BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Epitel mukosa sinonasal terus menerus terpapar dengan udara lingkungan luar di sekitarnya dan secara konstan berinteraksi dengan agen infeksi. Sistem mukosilia yang terdapat pada mukosa sinonasal merupakan suatu sistem proteksi alami mukosa hidung dan sinus paranasalis dari partikel patogen. Fungsi pembersihan dari sistem mukosilia hidung akan membawa partikel patogen yang terperangkap oleh mukus keluar dari hidung dan sinus paranasalis ke arah nasofaring. Gangguan pada sistem mukosilia akan memperpanjang waktu bersihan mukosilia sehingga memudahkan terjadinya kolonisasi bakteri yang menyebabkan saluran pernapasan menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Pasien diabetes melitus memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya infeksi, termasuk rinosinusitis (Gleeson dan Decker, 2006) dan infeksi saluran napas lain (Oliveira-Maul dkk., 2013). Thomsen dan Mor (2012) menyatakan bahwa risiko terjadinya infeksi saluran napas pada pasien diabetes meningkat sebesar 1,25-1,75 kali lipat. Penelitian yang dilakukan oleh Bettegowda dkk. (2014) menunjukkan bahwa 44,87% dari infeksi yang sering terjadi pada pasien diabetes tipe 2 adalah infeksi saluran napas. Sebanyak 29,13% adalah infeksi saluran napas atas dan 15,74% adalah infeksi saluran napas bawah (Bettegowda dkk., 2014).
1
2
Faktor penyebab sistemik dari peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien diabetes melitus adalah gangguan fungsi cell-mediated immunity, gangguan fungsi fagosit dan buruknya vaskularisasi (Powers, 2005). Faktor lokal yang berperan dalam terjadinya infeksi saluran napas adalah gangguan mekanisme pembersihan mukosilia hidung (Jackman dan Kennedy, 2006; Leung dkk., 2014; Patel dan Hwang, 2014) berupa memanjangnya waktu bersihan mukosilia hidung (Yue, 1989; Sachdeva dkk., 1998; Oliveira-Maul dkk., 2013) Waktu bersihan mukosilia hidung dapat dinilai dengan uji sakarin (Ballenger, 2003; Scadding dan Lund, 2004; Deborah dan Prathibha, 2014). Uji sakarin merupakan teknik baku dalam pengukuran waktu bersihan mukosilia hidung (Deborah dan Prathibha, 2014). Uji sakarin merupakan uji yang sederhana, non invasif, mudah dikerjakan dan relatif tidak mahal (Valía dkk., 2008). Rutland seperti dikutip oleh Deborah dan Prathibha (2014) maupun Isern seperti dikutip oleh Valía dkk. (2008) menyatakan bahwa hasil uji sakarin juga cukup reliabel. Penelitian Corbo dkk. (1989) menunjukkan bahwa reprodusibilitas uji sakarin adalah baik dengan nilai koefisien reprodusibilitasnya adalah 0,80. Yue (1989) dalam penelitiannya di Republik Rakyat Cina menemukan bahwa waktu bersihan mukosilia hidung lebih panjang pada pasien diabetes dibandingkan dengan kelompok non diabetes. Penelitian Sachdeva dkk. (1998) di India juga menemukan bahwa waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus lebih panjang dibandingkan dengan orang normal. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien dengan durasi menderita diabetes melitus >10 tahun lebih panjang dibandingkan
3
dengan yang menderita diabetes melitus dengan durasi ≤ 10 tahun. Diduga bahwa hal ini disebabkan karena sudah adanya perubahan struktural pada mukosa hidung yang biasanya terjadi setelah lebih dari 10 tahun menderita diabetes (Sachdeva dkk., 1998). Oliveira-Maul dkk. (2013) dalam penelitiannya di Brazil juga menyatakan bahwa waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien dengan diabetes melitus lebih panjang bila dibandingkan dengan kelompok orang sehat. Memanjangnya waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus diduga disebabkan oleh karena adanya penurunan aktivitas adenosin trifosfatase (ATPase) dan gangguan sintesis ATPase yang diperlukan untuk gerakan silia serta gangguan sintesis nitrogen monoksida atau NO yang diperlukan untuk merangsang gerakan silia (Selimoglu dkk., 1999; Leung dkk., 2014). Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang bertujuan untuk membuktikan apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia hidung pada subjek non diabetes. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia hidung pada subjek non diabetes? 2. Apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi > 10 tahun lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia
4
hidung pada pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi ≤ 10 tahun? 3. Apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk (HbA1c ≥ 7%) lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang baik (HbA1c < 7%)? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Untuk membuktikan apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia hidung pada subjek non diabetes. 1.3.2 1.
Tujuan Khusus Untuk membuktikan apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia hidung pada subjek non diabetes.
2.
Untuk membuktikan apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi > 10 tahun lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan durasi ≤ 10 tahun.
3.
Untuk membuktikan apakah waktu bersihan mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk (HbA1c ≥ 7%) lebih panjang dibandingkan dengan waktu bersihan
5
mukosilia hidung pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang baik (HbA1c < 7%). 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis 1. Menambah pengetahuan tentang gangguan yang dapat ditimbulkan oleh diabetes melitus tipe 2. 2. Menambah pengetahuan tentang predisposisi rinosinusitis pada pasien diabetes melitus tipe 2. 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan advokasi tentang perlunya untuk mengontrol kadar glukosa darah secara optimal pada pasien diabetes melitus tipe 2. 2. Sebagai pertimbangan pemikiran untuk pemberian terapi tambahan berupa melembabkan saluran napas seperti cuci hidung bagi pasien rinosinusitis dengan diabetes melitus sebagai faktor komorbid.