BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan masalah medik dan sosial. Masalah medik yang disebabkan oleh gangguan komunikasi neuron bisa berdampak pada gangguan kognitif dan mental. Dilain pihak obat-obatan anti epilepsi juga bisa berefek terhadap gangguan kognitif dan behavior. Oleh sebab itu pertimbangan untuk pemberian obat yang tepat adalah penting mengingat efek obat yang bertujuan untuk menginhibisi bangkitan listrik tapi juga bisa berefek pada gangguan kognitif dan behavior. Epilepsi terjadi di seluruh dunia, hampir di seluruh daerah tidak kurang dari tiga kejadian tiap 1000 orang. Setiap tahunnya, diantara setiap 100.000 orang akan terdapat 40-70 kasus baru. Epilepsi mempengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia, dan 80% dari mereka tinggal di negara berkembang. Epilepsi lebih sering timbul pada usia anak-anak atau orang tua diatas 65 tahun, namum epilepsi dapat muncul kapan saja. Pada systemic review terkini, angka prevalensi untuk epilepsi aktif bervariasi dari 1,5-14 per 1.000 orang/tahun di Asia, Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sedikit lebih besar kemungkinan terkena epilepsi daripada perempuan.(Meyer dkk, 2010) Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang
Universitas Sumatera Utara
epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0% dan bila jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta maka sekitar 1,5-2 juta orang kemungkinan mengidap epilepsi dan kasus baru sekitar 250.000 pertahun.(Hawari, 2012) Epilepsi diterapi dengan obat-obatan anti epilepsi jangka panjang dimana akan dititrasi hingga berhenti jika minimal selama 2 tahun bebas kejang. Sementara obat anti epilepsi dapat menyebabkan perburukkan kognitif dan gangguan behavior yang nantinya dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.(Eddy dkk, 2011) Kerja obat anti epilepsi (OAE) akan menurunkan irritability neuron dimana mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti penurunan fungsi kognitif dan efek behavior dimana terhadap behavior mungkin memberikan rentang efek mulai dari iritabel dan hiperaktifitas hingga efek psikotropik positif pada mood.(Loring dkk, 2007) Suatu studi yang membandingkan fungsi kognitif antara pasien epilepsi yang belum mendapat terapi dengan kelompok yang telah diterapi selama setahun menemukan bahwa pasien yang telah diterapi obat anti epilepsi (OAE) menunjukkan hasil cognitive perfomance buruk dengan pemeriksaan MMSE Adanya pemburukkan kognitif secara langsung akan mempengaruhi kualitas hidup pasien.(Palanisamy dkk, 2011) Adverse effects obat anti epilepsi dapat mengakibatkan gangguan behavior, dimana yang tersering adalah depresi (phenobarbital, vigabatrin, tiagabine, topiramat); ansietas (lamotrigine, felbamate, levetiracetam).(Marco, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Studi parallel yang dilakukan untuk membandingkan efek kognitif carbamazepine, phenobarbital, phenitoin dan pirimidone pada pasien dengan onset baru epilepsi menemukan tidak konsekuennya pola semua obat anti epilepsi dan sedikit perubahan pada kognitif setelah terapi obat anti epilepsi (OAE). Studi lain yang membandingkan carbamazepine (CBZ) dan valproat acid (VPA) menemukan efek negatif pada kognitif untuk keduanya. Berbeda dengan phenobarbital (PB) bermakna mengakibatkan gangguan kognitif lebih jelek dibandingkan yang lain. Obat anti epilepsi terbaru tampaknya memberikan adverse effect kognitif lebih sedikit seperti gabapentine (GBP), lamotrigine (LTG) dan levetiracetam (LEV) dibandingkan carbamazepine (CBZ) sedangkan topiramat (TPM) menunjukkan asosiasi dengan resiko gangguan kognitif yang lebih besar.(Sung-Pa dkk, 2008) Penelitian Ogunrin Olubunmi dkk di afrika terhadap carbamazepine (CBZ), phenitoin (PHT) dan phenobarbital (PB) menunjukkan bahwa efek obat pada kognitif memperlihatkan pemburukan bermakna pada mental speed dengan pengecualian pada hasil kelompok PHT yang menunjukkan perbaikan pada auditory reaction time; CBZ tidak signifikan mempengaruhi memori verbal. Ketiga obat anti epilepsi tersebut signifikan menurunkan kemampuan atensi pasien. PB menunjukkan skor yang buruk pada memori verbal dan non-verbal.(Olubunmi dkk, 2005) Penelitian yang membandingkan keefektipan beberapa obat anti epilepsi pada 417 orang tua yang berumur ≥ 55 tahun dengan epilepsi, Hi
ba Arif dkk,
menemukan bahwa topiramat (TPM) terbanyak menyebabkan adverse effect terhadap kognitif dan pskiatri; clobazam (CLB), oxcarbazepine (OXC) dan valproat acid (VPA) menyebabkan gangguan psikiatri masing-masing 10-19,9%,
Universitas Sumatera Utara
5-9,9%
dan
2-4,9%
namun
tidak
menyebabkan
pemburukan
kognitif;
carbamazepine (CBZ) tidak menganggu fungsi kognitif dan psikiatri. Secara keseluruhan dari kesepuluh OAE tersebut terhadap 417 sampel menyebabkan pemburukan kognitif 5-9,9% dan gangguan psikiatri 2-4,9%. Dimana pemburukan kognitif yang dilaporkan adalah afasia, konsentrasi rendah, memori buruk, perlambatan psikomotor, perlambatan kognitif, bingung/disorientasi sementara gangguan psikiatri adalah ansietas, iritabel, psikosis, depresi.(Hiba dkk, 2010) Suatu studi kasus kontrol pada pasien-pasien dengan bangkitan onset baru, dibandingkan antara kelompok yang mendapat obat anti epilepsi lebih dari 4 minggu (212 kasus) dengan kelompok tanpa pengobatan (206 kontrol). Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan adverse event profile di antara kelompok kasus dengan monoterapi (valproat acid, carbamazepine,
phenitoin,
levetiracetam,
lamotrigine)
dengan
kelompok
kontrol.(Perucca dkk, 2011) Menurut Christian E. Elger, dkk menulis bahwa obat anti epilepsi menimbulkan adverse effect depresi rendah (carbamazepine, clobazam, felbamate, gabapentine, levetiracetam, lamotrigine, pregabalin, topiramat, valproat acid, zonisamide) dan tinggi (ethosuximide, phenobarbital, phenitoin, tiagabine, vigabatrin); pemburukan kognitif rendah (ethosuximide, felbamate, gabapentine, levetiracetam, lamotrigine, oxcarbazepine, pregabalin, tiagabine, vigabatrin, valproat acid) dan tinggi (carbamazepine, clobazam, phenobarbital, phenitoin, topiramat, zonisamide).(Elger dkk, 2008) Penelitian Ghaydaa tahun 2009 menemukan bahwa pasien epilepsi yang belum diterapi dan mendapat terapi menunjukkan hasil kinerja lebih jelek pada
Universitas Sumatera Utara
kognitif yang berbeda dan tes behavior dibandingkan dengan kelompok kontrol (populasi normal). Pasein yang mendapat terapi obat anti epilepsi mempunyai skor buruk pada memori untuk digit forward and backward, memori jangka pendek. Durasi asupan obat anti epilepsi berhubungan dengan memori objek, memori non-verbal jangka pendek. Pasien epilepsi belum diterapi dan sudah diterapi mempunyai kinerja buruk pada tingkat sama pada tes fungsi behavior. Dosis obat anti epilepsi berkorelasi dengan skor agresi verbal dan non-verbal sedangkan durasi asupan obat anti epilepsi berkorelasi dengan skor agresi nonverbal.(Ghaydaa, 2009) Efek negatif obat anti epilepsi terhadap kognitif seperti phenobarbital dapat
menyebabkan
penurunan
atensi;
carbamazepine
dan
phenitoin
menganggu memori; sedangkan valproat acid paling kecil mempengaruhi kognitif.(Loring dkk, 2004)
I.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior pada pasien epilepsi?
I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan:
Universitas Sumatera Utara
I.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior pada pasien epilepsi.
I.3.2. Tujuan Khusus I.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara jenis obat anti epilepsi dengan kognitif pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik. 1.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara jenis obat anti epilepsi dengan behavior pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik I.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah obat anti epilepsi dengan kognitif pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik. I.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah obat anti epilepsi dengan behavior pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik. I.3.2.5.
Untuk mengetahui hubungan antara durasi konsumsi obat anti epilepsi dengan kognitif pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik.
I.3.2.6.
Untuk mengetahui hubungan antara durasi konsumsi obat anti epilepsi dengan behavior pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik.
I.3.2.7.
Untuk mengetahui karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan), onset dan tipe bangkitan epilepsi, variabel obat anti
Universitas Sumatera Utara
epilepsi (jenis, dosis dan jumlah OAE) pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam Malik Medan.
I.4. HIPOTESIS Terdapat hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior pada pasien epilepsi.
I.5. MANFAAT PENELITIAN I.5.1.
Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuwan tentang hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior pada pasien epilepsi, dimana perlunya pemeriksaan fungsi kognitif dan behavior secara berkala.
I.5.2.
Manfaat penelitian untuk penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior secara farmakologi.
I.5.3.
Manfaat penelitian untuk masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengetahui hubungan antara obat anti epilepsi dengan kognitif dan behavior bisa menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan jenis obat anti epilepsi demi tercapai kualitas hidup penderita yang lebih baik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara