BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, hampir semua aspek kehidupan di masyarat Indonesia ini sudah ada aturan hukum yang mengaturnya. Hukum diciptakan tidak hanya untuk mengatur tingkah laku masyarakat saja, namun juga untuk melindungi. Inilah yang kemudian sering disebut dengan
perlindungan
hukum.
Salah
satu
yang
perlu
mendapat
perlindungan hukum di Indonesia adalah profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah yang lebih dikenal dengan singkatannya yaitu PPAT. Ada beberapa peraturan yang mengatur tentang PPAT diantaranya yaitu, pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;keduaPeraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998; ketiga Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Seperti yang diamanatkan oleh Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 bahwa tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang selanjutnya disebut PPAT yaitu untuk melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta otentik sebagai 1
2
bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum tersebut. Akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta para pihak (partij acte) yang artinya bahwa dasar pembuatan akta tersebut adalah berdasarkan keterangan dan data-data yang diberikan oleh para pihak, sehingga PPAT tidak bertanggung jawab selain yang disampaikan oleh para pihak kepadanya. Pada era globaisasi dewasa ini para pemangku jabatan PPAT terkadang mengalami
permasalahan
hukum
yang
membuatnya
menjalani
pemeriksaan di pengadilan.Hal tersebut ada yang disebabkan karena kelalaian PPAT itu sendiri maupun disebabkan oleh pihak-pihak yang dengan sengaja ingin menguntungkan diri sendiri, dengan sedemikian rupa menghalalkan segala cara sehingga menyeret PPAT ke meja hijau. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah kasus yang dialami oleh Notaris/PPAT Silviani Tri Budi Esti, S.H. dengan daerah kerja Kota Surakarta, yang kasusnya telah sampai pada pengadilan dan telah diputus dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap nomor 83/Pdt.G/2011/PN. Ska. Dimana dalam kasus tersebut Notaris/PPAT Silviani Tri Budi Esti S.H. adalah selaku PPAT Penerima Protokol dari PPAT Drs. Wongsoatmojo yang telah meninggal dunia. Kasus tersebut bermula ketika PPAT Drs. Wongsoatmojo ketika masih hidup dan menjalankan jabatannya membuat Akta Jual Beli atas lima bidang tanah
3
yang terletak di Kismorejo RT 01 RW 10, Mojosongo, Surakarta 1 pada tahun 1991-1992, dengan pembeli yaitu Tuan APS seorang Rohaniwan Katholik yang juga selaku Penggugat dalam kasus tersebut. Pelaksanaan jual beli dan balik nama kelima sertipikat tersebut kepengurusannya diserahkan kepada Bapak Reso dan Bapak Suparno
yang salah satu
diantaranya pada waktu itu selaku Lurah Mojosongo untuk mengurusnya sampai selesai balik nama sertipikat hak milik atas nama penggugat 2 karena penggugat berada di luar kota untuk waktu yang lama. Ternyata dalam mengurus jual beli dan balik nama tersebut terjadi kekeliruan dalam pembuatan identitas KTP Penggugat oleh petugas Kelurahan Mojosongo yaitu dengan menyebut bahwa Penggugat telah kawin padahal Penggugat adalah seorang Rohaniwan Katholik yang tidak kawin sehingga tidak memiliki isteri.3 Sementara itu orang yang diserahi untuk mengurus jual beli dan balik nama ketika itu yaitu Bapak Reso dan Bapak Suparno telah meninggal dunia, 4 begitu pula dengan PPAT yang membuat Jual Beli tersebut yaitu Drs. Wongsoatmojo. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa tanggung jawab akta PPAT melekat pada PPAT yang membuatnya seumur hidup, bukan pada PPAT penerima protokol. PPAT penerima protokol hanya berwenang untuk menyimpan dan mengeluarkan salinan. Di dalam Putusan Nomor 83/Pdt.G/2011/PN.SKA menggambarkan bahwa PPAT penerima protokol
1
Putusan Nomor: 83/Pdt.G/2011/PN.Ska.,hlm. 2. Ibid, hlm. 3. 3 Ibid, hlm. 3-4 4 Ibid, hlm. 4. 2
4
tidak mendapatkan perlindungan hukum, karena dalam putusan tersebut mejelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Dalam putusan tersebut majelis hakim menyatakan bahwa penerbitan kelima sertipikat Hak Milik di bawah ini cacat hukum, yaitu : 1.
2.
3.
4.
5.
Tanah Sertipikat Hak Milik No. 2891/Mojosongo, seluas 450 m2 , Akta Jual Beli tanggal 6-7-1992 No. 404/Jebres/1992 atas nama APS suami Ny. Maria Lena Susanti; Tanah Sertipikat Hak Milik No. 2892/Mojosongo, seluas 637 m2, Akta Jual Beli tanggal 3-6-1991 No. 279/Jebres/1991 atas nama APS suami Ny. Susanti; Tanah Sertipikat Hak Milik No. 2916/Mojosongo, seluas 320 m2, Akta Jual Beli tanggal 6-7-1992 No. 403/Jebres/1992 atas nama APS suami Ny. Maria Lena Susanti; Tanah Sertipikat Hak Milik No. 2941/Mojosongo, seluas 360 m2, Akta Jual Beli tanggal 20-5-1992 No. 282/Jebres/1992 atas nama APS suami Ny. Maria Lena Susanti; dan Tanah Sertipikat Hak Milik No. 2935/Mojosongo, seluas 400 m2, Akta Jual Beli tanggal 20-5-1992 No. 281/Jebres/1992 atas nama APS suami Ny. Maria Lena Susanti. 5
Selain itu, dalam putusan tersebut majelis hakim juga memerintahkan Tergugat II (Silviani Tri Budi Esti, S.H.) dan Turut Tergugat (Kantor Pertanahan Kota Surakarta yang selanjutnya disebut Kantah Surakarta) untuk mencoret kelima sertipikat tanah Hak Milik tersebut dan memerintahkan Tergugat II dan Turut Tergugat merubah penyebutan pemegang Hak Milik kelima sertipikat tersebut menjadi atas nama APS. Apakah seorang PPAT penerima protokol seperti Silviani Tri Budi Esti berwenang untuk melaksanakan putusan hakim yaitu untuk mencoret dan merubah kelima sertipikat tanah Hak Milik tersebut menjadi atas nama APS. Inilah yang menjadi perhatian penulis untuk meneliti hal tersebut.
5
Ibid, hlm. 25.
5
Sepengetahuan penulis belum ada aturan yang mengatur mengenai perlindungan hukum bagi PPAT penerima protokol. Sehubungan dengan yang telah dipaparkan di atas dan dan seiring dengan bertambah kritisnya masyarakat Indonesia serta meningkatnya kesadaran hukum maka dalam pelaksanaan jabatan PPAT perlu perlindungan hukum bagi PPAT. Demikian halnya juga bagi PPAT penerima Protokol atas protokol yang diterimanya dari PPAT pemberi Protokol. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, maka berkaitan dengan hal tersebut beberapa yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Penerima Protokol dalam studi kasus Putusan Nomor 83/Pdt.G/2011/PN.SKA ? 2. Bagaimanakah peran Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) dalam memberikan dalam memberikan perlindunganterhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Penerima Protokol ? C. Keaslian Penulisan Dari hasil pengamatan penulis berdasarkan penelusuran ke berbagai media yang ada, baik pengamatan data kepustakaan maupun media internet, penulisan mengenai : “Perlindungan Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Penerima Protokol (Studi Kasus Putusan Nomor
6
83/Pdt.G/2011/PN.SKA)”ini sepanjang pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan. Apabila suatu saat terdapat penulis sebelumnya yang telah meneliti maka hasil penulisan ini sebagai pelengkap dari penulisan sebelumnya. Walaupun demikian, sejauh pengamatan penulis terhadap hasil penulisan-penulisan ilmiah/tesis terdahulu yang telah dipublikasikan, dijumpai beberapa karya ilmiah/tesis yang materi penulisannya dengan tema yang serupa dengan penulisan ini, tetapi di dalamnya tidak terdapat kemiripan. Di luar itu semua penulis menjadikan hasil penulisan-penulisan tersebut sebagai bahan pertimbangan atau inspirasi dalam melaksanakan penulisan ini. Adapun hasil penulisan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penulisan yang dilakukan oleh Hersa Krisna Muslim 6 tahun 2012 tentang “Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah “Pura-Pura” (Schijn Handeling):
Studi
Kasus
Putusan
Perkara
Perdata
Nomor
08/Pdt.G/2009.PN.BTL”. Ada dua inti permasalahan yang diangkat di dalam penulisan tersebut. Pertama,bagaimana akibat hukum jual beli hak atas tanah “pura-pura”. Kedua,bagaimana bentuk tanggungjawab PPAT apabila akta jual beli yang dibuatnya terdapat unsur jual beli “pura-pura”. Hasil dari penulisan tersebut yaitu, pertama,akibat hukum jual beli hak atas tanah “pura-pura” dimana dalam kasus
6
Hersa Krisna Muslim, “Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah “Pura-Pura” (Schijn Handeling): Studi Kasus Putusan Perkara Perdata Nomor 08/Pdt.G/2009.PN.BTL.”,Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2012.
7
tesebut tidak ada pembayaran harga sebagaimana tertulis dalam akta jual beli adalah batal demi hukum. Kedua, bentuk tanggung jawab PPAT apabila akta jual beli yang dibuatnya terdapat unsur jual beli pura-pura yaitu PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, perdata, maupun pidana, karena inisiatif atau kehendak untuk membuat akta, berikut keterangan yang ditulis dalam akta berasal dari orang yang menyuruh memasukkan, bukan dari PPAT dan PPAT tidak mengetahui keterangan para pihak ternyata tidak sesuai dengan kebenaran materiil. 2. Penulisan
yang
dilakukan
oleh
Walinono 7
“Wewenang dan
Tanggungjawab Notaris Penerima Protokol Akta Notaris di Kota Makassar”. Ada dua inti permasalahan yang diangkat di dalam penulisan tersebut. Pertama, Bagaimana pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab Notaris penerima protokol akta Notaris dan implikasi hukumnya.
Kedua,
Bagaimana
bentuk-bentuk
penyalahgunaan
wewenang dan tanggungjawab Notaris penerima protokol akta Notaris. Hasil dari penulisan tersebut yaitu, pertama, pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab Notaris penerima protokol akta Notaris dan implikasi hukumnya belum optimal karena Notaris penerima protokol hanya berwenang membuat salinan kedua (copy collectione) berdasarkan minuta akta yang diterimanya dan sebaliknya jika minuta akta tidak ada maka Notaris tidak dapat membuat salinan 7
Walinono, “Wewenang dan Tanggungjawab NotarisPenerima Protokol Akta Notaris Di Kota Makassar”,Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2009.
8
kedua (copy collectione) sedangkan tanggung jawabnya hanya menjaga
dan
memelihara
minuta
akta.Kedua,
bentuk-bentuk
penyalahgunaaan wewenang dan tanggung- jawab Notaris penerima protokol akta Notaris masih terjadi ialah merubah isi dari minuta akta, memperlihatkan isi minuta yang tidak berhak dan mengelurakan salinan kedua diberikan yang tidak berhak menerimanya. Perbedaan penulisan di atas dengan penulisan yang akan dilakukan oleh penulis yaitu terletak pada permasalahan yang diangkat oleh penulis, dalam penulisan ini penulis melakukan penulisan mengenai perlindungan hukum PPAT penerima protokol dalam studi kasus putusan pengadilan nomor 83/Pdt.G/2011/PN.SKA. Perbedaan lainnya yaitu dalam penulisan ini penulis akan meneliti mengenai peran Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) dalam memberikan perlindungan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Penerima Protokol. D. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan yang dilakukan oleh penulis dengan judul Perlindungan Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Penerima Protokol (studi kasus Putusan Nomor 83/Pdt.G/2011/PN.SKA) adalah: 1. Untuk mengetahui, perlindungan hukum bagi PPAT penerima protokol dalam studi kasus Putusan Nomor 83/Pdt.G/2011/PN.SKA. 2. Untuk mengetahui, peran Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) dalam memberikan perlindungan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Penerima Protokol.
9
E. Manfaat Penulisan Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Manfaat Teoritis Sebagai karya tulis yang bersifat akademik guna menggapai derajat jenjang strata dua di Program Studi Magster Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, karya tulis ini diharapkan juga mempunyai kontribusi positif yang baik bagi mahasiswa, dosen, kalangan PPAT, aparatur instansi pemerintah yang berhubungan dengan pengurusan hak atas tanah, maupun bagi masyarakat luas, dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu serta pengetahuan tentang hukum pertanahan khususnya mengenali perlindungan hukum bagi PPAT Penerima Protokol. Selain itu penulis berharap karya tulis ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan Penulisan karya tulis selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penulisan karya tulis ini diharapkan dapat terbaca secara luas dan hasil penulisan dapat diaplikasikan dalam praktek khususnya bagi kalangan PPAT, aparatur instansi pemrintahan, maupun masyarakat pada umumnya.