BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas dari sarana transportasi. Seiring dengan beragam dan banyaknya kendaraan bermotor telah menimbulkan semakin padatnya kondisi lalulintas dan resiko yang harus dihadapi. Resiko yang mungkin terjadi pada kendaraan bermotor seperti kecelakaan lalulintas. Oleh karena itu pentingnya asuransi kecelakaan kendaraan bermotor untuk memberi jaminan perlindungan apabila pengguna kendaraan bermotor apabila mengalami resiko dijalan, tetapi masih terdapat anggota masyarakat yang belum memahami peranan asuransi kendaraan bermotor dalam meringankan beban baik kepada korban kecelakaan lalulintas ataupun jaminan kendaraan bermotor itu sendiri. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian, selanjutnya dalam buku ini
1
2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian akan disebut Undang-Undang Bisnis Asuransi.1 Menurut ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Asuransi atau pertanggungan merupakan perjanjian timbal balik, dalam arti suatu perjanjian, dalam mana kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban yang senilai, di mana pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi, yang jumlahnya ditentukan oleh penanggung, sedangkan pihak
1
A. Junaedy Ganie, 2013, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 38.
3
penanggung memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.2 Berdasarkan pengertian asuransi atau pertanggungan di atas dapat diuraikan unsur yuridis dari suatu asuransi atau pertanggungan adalah sebagai berikut : 1. Adanya pihak tertanggung (pihak yang kepentingannya diasuransikan). 2. Adanya pihak penanggung (pihak perusahaan asuransi yang menjamin akan membayar ganti rugi). 3. Adanya perjanjian asuransi (antara penanggung dan tertanggung). 4. Adanya pembayaran premi (oleh tertanggung kepada penanggung). 5. Adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan (yang diderita oleh tertanggung). 6. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.3 Dalam
halnya
asuransi
kendaraan
bermotor
merupakan
suatu
pertanggungan yang memberikan perlindungan kepada pemilik kendaraan bermotor atau pihak-pihak yang berkepentingan atas kendaraan bermotor tersebut yang disebabkan oleh kerugian dan kerusakan fisik atas kendaraan bermotor serta kerugian akibat tanggung gugat yang harus ditanggung oleh pemilik atau yang memiliki kepentingan atas kendaraan itu atau sebab-sebab lainnya yang ditegaskan dalam polis. Menurut Pasal 1 angka 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa:
2
Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Edisi kedua, Cetakan ke-6, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 205. 3 Ibid, h. 203.
4
“Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor. Adapun yang dimaksud kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu”. Secara spesifik juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 74/PMK.010/2007 khususnya Pasal 1 ayat (2): “Asuransi Kendaraan Bermotor adalah produk asuransi kerugian yang melindungi tertanggung dari resiko kerugian yang mungkin timbul sehubungan dengan kepemilikan dan pemakaian kendaraan bermotor”.4 Mengenai perikatan yang terjadi dalam perjanjian asuransi, berhubungan erat dengan Asas subrogasi yang diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH perdata) Buku Ketiga tentang Perikatan bagian satu mengenai pembayaran yang tercantum mulai pada pasal 1400 KUH Perdata, yaitu: “perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang”. Subrogasi terjadi karena pihak ketiga telah membayarkan kepada kreditur hutang debitur, atau pihak ketiga telah meminjami debitur sejumlah apa yang menjadi hutang, guna dibayarkan kepada kreditur. Dengan pembayaran tersebut orang ketiga tadi beralih atau mengambil kedudukan dan hak kreditur semula terhadap debitur untuk nanti menerima pembayaran dari si debitur. Jadi yang terjadi hanya pergantian kreditur. Perjanjian dan isinya tidak berubah. Maksud subrogasi tiada lain dari pada memberi kedudukan yang lebih kuat dan terjamin
4
Ronny Hanitijo Sumitra, 1998, Asuransi Kendaraan Bermotor, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h. 23.
5
kepada pihak yang telah yang telah bersedia membayar hutangnya. Seolah-olah subrogasi tiada lain dari pada pinjaman uang oleh debitur kepada pihak ketiga untuk membayar hutangnya kepada kreditur. Tentu agar pihak ketiga tadi lebih merasa terjamin atas pemberian pinjaman, dialihkanlah hak tuntutan dan kedudukan kreditur semula serta isi perjanjian kepada pihak ketiga. Apa saja yang menjadi hak dan tuntutan kreditur semula terhadap debitur, semua beralih kepada pihak ketiga. Dapat dikatakan “akibat” subrogasi adalah : tuntutan apa saja yang dipunyai kreditur semula, beralih secara keseluruhan kepada pihak ketiga. Dan dengan terjadinya subrogasi, pembayaran kepada kreditur semula benar-benar sudah terlaksana.5 Terkait dengan asas subrogasi tersebut diatas, asuransi kendaraan bermotor memberikan pertanggungan atas kerugian atau berkurangnya nilai secara finansial atas obyek pertanggungan kendaraan bermotor yang disebabkan karena menabrak, ditabrak, dicuri, terbakar, dan tergelincir. Dengan demikian asuransi tentunnya sangat berperan penting dalam aktifitas sehari-hari, mengingat besarnya resiko kecelakaan lalulintas yang terjadi dijalan raya. Seperti halnya tabrakan kendaraan bermotor antara mobil dan sepeda motor, atau motor dengan motor, bahkan mobil dengan mobil yang sering terjadi. Ketika korban pengguna kendaraan bermotor yang dalam hal ini adalah pihak tertanggung mengalami kecelakaan lalulintas meminta klaim asuransi kepada pihak penanggung dalam hal ini perusahaan asuransi yang diikutinya, tentunya merupakan hal yang benar. Namun ketika korban (pihak tertanggung) meminta klaim kepada perusahaan
5
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumi, Bandung, h. 129.
6
asuransi (pihak penanggung) dan juga meminta ganti rugi kepada pihak yang menabraknya maka ini perlu ditinjau lebih jauh dengan melihat ketetntuan pada asas subrogasi yang notabenenya terkait dengan perjanjian asuransi. Berdasarkan dari uraian permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka ditulis skripsi dengan judul: “Pengaturan Asas Subrogasi Dalam Perjanjian Asuransi Terhadap Klaim Ganti Rugi Kecelakaan Kendaraan Bermotor”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan asas subrogasi dalam perjanjian asuransi terhadap klaim ganti rugi kecelakaan kendaraan bermotor? 2. Bagaimankah akibat hukum jika terjadi pelanggaran asas subrogasi dalam perjanjian asuransi terhadap klaim ganti rugi kecelakaan kendaraan bermotor?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Untuk lebih terarahnya tulisan ini perlu kiranya diadakan pembatasan
terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka pokok pembahasan disini adalah mengenai akibat hukum jika terjadi klaim asuransi yang diajukan kepada kedua belah pihak dan tanggung jawab atas permohonan klaim asuransi yang melanggar asas subrogasi.
7
1.4
Orisinalitas Penulisan Skripsi ini merupakan karya tulis asli penulis yang kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Orisinalitas dari skripsi ini dapat dilihat dan dibandingkan perbedaannya dengan skripsi terdahulu yang sejenis, yaitu sebagai berikut. No.
1.
Judul Skripsi
Penulis
Titik Pembahasan
Hak Subrogasi Perusahaan Asuransi Terhadap Kendaraan Yang Diasuransikan
Reza Mukti Wijaya, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013.
1. Bagaimanakah tanggung jawab perusahaan asuransi atas hak subrogasi terhadap kerugian tertanggung yang timbul akibat kesalahan pihak ketiga. 2. Bagaimana bentuk perlindungan terhadap pihak asuransi atas pihak tertanggung yang melanggar hak subrogasi dengan meminta ganti rugi terhadap pihak asuransi dan pihak ketiga.
2.
Pelaksanaan Prinsip Subrogasi Atas Resiko Yang Terjadi Terhadap Kendaraan Bermotor Pada PT Asuransi Sinar Mas Cabang Bali
Fitria Trie Maytasari Anindya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2014.
1.Bagaimanakah pelaksanaan pemberian gantirugi yang diberikanoleh PT. Asuransi Sinar Mas cabang Bali dalam hal kejadian/resiko kerugian yang terjadi kepada pemegang polis kendaraan bermotor. 2.
Bagaimanakah kedudukan tertanggung dalam pelaksanaan prinsip subrogasi pada PT. Asuransi Sinar Mas cabang Bali terkait dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang diasuransikan.
8
Sedangkan skripsi yang penulis angkat. 1) Pengaturan Asas Subrogasi Dalam Perjanjian Asuransi Terhadap Klaim Ganti Rugi Kecelakaan Kendaraan Bermotor 2) Penulis
: Hima Dwi Hapsari
3) Tempat
: Fakultas Hukum Universitas Udayana
4) Tahun
: 2015
Indikator pembeda yang dapat penulis uraikan dapat dilihat darititik permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut. 1) Pokok bahasan pertama mencakup asas subrogasi mengenai peraturan yang mengatur mengenai pengaturan asas subrogasi dalam perjanjian asuransi terhadap klaim ganti rugi kecelakaan kendaraan bermotor. 2) Pokok bahasan kedua mencakup akibat hukum dari pelanggaran asas subrogasi dalam perjanjian asuransi terhadap klaim ganti rugi kecelakaan kendaraan bermotor.
1.5 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1
Tujuan umum. a. Untuk mengetahui beberapa peraturan mengenai pengaturan asas subrogasi terhadap klaim asuransi ganti kerugian. b. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum jika terjadi pelanggaran asas subrogasi dalam perjanjian asuransi terhadap klaim ganti kerugian.
9
1.5.2
Tujuan khusus. a. Untuk memahami beberapa peraturan mengenai pengaturan asas subrogasi terhadap klaim asuransi ganti kerugian kecelakaan kendaraan bermotor. b. Untuk memahami bagaimana akibat hukum jika terjadi pelanggaran asas subrogasi dalam perjanjian asuransi terhadap klaim ganti rugi kecelakaan kendaraan bermotor.
1.6
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dapat diklaasifikasikan atas dua hal, baik
yang bersifat teoritis maupun praktis, yaitu: 1.6.1
Manfaat teoritis a. Memperdalam pengetahuan dan menambah wawasan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum asuransi khususnya asuransi kecelakaan kendaraan bermotor. b. Dapat memberikan bahan masukan dan referensi bagi penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. c. Dapat menemukan prinsip-prinsip, asas-asas, konsep-konsep, dalam rangka perjanjian asuransi.
1.6.2
Manfaat praktis a. Melatih diri dalam mengemukakan pendapat dan saran terhadap suatu permasalahan atau peristiwa hukum.
10
b.
Sebagai masukan kepada pembaca mengenai pengaturan asas subrogasi jika terjadi kecelakaan kendaraan bermotor untuk selanjutnya.
1.7
Landasan Teoritis Guna menunjang penulisan ini sesuai dengan permasalahannya sehingga
dapat diwujudkan sebagai suatu karya tulis, sebagai landasan teoritis dari pembahasan permasalahan yang telah dirumuskan berpedoman pada literaturliteratur, peraturan perundang-undangan dan pendapat para sarjana yang menyangkut tentang perikatan maupun perjanjian-perjanjian. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang merupakan prinsip dasar asuransi atau pertanggungan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (Insurable Interest) Prinsip kepentingan yang bisa diasuransikan atau dipertanggungkan ini terkandung dalam ketentuan Pasal 250 KUH Dagang yang pada intinya menentukan bahwa agar suatu perjanjian asuransi dapat dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah merupakan suatu kepentingan yang dapat diasuransikan, yakni kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Dengan perkataan lain, menurut asas ini seseorang boleh mengasuransikan barang-barang apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan.
11
2. Prinsip keterbukaan (utmost good faith) Prinsip keterbukaan (utmost good faith) ini terkandung dalam ketentuan Pasal 251 KUH Dagang yang pada intinya menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari itikad baik. 3. Prinsip indemnity Prinsip indemnity terkandung dalam ketentuan Pasal 252 dan Pasal 253 KUH Dagang. Menurut prinsip indemnity bahwa yang menjadi dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi atau pertanggungan. Dengan perkataan lain, inti dari prinsip indemnity adalah seimbang, yakni seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugiannya. 4. Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung Prinsip subrograsi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 KUH Dagang yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar prinsip indemnity, maka si tertanggung tak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud.6
6
Abdul R. Saliman, op.cit., h. 204.
12
Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian terdapat asuransi kebakaran, asuransi kehilangan dan kerusakan, asuransi laut, asuransi pengangkutan, asuransi kredit. Sedangkan asuransi jiwa terdapat asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan dan asuransi jiwa kredit. Di dalam KUH Dagang, asas ini secara tegas diatur dalam Pasal 284 : Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut ; dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu. Asas subrogasi bagi penanggung, seperti diatur pada Pasal 284 KUH Dagang tersebut di atas adalah suatu asas yang merupakan konsekuensi logis dari asas indemnitas. Mengingat tujuan perjanjian asuransi itu adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung, karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan, artinya tertanggung disamping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga (meskipun ada alasan hak untuk itu). Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan undang-undang, Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut : a. Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.
13
b. Hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian.7 Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benarbenar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatknya. Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, namun diantara mereka tidak terdapat suatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang-undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian tersebut. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut : 1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan. 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian). 3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut : 1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. 2. Tanggung jawab berdasarkan praduga.
7
H.M.N. Purwosutjipto, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia VI; Hukum Pertanggungan, Djambatan, Jakarta, h. 114.
14
3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUH Perdata. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak disengaja atau karena lalai. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1366 KUH Perdata, bahwa “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum ini merupakan tanggung jawab perbuatan melawan hukum secara langsung.8
1.8
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam
penelitian. Menurut Peter R. Senn, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematis.9 Metode juga dapat diartikan sebagai teknik dan prosedur pengamatan dan percobaan yang menyelidiki dalam yang digunakan oleh ilmuwan untuk mengolah fakta-fakta, data, dan penafsirannya sesuai dengan asas-asas dan aturanaturan tertentu. Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. Penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan fondasi terhadap setiap tindakan dan pengambilan
8
Ilham Arisaputra, 2014, Teori Pertanggungjawaban dan Bentuk-Bentuk Pertanggungjawaban Hukum, URL : http//www.ilhamarisaputra.com/?p=126, diakses tanggal 16 November 2014. 9 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 3.
15
keputusan dalam segala aspek. Metode penelitian ini meliputi, jenis penelitian, jenis pendekatan, sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, dan teknik analisis bahan hukum. Berikut uraiannya : 1.8.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, artinya jenis penelitian terhadap suatu masalah yang akan dilihat dari aspek hukumnya, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, maupun doktrin-doktrin hokum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.10 1.8.2 Jenis pendekatan Pembahasan dalam penelitian ini akan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang akan dibahas. Pendekatan konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum, seperti sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan sebagainya.11
10
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h.35. Ibid, h. 92.
11
16
1.8.3 Sumber bahan hukum Pada penelitian hukum normatif, sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan hokum tersebut terdiri atas peraturan perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam suatu peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.12 Penelitian menggunakan bahan hukum primer dapat berupa asas-asas hukum, prinsip hukum, dan kaidah hukum yang merupakan bukanlah peraturan hukum berbentuk konkrit, selanjutnya bentuk hukum konkrit yang terwujud dalam peraturan perundangundangan terkait yakni sebagai berikut : a.) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata); b.) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD); c.) Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian; d.) Peraturan Menteri Keuangan (PMK); e.) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; f.) Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia.
12
H. Zainudin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, SinarGrafika, Jakarta, h.47.
17
b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang, yang terdiri atas buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, kamuskamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan hakim.13 1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini ditelusuri dengan teknik sistem kartu atau card system. Teknik ini dimulai dengan mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, baik itu dengan menganalisa buku-buku hukum, tulisan hukum di internet, makalah jurnal, jurnal hukum, dan semua bahan hukum yang relevan dengan objek penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan mencatat poin-poin pokok pikiran dari bahan-bahan tersebut dalam kartukartu yang telah dibuat sedemikian rupa dan diklasifikasikan berdasar pada pembahasan masing-masing, sehingga memudahkan dalam proses pengerjaan penelitian. 1.8.5 Teknik analisis bahan hukum. Setelah bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder terkumpul selanjutnya dianalisa. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi, yakni menguraikan dan menghubungkannya dengan teoriteori atau literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan.
13
Ibid, hal. 54.