BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible
dimana
kemampuan
tubuh
gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, yang akan menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002). Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Menurut WHO tahun 2002, penyakit ginjal dan saluran kemih telah menduduki peringkat ke-12 yang
tertinggi angka
kematiannya. Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2004 diperkirakan terdapat 16,8 % dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun mengalami penyakit ginjal kronis. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data tahun 1992, yaitu 14,5% (CDC, 2007). Prediksi menyebutkan bahwa pada tahun 2015 tiga juta penduduk dunia perlu menjalani pengobatan pengganti ginjal karena penyakit ginjal terminal atau dengan perkiraan peningkatan 5% per tahunnya (Roesma, 2008 dalam Lubis, 2006). Data dari National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) pada akhir tahun 2009, prevalensi penderita penyakit ginjal stadium akhir di Amerika Serikat yaitu 1.738 penderita per satu juta penduduk dan 370.274 orang diantaranya menjalani hemodialisis
1
2
(Rustina, 2012). Prevalensi penderita penyakit ginjal kronis berdasarkan Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2008 yaitu sekitar 200-250 per satu juta penduduk dan yang menjalani hemodialisis mencapai 2.260 orang. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, dimana pasien hemodialisis pada tahun 2007 berjumlah 2.148 orang (Rustina, 2012). Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Instalasi Pelayanan Dialisis RSUP Sanglah Denpasar yang merupakan rumah sakit rujukan utama wilayah Bali, NTT dan NTB menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan yang signifikan pada jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisis selama enam bulan terakhir (Januari-Agustus 2013). Jumlah pasien yang menjalani hemodialisis di bulan Januari 2013 adalah 365 orang, sedangkan jumlah pasien terakhir yang menjalani hemodialisis secara rutin di bulan Agustus 2013 adalah 403 pasien. Hemodialisis merupakan salah satu penanganan dalam penyakit ginjal kronik stadium akhir, dimana fungsi ginjal dalam pembuangan bahan-bahan toksik uremik diganti dengan kerja mesin dialisis. Hemodialisis umumnya dilakukan dua kali seminggu selama 5 sampai 5,5 jam per sesinya atau tiga kali seminggu selama 4-4,5 jam per sesinya. Pasien dengan penyakit ginjal kronik dapat mempertahankan hidupnya lebih lama dan berkualitas dengan hemodialisis, hemodialisis merupakan pilihan utama saat ini dengan teknik menggunakan mesin yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil serta profesional (Widiana, 2007). Penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis rentan mengalami perubahan dan masalah seperti : masalah fisik, psikologis, sosial maupun finansial. Masalah tersebut
3
disebabkan karena penyakit ginjal sendiri merupakan penyakit yang kronis, sehingga memerlukan waktu pengobatan yang lama dan harus dilakukan secara rutin 2-3 kali per minggu (Nugraha, 2011). Perawatan pasien ginjal kronis yang menjalani hemodialisis tidak hanya difokuskan di rumah sakit, namun sebagian besar pasien dengan penyakit ginjal kronis menerima perawatan berbasis rumah. Selama proses perawatan di rumah, pasien PGK dengan terapi hemodialisis mengalami berbagai perubahan dalam hidupnya. Pasien sering mengalami perubahan tingkah laku, emosional, perubahan dalam peran, citra diri, konsep diri, dan dinamika keluarga. Gangguan fisik yang muncul pada penyakit PGK dengan terapi hemoialisis menjadi hambatan bagi pemenuhan nutrisi. Demikian pula dengan masalah penumpukkan cairan akan menimbulkan gejala yang lebih berat seperti adanya penyakit jantung kongestif dan edema paru (Nugraha, 2011). Komplikasi akut yang dialami pasien saat terapi hemodialisis mencakup hal-hal berikut : hipotensi, emboli udara, nyeri dada, pruritus, gangguan keseimbangan dialisis, kram otot yang nyeri, mual dan muntah (Nugraha, 2011). Perubahan-perubahan yang dialami pasien dengan PGK dengan terapi hemodialisis dapat mengakibatkan penurunan motivasi dalam menjalani pengobatan, seperti : pasien tidak mau melakukan hemodialisis sesuai jadwal, tidak mau membatasi cairan dan diit, tidak mempunyai gairah hidup, pesimis dan mempunyai perasaan yang negative terhadap diri sendiri (Wahyuningsih, 2011).
4
Pasien ginjal kronik dengan terapi hemodialisis sangat memerlukan dukungan sosial, terutama dari keluarga. Keluarga dapat memotivasi agar pasien mematuhi program perawatan dan pengobatan hemodialisis. Sunarni (2009) melaporkan bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien menjalani hemodialisis. Dukungan emosional sangat dibutuhkan oleh pasien hemodialisis, karena dukungan melalui pemberian rasa nyaman, keyakinan, kepedulian, dan kecintaan akan mengakibatkan pasien lebih nyaman dan merasa hidupnya lebih berarti (Juairiani, 2010). Menurut Rambod dan Rafii, 2010 (dalam Nugraha, 2011), dukungan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis, karena terjadi peningkatan ketahanan fisik serta dapat merasakan kepuasan dalam hidupnya. Sebuah keluarga akan mengalami gangguan homeostasis (stabilitas keluarga) ketika seorang anggota keluarganya mengalami penyakit kronis. Penyakit kronis dapat membuat perubahan pada peran dan tanggung jawab keluarga, yang nantinya dapat mengganggu citra diri dan harga diri anggota keluarga tersebut (Lawrence, 2012). Perubahan yang terjadi pada pasien dengan PGK dengan terapi hemodialisis akan mempengaruhi keluarga baik secara ekonomi, perhatian, kebosanan, merasakan beban yang berat dan menganggap hanya keluarga sendiri yang mempunyai permasalahan yang sama (Nugraha, 2010). Dampak yang berlangsung lama akan menyebabkan konflik dalam keluarga, sehingga dapat mengakibatkan stress keluarga dan mengganggu struktur keluarga (Wahyuningsih, 2011). Keluarga yang
5
berperan sebagai caregiver dalam merawat anggota keluarganya dengan penyakit kronis mungkin mengalami lebih banyak tekanan dan beban pada sumber daya emosional, fisik, dan emosional (Thompson, 2009). Keperawatan memandang konsep sehat sakit tidak hanya berfokus pada pasien yang didiagnosa sakit, melainkan berfokus pada pasien dan keluarga sebagai caregiver. Hal ini karena keluarga dipandang sebagai sumber daya kritis dalam menyampaikan pesan-pesan kesehatan (Dion & Betan 2013). Berbagai perubahan yang terjadi pada keluarga juga akan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien penyakit ginjal kronis, karena keluarga merupakan dukungan sosial terbaik yang dimiliki oleh pasien. Usaha dalam mengantisipasi hal tersebut adalah dengan melibatkan peran serta perawat. Perawat memiliki peran penting dalam proses pengkajian mendalam terhadap keluarga pasien yang dipandang sebagai populasi berisiko di komunitas. Pengkajian yang mendalam bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengalaman dan makna hidup keluarga sebagai individu yang subyektif. Hasil pengkajian mendalam dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian intervensi dan implementasi keperawatan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk menggali pengalaman caregiver keluarga dalam merawat pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis dengan menggunakan desain studi fenomenologi. Studi kualitatif mengenai pengalaman caregiver keluarga merawat anggota keluarga yang menjalani terapi hemodialisis akan
6
memunculkan pemahaman yang mendalam tentang pengalaman dan memberikan pemahaman kepada perawat komunitas serta perawat keluarga tentang kebutuhan pasien, sehingga dapat menjadi dasar untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih efektif bagi keluarga.
1.2 Rumusan Masalah “Bagaimana pengalaman keluarga dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman keluarga dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis.
1.3.2 Tujuan Khusus a. Menggali respon psikologis caregiver keluarga dalam merawat pasien PGK dengan hemodialisis b. Menggali pengetahuan caregiver keluarga mengenai PGK c. Menggali pengetahuan caregiver keluarga mengenai hemodialisis d. Mengeksplorasi upaya yang dilakukan caregiver keluarga dalam merawat pasien PGK dengan hemodialisis e. Menggali perubahan yang dialami caregiver keluarga dalam merawat pasien PGK dengan hemodialisis
7
f. Menggali dukungan yang diterima caregiver keluarga dalam merawat pasien PGK dengan hemodialisis g. Mengeksplorasi harapan caregiver keluarga dalam upaya memberikan perawatan pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
acuan
dalam
mengembangkan asuhan keperawatan keluarga dan komunitas. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar memahami respon suatu keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit penyakit ginjal kronis c. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi landasan dalam pengembangan kebijakan program pelayanan kesehatan pada penyakit kronis
1.4.2 Manfaat Praktis a. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengalaman caregiver keluarga pasien penyakit ginjal kronis sehingga, dapat diidentifikasi intervensi keperawatan untuk caregiver agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien PGK yang dirawatnya baik selama perawatan rumah sakit maupun perawatan dirumah.
8
b. Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pendidikan tentang pentingnya peran keluarga selama mendampingi pasien, sehingga dapat dipelajari tentang cara berkomunikasi dan beretika terhadap keluarga dan pasien PGK.