1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan negara kita terhadap hutang luar negeri. Sektor pajak dianggap pilihan yang paling tepat karena jumlahnya relatif stabil dan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan pembangunan. Di samping untuk meningkatkan penerimaan negara, pajak juga bertujuan untuk menumbuhkan dan membina kesadaran serta tanggung jawab negara, karena pada dasarnya pembayaran pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta warga negara dalam membiayai keperluan pembangunan nasional. Untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, masyarakat sebagai wajib pajak harus memahami ketentuan – ketentuan umum perpajakan. Salah satu ketentuan tersebut adalah mengenai self assessment system. Dalam self assessment system, seluruh proses pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dimulai dari menghitung dan menetapkan besarnya pajak terutang, menyetor pajak terutang ke kas
negara,
melaporkan
perhitungan
dan
penyetoran,
serta
mempertanggungjawabkan semua kewajiban dilakukan wajib pajak. Untuk melengkapi dan menutup kelemahan yang ada pada self assessment system digunakan sistem perpajakan yang lain yaitu sistem pemotongan (withholding system).
Universitas Sumatera Utara
2
Withholding
system
adalah
suatu
cara
pemungutan
pajak
yang
penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga. Salah satu pajak yang menggunakan sistem withholding system adalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23). Dimana yang dapat memotong PPh Pasal 23 adalah badan pemerintahan, wajib pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Pada akhir tahun 2006 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan baru tentang pemotongan PPh Pasal 23 dengan dikeluarkannya Peraturan Dirjen Pajak PER-178/PJ/2006. Ketentuan ini menggantikan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-170/PJ/2002. Pada dasarnya aturan ini adalah penjabaran dari wewenang Dirjen Pajak untuk menentukan jenis-jenis objek PPh Pasal 23 selain yang sudah disebutkan di Undang – undang Pajak Penghasilan. Perluasan objek pajak PPh Pasal 23 dapat dilihat dari disebutkannya jenis “jasa lain” yang menjadikan semua jenis jasa pada hakekatnya kena PPh Pasal 23. Kontroversi timbul karena peraturan ini mengandung prinsip negatif list karena semua jasa pada hakekatnya objek PPh Pasal 23 kecuali disebutkan kecuali. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 akhirnya dicabut. Peraturan pengganti yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak adalah PER-70/PJ/2007 tertanggal 9 April 2007. Dengan dikeluarkannya PER-70/PJ/2007, pengenaan PPh Pasal 23 sekarang menjadi positif list yang berarti jenis jasa yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah jasa – jasa yang disebutkan dalam lampiran PER-70/PJ/2007 ini.
Universitas Sumatera Utara
3
Demikian halnya dengan PT.Benua Samudera Kargo yang merupakan obyek pajak dimana PT. Benua Samudera Kargo adalah sebuah perusahaan jasa freight forwading. Berdasarkan SK Menteri Perhubungan No.KM/10 Tahun 1998 tentang Jasa Pengurusan Trasnportasi, yang dimaksud jasa freight forwading adalah : “ usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan Pemilik Barang, untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkatan, klaim asuransi, atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.” Dari defenisi tersebut terlihat bahwa jasa freight forwading mencakup rangkaian beberapa kegiatan yang perlu dilakukan hingga diterimanya barang oleh pihak yang berhak. Perubahan Peraturan Dirjen Pajak PER-178/PJ/2006 yang hanya berlaku empat bulan saja sangat mempengaruhi hubungan PT.Benua Samudera Kargo dengan customernya dalam hal pemotongan PPh pasal 23. Dimana pada Peraturan Dirjen Pajak PER-178/PJ/2006 semua jasa yang dilakukan dalam kegiatan forwading dipotong PPh Pasal 23. Di dalam PER-70/PJ/2007 yang merupakan positive list, jasa freight forwading tidak tercantum di dalamnya, sehingga dapat dikatakan tidak termasuk yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23. Namun dalam melakukan kegiatan usahanya, ada banyak jasa – jasa yang dilakukan yang berbeda – beda, misalnya : jasa trucking, jasa storage, jasa fumigasi, jasa gerakan kontainer, dan jasa – jasa lainnya yang dilakukan dalam rangka melakukan
Universitas Sumatera Utara
4
kegiatan freight forwading. Sesuai dengan PER-70/PJ/2007 jasa – jasa tersebut ada yang dikenakan PPh pasal 23 dan ada yang tidak. Misalnya jasa fumigasi dapat dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 1,5% karena merupakan jasa pembasmian hama. Permasalahan yang sering terjadi adalah timbulnya perbedaan pendapat antara pihak PT.Benua Samudera Kargo sebagai pemberi jasa dengan customer sebagai penerima jasa mengenai pemotongan PPh pasal 23 untuk jasa – jasa tertentu. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian kepada PT.Benua Samudera Kargo. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengambil sebuah judul : “Penerapan
Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007 Terhadap Pajak
Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Benua Samudera Kargo “.
II. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pihak pemotong pajak telah melakukan pemotongan PPh pasal 23 atas penyerahan jasa yang dilakukan PT. Benua Samudera Kargo dalam usaha jasa freight forwading sesuai dengan Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007 ? 2. Bagaimana perhitungan dan pemotongan PPh pasal 23 atas penyerahan jasa yang dilakukan PT. Benua Samudera Kargo ? 3. Pengaruh apa sajakah yang timbul di PT. Benua Samudera Kargo akibat dikeluarkannya Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007 ?
Universitas Sumatera Utara
5
4. Apakah kendala – kendala yang dihadapi PT. Benua Samudera kargo dalam menerapkan Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007 ?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pemotongan PPh pasal 23 atas penyerahan jasa yang dilakukan PT. Benua Samudera Kargo dalam usaha jasa freight forwading sesuai dengan Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007. 2. Untuk mengetahui perhitungan dan pemotongan PPh pasal 23 atas penyerahan jasa yang dilakukan PT. Benua Samudera Kargo 3. Untuk mengetahui pengaruh yang timbul di PT. Benua Samudera Kargo akibat dikeluarkannya Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007. 4. Untuk mengetahui kendala – kendala yang dihadapi PT. Benua Samudera Kargo dalam menerapkan Peraturan Nomor PER-70/PJ/2007.
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain : 1. Bagi penulis, menambah pengetahuan tentang penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan Peraturan Nomor PER70/PJ/2007 khususnya pada jasa freight forwading. 2. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam hal pelaksanaan kewajiban perpajakan, khususnya dalam hal pemotongan dan pelaporan PPh pasal 23.
Universitas Sumatera Utara
6
3. Bagi mahasiswa lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian sejenis.
E. Kerangka Konseptual
PT. BENUA SAM UDERA KARGO
Pembuatan tagihan atas penyerahan jasa kepada pelanggan / pengguna jasa
Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk masa pajak yang bersangkutan
Pembayaran tagihan dan pemotongan PPh Pasal 23 oleh pelanggan / pemotong PPh pasal 23
M enerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari pemotong PPh pasal 23
Pengkreditan PPh Pasal 23 pada SPT Tahunan
Universitas Sumatera Utara