BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Jika dilihat dari sumber daya alamnya, Indonesia merupakan negara agraris dan maritim. Melihat luas perairan Indonesia lebih luas dari luas daratannya, Indonesia sangat berpotensi untuk mengeksplorasi sumber daya perairannya (Wikipedia: Geografis Indonesia). Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan dengan gugusan pulaupulau yang terdiri dari 17.508 pulau. Luas wilayah perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 5,8 juta kilo meter dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yakni sekitar 1800 kilo meter. Potensi ikan di wilayah perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,26 juta ton pertahun yang dapat dikelola dengan rincian 4.4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia dan 1.86 juta ton ditangkap di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia walaupun telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat memberi kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012). Indonesia memiliki biota laut yang sangat beragam, sehingga Indonesia memiliki potensi dalam mengekplorasi bidang perikanan, khususnya perikanan tangkap. Indonesia juga memiliki 985 pelabuhan perikanan dengan tipe yang 1
2
berbeda-beda, yaitu: 6 Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS); 14 Pelabuhan Perikanan Nusantara(PPN); 43 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP); 3 Pelabuhan Perikanan dan 919 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di masingmasing wilayah di Indonesia (Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan, 2011). Berbagai potensi yang telah disebutkan di atas, mengindikasikan Indonesia tergolong negara yang berpotensi pada sektor perikanan. Namun dalam mengoptimalkan potensi tersebut, peran sumber daya manusia sangat penting untuk mendukung suatu pembangunan. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya pembangunan bangsa. Bahkan, sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya terpenting di samping sumber daya alam, sumber daya iptek, dan sumber daya lain dalam pembangunan suatu bangsa. Jadi, salah satu syarat utama agar suatu negara dapat melaksanakan pembangunan adalah tersedianya sumber daya manusia yang mencukupi baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Munir, 2005: 103). Nelayan merupakan salah satu jenis sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan kualitasnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja nelayan agar dapat melakukan penangkapan secara optimal, sekaligus melestarikan sumber daya alam, khususnya biota laut sehingga keseimbangan ekosistem di laut tetap terjaga. Ikan hasil tangkapan nelayan Indonesia selain diekspor, juga untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Beberapa jenis ikan yang tidak diekspor, diolah untuk menambah nilai jualnya. Salah satu hasil olahan ikan yang banyak dijual di pasar sampai super market adalah dalam bentuk ikan kalengan. Selain diolah dalam bentuk ikan kalengan, ikan juga diolah menjadi tepung ikan.
3
Di Indonesia banyak terdapat industri pengolahan ikan, salah satunya di Bali. Selain terkenal sebagai daerah tujuan wisata, Bali juga memiliki kompleks industri pengolahan ikan yang berada di Kabupaten Jembrana. Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, Kabupaten Jembrana tergolong kurang potensial dalam pengembangan sektor pariwisata. Namun demikian, Jembrana memiliki potensi pada sektor industri perikanan dan pertanian karena beberapa desa di Jembrana terletak di wilayah pesisir yang mayoritas masyarakatnya menekuni mata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu, secara geologis wilayah Kabupaten Jembrana
tergolong
wilayah
yang
subur
yang
sangat
potensial
bagi
pengembangan sektor pertanian. Bali terkenal dengan kearifan lokalnya yang disebut Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu: tri yang berarti tiga, hita yang berarti baik, senang, gembira, lestari, selamat atau sejahtera dan karana yang berarti sebab. Jadi Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kebaikan, kesejahteraan atau kebahagiaan, yang bersumber dari tiga hubungan yang harmonis, yakni antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam serta mahluk hidup lainnya. Tri Hita Karana memiliki tiga bidang, yaitu bidang parhyangan, pawongan, dan palemahan. Bidang parhyangan merupakan salah satu bidang Tri Hita Karana yang berhubungan dengan aspek ke-Tuhan-an atau spritualitas. Bidang pawongan merupakan salah satu bidang Tri Hita Karana berhubungan dengan masyarakat atau sesama manusia. Bidang palemahan merupakan bidang yang berhubungan dengan aspek lingkungan sekitar (Dalem, dkk, 2007:82-87).
4
Mengacu pada konsep Tri Hita Karana di atas, semestinya manusia senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungannya. Di antaranya tidak melakukan perilaku yang dapat merusak lingkungan yang pada gilirannya dapat mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Namun demikian, berbagai isu lingkungan pernah terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur (Majalah Barracuda, 2010: 42-47). Kabupaten Jembrana memiliki pelabuhan perikanan yang terletak di desa Pengambengan yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan. Masyarakat di Desa Pengambengan mayoritas bekerja sebagai nelayan sehingga pelabuhan tersebut dijadikan tempat berlabuh para nelayan setelah pergi melaut. Selain itu, pelabuhan tersebut dijadikan sebagai tempat pelelangan ikan. Desa Pengambengan merupakan salah satu pusat industri pengolahan ikan terbesar di Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Pelabuhan tersebut didirikan karena mengacu pada potensi yang dimiliki Desa Pengambengan yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Oleh karena itu, dengan adanya pelabuhan perikanan tersebut diharapkan akan memperbaiki perekonomian di Desa Pengambengan. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan juga disertai dengan pengembangan industri-industri pengolahan ikan di sekitar pelabuhan. Adanya industri pengolahan ikan di desa tersebut memberi dampak positif dan negatif bagi masyarakat Kabupaten Jembrana khususnya masyarakat Desa Pengambengan. Dampak positif yang nyata dirasakan dengan adanya industri pengolahan ikan yakni menambah lapangan pekerjan seperti menjadi
5
buruh, karyawan pada perusahaan industri pengolahan ikan, bengkel dan warungwarung makan. Meskipun keberadaan industri pengolahan ikan di satu sisi memberi dampak positif bagi masyarakat, namun di sisi lain juga membawa dampak negatif yaitu terjadinya kasus pencemaran lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri pengolahan ikan tersebut sempat menimbulkan konflik antara pihak industri pengolahan ikan dengan warga masyarakat setempat. Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Desa Pengambengan, salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh I Made Sudirman (1991) dengan judul penelitian “Modernisasi dalam Penangkapan Ikan dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Nelayan Desa Pengambengan 1969-1985. Penelitian yang dilakukan oleh I Made Sudirman lebih menitikberatkan pada pengaruh masuknya modernisasi dalam bidang penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Desa Pengambengan. Selain itu, terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Ary Poppo, M. S. Mahendra dan I Ketut Sundra yang berjudul “Studi Kualitas Perairan Pantai Di Kawasan Industri Perikanan, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana”. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ary Poppo, M. S. Mahendra dan I Ketut Sundra lebih menitikberatkan pada kualitas perairan pantai di kawasan industri perikanan di Desa Pengambengan. Pada penelitian yang dilakukan oleh I Made Sudirman memiliki perbedaan terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menitikberatkan kepada konflik yang terjadi antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini lebih diarahkan pada konflik antara industri pengolahan ikan dan masyarakat Pengambengan. Permasalahan tersebut akan dicoba dipahami dengan menjawab sejumlah pertanyaan yang diformulasikan sebagai berikut: 1. Apa saja faktor penyebab terjadinya konflik antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan? 2. Bagaimana bentuk konflik yang terjadi antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan ? 3. Bagaimana resolusi konflik yang dilakukan masyarakat Pengambengan dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui : 1. Faktor penyabab terjadinya konflik antara
masyarakat dengan industri
pengolahan ikan di Desa Pengambengan. 2. Bentuk konflik yang terjadi antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan. 3. Resolusi konflik yang dilakukan masyarakat Pengambengan dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan.
7
1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai 2 manfaat, yaitu: 1. Secara akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan khususnya ilmu antropologi dalam memahami masalah-masalah lingkungan , konflik dan kekerasan. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak penyusun kebijakan yang terkait dengan penanggulangan masalah lingkungan di Desa Pengambengan, Kabupaten Jembrana. Agar menuju terwujudnya industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan 1.4 Kerangka Teori dan Konsep 1.4.1 Kerangka Teori Teori yang digunakan sebagai landasan analisis penelitian ini mencakup teori pokok dan teori penunjang. Teori pokok yang dipakai adalah teori konflik yang dikemukaan oleh Lewis Coser.Teori konflik Coser memiliki beberapa elemen penting, seperti fungsi dari konflik, katup penyelamat, serta konflik realistis dan non-realistis (Poloma, 2004:107). Pada teori konflik yang dikemukakan oleh Coser terdapat elemen yang disebut dengan katup penyelamat. Katup penyelamat atau savety valve ialah salah satu mekanisme khusus yag dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial . Katup penyelamat mengatur bilamana terjadi suatu konflik tidak merusak semua struktur yang ada, maka katup penyelamat membantu memperbaiki keadaan suatu kelompok yang mengalami konflik (Poloma, 2004: 108).
8
Selain itu pada teorinya, Coser membagi dua jenis konflik yaitu konflik realitis dan non-realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan terhadap beberapa tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan ditujukan kepada pihak yang dianggap mengecewakan. Sedangkan konflik non-realistis merupakan konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak (Poloma, 2004: 110). Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembalasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka (wikipedia.org/wiki/Teori_konflik, 12 Agustus 2012). Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser dalam penelitian ini digunakan untuk melihat dan menganalisis faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik antara masyarakat Desa Pengambengan dengan industri pengolahan ikan. Adapun teori yang digunakan sebagai penunjang teori konflik yang dikemukaan oleh Lewis Coser di atas yakni Teori Resiprositas. Menurut Dalton, resiprositas merupakan pola pertukaran sosial-ekonomi. Dalam pertukaran tersebut, individu memberikan dan menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial. Seseorang memiliki kewajiban untuk memberi, menerima dan mengembalikan kembali pemberian dalam bentuk yang sama atau berbeda. Dengan melakukan resiprositas, seseorang tidak hanya mendapatkan barang tetapi
9
dapat memenuhi kebutuhan sosial yaitu penghargaan baik ketika berperan sebagai pemberi atau pun penerima (Sairin, dkk, 2002: 42). Ada beberapa syarat yang dibutuhkan individu atau kelompok dalam melakukan aktifitas resiprositas yakni harus memiliki hubungan simetris antar individu atau antar kelompok. Hubungan simetris yang dimaksud adalah hubungan sosial. Selain itu, syarat sekelompok individu atau beberapa kelompok dalam melakukan aktifitas resiprositas adalah adanya hubungan personal di antara mereka (Sairin, dkk, 2002: 44-45). Menurut Sahlins (dalam Sairin, dkk, 2002:48), ada tiga macam resiprositas, yaitu resiprositas umum (generalized reciprocity), resiprositas sebanding (balanced reciprocity), dan resiprositas negatif (negative reciprocity). Resiprositas yang terakhir merupakan kata lain dari pertukaran pasar atau jualbeli. Dalam penelitian ini, resiprositas yang digunakan adalah resiprositas sebanding (balanced reciprocity) karena resiprositas tersebut menghendaki barang dan jasa yang dipertukarkan mempunyai nilai yang sebanding. Pada resiprositas sebanding memiliki norma-norma atau aturan-aturan atau sanksi-sanksi sosial untuk mengontrol individu-individu dalam melakukan transaksi. Bila individu melanggar perjanjian resiprositas, ia mungkin mendapat hukuman atau tekanan moral dalam masyarakat. Dalam penelitian ini teori resiprositas digunakan untuk melihat dan menganalisis faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik antara masyarakat Desa Pengambengan dengan industri pengolahan ikan.
10
1.4.2 Konsep Pada penelitian ini ada beberapa konsep yang harus diberi penjelasan, yakni: 1.4.2.1 Konflik Menurut Gibson, (1997: 437), sebuah hubungan antar individu selain dapat menciptakan kerjasama, sebuah hubungan yang saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu dengan yang lain (Wikipedia: konflik) Menurut Santosa (dalam Hadi, 2004:1), konflik dibedakan menjadi beberapa kategori. Pertama, konflik sebagai persepsi adalah bahwa koflik yang diyakini adanya perbedaan kebutuhan, kepentingan, keinginan atau nilai dari seseorang/ pihak dengan orang/pihak lain. Kedua, konflik sebagai perasaan yakni konflik yang muncul sebagai reaksi emosional terhadap situasi atau interaksi yang memperlihatkan adanya ketidaksesuaian. Reaksi emosional diwujudkan dengan rasa takut, sedih, marah, dan keputusasaan atau campuran perasaan di atas. Ketiga, konflik sebagai tindakan adalah ekspresi perasaan dan pengartikulasian dari persepsi ke dalam tindakan untuk memperoleh suatu kebutuhan (kebutuhan dasar, kepentingan dan kebutuhan akan identitas) yang memasuki wilayah kebutuhan orang lain. Pada kategori yang ketiga, ekspresi konflik telah ditunjukkan dalam bentuk tindakan misalnya menuntut pihak lain untuk memberikan ganti kerugian Kedua pendapat di atas dapat disintesakan ke dalam sebuah pengertian konflik yaitu suatu kondisi di mana tujuan, kepentingan, kebutuhan dan nilai-nilai kelompok atau organisasi yang bersaing, bertabrakan yang mengakibatkan
11
terjadinya agresi walaupun belum tentu berbentuk kekerasan. Selain itu, konflik juga berupa perbedaan pendapat antara satu pihak dengan pihak lain. 1.4.2.2 Industri Industri adalah kegiatan masyarakat dalam memproses atau mengolah barang-barang dengan menggunakan saran dan peralatan, seperti mesin (Al-Barry, 2001:121). Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 1.4.2.3 Masyarakat Menurut Anderson dan Parker (1964: 102), masyarakat adalah suatu kelompok orang yang tinggal di suatu wilayah yang bekerja sama dan saling bergantung untuk mencapai tujuan mereka melalui organisasi-organisasi dan lembaga yang dibentuk di antara mereka. Sementara menurut Koentjaraningrat (2005 : 122), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan, dan terikat oleh rasa identitas bersama. Kedua pendapat di atas dapat disintesakan ke dalam sebuah pengertian masyarakat yang menunjuk pada sekelompok orang yang hidup di suatu wilayah tertentu, bekerja sama, saling bergantung untuk mencapai tujuan mereka melalui organisasi dan lembaga yang mereka bentuk dan memiliki sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh rasa identitas bersama.
12
1.5 Model Penelitian
Penjelasan Model Penelitian: UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup, UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
13
Pencemaran UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara memiliki hubungan dalam mengatur industri pengolahan ikan yang ada di Desa Pengambengan agar industri tersebut mengelola limbah yang mereka hasilkan sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Namun masyarakat Pengambengan yang dalam hal ini berperan mengawasi industri pengolahan ikan sebagaimana yang dijelaskan pada UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup pada Bab XI Peran Masyarakat Pasal 70 menyebutkan bahwa peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, menemukan adanya indikasi pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh industri tersebut. Dampak dari adanya pencemaran lingkungan di desa tersebut, menyebabkan terjadinya konflik di Desa Pengambengan. Konflik yang terjadi di desa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penyebab konflik, sehingga melahirkan berbagai macam bentuk konflik dan upaya resolusi konflik antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Pengambengan memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut. Pengambengan merupakan daerah pesisir yang masyarakatnya sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Desa Pengambengan memiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), selain merupakan penghubung antara nelayan Pengambengan dengan konsumen, baik konsumen langsung
14
maupun tak langsung seperti: tengkulak ikan, pedagang, restoran dan lain-lain. Selain memiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara, di Desa Pengambengan juga terdapat industri pengolahan ikan yang memanfaatkan ikan hasil tangkapan dari nelayan Pengambengan. 1.6.2 Penentuan Informan Pada penelitian ini informan dipilih yakni individu yang dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait dengan masalah yang diteliti, seperti tokoh masyarakat Pengambengan, aktivis lingkungan dan LSM lingkungan yang ada di Jembrana. Pada penelitian ini tokoh masyarakat Pengambengan yang dipilih dibagi menjadi dua yaitu sektor formal dan informal. Pada sektor formal informan yang dipilih yakni perangkat Desa Pengambengan seperti Kepala Desa Pengambengan dan kepala dusun yang berada dekat dengan pabrik pengolahan ikan. Sedangkan pada sektor informal informan yang dipilih yakni pemuka agama yang ada di Desa Pengambengan. Selain itu, informan juga diperoleh dari masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan industri pengolahan ikan, manajemen atau karyawan dari perusahaan industri pengolahan ikan, pengamat dan ahli lingkungan, serta instansi terkait. 1.6.3
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan meliputi data kualitatif yang ditunjang dengan
data kuantitatif. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa pernyataan atau narasi yang terdiri dari kata-kata, tertulis atau lisan, dan ungkapan yang merupakan hasil wawancara langsung dan observasi yang terkait langsung dengan konflik antara industri pengolahan ikan dan masyarakat di Desa Pengambengan. Data kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini berupa data
15
statistik yang didapat dari arsip Desa Pengambengan yang digunakan sebagai penunjang data kuantitatif. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh berupa teks hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara dengan informan. Selanjutnya, sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis seperti buku tercetak, skripsi, makalah, laporan penelitian, artikel dan bentuk karya tulis lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. 1.6.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah 1. Observasi atau pengamatan Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yakni mengamati kehidupan sosial masyarakat dengan melihat interaksi antara masyarakat Pengambengan dengan industri pengolahan ikan. Selain itu, peneliti mencoba mengamati proses pengolahan ikan yang dilakukan industri tersebut. Dalam pengamatan ini peneliti menggunakan kamera untuk mendokumentasikan fenomena yang bersifat kasat mata, seperti kondisi lingkungan di sekitar industri pengolahan ikan terutama yang menjadi sumber konflik. 2. Wawancara Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh informasi yang menyeluruh dan mendalam mengenai fenomena sosial budaya, politik, ekonomi, dan ekologis baik yang telah maupun sedang berlangsung yang tidak cukup diperoleh melalui teknik observasi. Wawancara yang dilakukan meliputi
16
wawancara mendalam dengan informan, khususnya masyarakat yang tinggal di Desa Pengambengan. Untuk keperluan wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara atau interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya. Disamping itu untuk mempermudah dan memperlancar proses wawancara peneliti menggunakan alat bantu berupa alat perekam suara. 3.
Studi Kepustakaan dan Dokumentasi Studi kepustakaan dilakukan dengan cara menelusuri informasi-informasi
tertulis dalam bentuk buku, catatan, laporan, jurnal yang tersimpan di perpustakaan, instansi terkait, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di Desa Pengambengan. Adapun jenis dokumen yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini yakni berupa arsip, peta, laporan penelitian, skripsi dan tesis. 1.6.5 Analisis Data Analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, yang membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi uraian (Iskandar, 2009: 136). Analisis data bermaksud untuk mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan dan pekerjaan analisis data adalah mengatur, mengurutkan,
mengelompokan
dan
memberikan
suatu
kode
tertentu
mengkatergorikannya (Moleong, 2007: 103). Analisis dilakukan dengan cara deskriptif-kualitatif. Analisis data dilakukan secara terus-menerus sejak awal penelitian hingga akhir pengamatan. Setelah pengumpulan data selesai, data
17
tersebut
disederhanakan,
diolah,
diorganisir
dan
ditafsirkan,
kemudian
memaknainya yang diharapkan kompleksitas gejala-gejala sosial budaya dapat dijelaskan dan dideskripsikan sesuai realitasnya.