BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang paling besar kontribusinya. Penerimaan negara yang diterima dari pajak cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya, hal ini tidak lepas dari peranan pemerintah yang terus memperbaiki sistem perpajakan nasional agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih mandiri dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunannya dalam arti tidak terlalu tergantung pada pinjaman luar negeri. Upaya ekstensifikasi dan intensifikasi secara tidak langsung sangat membantu meningkatkan penerimaan pajak. Peningkatan jumlah masyarakat dan kesejahteraan masyarakat juga merupakan faktor pendukung tingkat pertumbuhan penerimaan pajak. Pemerintah mematok target pendapatan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2014 sebesar Rp 2.022,3 triliun. Target pendapatan negara ini masih didominasi oleh penerimaan sektor pajak yang mencapai sekitar 80% dari total pendapatan negara, yaitu sebesar Rp 1.635,4 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan sumber penerimaan negara dari sektor perpajakan sangat besar, dan juga dapat dikatakan bahwa penerimaan pajak masih merupakan andalan pemerintah sebagai sumber penerimaan APBN, sebab pajak merupakan sumber penerimaan yang lebih aman dan mandiri daripada bergantung pada pinjaman luar negeri. Hal tersebut menjadi bukti bahwa penerimaan pajak di 1
2
Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Peningkatan kontribusi pajak pada negara per jenis pajak setiap tahunnya dapat terlihat dari tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Penerimaan Per Jenis Pajak (Dalam Triliun Rupiah) Jenis Pajak
Tahun
2010 2011 2012 2013
PPh
PPN & PPnBM
PBB
Pajak Lainnya
298,17
230,60
36,61
3,97
358,03
277,80
29,89
3,93
381,60
337,58
28,97
4,21
417,69
384,72
25,3
4,94
Sumber: Annual Report DJP 2013 Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara untuk mendanai pembangunan nasional adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Seperti yang terlihat pada tabel 1.1 PPN menempati urutan kedua sebagai jenis pajak terbesar dalam penerimaan pajak di Indonesia, dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Tabel 1.1 di atas membuktikan bahwa PPN merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting karena mempunyai kontribusi yang besar bagi penerimaan negara.
3
Menurut Menteri Keuangan (Bambang Brodjonegoro, 2015) dalam beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan pajak selalu di bawah normal sehingga target pajak selalu tidak tercapai. Meskipun penerimaan pajak mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi penerimaan pajak masih belum dapat mengimbangi target penerimaan pajak yang juga mengalami kenaikan setiap tahunnya. Berikut tabel yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak yang selalu tidak mencapai target : Tabel 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak (Dalam Triliun Rupiah) Target
Realisasi
Tahun
Capaian PPh
PPN & PPnBM
PBB
Pajak Lainnya
PPh
PPN & PPnBM
PBB
Pajak Lainnya
2010
362,22
262,96
25,32
3,84
356,73
230,58
28,58
3,97
94,73%
2011
431,98
298,44
29,06
4,19
431,13
277,80
29,89
3,93
97,26%
2012
513,64
336,05
29,687
5,63
465,06
337,58
28,96
4,21
94,44%
2013
538,77
423,69
27,34
5,40
506,43
384,71
25,30
4,93
92,58%
Sumber : Annual Report DJP 2010-2013 Berdasarkan tabel 1.2 di atas target dan realisasi dari penerimaan pajak secara keseluruhan terus mengalami peningkatan tetapi realisasi penerimaan belum dapat mencapai target yang sudah ditetapkan seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Peningkatan realisasi penerimaan dari PPN juga belum dapat mengimbangi target yang terus mengalami peningkatan. Fenomena dalam tabel 1.2 di atas juga ditunjukkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang penerimaan PPNnya tidak selalu mencapai target sebagai berikut :
4
Tabel 1.3 Target dan Realisasi Penerimaan PPN pada KPP Pratama Bandung Cibeunying Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
Target
Realisasi
Persentase (%)
239.207.662.689
218.879.761.432
91,50%
285.214.707.301
281.138.188.335
98,57%
260.809.213.020
276.985.347.693
144%
430.978.447.5323
588.969.197.334
136%
817.583.271.891
639.004.911.841
78,15%
Sumber : KPP Pratama Bandung Cibeunying Dari tabel 1.3 di atas dapat dilihat bahwa hanya pada tahun 2012 dan tahun 2013 target penerimaan pajak tercapai bahkan berada di atas target yang ditentukan, tetapi tahun - tahun sebelum dan sesudahnya penerimaan pajak kembali mengalami penurunan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor yang sulit untuk dihindari. Menurut Menteri Keuangan (Bambang Brodjonegoro, 2015) telah terjadi penyimpangan oleh pembayar pajak sehingga penerimaan pajak tidak tercapai dan di bawah potensi sebenarnya. Permasalahan penerimaan pajak yang rendah bukan merupakan permasalahan pertumbuhan ekonomi, tetapi lebih merupakan permasalahan kepatuhan dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem self assessment yang memberikan kebebasan kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara mandiri, termasuk membayar pajak. Sistem self assessment
5
memiliki beberapa kelemahan yang memungkinkan wajib pajak untuk melakukan penipuan. Tugas otoritas pajak adalah untuk mengawasi pemenuhan kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak. Karena itu otoritas pajak diperlukan untuk melakukan
beberapa
tindakan
pemeriksaan
pajak
untuk
menghindari
ketidakpatuhan wajib pajak. (Syafi’i dan Iqbal, 2014:167) Melihat fenomena ini sudah sepantasnya tingkat pengawasan atau penegakan hukum dilakukan, agar pelaksanaan self assessment system ini dapat berjalan secara efektif dan penerimaan pajak dapat meningkat. Dengan adanya kepercayaan yang sangat besar dari pemerintah kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus dibayar, maka sudah selayaknya kepercayaan itu diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan dan penagihan pajak. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan, di mana kepatuhan ini akan berpengaruh pada penerimaan pajak. (Mardiasmo 2011:52) Hasil dari pemeriksaan pajak berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang menunjukkan apakah wajib pajak yang sudah diperiksa memiliki kurang bayar (SKPKB), lebih bayar (SKPLB) atau nihil (SKPN). Jika wajib pajak yang bersangkutan ternyata masih memiliki kurang bayar, maka wajib pajak tersebut
6
harus membayar kekurangan pajaknya. Jika wajib pajak tersebut masih belum memenuhi kewajibannya untuk melunasi hutang pajak yang seharusnya dibayar, maka wajib pajak tersebut akan diberikan Surat Tagihan Pajak (STP) yang merupakan peringatan kepada wajib pajak untuk segera melunasi hutang pajaknya. Hutang pajak yang belum dilunasi sering dihadapi karena meningkatnya jumlah tunggakan pajak masih belum bisa diimbangi oleh kegiatan pencairan. Berbagai tindakan penagihan pajak telah dilakukan oleh fiskus terhadap wajib pajak dan/atau penanggung pajak dengan penagihan pasif maupun aktif. Penagihan pasif dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo melalui himbauan, baik dengan surat maupun dengan telepon atau media lainnya. Penagihan aktif dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dengan diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui lelang barang milik Penanggung Pajak. (Velayati et al., 2013:2) Salah satu media perpajakan yang memiliki kekuatan hukum memaksa untuk penagihan tunggakan pajak kepada wajib pajak adalah Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP). Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa menurut UU RI.No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pasal 1 ayat (12) adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak. Jumlah tagihan pajak yang tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang sesuai tercantum pada STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan) ditagih dengan menggunakan surat paksa.
7
Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu yang telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya yaitu dengan surat teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan menggunakan Surat Paksa yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada Penanggung Pajak. (Dwiriyani et al., 2013:2) Pemeriksaan dan penagihan pajak dengan surat paksa adalah upaya intensifikasi penerimaan pajak. Pemeriksaan dan penagihan pajak dengan surat paksa juga akan meningkatkan kepatuhan pajak. Jika kepatuhan wajib pajak meningkat tentunya hal ini akan meningkatkan penerimaan pajak negara yang menjadi salah satu andalan pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan yang sudah di atur dalam APBN. Dengan argumen-argumen tersebut maka penulis tertarik untuk membuat karya ilmiah skripsinya dengan judul : “Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai” (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying).
8
1.2 Rumusan Masalah Dalam meneliti pengaruh pemeriksaan pajak dan penagihan pajak dengan surat paksa di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying, maka penulis mencoba mengungkap permasalahan yang muncul, yaitu sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying.
2.
Bagaimana pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying.
3.
Seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1
Maksud Penelitian Adapun maksud dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying” adalah untuk mendapatkan data atau informasi mengenai apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak dan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan di KPP Pratama Bandung Cibeunying berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai.
9
1.3.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan pokok yang diteliti. Oleh sebab itu diperlukan adanya tujuan penelitian sebagai tindak lanjut dari masalah yang telah dirumuskan, sehingga terdapat konsistensi antara rumusan masalah dengan tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying.
2.
Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying.
3.
Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak dan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai di KPP Pratama Bandung Cibeunying.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian yang penulis teliti merupakan hasil tercapainya tujuan penelitian. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan ekonomi dan akuntansi khususnya pajak.
10
2. Kegunaan Empiris a.
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan wawasan dan gambaran serta penerapan teori yang telah penulis terima selama kuliah mengenai perpajakan dan sebagai syarat menempuh ujian Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.
b.
Kantor Pelayanan Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sehubungan dengan tindakan pemeriksaan yang dilakukan pejabat fungsional dan juga penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh seksi penagihan.
c.
Peneliti selanjutnya dan pihak-pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya juga menjadi sumber ilmu pengetahuan, pemikiran, dan bahan referensi dalam bidang perpajakan, baik teori maupun terapan, yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi mahasiswa perguruan tinggi.
11
1.5 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di mana penulis memperoleh serta mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan yaitu dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang bertempat di Jalan Purnawarman No. 21 Bandung.