor, dan aktivitas individu. Tidak sama seperti lingkungan kantor tipikal, para pengguna coworking ini biasanya tidak berkerja untuk perusahaan yang sama.”. Dari dua definisi tersebut maka virtual office dan coworking sangat erat kaitannya, dimana aktivitas kerja saat ini berada dalam sebuah kantor virtual sehingga dinamakan area coworking. Coworking pertamakali dikemukakan pada tahun 1999 oleh Bernie DeKoven seorang desainer game, penulis, pengajar dan kemudian pada tahun 2005 oleh Brad Neuberg coworking tersebut dikembangkan menjadi lebih terorganisir. Terwujudlah tempat coworking pertama yang bersifat komersil Bernama Citizen Space yang berlokasi di San Fransisco, United States. Untuk menggunakan Citizen Space, pengguna dapat memulainya dengan masuk ke laman Citizen Space dan mendaftar sebagai penguna sebagai syarat untuk menggunakan atau menyewa ruang kerja yang menjadi hak pakai mereka dengan waktu sewa yang fleksibel dari satu atau dua hari hingga satu tahun. Citizen Space menyediakan layanan konsultasi pagi pengguna baru agar mereka dapat menentukan pilihan yang tepat.
Gambar 2. 2 Desain Coworking Citizen Space, US (sumber : http://citizenspace.us/)
Hingga saat ini keberadaan coworking tersebar di seluruh dunia dan semakin menjamur, dikarenakan seseorang lebih banyak bekerja hanya dengan menggunakan mobile phone, laptop dan para coworking ini dapat bekerja dengan kebebasan yang mereka inginkan, menciptakan komunitas, lingkungan kerja dan tempat pertemuan sendiri.
12
4.1.2
Fungsi Coworking Space Rent Coworking menjadi suatu solusi yang riil bagi user yang sedang atau akan
mengembangkan startup bisnisnya. Berbagai keuntungan dan pengaruh positif dapat dirasakan baik oleh user dan atau lingkungan sekitarnya, yaitu: 1. Coworking space dibuat agar entrepreneur muda dan freelancer dari berbagai industri mempunyai tempat kerja dengan waktu yang fleksibel dan dengan kemudahan akses fasilitas seperti wifi, meeting room, ruang multimedia, common room (ruang untuk bersosialisasi), café, resting room dan fasilitas penunjang lainnya, 2. Sebagai lingkungan kerja yang positif, coworking memungkinkan suatu startup ataupun inkubasi bisnis, dan komunitas untuk bertemu dengan partner yang potensial sebagai rekan ataupun investor, berbagai pelaku kreatif yang mempunyai kreatifitas dan latar belakang yang berbeda. 3. Sebagai pembentuk ekosistem kerja dan menumbuhkan peluang bahkan adanya persaingan sehat dari para startup kreatif untuk memberikan produk terbaik mereka, sehingga investor, media dan pasar akan tertarik dan memberikan perhatian mereka pada coworking yang ada di Yogyakarta 4. Setiap organisasi coworking mempunyai wadah (blog) mereka sendiri untuk memberikan informasi dan ide-ide yang aktual, dan para co-worker ini diharapkan untuk berkontribusi sesuai dengan bidang keahlian mereka, 5. Coworking space yang berada di Jalan Kartini, Sagan, Gondomanan akan menjadi meeting point yang penting bagi perkembangan industri kreatif (startup) di Yogyakarta, karena dengan adanya coworking yang mampu memfasilitasi dari segi teknologi, mentor, akses, tempat ini akan memudahkan berbagai elemen untuk mewujudkan Yogyakarta sebagai kota kreatif.
4.1.3
Aktifitas pada Coworking Sebagai sebuah area kerja yang aksesnya terbuka bagi semua orang, coworking
hendakya memberikan kemudahan akses bagi pelaku industri kreatif, entrepreneur dan berbagai pihak untuk dimanfaatkan dalam menyediakan fasilitas yang lengkap dan terjangkau. Pada tahap awal, pengguna dianjurkan untuk mendaftarkan dirinya sebagai anggota melalui registrasi online. Selanjutnya pengguna dapat memilih lokasi kerja yang dibutuhkan sesuai dengan penawaran yang telah ada. Fasilitas umum yang ditawarkan sebuah coworking adalah meja, kursi, koneksi internet, dapur umum, ruang rapat, ruang presentasi. Adapula coworking yang memberikan fasilitas 13
pelengkap seperti kafetaria, bengkel kerja, hingga fasilitas hiburan. Penggunaan ruang rapat dan ruang presentasi dapat dipesan secara langsung dalam waktu tertentu ataupun disewa oleh pengguna dalam jangka waktu tertentu. Berbagai penawaran dan pilihan dapat diatur sendiri oleh pengelola coworking disesuaikan dengan system kerja dan konsep yang diunggulkan. Kegiatan penunjang sebuah coworking berbasis dijital adalah penggunakan lokasi sebaga media edukasi dan promosi. Sebagai lokasi penunjang perkembangan industri kreatif digital, coworking yang akan dibekali dengan tambahan fasilitas umum seperti kelas pelatihan, workshop sebagai sarana edukasi dan adanya acara-acara pameran, lomba bagi pekerja kreatif sebagai salahsatu fasilitas promosi. Semua kegiatan penunjang ini nantinya menjadi titik temu para pengguna dan investor skaligus media dan masyarakat luas untuk memantau dan mendukung industri kreatif digital di Yogyakarta secara langsung. Untuk memberi pembaharuan dari sisi edukasi ataupun publikasi para pelaku kreatif tetap membutuhkan mentor, pengguna coworking
di Yogayakarta akan mendapatkan cakupan info serta networking bisnis layaknya
para startup yang berada di kota-kota utama seperti Jakarta, Singapura, Bangkok, dan kota-kota utama di Asia.
4.1.4
Prinsip Desain Coworking5
4.1.4.1 Letak site Coworking bagi entrepreneur muda di Yogyakarta akan tepat sasaran dan mudah untuk di akses dengan berada di lokasi yang tidak jauh dari titik-titik Sekolah, Perguruan Tinggi, Akademi, dan daerah-daerah strategis di Yogyakarta. Dalam konteks yang telah dikemukakan oleh Rapoport (1977) bahwa peran dari presepsi lingkungan sangat penting, oleh karena keputusan-keputusan atau
pilihan-pilihan
perancangan akan ditentukan oleh presepsi
lingkungan perancang. Di dalam konteks antropologi lingkungan, isu mengenai presepsi lingkungan ini menyangkut apa yang disebut epic yaitu penggambaran bagaimana suatu lingkungan dipresepsikan oleh kelompok di dalam sistem tersebut, lalu etic bagaimana pengamat atau outsider (misalnya perancang) mempersiapkan lingkungan yang sama. Rapoport juga mengungkapkan beberapa unsur penting yang berperan dalam proses pengartian lingkungan yang subjektif yaitu (1) Tingkat kompleksitas unsur atau objek (2) Urban grain dan Texture (3) Skala, tinggi dan kepadatan bangunan (4) Warna material, detail (5) Manusia:
5
Dengan riset desain (observasi, wawancara) kepada 30 orang entrepreneur dan pelaku kreatif di Yogyakarta, Jakarta, serta melalui jurnal review oleh penulis
14
Bahasa, cara berpakaian, dll (6) Tanda-tanda (7) Tingkat aktivitas (8) Pemanfaatan ruang (9) Tingkat kebisingan (10) Tingkat penerangan (11) Unsur alami (12) Bau dan kebersian6 Untuk menarik para pengguna agar datang memanfaatkan rental coworking, pemilihan lokasi merupakan hal utama yang dilakukan. Pertimbangan yang dapat dilakukan untuk pemilihan konteks adalah sebagai berikut: 1. Aksesibilitas yang mudah dari dalam kota Yogyakarta ataupun luar kota Yogyakarta, letak site yang mudah diakses dengan transportasi umum maupun pribadi akan memberikan kemudahan bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Akses yang mudah akan meminimalisir waktu tempuh dan mengoptimalkan waktu kerja seseorang; 2. Letak site berada dekat dengan titik-titik intitusi pendidikan, kantor, perbankan dan operasional bisnis komersial, faktor utama dari berlangsungnya kegiatan dalam sebuah coworking adalah interaksi dan adanya produksi dari seorang atau sekumpuan orang yang mempunyai latar belakang berbeda namum memiliki visi dan keingintahuan yang sama. Site yang mudah dijangkau oleh berbagai elemen masyarakat akan meningkatkan kemajemukan pengunjung coworking, lokasi ini potensial untuk dikembangkan dan dapat membentuk networking yang baik bagi seluruh penggunanya Dengan dasar ini, perancang menggunakan metode riset desain dan observasi, perancang akan mengetahui kriteria lokasi site yang memenuhi presepsi linkungan yang sesuai bagi calon pengguna dan mendukung peran dari bangunan itu sendiri dan kemungkinan keberlanjutan (sustainability) dan pengembangannya di masa medatang. 2.1.4.2 Supportive Design dan Sustainability Penggunaan coworking layaknya bekerja adalah sebuah pergerakan. Meskipun mereka mempunyai banyak perbedaan baik dari segi bidang kerja ataupun perangkat kerja, para pengguna
menjalankan
empat
nilai
yaitu:
“kolaborasi,
keterbukaan,
komunitas
dan
keberlanjutan”7. Disebutkan oleh Brad Reed, desain dari sebuah coworking yang dapat meningkatkan produktivitas dan kolaborasi yaitu: 1. Ruang untuk mengeksplorasi ide Ruang dengan karakteristik yang nyaman seperti mempunyai suasana seperti bekerja di rumah, mempunyai koneksi internet dengan kecepatan tinggi dengan ditambah layanan minuman atau makanan seperti café dan dengan area yang cukup luas dapat memicu rangsangan ide-ide kreatif dari co-workers, 6
7
Haryadi, Setiawan B, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, 2010 Reed, Brad (2007-10-23), "Co-working: the ultimate in teleworking flexibility", Network World
15
2. Mengoptimalkan alat-alat, utilitas dan fasilitas bagi pengguna Kolaborasi dan diskusi dapat ditunjang dengan penambahan fasilitas ruang seperti papan tulis, proyektor, perangkat presentasi yang mempunyai desain terbarukan. Adanya fasilitas dapur/pantry yang fleksibel. Penggunaan bahan dinding kedap suara pada bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk menciptakan ruang privat ataupun ruang yang terbuka. 3. Mewujudkan coworking yang produktif akan kreatifitas8 Kebutuhan setiap pengguna berbeda sesuai dengan kepentingan dan bidang pekerjaannya. Ruang-ruang dengan skala kecil dan privat akan berada di sekeliling ruang utama dan di tengah akan digunakan sebagai meeting point. Bentuk meja, warna, dan kombinasi jumlah kursi akan dibedakan menjadi beberapa kategori pilihan menurut kebutuhan sebuah tim. Desain dari sebuah coworking akan merefleksikan user itu sendiri, dengan suasana terbuka maka ruang akan membentuk kultur budaya dan komunikasi secara natural, 4. Penghawaan dan Pencahayaan9 Menurut Newstrom (1996:469-478), bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun. Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya, sumber cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya yang berasal dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang tidak menyilaukan. Dengan penerangan yang baik para user akan dapat bekerja dengan cermat dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirtnya menyebabkan kurang efisien. 5. Infrastruktur yang dapat diubah dan ditata ulang Dengan panel-panel, kursi, meja dan area yang mudah dipindah, suasana dan perubahan yang baru dapat dihadirkan secara berkala untuk menambah kenyamanan dan menjadi area atraktif serta inspratif bagi co-worker. Desain yang masih dapat dikembangkan, dirubah dan disesuaikan kebutuhannya akan menambah kualitas dari coworking dan dapat menarik investor untuk memberi kontribusi secara fasilitas ataupun material kepada coworking tersebut.
8 9
http://craigbaute.com/space-matters-using-design-to-build-a-coworking-community/ http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/kondisi-kerja-definisi-dan-jenis.html
16
2.1.4.3 Ruang Komunitas (Collaborative Environment) dan Lokalitas10 Untuk mewujudkan ruang kolaboratif dalam sebuah coworking dapat diwujudkan dengan memunculkan desain ruang-ruang kolaboratif dapat dimunculkan dengan area-area penunjang seperti ruang display karya (exhibition/gallery) yang dengan atraktif dapat menampilkan karya para kreatif entrepreneur secara berkala dengan setting tertentu. Ruang komunitas bagi para coworking dapat dibentuk dengan aktifitas yang terjadi di dalam gedung, acara diskusi , mentoring, kompetisi ataupun acara lainnya. Ruang yang berfungsi dengan baik akan memunculkan lingkunganyang baik juga, desain dari ruang-ruang terbuka dan ruang-ruang publik baik untuk disesuaikan dengan lokalitas dan nuansa dari asal tempat tersebut agar terjadi kesinambungan dan meningkatkan rasa nyaman bagi pengguna. 2.1.4.4 Fasilitas Kategori kebutuhan ruang pada coworking space didapatkan dengan riset desain dan analisis aktivitas yang akan berlangsung dengan kebutuhan dari user dengan hasil sebagai berikut: Tabel 2. 1 Kebutuhan Ruang dalam Mendesain Coworking
Kriteria Ruang
Publik
Kegiatan yang Diwadahi Duduk, menunggu, istirahat Mendapat informasi, mengisi daftar tamu dan mendaftar sebagai user coworking Melihat pameran karya, mendapatkan infomasi yang atraktif, mencoba hasil karya secara langsung (interaktif), common area (ruang yang dapat difungsikan dalam acara mentoring, talkshow, events, kompetisi, dsb Bekerja, berdiskusi, menggunakan wifi, ruang interaksi Membuat minum, menghangatkan makanan, minum dan makan Memesan makanan dan minuman, bekerja, menggunakan wifi, interaksi, berdiskusi Membaca buku, menggunakan computer dan mengakses internet, bekerja, printing and copy
Kebutuhan Ruang Lobby Resepsionis Galley / Exhibition Panel interaktif Ruang multimedia Free Coworking Pantry Café dan Lounge Mini Library
10
Saurin, Ruth (2012) WORKPLACE FUTURES: A case study of an adaptive scenarios approach to establish strategies for tomorrow’s workplace
17
Semi Privat
Privat
area Menyimpan barang-barang pribadi Merokok Resting area, ruang terbuka hijau, meeting point, acara outdoor Bekerja, berdiskusi, menggunakan wifi, presentasi, meeting (secara berkelompok) Bekerja, berdiskusi, menggunakan wifi, presentasi, meeting Bekerja secara individu Membuat animasi, merekam suara, studio djital, breakdown karya (diskusi karya)
Locker Smooking area Innercourt Small and Large Office&Meetingroom Rental Coworking Privat meeting area Rental Studio
(sumber : http://www.planning-office-spaces.com/, diakses pada 19/5/2015)
Entrance dan area depan dari sebuah gedung (coworking) mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu sebagai sisi yang atraktif dan dapat membuat pengunjung terkesima, kesan terbuka ditunjukkan dengan bukaan yang cukup besar, desain ruang yang unik dan material yang menonjolkan karakteristik dari coworking tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dari perancangan entrance dan lobby adalah sirkulasi yang nyaman dan ruang yang tepat fungsi.
Gambar 2. 3 Model Entrance (sumber : Ching, D.K. 1979)
Ruang galleri dan pameran karya dari para pengguna dikoordinasi oleh organisasi dari coworking tersebut dengan kegiatan memperagakan, menunjukkan dan menyajikan hasil karya yang terdisplay dengan sistem panel yang mudah untuk diatur mobilitasnya, berupa proyeksi
18
presentasi pada panel-panel ataupun stand interaktif yang dapat digunakan langsung oleh pengunjung.
Gambar 2. 4 Standar Jarak dalam Penggunaan Ruang (sumber : Neufert, Ernst. 1993:333)
Pengaturan meja, kursi dan sirkulasi ruang yang dibutuhkan coworking dapat dianalisis dengan ergonomi dari desain perabotan dalam ruang. Area coworking akan ditata sesuai dengan konsentrasi kegiatan untuk menghindari noise yang berlebihan.
Gambar 2. 5 Skema Potongan Ruang Privat dan Sharing (sumber : Neufert, Ernst. 1993:345)
Dengan adanya susunan meja, kursi dan area yang terkondisikan sesuai kebutuhan user, diperlukan sirkulasi ruang yang memberikan kemudahan akses serta membuat suatu kemungkinan bagi para user untuk bertemu di suatu titik untuk membentuk interaksi sosial.
19
Gambar 2. 6 Sirkulasi (2) Radial (3) Spiral (4) Grid (5) Network (sumber : Ching, DK. 1979)
1.
Kesimpulan Dengan mendesain coworking yang mengakomodasi berbagai kebutuhan dan cara kerja
dari pengguna dengan mengutamakan kolaborasi sebagai benih dari munculnya inovasi, ruang kommunal yang dibuat berungsi sebagai (1) menyatukan pengguna yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan coworking (2) pengguna akan terdorong untuk saling berbagi, berkolaborasi ilmu, perilaku, inovasi bahkan budaya. Didukung dengan desain interior yang inovatif coworking (3) dapat menunjang sarana promosi bisnis, mewujudkan tempat kerja yang lebih sehat dan berkelanjutan dengan menyesuaikan pencahayaan, penghawaan dan kenyamanan kerja pengguna. 2.2.
Tinjuan Teori Perilaku
2.2.1. Pengertian Perilaku Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Walgito, 1991) 2.2.1.1 Faktor perbedaan perilaku11 Manusia mempunyai perbedaan karakter ketika bertindak, beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu (1) Manusia berbeda karena berbeda kemampuannya. Setiap manusia memiliki perbedaan dalam berperilaku karena proses penyerapan informasi yang berbeda dari 11
http://perilakuorganisasi.com/teori-tiga-motif-sosial.html
20
setiap individu tersebut yang kemudian mempangaruhi perilaku seseorang dalam bertindak. (2) Manusia berbeda perilakunya dan saling membutuhkan satu sama lainnya karena adanya perbedaan kebutuhan dan keinginan untuk saling membantu untuk mencapai tujuan. Orang dengan kebutuhan afiliasi tinggi perlu melakukan yang terbaik dalam lingkungan kooperatif. (3) Manusia berbeda karena mempunyai lingkungan yang berbeda dalam mempengaruhinya. Orang dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi harus diberikan proyek yang menantang dengan tujuan yang dapat dicapai. Mereka harus memberikan umpan balik yang sering. Sementara uang bukanlah motivator penting. Lingkungan membentuk manusia menjadi lebih baik atau menjadi
jahat, ramah, atau sombong. Hal ini merupakan bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh David C. McClelland seorang teoritisi psikologi asal Amerika Serikat.. Kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik individu tersebut dalam berperilaku. 2.2.1.2 Variabel Perbedaan Perilaku Variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku individu adalah kelompok variable individu terdiri dari variable kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987): Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan factor utama yang mempegaruhi perilaku kerja dan kinerja individu . Sedangkan variabel demografis mempunyai pegaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987): banyak di pengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. 2.2.2
Teori Perilaku Kerja Dalam berbagai jenis industri proses kerja akan lebih produktif saat peak time. Ada
berbagai hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja dan bagaimama efektivitas perilaku kerja seseorang bisa ditingkatkan. Perubahan yang dilakukan dalam kondisi fisik lingkungan kerja dapat mempengaruhi atau mengubah perspektif, kenyamanan dan adaptasi kerja seseorang. Untuk itu faktor psikologi perilaku seseorang dapat ditunjang dengan faktor fisik lingkungan kerja. Beberapa hal yang mempengaruhi faktor perilaku produktivitas kerja menurut Duane & Sydney Ellen Schultz adalah: 1. Worksite Letak sebuah kantor atau tempat bekerja di pengaruhi adanya faktor perilaku lingkungan sekitar (lokalitas)
21
2. Workplace Design Pengoptimalan produktivitas kerja dimotivasi oleh kondisi faktor fisik ruang kerja, karena desain ruang kerja yang menarik dapat meningkatkan faktor psikologis seseorang 3. Pencahayaan Pengaturan pencahayaan pada ruangan dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap pekerjaan, jika cahaya terlalu redup maka pekerjaan seseorang akan kurang jelas dan akhirnya memperlambat pekerjaan Tabel 2. 2 Tingkat Pencahayan
(sumber : http://www.cakrawijaya.com/ 27/05/2015) 4. Noise Kontrol kebisingan dan crowding pada suatu ruangan dapat memprngaruhi interaksi para pengguna ruangan tersebut, kebisingan yang mengganggu akan membuat tingkat fokus seseorang menurun, namun kebisingan karena
adanya interaksi
crowding dapat memicu ketertarikan seseorang terhadap pekerjaan oranglain
5. Warna Dari studi penelitian dalam jurnal 'Science' (Ravi Mehta & Juliet Zhu, University of British Columbia, Canada) mengungkap, seseorang patut waspada terhadap warna tertentu. Warna merah dan biru diduga dapat menyulut reaksi otak yang signifikan dari warna lain dan berbeda-beda. Warna merah bisa meningkatkan konsentrasi otak pada hal-hal detail, sedangkan warna biru memicu kreativitas. Hal itu tergantung dari aktivitas yang dikerjakan individu tersebut. Ruangan yang berwarna putih hamper memantulkan semua cahaya sehingga memberikan efek menyilaukan baagi para pekerja. Handaknya dipakai bermacam-macam warna, khususnya Indonesia yang dilalui khatulistiwa dan tergolong panas. Warna biru, hijau, dan abu-abu lebih dianjurkan agar member kesan nyaman. 22
Tabel 2. 3 Tabel Warna dan Efek Psikis
Warna
Jarak
Temperatur
Efek Psikis
Putih
Netral
Dingin
ketenangan
Biru
Jauh
Dingin / sejuk
keleluasaan
Hijau
Jauh
Sangat dingin / Kegembiraan, menyenangkan netral
Merah
Dekat
Panas
Membangtu kgiatan kerja (semangat)
Oranye Sangat dekat
Sangat hangat
Membuat semangat, energik
Kuning
Hangat
Menumbuhkan rasa riang, senang
Dekat
dan menetralisir perasaan tertekan Coklat
Sangat dekat
Netral
Membuat semangat, energik
Ungu
Sangat dekat
Dingin
Agresif
Hitam
Sangat dekat
Panas
Agresif, mengganggu,
(sumber : analisa penulis berdasarkan http://ergonomi-fit.blogspot.com/) 6. Suara musik Beberapa lokasi kerja memasang musik yang santai sebagai fungsi relaksasi pengguna ruang dan membangun mood orang-orang yang terjangkau musik tersebut. 2.2.2. Prinsip Dasar Productivity Behavioral Dalam proses penekatan behavioral, beberapa tahap dilakukan untuk menjadi tolak ukur dan metode dalam pengambilan data. Dari hasil data tersebut maka prinsip desain akan dikembangkan dengan aspek keinginan dan kebiasaan user, beberapa prinsip dasar proses behavioral yaitu: 1. Rangsangan yang tidak terkondisikan, yaitu pemicu terjadinya respon yang tidak terkondisikan, terjadi secara natural, dan otomatis 2. Respon yang tidak terkondisikan, yaitu respon yang tidak dipelajari yang terjadi secara natural dalam merespon rangsangan yang tidak terskondisikan 3. Rangsangan yang terkondisikan, yaitu pada awalnya merupakan stimulus netral, setelah diasosiasikan dengan rangsangan yang tidak terkondisikan, kemudian memicu munculnya respon yang terkondisikan. 4. Respon yang terkondisikan, yaitu respon yang dipelajari dari rangsangan netral sebelumnya.
23
5. Rangsangan yang tidak terkondisikan, yaitu pemicu terjadinya respon yang tidak terkondisikan, terjadi secara natural, dan otomatis. Sebuah orgasniasi terkadang memiliki kesulitan tersendiri untuk mengatur anggotanya untuk meningkatkan produktivitas kinerja, dua tokoh psikologi perilaku ada 2 (dua) orang yaitu Hugo Munsterberg dan Elton Mayo mengungkapkan beberapa cara sebagai dasar untuk memberikan pengaruh baik pada seseorang untuk meningkatkan produktivitasnya. Dalam “Psychology and Industrial Efficien-sy”, Munsterberg menyarankan 3 (tiga) cara untuk meningkatkan produktivitas yaitu: (1) Mendapatkan orang/karyawan terbaik(best possible person), yang paling sesuai/cocok dengan pekerjaan yang akan dikerjakan. (2) Menciptakan kondisi kerja yang terbaik (best possible work), yang memenuhi syarat-syarat psikologis untuk memaksimal kan produktivitas. (3) Menggunakan pengaruh psikologis guna memperoleh dampak yang paling tepat dalam memotiovasi karyawan (best possible effect). Elton Mayo (1880-1949) Ia terkenal dengan eksperimen tentang perilaku manusia dalam situasi kerja. Eksperimen ini disimpulkan bahwa perhatian khusus dapat menyebabkan seseorang meningkatkan usahanya. Hasil percobaan Mayo dengan Roethlisberger dan Dickson salahsatunya. ditemukan pengaruh kehidupan lingkungan sosial dalam kelompok yang lebih informal lebih besar pengaruh nya terhadap produktivitas. 3. 3
Kesimpulan Bab Dalam bab kajian teori terdapat beberapa permasalahan terkait yaitu (1) memahami
teori dan faktor perilaku sangat penting untuk menunjang desain coworking kebutuhkan pengguna, hal ini didasari dengan perbedaan karena tujuan dan tingkat kebutuhan pengguna. Masalah kedua adalah (2) bagaimana faktor dalam teori perilaku kerja dapat menjadi panutan dalam membentuk lingkungan coworking yang mempercepat produktivitas pengguna. Masalah ketiga yaitu (3) bagaimana menumbuhkan komunikasi dan kolaborasi antar pengguna pada interaksi sehari-hari dan kegiatan yang telah diorganisir coworking. Dan dari hasil analisa kesesuaian teori maka konsep yang akan dipilih adalah menghadirkan area dan ruang dengan fasilitas interaksi langsung ataupun dijital untuk memenuhi tujuan pengguna secara maksimal. Tujuan dari konsep tersebut adalah mendorong produktifitas pengguna dalam bekerja individu ataupun berkelompok secara maksimal dengan perwujudan adanya fasilitas ruang yang nyaman dari segi pencahayaan, peletakan dan pemilihan bentuk meja ataupun kursi, alat komunikasi dan fasilitas internet yang tinggi.
24
Bab III TINJAUAN DAN ANALISA TAPAK
Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai karakteristik yang menarik dan menonjol dari sisi sosial, budaya dan kreativitas yang dihasilkan oleh setiap generasi. Kota Yogyakarta sendiri dinyatakan sebagai kota pelajar karena 20% penduduk produktifnya adalah pelajar. Selain sekolah dasar, menengah dan sekolah menengah atas, juga terdapat 137 perguruan tinggi yang berada di DIY dan 47 diantaranya berada di dalam Kota Yogyakarta. Pelajar di kota Yogyakarta datang dari beragam wilayah dari timur hingga barat wilayah Indonesia, bahkan juga pelajar asing. Tingkat pembangunan di Yogyakarta meningkat sejak 2014, penambahan sector paling besar yaitu pariwisata dan hiburan seperti hotel dan pusat perbelanjaan, untuk itu sektor industri mikro maupun makro mulai didukung pemerintah untuk dikembangkan dalam skala yang lebih besar dengan produksi yang lebih banyak, dan jangkauan pasar yang lebih luas
Gambar 3. 1 Perkembangan Startup di Yogyakarta
( sumber : Survey Digital Pelaku Industri Kreatif di Yogyakarta 2014) Sektor industri digital yang menjadi salahsatu sektor yang paling berkembang di tahun 2014 dan 2015 menjadi titik cerah pengembangan industri kreatif di Yogyakarta. Pergerakan sektor digital ini dilakukan oleh pelajar setingkat mahasiswa dan fresh graduate, untuk itu pemilihan lokasi site coworking dipilih di area dengan kriteria yang (1) berada di lokasi mudah dijangkau oleh pelajar di dalam kota dan dari luar proponsi yaitu memiliki kemudahan akses prasarana seperti transportasi umum. (2) lokasi berada dalam jangkauan jaringan internet yang tinggi karena kebutuhan internet akan menjadi faktor utama dalam produktifitas kerja dan 25
menjadi daya tarik bagi para pekerja dijital. Selain itu (3) lokasi dekat dengan area komersil ataupun daerah pengembang karena para investor, konsumen lokal dan pemerhati bisnis dapat mendeteksi segala kegiatan dan produk dari pengguna coworking. Dengan kriteria yang dibutuhkan maka kawasan yang terpilih yaitu kawasan Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
Gambar 3. 2 Lokasi Site (sumber : https://www.google.co.id/maps/place/Yogyakarta, 2015)
3.1. Deskripsi dan Analisis Tapak 3.1.1. Deskripsi Tapak Kawasan Gondomanan menjadi kawasan yang di utamakan dalam pemilihan tapak, dan area tapak yang terpilih berada di Jalan Kartini, Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Area tapak mempunyai luasan : 1439m2 Bentuk tapak yang memanjang di salahsatu sisi dan ber-siku di sisi yang berlawanan.
Gambar 3. 3 Dimensi Site (sumber : analisis penulis diolah dari https://www.google.co.id/maps/place/Yogyakarta, 2015)
26
Gambar 3. 4 Bangunan di Sekitar Site
(sumber : analisa penulis) Tapak berada dekat dengan wilayah Sagan yang menjadi salah satu area komersil di Yogyakarta. Batas tapak area terpilih yaitu: di bagian utara terdapat kawasan perumahan penduduk yang cukup padat. Di bagian barat tapak terdapat Asrama Putri UGM dan kawasan komersial berupa lembaga bimbingan belajar, hotel dan restoran. Pada bagian selatan juga didominasi oleh perumahan penduduk yang tidak terlalu padat dan teratur. Tepat di sisi timur tapak terdapat SMP Muhammadiah 10 dan sisanya adalah rumah penduduk yang cukup padat.
Gambar 3. 5 Kondisi Site
(sumber : dokumentasi penulis) Kondisi sekitar kawasan merupakan gabungan dari area komersial dan sarana pendidikan menjadikan tujuan dari bangunan ini dapat tertunjang secara langsung sebagai kawasan sentral para pelaku industri kreatif untuk bertemu, mengkolaborasikan ide, meningkatkan produksi, learning center, dan menjadi one stop location untuk investor dan pemerintah untuk memperhatikan dan mengembangkan komoditas kreatif di Yogyakarta. 3.1.1.1 Aksesibilitas Akses yang harus ditempuh meuju tapak sangat mudah, dapat melalui Jalan Cik Ditiro dan Jalan Yohannes (Sagan). Tapak sendiri terletak di Jalan Kartini, Gondokusuman yang 27
merupakan jalan sekunder di kawasan heritage Sagan, mempunyai jalan tidak terlalu lebar dan sangat nyaman untuk area pedestrian menuju tapak terpilih.
Gambar 3. 6 Aksesibilitas Site (sumber : analisa penulis)
3.1.1.2 Orientasi Orientasi tapak menghadap kea rah barat daya dan selatan, jalan utama berada pada barat daya bangunan. SIsi timur, utara merupakan sekolah dan rumah penduduk sebagian sisi barat adalah asrama purti dan rumah penduduk.
Gambar 3. 7 Orientasi Site
(sumber : analisa penulis) 3.1.2. Analisis Tapak 3.1.2.1 Iklim Iklim adalah tropis di Yogyakarta. Hampir sebagian besar bulan ditandai dengan curah hujan yang signifikan. Musim kemarau singkat memiliki dampak yang kecil. Iklim di sini
28
diklasifikasikan sebagai Am berdasarkan sistem Köppen-Geiger. Suhu rata-rata tahunan di Yogyakarta adalah 26.4 °C. Presipitasi di sini rata-rata 2157 mm
3.1.2.2 Tanah Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan.
Data tahun 1999
menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan) 3.1.2.3 Vegetasi Vegetasi yang tumbuh di area sekitar tapak merupakan pohon-pohon rindang yang memang bertujuan sebagai peneduh pedestrian. Di sepanjang jalan Kartini dominasi vegetasi sangat besar dan hal ini yang menunjukkan ke-khas an kawasan Gondokusuman.
Gambar 3. 8 Vegetasi di Sekitar Site
( sumber : dokumentasi penulis) 3.1.2.4 Kebisingan Letak site berada pada jalan sekunder, kebisingan yang didapat sangat sedikit. Kondisi tapak merupakan kawasan pemukiman yang lengang dan tidak menimbulkan kebisingan. Coworking ini merupakan bangunan public, diharapkan bangunan ini juga bisa meredam kebisingan yang timbul dari dalam.
29
3.1.2.5 Demografi Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km².
Angka
harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun. 3.1.3. Masalah Tapak Utama yang Akan Diselesaikan 1.
Merespon Aksesibilitas ke Dalam Site Kawasan Gondokusuman ini merupakan kawasan sekunder yang sangat strategis di
Yogyakarta. Namun akses pada site tidak bisa ditempuh secara langsung, dan dengan lokasi site yang berada pada pojok tikungan membutuhkan respon aksesibilitas yang baik agar pengunjung dapat menuju area site dengan jelas 2.
Merespon Insulasi Kebisingan dari Dalam Site Sebagai bangunan public dengan kapasistas yang cukup, interaksi dan kegiatan yang
terjadi dalam bangunan akan cukup besar. Dengan adanya tuntutan peredaman kebisingingan di area padat penduduk ini, maka harus ada respon sebagai insulasi kebisingan dari dalam site kepada konteks sekitar 3.
Merespon Sagan sebagai Kawasan Langgam Heritage Sagan sebagai area yang masih dekat dengan kawasan Kotabaru mempunyai tipe-ptipe
tatanan jalan dan perumahan yang khas. Desain yang baik akan membawa tatanan yang semakin baik pada area sekitar, bukan merusak ke-khas-an yang sudah ada, untuk itu respon desain terhadap konteks sangat perlu dilakukan untuk mewujudkan keselarasan konteks agar tetap harmonis dengan bangunan yang lain.
3.2.
Studi Kasus Coworking merupakan suatu jenis baru dalam bangunan arsitekur yang saat ini semakin
dikembangkan. Studi kasus yang akan diulas merupaka referensi yang pertama terkait dengan bagaimana coworking yang sudah ada, kedua adalah kasus pengaplikasian teori bagaimana coworking dapat meningkatkan interaksi
30
3.3.1. Coworking Hubud, Bali, Indonesia
Gambar 3. 9 Coworking HUBUD, Bali (sumber : dokumentasi TechInAsia, diakses 22/6/2015)
Hubud adalah co-working space pertama di Ubud yang didirikan oleh tiga ekspatriat bernama Peter Wall, John Alderson, dan Steve Munroe. Hubud mempunyai jam operasi 24/7 dan dengan hal tersebut member dapat datang setiap harinya. Co-working space ini juga sering mengadakan acara gratis seperti meetup atau diskusi dengan berkolaborasi dengan berbagai komunitas yang bisa diikuti oleh member. Bagi yang ingin bekerja di Hubud, diwajibkan untuk mendaftar sebagai member dengan biaya yang berbeda-beda, seperti Rp 500.000 untuk 25 jam kerja per bulan atau Rp 2,5 juta untuk satu bulan dengan jam kerja yang tidak terbatas.
Gambar 3. 10 Suasana Coworking Hubud (sumber : dokumentasi http://www.ridho-tijan.com/, diakses 22/6/2015)
Hubud mempunyai desain konsep tempat terbuka yang dikelilingi taman dan dilengkapi dengan fasilitas seperti internet yang cepat, printer, scanner, mesin foto copy, dan ruang seminar. Furniture yang digunakan mempunyai bentuk yang bermacam jenis dan ukuran namun 31
bermaterial alam seperti bambu dan kayu. Beberapa lokasi di area Hubud dibuat di area terbuka agar nyaman digunakan saat pagi hari. Namun ketika siang hari dan suasana mulai panas, tempat ini menyediakan penutup shading atau kerai sebagai penahan panas dan tetap menggunakan angin alami sebagai penghawaan, semua suasana dibuat senatural mungkin. Hubud bali tetap bertahan dengan unsur alam dan konsep tempat terbuka, maka enterpreneur yang melakukan coworking di tempat ini, akan merasa mempunyai rasa percaya diri yang lebih serta akan mengalami kenaikan dalam hal kreatifitas dan produktivitas kerja sehingga mereka akan merasa puas terhadap hasil kerja mereka. Selain itu, dengan konsep terbuka, akan lebih memudahkan hubungan antara enterpreneur satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat menumbuhkan rasa persatuan yang lebih erat karena mereka dapat bekerja sama dalam satu ruangan. 3.3.2. Coworking Hacker Dojo, Silicon Valley
Gambar 3. 11 Hacker Dojo (sumber : http://www.hackerdojo.com/ANewHomeForHackerDojo, diakses 27/6/2015)
Hacker Dojo adalah sebuah coworking dengan penekanan pusat komunitas dan hackerspace di Mountain View, California dengan luasan (1,540m2). Kegiatan yang banyak dilakukan oleh user dari Hacker Dojo adalah pengembangan software, teknologi, biologi, hardware dan manufaktur dan dengan perluasan area pada tahun 2016, aka nada lebih banyak tipe “hacker” yang akan dikembangkan. 3.3.2.1 Sistem Organisasi Organisasi Hacker Dojo diampu oleh lima anggota direksi yang terpilih oleh anggota. Siapa saja yang boleh menjadi anggota, namun direksi menentukan siapa yang akan menjadi 32
klien Hacker Dojo siapa yang akan menjadi instansi dan beberapa pengesahan secara legal. Sebagian direksi lain bertugas untuk mengurus finansial, dimana dalam Hacker Dojo anggota diharuskan untuk melakukan iuran sebersar $195 setiap bulannya. Tetapi Hacker Dojo ini sendiri mempunyai sponshorship dari Microsoft, Google, isocet, Twilio, AMS Dataserfer dan Palantir Technologies sebagai investor dalam ekspansi dan renovasi. 3.3.2.2 Kultur
Gambar 3. 12 Robotics Events
(sumber : dokumentai www.svrobo.com, diakses 22/6/2015) Dojo ini adalah sebuah area kommunal, semua peralatan alat uji, makanan, pantry digunakan untuk bersama. Namun barang-barang pribadi suatu materi uji dapat dilokasikan di loker agar terjaga keamanannya. Setiap member bisa membuat events, namun untuk nonanggota akan dikenakan biaya untuk menbuat acara di Dojo ini. Setiap member mempunyai jam kerja dan aktivitas yang bisa mereka atur sendiri, mereka bebas datang dan pergi. Namun Dojo memiliki pertaturan agar setiap member tetap menghormati dalam hal privasi pribadi, dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan member lain. 3.3.2.3 Konteks dan Fasilitas Hacker Dojo awalnya terletak di 140 South Whisman Jalan di Mountain View, CA. Perluasannya hingga kini sudah dilakukan hingga tiga tahap ke area sekitar, hingga saat ini berada pada keseluruhan jalan Whisman. Untuk menggalang dana, HackerDojo melakukan serangkaian event untuk masyarakat sekitar dan pada 2013 HackerDojo menywea beberapa bangunan lain sebagai kantor cabang. 33
Gambar 3. 13 Communal Space Hacker Dojo
(sumber : www.life-in-the-bay.com/, diakses 22/6/2015) Dalam Hacker Dojo pengguna diharuskan untuk melakukan registrasi terlebih dahulu, dan beberapa keuntungan yang bisa didapat adalah adanya ruang utama untuk coworking, adanya kommunal area, workshop teknologi yang dapat dipakai dan hal lain yang ditawarkan adalan suasanya kekeluargaan yang baik. 3.3.3
Agora Collective
Gambar 3. 14 Agora Collective (sumber : agoracollective.org, 2015)
Gambar 3. 15 Suasana Coworking Agora (sumber : agoracollective.org, 2015)
Agora adalah ruang proyek di Berlin yang mengakomodasi orang dan proyek dengan didasarkan pada filosofi yang mencerminkan nilai-nilai masyarakat yang : beragam , organisasiindividu dan berkenaan dengan hubungan sosial. Agora merupakan coworking yang sangat 34
diminati di Berlin, karena konsep, sistem dan event yang diadakan adalah acara yang berbeda setiap waktunya dan menjadi lokasi networking di Berlin. 3.3.3.1 Sistem Organisasi Agora dikelola oleh pihak swasta di berlin, untuk menggunakan Agora sebagai lokasi kerja coworking ataupun events, seseorang harus membeli summercard layaknya tiket secara online dan datang ke Agora untuk mendaftarkan diri, setelah seorang member mendapat kartu mereka maka member bisa datang dan secara spontan menggunakan lokasi mana yang mereka inginkan. 3.3.3.2 Konsep Konsep dari Agora adalah komunitas dan interaksi. Hal ini diwujudkan dengan desain ruang mereka yang mengadaptasi “Life – Eat – Work – Learn – Enjoy” sehingga berbagai lapisan masyarakat seperti individu, grup, seniman,
anggota worksop, freelancer dapat
mengakomodasi kegiatan mereka sendiri dengan fasilitas yang disediakan yaitu: coworking, dapur bersama, ruang yoga, public garden, restoran, rooftop cinema, art studio. 3.3.3.2 Kultur
Gambar 3. 16 Public Garden
(sumber : www.artberlin.de) Anggota dari Agora tidak terbatas, didukung dengan kommunal area seperti ruang seperti yoga, taman dapat digunakan secara publik, sedangkan coworking, art studio, rooftop cinema digunakan hanya untuk member yang telah mengajukan proposal acara kepada pihak pengelola Agora. Sosial interaksi yang terjadi dalam Agora ditunjang dengan adanya berbagai fasilitas ruang dan event yang diadakan secara berkala
35
3.3.4. Komparasi Kasus Dari hasil studi kasus yang telah dipaparkan, beberapa hal yang dapat dibandingkan antaralain mengenai konsep, organisasi, program dan bagaimana interaksi bisa terwujud dalam sebuah coworking. Komparasi ini nantinya akan dikembangkan kedalam desain. Tabel 3. 1 Komparasi Kasus pada Fungsi
konsep
program zonasi sirkulasi konsep bangunan
Hubud
Hacker Dojo
Agora Collective
Area terbuka sebagai
Ruang bersama
Project space dengan
unsur untuk lebih
sebagai area belakar,
penekanan ineraksi sosial
percaya diri
bereksperimen
dan lingkungan
menyebar
memusat
Menyebar
Dibedakan sesuai
Dibedakan sesuai
Dibedakan sesuai dengan
kegiatan
kebutuhan kapasitas
kegunaan yang berlangsung
dinamis
dinamis
dinamis
natural
fungtional
artsy
strategis
strategis
kurang strategis konteks
tetapi berada di lingkungan nuansa alam yang kental
Furniture/ infrastruktur
Kultur
Movable¸ mempunyai bentuk dan warna
Movable, furniture yang ergonomis namun dengan variasi
natural
warna
Movable, furniture nyaman digunakan dengan warnawarna pastel dan natural
Anggota baru
Anggota baru dapat
Anggota baru bebas dating
diharuskan untuk
datang bebas saat ada
dan menggunakan area
mendaftar
kegiatan atau pelatihan
publik yang ada
Dikelola oleh pihak
Organisasi
Dikelola oleh pihak
dojo, dengan
kepengurusan Hubud
kepengurusan yang
sendiri
berasal dari perwakilan
Dikelola oleh kepengurusan Agora sendiri
anggota (sumber : analisis penulis) 36
3.3.
Kesimpulan Bab Masalah penting yag harus disekesaikan adalah (1) tapak merupakan hal yang sangat
penting bagi sebuah coworking untuk diakses dengan mudah, hal ini diselesaikan dengan pemilihan lokasi pada daerah Sagan, Jalan Kartini yang berada di Kota Yogyakarta sangat strategis untuk dikunjungi dan ditunjang dengan lokasi yang cukup dekat dengan transportasi publik, serta fasilitas komersial seperti restoran dan hotel. Masalah kedua adalah (2) bagaimana mendesain insulasi kebisingan bangunan coworking karena kebutuhan desain disesuaikan dengan tujuan dan visi dari coworking yang ingin memajukan produktifitas para pekerja kreatif dijital di Yogyakarta. Ruang-ruang dan kegiatan yang ada membutuhkan penanganan respon kebisingan pada area sekitar yang masih banyak kawasan rumah penduduk dan area pendidikan. Masalah ketiga yaitu (3) merespon kultur sosial dan kawasan heritage Sagan, lokasi tapak yang berada di kawasan Sagan merupakan lokasi heritage yang berharga, sehingga lokasi tapak dapat disesuaikan dengan merespon desain bangunan sekitar tapak, menghadirkan suasana teduh, peningkatan kenyamanan akan ditunjang dengan adanya pencahayaan, penghawaan dan sirkulasi yang alami. Dari hasil analisa studi kasus dan hasil riset maka konsep yang akan dipakai adalah menghadirkan
ekosistem
interaksi
sebagai
pemicu
inovasi
dan
peningkatan
produktivitas. Tujuan dari konsep tersebut adalah dengan interaksi yang dilakukan oleh antar individu akan terjadi komunikasi dan kolaborasi secara langsung ataupun tidak disadari, hasil dari kolaborasi dan komunikasi inilah yang akan menunjang produktivitas individu maupun grup tersebut. Perwujudan ekosistem interaksi dapat dihadirkan pada ruang-tuang public yang saling mendukung coworking dengan furniture meja yang terkoneksi, area kommunal dapur,area hijau, workshop dan galleri, fasilitas penunjang seperti workshop, studio dan playground.
37
Bab IV Analisis
Gambar 4. 1 Analisis Masalah (sumber : analisa penulis)
4.1.
Analisis Konteks Yogyakarta terhadap Fungsi Coworking Setelah melalui proses riset, observasi, analisis fungsi dan konteks, terdapat keterkaitan
konteks dan fungsi. Coworking space dibuat agar entrepreneur muda dan freelancer dari berbagai industri mempunyai tempat kerja dengan waktu yang fleksibel dan dengan kemudahan akses fasilitas seperti wifi, meeting room, ruang multimedia, common room (ruang untuk bersosialisasi), café, resting room dan fasilitas penunjang lainnya. Sesuai analisis tapak, peletakan bangunan berada di Sagan, Gondomanan, Kota Yogyakarta termasuk kedalam rancangan indisch, sirkulasi jalan dan gaya arsitektural bangunan masih terasa dan dijaga 38
keasliannya. Kawasan Sagan sepertihalnya Kotabaru mempunyai pedestrian hijau dan teduh. Hal ini menjadi nilai lebih pada historical kawasan, dengan adanya coworking diharapkan kawasan ini akan semakin berkembang, dan untuk itu diperlukan desain yang sesuai dengan kawasan heritage Sagan dan juga menjadi masalah pertama yaitu
(1) bagaimana
mewujudkan desain yang dapat merespon heritage kawasan Sagan yang berlanggam heritage Jenis interaksi masyarakat Yogykarta adalah interaksi dan percakapan yang santai dan nyaman dan membuat orang berada berlama-lama di stuatu tempat. Coworking ini ingin mewujudkan bagaimana kebutuhan interaksi dapat ditingkatkan dengan adanya ruang display karya dan area publik event dan menjadi masalah kedua yaitu (2) bagaimana mewujudkan programatik ruang yang saling menunjang interaksi para coworker ataupun netizen 4.2.
Analisis Konteks Yogyakarta terhadap Teori Perilaku Kerja (Working Operational) Setelah melalui proses riset, observasi, analisis fungsi dan konteks, terdapat keterkaitan
konteks dan teori. Dari buku Psychology and Work Today oleh Duane Schultz dan Sydney Ellen Schultz, produktivitas kerja dipengaruhi oleh desain dari ruang dan lingkungan kerja itu sendiri. Ruang terbuka hijau yang akan dimanfaatkan sebagai area interaksi dapat difungsikan sebagai lokasi event outdoor, untuk itu diperlukan pembatas alam seperti pohon-pohon yang mempunyai kesesuaian jenis tanaman pada konteks. Berikut yang menjadi masalah terhadap konteks yaitu (1) bagaimana merespon dan menginsulasi efek kebisingan dari bangunan coworking terhadap lingkungan sekitar. Dalam proses pemilihan tapak diperlukan pertimbangan faktor peningkatan perilaku kerja agar lokasi terpilih mempunyai potensi dari sisi konteks, fleksibilitas maupun user-source dan menjadi masalah kedua yaitu (2) bagaimana tapak terpilih menunjang perilaku produktif pengguna coworking dan masyarakat sekitarnya 4.3.
Analisis Fungsi tehadap Teori Prilaku Kerja (Working Operational) Setelah melalui proses riset, observasi, analisis fungsi dan teori, terdapat keterkaitan
fungsi dan teori. Coworking yang dibutuhkan oleh para entrepreneur kreatif di Yogyakarta adalah lokasi dengan biaya yang murah dan mempunyai sistem akses yang mudah. Untuk mewujudkan hal tersebut salahsatu alternatif desain yang dituangkan dapat berasal dari material yang juga low-cost sepertihalnya ryecyle material dengan penyesuaian warna dan desain yang nyaman. Selain itu, startup merupakan bentuk enterpreneuship yang terbatas dalam hal biaya. Tingkat produktivitas para startup dapat dimotivasi dengan adanya coworking yang dapat digunakan dengan akses 24jam, koneksi wifi secara free dan dengan fasilitas tambahan seperti studio dan virtual office member dengan paket harga yang cukup murah. Dan hal ini yang 39
menjadi masalah pertama yaitu (1) bagaimana menghadirkan akses fasilitas yang low-cost bahkan free, sebagai faktor penunjang produktivitas startup Coworking yang lengkap akan mempunyai programatik ruang dan sirkulasi antar ruang yang fleksibel. Ruang-ruang yang dihadirkan dapat dikategorikan sesuai aksesnya, seperti ruang publik, privat dan semi privat. Ruang publik berada di ruang-ruang yang terletak di entrance seperti lobby receptionis, galleri sebagai ruang pameran karya secara berkala, coworking, area kommunal dan area komersial. Ruang semi privat yaitu pantry, ruang meeting, ruang multimedia, dan studio/workshop. Dan ruang privat adalah rental coworking yang telah disewa oleh suatu komunitas atau tim secara berkala dan secara privat hanya digunakan oleh member tim tersebut. Desain programatik ruang yang sesuai dengan aktivitas kerja dan sesuai dengan kapasitas crowd di suatu area dapat mendukung fungsi, inilah yang diperlukan oleh desain coworking untuk entrepreneur di Yogyakarta. Dengan begitu masalah kedua adalah (2) bagaimana mendesain ruang kerja formal dan ruang kerja informal yang dapat menunjang produktivitas kerja Yogyakarta khas dengan perilaku masyarakatnya yang ramah, santai, namun mempunyai cara berfikir yang inovatif. Hal ini ditunjang dengan banyaknya pelajar di tingkat mahasiswa yang mulai menjadi startup dalam industri kreatif di Yogyakarta. Saat ini, kesan bekerja secara santai namun serius menjadi perilaku kerja yang cocok untuk masyarakat Yogyakarta. Interaksi yang terbangun adalah pemicu motivasi, untuk itu dibutuhkan wadah untuk mempertemukan netizen, mentor dan coworking dalam suatu aktifitas kultur yang menarik, dalam hal inilah yang menjadi masalah ketiga yaitu (3) bagaimana mendesain ruang public event dan ruang display karya yang interaktif dan motivatif
4.4.
Masalah Perancangan yang akan diselesaikan (Kesimpulan Analisis) Dari analisis yang telah dilakukan, maka terdapat permasalahan utama yang harus
diselesaikan dalam perancangan coworking untuk enterpreneur di Yogyakarta yaitu bagaimana mewujudkan programatik dan organisir coworking dengan solusi teori perilaku untuk meningkatkan produktifitas kerja. Terletak pada lokasi jalan sekunder dan area heritage maka bangunan coworking diharapkan dapat menonjolkan konteks sekitar dan Yogyakarta pada umumnya agar komoditas pekerja kreatif di Yogyakarta beramai-ramai menggunakan coworking sebagai alternatif utama kantor dan ruang sosial yang dapat memperluas networking dan meningkatkan produktivitas. 40