BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu aspek yang penting bagi kehidupan manusia.
Dengan adanya bahasa kita mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Bahasa secara linguistik didefinisikan sebagai penggunaan cara yang terorganisasi
dari pengombinasian kata-kata
untuk
berkomunikasi
(Sternberg,2008). Bahasa bisa dianalisa dalam berbagai bentuk struktur dasar yaitu dari segi phoneme (sistem suara), morpheme (peran dari pembentukan kata), lexicon (kosakata), syntax, semantic dan pragmatic (Carrol,2004). Kosakata merupakan struktur dasar bahasa. Dalam komunikasi melalui bahasa, kosakata merupakan unsur yang penting. Salah satu bahasa yang memiliki perbendaharaan
kosakata
yang
cukup
banyak
adalah
bahasa
Inggris
(Harmer,2003). Bahasa Inggris merupakan bahasa kedua atau bahasa resmi di banyak negara di dunia termasuk sebagian negara-negara di Asia, dengan jumlah pemakai keseluruhan mencapai kurang lebih 390 juta orang (Elsjelyn,2010). Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan untuk mengusai bahasa Inggris, terutama para intelektual dan calon intelektual (mahasiswa dan pelajar), tampak semakin nyata. Di Indonesia mata bahasa Inggris sudah diajarkan sejak jenjang pendidikan sekolah dasar. Hal ini tertuang dalam SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 yang menjelaskan mengenai program bahasa Inggris sebagai mata pelajaran 1
2
muatan lokal SD, dan dapat dimulai pada kelas 4 SD (Suyanto,2005). Bahkan saat ini, beberapa sekolah yang mapan mulai memberikan pelajaran bahasa Inggris kepada para siswanya sejak mereka duduk di kelas 1 sekolah dasar. Dalam pendidikan sekolah dasar (SD) tujuan utama pembelajaran bahasa Inggris adalah agar siswa dapat membaca, menyimak, melafalkan, dan menulis sejumlah kosakata dan keterampilan fungsional dalam kalimat dan ujaran bahasa Inggris sederhana yang berhubungan dengan lingkungan siswa, sekolah, dan sekitarnya (Kurikulum,2006). Namun, fenomena yang terjadi saat ini, sistem pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar masih mengalami kendala dan tidak sesuai dengan tujuan kompetensi yang diinginkan sehingga memicu wacana pada pemerintah mengenai penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris dari kurikulum pendidikan sekolah dasar. Menurut Retno Listryarti Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (dalam Republika, Oktober 2012) menyatakan bahwa wacana pemerintah untuk menghapuskan mata pelajaran bahasa Inggris dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar
bukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan
pembenahan kurikulum sekolah dasar, mata pelajaran bahasa Inggris yang diajarkan pada siswa sekolah dasar selama ini memang cenderung mengajarkan kepada struktural atau grammar bahasa Inggris sedangkan tujuan kurilkulum mempelajari bahasa Inggris pada siswa sekolah dasar lebih menekankan kepada kemampuan memiliki perbendaharaan kosakata untuk berkomunikasi atau minimal pengetahuan kata-kata bukan membuat kalimat apalagi kalau kalimatnya susah, jadi bahasa Inggris itu penting itu diajarkan sejak dini untuk membangun
3
sikap komunikasi dan percaya diri pada anak terutama dalam menghadapi era globalisasi saat ini. Berdasarkan hasil nilai rata-rata mata pelajaran yang diperoleh peneliti dari beberapa sekolah dasar di kota Medan ditemukan bahwa beberapa mata pelajaran memiliki nilai rata-rata lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya dan hal ini terjadi pada siswa pada siswa kelas 4. Berikut nilai rata-rata mata pelajaran pada semester I kelas 4 dari beberapa sekolah dasar kota Medan: Tabel 1. Hasil Belajar Sekolah Negeri A Semester I T.A 2012/2013 Kelas
4
MATA PELAJARAN SISWA AGA MA
PKN
B.IN D
MAT
IPA
IPS
SBK
PENJ AS
B.ING GRIS
78.7
80.3
76.3
76.9
79.4
80.4
80.1
80.4
74.3
Tabel 2. Hasil Belajar Sekolah Swasta B Semester I T.A 2012/2013 Kelas
4
MATA PELAJARAN SISWA PKN
B.IND
MAT
IPA
IPS
SBK
PENJ AS
B.ING GRIS
79
83
79
77.8
79.2
76.2
79.4
74.5
Hasil nilai rata-rata siswa kelas 4 dari beberapa sekolah dasar diatas menunjukkan bahwa terdapat beberapa nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lain terutama pada mata pelajaran bahasa Inggris. Nilai rata-rata yang rendah dalam mata pelajaran bahasa Inggris pada siswa kelas 4 menunjukkan bahwa terdapat permasalahan maupun kendala yang diperoleh siswa di tingkat kelas tersebut.
4
Hasil wawancara dengan beberapa guru pengampu mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar yang merespon bahwa permasalahan penurunan nilai bahasa Inggris kerap terjadi pada siswa sekolah kelas 4 pada beberapa sekolah dasar negeri dan swasta di kota Medan. Berikut hasil wawancara personal dengan beberapa guru pengampu mata pelajaran bahasa Inggris pada siswa sekolah dasar : “Kemampuan siswa dalam mata pelajaran bahasa Inggris mengalami penurunan setiap tahunnya. Siswa sulit untuk mengikuti pelajaran bahasa Inggris yang saya berikan. Banyak sebenarnya faktor yang mempengaruhi kemampuan mereka dalam bahasa Inggris salah satunya yah karena kurangnya perbendaharaaan kosakata mereka. Buku pelajaran bahasa Inggris rata-rata sudah memperkenalkan kosakata bahasa Inggris sejak kelas satu, jadi semakin tinggi kelasnya siswa dituntut untuk sudah menguasai kosakata sebelumnya sehingga mempermudah mereka belajar bahasa Inggris tapi kenyataannya yah mereka malesan-malesan dan terus merasa sulit mengahapalnya. Sehingga hasilnya ketika ujian atau pun ada tugas rumah mereka jadi sulit mengerjakannya dengan baik karena mereka harus mengetahui lagi kosakata dalam soal tersebut, padahal kosakata tersebut sudah saya ajarkan dikelas. Hal ini sering terjadi mulai kelas 3 hingga kelas 6 sekolah dasar. Pak Y SDPN Medan (Komunikasi Personal, 15 Juni 2012) “Sejak saya mengajar mata pelajaran bahasa Inggris untuk tingkat sekolah dasar, saya menemukan beberapa permasalahan terutama dalam meningkatkan kemauan siswa untuk menyukai bahasa Inggris tapi selalu saja siswa merasa sulit dan mengatakan bahwa bahasa Inggris adalah pelajaran yang tidak mudah terutama saat saya memperkenalkan berbagai perbendaharaan kosakata baru. Kosakata bahasa Inggris yang kerap saya berikan kepada siswa dianggap siswa sebagai hal yang sulit dikarenakan mereka harus menghapal kosakata bahasa Inggris dengan pronouncation yang berbeda dalam setiap kata dan juga mengingat arti setiap kata guna membantu mereka berbicara.Permasalahan ini malah saya temukan di jenjang kelas yang semakin tinggi yaitu mulai siswa kelas 4 hingga kelas 6 yang malah kewalahan dan semakin menurun keinginannya mempelajarai bahasa Inggris, sebenarnya jika menurut kurikulum pelajaran bahasa Inggris tidak harus diperkenalkan sejak kelas 1 sekolah dasar namun yang saya temukan siswa kelas 1 atau kelas 2 memiliki kemauan yang tinggi untuk mempelajari bahasa Inggris dibanding kakak kelas mereka. Diharapkan setelah lulus dari tingkat sekolah dasar setidaknya siswa telah mampu memiliki lebih dari 300 kosakata bahasa Inggris guna membantu
5
mereka dalam mempelajari bahasa Inggris di jenjang sekolah berikutnya atau sekolah menengah pertama”. Pak A SDIT Bunayya Medan (Komunikasi Pesonal, 16 Juni 2012)
Peneliti juga mencoba melakukan wawancara singkat dengan beberapa siswa sekolah dasar mengenai mata pelajaran bahasa Inggris. Berikut hasil wawancara personal dengan beberapa siswa sekolah dasar di kota Medan: “Bahasa Inggris ya kak, kalau menurut aku susah kak, karena aku emang kurang suka bahasa Inggris. Dulu waktu kelas 1 masih suka kak tapi ga tau sekarang ditanya bahasa Inggris aku malah jadi ga suka kak, pelajarannya makin payah kak. Guru suka nyuruh ngapal vocabulary banyak kali kak, kalau dulu di kelas 1 atau kelas 2 ga banyak kali kak. Siswa M Kelas 4 SD Swasta Al-Ikhlas (Komunikasi Pesonal, 06 April 2013) “Kalo pelajaran bahasa Inggris itu kadang enak tapi kadang sulit kak, kalo sekarang aku sama teman-teman suka dikasih pelajaran tentang cara buat kalimat terus buat pidato makanya kami sekarang malah harus bawa kamus ke sekolah setiap hari karena kan pak guru nanti nanya apa bahasa Inggris ini apa artinya jadi makanya harus dihapal. Kalo ditanya masih ingat katakata bahasa Inggris yang diajarakan yah kalo baru keluar pelajaran bahasa Inggris masih ingat lah kak tapi kalo besok ditanya pak guru lagi ga semuanya lah kak yang kami ingat.”. Siswa F Kelas 4 SD Negeri 060889 (Komunikasi Pesonal, 06 April 2013)
Berdasarkan pemaparan hasil wawancara yang diperoleh diatas dapat kita ketahui bahwa baik guru maupun siswa memerlukan metode serta strategi guna membantu
meningkatkan
perbendaharaan
kosakata
bahasa
Inggris.
Perbendaharaan kosakata merupakan hal yang penting untuk menguasai suatu bahasa. Dalam bahasa Inggris perbendaharaan kosakata merupakan hal yang dasar untuk menguasai bahasa Inggris (Elsjelyn,2010). Dalam buku KBBI Edisi Ketiga (2006), Depdiknas mengemukakan bahwa hal yang paling mendasar dalam
6
mempelajari bahasa Inggris adalah tentang penguasaan kosakata. Untuk menguasai keterampilan reseptif dan produktif siswa harus didukung oleh penguasaan kosakata bahasa Inggris. Kemampuan reseptif yaitu kemampuan melakukan listening dan reading yang baik sedangkan kemampuan produktif merupakan kemampuan siswa dalam hal speaking dan writing yang baik. Berbagai kosakata bahasa Inggris yang telah dipelajari diharapkan dapat mampu bertahan lama dalam memori siswa. Kemampuan untuk mempertahankan kosakata sangat berkaitan dengan kemampuan memori yang dimiliki individu (Elsjelyn,2010). Solso dan Machlin (2008) menyatakan memori sangat diperlukan dalam proses belajar, memori dapat membantu pembelajar untuk memproses informasi, mengelola informasi dan mengingat kembali informasi tersebut. Memori atau ingatan merupakan cara-cara yang dengannya kita mempertahankan dan menarik pengalaman dari masa lalu untuk digunakan saat ini (Tulving & Craik, dalam Sternberg 2008). Menggunakan tingkat pemerosesan informasi yang tepat dapat membantu individu memperoses dan mempertahankan informasi lebih lama di dalam memori. Dalam konsep memori terdapat teori tingkat pemerosesan informasi yang dikemukakan oleh Craick dan Lockhart (Neath & Surprenant,2003). Craick dan Lockhart (dalam Lahey,2007) mengemukakan teori tingkat pemerosesan informasi merupakan suatu teori yang menjelaskan bahwa kekuatan atau daya tahan informasi yang telah dikelola di dalam memori sebenarnya bergantung pada bagaimana informasi tersebut diperoses dan disandi (encoding) dalam memori. Teori ini memprediksi bahwa individu akan mampu mengingt banyak kata ketika
7
individu menggunakan pemerosesan yang dalam (deep) daripada pemerosesan dangkal (shallow). Tingkat dangkal (shallow) maupun dalam (deep) ditemukan lebih baik dalam menjelaskan pemerosesan informasi. Teori tingkat pemerosesan informasi juga memiliki metode atau kondisi belajar yang kerap digunakan dalam studi-studi pemerosesan informasi guna meningkatkan kemampuan mengingat informasi pada individu. Dua metode kontrol yang juga dikenal sebagai instruksi belajar dalam studi tingkat pemerosesan informasi adalah metode belajar insidental dan intensional. Metode belajar intensional didefinisikan sebagai metode atau instruksi belajar dimana individu mengatahui bahwa materi yang diberikan sebelumya akan diuji kembali. Sedangkan metode insidental didefinisikan sebagai metode atau instruksi belajar dimana individu tidak mengetahui bahwa materi yang telah diberikan sebelumnya akan diuji kembali (Neath & Surprenant,2003). Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti terhadap tiga sekolah dasar di kota Medan menemukan bahwa metode belajar insidental dan intensional merupakan dua metode yang juga digunakan dalam membantu proses pembelajaran bahasa Inggris. Pada beberapa sekolah dasar yang diobservasi diperoleh bahwa metode pengajaran intensional diterapkan dalam proses pembelajaran bahasa Inggris terutama saat pemberian kosakata baru dimana pada proses pembelajaran guru memberikan beberapa kosakata dan kemudian siswa diminta untuk mengingat kosakata kembali tersebut baik secara bersama maupun secara individual. Sedangkan metode pembelajaran yang kedua yaitu metode insidental juga digunakan dalam proses pengajaran bahasa Inggris di beberapa
8
sekolah dasar. Penerapan metode insidental dilakukan oleh pihak sekolah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menempel berbagai kosakata bahasa Inggris dengan rapi di masing-masing kelas siswa. Berbagai kosakata yang berada di lingkungan siswa serta dapat dilihat siswa secara langsung diharapkan dapat membantu siswa mengingat kosakata dan meningkatkan perbendaharaan kosakata bahasa Inggris siswa. Hasil observasi juga menemukan bahwa penerapan pemerosesan informasi juga digunakan dalam membantu siswa mengingat kosakata lebih baik. Pengelolaan informasi yang dangkal (shallow) yang hanya tertuju kepada bentuk fisik dari kosakata tersebut akan mudah untuk dilupakan. Tingkat pemerosesan informasi yang dangkal (shallow) dimana informasi yang diproses dalam memori lebih menekankan pada bentuk fonologi serta suara dari kata tersebut. Penerapan pemerosesan informasi dimana guru akan menuliskan beberapa kosakata baru beserta artinya dan kemudian siswa diminta untuk membaca bersama-sama kosakata yang telah dituliskan di papan tulis secara berulang sebanyak tiga kali dan kemudian membaca artinya hanya satu kali. Penerapan pemerosesan informasi dalam (deep) tidak begitu sering digunakan dimana guru tidak mencoba untuk menghubungkan kosakata baru yang akan diperkenalkan kepada siswa dengan pengalaman yang menyenangkan seperti dengan bermain sambil belajar kosakata. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suyanto (2005) bahwa untuk pembelajar dini lebih baik menerapkan berbagai cara dan metode menyenangkan dalam membangun rasa senang dalam mempelajari bahasa asing
9
sehingga siswa tidak merasa sulit dan tidak merasa jenuh mempelajari bahasa tersebut. Beberapa hasil penelitian sebelumnya mengemukakan metode belajar atau kondisi belajar insidental dan intensional digunakan sebagai metode belajar dalam penelitian eksperimen terhadap mata pelajaran bahasa Inggris siswa. Jamel (2011) yang menemukan bahwa performansi mempelajari kosakata dengan metode belajar insidental berkaitan dengan pemerosesan informasi yang lebih dalam dan lebih mampu disimpan dalam memori untuk waktu yang cukup lama dibandingkan secara intensional pada mahasiswa. Namun, berbeda dengan hasil penelitian
Alemi dan Tayebi (2011) dimana berdasarkan penelitian tersebut
diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang cukup signifikan dalam mempelajari kosakata bahasa Inggris dengan metode belajar insidental dan intensional pada siswa menengah pertama. Hasil penelitian Eagle dan Leiter (dalam Neath & Suprenant,2003) juga menjelaskan bahwa subjek dengan metode intensional lebih tinggi dari pada subjek dengan metode insidental dikarenakan instruksi intensional memudahkan subjek untuk mengorganisir materi yang diberikan dan hasil organisasi tersebut memberikan manfaat yang besar terhadap peroses mengingat. Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita ketahui bahwa untuk meningkatkan kemampuan mengingat diperlukan metode maupun strategi yang tepat sehingga siswa dapat mengingat berbagai perbendaharaan kosakata bahasa Inggris. Mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu pelajaran muatan lokal yang sudah diajarkan sejak bangku sekolah dasar namun hingga saat ini
10
masih
ditemukan
berbagai
kendala
khususnya
dalam
meningkatkan
perbendaharaan kosakata bahasa Inggris siswa. Metode insidental maupun intensional sebagai dua metode yang juga diterapkan dalam proses pembelajaran masih belum diteliti perbedaan efektifitasnya terhadap pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Begitu pula masih perlunya strategi mengingat perbendaharaan kosakata bahasa Inggris. Tingkat pemerosesan informasi dangkal (shallow) maupun dalam (deep) juga digunakan sebagai strategi dalam mengingat akan tetapi hingga saat ini juga tidak pernah diperoleh hasil perbandingan dari dua stategi pemerosesan tersebut guna membantu kemampuan mengingat kosakata bahasa Inggris dalam jenjang pendidikan sekolah dasar khususnya di kota Medan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian guna melihat perbedaan kemampuan mengingat kosakata bahasa Inggris dengan metode belajar insidental dan intensional dalam tingkat pemerosesan informasi pada situasi eksperimen siswa sekolah dasar. Metode belajar insidental dan intensional yang berhubungan dengan pemerosesan informasi terhadap kemampuan mengingat kosakata siswa diharapkan menjadi metode serta strategi dalam meningkatkan kemampuan mengingat kosakata bahasa Inggris siswa.
B.
Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah terdapat perbedaan
kemampuan mengingat kosakata bahasa Inggris menggunakan metode belajar (insidental dan intensional) dalam tingkat pemerosesan informasi yang berbeda (dangkal dan dalam)?”
11
C.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemampuan mengingat para
siswa dengan penerapan metode belajar insidental dan intensional dalam tingkat pemerosesan informasi yang berbeda.
D.
Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis: 1.
Manfaat Teoritis a.
Menambah wawasan pengetahuan, terutama dalam bidang psikologi umum dan eksperimen.
b.
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian serupa di masa yang akan datang.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan sekolah dasar dapat mengetahui metode pembelajaran yang efektif dalam membantu kemampuan mengingat kosakata bahasa Inggris siswa.
b.
Bagi orangtua, memberikan wacana bagi orangtua mengenai metode dan penerapan strategi mengingat yang tepat guna membantu kemampuan mengingat berbagai kosakata bahasa Inggris anak.
c.
Bagi siswa, dapat membantu siswa menggunakan metode dan strategi mengingat yang dapat bertahan lama guna membantu mengingat kosakata bahasa Inggris siswa sehari-hari.
12
E.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan Berisikan mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian
dan
sistematika penulisan. Bab II :
Landasan Teori Berisikan mengenai tinjauan
pustaka yang menjadi acuan dalam
pembahasan permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian anta lain pemerosesan informasi, metode belajar dalam tingkat
pemerosesan
informasi,
asumsi-asumsi
dalam
tingkat
pemerosesan informasi, definisi bahasa, struktur bahasa, kosakata dalam bahasa Inggris, karakteristik pembelajar bahasa Inggris dini, siswa sekolah dasar, perbedaan kemampuan mengingat kosakata bahasa Inggris dengan metode insidental dan intensional dalam tingkat pemerosesan informasi yang berbeda dan hipotesa penelitian. Bab III : Metode Penelitian Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, rancangan penelitian, teknik kontrol, prosedur eksperimen, metode pengumpulan data dan metode analisa data.
13
Bab IV :
Hasil Analisis Data Berisikan gambaran subjek/partisipan penelitian, analisa data dan pembahasan.
Analisa
data
dilakukan
dengan
menggunakan
pengelolaan data statistik kemudian disertai bagian pembahasan. Bab V :
Kesimpulan dan Saran Berisikan kesimpulan jawaban dari pertanyaan penelitian sebagaimana yang dituangkan dalam hipotesa penelitian. Kesimpulan dibuat berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data serta pada bagian kesimpulan dijabarkan jawaban atas masalah yang diajukan. Saran yang diajukan peneliti berupa saran metodologis bagi peneliti selajutnya dan praktis bagi pakar pendidikan dan orangtua.