BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral
dalam pembangunan berkelanjutan, karena di samping sebagai pelaksana pembangunan, penduduk juga merupakan sasaran akhir dari perencanaan pembangunan seperti kesejahteraan penduduk, kesehatan penduduk, keamanan penduduk, kualitas sumber daya manusia dan sebagainya. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya pembangunan yang ideal . Jumlah penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada pertengahan Tahun 2008 Indonesia menempati urutan
pertama se ASEAN (Association of South East Asia Nations) dan
menempati urutan kedua di kawasan SEARO (South East Asia Region Office) setelah India dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,4%. Data Biro Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia Tahun 2005 tercatat 220 juta, Tahun 2007 tercatat 225.642.124 jiwa, dan Tahun 2008 tercatat 228.523.342 jiwa (Depkes RI, 2009). Berdasarkan Data Sensus Penduduk Indonesia 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.556.363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49%. Menurut Arjoso (2006), penambahan jumlah penduduk yang besar mempunyai implikasi yang sangat luas terhadap program pembangunan. Penduduk yang besar dengan kualitas sumber daya manusia yang relatif kurang memadai sangat berpotensi memberikan beban dalam pembangunan, yang tercermin melalui beratnya beban pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan berbagai pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja, dan lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga, demi terwujudnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan berkualitas, dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta
Universitas Sumatera Utara
kehamilan. Tujuan tersebut diharap dapat menciptakan penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata. Salah satu usaha yang dilakukan dalam mengendalikan angka kelahiran melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB). Program KB merupakan upaya pelayanan kesehatan
preventif yang paling dasar dan utama. Adapun tujuan program KB yang ingin dicapai adalah pertama, mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan kependudukan guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan. Kedua, mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil bahagia sejahtera (Mardiyah, 2010).
Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di daerahnya. Hal ini semakin dipertegas dengan dikeluarkannya PP Nomor 38 Tahun 2007 pasal 7 ayat 2 yang mengatur urusan wajib untuk Pemerintahan Kabupaten/Kota, termasuk di dalamnya urusan wajib dalam bidang KB, yang berarti bahwa program KB menjadi kewajiban bagi pemerintah kabupaten/kota, kemudian dilanjutkan dengan PP Nomor 41 tahun 2007 tentang kelembagaan, termasuk untuk program KB yang merupakan merger dengan program pemberdayaan perempuan berupa badan atau kantor, di mana pemerintah kabupaten/kota harus melaksanakan pembangunan Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS) sesuai dengan porsinya. Sebagai salah satu konsekuensi dari peraturan tersebut adalah BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Pusat harus menyerahkan seluruh sumber daya manusia, anggaran, perangkat keras, wewenang dan tanggug jawab pegelolaan bidang KB kepada pemerintah kabupaten/kota, dengan harapan kegiatan KB tetap berlangsung bahkan lebih ditingkatkan lagi, tetapi yang terjadi sebaliknya program KB tidak terdengar lagi. Hal ini dapat dilihat dengan belum
Universitas Sumatera Utara
tercapainya target pemerintah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 70% pada Tahun 2010 (Bunyamin, 2009). Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2008, hanya 56,62% PUS (pasangan usia subur) di Indonesia yang menggunakan kontrasepsi, tidak banyak mengalami perkembangan sejak Tahun 2004 bahkan menurun dibanding awal Tahun 2007 di mana PUS yang menggunakan kontrasepsi sebesar 66% (Depkes RI, 2009). Di Provinsi Riau jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir (71,77%) dan terendah terdapat di Kota Dumai (46,47%), sedangkan untuk Kabupaten Rokan Hilir jumlah PUS menggunakan kontrasepsi sebesar 61,74% (Anonim, 2009) . Puskesmas Simpang Kanan merupakan salah satu dari 10 puskesmas yang terdapat di Kabupaten Rokan Hilir memiliki wilayah kerja yang terdiri dari 6 (enam) kepenghuluan yaitu Kepenghuluan Simpang Kanan, Kepenghuluan Bagan Nibung, Kepenghuluan Bukit Damar, Kepenghuluan Kota Parit, Kepenghuluan Bukit Mas dan Kepenghuluan Bukit Selamat, dengan jumlah penduduk pada Tahun 2009 sebanyak 23.087 jiwa. Jumlah PUS menggunakan kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Simpang Kanan sebanyak 2.049 (51,11%) dari 4009 PUS. Jumlah peserta KB per kepenghuluan/kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1
Jumlah Peserta KB Berdasarkan Kepenghuluan di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Kanan Tahun 2009 No Kepenghuluan/Kelurahan Jumlah PUS Peserta Persentase (%) 1 Simpang Kanan 1323 550 41,57 2 Bagan Nibung 645 465 72,09 3 Bukit Damar 621 228 36,71 4 Kota Parit 625 435 69,60 5 Bukit Mas 230 150 65,22 6 Bukit Selamat 565 221 39,11 Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Simpang Kanan 2009 Data di atas menunjukkan jumlah PUS menggunakan alat kontrasepsi terendah terdapat di Kepenghuluan Bukit Damar sebanyak 228 (36,71%) terdiri dari AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 2,63%, implant 0,44%, suntik 46,05%, pil 39,01% dan kondom 6,58%. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti, rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Kepenghuluan Bukit Damar dipengaruhi beberapa fakor. Faktor-faktor tersebut diantaranya masih
Universitas Sumatera Utara
rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap KB, pendidikan masyarakat yang masih rendah, masih kurang terpenuhinya alat kontrasepsi sesuai dengan keinginan masyarakat dan lain-lain. Menurut Sihar (2001) yang mengutip pendapat Sudarti, pemanfaatan pelayanan KB oleh PUS dipengaruhi oleh usia perkawinan, adat istiadat, perceraian, nilai anak, biaya ber-KB, pengetahuan tentang metode KB, cara penggunaan alat kontrasepsi, agama/kepercayaan, dan pendidikan. Menurut Pinem (2009) yang mengutip pendapat Mahmod bahwa PUS tidak ingin anak lagi tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi (unmet need) berkaitan dengan masalah keuangan, aspek kejiwaan, medis, waktu dan biaya pelayanan, risiko kesehatan dan sosial budaya. Menurut Notoatmodjo (2010) yang mengutip pendapat Anderson, pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi: (1) faktor pemudah yakni tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Faktor ini meliputi ciri demografi (jenis kelamin dan usia pertama kali menikah), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan, pengetahuan, pengalaman sebelumnya dan sebagainya) dan manfaat pelayanan kesehatan, (2) faktor pendukung terdiri dari sumber keluarga (pendapatan keluarga, keikutsertaan asuransi, pihak yang membiayai pelayanan kesehatan dan sebagainya) dan sumber daya masyarakat (penyedia pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat), (3) kebutuhan, di mana kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh faktor pemudah, pendukung dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau tahun 2010.
1.2.
Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh faktor pemudah (umur,
tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan), pendukung (pendapatan keluarga, ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan biaya) dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh faktor pemudah
(umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan), pendukung (pendapatan keluarga, ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan biaya) dan kebutuhan terhadap penggunaan alat kontrasepsi oleh pasangan usia subur di Kepenghuluan Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2010.
1.4.
Manfaat Penelitian 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan bagi Puskesmas Simpang Kanan dalam meningkatkan cakupan/jangkauan akseptor KB di Kepenghuluan Bukit Damar.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan PUS tentang kontrasepsi sehingga PUS bersedia menjadi akseptor KB.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti lain guna pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara