BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Daerah pantai Utara Amurang Kabupaten Minahasa Selatan memiliki luas
perairan laut 314.981 km2. Areal usaha yang telah dijadikan daerah penangkapan ikan sekitar 247.000 km, termasuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Potensi ekonomi sumberdaya perikanan yang terkandung di dalamnya adalah 125.922 ton/tahun terdiri dari jenis ikan demersal dan pelagis. Posisi geografis berada di Jasirah Utara Pulau Sulawesi pada 0º 25'–1º 58' Lintang Utara dan 124° 20' – 125° 20' Bujur Timur (Pemerintah Daerah Kabupaten Minsel, 2005). Kehidupan masyarakat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan dan budidaya perikanan laut, karena Amurang Kabupaten Minahasa Selatan adalah basis perikanan di Sulawesi Utara. Pemerintah menaruh harapan besar pada sektor ini sebagai salah satu alternatif usaha untuk menambah penghasilan keluarga dan memberikan kontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ketika menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan (Sulut Dalam Angka, 2005). Dari hasil survei di lokasi penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan pelagis yang berpeluang ekspor yaitu: (1) cakalang yang berukuran berat 3 kg perekor melalui proses pembekuan; (2) malalugis harga pasaran ekspor komoditi yang didasarkan pada ukuran beratnya (kg) dengan klasifikasi sebagai berikut : (a) 44-60 ekor/10 kg dikategorikan sebagai ikan kelas I, harganya Rp.160.000,00 atau Rp.16.000/kg; (b) bila jumlah ikan 61-80 ekor/10 kg dikategorikan sebagai kelas II, harganya Rp.140.000,00 atau Rp.14.000,00/kg; dan (c) yang berukuran
1
2
81-100 ekor/10 kg dikategorikan sebagai ikan kelas III harganya Rp.120.000,00 atau Rp.12.000,00/kg (Dinas Perikanan dan Kelautan Minsel, 2005). Dalam upaya mengurangi pengangguran dan memberikan kesempatan kerja bagi generasi muda maka sektor perikanan ini telah membuka lapangan kerja baru dan menyerap tenaga kerja sebesar 20%, sekaligus telah menurunkan angka kemiskinan 12% dari jumlah penduduk ± 19.000 jiwa (Pemerintah Daerah Kabupaten Minsel, 2005). Di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan terdapat beberapa macam alat penangkapan ikan antara lain: payang, pukat pantai, pukat cincin, pukat insang hanyut/tetap, bagan perahu, serok, funai atau huhate pancing tonda atau noru, dan bubu. Dari deskripsi macam alat tangkap yang ada, maka pukat cincin atau purse seine ini yang oleh nelayan di Sulawesi Utara lebih dikenal dengan istilah soma pajeko sebagai salah satu alat penangkapan ikan-ikan sejenis pelagis. Pukat cincin adalah termasuk jenis jaring lingkar dimana jaring ditebarkan mengelilingi segerombalan ikan sehingga membentuk dinding penghalang untuk mencegah agar ikan yang tertangkap tidak keluar. Ikan-ikan yang ditangkap seperti: lajang, selar, kembung dan cakalang yang hidupnya membentuk kawanan besar dengan kepadatan yang tinggi. Operasi penangkapan dilakukan pada malam hari sampai subuh dini hari dengan menggunakan alat bantu lampu laguna dan rumpon. Rumpon berfungsi sebagai tempat hidup habitat plankton-plankton kecil untuk dijadikan umpan makanan bagi ikan-ikan sejenis pelagis, sedangkan lampu dimanfaatkan untuk merangsang plankton-plankton berkumpul di suatu tempat dengan demikian ikan
3
akan bergerombol dengan kepadatan tinggi di tempat tersebut sehingga mudah dilakukan penangkapan (Nomura dan Yamazaki, 2003). Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan ditemukan bahwa proses penangkapan ikan di laut dilakukan dengan cara penawuran atau pelemparan jaring sampai pada penarikan tali pukat cincin. Pada waktu nelayan menarik pukat cincin dengan kedua tangan dalam waktu lama, duduk di lantai perahu, sikap kerja membungkuk ke depan, tungkai terjulur dan telapak kaki sebagai bantalan penahan tarikan berisiko memunculkan rasa lelah dan rasa sakit pada otot skeletal. Hasil pengamatan membuktikan bahwa selama proses penangkapan ikan berlangsung sikap kerja yang menyertai nelayan pada waktu penarikan pukat cincin didominasi oleh aktivitas fisik yang berat sehingga cepat menimbulkan kelelahan dan keluhan muskuloskeletal bahkan terjadi kecelakaan kerja sampai jari kelingking tangan kanan putus pada waktu penawuran jaring dan sakit akibat kerja. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kinerja nelayan dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan kerja nelayan. Sikap kerja yang tidak fisiologis ini akan cepat menimbulkan kelelahan dan berbagai gangguan pada sistem otot skeletal serta memerlukan energi yang lebih besar dalam usaha yang sama seperti pada proses penangkapan ikan sehingga kelelahan lebih cepat muncul (Manuaba, 1990; Nala, 1990; Adiputra, 1998). Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sutjana, 2003). Waktu kerja selama proses penangkapan ikan berlangsung 6 jam yaitu dari pukul 23.00-05.00. Selama penangkapan nelayan dalam posisi duduk lama
4
sambil menarik tali pukat cicin secara berulang-ulang dengan tempo penarikan lamban karena dilakukan secara manual dengan sikap kerja yang tidak fisiologis. Kondisi kerja seperti ini dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan munculnya berbagai gangguan kumulatif pada otot-otot (Grandjean, 1993; Manuaba, 2003b). Penggunaan otot berlebihan terjadi pada saat nelayan menarik tali pukat cincin yang terkumpul di bagian tengah. Pemanfaatan otot yang cukup besar terjadi pula ketika mengangkut dan mengangkat hasil tangkapan dari dalam air dan dimasukkan ke dalam perahu atau ke kotak-kotak penampung ikan yang sudah disiapkan. Berdasarkan jawaban nelayan dari kuesioner Nordic Body Map pada penelitian pendahuluan yang dilaksanakan di K.M.Tiberias Amurang ditemukan bahwa nelayan: a) mengeluh rasa sakit pada tangan kanan dan kiri (100%); b) sakit pada lengan bawah kanan dan kiri (100%); c) sakit pada punggung (80%); d) sakit pada pinggang (100%); e) sakit pada pantat (80%); f) sakit pada betis kanan dan kiri (60%); dan g) rasa sakit pada kaki kiri dan kanan (60 %). Artinya nelayan yang bekerja mengalami keluhan-keluhan otot sebagai akibat stasiun kerja yang belum ergonomis dan berpotensi terjadinya risiko kecelakaan kerja. Denyut nadi dihitung sebelum dan sesudah nelayan melakukan pekerjaan penangkapan ikan dengan menggunakan metode 10 denyut dengan teknik palpasi pada nadi radialis tangan kiri. Rerata denyut nadi kerja yang diperoleh adalah 126,00 ± 1,87 denyut permenit. Temuan ini menunjukkan bahwa nelayan pada saat bekerja menarik pukat cincin berdasarkan hasil perhitungan termasuk kategori beban kerja sangat berat (125-150dpm). Untuk mengatasi kondisi kerja
5
yang tidak ergonomis ini perlu dilakukan perbaikan dengan merancang alat kerja guna mengatasi sikap kerja yang tidak alamiah. Rerata skor kelelahan yang didata dengan 30 items of rating scale dengan skala Likert adalah: a) skor item 1 – 10, nilainya 43 ± 2,97; b) skor item 11 – 20, nilainya 44 ± 3,29; c) skor item 21 – 30, nilainya 45 ± 1,82; dan total skor item 1 – 30, nilainya 132 ± 5,94. Ini berarti bahwa nelayan dalam keadaan lelah sehingga dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan kerja menurunkan kinerjanya. Dalam kondisi kerja yang tidak ergonomis ini kalau dibiarkan dan tidak ditangani secepatnya, maka akan menimbulkan masalah terhadap kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan kerja (Manuaba, 1998). Berdasarkan pada aspek-aspek ergonomi bahwa tuntutan tugas dan kondisi lingkungan organisasi kerja yang belum mengikuti kaidah-kaidah ergonomi pada perancangan alat kerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan, kelelahan, peningkatan kecelakaan kerja yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi dan produktivitas kerja (Manuaba, 2000; Grandjean, 1993; Pulat, 1992; Sanders dan McCormick, 1987; Suma’mur, 1982). Dari hasil identifikasi masalah dan data penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan dapat dijadikan acuan untuk menyatakan bahwa perlu dilakukan perbaikan melalui intervensi ergonomi dengan pendekatan ergonomi total (Manuaba, 2004a). Pendekatan ergonomi yang terdiri dari pendekataan SHIP (Sistemik, Holistik, Interdisipliner dan Partisipatori) dan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 2005a). Intervensi ergonomi dilakukan untuk memperbaiki sikap kerja melalui perancangan alat kerja yang mengacu pada teknologi tepat guna yang dikaji
6
secara komprehensif melalui enam kriteria yaitu: a) secara teknis bahwa sistem kerja dapat dikerjakan oleh pekerja nelayan; b) secara ekonomis harga pembuatan katrol dapat dijangkau dengan mudah dan biaya murah; c) secara ergonomis dapat menciptakan kondisi kerja dan lingkungan kerja sehat, aman dan nyaman; d) secara sosial budaya sistem kerja dapat diterima oleh pekerja dan pemilik bahkan masyarakat di sekitar; e) hemat dalam pemakaian energi karena dapat mengurangi beban kerja nelayan; dan f) penggunaan teknologi tersebut ramah terhadap lingkungan atau tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan beracun atau bahan peledak. Perbaikan organisasi kerja meliputi pemanfaatan tenaga otot secara efisien dengan cara merancang alat katrol dan tempat duduk, pengaturan suplesi gizi kerja, pengaturan waktu istirahat, memperhatikan kondisi informasi, kondisi sosial budaya yang tetap mengikuti kaidah-kaidah ergonomi. Di samping itu berusaha untuk membudayakan ergonomi di lingkungan masyarakat nelayan, sehingga diharapkan nelayan berada dalam kondisi lebih sehat, aman, nyaman, efektif, dan efisien serta tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya. Penilaian kinerja dilakukan dengan mengacu pada sistem kerja yang terkait dengan pekerjaan nelayan sebagai penangkap ikan di Laut. Kinerja yang dinilai yaitu dari indikator: beban kerja, kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal. Melalui intervensi ergonomi diharapkan terjadi penurunan, sehingga hasil yang dicapai lebih manusiawi, kompetitif, dan lestari (Manuaba, 2004a; 2004b). Peningkataan kesejahteraan mengacu pada indikator pengukuran terhadap pendapatan nelayan melalui analisis keuntungan ekonomi perusahaan yaitu: Return of Investment (ROI), titik impas atau Break Event point (BEP), biaya dan
7
manfaat atau Benefit Cost Ratio (BCR) dalam proses penangkapan ikan melalui sistem bagi hasil, sehingga tingkat kepuasan kerja yang dirasakan seseorang dapat tercapai. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut. 1) Apakah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kinerja nelayan yang dinilai dari penurunan beban kerja nelayan ? 2) Apakah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kinerja yang dinilai dari penurunan kelelahan nelayan ? 3) Apakah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kinerja yang dinilai dari Penurunan Keluhan Muskuloskeletal nelayan ? 4) Apakah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari kepuasan kerja nelayan ? 5) Apakah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari produktivitas nelayan ? 6) Apakah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari keuntungan nelayan ?
8
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin terhadap
kinerja
dengan
indikator:
beban
kerja,
kelelahan,
keluhan
muskuloskeletal dan kesejahteraan nelayan di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui besar penurunan beban kerja nelayan setelah melakukan intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin. 2. Mengetahui besar penurunan kelelahan nelayan setelah melakukan intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin. 3. Mengetahui besar penurunan keluhan muskuloskeletal nelayan setelah melakukan intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin. 4. Mengetahui besar peningkatan kesejahteraan nelayan melalui indikator kepuasan kerja pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin. 5. Mengetahui besar peningkatan kesejahteraan nelayan
melalui indikator
produktivitas pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin. 6. Mengetahui besar peningkatan kesejahteraan nelayan melalui indikator pendapatan ekonomi.
9
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik Manfaat akademik yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Dapat digunakan sebagai acuan bagi kaum akademisi dalam menerapkan ilmu ergonomi-fisiologi kerja di Perguruan Tinggi masing-masing. 2) Sebagai sarana untuk menambah wawasan serta meningkatkan kemampuan memecahkan masalah-masalah di lapangan yang berkaitan dengan ergonomi total khususnya kesehatan dan keselamatan kerja. 3) Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk merancang alat bantu kerja ergonomi dengan mudah dan murah didapat serta sangat besar manfaatnya. 4) Dapat dijadikan sarana informasi untuk penelitian dan pengembangan ilmu ergonomi lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Dengan mengetahui permasalahan yang diteliti terkait dengan peningkatan kinerja yaitu beban kerja, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal nelayan dalam proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat diatasi melalui penerapan prinsip-prinsip ergonomi. 2) Intervensi ergonomi melalui pedekatan ergonomi total terbukti dapat memecahkan masalah-masalah pembangunana berkelanjutan secara umum dan mampu memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kehidupan sosial,
10
ekonomi, kesehatan dan keselamatan kerja untuk peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat quality of life. 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar acuan untuk menyusun rencana perbaikan sistem kerja secara bertahap dan berkesinambungan sebagai upaya untuk menyediakan sarana dan fasilitas kerja yang layak dalam mensosialisasi budaya kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif, efisien dan produktif. 4) Hasil penelitian ini dapat dijadikan proyek percontohan atau pilot project bagi stakeholder, investor, pengusaha dan masyarakat untuk peningkatan kontribusi pendapatan ekonomi nelayan khususnya di Bidang usaha penangkapan ikan menggunakan pukat cincin.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Ergonomi Secara etimologi istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari dua kata, yaitu ergon berarti kerja dan nomos berarti aturan atau hukum. Secara morfologi ergonomi adalah aturan, norma atau hukum yang berlaku dalam suatu pekerjaan yang berhubungan dengan manusia. Jadi secara ringkas ergonomi adalah aturan atau norma dalam sistem kerja. Di Indonesia menggunakan istilah ergonomi, tetapi di Beberapa negara seperti di Scandinavia menggunakan istilah Biotecnology, sedang di Amerika menggunakan istilah human engineering atau human factors engineering. Namun demikian kesemuanya membahas hal yang sama yaitu tentang optimalisasi fungsi manusia terhadap aktivitas kerja yang dilakukan. Beberapa ahli menampilkan definisi tentang ergonomi dari sudut pandang yang berbeda, tetapi secara umum definisi-definisi tersebut membicarakan hal yang sama, yaitu masalah hubungan antara manusia pekerja dengan tugas-tugas dan pekerjaannya serta desain dari objek yang digunakannya. Pada dasarnya kita boleh mengambil definisi ergonomi dari sudut pandang mana saja, tetapi perlu disesuaikan dengan apa yang sedang kita kaji secara mendalam. Berikut ini dikutip beberapa definisi ergonomi yang berhubungan dengan penulisan disertasi ini, yaitu : 1. Ergonomi adalah ilmu pengetahuan tentang permasalahan yang dihadapi oleh manusia terkait dengan desain kerja (Phesant, 1988). 11
12
2. Ergonomi adalah studi tentang kemampuan dan karakteristik manusia yang memberikan efek terhadap desain peralatan sistem dan pekerjaan (Corlett and Clark, 1995). 3. Ergonomi adalah kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan tentang karakter, kapasitas, dan keterbatasan manusia dalam merancang tuntutan tugas (task), sistem mesin, lingkungan, dan ruang gerak sehingga manusia dapat hidup, bekerja, dan bermain dengan aman, nyaman, dan efisien (Annis and McConville, 1996). 4. Ergonomi adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang berupaya untuk menyerasikan alat, metode, dan lingkungan kerja terhadap kapasitas, kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga tercipta kondisi dan lingkungan kerja yang aman, sehat, nyaman, dan efisien sehingga dapat dicapai produktivitas yang setinggih-tinggihnya (Manuaba, 1988). Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, apabila dicermati lebih mendalam, maka ruang lingkup ergonomi sangat luas dan mencakup beberapa aspek yang dapat diterapkan pada sistuasi dan kondisi apa saja, kapan, dan dimana saja. Apabila definisi-definisi tersebut disatukan dalam satu persepsi tentang ergonomi, maka akan diperoleh definisi yang utuh yaitu : Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni dalam penerapannya untuk menyerasikan dan menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup manusia secara keseluruhan menjadi lebih baik. Kualitas
13
hidup yang dimaksud adalah yang ditetapkan oleh organisasi buruh internasional (ILO) secara umum yaitu sebagai berikut (Manuaba, 1994) : 1. Pekerjaan harus mengutamakan aspek kehidupan dan kesehatan pekerja, 2. Pekerjaan harus memberi kesempatan bagi pekerja untuk beristirahat dan bersantai, 3. Pekerjaan harus memberikan peluang bagi pekerja untuk bersosialisasi dan memenuhi kebutuhannya melalui pengembangan kapasitas diri. Dari definisi di atas, maka pencapaian kualitas hidup secara optimal baik di tempat kerja, dilingkungan sosial masyarakat, maupun dalam lingkungan keluarga, menjadi tujuan utama dari penerapan ergonomi.
2.2 Tujuan dan Manfaat Ergonomi Tujuan dan manfaat ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja manusia untuk mencapai efisiensi dan kesejahteraan, seperti pada uraian berkut ini, (Manuaba, 2003) : 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik dan mental, serta mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) (Suma’mur, 1992., Wignyosoebroto, 2003). 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu: teknis, ekonomis, biologis, dan budaya serta setiap sistem kerja yang dilakukan
14
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Untuk mencapai tujuan dan manfaat tersebut, maka prinsip ergonomi fitting the task to the man yaitu setiap pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga hasil yang dicapai meningkat (Grandjean, 1993). Dan inilah yang menjadi peranan ergonomi adalah untuk melindungi tenaga kerja dari pengaruh negatif akibat pemakaian peralatan atau mesin yang tidak serasi dengan gerakan kerja manusia, dalam hal ini peralatan kerja yang dipakai oleh manusia harus sesuai, supaya tidak terjadi sikap kerja yang alamiah akibat dari kondisi yang tidak ergonomis sehingga menyebabkan perusahaan mengalami banyak kerugian produksi yang tidak seimbang dengan hasil yang diperoleh (Atmosoehardjo, 1994). Dari sudut pandang ergonomi antara manusia dan peralatan kerja harus sesuai dan seimbang sehingga tercapai kinerja yang tinggi dan tuntutan pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload), karena keduanya akan menurunkan kinerja yang terekspresikan melalui indikator kualitas kerja seperti : kelelahan, ketidaknyamanan, cidera, strees kerja, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja. Seperti pada gambar 2.1 (Manuaba, 2000).
15
Karakteristik Karakteristik material stasiun kerja
Karakteristik pribadi
Peralatan kerja/mesin Karakteristik Karakteristik lingkungan organisasi
Kualitas Kinerj Kelelahan Ketidaknyamanan Cidera
Kapasitas fisiologik
Manusia Kapasitas psikologis
Kapasitas biomekanik
Stress Kecelakaan Penyakit Produktivitas
Gambar 2.1 Konsep Keseimbangan dalam Ergonomi (Sumber : Manuaba, 2000) Penerapan keseimbangan dalam ergonomi secara umum akan mampu memberikan manfaat terhadap peningkatan produktivitas dalam suatu proses produksi yang bermuara pada peningkatan kinerja yang berlangsung secara sehat, aman, nyaman, efektif, efisien dan produktif (Manuaba, 1999a, Manuaba,1999b). Bagi pekerja selain kondisi kerja yang aman dan nyaman juga terpeliharanya kondisi fisik yang sehat dan bugar dan kelelahan dapat diminimalisasikan. Dalam perkembangannya, sasaran ergonomi yang ingin dicapai adalah seluruh tenaga kerja baik pada sektor modern maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah efisiensi dan produktivitas yang tinggi. (Chaffin and Park, 1993). Menyatakan hasil penelitiannya dalam berbagai macam pekerjaan baik formal maupun nonformal telah terbukti dapat menyebabkan kenaikan produktivitas kerja mencapai 5 % 10 % dan tenaga kerja berada dalam kondisi nyaman dalam bekerja, namun yang
16
perlu dikendalikan adalah lingkungan fisik yang mempengaruhi aktivitas kerja manusia. Kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia masih dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor yang datang dari luar ialah kondisi lingkungan kerja di sekitar tempat kerja seperti : temparatur, sirkulasi udara, cahaya, kebisingan, dan kelembaban yang kesemuanya berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia dan kondisi pekerjaan agar senantiasa memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehataan kerja (ILO, 1998). Dengan terciptanya keadaan fisik dan psikis yang sehat, dan adanya jaminan sosial, maka produktivitas kerja akan dapat dicapai. Secara khusus ergonomi akan memberi beberapa manfaat antara lain (Manuaba, 2000b) : a) pemakaian otot dan energi lebih efisien, b) pemakaian waktu lebih efisien, c) kelelahan berkurang, d) kecelakaan kerja berkurang, e) penyakit akibat kerja berkurang, f) kenyamanan dan kepuasan kerja meningkat, g) efisiensi kerja meningkat, h) mutu produk dan produktivitas kerja meningkat, i) kesalahan kerja berkurang dan kerusakan dapat diminimalkan, dan j) pengeluaran atau biaya untuk mengatasi akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi dan konsekuensinya biaya operasional dapat ditekan. Sutjana, (2000) menyatakan bahwa upaya pencapaian hasil kerja dapat dilakukan dengan proses efisiensi penggunaan alat, energi yang dikeluarkan dan beban kerja yang dialami oleh masing-masing pekerja, sehingga kinerja dapat dihitung dengan rerata jumlah produksi yang dihasilkan selama bekerja dengan peningkatan denyut nadi diatas nadi istirahat. Aktivitas rancang bangun (design)
17
ataupun rancang ulang (redesign) dimana aspek manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design), melainkan sebaliknya yaitu mesin dirancang dengan terlebih dahulu mmperhatikan dimensi tubuh manusia (anthropometri) kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to the man) hal ini meliputi perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras misalnya perkakas kerja, bangku kerja, kursi dan perangkat lunak misalnya desain pekerjaan dalam suatu organisasi seperti penentuan jumlah jam istirahat, pembagian waktu kerja dan variasi pekerjaan. Sedangkan dalam dunia kerja tidak hanya terbatas pada bidang tertentu, melainkan mencakup bidang-bidang yang sangat luas, antara lain : a) dalam perancangan alat kerja, b) evaluasi proses dan produk kerja, c) perancangan bangunan/arsitektur, dan d) dipergunakan oleh ahli anatomi, fisika, fisioterapi, psikologi dan kaum profesional lainnya. Hasil penelitian ( Chavalitsakulchai and Shanavaz, 1991) melaporkan bahwa hampir seluruh tenaga kerja yang bekerja dengan sikap kerja yang tidak fisiologis atau alamiah mengalami gangguan otot skeletal dan kelelahan otot berlebihan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh (Adiputra, et.al., 2001) bahwa perkembangan industri yang cukup pesat yang tidak diikuti oleh perhatian terhadap lingkungan kerja dan peralatan kerja dipastikan akan menimbulkan gangguan muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal merupakan fenomena fisiologis yang secara objektif dapat didata dengan kuesioner Nordic Body Map
18
(NBM) yaitu suatu kuesioner berbentuk gambar tubuh manusia berdasarkan 28 item pertanyaan kelelahan sistem otot dalam tubuh. Dengan ergonomi, dampak negatif dapat ditekan, karena berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak puasan kerja, kesalahan unsur manusia bisa dihindari. Dengan kata lain untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal dengan produktivitas yang tinggi maka setiap aktivitas kerja harus berpedoman pada kaidah ergonomi. Penerapan ergonomi dalam suatu sistem kerja dapat menghindari keluhan muskuloskeletal
yang
bersifat
sementara
maupun
menetap
dapat
diminimalisasikan, beban kerja dan kelelahan sebagai suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis akibat aktivitas kerja yang berlebihan yang dalam jangka panjang terjadi tumpang tindih dan mengakibatkan inefisiensi atau ketidak mampuan fisik pekerja, sesuai tingkatan pekerjaan baik ringan sampai yang berat, baik dengan tenaga manual maupun mesin, hal ini terjadi karena perbaikan kondisi kerja bersifat sektoral dan belum dilakukan sinergitas antara sektor yang satu dengan sektor yang lain dalam satu kesatuan sistem. Atas dasar kesadaran akan kegagalan tersebut, maka pada era globalisasi yang sedang bergulir ini, mulailah dikembangkan dengan apa yang dinamakan dengan konsep pendekatan ergonomi total. 2.3
Pendekatan Ergonomi Total Pendekatan ergonomi total adalah penerapan prinsip ergonomi melalui
pendekatan Systemic, Holistic, Interdisiplinary & Participatory (SHIP Approach) yang dipadukan dengan penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) (Manuaba,
19
2003e; 2005a; 2006). Pendekatan ergonomi total adalah suatu pendekatan konseptual yang muncul dalam usaha pemecahan berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan kerja atau aktivitas yang dilakukan manusia kapan dan dimana saja. Pendekatan ergonomi total muncul sebagai reaksi dari dampak pembangunan yang terjadi di tiga sektor di Propinsi Bali yaitu pariwisata, pertanian, dan industri kecil. Sebagai dampak dari pembangunan tersebut, maka muncul berbagai keluhan rasa sakit pada saat melakukan pekerjaan, keracunan, kecelakaan kerja, polusi udara, air, tanah, kerusakan lingkungan, adanya rasa tidak aman, nyaman masyarakat akibat proyek, penyakit akibat kerja. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan pendekatan komprehensif yang lebih menekankan pada kajian dari berbagai disiplin ilmu dan melibatkan berbagai unsur terkait yang dalam pelaksanaannya membentuk satu kerja tim (team work) melalui sistem yang demokratis, mengedepankan kolaborasi potensi, membangun keterbukaan, kejujuran serta berpandangan jauh kedepan (Manuaba, 2003b). Pendekatan SHIP yang dimanfaatkan secara intensif oleh Bali oleh BaliHuman Ecology Study Group (Bali-HESG) yang memberikan kontribusi positif bagi pembangunan di Bali, sehingga makin banyak institusi pemerintah maupun swasta meminta untuk melaksanakan lokakarya berkaitan dengan pembangunan yang berkelanjutan. Pendekatan SHIP yang diawali dengan pendekatan : 1)
Sistemik Pendekatan sistemik diartikan bahwa kondisi kesehatan, kenyamanan dan keselamatan kerja yang dilihat dari aspek beban kerja, kelelahan dan gangguan muskuloskeletal serta produktivitas pekerja dalam melaksanakan
20
aktivitas kerja beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dipandang sebagai suatu sistem yang terkait satu dengan yang lain. Melalui pendekatan sistem dimana semua faktor yang berada di dalam satu sistem dan
diperkirakan
dapat
menimbulkan
masalah
harus ikut
diperhitungkan sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau munculnya masalah baru sebagai akibat dari keterkaitan sistem. 2)
Holistik Pendekatan holistik diartikan bahwa semua sistem yang terkait harus diperhitungkan. Subsistem yang terkait dengan masalah yang ada haruslah dipecahkan secara proaktif, profesional, dan menyeluruh. Secara holistik bahwa pemecahan masalah lebih menekankan pada faktor yang terkait dengan masalah kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan kerja.
3)
Interdisipliner Pendekatan interdisipliner diartikan semua disiplin ilmu yang terkait haruslah dimanfaatkan secara maksimal, karena makin tinggi kompleksitas masalah, maka makin dibutuhkan lintas disiplin ilmu yang terkait untuk dipecahkan. Karena masalah tidak akan terpecahkan secara maksimal, jika hanya satu disiplin ilmu saja yang ada di dalamnya.
4)
Partisipatori Pendekatan partisipatori adalah semua yang terlibat dalam pemecahan masalah tersebut harus dilibatkan seperti :
Stakeholder, pimpinan
perusahaan, karyawan, peneliti sejak awal dilibatkan agar dapat di
21
wujudnyatakan suatu mekanisme kerja yang kondusif dan diperoleh produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman. Pendekatan SHIP memfokuskan pada semua masalah yang ada dalam sistem kerja harus dipecahkan melalui pendekatan sistem, dikaji secara holistik dan memanfaatkan lintas disiplin ilmu dengan maksud agar semua komponen dalam suatu sistem dapat terlibat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi agar supaya mereka semua mengetahui suatu keberhasilan dan kegagalan dan secara bersama-sama mencari solusi pemecahannya. Dan sistem kerja akan memberikan hasil yang lebih baik, jika setiap pemecahan masalah dimanfaatkan secara baik sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau muncul masalah baru dikemudian hari (Manuaba, 2004c). Apabila dalam pelaksanaan perbaikan diperlukan teknologi, maka harus didahului dengan analisis teknologi tepat guna (TTG) yang dapat diterapkan dalam setiap perbaikan ergonomi (Manuaba, 2003,2004, 2005a) meliputi kajian dari aspek : a) teknis, b) ekonomi, c) ergonomi, d) sosial-budaya, e) hemat enerji, dan f) ramah lingkungan. Dalam setiap aktivitas kerja untuk dapat bersaing, maka dengan menggunakan pendekatan ergonomi total harus mampu mengubah tempat kerja, tenaga kerja, pasar kerja dan manajemen kerja lebih efektif dan efisien sehingga mendapatkan hasil yang positif dan berkelanjutan. Melalui pendekatan ergonomi total yang diawali dengan mengindentifikasi 8 aspek masalah (Manuaba, 2006) yang terdiri dari : 1)
Nutrisi.
22
Status kesehatan dan nutrisi atau keadaan gizi berhubungan erat dan berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas kerja. Agar nutrisi dapat diserap dan didistribusikan ke seluruh tubuh, maka diperlukan tubuh yang sehat. Keadaan gizi sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar. Untuk menjaga keseimbangan tersebut, maka perlu pengaturan komposisi dan pola makan yang disesuaikan dengan karakteristik dan beban kerja. Untuk pekerjaan fisik seperti pemasangan dinding batu yang dilakukan di tempat panas, maka kebutuhan karbohidrat dan mineral lebih dominan (Grandjean, 1993; Dekker, dkk., 1996). Pemberian tambahan nutrisi pada saat istirahat sangat dianjurkan untuk mengembalikan kalori dan memulihkan tenaga yang terpakai. 2)
Penggunaan Tenaga Otot Proses kerja secara manual lebih memerlukan penggunaan tenaga otot. Kekuatan otot ditentukan oleh sifat dari sel otot itu sendiri. Kontraksi otot memerlukan energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme (Cummings, 2003). Ketersediaan energi tergantung pada ketersediaan oksigen dan zat makanan yang dihantarkan oleh sirkulasi intramuskular. Kontraksi kontinyu dan monoton akan menyebabkan oklusi intramuskular sehingga mengurangi produksi ATP menjadi dua mol dan terbentuk asam laktat akibat metabolisme dan anaerobik (Grandjean & Kroemer, 2000). Penurunan energi dan akumulasi asam laktat akan mempercepat timbulnya kelelahan dan keluhan otot yang apabila terakumulasi akan menimbulkan nyeri otot
23
(Guyton & Hall, 2000). Oleh karena itu di dalam merancang kondisi kerja, perlu diperhatikan batas-batas kemampuan baik gerakan maupun kekuatan otot. Untuk setiap metode dan peralatan kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga gerakan otot tidak bertentangan dengan gerakan fisiologis atau gerakan alamiah dari otot bersangkutan. 3)
Sikap Kerja Sikap kerja hendaknya diupayakan dalam posisi alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap paksa yang melampaui kemampuan fisiologis tubuh (Grandjean dan Kroemer, 2000; Manuaba, 1998). Sikap kerja paksa bisa terjadi pada saat memegang, mengangkat dan mengangkut, duduk atau berdiri terlalu lama dan lain sebagainya (Adnyana, 2001; Chung, dkk., 2003; Dempsey, 2003; Ferreira, 2005; Ferguson, dkk., 2005). Sikap tidak alamiah ini terjadi karena interaksi antara pekerja dan alat kerja yang kurang berimbang atau alat kerja yang digunakan kurang sesuai dengan antropometri pekerja.
4)
Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung (Rodahl, 1989; Manuaba, 2000). Kondisi mikroklimat, kebisingan, getaran, dan kualitas udara yang melebihi nilai ambang batas atau standar yang telah direkomendasikan, dapat memperlemah fungsi tubuh, menurunkan kinerja dan pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Dalam proses pemasangan dinding bata yang lebih banyak dilakukan di tempat terbuka,
24
kondisi lingkungan yang perlu dicermati adalah paparan panas matahari, kebisingan, dan kadar debu yang tinggi. 5)
Waktu Kerja Sudah menjadi kesepakatan internasional bahwa waktu kerja optimal adalah 7 jam perhari atau 40 jam perminggu untuk enam hari kerja (Spurgeon, 2003). Dalam beberapa kasus, perpanjangan waktu kerja justru menurunkan hasil kerja dan mempunyai kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, gangguan/penyakit dan kecelakaan. Waktu kerja maksimal di mana seseorang dapat bekerja dengan baik dengan kondisi lingkungan kerja yang normal adalah 8 jam per hari termasuk jam istirahat (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993; Decker dkk, 1996). Tentu saja untuk kondisi lingkungan yang tidak memenuhi standar/nilai yang disyaratkan, perlu dilakukan penyesuaian sehingga pekerja tidak terpapar oleh kondisi ekstrim dalam waktu yang lama.
6)
Sistem Informasi. Informasi bagi karyawan merupakan suatu hal yang penting dalam proses produksi. Penyampaian rincian tugas untuk masing-masing karyawan secara jelas dan terperinci dapat menekan timbulnya kesalahan. Dalam penyampaian informasi, ada beberapa sistem yang dapat digunakan, antara lain dengan komunikasi lisan, informasi tertulis baik yang disampaikan langsung kepada karyawan atau dipasang di papan pengumuman dan dapat pula berupa slogan-slogan kerja yang dipasang di tempat-tempat strategis
25
yang dapat dilihat oleh karyawan setiap saat. (Grandjean & Kroemer, 2003; Manuaba, 1999). 7)
Kondisi Sosial Budaya Rasa nyaman di tempat kerja dipengaruhi pula oleh kondisi sosial budaya di lingkungan kerja, lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat (Nala, 2002). Pekerja akan merasa nyaman bila keadaan keluarga, hubungan antar keluarga, antar pekerja dan antara atasan dan bawahan berlangsung harmonis. Harmonisasi lingkungan kerja akan menyebabkan pekerja akan lebih berkonsentrasi pada tugasnya masingmasing sehingga efisiensi tercapai dan akhirnya pencapaian produktivitas bisa optimal.
8)
Interaksi Manusia – mesin Budaya kerja yang ada hingga saat ini lebih mengkondisikan pekerja sebagai bagian dari mesin, sehingga manusialah yang diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan cara kerja mesin. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar ergonomi. Dalam konsep ergonomi, maka prioritas utama adalah menyesuaikan desain dan system kerja mesin dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia (Fitting the job to the man) (Grandjean & Kroemr, 2000; Manuaba, 2005b). Oleh karena itu setiap interaksi alat dengan mesin harus dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi
keharmonisan
antara
daya
kerja
mesin
dengan
kemampuan, kebolehan dan keterbatasan pekerja. Desain alat dan perlengkapan kerja hendaknya benar-benar disesuaikan dengan ukuran
26
tubuh pekerja sehingga pekerja dapat melakukan tugasnya dengan sikap yang alamiah. 2.4
Penerapan Ergonomi Total Pada Proses Penangkapan Ikan Penerapan konsep ergonomi total pada proses penangkapan ikan dengan
pukat cincin yang pertama di Indonesia ini, pada dasarnya berdasarkan pada 8 aspek ergonomi, dan 6 kriteria dari teknologi tepat guna yang dimulai dari : 1. Gizi dan Nutrisi Gizi dan nutrisi sangat mempengaruhi kondisi kerja nelayan pada waktu penangkapan ikan di Malam hari. Untuk menjaga keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar. Energi yang masuk selalu terdapat zat dan mineral yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel tubuh melalui pengaturan pola makan dan minum serta istirahat, dan energi yang keluar akibat adanya aktivitas kerja menangkap ikan. Berkaitan dengan gizi dan nutrisi yang adi kuat sebagai sumber energi, maka pola pengaturan makan, minum dan istirahat berlangsung sebagai berikut : 1) snack dan minum pagi, pukul 07.00-08.00, 2) istirahat, pukul 09.00-13.00, 3) makan siang, pukul 13.00-14.00, 4) istirahat, pukul 14.00-18.00, 5) makan malam, pukul 18.00-19.00. Aktivitas penangkapan ikan mulai persiapan sampai pelaksanaan berlangsung dari pukul 20.00 sampai dengan pukul 06.00 pagi dan untuk rehat disediakan teh manis dan air putih. Kondisi kerja seperti ini terasa cukup dan berlangsung selama melakukan aktivitas penangkapan ikan.
27
2) Penggunaan Tenaga Otot. Dalam proses penangkapann ikan dengan pukat cincin, maka penggunaan tenaga otot sangat berlebihan pada saat penawuran jaring sampai pada penarikan pukat cincin. Penurunan energi dan akumulasi asam laktat akan mempercepat timbulnya kelelahan fisik dan keluhan otot apabila terakumulasi, maka akan menimbulkan nyeri otot. Untuk itu, setiap metode dan peralatan kerja harus dirancang dengan berpedoman pada kaidah ergonomi sehingga gerakan otot tidak bertentantangan dengan gerakan fisiologis atau gerakan alamiah dari otot tersebut. 3) Sikap Kerja. Sikap kerja nelayan pada waktu menarik pukat cincin, nampak jelas dilakukan nelayan dengan kedua tangan dalam waktu lama, badan membungkuk kedepan, dan kedua kaki terjulur menahan beban tarikan sehingga menimbulkan sikap kerja paksa. Sikap kerja seperti ini kurang nyaman, beban kerja sangat berat dan sering ada keluhan muskuloskeletal, apabila hal ini dilakukan berulangulang, maka akan menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk menghindari sikap kerja paksa ini, maka perlu dirancang alat bantu kerja berupa katrol untuk menarik pukat cincin dengan cepat dan mengurangi beban kerja, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal sehingga kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat diminimalisasikan. 4) Kondisi Lingkungan. Kondisi lingkungan iklim mikro seperti kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban sangat mempengaruhi kondisi lingkungan tempat bekerja. Di
28
Perairan laut daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan dalam melakukan aktivitas sangat sangat membutuhkan cuaca yang tenang dan pengaturan tata letak perahu lampu agar tidak menyilaukan nelayan pada waktu penarikan pukat cincin. 5) Kondisi Waktu Nelayan dalam tugas kerja menangkap ikan di laut pada malam hari memerlukan aktivitas fisik yang lebih berat karena banyak mengeluarkan energi. Untuk itu,
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat menjadi prioritas utama
dan bilamana terjadi perbaikan dengan adanya intervensi ergonomi dengan pola kebiasaan lama, hendaknya itu sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi sehingga aspek kesehatan, kenyamanan dan keselamatan kerja menjadi prioritas utama sehingga kesejahteraan nelayan meningkat. 6) Kondisi Informasi dan Komunikasi Kondisi informasi dalam proses penangkapan ikan di laut sangat menentukan, sebab pemberian informasi dari pimpinan (tonaas) kepada nelayan harus jelas dan terperinci baik tertulis maupun secara lisan, agar supaya masingmasing nelayan mengetahui tugas dan tanggung jawab yang diberikan seperti : 1) siapa yang bertugas menarik tali pelampung, 2) yang bertugas menarik isi perut jaring, 3) yang bertugas menarik tali cincin, dan 4) yang bertugas penawuran jaring. Peranan komunikasi sangat menentukan terhadap peningkatan produksi penangkapan serta dapat menekan timbulnaya kesalahan pada waktu aktivitas penangkapan berlangsung.
29
Menciptakan komunikasi dua arah yang harmonis antara nelayan pemilik dan nelayan penangkap sangat didambahkan terutama dalam sistim bagi hasil dari usaha penangkapan ikan. Komunikasi yang terjalin penuh kemesraan, akan memberikan motivasi dan semangat etos kerja yang tinggi serta membangkitkan rasa percaya diri dan rasa memiliki terhadap keberlangsungan usaha, sebab nelayan penangkap ikan bukan salah satu faktor produksi perusahaan, tetapi sebagai bagian dari investasi perusahaan dalam meningkatkan produksi hasil penangkapan. 7) Kondisi Sosial Budaya Kondisi sosial budaya bagi masyarakat nelayan, baik nelayan pemilik maupun nelayan penangkap bagaikan bapak-pengikut (patron-client). (Scott, 1988) menyatakan bahwa pada satu pihak seorang individu nelayan pemilik dengan status sosial yang lebih tinggi disebut (patron), menggunakan pengaruhnya
dengan
sumber-sumber
yang
dimiliki
untuk
memberikan
perlindungan bagi seorang yang status ekonominya lebih rendah yaitu nelayan penangkap (client), dan sebaliknya client membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan pelayanan termasuk motivasi dan etos kerja yang tinggi. Hubungan sosial budaya yang terbentuk pada masyarakat nelayan terjadi pada saat pembagian hasil tangkapan atau yang biasa disebut sistim bagi hasil. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi sistim bagi hasil yang disepakati bersama, maka akan menimbulkan konflik internal antara nelayan pemilik dan nelayan penangkap dan mengakibatkan nelayan tidak melaut, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari.
30
8) Interaksi Manusia – Mesin Interaksi manusia mesin (man-machine interface) dapat berfungsi lebih efektif dan efisien, apabila manusia dan mesin terpadu dan disiplin dalam melakukan fungsi produksi. Manusia yang menggunakan peralatan kerja mampu beradaptasi, berinteraksi dengan mesin atau alat yang dirancang secara ergonomi dan hasil rancangan kerja harus memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia (Manuaba, 2004, 2005a, 2005b). Interaksi manusia mesin pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dilakukan secara serasi untuk menjamin bahwa proses kerja dapat mencapai hasil yang optimal. Dengan intervensi ergonomi yang diterapkan di lingkungan kerja nelayan adalah merupakan aktivitas rancang bangun yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi, maka diperlukan pemahaman tentang antropometri melalaui data ukuran tubuh setiap nelayan dan dalam penerapannya selalu menghendaki adanya perbaikan pada setiap lingkungan kerja secara terpadu dan integrasi, sehingga dapat membangun suatu kondisi kerja yang kondusif, sehat, aman, nyaman, efektif, efisien dan produktif. Dalam penerapan konsep ergonomi total pada penangkapan ikan dengan pukat cincin, memiliki beberapa tahapan yang dimulai dari : a) indentifikasi masalah, b) penentuan prioritas terhadap masalah-masalah yang diindentifikasi termasuk kekuatan dan kelemahannya dengan menggunakan (SWOT analysis), c) disusun suatu rencana kerja aksi (action plan) yang bersumber pada teknologi tepat guna (TTG) dengan 6 kriteria utama (Adiputra, 2000 dan Manuaba, 2005a) yaitu :
31
1) Secara teknik, pembuatan alat kerja katrol oleh nelayan sangat mudah dikerjakan dan tidak sulit dirawat, menggunakan bahan dan material sangat sederhana, aman, kuat dan memiliki daya tahan lama serta kualitas hasil lebih baik dan sangat praktis untuk dioperasikan. 2) Secara ekonomi, lebih efisien dan harganya murah dan mudah untuk didapati serta dapat dijangkau oleh nelayan, sehingga memberikan keuntungan bagi setiap keluarga nelayan dan tidak menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi nelayan, tetapi sebaliknya menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan kesempatan kerja bagi generasi muda yang putus kuliah. 3) Secara ergonomi, alat tersebut tidak menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, tetapi sebaliknya menciptakan kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif, efisien dan produktif. 4) Hemat energi, alat kerja katrol yang dalam penggunaannya pada aktivitas penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat menghemat dan mengurangi energi. 5) Sosial budaya, alat kerja katrol dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat nelayan baik nelayan pemilik maupun nelayan penangkap dengan mengikuti tatanan, aturan, norma serta tradisi budaya masyarakat setempat baik tertulis maupun lisan, sehingga dapat merubah pola pikir masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern (Nala, 2002). 6) Ramah lingkungan, alat kerja katrol tidak merusak lingkungan, tetapi menciptakan keseimbangan ekosistem antara keragaman dan keseragaman biota laut, bahkan ikan-ikan yang tertangkap sejenis pelagis pilihan berukuran
32
besar sesuai dengan mata jaring pukat cincin.
2.5 Masyarakat Nelayan di Pesisir Pantai Kehidupan masyarakat nelayan yang mendiami daerah pesisir pantai dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan penangkap ikan yang hidupnya tergantung langsung pada hasil laut baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya ikan. Dan dalam kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada cuaca alam, apabila situasi alam terganggu laut bergelombang dan disertai angin kencang, maka nelayan tidak melaut, sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga nelayan. Dalam banyak hal masyarakat nelayan di Pesisir pantai mereka telah membentuk sebuah lingkungan permukiman sendiri dan memiliki sosio-budaya yang khas yaitu berburu dan menangkap ikan (hunting and fishing) dan memiliki daerah jelajah yang berpindah-pindah tempat sebagai proses adaptasi terhadap habitat yang dekat pantai dan sekaligus telah menyatu dengan laut, dalam kehidupannya mereka membentuk tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Proses adaptasi di kalangan masyarakat nelayan mereka memiliki ciriciri utama yaitu : a) kedua pihak menguasai sumber daya yang tidak seimbang,
b) saling menguntungkan dan tidak ada unsur paksaan di antara
kedua belah pihak, c) adanya hubungan mesra di antara kedua belah pihak (Imron, 2003).
33
Dilihat dari kesejahteraan hidupnya nelayan di pesisir pantai tergolong masyarakat yang mempunyai pandapatan rendah bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena alat tangkap yang digunakan nelayan bersifat tradisional, mulai dari armada penangkapan perahu, alat tangkap, dan teknik menangkap ikan sampai tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masih rendah. Proses penangkapan ikan terjadi apabila adanya kesempatan melaut, musim ikan, dan keadaan laut angin yang tenang bertiup tidak merubah arah, arus yang teduh. Hasil tangkapan sangat tergantung pada faktor-faktor produksi seperti : a) adanya rumpon, b) biaya tetap sebagai modal investasi, c) biaya bahan-bahan seperti biaya perawatan, d) bahan bakar dan konsumsi nelayan selama di laut serta, e) jenis alat tangkap yang digunakan. Dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di lokasi penangkapan ikan laut Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara didapati bahwa nelayan pada waktu proses penangkapan berlangsung mereka masih menggunakan sistem kerja lama menarik pukat cincin dengan kedua tangan dalam waktu lama dan fasilitas kerja yang ada masih tergolong tradisional. Sistem bagi hasil dikalangan masyarakat nelayan antara nelayan pemilik dan nelayan penangkap (buruh) masih mengikuti pola kelembagaan tradisi masyarakat pantai dengan kebiasaan sebagian besar masih menggunakan hukum adat tidak tertulis (konvensi), dimana hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dari masa ke masa.
34
Dilihat dari segi individu nelayan dalam keberadaannya tidak dapat mempengaruhi harga ikan di pasar, sedangkan target produksi penangkapan harus mencapai 8000 kg perbulan. Dan untuk mencapai target penangkapan ini, maka disinilah terjadi gangguan kesehatan dan keselamatan kerja nelayan sehingga mengakibatkan terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
2.6 Peralatan Tangkap Pukat Cincin Pukat cincin atau purse seine yang oleh masyarakat nelayan di Sulawesi Utara lebih dikenal dengan nama soma pajeko adalah termasuk salah satu jenis jaring lingkar yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan-ikan sejenis pelagis yang membentuk gerombolan dengan kepadatan yang tinggi dimana jaring ditebarkan mengelilingi kelompok ikan sehingga akan menjadi dinding penghalang yang berfungsi untuk mencegah agar ikan yang tertangkap tidak keluar (Kanagaya, 2005). Jika dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, maka alat tangkap pukat cincin ini dapat menangkap ikan hingga kedalaman 150 meter atau lebih tergantung ukuran dan konstruksi jaring. Pukat cincin terdiri dari beberapa bagian antara lain : bagian kantong, perut, bahu dan sayap (Nomura dan Yamazaki, 2003). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2
35
Keterangan dan Ukurannya : Kantong = 45 m Perut = 30 m cm Bahu = 20 m Sayap = 10 m
1. Tali pelampung = 310 m 2. Tali ris atas = 310 m
6. Timah pemberat = 0,55 kg 7. Tali ikatan cincin = 30
3. Pelampung = 310 m 4. Tali ris bawah = 310 m 5. Tali pemberat = 310 m
8. Tali cincin = 290 m 9. Cincin timah = 0.10 kg
Gambar 2.2 Model Pukat Cincin
36
Dari hasil survei pada masing-masing bagian di atas, dapatlah dijelaskan bahwa: a) bagian kantong adalah tempat mengumpulkan ikan dari hasil tangkapan. Dalam proses penangkapan maka bagian kantong akan menjadi huruf “U” setelah penarikan tali cincin, b) perut jaring berfungsi mempercepat tarikan tali pukat cincin, c) bahu jaring adalah tempat menahan beban cincin, d) sayap jaring adalah tempat memagari dan mengurung ikan untuk tidak keluar dari tangkapan. Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapatlah dikemukakan fungsi dari masing-masing bagian pukat cincin yaitu: 1) tali pelampung berfungsi sebagai pengikat pelampung, 2) tali ris atas berfungsi untuk menggantungkan jaring yang berpasangan dengan tali pelampung, 3) pelampung adalah tempat menahan jaring dan timah pemberat gaya apung yang berbentuk bola terbuat dari plastik di pasang pada bagian kantong dan bagian ujung tali tarik, 4) tali ris bawah berfungsi sebagai penahan jaring bagian bawah yang berpasangan dengan tali pemberat yang digunakan sebagai penghubung cincin dengan jaring, 5) tali pemberat berfungsi untuk mengikat pemberat timah yang bersama-sama dengan tali ris bawah dirangkai pada jaring bagian bawah, 6) timah adalah pemberat yang digunakan dari bahan timah hitam (Pb) berbentuk lonjong dengan berat di udara 200 gr, 7) tali ikatan cincin dirangkai bersama dengan jaring bagian bawah berfungsi sebagai tempat menahan pemberat, 8) tali cincin dipasang pada cincin dan berfungsi untuk menarik agar cincin berkumpul sehingga jaring membentuk kantong, dan 9) cincin yang digunakan pada pukat adalah menggunakan bahan kuningan (Br) dengan masa jenis 7,82 kg/m3 berbentuk bulat dengan ukuran dan jumlahnya sesuai kebutuhan.
37
Berdasarkan uraian di atas, maka konstruksi pembuatan pukat cincin yang terdiri dari dari beberapa bagian yaitu : jaring, tali-temali, pelampung, pemberat (timah), dan cincin yang di pasang pada bagian bawah dan pada sisi jaring. Maka pukat cincin dapat memberikan hasil yang sangat besar pada proses penangkapan ikan, karena panjang pukat cincin sesuai dengan panjang tali pelampung dan lebar pukat cincin sesuai dengan kedalaman jaring yang terentang sempurna didalam air dan penawuran jaring harus dilakukan dengan cepat sesuai dengan kecakapan dan keahlian pemimpin tonaas (Katiandagho, 2006). Operasi penangkapan ikan dengan pukat cincin dilakukan pada malam hari, dengan menggunakan alat bantu rumpon (rakit) dan perahu lampu. Perahu lampu seperti tipe perahu pelang yang digunakan untuk meletakkan lampu laguna yang menyerupai lampu petromax berfungsi untuk memikat ikan supaya berkumpul dalam satu area penangkapan. Tipe perahu dapat diuraikan berikut ini. 2.6.1 Perahu dan Lampu Laguna Hasil penelitian peandahuluan membuktikan bahwa proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dilakukan pada malam hari dengan menggunakan alat bantu perahu dan lampu laguna yaitu : Perahu lampu tipe pelang ini mempunyai ukuran panjang (L) 8 m, Lebar (B) 1 m, di samping kiri dan kanan terdapat sema-sema dari bambu, sedangkan di depan dan belakang perahu terlihat 2 balok melintang yang terbuat dari batang kelapa sebagai tempat meletakkan lampu laguna dan sekaligus untuk menjaga keseimbangan perahu agar tidak goyah dan tengelam bila diterpa gelombang laut.
38
Bentuk perahu
type pelang Panjang 8 meter Lebar 0,8 meter yang
digunakan untuk meletakkan lampu laguna seperti tampak pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Perahu lampu tipe pelang
1 2 3
Keterangan gambar : 1 = Kepala lampu 2 = Kap lampu 3 = Kaos lampu 4 = Tiang lampu
4 5
Gambar 2.4 Lampu Laguna Lampu laguna adalah lampu yang menyerupai petromax, dimana lampu laguna dilengkapi dengan sebuah kap, kepala lampu, kaca, tiang besi dan kaos lampu serta tengki sebagai tempat penampung bahan bakar dari minyak tanah dan lampu laguna memiliki daya tahan 15 jam. 2.6.2 Rumpon dan Rakit Rumpon adalah alat bantu untuk melakukan penangkapan ikan dengan pukat cincin yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul dalam suatu area penangkapan fishing ground. Posisi rumpon berada pada kedalaman 1200 meter dan konstruksi pelampung dari bambu, aktraktor atau gara-gara dari daun
39
kelapa atau daun lontar, tali-temalinya menggunakan tali nilon (sintetic fibres) dan pemberat menggunakan drum yang sudah dilakukan pengecoran beton, seperti pada Gambar 2.5.
Keterangan : a. Rakit (8 m x 2 m) terbuat dari bambu b. Tali Anak (diameter 8 mm) c. Tali jangkar (diameter 20 mm) d. Gara-gara (daun lontar / daun kelapa) e. Jangkar/ pemberat (drum) = 200 – 300 kg Gambar 2.5 Posisi Rakit di Laut Disekitar rakit dan rumpon terdapat tempat berkumpulnya banyak plankton-plankton dan spesis ikan-ikan kecil lainnya sehingga menarik ikan yang lebih besar untuk memakannya. Bentuk rumpon seperti tampak pada Gambar 2.6. A
B
drum cor
C
kumpulan
kumpulan
Gambar 2.6 Posisi Rumpon A, B dan C di Permukaan Laut
40
Dapat pula dijelaskan bahwa pada gambar A bentuk rumpon dengan tiga buah sahu yang menahan tali induk dan dilengkapi dengan gara-gara daun kelapa, segi tiga di atas rakit memberikan tanda atau kode bagi kapal-kapal penumpang yang melewati supaya tidak ditabrak. Pada gambar B bentuk rumpon lengkap dengan gara-gara dan penahan tali induk terdiri dari sekumpulan batu-batu besar yang diikat menjadi satu. Sedangkan bentuk rumpon pada gambar C dimana posisi rumpon akan melepas dari ikatan tali induk sebab akan dilakukan penangkapan dengan pukat cincin. Tampak pada foto 2.1 ini sebuah rakit di atas permukaan laut.
Foto 2.1 Rakit di atas permukaan laut
Berdasarkan
hasil
pengamatan
langsung
di
Lokasi
penelitian
membuktikkann bahwa operasi penangkapan yang dilakukan dengan pukat cincin menggunakan alat bantu rakit dilakukan pada malam hari.
41
Untuk melakukan operasi penangkapan di malam hari, rakit dan lampu menjadi satu untuk mengumpulkan dan menaikkan ikan ke permukaan. Jika ikan masih menyebar, maka posisi rakit bergerak perlahan untuk memisahkan dengan pelampung yang diikat dan gara-gara yang ada dibawah rakit dinaikkan dan nelayan perahu lampu menutup sebagian cahaya sehingga ruang gerak ikan dibatasi, setelah ikan bergerombol dengan kepadatan yang tinggi maka nelayan yang ada di perahu lampu memberikan isyarat pada kapal induk untuk bersiap melakukan penangkapan sehingga ikan dapat dijinakkan. Pada proses penangkapan melalui penawuran jaring dengan cepat, melingkari secara horizontal, memagari secara vertikal dari permukaan laut hingga suatu kedalaman tertentu, mengurung dengan menutup bagian bawah jaring dan penarikan tali cincin maka muncul masalah ergonomi. Pada penarikan pukat cincin nelayan menggunakan kedua tangan dalam waktu lama dan panjang, sikap kerja duduk menarik, postur tubuh membungkuk, tungkai terjulur dan telapak kaki sebagai bantalan penahan tarikan, dan sering memanfaatkan jangkauan tangan ke depan dari batas maksimal dan pada akhir penarikan muncul rasa lelah dan nelayan mengeluh rasa sakit. Selama proses penangkapan berlangsung nelayan menunjukkan sikap kerja paksa menyebabkan timbulnya kelelahan, beban kerja berat dan adanya keluhan muskuloskeletal sehingga akan mengakibatkan penyakit dan cidera akibat kerja. Posisi jaring, rumpon dan perahu lampu terentang sempurna seperti tampak pada Gambar 2.7.
42
. Gambar 2.7 Operasi penangkapan menggunakan rumpon dan lampu Pada gambar di atas tampak jelas bahwa proses penangkapan dengan pukat cincin sedang melakukan operasi penangkapan di malam hari terlihat pukat masih melebar berbentuk bulat disaat penarikan tali cincin dan perahu lampu masih berada dalam jaring. Apabila pukat sudah mengecil, maka akan terlihat sejumlah ikan yang tertangkap, seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Pukat cincin berbentuk kantong Dengan penarikan tali cincin dan pelampung dari permukaan hingga suatu kedalaman, maka pukat cincin menjadi mengecil berbentuk kantong sehingga ikan yang tertangkap tidak dapat keluar.
43
2.6.3 Tali Penarikan Pukat Cincin Jenis tali pemberat sebagai tempat pemasangan cincin disebut brid berukuran polyethylene (PE) ∅ 18-22 mm yang dipasang dengan cara dimasukkan kedalam cincin dan berfungsi untuk menarik cincin agar cincin terkumpul sehingga jaring membentuk kantong. Dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di atas kapal KM. Tiberias didapatkan bahwa ada jenis tali-temali lainnya yang dipasang tersambung dengan tali ris atas pelampung dan tali ris bawah pemberat dan berfungsi untuk menggantungkan jaring, panjang kedua tali ini sesuai dengan panjang jaring soma pajeko dan tergantung sesuai dengan ukuran dan konstruksi pukat cincin (Nomura dan Yamazaki, 2003). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada foto 2.2.
Foto : 2.2 Tali pukat cincin
Semakin dalam tenggelamnya jaring maka semakin besar tali cincin yang dibutuhkan, hal ini berarti ikan yang tertangkap tidak ada yang keluar sehingga
44
tempo penarikan semakin lama dan panjang dan waktu yang dibutuhkan akan cenderung bertambah. Dalam proses ini jaring harus tengelam mencapai kedalaman maksimum, sehingga ikan tidak dapat berenang lebih dalam lagi, oleh karenanya dibutuhkan kelajuan dari tali pemberat untuk mengimbangi kecepatan renang ikan (Kanagaya, 2005) menyatakan bahwa tegangan pada tali cincin mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan operasi penangkapan terutama kedalaman tenggelam tali pemberat dan perubahan kedalaman selama penarikan tali cincin. Jika selama penawuran jaring, tali cincin mendapat tegangan yang besar, maka jaring tidak dapat terbuka dengan kedalaman penuh oleh karena keberhasilan pengambilan hasil tangkapan tergantung pada beberapa faktor antara lain : penarikan tali cincin, penarikan jaring, kecepatan kapal, keadaan perairan, pendidikan dan keterampilan anak buah kapal, pengalaman menangkap ikan dan perlengkapan yang digunakan di atas kapal (Katiandagho and Fridman, 2006). 2.6.4 Kapal Penangkapan Ikan Armada
penangkapan
yang
mengoperasikan
pukat
cincin
untuk
penangkapan sejenis ikan pelagis adalah kapal yang mempunyai tipe lambut dengan bobot 40 – 80 GT sebagai kapal induk. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal induk berupa motor tempel merk Yamaha tipe enduro dengan kekuataan dorong 40 HP sebanyak 4-5 buah untuk setiap unit perahu penangkap dan ada sebagian aramada penangkap menggunakan mesin dalam. Untuk jelasnya dapat dilihat pada foto 2.3
45
Foto 2.3 Tipe kapal penangkap ikan
(a) Tampak Samping
(b) Tampak Atas
Gambar 2.9 Kapal Tipe Lambut Pukat Cincin
46
Tabel 2.1 Keterangan kapal tipe Lambut Penangkap Ikan Nama Perahu / Tipe A. KM. Tiberias
Ukuran Utama Kapal Panjang (L) Lebar (B) Dalam (D) (m) (m) (m) 21,5 5,15 2,25
“Lambut” B. KM. Masmur
Tenaga Penggerak (HP) Mesin tempel 40PK (5 buah)
21,5
5,15
“Lambut”
2,25
Mesin tempel 40PK (5 buah)
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat dijelaskan bahwa nelayan pukat cincin adalah pekerja yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan pada malam hari dengan menggunakan alat bantu rumpon dan lampu berdasarkan musim dan bagi sebagian besar anak buah kapal adalah lakilaki, sedangkan wanitanya dibatasi pada kegiatan-kegiatan di tepi pantai saja termasuk usaha pendistribusian dan pemasaran hasil tangkapan dan dibantu oleh anak-anak.
2.7
Penangkapan Ikan Jenis Pelagis Alat penangkapan ikan sangat menetukan jumlah ikan yang diperoleh,
sebab operasi penangkapan harus dilakukan dengan cepat, kelajuan melingkar, kecepatan perahu dan kecakapan tonaas (pemimpin) mengelilingi besarnya kelompok ikan yang terkumpul. Begitu pula perahu yang digunakan pada umumnya menggunakan kapal motor dalam dan atau motor tempel sebanyak 5 motor 40 pk. Kebutuhan perahu disesuaikan dengan alat penangkap yang dipakai.
47
Intensitas penangkapan ikan-ikan sejenis pelagis yang dilakukan oleh nelayan adalah angka yang menunjukkan seringnya penangkapan dilakukan pada malam hari. Intensitas tersebut dihitung dalam jumlah kali penangkapan yang untuk selanjutnya disebut trip dalam jangka waktu tertentu. Jenis ikan-ikan pelagis yang tertangkap di perairan laut Amurang Kabupaten Minahasa Selatan yang dikenal sebagai basis ikan pelagis seperti tampak pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Sejenis Ikan Pelagis (Malalugis) Untuk menangkap ikan pelagis ini yang hidup sampai kedalaman 150 meter (Katiandagho, 2006) kelajuan tali pemberat sangat menentukan untuk mencegah agar ikan tidak cepat keluar melalui bagian bawah jaring setelah penawuran sampai pada penarikan tali cincin.
2.8
Kerja Malam Menangkap Ikan Apabila manusia bekerja pada malam hari dan tidur siang, maka irama
fisiologi kerja akan terganggu, karena fungsi fisiologis tenaga kerja tidak dapat disesuaikan dengan irama kerja tersebut. Suhu badan, deyut nadi, tekanan darah yang bekerja pada malam hari sangat berbeda dengan yang bekerja pada pagi, siang dan sore (Grandjean, 1988). Oleh karena metabolisme tidak dapat sepenuhnya atau tidak dapat sama sekali diadaptasikan dengan kerja malam dan tidur siang.
48
Keseimbangan elektrolit sebagai akibat albumin dan klorida di darah dapat beradaptasi dengan keperluan kerja malam dan tidur siang, tetapi pertukaran zat-zat seperti : kalium, sulfur, fosformangan terikat pada sel-sel sehingga dengan pergantian waktu kerja siang menjadi malam tidak dapat dipengaruhinya. Metabolisme zat-zat terakhir tidak dapat diserasikan dengan kebutuhan kerja pada malam hari, sehingga untuk kerja malam kelelahan relatif sangat besar disebabkan oleh faktor faal dan metabolisme yang tidak dapat diserasikan serta sangat kuatnya kerja syaraf para simpatis dibanding simpatis pada malam hari (Suma’mur, 1991), sedangkan semestinya adalah simpatis harus melebihi kekuatan para simpatis. Banyaknya dan lamanya waktu tidur pada siang hari relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tidur malam. Hal ini disebabkan oleh suasana lingkungan pada siang hari seperti : suhu, kebisingan, aktivitas manusia, binatang dan juga karena kebutuhan, misalnya terbangun karena lapar, buang air kecil atau besar dan sebagainya dan pada malam hari alat pecernaan tidak berfungsi secara normal, sebab jumlah makanan yang diambil lebih sedikit, sedangkan pencernaan kurang bekerja sebagaimana mestinya sehingga berakibat pada menurunnya berat badan. Selain masalah biologis dan faal, maka kerja malam disertai reaksi psikologis sebagai suatu mekanisme defensif terhadap gangguan tubuh akibat ketidak serasian badani terhadap pekerjaan malam. Dengan demikian keluhankeluhan relatif lebih banyak ditemukan pada kerja malam. Untuk itu perlu dipertimbangkan pemberian gizi dan makanan eksra dan aspek-aspek yang perlu
49
juga diperhatikan pada kerja malam adalah : aspek kesehatan, sosial, budaya, biologi, dan ekonomi (Manuaba, 1998). Jadi makin panjang waktu kerja malam, maka makin besar pula efeknya terhadap kesehatan. Bagaimanapun juga kerja malam lebih banyak mempunyai dampak kurang baik bila dibandingkan dengan kerja siang. Sebaiknya kerja malam dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan yang memang benar-benar urgensi atau tidak boleh tidak dan harus dilakukan. Terkait dengan penjelasan di atas, maka nelayan dalam usaha penangkapan ikan dangan pukat cincin pada malam hari mempunyai dampak negatif yang kurang menguntungkan bagi kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan keamanan kerja, dimana mereka melakukan penangkapan ikan di perairan laut tanpa dibekali dengan pengetahuan tentang prinsip dan kaidah ergonomi yang bermanfaat bagi kualitas hidup manusia tentang budaya sehat, aman, nyaman, dan efisien sehingga produktivitas meningkat. Tetapi untuk mengubah budaya kerja malam dengan berbagai risiko menjadi waktu kerja siang sangat dibutuhkan intervensi ergonomi dengan pendekatan ergonomi total sehingga diharapkan adanya peningkatan produktivitas, kinerja dan kesejahteraan bagi keluarga nelayan.
50
2.9
Mengindentifikasi Masalah Ergonomi Total pada Penangkapan Ikan dengan Pukat Cincin Sikap kerja adalah sikap tubuh saat melakukan aktivitas kerja dan
berinteraksi dengan alat kerja hendaknya diupayakan dalam posisi alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap kerja paksa yang melampaui kemampuan fisiologis tubuh (Grandjean dan Kroemer, 2000; Manuaba, 1998). Sikap kerja yang tidak fisiologis dapat menimbulkan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan dapat menyebabkan hilangnya stabilitas, mudah tergelincir dan rawan terhadap kecelakaan (Manuaba, 1998b dan Sariputra, 2003). Sikap kerja paksa bisa terjadi pada saat mengangkat, mengangkut, memegang, menarik, duduk, berdiri terlalu lama (Ferguson, 2001 et.al. Adnyana, 2005). Sikap kerja yang dijumpai pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin yang oleh nelayan adalah sikap paksa. Sikap kerja paksa dimulai dari penawuran jaring, dimana jaring ditebarkan mengelilingi sekelompok ikan sejenis pelagis, melingkari secara horisontal, memagari secara vertikal dari permukaan laut hingga suatu kedalaman, mengurung dengan menutup bagian bawah jaring sampai pada penarikan tali pukat cincin. Pada penarikan pukat cincin, muncul permasalahan dimana mereka menarik dengan kedua tangan dalam waktu lama dan panjang serta dialksanakan berulang-ulang, sikap kerja duduk di lantai papan perahu dan berdiri menarik pukar postur tubuh membungkuk dan tungkai terjulur, telapak kaki sebagai bantalan penahan tarikan dan sering memanfaatkan jangkauan tangan kedepan dan pada akhir penarikan muncul rasa lelah dan nelayan mengeluh rasa sakit.
51
2.9.1 Sikap Kerja Nelayan Menarik Pukat Cincin Duduk di Lantai Perahu Bekerja dengan sikap kerja duduk terlalu lama dan dilakukan dengan posisi yang tidak tepat maka akan menyebabkan beberapa masalah
pada
beberapa bagian tubuh terutama pada tulang belakang dan bagian posterior bawah tulang pinggul. Sikap duduk yang tegang akibat posisi yang tidak tepat akan memberi tekanan pada lekukan tulang belakang. Dinamika posisi duduk yang tidak alamiah atau dipaksakan sebaiknya diimbangi dengan perbaikan beberapa faktor (Bridger, 1995; Henning, 1997; Schlumberger, 1998) antara lain : 1) karakteristik pengguna (subject), umur, antropometri, berat badan, kesegaran jasmani, pergerakan sendi, masalah muskuloskeletal, penglihatan, kegemukan dan ketangkasan tangan, 2) tuntutan jenis tugas pekerjaan (task deman), posisi tubuh, siklus waktu kerja, periode istirahat, urut-urutan pekerjaan, 3) rancangan luasan kerja (workspace), ukuran kursi, ukuran bahan yang dikerjakan, rancangan kursi, ukuran luasan kerja ruang pergerakan kepala, lengan, kaki (privacy), dan 4) faktor lingkungan kerja (environment), kualitas intensitas penerangan, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kelicinan lantai, kebisingan, debu, vibrasi. Diusahakan suatu perbaikan kearah sikap kerja duduk yang sesuai dengan kenyamanan duduk saat bekerja sangat penting terhadap pergerakan tubuh (Helander dan Zhang, 1997). Kebutuhan pergerakan tubuh dalam sikap kerja duduk dipengaruhi oleh posisi pekerjaan (single position and group position) dalam mengerjakan bagian-bagian dari pekerjaan dan juga tipe kerja yang
52
dilakukan seperti : kerja statis, kerja dinamis, kerja repetitif, gaya dan kekerapan kerja. Dari hasil penelitian pendahuluan didapati bahwa sikap kerja duduk terlalu lama menarik pukat cincin adalah lebih banyak melibatkan aktivitas fisik yang berpotensi menimbulkan beban kerja berat, kelelahan dan gangguan muskuloskeletal pada saat gerakan lengan tangan menarik tali cincin sehingga mengakibatkan keluhan-keluhan rasa sakit pada tangan kiri dan kanan, bagian punggung, pinggang, sakit pada pantat, sakit pada betis kiri dan kanan, kaki kanan dan kiri sebab dijadikan sebagai bantalan penahan untuk menarik pukat cincin hal ini berarti nelayan berada dalam sikap kerja paksa. Sikap kerja duduk terlalu lama seperti tampak pada foto 2.4
Foto 2.4 Sikap kerja nelayan menarik pukat cincin Sikap tubuh manusia ketika melakukan pekerjaan diakibatkan oleh hubungan antara dimensi pekerja dengan dimensi variasi dari tempat kerjanya disebut sikap kerja (Phesant, 1991). Sikap kerja nelayan pada waktu melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan menarik tali pukat cincin dilakukan dengan
53
sikap kerja paksa. Sikap kerja paksa dapat menyebabkan timbulnya berbagai gangguan pada sistem otot skeletal (Manuaba, 1990; Adiputra, 1998). Kondisi tersebut tentunya akan dapat menyebabkan keluhan atau kenyerian pada bagian otot-otot skeletal, khususnya pinggang dan punggung serta otot-otot bagian bawah seperti : paha, lutut, betis, pantat dan kaki; dan bagian atas seperti : pergelangan tangan kanan dan kiri, bahu, leher dan sebagainya. Nala, (1990) mengemukakan bahwa dibandingkan dengan kontraksi otot yang dinamis, maka kerja statis mempunyai kekurangan, yaitu kerja otot statis menghasilkan energi yang lebih besar dan cepat melelahkan. Pada gambar di atas sikap kerja duduk menarik tali pukat cincin dapat dijelaskan sebagai berikut : 1)
Cara kerja pada posisi duduk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang akan menimbulkan kejenuhan dan kelelahan karena
dipengaruhi oleh
gravitasi bekerja pada garis lurus vertikal melalui pusat tubuh yang ditahan oleh tulang belakang, akibatnya terjadi momen gaya yang menyebabkan tubuh cenderung jatuh ke depan, jika posisi duduk yang salah mengakibatkan masalah pada tulang belakang bagian bawah dan kaki. Pada saat duduk tekanan tulang belakang bagian bawah lebih besar dibandingkan pada saat berdiri, sehingga dibutuhkan suatu tempat duduk yang ergonomis. 2)
Gerak badan atau tangan, kaki dan menarik beban yaitu memerlukan energi yang optimal apabila arah tarikan tersebut adalah 60 derajat maka benda yang diangkat atau ditarik harus sedekat mungkin ke badan dan masih dalam wilayah antara sendi lutut dan paha. Posisi badan harus diupayakan tetap tegak dan otot perut dan pantat harus dalam keadaan berkonsentrasi
54
kuat. Tetapi yang terjadi pada nelayan saat menarik pukat tali cincin tidak ergonomis sehingga mereka selesai bekerja mengeluh rasa sakit. 2.9.2 Sikap Kerja Nelayan Menarik Pukat Cincin Berdiri Terlalu Lama Sikap kerja berdiri, membungkuk dan menjongkok terlalu lama dan dilakukan secara berulang-ulang tidak teratur dan tidak alamiah dapat dijumpai pada nelayan pada saat menarik pukat cincin. Seperti yang terlihat pada foto 2.5
Foto 2.5 Penarikan pukat dengan sikap kerja berdiri Phesant, (1991) menyatakan bahwa terdapat 7 (tujuh) prinsip dasar dalam mengatasi sikap tubuh selama bekerja antara lain adalah sebagai berikut. 1)
Hindari inklinasi ke depan dari kepala dan leher.
2)
Hindari inklinasi ke depan dari tubuh.
3)
Hindari penggunaan anggota gerak bagian atas dalam keadaan terangkat.
4)
Hindari pemutaran badan atau sikap asimetris (terpilin/twisty).
5)
Sendi hendaknya dalam rentang 1/3 dari gerakan maksimal.
55
6)
Sediakan sandaran punggung dan pinggang pada semua tempat duduk.
7)
Sikap menggunakan otot, hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan kekuatan maksimal. Dalam melaksanakan tugasnya nelayan/pekerja melakukan sikap kerja
sebagai berikut (Phesant, 1991). a)
Inklinasi ke depan pada leher dan kepala, karena medan kerja terlalu rendah atau obyek terlalu kecil.
b)
Sikap kerja posisi badan berdiri dan membungkuk kedepan, karena medan kerja terlalu rendah dan obyek di luar jangkauan.
c)
Sikap asimetris yang mengakibatkan terjadinya perbedaan beban pada kedua sisi tulang belakang.
d)
Sikap kerja yang salah dapat menyebabkan postural deformitas pada tubuh antara lain : lordosis, khiposis, dan skoliosis. Prinsip kerja secara ergonomis, agar terhindar dari resiko cidera antara lain
adalah sbb. (Manuaba, (1990) ; Adiputra, (1998) ; Sutjana, (2000)). 1)
Gunakan tenaga seefisien mungkin, beban yang tidak perlu harus dikurangi atu dihilangkan, perhitungan gaya berat yang mengacu pada berat badan dan bila perlu gunakan pengungkit sebagai alat bantu.
2)
Sikap kerja duduk, berdiri dan jongkok hendaknya disesuaikan dengan prinsip-prinsip ergonomi.
3)
Panca indra dapat digunakan sebagai kontrol, bila payah harus istirahat (jangan dipaksa) dan bila lapar atau haus harus makan dan minum (jagan ditahan).
56
4)
Jantung digunakan sebagaai parameter yang diukur melalui denyut nadi permenit yaitu jangan lebih dari jumlah maksimum yang diperbolehkan. Dengan mengetahui kriteria sikap kerja yang ideal, maka prinsip dasar
untuk mengatasi sikap tubuh yang salah selama bekerja dapat diatasi. Kasus penangkapan ikan yang sering
terjadi pada nelayan pukat cincin berkaitan
dengan sikap kerja yang tidak ergonomis, dapat dijadikan bahan evaluasi untuk diambil langkah-langkah pencegahan yang lebih spesifik di dalam melakukan perbaikan. Dalam melakukan perbaikan dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, maka setiap karakteristik data diindentifikasi dengan menggunakan pendekatan ergonomi total.
2.10 Intervensi Ergonomi Intervensi ergonomi yang dilakukan dimulai dari indentifikasi setiap masalah yang berhubungan dengan proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dengan harapan dapat memberikan manfaat dalam upaya-upaya membangun budaya kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien sehingga terjadi peningkatan kinerja dan kesejahteraan nelayan seperti pada : 1) pemanfaatan tenaga otot, 2) sikap kerja, 3) kondisi kondisi waktu, 4) kondisi sosial budaya, 5) kondisi informasi dan komunikasi. Dari kelima permasalahan yang diindentifikasi, maka semua masalah yang ada pada nelayan pada waktu proses penangkapan ikan harus dipecahkan melalui pendekatan sistem, dikaji secara holistik dan melalui lintas disiplin ilmu dapat digunakan pendekatan partisipatori, dengan maksud agar semua
57
komponen dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dapat dipecahkan secara bersama-sama (Manuaba, 2005b). Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin mutlak diperlukan terutama pada saat melakukan penawuran jaring sampai pada penarikan tali pukat cincin sehingga akan dapat menurunkan kelelahan, beban kerja dan gangguan muskuloskeletal nelayan, sebab melalui intervensi ergonomi dapat memperbaiki kinerja nelayan dalam pencapaian hasil penangkapan ikan yang optimal dengan demikian kesejahteraan hidup keluarga nelayan dapat meningkat. Melalui intervensi ergonomi yang dilakukan terhadap kinerja nelayan pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin
diharapkan dapat
menurunkan beban kerja fisik terutama frekuensi denyut nadi kerja (Adiputra, 2002). Kelelahan sebagai suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa aktivitas motoris adanya perasaan rasa sakit dan pelemahan motivasi dapat dihindari (Grandjean, 1993) dan keluhan muskuloskeletal yang bersifat sementara maupun menetap dapat diminimalisasikan bahkan dihindari agar supaya pekerjaan bisa lebih cepat selesai dan risiko kecelakaan lebih kecil (Manuaba, 2003a). Model intervensi ergonomi melalui pendekatan ergonomi total pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin menurunkan beban kerja, kelelahan, dan gangguan muskuloskeletal serta meningkatkan kinerja dan kesejahteraan nelayan penangkap ikan, dapat dilihat pada Gambar 2.11
58
SHIP 1. Gizi atau nutrisi 2. Sikap kerja, 3. Penggunaan otot, 4. Kondisi lingkungan, 5. Kondisi waktu, 6. Kondisi TTG
Indikator
Indikator 5
masalah
ergonomi total
Kinerja dapat menurunkan
Intervensi Ergonomi
1. Gizi atau nutrisi 2. Sikap kerja, 3. Penggunaan
1.Teknis 2. Ekonomi 3. Ergonomi 4. Sosial Budya 5. Hemat Energi Tidak
1. Beban kerja 2. Kelelahan 3. Gangguan muskuloskel etal Meningkatka n kesejahteraan
Gambar 2.11 Model Intervensi dan Penerapan Ergonomi Total Pada Aktivitas Penangkapan ikan dengan Pukat Cincin
2.11 Pertimbangan Antropometri dalam Desain Alat Kerja Antropometri adalah cabang dari ilmu ergonomi yang berkaitan dengan pengukuran dan karakteristik dari tubuh manusia. Pengukuran tubuh manusia dilakukan baik dalam keadaan diam statis dan bergerak dinamis untuk menerima beban dari luar termasuk disini ukuran linier, berat volume, ruang gerak dan lainlain (Sanders dan McCormick, 1992., Bridger, 1995). Data antropometri sangat bermanfaat di dalam perencanaan dan perancangan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja.. Persyaratan ergonomi menyarankan agar supaya peralatan kerja dan fasilitas kerja sesuai dengan orang
59
yang menggunakan khususnya menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum dan minimum biasanya digunakan data antropometri antara persentil 5 dan 95 dari populasi, dan rancangan untuk ukuran rerata dengan menggunakan persentil –50 (Phullat, 1992; Phesant, 1998). Pedoman pengukuran antropometri telah dikeluarkan oleh IAIFI Komisariat Denpasar (Sutjana IDP dkk, 2000) mengemukakan bahwa beberapa tahun terakhir ini banyak peralatan kerja maupun mesin yang ukurannya belum sesuai dengan ukuran tubuh orang (tenaga kerja) Indonesia sehingga menyebabkan cepat lelah, kurang efisien, produktivitas kerja rendah bahkan sering menimbulkan kecelakaan kerja kondisi demikian disebabkan kurangnya data antropometri orang Indonesia yang dipakai sebagai acuan pedoman untuk keperluan perancangan peralatan kerja. Cara perhitungan antropometri dalam distribusi normal adalah seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Macam persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
th
1 2.5 th 5 th 10 th 50 th 90 th 95 th 97.5th 99 th
Persentil
Perhitungan Rata-rata – 2.325 α Rata-rata – 1.96 α Rata-rata – 1.645 α Rata-rata – 1.28 α Rata-rata – X Rata-rata + 1.28 α Rata-rata + 1.645 α Rata-rata + 1.96 α Rata-rata + 2.325 α
Keterangan : α = Standar deviasi (Wignyosoebroto, 1995)
60
Penerapan antropometri dalam perancangan alat kerja yang berkaitan dengan penelitian ini khususnya pembuatan alat kerja katrol pada nelayan pukat cincin dalam proses penangkapan ikan yang penting dan harus diperhatikan dalam memperbaiki sikap kerja duduk menurut (Grandjean, 1993., Phesant, 1988., Sanders, and McCormick, 1987) adalah penerapan ukuran antropometri tubuh pemakai alat tersebut dan yang dibutuhkan sebagai berikut : 1)
Tinggi tubuh yaitu tinggi dari lantai sampai ke vertex. Sikap tubuh : berdiri tegak dengan sikap bersiap, pandangan lurus ke depan dengan tumit, pantat, punggung dan belakang kepala menyentuh tembok tanpa alas kaki;
2)
Jarak dari pantat ke popliteal adalah ukuran horisontal dari belakang pantat ke sudut popliteal dibelakang lutut yaitu pertemuan antara betis dengan sisi bawah paha diukur dalam posisi duduk;
3)
Jarak dari pantat ke lutut adalah ukuran horisontal dari belakang pantat ke puncak lutut diukur dalam posisi duduk;
4)
Tinggi popliteal adalah ukuran vertikal dari lantai ke sudut popliteal disisi bawah lutut, terletak pada betis femoris otot tendon di ujung dalam betis;
5)
Tinggi lutut adalah ukuran vertikal dari lantai ke atas luasan daerah lutut;
6)
Lebar pinggul adalah ukuran maksimum pinggul yang melintang horisontal dalam posisi duduk;
7)
Panjang jangkauan tangan lurus ke depan adalah ukuran dari akromion ke tengah objek sambil menggenggam alat, dalam posisi duduk dan lengan siku tangan lurus ke depan;
61
8)
Panjang jangkauan ke samping adalah ukuran dari akromion ke tengah objek tangan menggenggam alat dalam posisi duduk dan lengan siku tangan lurus ke samping;
9)
Antropometri tangan; bagian-bagian yang di ukur yaitu : a) 1, panjang tangan, b) 2, panjang telapak tangan, c) 3, lebar tangan sampai ibu jari, d) 4, lebar tangan sampai metakarpal, e) 5, ketebalan tangan pada metakarpal, f) 6, lingkar tangan sampai telunjuk, g) 7, lingkar tangan sampai ibu jari, h) 8, jarak pergelangan sampai ke ujung ibu jari.
10)
Antropometri kaki; bagian-bagian yang diukur : a) 9, panjang kaki, b) 10, lebar kaki, c) 11, jarak antara tumit dengan bagian telapak kaki, d) 12, lebar tumit, e) 13, lingkar telapak kaki (ukur yang paling lebar), f) 14, lingkar kaki membujur,g) 15, tinggi mata kaki bagian luar, h) 16, tinggi mata kaki bagian dalam, i) 17, lingkaran pergelangan kaki. Ukuran beberapa segmen dan dimensi tubuh yang diperlukan sebagai data
dasar untukl desain alat katrol diukur dengan alat antropometer. Dapat dilihat pada Gambar 2.12
62
Gambar 2.12 Pengukuran Antropometri
63
3 4
6
1
2
8
7
5
13 17
9 11 14
15
16
12 10
Gambar 2.13 Antropometri tangan dan kaki 2.12
Prinsip ergonomi dalam perancangan alat kerja Aspek ergonomi yang perlu mendapat perhatian dalam perancangan alat
kerja pada penelitian ini yaitu melakukan intervensi ergonomi dan penerapan ergonomi total.
Penerapan ergonomi total merupakan salah satu bentuk
intervensi ergonomi yang bertujuan untuk mendapatkan sistem kerja yang manusiawi, kompetitif dan lestari (Manuaba, 2004a). Dalam merancang alat kerja yang akan digunakan oleh manusia selalu berusaha menserasikan alat kerja/mesin, cara kerja dan lingkungan terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia dengan sasaran tercapainya kondisi
64
kerja dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya produktivitas yang tinggih. Peningkatan produktivitas yang tinggih dapat tercapai, jika semua komponen dalam sistem kerja yaitu manusia, peralatan, material dan lingkungan kerja dirancang secara ergonomi (Manuaba, 1992). Desain merupakan suatu kegiatan daya inovatif atau rekayasa rancang bangun yang dimulai dari ide-ide inovasi, atau kemampuan untuk menghasilkan karya dan cipta yang benar-benar dapat memenuhi kebutuhan permintaan manusia karena adanya penelitian dan pengembangan teknologi secara terus menerus dengan tujuan sebagai berikut : 1)
Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, hal tersebut mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban fisik dan mental serta mempromosikan kepuasan kerja.
2)
Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas hidup dan kinerja serta mengorganisasikan sistem kerja sebaik-baiknya.
3)
Meningkatkan interaksi manusia/mesin antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya dari suatu sistem kerja. Untuk mencapai tujuan yang ergonomis dari suatu desain, maka perlu
dijadikan suatu bahan pertimbangan dari beberapa problem ergonomi antara lain sebagai berikut : 1)
Aplikasi dari tenaga otot secara optimal dan efisien untuk menekan stres pekerjaan sampai batas minimum.
2)
Sikap tubuh yang diterapkan pada sikap kerja dengan memperhatikan situasi
65
pembebanan terhadap tubuh dan kesehatan dan jenis lingkup pekerjaan. 3)
Kondisi lingkungan kerja untuk mencegah beban kerja yang berlebihan terhadap fisik dan mental.
4)
Kondisi yang terkait dengan pola kerja, waktu kerja. Waktu istirahat dan hari-hari libur.
5)
Kondisi sosial untuk meningkatkan interaksi antara manusia, lingkungan kerja, teknologi dan seni dapat memeberikan penghargaan reward terhadap harga diri dan kepuasan kerja. Desain juga dapat diartikan sebagai salah satu aktifitas luas dari inovasi
yang berhubungan dengan pegembangan bentuk, pengembangan teknik, proses produksi dan peningkatan pasar. Ruang lingkup kegiatannya menyangkut masalah yang berhubungan dengan sarana kebutuhan manusia melalui proses industri. Untuk menilai suatu hasil akhir sebagai kategori nilai desain yang baik biasanya ada tiga unsur yang mendasarinya yaitu: fungsional, estetika, dan ekonomi yang disebut sebagai (fit-form-function). Salah satu unsur penilaian yang efektif dari sebuah desain adalah untuk meningkatkan daya cipta, karsa dan rasa dari hasil produk yang bernilai positif sesuai tujuannya yaitu dapat dipergunakan dengan tingkat kenyamanan yang tinggi, mempunyai nilai tambah dan dengan mudah pengoperasian dan pemeliharaan secara fleksibel sehingga mempunyai masa pakai yang cukup panjang (Prasetyowibowo, 2000). Kesesuaian, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan manusia adalah merupakan prasyarat untuk menggunakan suatu hasil desain alat tersebut. Aktifitas atau kegiatan manusia berupa sikap dan
66
gerakan tubuh yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan suatu desain alat akan berakibat pada ketidaknyamanan, dan bahkan menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Disisi lain desain alat merupakan suatu langkah strategis untuk bisa menghasilkan produk-produk yang secara komersial harus mampu dicapai guna menghasilkan laju pengembalian modal (rate of return investment). Disini diperlukan penyusunan konsep desain baru maupun desain lama yang sudah dimodifikasi menjadi sebuah produk baru dalam bentuk rancangan teknik (engeenering design) dan juga rancangan industri (industrial design) untuk memenuhi kebutuhan pasar (demand pull), atau dilatar belakangi oleh adanya dorongan memanfaatkan inovasi teknologi. Desain dari sebuah alat akan terkait dengan semua analisis perhitungnan yang menyangkut pemilihan dan perhitungan kekuatan material, dimensi geometris, toleransi dan standar kualitas yang hendak dicapai yang kesemuanya akan sangat menentukan derajat kualitas dan reliabilitas untuk memenuhi tuntutan fungsi serta spesifikasi teknis yang diharapkan (Prihartono, 2000). Rancangan alat sangat berpengaruh signifikan terutama didalam memberikan estetika keindahan dan sentuhan kenyamanan sebagai kelayakan operasional yang dalam hal ini diperlukan berbagai macam evaluasi dan pengujian dengan menggunakan tolok ukur ergonomi sebagai salah satu langkah pengujian agar supaya pengujian alat pada saat dioperasikan tidak hanya memberikan fungsi yang direncanakan, tetapi juga mampu memberikan suatu keselamatan, kesehatan, kenyamanan pada saat dioperasikan (Wignjosoebroto, 2000).
67
Proses sebuah desain alat yang baik terutama bertujuan menganalisa, menilai dan menyusun
suatu sistem fisik/non fisik yang optimum diwaktu
mendatang dengan memanfaatkan informasi (Adiputra, 2003). Pertama-tama desainer menentukan produk yang akan dirancang need, yang dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide untuk memenuhi kebutuhan tersebut idea, setelah diperoleh ide-ide, dilakukan penilaian dan pemilihan alternatif sehingga didapatkan suatu keputusan yang menghasilkan rencana desain yang optimal decision. Langkah terakhir adalah penanganan action yang dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori yaitu: 1) produk yang sama sekali baru, dan 2) produk yang dikembangkan dari produk lama yang sudah ada tetapi memiliki fungsi, penampilan dan karakteristik lain yang diharapkan dapat lebih menguntungkan konsumen. Proses pengembangan desain sebuah alat mempunyai urutan langkahlangkah atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah konsep desain suatu produk adalah sebagai berikut : 1)
Pengembangan konsep Mengindentifikasi kebutuhan target konsumen, mengevaluasi alternatif konsep dan menentukan konsep tunggal untuk pengembangan lebih lanjut.
2)
Desain tahapan sistem Membuat rancangan produk, geometri produk, pembagian produk menjadi subsistem dan komponen beserta spesifikasinya dan diagram alir proses perakitan produk.
68
3)
Desain detail Dokumentasi kontrol untuk produk file yang berisi ukuran setiap komponen, spesifikasi komponen-komponen yang dibeli, peralatan produksi, dan perencanaan untuk pabrikasi dan perakitan produk.
4)
Pengujian dan perbaikan Pembuatan prototype misalnya A yang merupakan prototype yang dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun tidak membutuhkan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produksi yang sesungguhnya; dan (prototype) misalnya B yang dibuat dengan komponen-komponen yang dibutuhkan pada produksi namun dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada proses perakitan sesungguhnya. Kedua (prototype) tersebut diuji dengan ketat baik secara internal maupun diuji oleh konsumen dalam lingkungan pengguna.
5)
Produksi Ramp up Dalam tahap ini produk dibuat dengan sistem produksi yang sebenarnya, dengan tujuan untuk melatih tenaga kerja dan untuk menyelesaikan permasalahan yang masih terdapat dalam proses produksi. Dalam fase ini terdapat launch produc (Ulrich, Karl and Steven, 2001). Lebih jelas tahaptahap pengembangan desain alat kerja dapat ditunjukkan pada Gambar 2.14
69
Mission Statement
Identifikasi Kebutuhan Pemakai
Spesifikasi Target
Menurunkan Beberapa Konsep Produk
Memilih Konsep
Memperbaiki Spesifikasi
Analisa Produk Pesaing Analisa Ekonomi
PENGEMBANGAN KONSEP
Gambar 2.14 Tahap-tahap Pengembangan Desain (Sumber : Ulrich; Karl and Steven, 2001).
Merencanakan Kegiatan dan Pengembangan
Rencana Pengembangan
70
2.12.1 Prinsip ergonomi dalam perancangan alat kerja katrol Dalam melakukan perancangan alat kerja katrol pada penelitian ini maka sangatlah penting untuk memperhatikan faktor manusia sebagai faktor utama didalam perancangan kerja (Wignjosoebroto, 1989) menyatakan bahwa suatu sistem kerja dimana komponen kerja seperti manusia (operator), mesin dan atau fasilitas kerja lainnya, material serta lingkungan kerjafisik akan berinteraksi bersama-sama dalam memberikan hasil kerja. Komponen tersebut dianalisis guna memperoleh kerja yang sebaikbaiknya dengan mekanisme sebagai berikut : a)
Komponen manusia yang dianalisis adalah posisi orang pada saat melaksanakan kerja berlangsung agar mampu memberikan gerakan kerja yang efektif dan efisien (baik posisi duduk, berdiri, jongkok, membungkuk dan sebagainya).
b)
Komponen material yang dianalisis adalah cara penempatan material, tata letak dan pemilihan jenis material yang mudah diproses.
c)
Komponen mesin yang dianalisis adalah rancangan mesin dan atau peralatan kerja lainnya, apakah sudah sesuai dengan prinsip ergonomi.
d)
Komponen lingkungan kerja yang dianalaisis adalah kondisi kenyamanan dan keamanan lingkungan kerja fisik tempat operasi kerja tersebut dilaksanakan.
e)
Sosial-budaya yang dianalisis ialah sikap dan interaksi pekerja dalam menerima perubahan sistem kerja terutama dalam penggunaan teknologi baru (Purnomo, 2007). Dalam perancangan alat katrol peran ergonomi sangat penting untuk
mendapatkan sistem kerja yang ergonomis. Perancangan disebut ergonomis,
71
apabila alat tersebut secara antropometri, faal, biomekanika dan psikologi berkompatibel dengan manusia sebagai pemakainya. Untuk itu pengetahuan tentang anatomi manusia, fisiologi dan psikologi sangat dibutuhlan (Bridger, 1995). Selain itu perancangan harus berorientasi pada produksi, distribusi, instalasioperasi dan pemeliharaan yang mudah dan murah. Pukat cincin merupakan alat penangkapan ikan dengan sistem kerja yang sangat mengandalkan keberadaan dan kekuatan fisik manusia sebab pada saat menarik, cincin dan jaring bertumpuh pada tali sehingga beban tarikan menjadi semakin berat, cepat lelah dan adanya keluhan muskuloskeletal. Hal ini kalau dibiarkan maka akan menimbulkan kecelakaan dan cidera akibat kerja. Upaya pencegahan kecelakaan dan cidera pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin, maka perlu merancang alat bantu kerja yang ergonomis dengan tujuan terciptanya keadaan fisik dan psikis nelayan yang sehat dengan mengupayakan rancangan peralatan, fasilitas dan kondisi kerja yang dapat menjamin para nelayan terbebas dari kecelakaan yang mengakibatkan cidera dan penyakit akibat kerja. Perancangan alat yang ergonomis akan memberikan manfaat (Manuaba, 2000b; 2003a) antara lain : a) pemakaian otot dan energi lebih efisien, b) pemakaian waktu lebih efisien, c) kelelahan berkurang, d) kecelakaan kerja berkurang, e) penyakit akibat kerja berkurang, f) kenyamanan dan kepuasan kerja meningkat, g) efisiensi kerja meningkat, h) mutu produk dan produktivitas kerja meningkat,
i)
kesalahan
kerja
berkurang
dan
kerusakan
kerja
dapat
diminimalisasikan, dan j) pengeluaran biaya pengobatan untuk mengatasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi dan konsekwensi biaya operasional dapat ditekan.
72
Dalam penerapan ergonomi beberapa prinsip yang perlu diingat untuk merancang suatu alat kerja (Adiputra, 2000) mengemukakan sebagai berikut : a) memaksimalkan teknologi tepat guna, b) menerapkan asaz manajemen partisipasi; (c) bertahap namun tetap holistik, d) selalu berorientasi pada masalah, e) biaya murah dan mudah didapat, dan f) tetap menggunakan pendekatan ergonomi total. Dari kajian ilmiah ini diharapkan semaksimal mungkin sistem kerja yang dihasilkan akan mampu menjamin kesehatan, kenyamanan dan keselamatan kerja. (Adiputra, 2003). Menyatakan pertama-tama desainer menentukan produk alat yang akan dirancang (need), dilanjutkan dengan pengembangan ide (idea), setelah diperoleh ide dilakukan penilaian dan pemilihan alternatif, sehingga didapatkan keputusan yang menghasilkan rencana desain yang optimal (decision), langkah terakhir adalah penanganan (action). Tahapan pembuatan desain alat kerja katrol sebagai berikut : 1)
Pembuatan desain, termasuk juga komponen-komponen pendukungnya terdiri dari tahapan berikut. a)
Desain bentuk keseluruhan alat yang ergonomi
b)
Spesifikasi fungsionalnya dari alat katrol ini memiliki 3 bagian penting yaitu : penahan atau pengalas kaki, penggulungan penarikan, setting bagian rangka. Seperti tampak pada Gambar 2.15., 2.16., dan 2.17.
Gambar 2.15 Tampak samping kanan alat katrol pukat cincin
73
2)
Pengujian prototype, dilakukan untuk mengetahui apakah alat yang dirancang sesuai dengan antropometri nelayan pukat cincin yang akan menggunakan alat tersebut. Data pengukuran antropometri tubuh (cm) yang akan diukur dalam penelitian ini adalah tinggi badan, tinggi siku, jangkauan tangan, keliling lingkaran genggam tangan, tinggi bahu, lebar bahu dan jarak genggam tangan kedepan dalam posisi duduk. Data antropometri tersebut dihitung berdasarkan persentil 5, 50 dan 95. Sedangkan data pengukuran bentuk dan ukura alat katrol adalah sebagai berikut. a) Bentuk dan ukuran alat, apakah telah sesuai b) Pengujian alat ini, apakah dapat berfungsi seperti keinginan nelayan pemakai c) Pengukuran kecepatan waktu yang dibutuhkan pada saat penggunaan alat tersebut.
Gambar 2.16 Tampak belakang alat katrol pukat cincin
74
Gambar 2.17 Tampak depan alat katrol pukat cincin 3)
Kebutuhan bahan dan estimasi biaya Kebutuhan dan jenis bahan kayu dan perhitungan biaya yang diperlukan untuk pembuatan alat kerja katrol ini sebagai berikut :
Tabel 2.3 Kebutuhan Bahan dan Estimasi Biaya No. Jenis Bahan 01 Besi bulat berdiameter 80 02 Besi bulat berukuran 5,8 cm - Tinggi 48 cm - Lebar 45 cm - Tebal 50 cm - Panjang 60 cm 03 Mur (disesuaikan dengan ukuran baut) 04 Gigi engsel 05 Paku 10 cm, 5 cm, 3 cm 06 Cat besi berwarna 07 Tenaga kerja dll
Kuantitas 2 unit 8 saf/ujung
16 buah 50 buah 5 kg 5 kg 3 orang
Total
Harga Rp. 500.000,Rp. 400.000,-
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
120.000,100.000,80.000,100.000,500.000,-
Rp.1.800.000,-
2.12.2 Prinsip ergonomi dalam perancangan tempat duduk Posisi duduk membutuhkan energi yang lebih kecil bila dibandingkan dengan posisi berdiri, tetapi posisi duduk tidak fisiologis menyebabkan gangguan
75
pada (diskus intervertebralis). Pada posisi duduk tekanan pada (diskus intervertebralis) lebih besar dibandingkan dengan posisi berdiri. Posisi duduk
yang benar mempunyai keuntungan antara lain : mengurangi pengeluaran energi, melancarkan aliran darah, dan mengurangi tekanan antara ruas tulang punggung. Sikap duduk tang salah dapat menyebabkan keluhan pada kepala, leher, bahu, pinggang, panatat, lengan atas, paha, lutut dan kaki (Grandjean, 2000) Pada posisi duduk otot mengalami pembebanan secara statis. Beban otot statis terjadi ketika otot dalam keadaan tegang (tension) tanpa menghasilkan gerakan tangan atau kaki sekalipun. Tegangnya otot sebenarnya terjadi pada kondisi menahan beban tubuh. Pada sikap duduk yang tidak fisiologis otot-otot tertentu akan terus bekerja dalam upaya memberi reaksi pada gaya-gaya gravitasi. Jadi terdapat hubungan antara tingkat usaha (level effort) yang diberikan dengan lamanya usaha (effort duration) (Pulat, 1992). Sebuah konsep ergonomi adalah duduk yang lebih baik akan memberikan manfaat antara lain : sikap duduk tegak dengan sandaran belakang dan lengan bawah, sudut yang dibentuk oleh abdomen dan paha diperbesar sehingga tulang belakang menjadi tegak. Perancangan tempat duduk memerlukan beberapa data antropometri untuk menentukan dimensi bagian-bagian tempat duduk. Beberapa dimensi tempat duduk yang harus diperhatikan dalam proses perancangan yang ergonomis yaitu : (a) tinggi tempat duduk; (b) kedalaman/panjang tempat duduk; (c) lebar tempat duduk; (d) sudut alas duduk. Bila tempat duduk tidak dirancang secara ergonomis, maka akan menyebabkan pekerja membungkukkan badan sehingga tulang belakang akan menekuk ke depan yang akan berakibat terjadinya sakit pada otot, leher dan bahui serta pinggang atau punggung (Sanders & McCormic, 1987).
76
2.12.3 Prinsip ergonomi dalam kondisi sosial budaya Kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir pantai dalam banyak hal, mereka telah membentuk sebuah lingkungan permukiman sendiri dan memeliki sosio-budaya yang khas yaitu berburu dan menangkap ikan (hunting and fisihing) sebagai proses adaptasi terhadap habitat dekat pantai dan sekaligus menyatu dengan laut dan dalam kehidupannya mereka membentuk tradisi yang diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Dari hasil pengamatan didapati bahwa kehidupan nelayan pukat cincin dalam sistem pembagian hasil tangkapan sering terjadi hubungan tidak harmonis oleh karena masih mengikuti pola kelembagaan tradisi masyarakat pantai dengan kebiasaan menggunakan hukum adat tidak tertulis (konvensi) yaitu: (a) isteri dan anak tidak dilibatkan dalam proses penangkapan ikan; (b) hubungan antar keluarga sering terjadi mis komunikasi; (c) secara individu tidak dapat mempengaruhi harga ikan di pasar. Prinsip ergonomi dalam kehidupan sosial budaya di tempat kerja menambahkan terciptanya suasana damai, senang, tenang, rasa aman dan nyaman dalam bekerja. Rasa nyaman di lingkungan kerja, dipengaruhi oleh faktor lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pekerja akan merasa nyaman bila lingkungan kerja, hubungan antar keluarga (suami, istri dan anak), hubungan antar pekerja, hubungan antar atasan dan bawahan berlangsung harmonis.
Harmonisasi
lingkungan
dapat
menyebabkan
pekerja
lebih
berkonsentrasi pada tugasnya masing-masing sehingga efisiensi tercapai dan akhirnya pencapaian produktivitas bisa optimal (Manuaba, 2006; Manuaba, 2003).
77
2.12.4 Prinsip ergonomi dalam manusia-mesin Keserasian antar manusia dan mesin sangat dibutuhkan untuk menjamin bahwa proses kerja dapat mencapai hasil yang optimal. Penerapan ergonomi dalam hal perancangan alat kerja yang merupakan aktivitas rancang bangun (desain) dan atau rancang ulang (redesain) yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi dengan tanpa melupakan unsur anatomi, psikologi, lingkungan dan kesehatan kerja (Adiputra, 2003). Untuk memudahkan proses perancangan atau perbaikan suatu produk atau alat bantu kerja, maka diperlukan pemahaman tentang antropometri, yaitu : Ilmu yang mempelajari proporsi ukuran dari setiap bagian tubuh manusia (Pulat, 1992). Data ukuran tubuh ini digunakan untuk menentukan dimensi atau ukuran alat dan perlengkapan kerja sehingga tercipta keserasian antar alat dengan pemakainya (Manuaba, 2003; Sutjana, 2005; Grandjean, 2003). Menurut Phesant (1988), ada 3 informasi penting yang diperlukan untuk dapat memilih ukuran terbaik yang menciptakan keserasian antara pekerja dengan mesin yaitu : 1) karakteristik ukuran tubuh dari populasi pengguna/pekerja, 2) bagaimana karakteristik ukuran tubuh tersebut memberikan rasa nyaman dalam bekerja, 3) kriteria tentang keserasian yang efektif antara hasil rancangan dengan pengguna.
Atas
dasar
teori
tersebut,
maka
interaksi
manusia
mesin
memperhatikan kesesuaian alat ataufasilitas kerja dengan pekerja, interaksi antar pekerja dengan fasilitas kerja yang digunakan untuk bekerja, agar pekerja lebih mudah dan aman untuk mengoperasikan alat-alat yang digunakan.
78
2.13 Tujuan dan Manfaat Kinerja Performance sering diartikan sebagai suatu kinerja, hasil kerja atau
prestasi kerja seseorang yang mempunyai hubungan dengan pencapaian tujuan organisasi dan kepuasan konsumen yang memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kerja. Kinerja berhubungan pula dengan apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Amstrong and Baron, 1998). Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja adalah kualitas sumber daya manusia sebagai tuntutan yang digunakan
untuk mengukur dan menilai keberhasilan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan, prilaku pekerja dan hasil capaian kerja (Rivai, 2005). Pandangan ergonomi terhadap kinerja sumber daya manausia adalah tuntutan tugas, motivasi kerja dan kemampuan menghadapi (complexity, competition and chage – 3C) (Manuaba, 2004a) menyatakan bahwa hal yang
sangat mendasar yang harus dihadapi manusia adalah kopleksitas tugas pekerjaan, memenangkan kompetisi dan sikap manusia menerima perubahan, hasil dari perubahan dapat terjadi secara outomatisasi, informasi, transformasi dan substitusi sebagai salah satu jawaban keinginan untuk memperbaiki diri. Tujuan dan manfaat dari kinerja yaitu untuk melakukan penilaian terhadap capaian hasil kerja berdasarkan tuntutan tugas yang dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan task, lingkungan, (environment), dan organisasi (organization) dimana pekerjaan itu dilakukan sehingga tercapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efisien, efektif dan produktif yang pada akhirnya
79
bermuara pada peningkatan kualitas penampilan kinerja dan keuntungkan perusahaan (Manuaba, 2000., Grandjean 1993). 2.14 Indikator Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah diterapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001) lebih lanjut pengukuran penilaian kinerja merupakan proses dan mengukur pencapaian dan pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapian misi (mission accoplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara : 1) memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi, 2)
mengusahakan
standar
kinerja
untuk
menciptakan
perbandingan,
3) mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja, 4) menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian, 5) menghindari konsekuensi dan rendahnya kualitas, 6) mempertimbangkan penggunaan sumber daya; dan (7) mengusahakan umpan balik untuk mendorong perbaikan. Indikator pengukuran kinerja adalah merupakan penilaian secara kualitatif maupun secara kuantitatif yang dapat memberikan gambaran-gambaran baikburuk apakah segala komponen organisasi telah berjalan sesuai dengan yang digariskan dan penilaian kinerja adalah untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga karyawan termotivasi dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya (berupa kebijakan manajemen/rencana formal yang
80
dituangkan dalam anggaran) agar membutuhkan tindakan dan hasil yang diinginkan (Setyawan, 2001). Ukuran kinerja merupakan alat ukur yang harus bersifat obyektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama. Dengan kriteria yang sama diharapkan memberikan hasil yang dapat diperbandingkan secara obyektif dan adil. Kriteria suatu ukuran kinerja menurut (Amstrong dan Baron, 1998) seharusnya yaitu : a) dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur apa yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja bisnis, b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu yang berkepentingan,
c) memfokuskan pada
output yang terukur dan penyelesaian tugas dan bagaimana orang bertindak dan bagaimana tingkalaku mereka, d) mengindikasi data yang akurat dan terukur sebagai dasar pengukuran, e) dapat didiverifikasi, dengan mengusahakan informasi yang akan mengonfirmasi tingkat seberapa jauh harapan yangdapat dipenuhi. Indikator penilaian kinerja yaitu : 1) beban kerja, 2) kelelahan, dan 3) keluhan muskuloskeletal yang dapat diuraikan sebagai berikut.
2.15
Beban Kerja (Workload) Beban kerja pada operasi penangkapan ikan sangatlah berat oleh karena
aktivitas tubuh pada saat menarik pukat cincin semakin tinggi menyebabkan metabolisame tubuh semakin meningkat sehingga kebutuhan oksigen semakin besar dan frekuensi denyut nadi semakin besar pula (Adiputra, 2002). Dari pendekatan ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban kerja tersebut. Oleh karena
81
setiap orang kemampuan dan kebolehan kerja berbeda-beda satu dengan yang lain. Menurut (Suma’mur, 1982) kemampuan tenaga kerja seseorang berbeda dan sangat tergantung pada tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran postur tubuh dari pekerja yang bersangkutan. (Rodahl, 1989) mengemukakan bahwa hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik eksternal maupun internal. 1)
Beban kerja eksternal (external load) mencakup : a) tugas task, yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti : sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja maupun yang bersifat mental yaitu kopleksitas pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi kerja. b) organisasi sistem kerja meliputi : jam kerja, waktu istirahat, upah, kerja tim, jadwal kerja. c) lingkungan kerja meliputi: suhu, kebisingan, getaran, kelembaban, kecepatan udara, intensitas cahaya dan polusi.
2)
Beban kerja internal (Internal load) mencakup: a) faktor somatis meliputi: jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi; serta b) faktor psikis motivasi, persepi, kepercayaan, keinginan, harapan, norma adat dan budaya, tabu, ketegangan akibat manajemen.
2.15.1 Penilaian Beban Kerja Rodahl,
(1989) mengemukakan penilaian beban kerja fisik dapat
dilakukan dengan dua metode yang secara obyektif yaitu metode penilaian langsung maupun metode penilaian tidak langsung. Metode penilaian langsung yaitu dengan mengukur energi ying dikeluarkan (energy expenditure) melalui
82
asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energy yang dikonsumsi. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. (Christensen, 1991 and Grandjean, 1993) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung dan suhu mempunyai hubungan yang linier dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, temperatur dan denyut jantung
(Christensen, 1991).
Seperti pada
Tabel 2.4 Tabel 2.4 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Temperatur dan Denyut Jantung. Kategori beban kerja
Konsumsi Oksigen 1/min
Ventilasi paru 1/min
Suhu Rektal (°C)
Denyut jantung (Denyut/Min)
Sangat ringan
0,25 – 0,3
06 – 07
37,5
60 - 70
Ringan
0,50 – 1,0
11 – 20
37,5
75 - 100
Sedang
1,0 – 1,5
20 – 31
37,5 - 38,0
100 - 125
Berat
1,5 – 2,0
31 – 43
38,0 - 38,5
125 - 150
Sangat berat
2,0 – 2,5
43 – 56
38,5 - 39,0
150 - 175
Sangat berat sekali
2,5 – 4,0
60 - 100
> 39,0
> 175
83
2.15.2 Denyut Nadi sebagai Alat Ukur Beban Kerja Pengukuran denyut nadi selama nelayan melaksanakan kegiatan penangkapan ikan merupakan metode untuk menilai cardiovascular. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi dengan menggunakan metode 10 denyut meraba denyut nadi pada arteri radialis tangan kiri dan dicatat secara manual memakai stop watch (Kilbon, 1992). Pengunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah, cepat dan murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal, hasilnya cukup reliabel. Di samping itu tidak terlalu menganggu proses kerja dan tidak menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika maupun kimiawi (Grandjean, 1993) mengemukakan denyut nadi yang perlu dihitung untuk mengestimasi indek beban kerja fisik adalah sebagai berikut. 1)
Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
2)
Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja
3)
Nadi kerja adalah perbedaan antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja
4)
Total denyut nadi pemulihan adalah jumlah denyutan nadi dari pekerjaan dihentikan sampai denyutan kembali ke level istirahat.
5)
Total nadi kerja adalah jumlah denyutan nadi dari mulai kerja sampai istirahat. Selanjutnya, (Grandjean, 1998) menggolongkan beban kerja berdasarkan
denyut nadi seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.5
84
Tabel 2.5 Menggolongkan Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi No.
Kategori Beban Kerja
Rentangan denyut nadi/menit
1
Sangat rendah = istirahat
60 – 70
2
Ringan
75 – 100
3
Sedang
100 – 125
4
Berat
125 – 150
5
Sangat Berat
150 – 175
6
Luar Biasa Beratnya
> 175
2.15.3 Faktor Penilaian Beban Kerja Faktor penilaian untuk menurunkan beban kerja, ada dua kriteria yang dapat dipakai (Rodahl, 1989) antara lain adalah sebagai berikut. 1)
Kriteria objektif; yang dapat diukur dan dilakukan oleh pihaklain yang meliputi: reaksi fisiologis, reaksi psikologis dan perubahan tindak tanduk
2)
Kriteria subjektif; yang dilakukan orang yang bersangkutan sebagai pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan yang menggangu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan. Penilaian beban kerja secara objektif yang paling mudah dan murah,
secara kuantitatif dapat dipercaya akurasinya adalah pengukuran frekuensi denyut nadi. Frekuensi denyut nadi dari keseluruhan jam kerja, selanjutnya dipakai dasar penilaian beban kerja fisik, karena perubahan rerata denyut nadi berhubungan liner dengan pengambilan oksigen. Hal ini merupakan refleksi dari proses reaksi (strain) terhadap (stressor) yang diberikan oleh tubuh, dimana biasanya besar (strain) berbanding lurus dengan (stress).
85
Penilaian beban kerja secara subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dimana dengan kuesioner tersebut akan terlihat tandatanda yang menyatakan adanya suatu kelelahan yang dialami orang akibat beban kerja yang membebaninya, oleh karena interaksi pekerja dengan jenis pekerjaan, tempat kerja, organisasi/cara kerja, peralatan kerja dan lingkungannya (Bridger, 1995). Penilaian beban kerja pada proses penangkapan ikan dapat dilihat pada beberapa variabel seperti pemakaian O2, penggunaan kalori dan denyut nadi. Salah satu cara dalam menentukan konsumsi kalori atau pengarahan tenaga kerja untuk amengetahui derajat beban kerja adalah perhitungan denyut nadi kerja, yaitu rerata denyut nadi selama bekerja. Berdasarkan pemakaian O2, konsumsi kalori, denyut nadi dan tingkat beban kerja dibedakan untuk kondisi istirahat, beban kerja sangat ringan, ringan, agak berat, berat, sangat berat dan luar biasa berat (Sanders and McCormick, 1987). Cara lain untuk menentukan penilaian klasifikasi beban kerja fisik pada proses kerja penangkapan ikan adalah klasifikasi yaitu klasifikasi beban kerja fisik berdasarkan beban (cardiovascular) yang dihitung berdasarkan data denyut nadi istirahat, denyut nadi kerja dan nadi kerja maksimum 8 jam kerja (Intaranot and Vanwonterghem, 1993., Suyasning, 1998).
2.16
Kelelahan Kerja Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan pada kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
86
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Grandjean, 1993). Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan remor pada otot atau perasaan nyerih pada otot. Sedangkan kelalahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status, kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. (Pulat, 1992) menyatakan secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30% - 40% dari tenaga aerobik maksimal. 2.16.1 Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja bervariasi, untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan dan efisiensi, maka proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan cancel out the stress (Grandjean, 1993). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja dapat memberikan penyegaran. Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengabn kerja dinamis. Pada kerja otot statis dengan pengarahan tenaga 50 % dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama satu menit, sedangkan pada penyegaran tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama, tetapi penyegaran otot statis sebesar 15 – 20 % akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika perbedaan langsung sepanjang hari. Astrand and Rodahl (1977)
87
mengemukakan bahwa kerja dapat dipertahankan beberapa jam perhari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi 80 % dari maksimum tenaga otot. Lebih lanjut (Grandjean, 1993); juga menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat strenous, kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama. 2.16.2 Pengukuran Kelelahan Mengukur kelelahan menurut Grandjean (1993) dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut. 1)
Pengukuran kuantitas dan kualitas kerja.
2)
Keluhan subjektif.
3)
Electroensefalograph (EEG).
4)
Tremor detector; sebagai tes psikomotorik.
5)
Flicker fusion.
6)
Tes mental Salah satu cara untuk mengukur keluhan subjektif menurut Adiputra
(1998) dapat digunakan kuesioner 30 item (self rating test), skala empat yang dikeluarkan oleh (Japan Association Industrial Health) (JAIH) yang berisi daftar gejala-gejala yang berhubungan dengan kelelahan yang ditanyakan kepada subjek dan diisi secara subjektif sesuai dengan apa yang dirasakannya dan dilakakuan setelah selesai bekerja. Substansi dimensionalnya meliputi : a) adanya pelemahan aktivitas item 1-10, b) adanya pelemahan motivasi item 11-20, c) adanya
88
kelelahan fisik akibat kelelahan secara umum item 21-30. Dan disamping juga disebabkan oleh karena jenis pekerjaan, kelelahan juga terjadi karena keadaan lingkungan kerja yang tidak nyaman, aman dan sehat.
2.17
Gangguan Muskuloskeletal Keluhan kerja akibat gangguan sistem muskuloskeletal nelayan pada saat
proses penangkapan ikan adalah lebih banyak melibatkan bagian-bagian otot skeletal mulai dari penawuran jaring sampai pada penarikan tali pukat cincin. Keluhan yang sering dirasakan setelah selesai kerja khususnya sakit pada pergelangan tangan kanan dan kiri, sakit pada punggung, sakit pada pinggang, sakit pada pantat, lutut dan sakit pada kaki kiri dan kanan. Metode subjektif untuk menilai keluhan otot skeletal adalah dengan menggunakan (Nordic Body Map) baik (rating) maupun (ranking). Prosedur menggunakan mapping untuk menilai keluhan otot skeletal tersebut dapat dilakukan pada interval selama keseluruhan jam akerja dan istirahat. Subjek ditanya pada bagian-bagian anggota tubuh yang mengalami sakit atau ketidak nyamanan melalui kuesioner pada 4 skala likert (Corlett, 1992). Secara garis besar keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu keluhan sementara dan keluhan menetap. Keluhan otot sementara adalah keluhan yang terjadi pada saat otot menerima beban statis dan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan. Sedangkan keluhan otot menetap adalah keluhan yang bersifat lebih permanen dan rasa sakit pada otot tidak hilang meskipun pemberian beban dihentikan (Grandjean, 1993). Keluhan
89
subjektif akibat kerja berhubungan erat dengan reaksi perasaan individu terhadap pengalaman kerjanya (Adiputra, 1998b) Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan muskuloskeletal atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993). Keluhan pada sistem muskuloskeletal disebabkan karena , 1) memaksakan beban yang terlalu berat, 2) gerakan tertentu yang berulang, 3) sikap tubuh ketika duduk, berdiri dan melakukan aktivitas, 4) menggunakan teknik pengangkatan yang salah, dan 5) tekanan kerja (Cani-news, 2006; HSE, 2006). Beberapa alat ukur ergonomi yang sering digunakan antara lain adalah sebagai berikut: 1)
Model biomekanik adalah model yang menerapkan konsep mekanika teknik pada fungsi tubuh untuk mengetahui reaksi otot yang terjadi akibat tekanan beban kerja (Chaffin and Andersons, 1991).
2)
Tabel psikofisik merupakan penilaian berdasarkan pada ilmu psikologi yang digunakan untuk mengevaluasi pemindahan material secara manual tentang berapa banyak kapasitas pekerja dalam mengangkat,
menurunkan,
mendorong, menarik dan membawa beban (Snook, 2005). 3)
Model flsik merupakan suatu metode untuk mengetahui sumber keluhan otot dapat dilakukan secara tidak langsung dengan mengukur tingkat beban kerja. Tingkat beban kerja dapat diketahui melalui indikator denyut nadi, konsumsi oksigen dan kapasitas paru. Melalui indikator tingkat beban kerja dapat
diketahui
tingkat
risiko
terjadinya
keluhan
muskuloskeletal
(Christensen, 1991). 4)
Pengukuran dengan (videotape) adalah analisis (videotape) yang dilakukan
90
dengan menggunakan (video camera). Melalui video camera dapat direkam setiap tahapan aktivitas kerja, selanjutnya hasil rekaman ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber terjadinya keluhan otot (Rodgers, 2005). 5)
Pengukuran melalui monitor merupakan pengukuran berbagai aspek dari aktivitas fisik yang meliputi posisi, kecepatan dan percepatan gerakan. Sistem ini terdiri dari sensor mekanik yang dipasang pada bagian tubuh pekerja. Melalui monitor dapat dilihat secara langsung karakteristik dari perabahan gerak yang dapat digunakan untuk mengestimasi risiko keluhan otot yang akan terjadi sekaligus dapat dianalisis solusi ergonomi yang tepat untuk mencegah terjadinya keluhan tersebut (Waters and Putz-Anderson, 1996a).
6)
Metode analitik merupakan metode analitik yang direkomendasikan oleh NIOSH untuk pekerjaan mengangkat. (NIOSH) memberikan cara sederhana untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya peregangan otot yang berlebihan (over exertiori) atas dasar karakteristik pekerjaan, yaitu dengan menghitung (Recommended Weight Limit. RWL) dan (Lifting Index. LI). RWL adalah berat beban yang masih aman untuk dikerjakan oleh pekerja dalam waktu tertentu tanpa meningkatkan risiko gangguan sakit pinggang (Waters and Putz-Anderson, 1996b).
7)
(Nordic Body Map) (NBM) adalah penilaian subjektif dengan menggunakan
peta tubuh untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa agak sakit sampai sakit. Dengan
91
melihat dan menganalisis peta tubuh maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot yang dirasakan oleh pekerja (Corlett, 1992). 8)
(Quick Exposure Checklist. QEC) adalah penilaian objektif terhadap risiko
cedera di tempat kerja terhadap keluhan muskuloskeletal. QEC didasarkan pada kebutuhan praktis dan riset terhadap faktor risiko. Prosedur dalam penggunaan QEC adalah : a) pengguna harus paham tentang kategori penilaian yang digunakan dalam checklist, b) penilaian peneliti berdasarkan pada checklist, c) penilaian pekerja yang didasarkan pada checklist, d) menghitung skor, e) mempertimbangkan tindakan (Li and Buckle, 2005). Keluhan otot skeletal dapat terjadi karena adanya sikap kerja yang tidak alamiah oleh karena ketidakserasian hubungan antara alat kerja dengan ukuran tubuh pemakainya (Phesant, 1988 and Manuaba, 2000). Keluhan muskuloskeletal berhubungan erat dengan pekerjaan tangan secara berulang-ulang dan merupakan penyebab utama terjadinya gangguan kesehatan dan ketidak mampuan kerja (worker impairment and disability) (Armstrong, 2003). Penilaian keluhan subjektif individu merupakan hal yang tidak dapat diabaikan untuk memahami beban kerja secara menyeluruh. Di samping itu pengetahuan tentang penilaian subjektif sangat berguna untuk mendeteksi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat kondisi kerja (Vanwonterghem, 1995). Dalam melakukan pekerjaan, otot memegang peranan utama diantara sekian banyak otot-otot skeletal yang paling banyak berperan dalam setiap pergerakan aktivitas. Keluhan Muskuloskeletal terjadi dalam tiga tahap yaitu : a) tahap pertama biasanya terasa sakit ringan atau terasa lelah, b) tahap kedua terasa
92
sakit agak berat khususnya pada malam hari, c) tahap ketiga terasa sakit yang cukup berat (Annim, 2006). Keluhan pada sistem muskuloskeletal dipengaruhi oleh adanya kerja otot yang bekerja tidak secara normal akibat dari sikap kerja yang tidak alamiah. Dampaknya dapat menimbulkan kenyerian otot dan rasa tidak nyaman (Chaffin, 2003). Sikap kerja membungkuk dan pembebanan yang tidak simetris dapat menyebabkan cidera dan kenyerian pada otot bagian belakang (Bridger, 1995). Menyatakan bahwa rasa tidak nyaman bisa terjadi karena adanya tekanan pada jaringan yang lembut yang dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah ke jaringan, sehingga menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan menumpuknya karbon dioksida dan terjadinya penimbunan asam laktat. Beberapa
faktor
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
keluhan
muskuloskeletal antara lain (MacLeod, 1995; Tayyari and Smith, 1997) mengemukakan sebagai berikut : 1)
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat.
2)
Aktivitas berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, mengangkat dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi.
93
3)
Sikap kerja tidak fisiologis atau alamiah Sikap kerja tidak fisiologis atau alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal.
4)
Faktor penyebab sekunder Faktor penyebab sekunder seperti adanya tekanan langsung pada jaringan otot lunak, getaran dengan frekuensi tinggi, mikroklimat baik dalam suhu yang dingin maupun panas. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa berat ringannya beban kerja
dan keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh pekerja selain dipengaruhi oleh faktor internal, juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu task, organisasi kerja dan lingkungan kerja.
2.18
Peningkatan Kesejahteraan Pada masyarakat nelayan pola adaptasinya dengan ekosistem lingkungan
fisik laut dan lingkungan sosial di sekitarnya adalah tergantung pada perubahanperubahan yang salah satunya adalah perubahan strategi mata pencaharian. Bagi masyarakat nelayan, lingkungan fisik laut sangatlah mengandung banyak bahaya dan dalam banyak hal mengandung risiko kecelakaan karena pekerjaan nelayan adalah memburuh dan menangkap ikan, hasilnya tidak dapat ditentukkan dan
94
penuh dengan ketidakpastian, semuanya hampir serba spekulatif karena laut adalah wilayah yang dianggap bebas untuk dieksploitasi common property milik bersama. Pemahaman tingkat kesejahteraan bagi masyarakat nelayan bervariasi. Dilihat dari segi pendapatan usaha nelayan, bahwa kesejahteraan adalah besarnya hasil atau keuntungan yang diperoleh nelayan dari satu trip penangkapan. Bentuk dan jumlah pendapatan dalam usaha perikanan mempunyai fungsi yang sama yaitu terpenuhinya kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi nelayan agar dapat melanjutkan kegiatannya (Mulyadi, 2005) menyatakan kesejahteraan merupakan adaptasi tingkalaku dalam upaya memaksimalkan kesempatan untuk bertahan hidup. Suatu usaha penangkapan dikatakan sukses kalau situasi pendapatannya memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Cukup untuk membayar semua sarana produksi. 2) Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan. 3) Cukup untuk membayar upah tenaga kerja. Biaya dan pendapatan usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata. Dalam hal ini, pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan adalah (1) bahan bakar dan oli; (2) bahan pengawet (es dan garam); (3) pengeluaran untuk makanan konsumsi awak; (4) pengeluaran untuk raparasi; (5) pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pendapatan nelayan sangat ditentukan oleh sistim bagi hasil dan jarang diterima upah tetap. Tujuan dilakukannya peningkatan kesejahteraan bagi nelayan
95
adalah untuk mengkaji beberapa faktor yang mempengaruhi keuntungan dan kerugian bagi perusahaan jika berinvestasi baik dalam jangka waktu panjang maupun pendek. Modal usaha pukat cincin terdiri dari alat-alat penangkapan jaring, motor, perahu, pengawetan di dalam kapal, makanan dan minuman dapat dilakukan penilain dengan melalui 3 cara yaitu: (1) penilaian didasarkan kepada nilai alat yang baru yaitu, berupa ongkos memperoleh alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang dan dapat dihitung dengan besarnya modal sekarang, (2) berdasarkan pada harga pembelian atau pembuatan alat tangkap, jadi berapa investasi awal yang telah dilaksanakan nelayan dan nelayan mengingat harga pembeliannya, (3) dengan menaksir nilai alat tangkap pada waktu sekarang yakni harga yang akan diperoleh apabila alat tersebut akan dijual. Oleh karenanya analisis ekonomi pendapatan nelayan adalah sebagai berikut. 2.18.1 Kepuasan Kerja Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan
kinerja hasil yang dirasakannya dengan harapan yang diinginkan. Pengukuran tingkat kepuasan menggunakan pendekatan kualitas yang meliputi 5 dimensi yaitu: 1) hal-hal yang tampak konkrit (tangibles), meliputi infrastruktur, telekomunikasi, proses administrasi pendaftaran, penampilan situs, gedung, penampilan karyawan dan desain brosur yang ditampilkan, 2) dapat dipercaya (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan, penyelesaian penanganan pengaduan, dan konsisten pelayanan sebagaimana yang dinjanjikan, 3) daya tanggap responsiveness yaitu kesiaptanggapan dalam
96
melayani permintaan, kemauan untuk membantu dan sikap karyawan dalam menerima pengaduan, 4) jaminan (assurance) mencakup kemampuan karyawan dalam menanamkan kepercayaan, keterampilan dalam memberikan pelayanan dan prilaku karyawan dalam memberikan pelayanan, 5) empati (empathy) meliputi kemauan karyawan dalam membantu permasalahan pelanggan, kemampuan perusahaan dalam memahami dan memenuhi kebutuhan permintaan pelanggan dan kemampuan perusahaan dalam menjaga hubungan dengan pelanggan. Perasaan puas atau tidaknya seseorang tergantung dari tingkat harapan dan tingkat persepsi jasa yang diterima, kalau terjadinya gap negatif dalam arti tingkat persepsi lebih rendah dari tingkat harapan, maka pelanggan akan merasa kecewa Demikian pula sebaliknya, jika terjadi gap positif dalam arti tingkat persepsi lebih tinggi dari tingkat harapan, maka seseorang akan merasa puas. 2.18.2 Produktivitas Kerja Konsep umum dari produktivitas adalah suatu perbandingan antara luaran (output) dan masukan (input) per satuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila jumlah luaran meningkat dengan masukan yang sama (Chew, 1991., Pheasant, 1991). Menurut Manuaba (1992) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia dan peningkatan luaran sebesar-besarnya. Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : (1) Produktivitas total, adalah perbandingan antara total luaran dengan total masukan per satuan waktu. Dalam perhitungan produktivitas total, semua faktor masukan terhadap total luaran diperhitungkan. (2) Produktivitas
97
parsial, adalah perbandingan dari luaran dengan satu jenis masukan seperti upah tenaga kerja, bahan daya, beban daya, skor keluhan subjektif dan lain-lain : Produktivitas tenaga kerja =
Luaran Masukan x Waktu
Luaran merupakan hasil kerja dalam proses penangkapan ikan dengan pukat cincin, maka luaran dapat diproyeksikan dengan berat tarikan pukat cincin yang ditarik nelayan. Sedangkan masukan dapat diproyeksikan sebagai rerata beban kerja, keluhan otot skeletal, kelelahan. Beberapa hasil penelitian telah berhasil menunjukkan bahwa pendekatn ergonomi dalam perbaikan kondisi kerja telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas kerja dan menekan biaya produksi. 2.18.3 Analisis Keuntungan Ekonomi Analisis
pendapatan
ekonomi
dalam
ergonomi
bertujuan
untuk
menganalisis berbagai unsur yang mempengaruhi produktivitas. Pendekatan holistik menempatkan analisis ekonomi secara sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipasi antara pemilik perusahaan dan karyawannya (Manuaba, 2001; 2003b; 2005). Analisis yang dilakukan hendaknya melihat secara keseluruhan semua unsur yang mempengaruhi produktivitas kerja. Produktivitas secara ekonomis berupaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas, sehingga biaya produksi perusahaan dapat ditekan dan penerimaan neraca keuangan perusahaan meningkat akibat adanya intervensi ergonomi (Hendricks, 2002) sebagai berikut : 1)
Peningkatan jumlah produk, dimana terjadi peningkatan secara kuantitas
98
maupun kualitas produk. 2)
Peningkatan nilai jual produk, yaitu terjadi peningkatan harga jual produk.
3)
Penurunan biaya kerja tiap unit, yaitu terjadi efisiensi tiap unit kerja.
4)
Penurunan biaya karyawan, akibat berkurangnya karyawan yang sakit atau cedera akibat kerja. Bila mengacu pada indeks produktivitas, maka secara ekonomis
peningkatan keuangan perusahaan dapat terjadi akibat efisiensi sumber daya maupun akibat peningkatan hasil produksi sebagai berikut. 1)
Efisiensi sumber daya–hasil produksi sama.
2)
Efisiensi sumber daya–hasil produksi meningkat.
3)
Sumber daya sama–hasil produksi meningkat.
4)
Sumber daya meningkat–hasil produksi meningkat. Dalam keadaan kondisi kerja tidak ergonomis maka akan mempengaruhi
kapasitas sumber daya yang ada sehingga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi. Artinya efisiensi sumber daya dalam proses produksi akan berubah menjadi in-efisiensi sehingga mempengaruhi produktivitas secara keseluruhan. Dalam hal ini diperlukan adanya suatu asuransi kesehatan, yang diharapkan akan mampu mengefisienkan biaya pemeliharaan kesehatan karyawan (Cubed, 2000). Terdapat 3 kunci pokok analisis ekonomi dalam ergonomi menurut (Bridger, 2003) yaitu : 1) efikasi, apakah pelaksanaan pekerjaan berada di bawah kondisi yang ideal, 2) efektif, apakah pelaksanaan pekerjaan dilakukan dalam kondisi yang normal, 3) efisien, apakah pelaksanaan pekerjaan dapat menghemat biaya bahan baku dan dan biaya produksi.
99
Efisiensi peningkatan produktivitas menurut (The US Sub Committee on
Benefits and Cost, 1988) dapat diukur dengan menggunakan indikator ekonomi yaitu menentukkan tingkat keuntungan profitability dan efisiensi sistem untuk mengevaluasi kelayakan dari sebuah investasi yang diperoleh dari adanya biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang dihasilkan. 2.18.3.1 Break Event Point (BEP) BEP adalah adalah salah satu perhitungan ekonomi mikro untuk mengetahui suatu titik atau keadaan dimana perusahaan atau investor di dalam menginvestasikan modal usahanya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian, dengan kata lain pulang pokok dimana pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam melakukan kegiatan usaha dengan pengeluaran yang dibiayai pada dasarnya sama atau perusahaan mengalami titik impas dalam jangka waktu tertentu. Untuk menentukan BEP dapat dilihat melalui rumus bangun di bawah ini : BEP =
Biaya Tetap =......unit. Harga Jual perunit − Biaya Variabel
BEP =
Biaya Tetap = ......Rupiah I - Biaya variabel / Penjualan bersih
Asumsi yang digunakan dalam menghitung BEP adalah sebagai berikut. 1)
Biaya tetap harus konstan selama periode tertentu
2)
Biaya variabel dalam hubungannya dengan penjualan harus konstan; dan
3)
Harga jual perunit tidak berubah dalam periode waktu tertentu.
Berdasarkan batasan tertentu, maka BEP akan berubah apabila : 1)
Terdapat perubahan dalam biaya tetap;
100
2)
Terdapat perubahan dalam harga jual perunit; dan
3)
Terdapat perubahan pada ratio biaya variabel perunit.
2.18.3.2 Benefit Cost Ratio (BCR)
Dalam menginvestasi salah satu usaha di bidang penangkapan ikan, maka diperlukan suatu analisis terhadap biaya dan manfaat dari suatu usaha di bidangnya Sedangkan BCR dalam menginvestasi modal usaha mempunyai tiga kriteria penilaian yaitu : 1)
‘B-C’ = Manfaat kurang Biaya
2)
B-C/I = Manfaat kurang biaya / Investasi
3)
∆B/∆C = Perubahan manfaat dibagi perubahan biaya Dari kriteria di atas, yang paling baik dan handal adalah B/C; dimana
dalam kriteria ini rasio biaya dan manfaat merupakan ukuran bagi evaluasi suatu pembuatan alat, jika B/C = 1, maka alat tersebut bersifat marjinal, dan jika B/C>1, maka manfaat yang diperoleh lebih besar, dari pada biaya yang dikeluarkan, sehingga alat itu layak untuk dilaksanakan. Sedangkan B/C<1, maka alat tersebut tidak dapat atau tidak layak dilaksanakan. Dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan, maka rumus yang paling cocok untuk digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah B/C > 1. Perhitungan analisis biaya dan manfaat antara lain adalah sebagai berikut. 1)
Dari segi waktu; horison waktu sangat penting untuk diperhatikan, sebab manfaat yang diperoleh di masa depan tidak sama dengan biaya dan hasil saat ini.
Oleh karenanya aturan penilaian
mengharuskan adanya
101
pendiskontoan manfaat yang dirasakan oleh seseorang setelah beroperasinya kegiatan tersebut dan kriteria ini disebut (net present value) (NPV) menurut Sartono, (1994). Kriteria keputusannya yaitu : 1) apabila jumlah dari keseluruhan proceed yang diharapkan lebih besar PV dari investasinya, maka usulan investasi tersebut dapat diterima, 2) apabila jumlah PV dari keseluruhan proceed yang diharapkan PV dari investasinya (PV negatif), maka usulan investasi ditolak. Kelebihan dari NPV adalah : 1) memperhitungkan nilai waktu dan uang, 2) memperhitungkan aliran kas selama 2)
Dari segi pendapatan; hasil yang diperoleh seseorang setelah megerjakan suatu pekerjaan disebut kriteria tingkat hasil (internal rate of return). IRR Kriteria ini mengacu pada tingkat penghasilan yang secara implisit terkandung didalam arus hasil dan biaya. IRR adalah tingkat hasil internal sebagai tingkat penghasilan berupa upah yang diperoleh pekerja, dikurangi biaya. Jadi dengan IRR dapat mengetahui apakah tingkat bunga yang menghasilkan benefit terdiskonto sama dengan biaya terdiskonto.
2.18.3.3 Return Of Investment (ROI)
Return of invesment merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha (pemilik pukat cincin) dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu. Perusahaan perlu membuat perhitungan ROI karena manfaatnya sangat besar, yaitu perusahaan dapat mengukur tingkat kemampuan usaha dalam mengembalikan modal yang telah ditanamnya. Dengan demikian
102
analisis ROI dapat digunakan untuk mengkukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan tersebut.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Setelah memperhatikan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka dapatlah disusun kerangka konsep sebagaimana berikut ini. 1)
Berdasarkan intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin terungkap bahwa kinerja yang dinilai dari indikator beban kerja, kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal akan dapat diatasi sehingga terjadi peningkatan kinerja nelayan.
2)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin akan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dilihat dari ROI, BEP dan BCR.
3)
Penerapan ergonomi total dilakukan melalui intervensi ergonomi pada beberapa aspek yaitu: 1) suplesi gizi, 2) perbaikan sikap kerja, 3) penggunaan perlengkapan pelindung diri, 4) waktu istirahat, 5) motivasi dalam bekerja seperti: perbaikan komunikasi, perbaikan informasi dan penggunaan alat bantu kerja katrol.
4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin adalah faktor internal dan faktor eksternal.
5)
Faktor internal yang turut mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin adalah: umur, jenis kelamin, berat badan, pengalaman kerja, pendidikan, dan status kesehatan.
103
104
Faktor eksternal yang turut mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan
6)
nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin adalah: musim, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, hasil tangkapan, arus, ombak dan tipe kapal. Untuk lebih jelas, secara skematis, kerangkan konsep dapat disajikan pada Gambar 3.1. MASUKAN Faktor Intervensi ergonomi 1) Suplesi gizi, 2) Perbaikan sikap kerja, 3) Penggunaan Perlengkapan pelindung diri, 4) Pemberian waktu istirahat, 5) Memberikan dorongan (motivasi), 6) Perbaikan komunikasi, 7) Perbaikan informasi, dan 8) Penggunaan katrol untuk menarik pukat cincin
Faktor internal 1) 2) 3) 4) 5) 6)
umur jenis kelamin berat badan pengalaman kerja pendidikan kondisi kesehatan
Faktor eksternal 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
musim suhu udara kelembaban kecepatan angin arus ombak tipe kapal ukuran kapal
PROSES Proses kerja penangkapan ikan dengan pukat cincin yang dirancang melalui pendekatan ergonomi total dengan perbaikan sbb: 1. perbaikan sikap kerja nelayan menarik pukat cincin dengan menggunakan katrol. 2. perbaikan alas duduk dan pemakaian sarung tangan pada saat menarik pukat cincin. 3. pemberian teh manis.
LUARAN Kinerja (Beban Kerja, Kelelahan, keluhan muskuloskeletal) dan Kesejahteraan nelayan (kepuasan kerja, produktivitas dan keuntungan ekonomi nelayan
Keterangan: Diintervensi Dikontrol Proses Kerja dan gejala yang diamati
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
105
3.2
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka konsep penelitian yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. 1) lntervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kinerja yang dinilai dari penurunan beban kerja nelayan. 2) Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kinerja yang dinilai dari penurunan kelelahan nelayan. 3) Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan
kinerja
yang
dinilai
dari
penurunan
keluhan
muskuloskeletal nelayan. 4) Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari kepuasan kerja. 5) Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kesejahteraan yang nilai dari produktivitas. 6) Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari keuntungan nelayan.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perairan laut Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara sepanjang 30 mil laut dan ditempuh dalam waktu 5 jam perjalanan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 8 minggu yaitu dari bulan Agustus 2009 s/d bulan Oktober 2009 berdasarkan kalender yang disesuaikan dengan musim ikan. 4.2
Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan sama subjek (treatment by subject design) (Colton, 1985., Dimitrov & Rumrill., Hudock, 2005). Rancangan penelitian ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin mengetahui adanya peningkatan kinerja; serta peningkatan
kesejahteraan
nelayan
setelah
intervensi
ergonomi
dengan
pendekatan ergonomi total dilakukan terhadap proses penangkapan ikan dengan pukat cincin oleh nelayan penangkap ikan di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Skema rancangan sama subjek (treatment by subject design) diberikan dalam Gambar 4.1.
106
107
R
P0
P
S
O1
P1 O2
WO
O3
O4
Keterangan : P : populasi untuk penelitian; : pengambilan secara acak; R S : sampel dipilih secara random dari populasi.; O1 : observasi awal tanpa intervensi ,O2 : observasi akhir tanpa intervensi; P0 : aktivitas penangkapan ikan sebelum intervensi; WO : washing out (waktu untuk menghilangkan efek aktivitas sebelum intervensi) selama 3 hari; P1 : aktivitas penangkapan ikan dengan intervensi; O3 : observasi awal dengan intervensi; O4 : observasi akhir dengan intervensi.
Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian sama subyek 4.3
Populasi dan Sampel
4.3.1
Populasi
Populasi adalah 250 orang nelayan pukat cincin, sedangkan populasi terjangkau adalah 90 nelayan pukat cincin dan besar sampel yang benar-benar diteliti 18 orang nelayan pukat cincin di Amurang di Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. 4.3.2 Kriteria Sampel
Sampel diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi, ekklusi dan (drop out).
108
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Nelayan pukat cincin berumur 40 – 60 tahun. 2) Berat badan berkisar antarar 57 – 70 kg 3) Berjenis kelamin laki-laki. 4) Pendidikan minimal tamat SD. 5) Pengalaman kerja sebagai nelayan pukat cincin minimal 1 tahun. 6) Sehat jasmani dan rohani dan tidak cacat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. 7) Bersedia menjadi subjek penelitian sampai selesai dan dibuktikan dengan adanya (inform consent). b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi yang dipertimbangkan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut. 1) Pekerjaan sebagai nelayan pukat cincin dalam operasi penangkapan ikan tidak dilakukan setiap malam. 2) Nelayan yang terlibat kegiatan sosial kemasyarakatan di Desa selama periode penelitian. 3) Memanfaatkan alat bantu yang terkait dengan proses penangkapan ikan sesuai dengan yang ditetapkan dalam penelitian. 4) Tidak kecanduan alkohol 5) Tidak kecanduan game 6) Sulit berkomunikasi (tuli)
109
c. Kriteria drop out (gugur) :
1) Karena alasan tertentu mengundurkan diri sebagai sampel pada waktu penelitian; 2) Tidak mengikuti kegiatan penelitian sampai selesai; 3) Menderita sakit pada waktu penelitian dilaksanakan. 4.3.3 Besar Sampel
Untuk menentukan ukuran sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan hasil penelitian pendahuluan (Josephus, 2006). Berdasarkan data pada Tabel 4.1 dengan harapan akan terjadi perubahan 15% pada beban kerja (denyut nadi), kelelahan, keluhan muskuloskeletal dan kesejahteraan, maka besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Colton (Colton, 1985) sebagai berikut : n=
σ 2 (z α − zβ ) 2 (µ1 − µ 2 ) 2
σ2 = x f(α ,β) (µ1 − µ 2 ) 2
di mana n
= besar sampel;
Zα
= 1,64;
Zβ
= -2,33;
µ1
= rata-rata secara tersendiri hasil pengamatan dari kinerja dengan indikator:
beban
kerja
(denyut
nadi),
kelelahan;
keluhan
muskuloskeletal; serta kesejahteraan; µ2
= rata-rata secara tersendiri hasil pengamatan dari indikator:
beban
kerja
(denyut
nadi),
kinerja dengan
kelelahan;
keluhan
muskuloskeletal; serta kesejahteraan yang dianggap akan teramati bila intervensi dilakukan dan biasanya diasumsikan µ2 = µ1 ± 0,15 µ1; σ2
= varians; dan
110
f (α,β) = f (α, β) = 10,82 (dihitung dengan menggunakan fungsi = NORMSINV (peluang) dalam program Excel, 2003).
Tabel 4.1 Data yang Digunakan Sebagai Informasi untuk Pendugaan Ukuran Sampel Item Kelelahan Subyek
Denyut Nadi Keluhan
Kesejahteraan 1-10 11-20 21-30
Rata-rata
126,00
Standar Deviasi
1,8708
Variance Besar Sampel (n), Asumsi Perubahan 15%:
3,50
0,21
94,80
1-30
43
44
45
132
9
8,58 2,97
3,29
1,82
5,94
1,63
3,30 35,30
2,67
73,70 8,80 10,80
7,89 4,49
5,47
1,54
1,94
15,83
Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh n terbesar adalah 15,83. Untuk mengantisipasi kemungkinan drop out dan berbagai variasi populasi maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi 17,42 dan dibulatkan menjadi 18 orang. Dengan demikian besar sampel secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah 18 orang.
111
4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Variabel penelitian yang ada, diklasifikasikan menjadi : 1)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin.
2)
Variabel tergantung : kinerja (indikator: beban kerja, kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal) dan kesejahteraan (indikator: usaha pengembalian investasi, titik impas dan pendapatan nelayan).
3)
Variabel kontrol yaitu : umur, jenis kelamin, berat badan, pengalaman kerja, pendidikan, dan status kesehatan, musim, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tipe kapal, dan peran dari pemimpin (tonaas).
4)
Variabel rambang yaitu : arus laut dan gelombang
Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar 4.2
112
Variabel Bebas : Proses penangkapan ikan dengan intervensi melalui pendekatan ergonomi total
Variabel Tergantung
Variabel Kontrol a) Faktor internal: umur, jenis kelamin, berat badan, pengalaman kerja, nelayan, pendidikan, dan status kesehatan. b) Faktor eksternal; musim, kelembaban udara,kecepatan angin, tipe kapal, perlengkapan nelayan dan peran tonaas/pemimpin.
a) Kinerja (beban kerja, kelelahan, keluhan muskuloskeletal) b) Kesejahteraan nelayan : kepuasan kerja, produktivitas, dan pendapatan keuntungan nelayan.
Variabel Rambang - Arus Laut - Gelombang
Gambar 4.2 Diagram Hubungan Antar Variabel 4.4.2 Definisi Operasional Variabel Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, maka berdasarkan indentifikasi setiap variabel dibuat definisi operasional dari masingmasing variabel sebagai berikut.
4.4.2.1 Variabel bebas Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dilakukan berdasarkan pendekatan ergonomi total yaitu: 1)
Pemakaian katrol oleh nelayan waktu penarikan tali pukat cincin.
113
2)
Pemakaian sarung tangan oleh nelayan pada waktu penarikan tali, pelampung, penggalian isi perut jaring, dan penarikan tali pukat cincin.
3)
Pengaturan waktu jadwal kerja yang dimulai pukul 23.00 – 05.00 dan istirahat 5 menit untuk minum.
4)
Perbaikan tempat duduk berupa penambahan alas duduk (spon) nelayan pada waktu penarikan pukat cincin.
5)
Memberikan informasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja pada nelayan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa pemakaian jaket hujan, topi dan sarung tangan pada saat melakukan penangkapan ikan sehingga kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat diminimalisasikan.
6)
Proses penangkapan ikan yang dimaksud yaitu di mulai dari penawuran jaring atau melempar jaring dari dalam perahu ke permukaan laut sampai pada penarikan pukat cincin.
7)
Pukat cincin atau (purse seine) dikenal dengan nama (soma pajeko) adalah jenis jaring lingkar untuk menangkap sejenis ikan pelagis yang membentuk gerombolan dengan kepadatan yang tinggi.
8)
Nelayan diberikan kesempatan untuk minum teh manis sebanyak 250cc. Adapun kondisi kerja sebelum melakukan intervensi yaitu : a) melakukan pekerjaan menarik pukat cincin dengan kedua tangan tidak memakai sarung tangan dengan sikap paksa dalam waktu 6 jam; b) sikap kerja menarik tali cincin yaitu duduk di lantai kayu perahu terlalu lama tanpa alas duduk, sikap tubuh membungkuk ke depan, tungkai terjulur dan kedua telapak kaki sebagai bantalan penahan tarikan;
114
c) sikap kerja nelayan yang bertugas untuk menarik pelampung dilakukan dengan posisi berdiri tidak teratur; d) waktu kerja selama proses penangkapan berlangsung 6 jam yaitu: pukul 23.00 – 05.00 WITA tidak ada kesempatan minum; 9)
Sistem kerja pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin setelah dilakukan intervensi ergonomi, maka terjadi perbaikan sebagai berikut. a) Setelah selesai penawuran jaring, maka nelayan menggunakan katrol menarik pukat cincin, dimana katrol diletakkan disamping kanan perahu. b) untuk menghindari sikap paksa dalam melakukan pekerjaan dan gerakan otot tidak bertentangan dengan gerakan fisiologis, maka alat katrol dirancang sesuai data antropometri nelayan. c) katrol adalah sebuah alat yang berbentuk lingkaran sebagai tempat lilitan tali yang dapat berputar pada saat melakukan penarikan pukat cincin; d) katrol dapat berfungsi ganda yaitu pada satu pihak sebagai alat bantu untuk mengurangi berat penarikan, dan di pihak lain mengunci cincin lebih cepat sehingga ikan tidak sempat keluar dari tangkapan. Seperti tampak pada Gambar 4.3.
115
Tali Cincin Tali Cincin
Katrol untuk menggulung tali cincin
Sumbu pemutar katrol
Gambar 4.3 Katrol Pukat Cincin e) kedua tangan pada saat menarik pukat cincin menggunakan sarung tangan sejenis karet agar supaya tidak menimbulkan rasa sakit; f) menggunakan alas duduk disesuaikan dengan situasi dan kondisi kerja di atas perahu penangkap; g) waktu kerja selama proses penangkapan ikan berlangsung 6 jam yaitu: pukul 23.00-05.00 dengan istirahat pendek 5 menit. h) nelayan diberikan kesempatan untuk minum teh manis sebanyak 250cc. i) pada waktu istirahat diberikan musik pengiring musik rock. j) mengatur kondisi informasi dengan melakukan komunikasi dua arah. k) mengatur kondisi sosial ekonomi terutama sistem pembagian hasil tangkapan. l) mengawasi secara langsung melihat penggunaan alat katrol agar supaya interaksi penggunaan alat katrol dengan nelayan serasi.
4.4.2.2 Variabel Tergantung 1)
Kinerja adalah tampilan seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan penangkapan ikan dengan pukat cincin. Penilaian baik dan buruknya kinerja seseorang dapat dilihat dari capaian kerja yang dihasilkan. Kemampuan
116
nelayan didalam melaksanakan tugasnya akan dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan, kondisi lingkungan dan organisasi kerja. Tingkat kinerja nelayan diukur dengan menggunakan indikator yaitu: beban kerja, kelelahan, keluhan muskuloskeletal dan kesejahteraan. Indikator Pengukuran Kinerja nelayan pada penelitian ini yaitu : a. Beban kerja adalah beban yang diterima oleh tenaga kerja (nelayan) selama melakukan pekerjaan (beban kerja utama + beban kerja tambahan). Kategori berat ringannya beban kerja ditentukan berdasarkan perhitungan yaitu : Denyut Nadi Kerja (DNK), dikurangi Denyut Nadi Istirahat (DNI) sama dengan Nadi Kerja (NK) yang diukur setiap 30 menit selama jam kerja. Pengukuran dilakukan secara palpasi pada arteri radialis tangan kiri dengan metode 10 denyut dengan menggunakan stop. watch. b. Kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif disertai adanya penurunan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motoris yang dirasakan oleh subjek selama melakukan pekerjaan. Kelelahan diukur sebelum dan sesudah bekerja dengan menggunakan 30 item of rating
scale dalam kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan (lampiran 7a,b dan 8a,b) Untuk aktivitas melemah (item 1-10), penurunan motivasi (item11-20) dan (item 21-30) kelelahan fisik. c. Keluhan otot skeletal adalah keluhan otot yang dirasakan oleh subjek pada bagian-bagian tubuh mulai dari rasa tidak enak sapai sangat sakit. Keluhan otot skeletal didata sebelum dan sesudah bekerja dengan
117
menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) yang dimodifikasi dengan 4 skala Likert (lampiran 8a dan 8b). 2)
Tingkat kesejahteraan dapat diukur dengan menggunakan kuesioner kesejahteraan dilihat dari aspek kepuasan kerja, produktivitas dan keuntungan pandapatan nelayan.
4.4.2.3 Variabel Kontrol Faktor Internal 1)
Umur adalah jangka waktu dalam tahun yang dihitung mulai subjek dilahirkan sampai dengan saat terpilih sebagai sampel penelitian dengan melihat KTP. Umur anggota sampel ditentukan dengan pembulatan ke bawah.
2)
Jenis kelamin adalah ciri fenotip subjek adalah laki-laki yang ditunjukkan oleh ciri kelamin sekunder dan didukung oleh keterangan yang ada pada kartu tanda penduduk KTP.
3)
Pendidikan adalah surat tanda tamat belajar (STTB) yang diperoleh melalui di lingkungan sekolah formal. Dalam penelitian ini subjek minimal berpendidikan tamat SD.
4)
Berat badan adalah bobot tubuh subjek yang diukur dengan timbangan badan merk (Camry).
5)
Kesehatan adalah kondisi kesehatan subjek yang ditunjukkan dengan surat keterangan dokter.
6)
Pengalaman kerja adalah lama waktu subjek melakukan pekerjaan penangkapan ikan dengan batas minimal 2 tahun yang ditunjukkan dengan sertifikat sebagai nelayan penangkap.
118
7)
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya.
Faktor Eksternal 1)
Musim yang dimaksud adalah periode waktu musiman. Dalam penelitian ini aktivitas penangkapan ikan disesuaikan dengan musim ikan menurut perhitungan kalender Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Minahasa Selatan, kalender Bali dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) selama bulan agustus sampai dengan desember 2009.
2)
Kelembaban udara dinilai dari jumlah relatif uap air yang ada di udara pada suatu suhu tertentu. Kelembaban diukur dengan menggunakan higrometer dan dikonversikan kedalam psikrometer chart dan dinyatakan dengan satuan %. Pengukuran kelembaban udara dilakukan sepanjang aktivitas penangkapan ikan setiap interval 5 atau 10 menit.
3)
Kecepatan angin adalah laju rata-rata hembusan angin pada lokasi penangkapan ikan. Variabel ini diukur dengan menggunakan anemometer dan dinyatakan dengan satuan menit/jam. Pengukuran dilakukan setiap interval waktu 5-10 menit.
4)
Tipe kapal (perahu) adalah tipe lambut dengan bobot 40-80 GT. Tenaga penggerak yang digunakan berupa motor tempel merk Yamaha tipe enduro dengan kekuatan dorong 40 HP.
5)
Perlengkapan nelayan adalah jas hujan, makanan, minuman dan bahan bakar minyak (BBM).
119
6)
Tonaas adalah pimpinan nelayan berfungsi memberikan komando dan petunjuk tentang cara dan teknik penangkapan.
4.4.2.4 Variabel Rambang 1)
Arus laut adalah pergerakan massa air laut dengan panas matahari kepermukaan bumi dan pemanasan ini tidak merata sehingga menimbulkan perbedaan tekanan atmosfir dan perbedaan densitas air laut sehingga menyebabkan terjadinya arus. Faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya arus yaitu : angin, pasang surut dan gelombang.
2)
Gelombang laut terjadi akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa yang menimbulkan terjadinya air pasang-surut di laut.
4.5 Bahan Pengumpul Data Bahan pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbb. 1) Bahan baku atau material yang digunakan dalam pembuatan katrol adalah besi siku, plat dan bulat, baut atau mur, paku, martil, gergaji, ring, gerigi engsel, meter dan besi plat. 2) Kuesioner Nordic Body Map untuk mendata keluhan muskuloskeletal. 3) 30 items of rating scale yang dimodifikasi dengan 4 skala likert untuk mendata kelelahan. 4) Kuesioner kesejahteraan dan didukung dengan data analaisis ekonomi (BEP, BCR dan ROI)
120
4.6 Alat Pengumpul Data 1)
Perahu/kapal penangkap ikan dan perangkat kelengkapannya.
2)
Pukat cincin atau soma pajeko dan perangkat kelengkapannya.
3)
Stopwatch digital merk Casio HS-3 digunakan untuk menentukan waktu kerja.
4)
Kamera digital merk Sony DSC-P41 digunakan untuk mengambil gambar dokumen penelitian.
5)
Timbangan barang merk super arjuna dengan ketelitian 0,05 kg untuk mengukur berat hasil tangkapan
6)
Timbangan badan merk Elephant buatan Jepang dengan ketelitian 0,2 kg untuk mengukur berat badan nelayan penangkap ikan.
7)
Ecosonder buatan Jepang untuk mengukur kecepatan arus dan ombak.
8)
Higrometer merk Luxtrom LM 800 buatan Jepang, digunakan untuk mengukur kelembaban udara.
9)
Meteran logam merk Helsen dengan ketelitian 1mm untuk mengukur alatalat kerja dan jarak antara alat dan tempat kerja.
10)
Anemometer merk Luxtron AM-4201 buatan Taiwan untuk mengukur kecepatan angin.
11)
Alimeter analog untuk mengukur tinggi rendahnya di atas permukaan laut.
4.7 Prosedur Penelitian Untuk menghindari adanya kesalahan-kesalahan dalam penelitian, maka dalam pengambilan data digunakan tata aturan sebagai berikut.
121
4.7.1 Tahap Persiapan Sebelum proses penangkapan ikan baik untuk periode tanpa intervensi (TI) maupun periode dengan intervensi (DI), maka dilakukan kegiatan persiapan seperti uraian berikut ini. 1)
Mempersiapkan kuesioner NBM sebelum intervensi dan kuesioner NBM dengan intervensi ergonomi dan kusesioner 30 items of rating scale dengan skala likert untuk pengukuran kelelahan secara umum sebelum dan sesudah intervensi.
2)
Kuesioner kesejahteraan yang diisi oleh nelayan dalam proses penangkapan ikan dengan pukat cincin.
3)
Data pengukuran denyut nadi dan alat tulis menulis.
4)
Menyusun jadwal pemberian perlakuan untuk masing-masing kelompok subjek. Secara keseluruhan, penelitian dilakukan selama 8 minggu. Data beban kerja, kelelahan, keluhan muskuloskeletal, ROI, BEP dan pendapatan nelayan dilakukan pada proses penangkapan ikan, yaitu pada setiap minggu setiap periode sesuai jadwal seperti dalam Tabel 4.2.
122
Tabel 4.2 Jadwal pengambilan data untuk masing-masing periode No. 1
Uraian
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8
Periode TI (Po) 01 Observasi Awal →02 Observasi Akhir 01 Observasi Awal →02 Observasi Akhir 01 Observasi Awal →02 Observasi Akhir 01 Observasi Awal →02 Observasi Akhir WOP (washing out period)
2
Selama 3 hari untuk menghilangkan carry over effect
Periode DI (P1) 03 Observasi Awal →04 Observasi Akhir 03 Observasi Awal →04 Observasi Akhir 03 Observasi Awal →04 Observasi Akhir 03 Observasi Awal →04 Observasi Akhir
5)
Mempersiapkan petugas pengumpul data dan alat-alat yang akan digunakan.
6)
Memberikan pengarahan dan pemahaman tentang tujuan, jadwal kerja, dan prosedur pelaksanaan pengukuran dan penggunaan alat ukur kepada petugas pengumpul data.
7)
Memberikan pengarahan kepada subjek penelitian tentang tujuan, jadwal kerja, dan prosedur pelaksanaan pengukuran yang harus diikuti dan ditaati selama proses penelitian.
123
8)
Mempersiapkan area kerja sesuai dengan rancangan dan jadwal yang telah ditentukan.
4.7.2 Protokol Penelitian Tahap persiapan dan perbaikan sistem kerja nelayan dengan mengikuti proses tahapan uraian seperti ini : 1) Mempersiapkan kelengkapan administrasi yang diperlukan meliputi pengurusan surat ijin tempat penelitian pada sahbandar Amurang, surat pemeberitahuan kepada Badan Meterologi dan Geofisika (BMG) Kabupaten Minahasa Selatan dan kwitansi pembayaran kapal motor penelitian khususnya pukat cincin. 2) Penetapan sampel peneltian sesuai random sampling rancangan sama subyek sebanyak 18 0rang nelayan pukat cincin berdasarkan inform
concent surat persetujuan dari subyek sebagai responden. 3) Mengukur antropometri (ukuran tubuh) subyek penelitian khususnya ukuran bagian-bagian tubuh seperti: tinggi tubuh, berat, jangkauan lengan, tinggi badan duduk, tinggi mata duduk, tinggi popliteal, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tinggi siku dalam piosisi duduk khususnya pada saat menarik pukat cincin dengan intervensi ergonomi menggunakan alat kerja katrol. 4) Indentifikasi setiap permasalahan ergonomi dengan melakukan studi pendahuluan dengan fokus pada 8 aspek permasalahan ergonomi yang meliputi : (1) gizi/nutri kerja; (2) penggunaan tenaga otot; (3) sikap
124
kerja; (4) lingkungan kerja; (5) waktu kerja; (6) sistem informasi; (7) kondisi sosial budaya; (8) interaksi manusia mesin. 5) Mensosialisasikan hasil pengukuran kepada masing-masing subyek penelitian untuk diketahui guna memperkuat analisis data penelitian. 6) Menyusun anggaran dan belanja untuk pembelian bahan peralataan katrol meliputi : pipa besi berdiameter 80 dan panjang 40 cm sebanyak 2 unit; besi ukuran 5,8 cm sebanyak 2 saf; besi poros panjang 60 cm, mur, bout, gerigi, cat warna dan papan cempaka serta biaya pembayaran teknisi pengelasan untuk pembuatan alat kerja katrol. 7) Mengangkat dan meletakkan alat kerja katrol di atas perahu untuk digunakan pada waktu melakukan perbaikan kondisi kerja melalui intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin 8) Pembelian alat pelindung diri nelayan seperti : jaket hujan , topi dan sarung tangan digunakan pada waktu melakukan perbaikan sistem kerja penangkapan ikan dengan pukat cincin dengan intervensi ergonomi. 9) Mempersiapkan makanan dan air minum (Aqua gelas) untuk digunakan pada saat melakukan penangkapan ikan dengan intervensi ergonomi. 10) Untuk mengubah sikap kerja berdiri menjadi sikap kerja duduk, maka diperlukan penambahan alas duduk papan khusus untuk penarikan tali pukat cincin berdasarkan hasil antropometri yang diukur.
125
11) Mempersiapkan alat tulis menulis dan peralatan kerja lainnya yang berhubungan
dengan
penelitian
di
Lokasi
penelitian
daerah
penangkapan ikan perairan laut Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
4.7.3
Tahap Pelaksanaan
4.7.3.1 Periode Sebelum Intervensi (selama 4 hari) 1)
Peneliti dan 2 orang asisten peneliti berada dalam persiapan 1 jam sebelum pergi melaut berkumpul bersama-sama di tepi pantai dan mengadakan pengecekan satu persatu.
2)
Peneliti dan 2 orang asisten peneliti, dan bersama subjek 18 orang nelayan naik ke perahu menuju lokasi penelitian di areal penangkapan ikan dengan menempuh jarak 20 mil laut (36 Km) atau 5 jam perjalanan mulai pukul 11.00-16.00 WITA.
3)
Setibanya di lokasi penelitian pukul 17.00 WITA diberikan penyampaian arahan tentang cara-cara yang akan dilakukan subyek selama proses penangkapan ikan.
4)
Pimpinan yang disebut tonaas mengadakan pengecekan pada masingmasing anggota yaitu: (1) nelayan yang bertugas menarik tali cincin 8 orang (2) yang bertugas menarik pelampung 4 orang dan (3) nelayan yang bertugas menarik isi perut jaring 6 orang.
5)
Sebelum
melakukan
aktivitas
penangkapan
ikan,
maka
dilakukan
pengukuran denyut nadi istirahat sebagai data awal: subyek dalam posisi duduk santai, tangan kanan/kiri diletakkan di atas paha dan peneliti mulai
126
bertugas mengambil data (a) denyut nadi istirahat secara palpasi pada masing-masing nelayan pada arteri radialis kiri selama 15 detik; (b) mengisi kuesioner Nordic Body Map (NBM) sebelum intervensi: subyek melihat peta tubuh dan menandai kolom yang telah disediakan sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan pada setiap bagian otot tubuh: (c) mengisi kuesioner kelelahan 30 items of Rating Scales dengan skala likert sebelum intervensi: (d) mengisi kuesioner kesejahteraan yang dipersiapkan peneliti sebelum intervensi. 6)
Tepat pukul 23.00 Wita yang ditandai dengan bunyi suling, maka operasi penangkapan dimulai dan masing-masing subjek melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan yang disebut tonaas.
7)
Penawuran atau melepas jaring 6 orang dan pelampung 4 orang serta tali cincin 8 orang.
8)
Penawuran jaring 10 menit, melingkar secara horisontal 10 menit, memagari jaring secara vertikal dari permukaan sampai suatu kedalaman 10 menit, mengurung dengan menutup bagian bawah jaring 10 menit. Sehingga total waktu penawuran jaring 40 menit.
9)
Selama melakukan aktivitas kerja penangkapan ikan menarik pukat cincin, maka pengambilan data denyut nadi kerja, dilakukan setiap 30 menit selama kerja dengan menggunakan metode 10 denyut, subyek dalam posisi berdiri, dan dilakukan tanpa menghentikan aktivitas kerja
10)
Proses penangkapan ikan sebelum intervensi dari nomor 1 sampai 9 diatas diulang selama 4 kali selama proses penangkapan.
127
Washing Out Period (WOP) 3 hari (istirahat) tidak boleh melaut dan melaksanakan pekerjaan yang lain seperti membuat ikan garam.
4.7.3.2 Periode Dengan Intervensi (selama 4 hari) 1)
Peneliti dan 2 orang asisten peneliti berada dalam persiapan 1 jam sebelum pergi melaut berkumpul bersama-sama di tepi pantai dan mengadakan pengecekan satu persatu.
2)
Peneliti dan 2 orang asisten peneliti, dan bersama subjek 18 orang nelayan naik ke perahu menuju lokasi penelitian di areal penangkapan ikan dengan menempuh jarak 20 mil laut (36 Km) atau 5 jam perjalanan mulai pukul 11.00-16.00 WITA.
3)
Setibanya di lokasi penelitian pukul 17.00 WITA diberikan penyampaian arahan tentang cara-cara yang akan dilakukan subyek selama proses penangkapan ikan.
4)
Pimpinan yang disebut tonaas mengadakan pengecekan pada masingmasing anggota yaitu: (1) nelayan yang bertugas menarik tali cincin 8 orang (2) yang bertugas menarik pelampung 4 orang dan (3) nelayan yang bertugas menarik isi perut jaring 6 orang.
5)
Sebelum melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan intervensi, maka dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat sebagai data awal: subyek dalam posisi duduk santai, tangan kanan/kiri diletakkan di atas paha dan peneliti mulai bertugas mengambil data (a) denyut nadi istirahat secara palpasi pada masing-masing nelayan pada arteri radialis kiri selama 15 detik; (b) mengisi kuesioner Nordic Body Map (NBM): subyek melihat peta tubuh dan
128
menandai kolom yang telah disediakan sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan pada setiap bagian otot tubuh: (c) mengisi kuesioner kelelahan 30
items of Rating Scales dengan skala likert: (d) mengisi kuesioner kesejahteraan yang dipersiapkan peneliti. 6)
Tepat pukul 23.00 Wita yang ditandai dengan bunyi suling, maka operasi penangkapan dimulai dan masing-masing subjek melakukan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan oleh pimpinan yang disebut tonaas.
7)
Penawuran atau melepas jaring 6 orang dan pelampung 4 orang serta tali cincin 8 orang.
8)
Penawuran jaring 10 menit, melingkar secara horisontal 10 menit, memagari jaring secara vertikal dari permukaan sampai suatu kedalaman 10 menit, mengurung dengan menutup bagian bawah jaring 10 menit. Sehingga total waktu penawuran 40 menit.
9)
Pengambilan data denyut nadi kepada masing-masing dilakukan pada saat penarikan pukat cincin setiap 30 menit. Mulai pukul 23.00 sampai pukul 04.30 wita, waktu penarikan tali cincin lebih cepat 30 menit karena menggunakan alat katrol, subjek dalam posisi duduk dan mengambil waktu istirahat 5 menit untuk minum teh setelah jaring terkunci.
10)
Proses penangkapan ikan dengan intervensi dari nomor 1 sampai 9 diatas diulang subjek selama 4 x selama proses penangkapan.
Washing Out Period (WOP) 3 hari (istirahat) tidak boleh melaut dan melaksanakan pekerjaan yang lain seperti membuat ikan garam.
129
4.8 Teknik Analisis Data Data yang akan diperoleh dan teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut. 1)
Data kondisi subjek dianalisis dengan cara (a) umur, tinggi badan, dan berat badan dicari rata-rata dan simpangan bakunya dan (b) antropometrik nelayan dicari persentil 5, 50 dan 95.
2)
Pengaruh variabel bebas yaitu proses melakukan penangkapan ikan dengan pukat cincin melalui pendekatan ergonomi total terhadap variabel tergantung yaitu kinerja (indikator: beban kerja, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal) dan kesejahteraan (indikator: pengembalian investasi, titik impas dan pendapatan nelayan) diuji dengan menggunakan uji t paired pada taraf signifikansi 5%, bila data berdistribusi normal, dan akan menggunakan
uji wilcoxon bila data tidak berdistribusi normal. Untuk pengujian normalitas data akan digunakan uji Shapiro-Wilk. Analisis akan dilakukan dengan SPSS release 13.0. Hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut. 1.1 Ho: µ1 = µ2 (rerata frekuensi denyut nadi kerja nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin pada periode TI sama dengan rerata frekuensi denyut nadi pada periode DI). Ha: µ1
>
µ2 (rerata frekuensi denyut nadi nelayan penangkap ikan
dengan pukat cincin pada periode TI lebih tinggi daripada rerata frekuensi denyut nadi pada periode DI). Aturan keputusan: Tolak Ho (terima Ha) bila p-value dari statistik uji < 0,05 (taraf signifikansi), dan terima Ho bila p-value dari statistik uji > 0,05.
130
1.2 Ho: µ1 = µ2 (rerata skor kelelahan nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin pada periode TI sama dengan rerata skor kelelahan pada periode DI). Ha: µ1 > µ2 (rerata skor kelelahan nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin pada periode TI lebih tinggi dari pada rerata skor kelelahan pada periode DI). Aturan keputusan: Tolak Ho (terima Ha) bila p-value dari statistik uji < 0,05 (taraf signifikansi), dan terima Ho bila p-value dari statistik uji > 0,05. 1.3 Ho: µ1 = µ2 (rerata skor keluhan muskuloskeletal nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin pada periode TI sama dengan rerata skor keluhan muskuloskeletal pada periode DI). Ha: µ1 > µ2 (rerata skor keluhan muskuloskeletal nelayan pada periode TI lebih tinggi dibandingkan dengan rerata skor keluhan muskuloskeletal pada periode DI). Aturan keputusan: Tolak Ho (terima Ha) bila p-value dari statistik uji < 0,05 (taraf signifikansi), dan terima Ho bila p-value dari statistik uji > 0,05. 1.4 Ho: µ1 = µ2 (rerata skor kesejahteraan nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin pada periode TI sama dengan rerata skor kesejahteraan periode DI). Ha: µ1 > µ2 (rerata skor kesejahteraan nelayan penangkap ikan dengan pukat cincin pada periode TI sama lebih tinggi dengan rerata skor kesejahteraan periode DI).
131
3)
Data iklim mikro yang terdiri dari kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban udara angin yang diambil rata-rata setiap interval 10 menit dijadikan data pendukung. Analisis untuk komparabilitas iklim mikro pada kedua periode menggunakan uji t independen pada taraf signifikansi 5%. Terlebih dahulu diadakan uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk test. Bila data tidak normal akan digunakan uji Mann-Whitney pada taraf signifikan 5 %.
4.9 Antropometri Subjek Pengukuran antropometri dalam penelitian ini adalah antropometri duduk, dimana data antropometri pada saat diukur subyek dalam posisi duduk tegak di atas buritan kapal/perahu penangkap ikan dalam posisi menarik tali pukat cincin pada waktu proses penangkapan ikan.
Tabel 4.3 Nilai Persentil, Simpang Baku dan Rentangan Antropometri Subjek Nelayan Pukat Cincin Antropometri Tubuh (cm) Jangkauan lengan
Persentil 5 (5th) 65,61
Persentil 95 (95th) 73,43
2,64
Rentangan (cm) 65 – 76
Tinggi badan duduk
113,53
123,97
3,36
115 – 126
Tinggi mata duduk
102,80
115,07
3,74
103 – 117
Tinggi popliteal
37,58
48,17
2,63
37 – 49
Panjang lengan atas
27,03
31,87
1,73
26 – 35
Panjang lengan bawah
22,37
27,98
1,41
22 – 30
Tinggi siku dalam posisi duduk
53,93
64,04
3,04
53 – 65
SB
132
4.10 Tahap-tahap Pengembangan Desain Katrol Proses pengembangan desain sebuah alat mempunyai urutan langkahlangkah atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah konsep desain dan mengkomersilkan suatu produk adalah sebagai berikut. 1.
Pengembangan konsep Mengidentifikasi kebutuhan target konsumen, mengevaluasi alternatif konsep dan menentukan konsep tunggal untuk pengembangan lebih lanjut.
2.
Desain tahapan sistem Membuat rancangan produk, geometri produk, pembagian produk menjadi subsistem dan komponen beserta spesifikasinya dan diagram alir proses perakitan produk.
3.
Desain detail Dokumentasi kontrol untuk produk file yang berisi ukuran setiap komponen, spesifikasi komponen-komponen yang dibeli, peralatan produksi, dan perencanaan untuk pabrikasi dan perakitan produk.
4.
Pengujian dan perbaikan Pembuatan prototype misalnya A yang merupakan prototype yang dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun tidak membutuhkan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produksi yang sesungguhnya; dan prototype misalnya B yang dibuat dengan komponen-komponen yang dibutuhkan pada produksi namun dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir seperti pada proses
133
perakitan sesungguhnya. kedua prototype tersebut diuji dengan ketat baik secara internal maupun diuji oleh konsumen dalam lingkungan pengguna. 5.
Produksi Ramp up dalam tahap ini produk dibuat dengan sistem produksi yang sebenarnya, dengan tujuan untuk melatih tenaga kerja dan untuk menyelesaikan permasalahan yang masih terdapat dalam proses produksi. dalam fase ini terdapat launch produc. Lebih jelas tahap-tahap pengembangan desain alat kerja dapat ditunjukkan di bawah ini :
4.10.1 Spesifikasi Alat Katrol untuk Pukat Cincin
Gambar 4.4. Alat Katrol Pukat Cincin
134
Tabel 4.4 Spesifikasi Alat Katrol Penarik Pukat Cincin Jenis Peralatan Perahu pukat cincin Tempat duduk
Tempat bahan baku Alat katrol
Alat ukur katrol
Ukuran Panjang : 21,5 m Lebar : 5,15 m Dalam : 2,25 m Panjang : 36 cm Lebar : 25 cm Tinggi dari lantai : 20 – 40 cm Panjang : 60 cm Lebar : 60 cm Tinggi dari lantai : 20 – 40 cm Panjang : 135 cm Lebar : 120 cm Tinggi dari lantai : 120 cm Ukuran disesuaikan dengan ukuran produk.
Bahan Kayu dan besi Kayu papan, spon gabus dan karet
Keterangan Menggunakan mesin tempel 40PK (5 buah) Ketinggian dapat disesuaikan
Besi, papan, mur, baut, bendrat dan karet. Balok papan, mur, baut, bendrat.
Ketinggian dapat disesuaikan
Besi dan cat
Sudah standar
Sistem kerja ditarik generator.
Data pembuatan alat katrol sebagai ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Alat Katrol Pukat Cincin
135
4.10.2 Penggunaan Alat Kerja Katrol Berdasarkan data hasil pengukuran antropometri para nelayan pukat cincin,
maka dalam pembuatan desain alat kerja katrol yang ergonomi
menggunakan pendekatan ergonomi total yang terdiri dari pendekatan SHIP (Sistemik, Holistik, Interdisipliner, Partisipatori) dan Penerapan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 2003e;2005a). Pendekatan ergonomi total merupakan salah satu bentuk intervensi ergonomi yang bertujuan untuk mendapatkan sistem kerja yang manusiawi, kompetititf dan lestari. Sikap kerja dengan menggunakan alat kerja katrol yang ergonomis seperti tampak pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Sikap kerja nelayan menggunakan alat kerja katrol
Sikap tubuh manusia ketika melakukan pekerjaan diakibatkan oleh hubungan antara dimensi pekerja dengan dimensi variasi dari tempat kerjanya disebut sikap kerja (Phesant, 1991). Sikap kerja nelayan pada waktu melakukan
136
aktivitas penangkapan ikan dengan menarik tali pukat cincin dilakukan dengan sikap kerja paksa. Sikap kerja paksa dapat menyebabkan timbulnya berbagai gangguan pada sistem otot skeletal (Manuaba, 1990; Adiputra, 1998). Kondisi tersebut tentunya akan dapat menyebabkan keluhan atau kenyerian pada bagian otot-otot
skeletal,
khususnya
pinggang
dan
punggung
serta
otot-otot
bagianbawah seperti : paha, lutut, betis, pantat dan kaki; dan bagian atas seperti : pergelangan tangan kanan dan kiri, bahu, leher dan sebagainya.
137
4.11 Alur Penelitian SAMPEL 18 orang Periode TI
Tahap Persiapan Penetapan tempat penelitian Meminta persetujuan (subjek) Data antropometri Membuat desain Mempersiapan alat dan petugas Tray out tempat dan uji coba Tahap Pelaksanaan Aktivitas penangkapan Tanpa Intervensi Pengukuran / Pengambilan Data Kinerja: 1) beban kerja, 2) kelelahan, 3) keluhan muskuloskeletal 4) kesejahteraan
Washing Out 3 hari
Treatment by subject Analisisnya uji t-paired
Periode DI
Tahap Persiapan Penetapan tempat penelitian Meminta persetujuan (subjek) Data antropometri Membuat desain Mempersiapan alat dan petugas Tray out tempat dan uji coba Tahap Pelaksanaan Aktivitas penangkapan dengan Intervensi Pengukuran / Pengambilan Data Kinerja: 1) beban kerja, 2) kelelahan, 3) keluhan muskuloskeletal 4) kesejahteraan
Gambar 4.7. Alur Penelitian
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1
Subjek Penelitian Data karakteristik subjek nelayan pukat cincin meliputi : umur, berat
badan, tinggi badan, dan indeks masa tubuh (IMT), disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Data Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Subjek
Rerata
SD
Rentangan
Berat badan (kg)
63,06
3,15
57 – 70
Umur (thn)
51,28
3,34
45 – 57
160,94
4,09
153 – 168
Tinggi badan (cm) Indeks masa tubuh (IMT, kg/m2)
24,35
0,97 22,04 – 25,48
Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa berat badan subjek berkisar dari 57 kg sampai 70 kg dengan rerata 63,06 ± 3,15 kg. Umur subjek berkisat dari 45 tahun sampai 57 tahun dengan rerata 51,28 ± 3,34 tahun. Tinggi badan subjek berkisar dari 153 cm sampai 168 cm dengan rerata 160,94 ± 4,09 cm. Berdasarkan data berat badan dan tinggi badan maka diperoleh IMT subjek berkisar dari 22,04 sampai 25,48 kg/m2. Indeks Massa Tubuh (IMT) dan umur subjek menjadi unsur karakteristik utama dalam menentukan sampel yang terlibat dalam penelitian, terutama berkaitan dengan kriteria inklusi sebagaimana dinyatakan dalam Bab III.
138
139
5.2
Antropometri Subjek Data Pengukuran antropometri subjek dalam penelitian ini adalah
Antropometri duduk, dimana pada saat dukur subjek dalam posisi duduk tegak di atas buritan perahu pada proses penangkapan ikan di saat menarik pukat cincin. Penerapan data antropometri memerlukan nilai rerata dan simpang baku dari data pengamatan yang berdistribusi normal dan nilai persentil, sebagaimana tabel 5.2 di bawah ini.
Tabel 5.2 Nilai Persentil, Simpang Baku dan Rentangan Antropometri Subjek Nelayan Pukat Cincin Antropometri Tubuh (cm) Jangkauan Lengan Tinggi Badan Duduk Tinggi Mata Duduk Tinggi Popliteal Panjang Lengan Atas Panjang Lengan Bawah Tinggi Siku dalam Posisi Duduk
Persentil 5 (5th) 65,61 113,53 102,80 37,58 27,03 22,37 53,93
Persentil 95 (95th) 73,43 123,97 115,07 48,17 31,87 27,98 64,04
Simpang Baku (SB) 2,64 3,36 3,74 2,63 1,73 1,41 3,04
Rentangan (cm) 65 –76 115 – 12 103 – 117 37 – 49 26 – 35 22 – 30 53 - 65
5.3 Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja yang dimaksud adalah mengenai kondisi iklim mikro tempat kerja nelayan pukat cincin melakukan proses penangkapan ikan di perairan laut Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Dalam penelitian ini iklim mikro yang didata meliputi kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban relatif (relative humidity). Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji normalitas data iklim mikro disajikan pada Lampiran
140
12. Hasil pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa data iklim mikro pada periode I sampai periode IV tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan p<0,05. Oleh karena itu beda rerata diuji dengan menggunakan uji (Mann-
Whitney). (Mann-Whitney), disajikan pada
Hasil uji beda rerata dengan uji
Lampiran 10. Ringkasan hasil tersebut disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Uji Beda Iklim Mikro: Kecepatan Angin, Suhu Udara, dan Kelembaban di Perairan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan.
Unsur Iklim Periode I: Kecepatan Angin (u, m/det) Suhu Udara (t, 0C) Kelembaban (KR, %) Periode II: Kecepatan Angin (u, m/det) Suhu Udara (t, 0C) Kelembaban (KR, %) Periode III: Kecepatan Angin (u, m/det) Suhu Udara (t, 0C) Kelembaban (KR, %) Periode IV: Kecepatan Angin (u, m/det) Suhu Udara (t, 0C) Kelembaban (KR, %)
Rerata Iklim Mikro Periode Tanpa Periode Dengan Intervensi Intervensi Rerata SD Rerata SD
Statistik u
p
3.905
1.289
3.727
1.170 2879.500 0,179
27.972 83.398
0.309 9.045
27.749 83.981
1.425 2720.500 0,058 8.588 2938.000 0,251
0.409
0.630
0.273
0.386 2831.000 0,427
25,519 74.917
2.342 11.091
25.141 74.838
2.472 2760.500 0,318 11.647 3014.500 0,922
0.495
0.699
0.494
0.667 2591.500 0,170
24,523 88.823
2.515 4.737
24.305 89.605
1.066 2625.000 0,219 4.760 2459.500 0,068
0.284
0.283
0.323
0.281 3006.500 0,237
24.361 84.979
1.537 5.771
24.355 86.293
1.399 3341.500 0,946 4.245 2981.000 0,210
141
Berdasarkan uji beda iklim mikro dengan menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh bahwa nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05), berarti tidak ada perubahan yang bermakna antara periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi.
5.4 Beban Kerja Beban kerja dinilai dari perubahan denyut nadi nelayan pada saat melakukan penarikan pukat cincin, yang dihitung dengan metode sepuluh denyut (ten pulse method) pada nadi radialis tangan kiri dalam posisi berdiri sebelum intervensi dan dalam posisi duduk setelah melakukan intervensi. Denyut nadi yang dihitung adalah : a) denyut nadi istirahat (rest pulse rate) yang dihitung adalah sebelum nelayan melakukan penangkapan ikan, b) denyut nadi kerja (work
pulse rate) yang dihitung adalah setiap kali melakukan penangkapan pada saat menarik tali pukat cincin dan diukur dengan cepat sehingga nelayan belum sempat istirahat, dan c) nadi kerja (working pulse rate), yang dihitung adalah denyut nadi kerja (DNK) dikurangi denyut nadi istirahat (DNI) sama dengan nadi kerja (NK) sesudah nelayan selesai menarik pukat cincin. Hasil pengamatan beban kerja yang diukur dari denyut nadi kerja sesuai prosedur metodologis yang telah ditetapkan, disajikan pada Lampiran 11. Hasil uji normalitas data untuk rata-rata denyut nadi istirahat, denyut nadi kerja dan nadi kerja disajikan pada Lampiran 12. Berdasarkan hasil tersebut maka terlihat bahwa data denyut nadi istirahat tampa intervensi dan dengan intervensi hanya dua
142
semua berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan p > 0,05, yang lainnya tidak dengan p<0,05, sebagaimana diringkaskan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Uji Normalitas Data Denyut Nadi Istirahat, Denyut Nadi Kerja, Nadi Kerja Tanpa dan dengan Intervensi No
Parameter
a. Periode Tanpa Intervensi 1. Denyut nadi istirahat (rest pulse rate), DNI 2. Denyut nadi kerja (work pulse rate), DNK 3. Nadi kerja (working pulse rate), NK b. Periode dengan Intervensi 1. Denyut nadi istirahat (rest pulse rate) 2. Denyut nadi kerja (work pulse rate) 3. Nadi kerja (working pulse rate)
N Orang
Rerata
SD
p
18
75,333
1,138
0,010
18
142,444
6,336
0,002
18
67,111
6,747
0,006
18
71,333
1,237
0,004
18
102,611
1,577
0,455
18
31,167
2,036
0,761
Dengan demikian untuk melihat perbedaan rerata, digunakan uji beda non parametrik dengan uji Wilcoxon. Hasil uji beda rerata denyut nadi istirahat, denyut nadi kerja dan nadi kerja dengan uji Wilcoxon disajikan Lampiran 13, dan diringkaskan pada Tabel 5.5 berikut ini.
143
Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Rerata Denyut Nadi Istirahat, Denyut Nadi Kerja Dan Nadi Kerja Sebelum Intervensi dan Dengan Intervensi
Parameter DNI DNK NK
Periode Tanpa Periode Dengan Intervensi Intervensi Rerata SD Rerata SD 75,33 1,14 71,33 1,24 142,44 6,34 102,61 1,58 67,11 6,75 31,17 2,04
Statistik z -3,748 -3,733 -3,729
p 0,000 0,000 0,000
Oleh karena denyut nadi istirahat berbeda secara signifikan (p<0,05), maka untuk melihat perbedaan perbedaan beban kerja subjek karena intervensi yang dilakukan dilihat dari selisih denyut nadi kerja dan denyut nadi instirahat, atau dikenal dengan nadi kerja. Berdasrkan hasil pada Tabel 5.4 dapat dikemukakan bahwa pada taraf signifikansi 5% rerata nadi kerja pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi berbeda secara signifikan, hal ini disebabkan karena adanya rangkaian intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin telah menurunkan beban kerja secara signifikan (p < 0,05).
5.5
Kelelahan Data skor kelelahan umum, tidak hanya dilihat dari skor total 30 item,
tetapi juga dilihat skor item 1-10 yang merupakan skor kategori aktivitas melemah, skor item 11-20 yang merupakan skor kategori motivasi melemah, dan skor item 21-30 yang merupakan skor kategori kelelahan fisik. Oleh karena itu agar uraian hasil yang diperoleh lebih efektif, dalam bagian ini diuraikan tiap
144
kategori. Sebagaimana yang diuraikan dalam Bab IV, pengamatan skor kelelahan juga dilakukan dua kali setiap periode aktivitas penangkapan ikan, yaitu sebelum subjek melakukan aktivitas dan sesudah melakukan aktivitas. Hasil
pengamatan
skor
kelelahan
subjek
berdasarkan
prosedur
metodologis yang telah ditetapkan disajikan pada Lampiran 17 a s/d (d). Hasil Uji Normalitas data skor kelelahan tiap kategori disajikan pada Lampiran 18, yang dapat riringkas dalam Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas Data Skor Kelelahan Sebelum Aktivitas KerjaTanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. No
Parameter
a. Periode Tanpa Intervensi 1. Kategori Aktivitas Melemah 2. Kategori Motivasi Melemah 3. Kategori Kelelahan Fisik Total Kategori b. Periode dengan Intervensi 1. Kategori Aktivitas Melemah 2. Kategori Motivasi Melemah 3. Kategori Kelelahan Fisik Total Kategori
N Orang
Rerata
SD
p
18 18 18 18
21,583 21,403 18,875 61,861
0,888 0,777 1,976 3,641
0,140 0,236 0,968 0,220
18 18 18 18
18,653 19,347 18,819 56,819
0,675 0,687 0,939 2,301
0,027 0,668 0,220 0,006
Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Data yang tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan nilai p<0,05 adalah skor kelelahan kategori aktivitas melemah (skor 1-10) pada periode dengan intervensi dan skor total semua kategori pada periode dengan intervensi dengan nilai peluang masingmasing p = 0,027 dan p = 0,006. Perbedaan rerata skor kelelahan diuji dengan ujiWilcoxon dan uji-t.
145
Hasil uji beda rerata skor kelelahan sebelum aktivitas penangkapan ikan dengan uji Wilcoxon dan uji-t disajikan pada Lampiran 19. Ringkasan hasil tersebut disajikan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Hasil Uji Beda Rerata Skor Kelelahan Sebelum Aktivitas Kerja Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. Skor Kelelahan Kategori Aktivitas Melemah Kategori Motivasi Melemah Kategori Kelelahan Fisik Total Ketegori
Periode Tanpa Intervensi Rerata SD 21,583 0,888
Periode Dengan Intervensi Rerata SD 18,653 0,675
Statistik z/t p -3,730 0,000
21,403
0,777
19,347
0,687
9,629 0,000
18,875
1,976
18,819
0,939
-123,973 0,000
61,861
3,641
56,819
2,301
-1,785 0,074
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.7 dapat dikemukakan bahwa pada taraf signifikan 5% rerata skor kelelahan semua kategori sebelum melakukan aktivitas pada periode tanpa intervensi (TI) dan periode dengan intervensi (DI) berbeda secara signifikan dengan nilai p<0,05. Hanya skor total semua kategori yang tidak berbeda secara signifikan dengan p>0,05 yaitu p=0,074. Perbedaan rerata skor kelelahan semua kategori periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi diuji dari selisih rerata sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja proses penagkapan ikan, sedangkan untuk perbedaan skor total, didapati dari rerata sesudah aktivitas penangkapan ikan. Hasil Uji Normalitas data rerata selisih skor kelelahan tiap kategori disajikan pada Lampiran 20, yang diringkaskan pada Tabel 5.8.
146
Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Data Rerata Selisih Skor Kelelahan Setelah dan Sebelum Aktivitas Kerja Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. No
Parameter
a. Periode Tanpa Intervensi 1. Kategori Aktivitas Melemah 2. Kategori Motivasi Melemah 3. Kategori Kelelahan Fisik Total Kategori b. Periode dengan Intervensi 1. Kategori Aktivitas Melemah 2. Kategori Motivasi Melemah 3. Kategori Kelelahan Fisik Total Kategori
N Orang
Rerata
SD
p
18 18 18 18
22,75 15,56 20,32 58,62
1,10 1,15 1,41 2,73
0,231 0,946 0,518 0,974
18 18 18 18
18,21 13,74 17,21 49,15
2,07 1,49 1,43 3,12
0,361 0,623 0,405 0,365
Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Semua data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan nilai p>0,05. Perbedaan selisih skor kelelahan semua kategori dilakukan dengan uji t-t.
5.5.1
Kategori aktivitas melemah (item 1-10) Hasil uji beda rerata selisih skor kelelahan setelah dan sebelum aktivitas
penangkapan ikan dengan uji-t disajikan pada Lampiran 21. Ringkasan hasil uji beda untuk kategori aktivitas melemah disajikan pada Tabel 5.9.
147
Tabel 5.9 Hasil Uji Beda Rerata Selisih Skor Kelelahan Semua Kategori dan Total Kategori Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. Periode Kategori Aktivitas Melemah Kategori Motivasi Melemah Kategori Kelelahan Fisik Total Kategori
Periode Tanpa Intervensi Rerata SD
Periode Dengan Intervensi Rerata SD
Statistik t
p
22,75
1,10
18,21
2,07
3,187
0,000
15,56
1,15
13,74
1,49
3,353
0,000
20,32
1,41
17,21
1,43
-57,500
0,000
58,62
2,73
49,15
3,12
-57,500
0,000
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.9 dapat dikemukakan bahwa pada taraf signifikansi 5% rerata selisih skor kelelahan kategori aktivitas melemah pada periode tanpa intervensi (TI) dan periode dengan intervensi (DI) berbeda secara signifikan dengan nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa rangkaian intervensi ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah menurunkan skor kelelahan subjek kategori aktivitas melemah secara signifikan (p<0,05).
5.5.2
Kategori motivasi melemah (item 11-20) Hasil uji beda rerata selisih skor kelelahan kategori motivasi melemah
dengan uji-t berpasangan (Lampiran 21) untuk kategori motivasi melemah diringkaskan pada Tabel 5.10.
148
Hasil pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara rerata selisih skor kelelahan kategori motivasi melemah subjek pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa rangkaian intervensi ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah menurunkan skor kelelahan subjek kategori motivasi melemah secara signifikan (p<0,05).
5.5.3
Kategori kelelahan fisik (item 21-30) Hasil uji beda rerata selisih skor kelelahan kategori kelelahan fisik dengan
uji-t berpasangan (Lampiran 21) diringkaskan pada Tabel 5.10. Hasil pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata selisih skor kelelahan kategori kelelahan fisik subjek pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi dengan nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa rangkaian intervensi ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah menurunkan skor kelelahan subjek kategori kelelahan fisik secara signifikan (p<0,05).
5.5.4
Total Ketiga Kategori Hasil uji beda rerata selisih skor kelelahan dari ketiga kategori dengan uji-t
berpasangan (Lampiran 22) diringkaskan pada tabel 5.10. Hasil pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata selisih total skor kelelahan subjek pada periode tanpa intervensi dan periode dengan. Hal tersebut terlihat dari nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa rangkaian intervensi
149
ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah menurunkan skor kelelahan subjek secara signifikan (p<0,05).
5.6 Keluhan Muskuloskeletal Sebagaimana yang diuraikan dalam Bab III, pengamatan skor keluhan muskuloskeletal juga dilakukan dua kali setiap aktivitas penangkapan, yaitu sebelum dan sesudah melakukan aktivitas penangkapan. Hasil pengamatan skor keluhan muskuloskeletal subjek berdasarkan prosedur metodologis yang telah ditetapkan disajikan pada Lampiran 22. Hasil uji normalitas data skor keluhan muskuloskeletal disajikan pada Lampiran 26, yang dapat diringkas dalam Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Hasil Uji Normalitas Data Rerata Skor Keluhan Muskuloskeletal Sebelum Aktivitas Kerja Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. No
Parameter
a. Periode Tanpa Intervensi 1. Skor Sebelum Aktivitas 2. Skor Sesudah Aktivitas b. Periode dengan Intervensi 1. Skor Sebelum Aktivitas 2. Skor Sesudah Aktivitas
N Orang
Rerata
SD
p
18 18
42,47 88,75
0,99 7,89
0,192
18 18
42,14 76,53
3,79 9,32
0,027 0,276
0,203
Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Data skor keluhan muskuloskeletal, ada data yang berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal yaitu data skor keluhan muskuloskeletal sebelum aktivitas kerja pada periode dengan intervensi dengan p = 0,027. Perbedaan rerata skor keluhan muskuloskeletal subjek diuji dengan uji-Wilcoxon.
150
Hasil uji beda rerata skor keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah aktivitas kerja proses penangkapan ikan, dengan uji wilcoxom disajikan pada Lampiran 23. Ringkasan hasil tersebut disajikan pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Hasil Uji Beda Rerata Skor Keluhan Muskuloskeletal Sebelum dan Sesudah Aktivitas Kerja pada Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. Periode Skor Sebelum Aktivitas Skor Sesudah Aktivitas
Periode Tanpa Intervensi Rerata SD
Periode Dengan Intervensi Rerata SD
Statistik Z
p
42,47
0,99
42,14
3,79
-0,240
0,810
88,75
7,89
76,53
9,32
-3,724
0,000
Berdasarkan hasil pada tabel 5.12 dapat dikemukakan bahwa pada taraf signifikansi 5% rerata skor keluhan muskuloskeletal sebelum melakukan aktivitas penangkapan ikan pada periode tanpa intervensi (TI) dan periode dengan intervensi (DI) tidak berbeda secara signifikan dengan nilai p>0,05. Perbedaan rerata skor keluhan muskuloskeletal periode sebelum intervensi dan periode dengan intervensi diuji dari rerata skor sesudak aktivitas penangkapan ikan. Berdasarkan hasil pada Tabel 5.12 dapat dikemukakan bahwa pada taraf signifikansi 5% terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor keluhan muskuloskeletal subjek sebelum intervensi dan dengan intervensi dalam proses penangkapan ikan. Hal tersebut terlihat dari nilai p < 0,05. Hasil-hasil yang diperoleh mengenai beban kerja, (denyut nadi), kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal sebagai indikator kinerja diringkaskan pada Tabel 5.13.
151
Tabel 5.13. Hasil Uji Beda Rerata Skor Kinerja Subjek pada Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. Indikator Nadi Kerja
Periode Tanpa Intervensi Rerata SD 67,111 6,747
Periode Dengan Intervensi Rerata SD 31,167 2,036
Perubahan
Statistik
Nilai/Skor -35,94
% -53,56
t/z -3,748
P 0,000
Kelelahan
142,44
6,34
102,61
1,58
-39,83
-27,96
-3,733
0,000
Kel.Mus.
67,11
6,75
31,17
2,04
-35,94
-53,55
-3,729
0,000
Hasil pada Tabel 5.13 menunjukkan bahwa rangkaian intervensi pada aktivitas penangkapan ikan telah meningkatkan kinerja subjek secara signifikan (p<0,05).
5.7 Tingkat Kesejahtreraan 5.7.1 Kepuasan Kerja Sebagaimana
yang
diuraikan
dalam
Bab
IV,
pengamatan
skor
kesejahteraan dengan menggunakan kuesioner kesejahteraan yang dilihat dari aspek kepuasan kerja nelayan, maka setelah selesai melakukan aktivitas kerja, hasil pengamatan skor kesejahteraan subjek berdasarkan prosedur metodologis yang telah ditetapkan disajikan pada Lampiran 27. Hasil uji normalitas data Skor Kesejahteraan kepuasan kerja disajikan pada Lampiran 31, yang diringkaskan pada Tabel 5.14.
152
Tabel 5.14 Hasil Uji Normalitas Data Rerata Skor Kesejahteraan Kepuasan Kerja Subjek Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi No 1. 2.
Parameter Periode TIN Periode DIN
N Orang 18 18
Rerata
SD
47,64 51,49
p 3,97 1,48
0,006 0,359
Hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Salah satu data yaitu skor sebeum intervensi tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan p=0,006. Perbedaan rerata skor kesejahteraan pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi diuji dengan uji-Wilcoxon.
Tabel 5.15 Hasil Uji Beda Rerata Skor Kesejahteraan Kepuasan Kerja Subjek Tanpa Intervensi dan Dengan Intervensi. Indikator Kesejahteraan
Periode Tanpa Periode Dengan Intervensi Intervensi Rerata SD Rerata SD 47,64 3,97 51,49 1,48
Perubahan Nilai/Skor 3,85
Statistik % 8,08
t/z -3,580
p 0,000
Hasil uji beda rerata skor kesejahteraan subjek tanpa intervensi dan dengan intervensi berdasarkan Tabel 5.15 menunjukkan bahwa pada taraf signifikan 5% terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor kesejahteraan subjek periode tanpa intervensi dan dengan intervensi. Hal tersebut terlihat dari nilai p < 0,05. Perbedaan yang signifikan rerata skor kesejaheraan menunjukkan dengan jelas terdapat adanya bahwa rangkaian intervensi ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah meningkatkan kesejahteraan secara signifikan (p < 0,05).
153
5.7.2 Produktivitas Produktivitas ditentukan berdasarkan perbandingan antara output (O) dengan input (I) dan time (T), produktivitas yang dihitung dalam penelitian ini berdasarkan perhitungan produktivitas parsial, dimana output adalah rerata berat tarikan pukat cincin yang ditarik nelayan pada waktu proses penangkapan ikan. sedangkan input adalah rerata beban kerja yang diterima oleh 18 orang nelayan selama 6 jam kerja, dalam hal ini beban kerja adalah hasil perhitungan nadi kerja dalam satuan denyut per menit. Hasil perhitungan produktivitas sebelum intervensi bahwa berat tarikan pukat cincin yang terdiri dari : a) berat tali dan pelampung = 128 kg, b) berat jaring = 325 kg, c) berat pemberat (timah), tali dan cincin = 500 kg. Total berat tarikan = 953 kg yang ditarik oleh 18 orang nelayan selama 6 jam kerja, yang dimulai dengan ; (a) penawuran jaring = 10 menit; (b) melingkar secara horisontal = 10 menit; (c) memagari jaring secara vertikal dari permukaan sampai suatu kedalaman = 10 menit ; (d) mengurung dengan menutup bagian bawah jaring = 10 menit; dan (e) menarik tali pukat cincin = 300 menit. Jadi total waktu penarikan = 340 menit atau 6 jam x 18 orang nelayan = 108 jam kerja. Setelah dengan intervensi bahwa total berat tarikan pukat cincin dari masing-masing bagian yaitu : (a) tali dan pelampung turun menjadi = 100 kg; (b) berat tarikan jaring turun menjadi = 200 kg; dan (c) berat tarikan tali cincin turun menjadi = 300 kg, sehingga total tarikan pukat cincin setelah dilakukan intervensi menjadi 600 kg atau turun sebesar 353 kg atau 3,53%.
154
Setelah dilakukan intervensi ergonomi dari hasil analisis produktivitas kerja periode sebelum intervensi dan periode dengan intervensi pada 6 jam kerja yang sama dapat ditujukan pada Gambar 5.1. DK
SI
DI
23.30 24.00
24.30 01.00 01.30
02.00 02.30 03.00
03.30 04.00
04.30
05.00
W
Gambar 5.1 Grafik rerata skor produktivitas subjek pada periode sebelum intervensi dan periode dengan intervensi pada 6 jam kerja diantara waktu 30 menit. Dari grafik diatas dapat dinyatakan bahwa dengan intervensi ergonomi maka terjadi peningkatan produktivitas kerja diantara 18 orang nelayan dimana subjek merasakan tarikan pukat cincin pada saat proses penangkapan semakin panjang, maka semakin ringan selama 6 jam kerja. Kelebihan perhitungan produktivitas dalam penelitian ini adalah menghitung produksi hasil penangkapan ikan sebelum intervensi dan dengan intervensi, dimana terdapat perbedaan bermakna produksi penangkapan sebelum intervensi 5.000 kg per bulan. Sedangkan setelah dilakukan intervensi terjadi
155
peningkatan produksi hasil tangkapan sebanyak 8,166 kg per bulan atau terjadi peningkatan produksi penangkapan sebesar 8,08%. Dengan demikian dilihat dari segi investasi bahwa perusahaan dalam hal ini pemilik pukat cincin mengalami keuntungan setiap bulan 3.166 kg per bulan dan nelayan penangkap mendapatkan keuntungan sebesar 91.700.000,- per tahun. Sehingga dengan intervensi ergonomi baik perusahaan pemilik pukat cincin maupun nelayan bersama-sama mendapatkan keuntungan.
5.7.3 Keuntungan Nelayan Data hasil penelitian
keuntungan nelayan diperoleh
berdasarkan
perhitungan produksi penangkapan ikan yang sudah di pasarkan, sehingga dalam pembagian melalui sistim bagi hasil nelayan mendapatkan keuntungan dalam bentuk uang. Analisis perhitungan ekonomi dilakukan sebelum dan dengan intervensi ergonomi. Hasil analisis ekonomi yang dimaksud diuraikan berikut ini. 1) Capital Investment peralatan penangkapan ikan pukat cincin berubah dari sebelum intervensi, Total Investmen Rp. 785.000.000,- menjadi Rp. 800.000.000,-. 2) Working Capital yang terdiri dari Variabel Cost dan Fixed Cost tidak mengalami perubahan sebelum dan sesudah intervensi sehingga Total Investment menjadi Rp. 2.801.000.000,-. 3) Total investment yang terdiri dari capital investment dan working capital berubah dari Rp. 900.000.000,- sebelum intervensi menjadi Rp. 917.000.000,setelah dilakukan intervensi.
156
4) Bunga modal juga turut mengalami perubahan dari Rp. 144.000.000,sebelum intervensi menjadi Rp. 146.720.000,- setelah dilakukan intervensi. 5) Total Variable Cost mengalami perubahan dari Rp. 2.457.800.000,- menjadi Rp. 3.406.200.000,- setelah dilakukan intervensi. 6) Total Fixed Cost tidak mengalami perubahan sebelum dan sesudah intervensi, tetap Rp. 434.475.000,-. 7) a. Sebelum intervensi Perhitungan Profit, Break Event Point (BEP) dan Procentage Return on Investment (ROI) : Variable cost = V = Rp. 2.457.800.000,-/Thn
Rp.
204.816.000,-/Bln
Fixed cost = F
343.475.000,-/Thn
Rp.
28.622.916,-/Bln
Rp. 2.801.275.000,-/Thn
Rp.
233.438.916,-/Bln
Rp.
291.666.000,-/Bln
S - ( V + F ) Rp.698.725.000,-/Thn
Rp.
58.227.084,-/Bln
S - V Rp.1.042.200.000,-/Thn
Rp.
113.600.000,-/Bln
Rp.
5.822.708,-/Bln
Rp.
5.822.708,-/Bln.
TOTAL COST
= Rp.
Hasil Tangkapan/Penjualan = S 600 Ton ikan-ikan pelagis. Dasar @ Rp.5.500 Rp.3.500.000.000,-/Thn Gross Profit :
Break Event Point (BEP) :
Coorporation Tax
=
10 % x Gross Profit = Rp.69.872.500,-/Thn Net Profit = Gross Profit Coorporation Tax Rp. 628.852.500./Thn
157
Procentage Return On Fixed Investment (ROI) =
. b. Dengan Intervensi. Perhitungan Ptrofit, Break Event Point (BEP) Dan Procentage Return On Investment (ROI) : Variable cost = V
Rp.3.406.200.000,-/Thn
Fixed cost = F
Rp.
283.850.000,-/Bln
Rp. 343.475.000,-/Thn Rp. 28.622.916,-/Bln ––––––––––––––––––– –––––––––––––––––––– Rp. 3.749.675.000,-/Thn Rp. 312.472.916,-/Bln
TOTAL COST
Hasil Tangkapan/Penjualan = S 980 Ton sejenis ikan-ikan pelagis. Dasar @ Rp.5.500
Rp.5.390.000.000,-/Thn
Rp.
449.666.666,-/Bln
S - (V + F)
Rp.2.021.079.825./Thn
Rp.
1.684.233.181/Bln
S - V
Rp.1.983.800.000,-/Thn
Rp.
165.316.666,-/Bln
Gross Profit :
Break Event Point (BEP) :
Coorporation Tax
=
10 % x Gross Profit = Rp.2.021.079.825-Thn Rp.
1.684.233.181/ Bln
Net Profit = Gross Profit - Coorporation Tax Rp.202.107.982,-/Thn
Rp.
168.423.319,-/Bln.
158
Procentage Return On Fixed Investment (ROI) =
= 63,82% 8) Production capacity sebelum intervensi pinjaman yang harus dikembalikan kepada Bank = Nihil. Sedangkan dengan intervensi pinjaman yang harus dikembalikan pada tahun ke IX antara pemilik pukat cincin dan nelayan penangkap ikan sama-sama mendapatkan keuntungan/profit.
159
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Subjek Subjek penelitian ini semuanya berjenis kelamin laki-laki, dan
karakteristik subjek yang dilihat adalah: berat badan, tinggi badan (atau indeks massa tubuh) dan usia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa IMT subjek berkisar dari minimum 22,04 sampai maksimum 25,48 dengan rerata 24,35 ± 0,97 kg/m2. Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa subjek memiliki IMT yang berada dalam kisaran normal, dan nilai ini sesuai dengan kriteria IMT normal yang dikemukakan oleh Sandowsky (2000) yaitu 18 s/d 25 kg/m2. Dengan kisaran IMT yang lebih sempit sesuai kriteria, berarti variabilitas subjek dalam penelitan ini lebih kecil, dan hal ini menguntungkan karena menurut Avellini et al. (1980) subjek dengan IMT yang lebih besar, luas permukaan tubuhnya juga lebih besar dan dapat kehilangan panas dengan laju lebih cepat dibandingkan dengan subjek dengan luas permukaan tubuh lebih kecil. Selain itu kisaran IMT yang lebih sempit juga memperkecil berbagai risiko penyakit dan keluhan otot di tempat kerja (Schulte, et al., 2007) karena subjek dengan IMT>25,00 berisiko terhadap penyakit dan keluhan otot di tempat kerja. Bila dibandingkan dengan subjek yang bukan nelayan dengan jenis pekerjaan yang berbeda ternyata diperoleh rerata IMT yang tidak jauh berbeda, seperti yang diperoleh Artayasa (2007), IMT 23,68 kg/m2 dan Sajiyo (2008), IMT 22,21 kg/m2.
160
Umur subjek berkisar dari minimum 45 tahun sampai maksimum 57 tahun dengan rerata 51,28 ± 3,34 tahun. Rerata umur subjek ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan umur subjek pada penelitian Adiatmika (2007) dan Sajiyo (2008) yang memperoleh masing-masing 17 s/d 50 tahun dan 30,78±4,63 tahun. Dengan demikian dilihat dari umur, kisaran umur subjek tergolong sempit dibanding subjek pada penelitian Adiatmika (2007) dan Sajiyo (2008). Dilihat dari kriteria umur subjek, semua subjek berada pada kisaran yang ditetapkan yaitu 40 s/d 60 tahun. (Dengan kisaran umur yang sempit seperti yang telah dikemukakan maka berarti bahwa variabilitas umur antar subjek di dalam kelompok diperkecil). Hal ini penting karena menurut Rodahl (2003) usia subjek mempengaruhi respon termal. Subjek dengan umur yang lebih muda kehilangan panas evaporatif lebih rendah dan suhu kulit lebih tinggi pada kondisi lingkungan yang sama dibandingkan dengan subjek yang lebih dewasa. Dalam konteks penelitian ini, variabilitas umur yang sempit turut memperkecil variabilitas berkaitan dengan respon termal dalam bentuk kehilangan panas tubuh seperti yang dikemukakan oleh Rodahl (2003).
6.2
Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja yang diukur pada penelitian ini adalah suhu
udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin. Dicatat setiap interval 10 menit sepanjang malam selama penelitian berlangsung dari pukul 18.00 s/d 06.00 WITA. Pengukuran variabel lingkungan kerja ditujukan untuk mengetahui kondisi
161
lingkungan kerja dan kondisi yang dimungkinkan berpengaruh terhadap kualitas kerja. Ditemukan bahwa sepanjang periode penelitian, rerata suhu udara pada periode aktivitas tanpa intervensi adalah terrendah 24,36 ± 1,53 oC dan tertinggi 27,97 ± 0,30 oC. Sedangkan untuk periode dengan intervensi terrendah 24,30 ± 1,06 oC dan tertinggi 27,74 ± 1,42 oC. Dilihat dari nilai rerata suhu udara, dapat dikemukakan bahwa kondisi suhu lingkungan kerja pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi termasuk di bawah kisaran nyaman untuk daerah tropis yaitu 26 – 28 oC (Manuaba, 1998d), di bawah kisaran nyaman menurut kriteria Grandjean (1998), dan jauh di bawah kisaran nyaman untuk pekerja Indonesia yaitu 29-30 oC (Suma'mur, 1982). Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata suhu udara pada periode dengan intervensi tidak berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05), berarti paparan suhu udara tidak berpengaruh yaitu sama. Untuk kelembaban relatif (KR) ditemukan bahwa rerata kelembaban pada periode aktivitas tanpa intervensi terrendah adalah 74,91 ± 11,09 % dan tertinggi 88,82 ± 4,73%, sedangkan untuk periode dengan intervensi, terrendah 74,83 ± 11,64 % dan tertinggi 89,60 ± 4,76%. Harga kelembaban relatif ternyata termasuk di atas kriteria nyaman untuk orang Indonesia menurut kriteria Manuaba (1998) yaitu 70-80%, dan jauh di atas kriteria nyaman menurut ASHRAE (Whytmyre, 2002; Princton Analytical Laboratory, 2004) yaitu 30 − 60%. Kondisi
162
kelembaban relatif yang tidak nyaman ini dapat diatasi dengan serangkaian intervensi ergonomi sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata kelembaban relatif udara pada periode dengan intervensi tidak berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05). Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi subjek melakukan aktivitas kerja dengan pengaruh paparan kelembaban relatif udara yang sama. Untuk kecepatan angin ditemukan bahwa pada periode tanpa intervensi rerata kecepatan angin terrendah 0,28 ± 0,28 m/detik dan tertinggi 3,90 ± 0,28 m/det, sedangkan untuk periode dengan intervensi terrendah 0,27 ± 0,38 m/det dan tertinggi 3,72 ± 1,17 m/det. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata kecepatan angin pada periode dengan intervensi tidak berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05). Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi subjek melakukan aktivitas kerja dengan pengaruh paparan kecepatan angin yang sama. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis mengenai lingkungan kerja yang terdiri dari suhu udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin, dapat dikatakan bahwa ternyata kondisi lingkungan kerja pada periode aktivitas tanpa intervensi dan periode aktivitas dengan intervensi sama saja. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa lingkungan kerja memberikan pengaruh yang sama terhadap
163
subjek baik pada periode aktivitas tanpa intervensi maupun periode aktivitas dengan intervensi Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa perbedaan kinerja (beban kerja, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal) dan kesejahteraan yang diuraikan pada bagian-bagian berikut bukanlah akibat dari lingkungan kerja pada waktu aktivitas kerja dilakukan melainkan akibat perlakuan yang diberikan yaitu serangkaian intervensi ergonomi.
6.3
Beban Kerja Sesuai metodologi, pengukuran denyut nadi sebagai indikator beban kerja
dilakukan sebelum bekerja, sedang bekerja dan setelah bekerja dalam empat periode pengamatan. Satu periode pengamatan terdiri dari satu kali melaut untuk aktivitas tanpa intervensi dan, setelah periode washing out, satu kali melaut untuk aktivitas dengan intervensi ergonomi. Pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi, ditemukan bahwa rerata denyut nadi istirahat adalah: 75,33 ± 1,14 dan 71,33 ± 1,24 denyut/menit. Ternyata denyut nadi istirahat nelayan pukat cincin pada periode tanpa dan dengan intervensi lebih kecil dari 90 denyut/menit sesuai pendapat Fox, Bowers and Foss (1988). Nilai-nilai ini: sedikit lebih rendah dari denyut nadi istirahat pekerja pemangkas pohon (sejenis pohon cemara) yang bervariasi dari 72 s/d 85 denyut/menit dengan rerata 77,8 denyut/menit (Kirk and Parker, 1994); rendah rendah dari denyut nadi istirahat pekerja pemanen tanaman pertanian lahan kering dengan denyut nadi istirahat 80,21 denyut/menit (Hasalkar, et.al., 2004);
164
dan hampir sama dengan denyut nadi istirahat pekerja pengangkut kelapa di Tabanan Bali seperti yang diperoleh Artayasa (2007) sebesar 74,65 denyut/menit. Meskipun lebih kecil dari 90 denyut/menit, akan tetapi hasil uji-beda menunjukkan bahwa denyut nadi istirahat pada periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi berbeda secara signifikan (p<0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi fisiologi para nelayan pukat cincin tradisional sebelum melakukan aktivitas penangkapan ikan pada periode tanpa dan periode dengan intervensi ergonomi berbeda. Oleh karena itu untuk melihat pengaruh intervensi ergonomi terhadap beban kerja nelayan, harus dilihat dari selisih denyut nadi kerja dan denyut nadi istirahat atau disebut nadi kerja. Rerata denyut nadi kerja nelayan pukat cincin pada periode tanpa intervensi, sebesar 1442,44 ± 6,34 denyut/menit. Nilai ini jauh lebih besar dari nilai kritis (a warning value) yaitu 90 denyut/menit (Blazejczyk and Blazejczyk, 2007); jauh lebih tinggi dari denyut nadi kerja pekerja pemangkas pohon sejenis cemara dengan denyut nadi 112 denyut/menit (Kirk and Parker, 1994); jauh lebih tinggi dari denyut nadi kerja pekerja pemanen tanaman pertanian lahan kering dengan denyut nadi kerja sebesar 94,36 denyut/menit (Hasalkar, et.al., 2004); dan jauh lebih tinggi dengan denyut nadi kerja pekerja pemanen padi dengan menggunakan arit ergonomis dengan denyut nadi kerja berkisar 103 s/d 136 denyut/menit dengan rerata 115,5 ± 11,76 denyut/menit (Sutjana, Adiputra, and O’Neill, 1999). Bila dilihat hubungan dengan beban kerja, menurut Christensen (dalam Nurmianto, 2004), maka beban kerja aktivitas penangkapan ikan tanpa intervensi ergonomi tergolong beban kerja berat yang terletak dalam kisaran
165
125−150 denyut/menit. Menurut Christensen (1991) frekuensi denyut nadi kerja antara 75 sampai 100 denyut/menit masuk dalam kategori beban kerja ringan, antara 100 sampai 125 denyut/menit masuk dalam kategori sedang, antara 125 sampai 150 denyut/menit masuk dalam kategori berat dan antara 150 sampai 175 denyut/menit masuk dalam kategori sangat berat. Denyut nadi kerja pada periode dengan intervensi ergonomi sebesar 102,61 ± 1,58 denyut/menit. Nilai ini, sekalipun mengalami menurunan, masih lebih besar dari nilai kritis (a warning value) yaitu 90 denyut/menit (Blazejczyk and Blazejczyk, 2007); lebih kecil dari denyut nadi kerja pekerja pemangkas pohon sejenis cemara dengan denyut nadi 112 denyut/menit (Kirk and Parker, 1994); lebih tinggi dari denyut nadi kerja pekerja pemanen tanaman pertanian lahan kering dengan denyut nadi kerja sebesar 94,36 denyut/menit (Hasalkar, et.al., 2004); lebih rendah dari denyut nadi kerja pekerja pemanen padi dengan menggunakan arit ergonomis dengan denyut nadi kerja berkisar 103 s/d 136 denyut/menit dengan rerata 115,5 ± 11,76 denyut/menit (Sutjana, dkk, 1999). Bila dilihat hubungan dengan beban kerja, menurut Christensen (dalam Nurmianto, 2004), maka beban kerja aktivitas penangkapan ikan dengan intervensi ergonomi ketika sedang bekerja, turun menjadi beban kerja sedang yang terletak dalam kisaran 100−125 denyut/menit. Sekalipun pada periode dengan intervensi ergonomi, terlihat bahwa denyut nadi kerja mengalami penurunan dan beban kerja mengalami perubahan dari beban kerja berat menjadi beban kerja ringan sampai sedang, akan tetapi untuk melihat beda rerata secara statistk harus dilihat dari nadi kerja ketika sedang
166
melakukan aktivitas kerja dan nadi kerja tepat setelah selesai melakukan aktivitas kerja. Hal ini disebabkan denyut nadi istirahat periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi sudah berbeda secara signifikan (p<0,05). Pada waktu melakukan aktivitas kerja penangkapan ikan, periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi, ditemukan bahwa rerata nadi kerja adalah: 67,11 ± 6,71 dan 31,17 ± 2,04 denyut/menit. Hasil uji beda rerata nadi kerja periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan nilai p<0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan aktivitas tanpa intervensi, aktivitas dengan intervensi ergonomi ternyata berhasil menurunkan nadi kerja secara signifikan (p<0,05). Intervensi ergonomi ternyata berhasil menurunkan rerata nadi kerja secara signifikan, juga dikatakan berhasil menurunkan beban kerja menjadi beban kerja ringan sampai sedang dengan denyut nadi kerja berkisar 75−125 denyut/menit. Kenyataan keberhasilan penurunan beban kerja melalui intervensi ergonomi dapat dijelaskan berikut ini. Menurut Fox, Bowers and Foss (1988) dan juga Derchak, Ostertag, and Coyle (2004) sistem kardiovaskular bekerja untuk mempertahankan cardiac output untuk suatu beban kerja. Cardiac output (Q) adalah perkalian denyut nadi (heart rate), dalam denyut per menit, dan stroke volume (jumlah darah yang dipompa jantung per denyut), dalam mL per denyut:
Q=HR*SV. Aktivitas (latihan) menyebabkan peningkatan denyut nadi (HR). Pada periode aktivitas tanpa intervensi dehidrasi sangat mungkin terjadi karena menurut Manuaba (1998b) di dalam ruangan bila kecepatan angin melebih 0,2 m/det
167
dehidrasi dapat terjadi, apalagi di alam terbuka seperti aktivitas penangkapan ikan di laut lepas dimana rerata kecepatan angin dapat mencapai jauh melebihi 0,2 m/det. Lebih lanjut menurut Fox, Bowers and Foss (1988) dan juga Derchak, Ostertag, and Coyle (2004) dehidrasi pada mulanya muncul karena suatu kenaikan dalam denyut nadi pada suatu beban kerja tertentu. Peningkatan denyut nadi ini pada suatu beban kerja yang tetap dinamakan "cardiac drift." Dalam hal ini, berkeringat mengurangi volume darah dimana ada suatu reduksi dalam kembalinya darah ke jantung melalui venous system. Untuk dapat mempertahankan Q dan tekanan darah, denyut nadi (HR) meningkat. Bila dehidrasi berlanjut, venous kembali dan stroke
volume terus berkurang dan denyut nadi (HR) terus meningkat. Proses dehidrasi menjadi suatu siklus yang berbahaya yang dapat secara cepat menyebabkan seseorang mengalami bahaya/kerusakan yang berarti (significant harm) ketika Q tidak lagi dapat dipertahankan meskipun denyut nadi (HR) meningkat. Dengan demikian, dibandingkan dengan aktivitas tanpa intervensi, maka intervensi ergonomi telah menghasilkan sistem regulasi yang lebih efisien yang terlihat dari denyut nadi yang menurun secara signifikan sepanjang aktivitas dan dipertahankannya stroke volume karena adanya suplesi gizi dalam bentuk segelas aqua (240 ml) serta satu gelas teh manis (suhu 29−30oC) setelah 2 x 40 menit (menit ke 80) yang menghindari kemungkinan terjadinya dehidrasi. Bila dihubungkan dengan peningkatan denyut nadi yang direkomendasikan oleh Grandjean (1988), yaitu sebesar 30 denyut/menit, maka peningkatan denyut nadi nelayan pukat cincin di Amurang, sudah melampaui batas karena secara rerata terjadi kenaikan 67,11 denyut/menit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
168
kondisi ini, para nelayan tidak direkomendasikan bekerja selama delapan jam secara terus-menerus, apalagi pekerjaan ini dilakukan pada malam hari. Menurut Grandjean (1988), bila bekerja pada malam hari, maka irama faal sedikit banyaknya pasti terganggu, karena fungsi fisiologis pekerja tidak dapat disesuaikan dengan irama kerja tersebut. Suhu badan, denyut nadi, tekanan darah yang bekerja pada malam hari berbeda dengan yang bekerja pada pagi, siang dan sore (Grandjean, 1988). Metabolisme tidak dapat sepenuhnya atau tidak dapat sama sekali diadaptasikan dengan kerja malam dan tidur siang. Keseimbangan elektrolit sebagai akibat albumin dan klorida di darah dapat beradaptasi dengan keperluan kerja malam dan tidur siang, tetapi pertukaran zat-zat seperti kalium, sulfur, fosfor, mangan terikat pada sel-sel sehingga dengan pergantian waktu kerja siang menjadi malam tidak dapat dipengaruhinya. Dari penjelasan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan tindakan dengan menerapkan pendekatan ergonomi, sehingga para nelayan tetap dapat bekerja secara terus-menerus dalam kondisi yang sehat dan nyaman. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan ergonomi, yakni: diadakan waktu istirahat, pemberikan teh manis, perbaikan sikap kerja, pengurangan beban angkat melalui desain alat (katrol ergonomis). Ketika intervensi ergonomi dilakukan, ternyata peningkatan peningkatan denyut nadi kerja, hampir sama dengan nilai yang direkomendasikan oleh Grandjean (1988), yaitu 31,17 denyut/menit. Dengan demikian pekerjaan penangkapan ikan dapat direkomendasikan untuk dilakukan oleh nelayan pukat
169
cincin, asalkan elemen-elemen intervensi ergonomi yang telah diterapkan dalam penelitian ini, sebagaimana yang telah dikemukakan, benar-benar dilakukan.
6.4 6.4.1
Kelelahan Kelelahan Kategori Aktivitas Melemah (item 1-10) Ditemukan bahwa rerata selisih skor kelelahan kategori aktivitas melemah
(item 1-10) sebelum melakukan aktivitas panangkapan ikan pada periode aktivitas tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah: 22,75 ± 1,10 dan 18,21 ± 2,07. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata selisih skor kelelahan subjek untuk kategori aktivitas melemah (item 1-10) pada periode dengan intervensi berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05), dengan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi kondisi kelelahan subjek kategori aktivitas melemah tidak sama. Adanya perbedaan ini merupakan indikasi bahwa intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan telah berhasil menurunkan kelelahan kategori aktivitas melemah yang dialami subjek dibandingkan dengan kondisi tanpa intervensi. Persentase penurunan skor kelelahan subjek untuk kategori aktivitas melemah (item 1-10) akibat intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan dibandingkan dengan aktivitas tanpa intervensi adalah sebesar 19,96%.
170
6.4.2
Kelelahan Kategori Motivasi Melemah (item 11-20) Ditemukan bahwa rerata selisih skor kelelahan kategori motivasi melemah
(item 11-21) pada periode aktivitas tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah: 15,56 ± 1,15 dan 13,74 ± 1,49. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata selisih skor kelelahan subjek untuk kategori motivasi melemah (item 11-21) pada periode dengan intervensi berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05), dengan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi kondisi kelelahan subjek kategori motivasi melemah tidak sama. Adanya perbedaan ini merupakan indikasi bahwa intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan telah berhasil menurunkan kelelahan kategori motivasi melemah yang dialami subjek dibandingkan dengan kondisi tanpa intervensi. Persentase penurunan skor kelelahan subjek untuk kategori motivasi melemah (item 11-21) akibat intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan dibandingkan dengan aktivitas tanpa intervensi adalah sebesar: 11,70%.
6.4.3
Kelelahan Kategori Kelelahan Fisik (item 21-30) Ditemukan bahwa rerata selisih skor kelelahan kategori kelelahan fisik
(item 21-30) pada periode aktivitas tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah: 20,32 ± 1,41 dan 17,21 ± 1,43. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata selisih skor kelelahan subjek untuk kategori kelelahan fisik (item 21-30) pada periode dengan
171
intervensi berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05), dengan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi kondisi kelelahan subjek kategori kelelahan fisik tidak sama. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi secara rerata kondisi kelelahan subjek kategori kelelahan fisik tidak sama. Adanya perbedaan ini merupakan indikasi bahwa intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan telah berhasil menurunkan kelelahan kategori kelelahan fisik yang dialami subjek dibandingkan dengan kondisi tanpa intervensi. Persentase penurunan skor kelelahan subjek untuk kategori kelelahan fisik (item 21-30) akibat intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan dibandingkan dengan aktivitas tanpa intervensi adalah sebesar: 15,31%.
6.4.4
Kelelahan Secara Umum (total ketiga kategori) Ditemukan bahwa rerata selisih skor kelelahan total kategori (item 1-30)
pada periode aktivitas tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah: 58,62 ± 2,73 dan 49,156 ± 3,12. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata selisih skor kelelahan subjek untuk total kategori (item 1-30) pada periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) dengan nilai p sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi rerata kondisi kelelahan subjek total kategori tidak sama.
172
Adanya perbedaan ini merupakan indikasi bahwa intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan telah berhasil menurunkan kelelahan yang dialami subjek dibandingkan dengan kondisi tanpa intervensi. Persentase penurunan skor kelelahan subjek (item 1-30) akibat intervensi ergonomi yang dilakukan pada aktivitas penangkapan ikan dibandingkan dengan aktivitas tanpa intervensi adalah sebesar: 16,15%. Dapat dikatakan bahwa dengan intervensi ergonomi pada penangkapan ikan, telah terjadi penurunan skor kelelahan subjek nelayan baik pada masingmasing kategori maupun secara keseluruhan. Dibandingkan dengan kondisi tanpa intervensi, skor kelelahan kategori aktivitas melemah turun 19,96%, skor kelelahan kategori motivasi melemah turun 11,70%, skor kelelahan kategori kelelahan fisik turun 15,31%, dan skor total semua kategori turun 16,15%. Persentase penurunan skor kelelahan ini lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh Sutajaya (2006) yang mendapatkan skor kategori aktivitas melemah turun 64,0%, kategori motivasi melemah turun 45,8%, kategori kelelahan fisik turun 39,9% dan secara keseluruhan turun 47,4%. Persentase penurunan skor kelelahan umum ini lebih rendah dengan yang diperoleh Palilingan (2008) yang mendapatkan bahwa dengan intervensi ergonomi terjadi penurunan skor kelelahan umum: skor kategori aktivitas melemah turun 30,65%, skor kategori motivasi melemah turun 41,66%, skor kategori kelelahan fisik turun 31,58%, dan skor gabungan ketiga ketegori turun 34,01% pada subjek mahasiswa yang melakukan aktivitas praktikum lapangan di daerah dingin Rurukan Kecamatan Tomohon. Persentase penurunan ini juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang
173
diperoleh Wijana (2008) yang mendapatkan skor kategori aktivitas melemah turun 78,466%, kategori motivasi melemah turun 67,89%, kategori kelelahan fisik turun 77,19% dan secara keseluruhan turun 73,76%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan adanya penurunan skor kelelahan secara signifikan (p<0,05) merupakan indikasi bahwa rangkaian intervensi ergonomi yang dilakukan, telah berhasil menurunkan tingkat kelelahan subjek. Dapat pula dikemukakan bahwa intervensi ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah berhasil meningkatkan aktivitas kerja, meningkatkan motivasi kerja, dan menurunkan kelelahan fisik subjek. Kenyataan adanya penurunan skor kategori aktivitas melemah (item 1-10), skor kategori motivasi melemah (item 11-20), skor kategori kelelahan fisik (item 21-30) dan total ketiga kategori (item 1-30) secara signifikan (p<0,05) menunjukkan bahwa pada periode tanpa intervensi telah terjadi kelelahan atau penurunan kapabilitas fisik dan mental pada subjek dan menurut pendapat dari IMO (2001) gejala kelelahan tersebut dapat dilihat dari menurunnya kecepatan, waktu reaksi, dan kemampuan membuat keputusan, dan menurut Beaulieu (2005) dan The Nautical Institute (2007) dapat dilihat dari ketidakmampuan berkonsentrasi, respon lambat, kehilangan kontrol, sakit kepala, ingatan melemah dan pusing. Menurut Manuaba (1983; 1992) menurunnya kapabilitas fisik dan mental pekerja sebagai indikasi terjadinya kelelahan dapat diakibatkan oleh: (a) pekerjaan yang bersifat monoton, (b) kerja berlangsung dalam jangka waktu lama (c) iklim mikro yang buruk, (d) sakit atau keluhan-keluhan fisik sewaktu bekerja. Mengacu
174
pada pendapat Manuaba (1983; 1992) dapat dikemukakan bahwa memang benar aktivitas penangkapan ikan tanpa intervensi ergonomi: (a) bersifat monoton karena subjek melakukan aktivitas kerja dalam sikap duduk selama aktivitas berl angsung; (b) berlangsung cukup lama dimana subjek terpapar pada iklim mikro setempat sekitar enam jam dengan kondisi yang buruk; (c) adanya iklim mikro yang buruk (dingin) yang berada di luar kategori nyaman; dan (d) adanya keluhan-keluhan fisik karena sikap-sikap yang tidak ergonomis sewaktu melakukan aktivitas penangkapan ikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan adanya penurunan skor kelelahan umum secara signifikan (p<0,05) merupakan indikasi bahwa rangkaian intervensi ergonomi yang dilakukan, telah berhasil menurunkan tingkat kelelahan subjek.
6.5
Keluhan Muskuloskeletal Ditemukan bahwa keluhan muskuloskeletal sebelum melakukan aktivitas
penangkapan ikan pada periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah: 42,47 ± 0,99 dan 42,14 ± 3,79. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata skor keluhan muskuloskeletal subjek sebelum melakukan aktivitas pada periode dengan intervensi tidak berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p>0,05) dengan nilai p sebesar 0,810. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi kondisi subjek dilihat dari skor keluhan muskuloskeletal sebelum melakukan aktivitas penangkapan ikan
175
tidak berbeda. Perbedaan rerata skor keluhan muskuloskeletal subjek oleh karena perlakuan yang diberikan dapat dilihat dari rerata skor keluhan muskuloskeletal setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan. Ditemukan bahwa rerata skor keluhan muskuloskeletal setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan pada periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah 88,75 ± 7,89 dan 76,53 ± 9,32. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata skor keluhan muskuloskeletal subjek setelah melakukan aktivitas penangkapan ikan pada periode dengan intervensi berbeda secara signifikan dengan rerata skor keluhan muskuloskeletal subjek setelah melakukan aktivitas pada periode tanpa intervensi (p<0,05), dengan nilai p sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi kondisi keluhan muskuloskeletal subjek dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan berbeda. Perbedaan skor keluhan muskoloskelatal kedua periode aktivitas dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kondisi tanpa intervensi subjek terpapar pada kondisi stasiun kerja (ruang kerjar) yang belum ergonomis, terutama karena dimensi peralatan yang digunakan yang belum sesuai dengan antropometri subjek, dan belum ada pengaturan waktu istirahat. Oleh karena itu dalam melakukan aktivitas kerja subjek mengalami keluhan muskoloskeletal dengan rerata skor 88,75 ± 7,89. Pada kondisi dengan intervensi ergonomi, ternyata keluhan muskuloskeletal subjek mengalami penurunan secara signifikan (p<0,05) menjadi 76,53 ± 9,32.
176
Persentase penurunan skor keluhan muskuloskeletal subjek dilihat dari skor setelah kerja adalah adalah 13,77%. Persentase penurunan ini, terutama dilihat dari rerata persentasi penurunan, jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh oleh: Purnomo (2007) yang mendapatkan bahwa dengan intervensi ergonomi terjadi penurunan skor keluhan muskuloskeletal sebesar 87,8% pada pekerja industri Gerabah di Kasongan Bantul, Sajiyo (2008) yang mendapatkan bahwa dengan intervensi ergonomi terjadi penurunan 66,94% keluhan bagian kepala, 61,52% keluhan bagian bahu, dan 81,75% keluhan anggota gerak atas pada pekerja tukang giling sigaret kretek tangan pada industri rokok “X” di kediri Jawa Timur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan adanya penurunan skor keluhan muskuloskeletal secara signifikan (p<0,05) merupakan indikasi bahwa rangkaian intervensi ergonomi yang dilakukan telah berhasil menurunkan keluhan muskuloskeletal subjek. Dengan kata lain perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada sistem kerja penangkapan ikan, yaitu berkaitan dengan: beban yang diangkat/diangkut terlalu berat, waktu kerja cukup lama, alat kerja tidak ergonomis, waktu istirahat tidak terkontrol dan sikap kerja yang tidak ergonomis, telah berhasil menurunkan keluhan muskuloskeletal subjek. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian mengenai beban kerja (denyut nadi), kelelahan, dan keluhan muskuloskeletal sebagai indikator untuk kinerja dapat dikatakan bahwa intervensi ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan telah berhasil: menurunkan beban kerja dari kategori berat menjadi kategori ringan sampai sedang; menurunkan kelelahan subjek baik kategori aktivitas melemah,
177
motivasi melemah, kelelahan fisik, maupun kelelahan secara umum; dan menurunkan keluhan muskuloskelatal subjek. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, dibandingkan dengan aktivitas kerja tanpa intervensi, aktivitas dengan intervensi ergonomi ternyata dapat meningkatkan kinerja subjek di dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, yang ditandai dengan penurunan beban kerja, penurunan tingkat kelelahan, dan penurunan keluhan muskuloskeletal.
6.6
Kesejahteraan
6.6.1 Kepuasan Kerja Ditemukan bahwa rerata skor kesejahteraan dilihat dari aspek kepuasan kerja bahwa periode tanpa dan dengan intervensi ergonomi adalah 47,64 ± 3,97 dan 51,49 ± 1,48. Dengan uji beda rerata, ditemukan bahwa secara statistik rerata skor kesejahteraan kepuasan kerja subjek dalam melakukan aktivitas pada periode dengan intervensi berbeda secara signifikan dengan rerata pada periode tanpa intervensi (p<0,05) dengan nilai p rerata periode sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa pada periode tanpa intervensi dan periode dengan intervensi kesejahteraan kepuasan kerja subjek dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan terdapat perbedaan. Perbedaan presentasi peningkatan skor kesejahteraan pada periode dengan intervensi ergonomi dibandingkan dengan periode tanpa intervensi adalah sebesar 8,08%. Hasil penilaian kesejahteraan nelayan yang diukur dengan pengisian kuesioner kesejahteraan kepuasan kerja, pengukuran tingkat kepuasan kerja nelayan menggunakan pendekatan kualitas lima dimensi yaitu: 1) Hal-hal yang
178
tampak konkrit (tangibles) yang meliputi profesi nelayan sebagai penangkap ikan dan penampilan menggunakan katrol sebagai alat bantu kerja, jaket, topi dan sarung tangan serta alas duduk pada waktu melaksanakan proses penarikan pukat cincin dari masing-masing nelayan sesuai tugas dan tanggung jawab yang diberikan pimpinan atau tonaas, 2) dapat dipercaya (reliability) yang meliputi kemampuan nelayan dalam memberikan hasil tangkapan dan menerapkan sistim bagi hasil yang disepakati bersama antara nelayan pemilik pukat cincin dan nelayan penangkap sehingga kedua-duanya dapat memberikan hasil pelayanan yang lebih baik, 3) daya tangkap (responsiveness) yang meliputi kesiaptanggapan nelayan mengikuti permintaan peningkatan produksi penangkapan dan harga ikan baik harga di pasar lokal maupun internasional, 4) jaminan (assurance), yang meliputi kepercayaan antara nelayan pemilik pukat cincin dan nelayan penangkap terhadap pemberian asuransi di hari tua dan keikutsertaan nelayan terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, dan 5) empati (empathy) meliputi kemampuan nelayan dalam menjaga hubungan yang baik, sehingga tercipta komunikasi dua arah yang harmonis antara nelayan pemilik pukat cincin dan nelayan penangkap dan kemampuan nelayan dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi selama proses penangkapan ikan sehingga nelayan merasa puas terhadap hasil yang dicapai.
6.6.2 Produktivitas Dalam penelitian ini, hanya dikaji produktivitas parsial yang dihitung berdasarkan perbandingan antara luaran adalah rerata berat tarikan pukat cincin
179
yang ditarik nelayan pada saat proses penangkapan ikan. Sedangkan masukan adalah rerata beban kerja yang diterima oleh 18 orang nelayan (subjek) selama 6 jam kerja yang dalam hal ini beban kerja dari hasil perhitungan nadi kerja dalam satuan denyut per menit. Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata produktivitas antara nelayan sebelum intervensi dan dengan intervensi ergonomi berbeda bermakna dari 953 kg turun menjadi 600 kg atau terjadi peningkatan produktivitas sebesar 3,53%. Selanjutnya hasil analisis juga menunjukkan adanya peningkatan produktivitas secara bermakna pada proses penangkapan ikan dimana nelayan merasakan bahwa semakin cepat penarikan, maka semakin ringan pukat cincing yang ditarik. Hal ini disebabkan karena adanya intervensi ergonomi dengan menggunakan alat kerja katrol sehingga produksi penangkapan meningkat. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Artayasa menunjukkan bahwa dengan intervensi ergonomi melalui perbaikan alat kerja, pemberian tambahan asupan energi dan istirahat pendek dapat meningkatkan produktivitas. Sebesar 48,84 %. Sedangkan penelitian Oesman tentang intervensi ergonomi pada proses stamping part body
component disebuah perusahaan otomotif menunjukkan bahwa intervensi ergonomi dalam bentuk redesain alat kerja, pergantian posisi kerja dan pemberian tambahan asupan energi telah mampu meningkatkan produktivitas kerja secara bermakna sebesar 32,65%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bridger (2003) bahwa kondisi fisik yang lebih sehat, dapat meningkatkan kemampuan, kecepatan dan ketepatan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.
180
Dalam penelitian ini, peningkatan produktivitas terjadi karena intervensi argonomi pada sistem kerja proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dan telah memperbaiki kondisi kerja sehingga terjadi penurunan beban kerja. Dimana pukat cincin yang ditarik menjadi ringan dan cepat serta mengurangi keluhan otot skeletal. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka perbaikan kondisi kerja yang dilakukan dengan menerapkan ergonomi total pada proses penangkapan ikan yang telah dilakukan, maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja nelayan dalam aktivitas penangkapan ikan.
6.6.3 Keuntungan Nelayan Dalam penelitian ini, keuntungan nelayan yang dihitung secara ekonomi adalah merupakan hasil perhitungan dari masing-masing aspek ekonomi setelah dilakukan intervensi ergonomi yaitu : return of investment (ROI), break event
point (BEP) dan cost and benefit (B&C).
6.6.3.1 Return of Investment (ROI) ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh nelayan pemilik pukat cincin dan nelayan penangkap yang secara bersama-sama dapat mengukur tingkat kemampuan
usaha
secara
efisien
dalam
mengembalikan
modal
yang
ditanamkannya, yaitu : 1. Capital Investment Peralatan penangkapan ikan dengan intervensi ergonomi meningkat sebesar Rp. 15.000.000,-. Hal ini disebabkan karena adanya pengadaan
181
alat katrol, pengadaan pakaian pelindung diri (PPD) jacket, sarung tangan dan penambahan spons alas duduk nelayan pada saat menarik pukat cincin sebesar Rp. 15.000.000,-. 2. Working Capital Working capital yang terdiri dari variabel cost dan fixed cost sebesar Rp. 2.801.275.000,-. Variabel cost meliputi : komisi bagi hasil 30% = Rp. 1.000.000.000,-., Bahan Penolong seperti bahan bakar minyak (BBM) dan bahan pengawet ikan (es balok) sebesar Rp. 1.035.000.000,-. Biaya konsumsi nelayan selama melaut Rp. 180.000.0000,-, biaya pemasaran ikan Rp. 16.200.000,- dan retribusi perikanan 5% = Rp. 175.000.000,-. Total Variabel Cost Rp. 2.457.800.000,- per tahun. Sedangkan Fixed Cost meliputi : biaya pemeliharaan (kapal/perahu, mesin motor, jaring/pukat cincin, tali temali, asuransi). Total Fixed Cost Rp. 343.475.000. 3. Total Investment yang terdiri dari capital investment dan working capital meningkat sebesar Rp. 17.000.000,-. 4. Bunga modal 16% menjadi Rp. 2.720.000,Dengan intervensi ergonomi yang dilakukan pada nelayan pukat cincin, maka telah berhasil meningkatkan pendapatan keuntungan nelayan melalui peningkatan produksi penangkapan ikan dari 600 ton Rp. 291.666.000,-/bulan menjadi
980
ton
Rp.
449.000.000,-/bulan
atau
meningkat
Rp. 157.334.000,- dan nelayan memperoleh saldo sebesar Rp.99.000.000,-
sebesar
182
6.6.3.2 Break Event Point (BEP) Dalam penelitian ini, BEP dapat dihitung dengan mengetahui suatu titik atau keadaan dimana nelayan pemilik pukat cincin dan nelayan penangkap ikan didalam
menginvestasikan
modal
usahanya,
maka
kedua-duanya
tidak
mendapatkan keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan intervensi ergonomi yang dilakukan hal ini dapat dilihat bahwa pada waktu yang ditentukan pada tahun ke-X atau (120 bulan) nelayan dapat mengembalikan pinjaman ke Bank sebesar Rp. 171.500.000,- dimana pendapatan yang diterima nelayan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin, maka biaya yang dikeluarkan pada dasarnya sama dengan pendapatan yang diterima atau mengalami titik impas dalam jangka waktu tertentu dengan kata lain pulang pokok.
6.6.3.3 Cost and Benefit (B&C) Dalam penelitian ini, biaya dan manfaat atau cost and benefit dalam usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin diperlukan suatu analisis ekonomi dan salah satu kriteria yang layak digunakan adalah : benefit – cost = >1 (B - C = >1) berarti manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang didapati. Dari segi waktu, usaha ini sangat penting untuk dianalisis sebab waktu di masa yang akan datang tidak sama dengan biaya dan hasil saat ini. Oleh karenanya aturan penilaian mengharuskan adanya pendiskontroan manfaat yang dirasakan oleh seorang nelayan setelah beroperasinya alat tersebut, kritria ini disebut Net Present Value (NPV) .
183
Dari segi pendapatan, hasil yang diperoleh nelayan setelah melakukan penangkapan ikan harus mendapatkan upah yang layak. Hal ini dihitung berdasarkan kriteria internal rate of return (IRR) sebagai tingkat penghasilan berupa upah yang diterima nelayan. Dengan intervensi ergonomi yang dilakukan melalui penerapan ergonomi total pada proses penangkapan ikan oleh nelayan pukat cincin di Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara, ternyata nelayan mendapatkan manfaat yang besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Manfaat yang diperoleh nelayan yaitu : a. Dapat meningkatkan kinerja dengan menurunkan beban kerja, yang ditandai oleh penurunan nadi kerja. b. Meningkatkan kualitas hidup nelayan melalui penurunan tingkat kelelahan dan keluhan otot skeletal. c. Meningkatkan kehidupan ekonomi nelayan dengan berkurangnya biaya pengobatan dan meningkatkan penghasilan, sehingga nelayan merasa sehat, aman,
nyaman,
produktif
dan
efisien
dalam
melakukan
pekerjaan
penangkapan ikan.
6.7
Temuan Baru Hasil Penelitian (Novelty) Temuan baru yang telah dibuktikan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa intervensi ergonomi melalui penerapan ergonomi total pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kinerja dan kesejahteraan nelayan. Alat kerja katrol dapat memberikan manfaat secara
184
signifikan pada penggunaan tenaga otot dan energi lebih efisien, pemakaian waktu lebih efisien, kelelahan kerja, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja berkurang oleh karena alat kerja katrol dapat mengubah sikap kerja lama yang tidak fisiologis ke sikap kerja baru yang fisiologis lebih sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif.
6.8
Kelemahan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, dibuktikan bahwa desain alat katrol pukat
cincin secara ergonomis dapat meningkatkan kinerja para nelayan pukat cincin di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan yang diamati dari beberapa indikator seperti: terjadi penurunan keluhan kerja dan peningkatan produktivitas kerja. Kendatipun demikian, namun kelemahannya adalah mengenai kesinambungan dari penerapan hasil redesain peralatan kerja di masa yang akan datang. Hal tersebut mengingat: (1) para nelayan di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan dalam menjalankan usahanya, mereka telah terbiasa menggunakan peralatan dengan cara lama sekalipun tidak ergonomis dan berpotensi menimbulkan risiko bagi keselamatan kerja. (2) Kurang yakin akan keberhasilan yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukan terhadap desain peralatan kerja secara ergonomis. Oleh sebab itu, maka perlu diberi pengarahan tentang keuntungan yang diperoleh dari aplikasi ergonomi dalam kegiatan penangkapan ikan. Perlu ditanamkan kewirausahaan berbasis ergonomi.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat
dikemukakan simpulan sebagai berikut: 1)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kinerja yang dinilai dari penurunan beban kerja nelayan sebesar 53,56%.
2)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kinerja yang dinilai dari penurunan tingkat kelelahan 16,15% dan dalam kategori aktivitas melemah, turun 19,96%, kategori motivasi melemah, turun 11,70% dan kategori kelelahan fisik, turun 14,53%.
3)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kinerja yang dinilai dari penurunan keluhan muskuloskeletal sebesar 53,55%.
4)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari peningkatan kepuasan kerja nelayan sebesar 8.08%.
5)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat
meningkatkan
kesejahteraan
produktivitas nelayan sebesar 3,53%. 185
yang
dinilai
dari
peningkatan
186
6)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin dapat meningkatkan kesejahteraan yang dinilai dari peningkatan keuntungan nelayan sebesar Rp. 157.334.000,-.
7.2
Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1)
Intervensi ergonomi pada proses penangkapan ikan dengan pukat cincin terbukti dapat meningkatkan kinerja nelayan berdasarkan hasil penelitian dimana
dapat
menurunkan
beban
kerja,
kelelahan
dan
keluhan
muskuloskeletal nelayan pada waktu melakukan penangkapan ikan di laut. Oleh karena itu disarankan agar pengusaha penangkapan ikan dan pemilik pukat cincin di Amurang dapat menerapkan pokok-pokok intervensi ergonomi dalam usaha mereka. 2)
Untuk keberlanjutan hasil penelitian ini, maka diharapkan agar penerapan prinsip-prinsip dasar ergonomi dimasukan kedalam suatu model dan hendaknya menjadi pilihan dalam merancang alat penangkap ikan karena mudah dilakukan dan fleksibel.
3)
Penelitian ini perlu ditindaklanjuti oleh peneliti yang lain tetapi dengan subyek yang sama yaitu nelayan penangkap ikan sehingga dapat diketahui secara fisibel dan reliabel efek intervensi ergonomi dan profit ekonomi pada proses penangkapan ikan baik bagi stekholder, perusahaan dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adiatmika, I P. 2007. Perbaikan Kondisi Kerja dengan Pendekatan Total Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal dan Kelelahan serta Meningkatkan Produktivitas Pengerajin Pengecatan Kerajinan Logam di Kediri Tabanan. Disertasi UNUD. Adiputra, N.,Sutjana, D.P.,Widana, K., Manuaba, A.,O’Neill.1997. Participatory Ergonomics in Agriculture, Case study. In Bali Village. Indonesia editors. Proceeding of 5th SEAES Conference, 6-7 Nov. Kuala lumpur : IEA Press P.464.467. Adiputra, N. 2000, Ergonomi kuratif. Jurnal Ergonomi Indonesia. 1 (1,6) : 2-5. Adiputra, N., Sutjana, D.P., Suyasning, Tirtayasa, K. 2001. Gangguan muskuloskeletal karyawan beberapa perusahaan kecil di Bali. Jurnal ergonomi Indonesia.2 (1,6) : 6-9. Adiputra, N.; Sutjana, D.P. & Manuaba, A. 2000. Ergonomics Intervention in Small Scale Industry in Bali. Dalam : Lim, K.Y. ed. Proceendings of the joint Conference of APCHI and ASEAN Ergonomics. Singapore Adiputra, N. 2003. Materi Kuliah Design and Redesign. Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Ilmu Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Adnyana, W. B. 2001. Perbaikan Pegangan dan Perbaikan Bantal pada Proses Penggilingan Kopi Darat Menurunkan Keluhan Subjektif System Muskuloskeletal Pekerja Penggilingan Kopi Tradisional. Proseding Seminar Nasional XX1. Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia. Malang, 27-28 Oktober. Annim, S. 2006. Industri Kecil Pengolahan Hasil Perikanan Laut. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Sam Ratulangi Manado. Annis, J.F. and McConville, J.T.n 1996 Anthropometry. In Bharattacharya, A and McGlothlin, J.D. editors. Occupational Ergonomics Theory and Application New York : Marcell Dekker Inc.P. 1-46. Anonim, 2006. Prevent Musculoskeletal Injury in Your Health Care Facility. [cited 2006 Okt.7]. Available from: URL:http:/www.ergosafeproduct.com/musculoskeletal-injury/htm. Anonim, 2007b. Applying Principles of Adult Learning, [cited 2007 Feb 17]. Available at: URL: http://www.luc.edu/schools/nursing/preceptor/2B.pdf. 187
188
Anonim, 2003. Papuaweb, the Celebes Group, [cited 2006 Mar. 20]. Available at: URL :http://www.papuaweb.erg/dlib/bk/wallace/celebes.html. Artayasa, N. 2007. Pendekatan Ergonomi Total Meningkatkan Kualitas Hidup Pekerja Wanita Pengangkut Kelapa di Banjar Semaja Desa Antosasi Tabanan Bali. Disertasi UNUD. Atmosoehardjo, 1994. Penerapan ergonomi dalam rekayasa manusia mesin/peralatan: (Man-Machine design). Forum ilmu kesehatan masyarakat XII No. 1-2 : 133-122 Surabaya. Armstrong, T. 2003. Handwork and Musculoskeletal www.ergoweb.com. Download Tanggal 3 February 2003.
Disorder.
Astrand, P.O. and Rodahl, K. 1986 Texbook of Work Physiology. 2nd Edition Philadelpia: WB Saunders Co. Avellini, B. A., Kamon, E., & Krajewski, J. T. (1980). Physiological responses of physically fit men and women to acclimation to humid heat. Noll Laboratory for Human Performance Research, The Pennsylvania State University, University Park, Pennsylvania, [cited Oct. 13, 2006]. Available from, URL:
http://jap.physiology.org/cgi/reprint/49/2/254?ijkey=04e37563a3a2d3b495e269b1a 6bab6e386056c48&keytype2=tf_ipsecsha. Beaulieu, M. B., 2005. Pree-Cooling for Performance in the Tropics. National Healt Training and Acclimatisation Centre. Northerm Territory Institute of Sport and Faculty of Education. Charles Darwin University. Darwin [eited.2008 Jun 10]. Available from URL.http:www.Sportsct.org/jour.03/mbb.doc Blazejczyk, K and Blazejczyk, M. 2007. BioKlima (Man-Environment heat Exchange, MENEX 2007). New Tool For Bioclimatic and Thermophysiological Studies, [cited 2007 Nov. 7]. Available from: URL: http://www.igipz.pan.pl/geoekoklimat/blaz/bioklima.htm. Bridger, R.S. 1995. Inroduction to Ergonomi. Singapore : Mc. Graw - Hill International. Cani-news, 2006. Cedera Punggung : Hindari dan Kurangi Tekanan. [cited 2006 Okt.7].Available.from:URL.http:/www.caninews.com/men_health/article. php/htm. Chaffin, D.B. and Park, K.S. 1993 A Longitudinal Study of Low Back Pain Occupational Weight Lifting Factors. American Industrial Hygiene Association Journal. 34 : 513-525.
189
Chaffin, D.B. and Anderson, G.B. 1991. Occupational Biomechanics. New York : John Wiley. Chavalitsakulchai, P. & Shahnavaz, H. 1991. Musculoskeletal Discomfort and Feeling of Fatique Among Female Professiona! Workers : The Need for Ergonomics Consideration. Journal of Human Ergology. 20 : 257-264. Christensen, E.H. 1991. Physiology of Work.. Encyclopedia of Occupational Health and Safety, 3nd. Ed. Geneva : ILO.p.1698-1700. Chung, M. K., Lee. ID., and Kee. 2003. Asessment of Postural Load For Lower Limb Postures Based On Perceived Discomford. International Journal Of Industrial Ergonomics. January: 31 (1): 17-32 Corlett, E.N. 1992. Static Muscle Loading and Evaluation of Poslure. in: Wilson J.R. Evaluation of Human Work, a Practisel Ergonomics Methodology. London. Taylor & Fraricis.p. 542-570. Colton, T. 1985. Statiscs in Medicine. Diterjemahkanoleh Sanusi, R : Statistika Kedokteran Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Coyle, P. 2004., Method for Assesing Exposure To Musculceletal Disordes Risk Factors [cited 2007 May 21]. Available from: URL:http:/www.suderland.ac.uk/QEC/htm. Cummings, B. 2003. Interactive Physiology. Pearson Education. Inc Derchak, P. A.; Ostertag, K. L.; and Coyle, M. A. 2004. LifeShirt System as a Monitor of Heat Stress and Dehydration. VivoMetrics, Inc., [cited 2008 Jun. 10]. Available from: URL: http://www.vivometrics.com/docs/Ab%20and%20posters/2004%20White%20Paper%20Life Shirt%20System%20as%20a%20Monitor%20of%20Heat%20Stress%20and%20Dehydration %20Derchak%20Ostertag%20Coyle.pdf Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005. Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara. Dinas Perikanan dan Kelautan, 2003. Data Laporan Hasil Perikanan Laut dan Darat. Kabupaten Minahasa Selatan. Provinsi Sulawesi Utara. Dekkers, D. K., 1996. The HumanFactorAspect of Shifwork In: Bhattacharya, A & McGlothin. J. D. Occupational Ergonomics Theory and Application. New York : Marcell Dekker. Inc. P.403-416. Dempsey, P.G., 2003. A Survey of Lifting and Lowering Tasks. International Journal On Industry Ergonomics. January 31(1):11-16.
190
Fox, E. L, Bowers, R. W, and Foss, M. L. 1988. The Physiological Basis of Physical Education and Athletics, 4th eds. New York: W.B.Saunders Company. Grandjean, E. 1993 Fitting the Task to The Man. 4 th edition. London : Taylor & Francis. Grandjean, E. and Kroemer. 2000. Fitting The Task To The Human. A Texbook Of Occupational Ergonomics 5th. Edition Philadelphie: Taylor and Francis. Guyton, A. C. And Hall. 2000. Fisiologi Olahraga Kedokteran. Irawati Setiawan (editor) Edisi 9 Jakarta., Penerbit Buku Kedokteran EGC. h. 93-95. Hasalkar, S., Budihal, R., Shivalli, R and Biradar, N. 2004. Assesment of Workload of Weeding Activity in crop Production Through Heart Rate. J. Hum. Ecol, 14(3):165-167. Helander, M. 1995. A Guide to the Ergonomics of Manufacturing. London: Taylor & Francis http://www.saioh.org/ioha2005/Proceedings/Papers/SSK/PaperK1_1web.pdf Hendrick, H. W. and Kleiner, B. M., Macro Ergonomics. 2002. Human Factors and Ergonomics Society, Santa Monica. ILO, 1998. Encyclopedia of Occupational Healt and Safety. In : Stellman. Editor. Geneva. International Labour Organization. Imron dan Masyuri, 2001. Pemberdayaan Masyaraakat Nelayan : Yogyakarta Media Pressindo. Intaranont, K. and Vanwonterghem, K. 2001. Sutdy of Exposure Limit in Contraining Climatic Condition for Sterenous Task : An Ergonomics Approach Final Report. Bangkok: Chulangkom University Departement of industrial Engineering. Josephus, J. 1996. Studi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Pengolahan Hasil Perikanan Laut di Propinsi Sulawesi Utara (Tesis) Program Pascasarjana S2 Institut Pertanian Bogor IPB. Josephus, J. 1999. Usaha Penangkapan di Bidang Perikanan Laut. Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado. Josephus, J. 2004. Perancangan Aalat Takal Pukat Cincin Meningkatkan Produktivitas Kerja dan Menggurangi Gangguan Muskuloskeletal, Beban Kerja Kelompok Nelayan di Sulawesi Utara. Seminar Nasional. Aplikasi Ergonomi Dalam Industri. Prosiding. Forum Komunikasi Teknik Industri Yogyakarta P. 63.
191
Kanagaya, T. 2001. Purse Seine fishing gear Method. Japan International Cooperation Agency. P.183-190 Tokyo. Katiandgho, E. & Fridman, 2005. Fiching boat and Fiching Managemet. Fakultas Perikanan. Universitas Sam Ratulangi. Manado Kilbon, A. 1992. Measurement and Assessment of Dynamic Work. Dalam Wilson, J.R. & Corlett, E.N. eds. Evaluation of Human Work, A Practical Ergonomics Metodology. Taylor and Francis Great Britain. Kirk, P.M. Parker, R.J. An Ergonomic Evaluation og Douglas Fir Manual Pruning in New Zealand. Journal of Forest Engineering. Vol 7(2):4350.[cited 2006 Oct. 13]. Available from: URL: http://www.lib.unb.ca/Texts/JFE/backissues/pdf/vol7-2/kirk.pdf. Kroemer, K. & Kroemer, H and Kroemer-Elbert, K. 1994. Ergonomics How To Design for Ease & Efficiensy. New Yersey : Prentice Hall. Englewoodds Clifts. Manuaba, A. 2006a. A Total Approach In Ergonomics Is A Must To Attain Humane, Competitive And Sustainable Work System And Products. In : Adiatmika and Putra, D.W. editors. Proceeding Ergo Future 2006 : International Symposium On Past, Present And Future Ergonomics, Occupational Safety and Health. 28 - 30th August. Denpasar : Department of Physiology Udayana University- School of Medicine. p. 1-6. Manuaba, A. 2006b. Macro Ergonomics Approach On Work Organization, With Special Reference To Utilization Of Total Ergonomic SHIP Approach To Obtain Humane, Competitive And Sustainable Work System and product. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 2006. Pendekatan Ergonomi Makro Untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi. Jakarta : Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti. Jurusan Teknik Industri. Manuaba, A. 2005a. Total Ergonomic Enhancing Productivity, Product Quality and Customer Satisfaction. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional II Peningkatan Kualitas Sistem Manufaktur dan Jasa, Forum Komunikasi Teknik Industri, Yogyakarta. Manuaba, A. 2005b. To Achieve A Better Life Throught Total Ergonomic SHIP Approach Technology. Presented at the 2nd National Technology Seminar : “The Aplication of Technology toward a Better Life”. University of Technology Yogyakarta. Yogyakarta 1 Oth December.
192
Manuaba, A. 2005c. Accelerating OHS-Ergonomics Program by Integrating “Built-In” with in The Industry's Economic Development Scheme is a must-with Special Attention to Small and Medium Enterprisses (SMEs). Presented at the 21st Annual Conference of The Asia Pasific Occupational Safety & Health Organization. Denpasar 5-8th September. Manuaba, A. 2005d. In Designing Task, Organization and Environment, Human Capability and Limitattion Must Be Highly Considered To Attain Humane, Competitive And Sustainable Work System And Product. Presented at DIMNAS RAPIIV. UMS. Surakarta 2th December. Manuaba, A. 2004a. Pendekatan Ergonomi Holistik Satu Keharusan Dalam Otomasi Untuk Mencapai Proses Kerja Dan Produk Yang Manusiawi, Kompetitif Dan Lestari. Makalah. Dipresentasikan pada Seminar Nasional Ergonomi, Aplikasi Ergonomi dalam Industri, Forum Komunikasi Teknik Industri Yogyakarta dan Perhimpunan Ergonomi Indonesia. Yogyakarta 27 Maret. Manuaba, A. 2004b. Pendekatan Total Perlu Untuk Adanya Proses Produksi dan Produk Yang Manusiawi, Kompatibel dan Lestari. Makalah. Dipresentasikan pada Seminar Nasional Teknik Industri Atma Jaya. Yogyakarta. Manuaba, A. 2003 a. Aplikasi Ergonomi Dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil Yang lebih Lestari Dan Mampu Bersaing. Makalah. Temu Ilmiah dan Musyawarah Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ergonomi. Hotel Sahid Jakarta. Manuaba, A. 2003d. Penerapan Ergonomi Meningkatkan Produktivitas. Makalah. Denpasar : Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Manuaba, A. 2003e. Total Ergonomic Approach to Enhance and Harmonize The Development of Agriculture, Tourism and Small Scale Industry, with Special Reference to Bali. Dalam : Purwanto, W., Sugema, L.I. dan Ushada, M. editors. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi. Yogyakarta : Perhimpunan Ergonomi Indonesia dan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.h. 16-21. Manuaba, A. 2003f. Holistic Design Is Must To Attain Sustainable Product. Presented at The National Seminar on Product Design and Development, Industrial Engineering UK Maranatha. Bandung 4-5th Juli. Manuaba, A. 2000a. Ergonomi, kesehatan, dan keselamatan kerja. Dalam : Sritomo Wignyosoebroto dan Stefanus Eko Wiranto. editor. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi 2000. Surabaya : Guna Widya. h. 1-4.
193
Manuaba, A. 2000b. Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tenaga Kerja dan Perusahaan. Dalam : Hermansyah. editor. Prosiding Simposium dan Pameran Ergonomi Indonesia 2000. Bandung : ITB Press. h. 11-19. Manuaba, A. 1999a. Penerapan Ergonomi Partisipasi dalam Meningkatkan Kinerja Industri. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Ergonomi, Reevaluasi Penerapan Ergonomi dalam Meningkatkan Kinerja Industri. Surabaya 23 Nopember. Manuaba, A. 1998a. Penerapan Ergonomi Kesehatan Kerja di Rumah Tangga. Bunga Rampai Ergonomi. Denpasar : Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana. 1 : 38-48. Manuaba, A. 1998d. Pengaturan Suhu dan Water Intake. Bunga Rampai Ergonomi. Denpasar : Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana. 1:165-175. Manuaba, A. 1992. Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Makalah. Seminar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) IPTN. Bandung. Mulyadi, 2005. Penerapan Teknologi Tepat Guna dan Kebudayaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Macleod, Tayyari. F. and Smith. J. L. 1997. Occupational Ergonomics Principles and Aplication. New York. Chapment dan Hal-hal. Nala, N. 1994. Penerapan Teknologi Tepat Guna di Pedesaan. Denpasar : Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana. Nala, N. 2002. Ballinese Traditional Culture in Changing World. Dalam Susila, I.G.N. editor. Procceeding National – International Seminar Traditional Culture in Changing World, March, Denpasar. Bali HESG. Nomura, M. and T. Yamazaki. 2003. Fishing Techniques. Fish. News Books. Japan International Cooperation Agenzy. Tokyo p. 200-210. Nurmianto, E. 2004. Ergonomi. Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi kedua.Surabaya: Guna Widya. Palilingan, R. N. 2008. Penerapan Pendekatan Ergonomi Total pada Aktifitas Praktikum Lapangan Memperbaiki Respons Fisiologis Tubuh Menurunkan Kelelahan dan Meningkatkan Kinerja Mahasiswa FMIPA UNIMA. Disertasi UNUD. Pangkahila, J.A. 2003. Teknik Pembuatan Proposal Tesis dan Disertasi. Materi Kuliah Mahasiswa 83. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.
194
Pangkahila, W.I. 2003. Etika Penelitian. Materi Kuliah Mahasiswa S3. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan. Propinsi Sulawesi Utara. 2005 Kota Amurang. Pheasant, S. 1991. Ergonomics Work and Heatlh. London: Macmillan Press. Scientific & Medical. Prasetyowibowo, 2000. Manajemen Kerja. Raja Wali. Grafindo Persada. Jakarta Prihartono, M. 2000. Metodologin Penelitian. Surabaya. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Princton Analytical Laboratory. (2004), [cited April 11, 2004]. Available at, URL: http://yeeha.org/enterrhtml/live/lab/quality.html. Pulat, B.M. 1992 Fundamentals of Industrial Ergonomic. New Yersey : Prentice Hall. Englewood Cliffs. Purnomo, H. 2007. Sistem Kerja dengan Pendekatan Ergonomi Total Mengurangi Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan dan Beban Kerja Serta Meningkatkan Produktivitas Pekerja Industri Gerabah di Kasongan, Bantul (disertasi). Denpasar: Program Doktor, Program Studi Ilmu Kedokteran, Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Rivai, V. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. PT. Rajagrafindo. Persada Jakarta. Rodahl, K. 1989. The Physiology of Work. London : Taylor & Francis Ltd. Rodahl, K. (2003). Occupational Health Conditions in Extreme Environments. Ann. occup. Hyg., 47(3): 241–252. , 47 (3), 241–252. Rodgers, S.H. 2005. Ergonomics Desain for People at Work New York : Van Nostrand Reinhold Company. Sajiyo, 2008. Redesign Tempat dan Sistem Kerja dengan Intervensi Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tukang Giling Sigaret Kretek Tangan Pada Industri Rokok “X” di Kediri Jawa Timur. Disertasi UNUD. Sanders, M.S. and McCormic, E.J. 1987. Human Factors in Engineering and Design. USA : McGraw Hill-Book Company Sandowsky, S. A. 2000. What is The Ideal Body Weight. Oxford University. Press Family Practice. 17.(4):384-351. Sartono, S. W. 2001. Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Cetakan ke-4 Jakarta
195
Setyawan, 2001. Relation Between Feelings of Fatique ReactionTime and Work Productivity. Journal of human ergology. 25(1):129-134. Schulte, P. A., Wagner, G., Ostry, A., Blanciforti, L. A., Cutlip, R. G., Luster, M., et al. (2007). Work, Obesity, and Occupational Safety and Health. American Journal of Bublic, 97(3), 428-436 Scott, L. S. 1993. Fundamental On The Fishing Efficiency Gearnet Design. United Nation. Fish New Book. London. P. 160-167. Snook, L. 2005. Human Physiology : From Cells to Systems. West Virginia. West Adivision of International. Thomson Publishing. Inc. Spurgeon, M. M. 2003. Effect Of A Participatory Computer Workshop For University Student. A. Pilot Intervention to Present Disability in Tomorrow’s Workers. Scan j. Work Environ Health. USA. IOS. Press.p.305-314. Sulawesi Utara Dalam Angka. 2005. Badan Perencanaan Daerah Propinsi Sulawesi Utara. Suma’mur, P.K. 1982. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: Yayasan Swabhawa Karya. Sutajaya, I.M. 2006. Pembelajaran Melalui Pendekatan SHIP Mengurangi Kelelahan, Keluhan Muskuloskeletal dan Kebosanan serta Meningkatkan Luaran Proses Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja. Disertasi UNUD Denpasar. Sutjana, D. P. Adiputra, N. Manuaba, A. Tirtayasa, K. 1996.Improvement of working posture increase productivity of Roof Tile Home Industry Workes at Darmasaba Village, Badung Regency. J. Human Ergol, 25 (1,6) 62-65. Sutjana, D. P. 2003. Peningkatan Produktivitas Kerja Penyabit Padi Menggunakan Sabit Bergerigi Dibandingkan dengan Sabit Biasa (Tesis) Denpasar. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Sutjana, D. P. dan Sutajaya, I.M. 2005. Penuntun Tugas Lapangan Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Program Pascasarjana Unud Denpasar. Sutjipta, N. 2004. Modifikasi Meja Pengumpan dan Penambahan Peredam Kebisingan Mesin Perontok Padi Meningkatkan Produktifitas. Disertasi UNUD Denpasar. The US Sub Committe on Benefits and Cost, 1988. The Economic Developmen Planning. Vicas Publishing House Ltd.
196
Ulrich, Karl T. and Steven D. Eppinger. 2001. Perancangan dan Pengembangan Produk. Salemba. Teknika Jakarta. Vanwonterghem, K.J. Verboven, De Beeck, F. Willems. 2000. Subjective Workload Index. Disampaikan pada Seminar Ergonomi yang Diselenggarakan Laboratonum Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana di Denpasar. Waters, T.S. and Putz-Anderson, V. 1996. Revise NIOSH Lifting Equation. Inc New York. Wignyosoebroto, S. 1989. Teknik Tata Cara Kerja. Surabaya : Lab. Ergonomi dan Teknik Tata Cara , Program Studi Teknik Industri. Fak. Teknik Industri, ITS. Surabaya Wignyosoebroto dan Stefanus, Eko Wiranto. Preceeding Seminar Nasional Ergonomi 2000. Guna Wijaya Surabaya. Whytmyre, G. K.-F. (2002, December 31`). Impacts Of Vent-Free Gas Heating roducts On Indoor Relative Humidity. Executive Summary, [cited March 11, 2005]. Available from, URL: http://www.ventfreealliance.org/Final_ex_summary.pdf.
197
198
Lampiran 1
“ Inform Concent ”
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN DAN PERSETUJUAN DARI SUBYEK / RESPONDEN
Oleh : Johan Josephus NIM. 0390271001
PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2009
199
KATA PENGANTAR Saudara diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian ergonomi di Bidang Perikanan dan Kelautan dengan judul : Intervensi Ergonomi Pada Proses Penangkapan
Ikan
Dengan
Pukat
Cincin
Meningkatkan
Kinerja
Dan
Kesejahteraan Nelayan Di Amurang Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan pre and post test design dalam bentuk cross over design dalam pelaksanaan di lokasi penelitian pada waktu operasi penangkapan ikan di laut menggunakan dua kapal secara bersama-sama dilakukan pendataan terhadap dua kelompok nelayan dalam kondisi kerja yang berbeda yaitu : (1) kelompok nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan pukat cincin dalam kondisi kerja yang terjadi seperti saat ini (sebelum intervensi) dan (2) kelompok nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan pukat cincin dalam kondisi kerja telah dilakukan intervensi ergonomi (sesudah intervensi). Intervensi ergonomi yang dilakukan melalui pendekatan ergonomi total pada penelitian ini mempunyai tujuan adalah untuk menilai penurunan beban kerja fisik dan keluhan subyektif (keluhan otot dan kelelahan) nelayan sehingga tercapainya budaya kerja sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif serta dapat meningkatkan kinerja dan kesejahteraan nelayan pada umumnya dan khususnya terkait dengan lamanya waktu pengembalian modal, titik impas dan besarnya pendapatan yang diperoleh nelayan dalam usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin pada kondisi kerja yang berbeda.
Apa yang harus saudara lakukan ? Yang harus saudara lakukan dalam penelitian ini adalah selama periode waktu 2 bulan (60 hari) pelaksanaan penelitian ini, masing-masing kelompok subyek diminta sebagai berikut : (1) Tahap persiapan, setelah saudara beradaptasi dengan hasil desain alat katrol pukat cincin, maka saudara dapat memberikan keterangan indentitas diri (nama, umur/tempat tanggal lahir, status keluarga
200
kawin/belum, gizi sehari-hari dan bersedia diukur dimensi setiap bagian tubuh, tinggi dan berat badan); (2) Tahap pelaksanaan kelompok I (sebelum intervensi), pada waktu melakukan operasi penangkapan ikan dengan pukat cincin sebagaimana yang lazimnya dilakukan, saudara didata dengan menghitung denyut nadi, mengisi kuesioner kelelahan dan Nordic Body Map (NBM) dan pada tahap pelaksanaan kelompok II, saudara akan melakukan operasi penangkapan ikan dengan pukat cincin pada kondisi kerja baru (dengan intervensi) menggunakan katrol, menggunakan alas duduk, menggunakan sarung tangan, pemberian air teh, pengaturan waktu istirahat, perbaikan kondisi informasi dan sosial budaya dan saudara didata dengan menghitung denyut nadi mengisi kuesioner kelelahan dan kuesioner Nordic Body Map (NBM).
Apa ada resikonya ? Selama penelitian ini berlangsung, tidak akan memberikan dampak negatif baik fisik maupun psikis kepada saudara, justru sebaliknya saudara diberikan perlakuan khusus pada saat melakukan operasi penangkapan ikan menggunakan sarung tangan, pemberian alas duduk, menggunakan katrol dan perbaikan gizi saudara sesuai dengan yang telah dirancang berdasarkan standar kesehatan dan keselamatan kerja sehingga diharapkan kondisi saudara akan lebih sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien.
Berapa biaya yang harus dikeluarkan dari penelitian ini ? Selama menjadi subyek, saudara tidak dipungut biaya sama sekali, bahkan saudara akan mendapat biaya kompensasi sebagai uang lelah, termasuk pada saat saudara diliburkan sesuai dengan prosedur penelitian.
Kapan selesai atau saudara berhenti berpartisipasi sebagai subyek disebabkan oleh satu dan lain hal? Perlu diketahui bahwa partisipasi saudara bersifat sukarela, kapan saudara berhenti dan kapan saja saudara mau. Sebab keputusan saudara untuk berhenti dari penelitian ini tidak mempengaruhi proses penangkapan ikan dengan pukat
201
cincin. Jika saudara memutuskan untuk berhenti sebelum penelitian berakhir, maka saudara diminta untuk menyampaikan hal tersebut secepatnya kepada peneliti. Mengingat bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang baik kepada saudara sebagai subyek, pemerintah setempat masyarakat dan peneliti sendiri, sehingga keikutsertaan saudara sampai selesai sangat diharapkan.
Apakah indentitas dan informasi saudara dirahasiakan ? Hanya tim peneliti dan petugas pengambil data yang tahu indentitas dan data diri saudara. Indentitas saudara tetap dirahasiakan.
Apakah yang terjadi apabila saudara memutuskan untuk ikut dalam penelitian ini ? Yang terjadi adalah saudara diminta menanda tangani formulir surat persetujuan yang menyatakan bahwa saudara atau yang mewakili telah mendapat penjelasan tentang pelaksanaan penelitian ini dan secara sukarela bersedia untuk ikut ambil bagian dalam penelitian ini. Jadi bagaimana, apakah saudara masih ada pertanyaan atau ada sesuatu yang belum jelas ? Peneliti akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh saudara atau keluarga saudara tentang penelitian ini. Jika ada yang ingin saudara tanyakan selama penelitian berlangsung dapat menghubungi peneliti. Nama Peneliti Utama : Drs. Johan Josephus, M.Si Alamat
: Fakultas Ekonomi UNSRAT Manado
Telepon/Hp
: 0431-855942 Rmh/HP. 081356005460.
202
Pengesahan Oleh Peneliti Bersama ini saya menyatakan bahwa saya telah memberikan penjelasan tentang semua resiko yang akan terjadi selama penelitian ini dan telah dimengerti oleh nelayan sebagai calon subyek penelitian. Ditetapkan pada tanggal: Peneliti : Nama :
203
Lampiran 2
KUESIONER KESEJAHTERAAN DALAM PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN PUKAT CINCIN Berilah tanda √ di depan jawaban yang tersedia yaitu: F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
pada setiap pernyataan di bawah ini. 1.
Profesi yang saya tekuni sekarang ini sebagai nelayan telah membuat saya merasa sejahtera. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
2.
Kondisi ruangan di kapal pada waktu proses penangkapan ikan yang dimulai dari penawuran sampai penarikan pukat cincin terasa leluasa sehingga membuat saya nyaman dalam bekerja. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
3.
Dalam satu trip penangkapan ikan (pergi pulang melaut) jumlah tangkapan yang diperoleh telah mencukupi. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
204
4.
Pemilik pukat cincin menerapkan sistem bagi hasil pada setiap trip penangkapan ikan. Hasil yang saya peroleh telah memuaskan. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
5.
Pada waktu-waktu tertentu sistem bagi hasil bukan dalam bentuk hasil tangkapan, melainkan oleh pemilik pukat cincin diberikan dalam bentuk uang. Pembagian yang saya peroleh terasa memuaskan. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
6.
Penyediaan kebutuhan air minum dan tambahan kalori lainnya (teh manis) sudah teratur dan memuaskan F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
7.
Perlengkapan pelindung diri untuk keamanan pekerja sangat dibutuhkan (seperti sarung tangan, jacket dll.). Selama ini perlengkapan tersebut sudah memadai. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
8.
Masalah kebutuhan makan dan minum amat penting untuk pekerja. Selama ini pengaturan dan pembagian makanan dan minum selama proses penangkapan ikan sudah memuaskan. F Sangat setuju F Setuju
205
F Kurang Setuju F Tidak setuju
9.
Kotak P3K amat penting, selama ini penyediaan kotak tersebut sudah memuaskan sehingga setiap kali dibutuhkan komponen-komponen di dalamnya tersedia dan terkontrol. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
10. Istirahat sepanjang proses pangkapan ikan sangat diperlukan, dan selama ini pengaturan waktu istirahat sudah dilakukan dengan baik. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
11. Bila tidak pergi melaut kegiatan yang dilakukan diarahkan pada kegiatankegiatan sosial kemasyarakatan di desa. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut dengan profesi sebagai nelayan saya merasa percaya diri karena dapat memenuhi kewajiban-kewajiban organisasi sosial kemasyarakatan. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
12. Di dalam kapal tersedia ruang istirahat, dan selama ini ruang tersebut sudah termanfaatkan dengan baik. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
206
13. Komunikasi antara pimpinan (tonaas) dengan para pekerja (nelayan) sebelum melaut amat penting. Selama ini komunikasi tersebut sudah berjalan dengan baik. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
14. Selama proses penangkapan ikan komunikasi antar pekerja dan antar pimpinan (tonaas) dengan pekerja sudah berjalan dengan baik. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
15. Proses penangkapan ikan yang dilakukan selama ini meskipun terasa amat memeras tenaga, tetapi tidak diperlukan cara alternatif karena sebagai pekerja sudah terbiasa dengan pekerjaan tersebut. F Sangat setuju F Setuju F Kurang Setuju F Tidak setuju
207
Lampiran 3
Form Data Karakteristik Subyek NO.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
NAMA
BERAT UMUR TINGGI INDEKS BADAN (TH) BADAN MASSA TUBUH (KG) (CM)
208
Lampiran 4.a Kuesioner Nordic Body Map (sebelum intervensi) Berilah tanda (x) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan keluhan sakit/kaku pada otot yang saudara rasakan saat ini.
No
JENIS KELUHAN
TS
JAWABAN AS S SS
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 1 Sakit/kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit pada lengan kiri atas 5 Sakit di punggung 6 Sakit pada lengan kanan atas 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan Catatan : TS = Tidak sakit AS = Agak sakit
S = Sakit SS = Sangat sakit
209
Lampiran 4.b Kuesioner Nordic Body Map (sesudah intervensi) Berilah tanda (x) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan keluhan sakit/kaku pada otot yang saudara rasakan saat ini.
No
JENIS KELUHAN
TS
JAWABAN AS S SS
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 1 Sakit/kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit pada lengan kiri atas 5 Sakit di punggung 6 Sakit pada lengan kanan atas 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan Catatan : TS = Tidak sakit AS = Agak sakit
S = Sakit SS = Sangat sakit
210
Lampiran 5.a Kusioner 30 Items of Rating Scales dengan Skala Likert untuk Pengukuran Kelelahan Secara Umum (sebelum intervensi)
Berilah tanda cek (√) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi saudara saat ini! STT No.
t tid k t TT PERTANYAAN
tid k t
ATJAWABAN kt STT
1
Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ?
2
Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan ?
3
Apakah kaki saudara terasa berat ?
4
Apakah saudara merasa sering menguap ?
5
Apakah pikiran saudara terasa kacau ?
6
Apakah saudara merasa mengantuk ?
7
Apakah saudara merasakan ada beban pada mata ?
8
Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam bergerak ?
9
Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri ?
10
Apakah ada perasaan angin berbaring ?
11
Apakah saudara merasa susah berpikir ?
12
Apakah saudara merasa lelah untuk bicara ?
13
Apakah sudara merasa gugup ?
14
Apakah saudara merasa tidak bisa berkonsentrasi ?
15
Apakah saudara merasa tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu ?
TT
AT
T
ST
211
Lampiran 5.b Kusioner 30 Items of Rating Scales dengan Skala Likert untuk Pengukuran Kelelahan Secara Umum (sesudah intervensi)
Berilah tanda cek (√) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan kondisi saudara saat ini! STT No.
t tid k t TT PERTANYAAN
tid k t
ATJAWABAN kt STT
1
Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ?
2
Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan ?
3
Apakah kaki saudara terasa berat ?
4
Apakah saudara merasa sering menguap ?
5
Apakah pikiran saudara terasa kacau ?
6
Apakah saudara merasa mengantuk ?
7
Apakah saudara merasakan ada beban pada mata ?
8
Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam bergerak ?
9
Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri ?
10
Apakah ada perasaan angin berbaring ?
11
Apakah saudara merasa susah berpikir ?
12
Apakah saudara merasa lelah untuk bicara ?
13
Apakah sudara merasa gugup ?
14
Apakah saudara merasa tidak bisa berkonsentrasi ?
15
Apakah saudara merasa tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu ?
TT
AT
T
ST
212
Lampiran 6 STUDI GERAK DAN WAKTU (TIME MOTION STUDY) PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN PUKAT CINCIN Sebelum Intervensi Prinsip Penangkapan Pukat Cincin
Penawuran jaring
Studi Gerak dan Waktu
Nelayan melempar pelampung, jaring dan tali cincin sikap kerja berdiri, membungkuk selama 30 menit
Melingkari secara horizontal
10 menit
Memagari secara vertikal
10 menit
Mengurung dengan menutup bagian bawah jaring
10 menit
Nelayan belum memakai katrol dan alas duduk waktu penarikan 120 menit 1.Total Waktu = 180 menit 2.Gerakan/Aktivitas penangkapan sebanyak 5 tahap. Menarik tali pukat cincin
Sesudah Intervensi Prinsip Penangkapan Pukat Cincin
Penawuran jaring
Studi Gerak dan Waktu
Nelayan melempar pelampung, jaring dan tali cincin sikap kerja duduk menggunakan alas duduk selama 30 menit
Nelayan Menggunakan Katrol dan alas duduk waktu penarikan ?? 1.Total Waktu =........? menit 2.Gerakan/Aktivitas penangkapan menjadi 2 tahap. Menarik tali pukat cincin
213
Lampiran 7 Data Karakteristik Subjek, yang terdiri dari: Berat badan (BB), Umur, Tinggi badan (TB) dan Indeks massa tubuh (IMT). No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Subjek Hans Gonta Nyong Pangkey Johny Matheos Alex Heydemans Hendrik Josephus Abraham Mononimbar Arnol Piters Christian Assa Rein Sinubu Albert Johanis Joppy Anes Gaspar Tumbuan Ungke Ottay Elis Sariowan Cornelis Weydekam Maxi Kindangen Lexi Josephus Raul Sariowan Rerata Minimum Maximum SD
BB
Umur 60 62 62 65 64 66 60 62 57 65 58 65 65 63 61 65 65 70 63.06 57.00 70.00 3.15
55 52 51 57 57 50 48 49 51 52 49 45 50 49 50 52 57 49 51.28 45.00 57.00 3.34
TB 155 156 160 162 160 163 165 160 158 160 153 162 160 160 161 168 166 168 160.94 153.00 168.00 4.09
IMT 24.97 25.48 24.22 24.77 25.00 24.84 22.04 24.22 22.83 25.39 24.78 24.77 25.39 24.61 23.53 23.03 23.59 24.80 24.35 22.04 25.48 0.97
214
Lampiran 8 Data Iklim Mikro Lingkungan Kerja Nelayan Pukat Cincin, Terdiri Dari: Kecepatan Angin (u), Suhu Udara (T), dan Kelembanan Relatif (KR). (a) Hari I dan Hari II
Waktu 2009-08-03 10:00 2009-08-03 10:10 2009-08-03 10:20 2009-08-03 10:30 2009-08-03 10:40 2009-08-03 10:50 2009-08-03 11:00 2009-08-03 11:10 2009-08-03 11:20 2009-08-03 11:30 2009-08-03 11:40 2009-08-03 11:50 2009-08-03 12:00 2009-08-03 12:10 2009-08-03 12:20 2009-08-03 12:30 2009-08-03 12:40 2009-08-03 12:50 2009-08-03 13:00 2009-08-03 13:10 2009-08-03 13:20 2009-08-03 13:30 2009-08-03 13:40 2009-08-03 13:50 2009-08-03 14:00 2009-08-03 14:10 2009-08-03 14:20 2009-08-03 14:30 2009-08-03 14:40 2009-08-03 14:50 2009-08-03 15:00 2009-08-03 15:10 2009-08-03 15:20 2009-08-03 15:30 2009-08-03 15:40 2009-08-03 15:50
Periode Seb Int. (Hari I) U T KR (m/det) (0C) (%) 4.9 28.2 65.0 5.6 28.1 70.6 5.7 28.1 72.6 5.3 28.0 73.0 4.9 28.0 73.0 4.5 28.0 73.4 5.5 28.1 73.9 5.2 28.1 75.7 4.5 28.1 76.9 5.1 28.1 78.5 4.8 28.1 80.0 5.2 28.1 80.4 4.4 28.0 82.0 4.0 28.0 83.0 4.7 28.0 81.0 4.6 28.1 80.0 4.8 28.1 82.0 4.5 28.2 81.9 4.6 28.3 83.0 4.3 28.2 82.2 4.7 28.2 83.9 5.0 28.2 84.6 4.1 28.1 84.6 4.3 28.1 85.4 4.3 28.1 85.5 4.5 28.1 85.8 3.8 28.0 86.3 4.0 27.9 86.9 3.5 27.8 87.9 3.8 27.8 87.8 4.2 27.8 88.2 4.6 27.8 88.9 4.3 27.8 88.8 4.2 27.8 89.0 4.2 27.9 88.6 3.9 27.9 88.4
Periode dgn Int. (Hari II) U T KR (m/det) (0C) (%) 4.0 28.3 65.5 5.2 28.2 70.9 4.4 28.0 72.8 5.3 28.0 73.6 5.1 28.2 73.2 4.6 28.3 73.5 5.4 28.2 74.5 5.0 28.0 76.4 4.2 28.4 77.6 5.0 28.0 78.8 4.7 28.6 79.3 5.0 28.4 80.2 4.3 28.0 81.1 4.0 28.0 82.1 4.4 27.9 82.2 4.2 28.1 82.3 4.2 28.2 83.2 3.9 28.6 82.8 4.0 28.5 82.8 4.2 28.0 83.1 4.4 28.0 84.0 4.8 28.1 84.4 4.2 28.0 85.0 4.0 28.2 85.6 3.9 28.2 86.4 4.1 28.0 86.4 3.7 28.1 86.5 3.5 28.0 87.8 3.0 27.7 88.1 3.9 28.0 88.3 4.0 27.9 88.7 4.4 27.9 89.3 4.0 27.9 89.2 4.0 27.7 89.0 3.8 28.0 88.5 4.0 28.0 88.1
215
2009-08-03 16:00 2009-08-03 16:10 2009-08-03 16:20 2009-08-03 16:30 2009-08-03 16:40 2009-08-03 16:50 2009-08-03 17:00 2009-08-03 17:10 2009-08-03 17:20 2009-08-03 17:30 2009-08-03 17:40 2009-08-03 17:50 2009-08-03 18:00 2009-08-03 18:10 2009-08-03 18:20 2009-08-03 18:30 2009-08-03 18:40 2009-08-03 18:50 2009-08-03 19:00 2009-08-03 19:10 2009-08-03 19:20 2009-08-03 19:30 2009-08-03 19:40 2009-08-03 19:50 2009-08-03 20:00 2009-08-03 20:10 2009-08-03 20:20 2009-08-03 20:30 2009-08-03 20:40 2009-08-03 20:50 2009-08-03 21:00 2009-08-03 21:10 2009-08-03 21:20 2009-08-03 21:30 2009-08-03 21:40 2009-08-03 21:50 2009-08-03 22:00 2009-08-03 22:10 2009-08-03 22:20 2009-08-03 22:30 2009-08-03 22:40 2009-08-03 22:50 2009-08-03 23:00 2009-08-03 23:10 2009-08-03 23:20
3.7 4.0 2.9 1.9 1.9 2.4 1.7 1.2 1.3 1.3 1.3 1.5 1.5 2.2 1.5 1.6 2.1 2.0 2.6 2.8 3.5 3.5 3.2 2.8 3.3 4.2 3.4 3.8 4.8 6.2 5.7 6.3 5.6 4.9 5.4 4.9 4.0 4.8 4.8 4.5 4.8 4.2 4.3 3.8 3.7
28.0 28.0 27.9 27.9 27.9 28.1 27.9 27.3 27.0 27.5 27.5 27.0 27.4 27.7 27.9 27.8 27.9 28.0 28.0 28.1 28.1 28.2 28.1 28.0 28.1 28.0 28.0 28.0 28.0 28.0 27.9 27.9 27.9 27.8 27.7 27.7 27.7 27.7 27.7 27.8 28.2 28.5 28.7 28.9 29.1
87.9 89.0 89.2 90.0 90.3 90.2 90.1 90.0 89.0 90.0 88.0 88.2 88.8 87.9 89.0 87.0 89.0 90.4 90.0 90.0 90.2 90.0 90.4 90.2 90.5 90.7 90.6 90.4 90.6 90.0 90.5 90.0 90.1 90.2 89.0 88.0 84.0 77.0 74.0 68.0 58.2 57.7 57.8 57.6 56.8
4.2 4.1 3.0 2.0 2.2 2.5 2.0 1.5 1.0 1.1 1.1 1.2 1.4 2.3 1.6 1.8 2.4 2.5 2.7 3.0 3.6 3.7 3.0 2.5 3.0 4.0 3.2 3.1 4.5 6.0 5.0 6.0 5.2 5.0 5.1 4.7 3.9 4.2 4.1 4.4 4.2 4.0 4.1 3.6 3.4
28.1 28.0 28.0 27.9 27.8 28.2 28.0 27.6 26.5 28.0 28.0 28.0 28.1 28.5 26.8 28.6 28.0 29.0 29.6 29.0 29.0 29.4 28.9 30.0 28.5 28.6 28.5 28.6 28.4 27.9 26.0 24.0 23.0 26.0 22.2 22.5 23.5 25.0 26.1 27.2 27.5 28.3 28.4 28.4 28.5
88.5 89.1 89.8 90.2 90.4 90.3 90.2 90.1 90.1 90.0 89.4 89.2 89.2 89.6 90.2 90.4 90.5 90.7 90.4 90.6 90.7 90.3 90.5 90.9 91.6 91.7 91.1 90.7 90.8 91.3 90.9 90.5 90.4 89.8 88.6 87.1 83.1 76.3 72.1 66.2 63.8 62.0 61.7 60.3 60.0
216
(b) Hari III dan Hari IV Waktu 2009-09-28 10:00 2009-09-28 10:10 2009-09-28 10:20 2009-09-28 10:30 2009-09-28 10:40 2009-09-28 10:50 2009-09-28 11:00 2009-09-28 11:10 2009-09-28 11:20 2009-09-28 11:30 2009-09-28 11:40 2009-09-28 11:50 2009-09-28 12:00 2009-09-28 12:10 2009-09-28 12:20 2009-09-28 12:30 2009-09-28 12:40 2009-09-28 12:50 2009-09-28 13:00 2009-09-28 13:10 2009-09-28 13:20 2009-09-28 13:30 2009-09-28 13:40 2009-09-28 13:50 2009-09-28 14:00 2009-09-28 14:10 2009-09-28 14:20 2009-09-28 14:30 2009-09-28 14:40 2009-09-28 14:50 2009-09-28 15:00 2009-09-28 15:10 2009-09-28 15:20 2009-09-28 15:30 2009-09-28 15:40 2009-09-28 15:50 2009-09-28 16:00 2009-09-28 16:10
Periode Seb Int. (Hari III) U T KR (m/det) (0C) (%) 1.8 29.4 57.0 1.7 29.4 58.4 2.1 29.3 57.1 1.4 29.3 57.3 1.6 29.1 56.9 1.6 28.9 57.1 1.5 29.0 57.2 1.6 28.9 57.7 1.2 28.8 57.9 1.3 28.8 58.5 1.4 28.6 59.4 1.1 28.5 59.8 0.7 28.3 60.8 0.8 28.3 61.1 0.8 28.2 61.0 0.4 28.1 60.9 1.4 28.0 61.6 0.7 27.8 63.0 0.7 27.5 64.1 0.5 27.5 64.0 0.8 27.2 67.2 0.2 27.1 66.3 0.0 27.1 66.8 0.0 26.8 68.6 0.0 26.7 69.2 0.6 26.6 70.4 0.0 26.4 71.4 0.0 26.3 72.3 0.0 26.1 73.5 0.0 25.8 75.4 0.0 25.5 76.6 0.0 25.5 77.0 0.0 25.3 78.5 0.0 25.3 78.7 0.0 25.3 78.2 0.0 25.4 78.0 0.0 25.3 78.7 0.0 25.1 79.9
Periode dgn Int. (Hari IV) T U KR (0C) (m/det) (%) 1.6 29.8 45.9 1.5 29.4 47.6 2.0 28.9 49.8 1.2 28.8 51.5 0.7 28.7 52.1 0.9 28.2 54.1 0.5 28.8 54.5 0.0 28.8 55.4 0.1 28.3 57.2 0.2 28.2 59.0 0.2 28.6 59.2 0.0 29.0 60.9 0.0 28.5 61.1 0.0 28.6 61.4 0.1 28.0 63.4 0.5 27.9 64.5 0.7 27.8 65.4 0.4 27.2 65.7 0.0 27.0 65.9 0.4 27.0 66.9 0.3 26.0 67.9 0.0 26.5 68.3 0.1 26.9 68.6 0.1 26.5 70.2 0.2 26.0 70.3 0.2 26.2 70.8 0.4 26.1 71.7 0.2 25.9 72.5 0.3 25.8 73.2 0.2 26.0 73.9 0.0 26.1 74.1 0.0 25.6 74.3 0.2 25.8 75.5 0.5 24.5 76.5 0.4 24.9 77.7 0.4 24.0 79.2 0.1 25.0 80.5 0.0 24.9 80.4
217
2009-09-28 16:20 2009-09-28 16:30 2009-09-28 16:40 2009-09-28 16:50 2009-09-28 17:00 2009-09-28 17:10 2009-09-28 17:20 2009-09-28 17:30 2009-09-28 17:40 2009-09-28 17:50 2009-09-28 18:00 2009-09-28 18:10 2009-09-28 18:20 2009-09-28 18:30 2009-09-28 18:40 2009-09-28 18:50 2009-09-28 19:00 2009-09-28 19:10 2009-09-28 19:20 2009-09-28 19:30 2009-09-28 19:40 2009-09-28 19:50 2009-09-28 20:00 2009-09-28 20:10 2009-09-28 20:20 2009-09-28 20:30 2009-09-28 20:40 2009-09-28 20:50 2009-09-28 21:00 2009-09-28 21:10 2009-09-28 21:20 2009-09-28 21:30 2009-09-28 21:40 2009-09-28 21:50 2009-09-28 22:00 2009-09-28 22:10 2009-09-28 22:20 2009-09-28 22:30 2009-09-28 22:40 2009-09-07 23:50
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.3 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.1 1.8 2.0
25.1 25.1 25.1 25.0 24.9 24.6 24.5 24.3 24.2 24.1 24.0 23.9 23.8 23.7 23.5 23.3 23.3 23.4 23.3 23.3 23.1 23.0 22.9 22.7 22.5 22.4 22.4 22.3 22.1 21.9 21.8 22.3 21.9 22.7 23.4 25.8 21.9 27.3 27.8 27.4
80.1 80.8 80.7 81.0 81.5 82.6 83.0 84.1 84.3 85.1 84.9 85.5 85.6 85.8 86.5 87.6 87.4 86.8 86.9 86.8 87.1 85.8 85.8 86.8 86.3 86.3 85.9 85.8 86.5 87.2 87.4 86.4 86.6 83.2 80.5 70.5 87.1 63.8 63.1 66.9
0.1 0.5 0.8 0.3 0.6 0.5 0.6 0.6 0.3 0.3 0.6 0.2 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3
25.3 25.0 25.2 25.5 25.0 25.0 25.2 25.0 24.9 24.6 24.4 24.0 24.2 24.0 24.2 22.2 24.0 23.8 23.0 21.9 21.8 21.6 21.6 21.5 21.6 21.6 21.5 21.5 21.3 21.3 21.3 21.4 21.6 21.6 22.0 22.7 23.6 24.6 24.9 25.4
81.3 80.5 80.5 80.8 80.0 80.4 80.8 80.6 80.6 81.1 81.9 83.7 84.0 83.6 83.8 83.8 84.7 84.6 85.0 85.2 85.7 86.8 87.1 87.3 87.8 87.5 87.8 87.9 87.9 88.5 88.4 88.4 87.6 87.5 86.7 83.9 80.2 76.6 75.9 73.9
218
(c) Hari V dan Hari VI Waktu 2009-09-28 10:00 2009-09-28 10:10 2009-09-28 10:20 2009-09-28 10:30 2009-09-28 10:40 2009-09-28 10:50 2009-09-28 11:00 2009-09-28 11:10 2009-09-28 11:20 2009-09-28 11:30 2009-09-28 11:40 2009-09-28 11:50 2009-09-28 12:00 2009-09-28 12:10 2009-09-28 12:20 2009-09-28 12:30 2009-09-28 12:40 2009-09-28 12:50 2009-09-28 13:00 2009-09-28 13:10 2009-09-28 13:20 2009-09-28 13:30 2009-09-28 13:40 2009-09-28 13:50 2009-09-28 14:00 2009-09-28 14:10 2009-09-28 14:20 2009-09-28 14:30 2009-09-28 14:40 2009-09-28 14:50 2009-09-28 15:00 2009-09-28 15:10 2009-09-28 15:20 2009-09-28 15:30 2009-09-28 15:40 2009-09-28 15:50 2009-09-28 16:00 2009-09-28 16:10 2009-09-28 16:20 2009-09-28 16:30 2009-09-28 16:40 2009-09-28 16:50 2009-09-28 17:00
Periode Seb Int. (Hari V) U T KR (m/det) (0C) (%) 3.5 29.3 89.0 2.0 29.2 88.9 2.6 29.2 88.0 2.1 29.2 90.0 1.5 29.3 89.0 2.2 29.3 90.0 2.6 29.4 89.9 1.7 29.5 90.0 1.5 29.3 89.9 0.8 29.2 88.9 0.1 28.7 90.0 0.6 28.2 91.0 0.6 27.8 90.8 0.1 27.5 88.0 0.4 27.2 87.9 0.1 27.1 86.0 0.3 26.9 86.2 0.1 26.5 86.1 0.4 26.1 85.0 0.1 25.9 85.6 0.1 25.8 85.8 0.1 25.6 87.9 0.1 25.4 88.3 0.2 25.3 88.1 0.1 25.2 85.9 0.2 25.1 84.0 0.2 25.1 86.0 0.8 25.0 87.0 0.5 24.7 87.2 0.8 24.6 87.1 0.2 24.3 86.8 0.4 24.1 86.2 0.1 23.7 88.8 0.2 23.7 88.9 0.1 23.7 89.8 0.2 23.7 90.0 0.2 23.5 90.4 0.1 23.5 90.1 0.1 23.4 89.8 0.2 23.3 89.9 0.1 23.3 90.9 0.1 23.4 90.8 0.1 23.3 91.7
Periode dgn Int. (Hari VI) U T KR (m/det) (0C) (%) 4.1 25.0 90.5 1.5 24.8 90.9 2.5 24.6 91.6 2.3 24.7 92.2 1.9 24.8 92.8 1.6 24.8 92.4 2.2 24.8 91.8 1.2 25.0 91.8 1.2 25.1 91.6 0.6 25.1 91.9 0.1 25.0 92.8 0.4 24.9 94.5 0.5 24.7 91.9 0.1 24.7 88.7 0.4 24.8 89.0 0.2 25.0 86.8 0.2 25.1 86.7 0.2 25.0 86.8 0.5 25.0 86.0 0.1 24.9 85.9 0.3 25.0 86.6 0.2 24.9 88.1 0.2 24.7 88.9 0.3 24.7 88.6 0.2 24.7 86.1 0.1 24.8 85.8 0.2 24.6 87.6 0.6 24.4 88.2 0.6 24.4 87.6 0.7 24.3 87.5 0.1 24.4 87.1 0.5 24.4 86.7 0.2 24.1 89.1 0.1 24.0 89.7 0.4 23.9 90.1 0.3 23.8 90.7 0.4 23.8 91.0 0.3 23.8 90.6 0.1 23.8 90.2 0.1 23.7 90.8 0.1 23.7 91.6 0.1 23.6 92.0 0.3 23.6 92.5
219
2009-09-28 17:10 2009-09-28 17:20 2009-09-28 17:30 2009-09-28 17:40 2009-09-28 17:50 2009-09-28 18:00 2009-09-28 18:10 2009-09-28 18:20 2009-09-28 18:30 2009-09-28 18:40 2009-09-28 18:50 2009-09-28 19:00 2009-09-28 19:10 2009-09-28 19:20 2009-09-28 19:30 2009-09-28 19:40 2009-09-28 19:50 2009-09-28 20:00 2009-09-28 20:10 2009-09-28 20:20 2009-09-28 20:30 2009-09-28 20:40 2009-09-28 20:50 2009-09-28 21:00 2009-09-28 21:10 2009-09-28 21:20 2009-09-28 21:30 2009-09-28 21:40 2009-09-28 21:50 2009-09-28 22:00 2009-09-28 22:10 2009-09-28 22:20 2009-09-28 22:30 2009-09-28 22:40
0.5 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1 0.2 0.3 0.3 0.9 0.5 0.3 0.4 0.1 0.0 0.3 0.9 1.0 0.9 0.5 0.1 0.1 0.0 0.0 0.8 0.1 0.1 0.1 0.0 0.0 0.0 0.3 0.0 0.1
23.2 23.2 23.2 23.1 23.1 22.7 22.6 22.5 22.5 22.5 22.7 22.6 22.5 22.4 22.3 22.2 22.4 22.5 22.6 22.4 22.1 21.8 21.8 21.7 21.5 21.5 21.6 21.5 21.7 22.0 22.1 23.5 24.0 24.8
91.0 89.8 89.2 90.1 90.0 90.1 91.0 91.9 92.0 93.0 94.5 94.2 93.4 94.0 93.1 92.0 94.0 90.2 92.5 95.0 95.5 95.0 94.0 90.0 92.0 94.0 93.0 88.0 79.0 83.0 76.3 72.0 71.0 74.0
0.4 0.3 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.2 0.5 0.2 0.7 0.2 0.5 0.2 0.3 0.2 0.6 0.8 0.7 0.4 0.2 0.2 0.2 0.1 0.7 0.2 0.3 0.2 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 0.2
23.6 23.7 23.9 23.7 23.6 23.5 23.3 23.2 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.1 23.2 23.4 23.7 23.6 23.7 24.1 24.8 25.9 25.4 26.9 28.3 28.3 26.5
92.3 90.9 89.6 90.5 91.3 91.3 92.0 92.6 93.3 94.0 94.4 94.1 92.9 92.4 92.5 93.0 93.3 93.3 93.5 94.5 95.0 94.8 93.1 91.1 91.8 92.1 91.0 87.3 79.8 83.1 75.8 70.2 70.8 78.3
220
(d) Hari VII dan Hari VIII Waktu
Periode Seb Int. (Hari VII) U T KR (m/det) (0C) (%)
Periode dgn Int. (Hari VIII) U T KR (m/det) (0C) (%)
2009-10-19 10:20
0.2
26.6
76.0
0.2
26.8
80.0
2009-10-19 10:30
0.2
26.4
77.8
0.1
26.2
80.1
2009-10-19 10:40
0.7
26.2
78.3
0.5
25.9
80.2
2009-10-19 10:50
0.2
26.2
78.8
0.3
26.0
80.0
2009-10-19 11:00
0.0
25.9
80.3
0.2
25.7
80.9
2009-10-19 11:10
0.2
25.8
81.0
0.4
25.6
82.0
2009-10-19 11:20
0.2
25.6
82.3
0.3
25.2
82.8
2009-10-19 11:30
0.5
25.4
83.3
0.7
24.7
83.6
2009-10-19 11:40
0.1
25.3
84.0
0.2
24.5
84.5
2009-10-19 11:50
0.0
25.3
84.1
s0.1
24.4
84.8
2009-10-19 12:00
0.1
25.3
84.1
0.1
24.5
85.0
2009-10-19 12:10
0.0
25.3
84.5
0.0
24.4
85.2
2009-10-19 12:20
0.0
25.1
85.1
0.0
24.4
85.6
2009-10-19 12:30
0.1
25.2
84.3
0.0
25.0
85.0
2009-10-19 12:40
0.3
25.4
83.2
0.0
25.1
84.0
2009-10-19 12:50
0.1
25.4
83.0
0.1
25.3
83.5
2009-10-19 13:00
0.0
25.5
81.5
0.0
25.2
82.0
2009-10-19 13:10
0.5
25.5
81.9
0.6
25.4
82.2
2009-10-19 13:20
0.4
25.4
82.2
0.5
25.3
82.8
2009-10-19 13:30
0.5
25.3
82.9
0.4
25.1
83.0
2009-10-19 13:40
0.1
25.2
82.8
0.0
25.1
83.2
2009-10-19 13:50
0.0
25.2
83.2
0.2
25.0
83.6
2009-10-19 14:00
0.6
25.0
84.2
0.7
24.9
84.8
2009-10-19 14:10
0.5
24.8
84.8
0.5
24.6
85.2
2009-10-19 14:20
0.0
24.8
84.0
0.1
24.6
85.0
2009-10-19 14:30
0.1
24.7
84.4
0.2
24.3
85.3
2009-10-19 14:40
0.2
24.7
84.3
0.6
24.5
85.1
2009-10-19 14:50
0.2
24.7
84.1
0.1
24.3
85.5
2009-10-19 15:00
0.2
24.6
85.0
0.4
24.4
85.4
2009-10-19 15:10
0.6
24.5
85.8
0.5
24.5
86.0
2009-10-19 15:20
0.7
24.4
85.8
0.5
24.5
86.2
2009-10-19 15:30
0.2
24.3
86.1
0.4
24.5
86.5
2009-10-19 15:40
0.0
24.1
87.2
0.1
24.5
87.8
2009-10-19 15:50
0.3
24.0
87.2
0.4
24.1
87.9
2009-10-19 16:00
0.2
23.9
87.3
0.3
24.0
87.9
221
2009-10-19 16:10
0.1
23.8
87.6
0.2
24.1
88.0
2009-10-19 16:20
0.1
23.7
88.0
0.2
23.9
88.2
2009-10-19 16:30
0.2
23.6
88.4
0.0
23.7
88.6
2009-10-19 16:40
0.0
23.7
87.8
0.1
23.9
88.0
2009-10-19 16:50
0.4
23.7
87.6
0.3
23.9
88.2
2009-10-19 17:00
0.6
23.8
86.7
0.5
23.9
88.4
2009-10-19 17:10
0.4
23.8
86.6
0.2
23.9
87.2
2009-10-19 17:20
0.0
23.6
87.9
0.1
23.7
88.3
2009-10-19 17:30
0.5
23.5
88.5
0.6
23.5
88.9
2009-10-19 17:40
0.7
23.4
89.0
0.6
23.6
90.0
2009-10-19 17:50
0.0
23.3
89.0
0.2
23.6
90.1
2009-10-19 18:00
0.0
23.1
89.4
0.1
23.3
90.0
2009-10-19 18:10
0.0
23.0
89.7
0.0
23.2
90.2
2009-10-19 18:20
0.0
22.9
90.2
0.2
23.0
90.0
2009-10-19 18:30
0.5
22.9
90.1
0.6
23.1
90.6
2009-10-19 18:40
0.3
22.9
90.0
0.4
22.8
90.2
2009-10-19 18:50
0.7
22.9
89.9
0.6
23.1
90.4
2009-10-19 19:00
0.0
22.9
89.2
0.2
23.1
90.6
2009-10-19 19:10
0.0
22.9
89.4
0.0
23.4
90.4
2009-10-19 19:20
0.3
22.9
89.5
0.4
23.2
90.0
2009-10-19 19:30
0.5
23.0
89.0
0.6
23.2
90.0
2009-10-19 19:40
0.4
22.9
89.2
0.3
23.1
90.2
2009-10-19 19:50
0.2
22.8
89.7
0.2
22.9
90.6
2009-10-19 20:00
0.2
22.8
89.7
0.2
23.0
90.5
2009-10-19 20:10
0.4
22.8
89.4
0.5
23.1
90.4
2009-10-19 20:20
0.3
22.7
89.9
0.2
22.9
90.2
2009-10-19 20:30
0.6
22.5
90.6
0.5
22.8
90.9
2009-10-19 20:40
0.0
22.3
91.5
0.0
22.6
91.8
2009-10-19 20:50
0.0
22.2
92.0
0.1
22.5
92.6
2009-10-19 21:00
0.2
22.1
92.4
0.3
22.4
93.0
2009-10-19 21:10
0.2
22.1
92.3
0.2
22.3
93.1
2009-10-19 21:20
0.0
22.2
92.2
0.4
22.5
92.8
2009-10-19 21:30
0.1
22.3
91.8
0.2
22.5
92.0
2009-10-19 21:40
0.0
22.4
91.3
0.0
22.6
92.1
2009-10-19 21:50
0.0
22.5
90.8
0.0
22.7
90.2
2009-10-19 22:00
0.0
22.8
90.2
0.1
22.9
90.7
2009-10-19 22:10
0.4
23.4
87.5
0.2
23.5
89.8
2009-10-19 22:20
0.8
24.4
82.7
0.7
24.7
83.0
2009-10-19 22:30
0.2
24.9
80.2
0.3
25.0
81.1
222
2009-10-19 22:40
0.5
25.3
78.9
0.4
25.2
80.7
2009-10-19 22:50
1.3
25.6
77.7
1.5
25.9
80.9
2009-10-19 23:00
0.9
26.5
74.3
1.0
27.4
80.6
2009-10-19 23:10
0.5
27.1
72.0
0.6
27.5
79.9
2009-10-19 23:20
0.3
27.9
68.3
0.4
27.7
78.4
2009-10-19 23:30
0.3
28.2
67.6
0.3
27.8
77.1
2009-10-19 23:40
1.0
28.2
69.0
0.9
28.0
77.2
2009-10-19 23:50
1.0
28.4
68.8
1.2
28.0
77.3
Lampiran 9 Hasil Uji Normalitas Data Iklim Mikro. (a) Hari I dan II Tests of Normality a
u T KR
Klp 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .134 81 .001 .176 81 .000 .191 81 .000 .332 81 .000 .218 81 .000 .215 81 .000
Statistic .932 .942 .875 .674 .760 .787
Shapiro-Wilk df 81 81 81 81 81 81
Sig. .000 .001 .000 .000 .000 .000
Statistic .691 .715 .942 .943 .861 .905
Shapiro-Wilk df 78 78 78 78 78 78
Sig. .000 .000 .002 .002 .000 .000
a. Lilliefors Significance Correction
(b) Hari III dan IV Tests of Normality a
u T KR
Klp 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .329 78 .000 .240 78 .000 .088 78 .200* .103 78 .039 .148 78 .000 .171 78 .000
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
223
(c) Hari V dan VI Tests of Normality a
u T KR
Klp 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .259 77 .000 .277 77 .000 .187 77 .000 .150 77 .000 .163 77 .000 .172 77 .000
Statistic .665 .591 .873 .852 .824 .773
Shapiro-Wilk df 77 77 77 77 77 77
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000
Statistic .873 .875 .945 .930 .886 .951
Shapiro-Wilk df 82 82 82 82 82 82
Sig. .000 .000 .001 .000 .000 .003
a. Lilliefors Significance Correction
(d) Hari VII dan VIII Tests of Normality a
u T KR
Klp 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .190 82 .000 .169 82 .000 .105 82 .027 .093 82 .078 .116 82 .009 .138 82 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 10 Uji Beda non parametric dengan Mann-Whitney data iklim mikro (a) Hari I dan II. Test Statisticsa Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
u 2879.500 6200.500 -1.344 .179
a. Grouping Variable: Klp
T 2720.500 6041.500 -1.894 .058
KR 2938.000 6259.000 -1.148 .251
224
(b) Hari III dan IV. Test Statisticsa Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
u 2831.000 5912.000 -.794 .427
T 2760.500 5841.500 -.998 .318
KR 3014.500 6095.500 -.097 .922
a. Grouping Variable: Klp
(c) Hari V dan VI. Test Statisticsa Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
u 2591.500 5594.500 -1.371 .170
T 2625.000 5628.000 -1.228 .219
KR 2459.500 5462.500 -1.825 .068
a. Grouping Variable: Klp
(d) Hari VII dan VIII. Test Statisticsa Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
u 3006.500 6409.500 -1.182 .237
a. Grouping Variable: Klp
T 3341.500 6744.500 -.067 .946
KR 2981.000 6384.000 -1.253 .210
225
Lampiran 11 Data Hasil Pengamatan Denyut Nadi Istirahat dan Denyut Nadi Kerja Nelayan Pukat Cincin di Perairan Amurang Kecamatan Minahasa Selatan. (a) Periode Tanpa Intervensi Sebelum Kerja: Nama
Periode I
Hans Gonta Nyong Pangkey Johny Matheos Alex Heydemans Hendrik Josephus Abraham Mononimbar Arnol Piters Christian Assa Rein Sinobo Albert Johanis Joppy Anes Gaspar Tumbuan Ungke Ottay Elis Sariowan Cornelis Weydekam Maxi Kindangen Lexi Josephus Raul Sariowan
Sedang Kerja:
II 76 77 75 75 74 72 72 73 74 73 72 75 75 77 75 76 77 78
Periode
III 74 75 75 74 75 74 73 75 76 76 75 76 76 76 76 78 77 78
Setelah Kerja:
IV 74 73 75 72 74 75 72 70 71 75 72 73 75 76 74 76 75 74
I 75 77 78 76 75 76 76 77 78 76 75 75 77 78 75 75 78 78
II 149 152 152 151 152 153 155 154 156 144 158 155 135 158 155 135 157 157
Periode
III 148 157 157 140 156 157 151 158 122 157 155 155 126 158 158 157 158 126
IV 140 151 153 126 154 153 157 155 131 156 153 155 144 157 158 158 157 122
I 149 158 156 156 157 158 153 155 100 158 157 153 154 113 153 155 113 101
II 119 128 127 129 128 129 128 128 128 123 136 137 138 135 136 122 136 136
III 144 140 144 135 137 140 144 140 126 140 135 144 135 144 143 144 142 142
IV 145 143 144 131 146 142 142 140 135 144 144 146 148 149 148 147 146 128
146 140 139 140 144 135 137 139 98 143 135 140 135 111 144 144 108 144
226
(b) Periode dengan Intervensi Sebelum Kerja: Nama
Periode I
Hans Gonta Nyong Pangkey Johny Matheos Alex Heydemans Hendrik Josephus Abraham Mononimbar Arnol Piters Christian Assa Rein Sinobo Albert Johanis Joppy Anes Gaspar Tumbuan Ungke Ottay Elis Sariowan Cornelis Weydekam Maxi Kindangen Lexi Josephus Raul Sariowan
Sedang Kerja:
II 75 72 68 69 72 71 70 73 70 70 72 71 70 70 70 70 71 72
Periode
III 72 71 72 73 75 74 75 75 70 74 74 73 75 71 72 72 74 73
Setelah Kerja:
IV 68 66 65 60 62 64 65 66 68 70 71 71 73 72 70 69 69 71
I 73 74 72 70 73 72 75 74 75 70 72 71 70 75 72 75 74 75
II 101 107 107 107 106 106 107 108 108 96 109 106 107 95 107 108 106 107
Periode
III 105 109 108 106 98 108 106 107 107 108 108 98 109 108 108 107 99 109
IV 92 106 106 101 106 97 97 101 106 98 110 114 99 112 110 106 106 92
I 104 107 106 106 106 109 107 109 114 110 108 106 106 114 109 108 107 101
II 102 102 104 102 99 99 100 99 98 95 99 98 99 98 97 95 96 94
III 105 104 102 106 99 104 104 102 103 102 102 99 106 102 106 105 104 105
IV 104 102 102 103 103 104 105 102 103 101 102 102 102 105 102 105 106 102
94 85 98 98 99 98 94 98 106 94 85 85 98 105 85 85 94 94
227
Lampiran 12 Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Istirahat pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
I_TI II_TI III_TI IV_TI I_DI II_DI III_DI IV_DI
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,159 18 ,200* ,188 18 ,093 ,188 18 ,092 ,201 18 ,052 ,210 18 ,035 ,173 18 ,162 ,136 18 ,200* ,171 18 ,174
Statistic ,937 ,936 ,929 ,828 ,920 ,923 ,952 ,882
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,260 ,248 ,187 ,004 ,127 ,144 ,452 ,028
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 13 Hasil Uji Beda Rerata Denyut Nadi Istirahat Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Uji-t Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
t df Sig. (2-tailed)
Lower Upper
Pair 1 I_TI - I_DI 3,889 2,374
Pair 2 II_TI - II_DI 2,444 2,281
Pair 3 III_TI - III_DI 5,889 3,462
,559
,538
,816
2,709 5,069 6,951 17 ,000
1,310 3,579 4,547 17 ,000
4,167 7,611 7,216 17 ,000
228
(b) Uji-Wilcoxon Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
IV_DI - IV_TI -3,655a ,000
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
229
Lampiran 14 Data Selisih Denyut Nadi Kerja dan Denyut Nadi Istirahat Untuk 4 Empat Kali Ulangan pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Selisih Periode Tanpa Intervensi Periode Tanpa Intervensi: No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Hans Gonta Nyong Pangkey Johny Matheos Alex Heydemans Hendrik Josephus Abraham Mononimbar Arnol Piters Christian Assa Rein Sinobo Albert Johanis Joppy Anes Gaspar Tumbuan Ungke Ottay Elis Sariowan Cornelis Weydekam Maxi Kindangen Lexi Josephus Raul Sariowan
I DNSdK‐DNI 72 75 77 76 78 81 82 81 81 71 85 80 60 80 80 59 80 78
II DNK‐DNI 43 50 51 54 53 57 56 55 53 50 64 62 63 58 61 45 59 58
DNSdK‐DNI 73 81 82 65 81 83 78 82 45 80 80 78 50 81 81 78 80 48
III DNK‐DNI 70 64 69 61 62 65 71 64 50 63 60 68 59 68 67 66 65 64
DNSdK‐DNI 65 79 78 54 80 78 84 85 59 81 81 82 69 80 83 81 81 47
IV DNK‐DNI 71 71 69 58 72 67 70 69 64 69 72 73 72 72 73 70 71 54
DNSdK‐DNI 74 80 78 80 81 81 77 78 22 81 81 78 77 34 78 80 34 23
DNK‐DNI 71 62 61 63 69 59 60 61 20 67 60 64 58 33 69 69 30 66
230
(b) Selisih Periode dengan Intervensi Periode Dengan Intervensi: No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Hans Gonta Nyong Pangkey Johny Matheos Alex Heydemans Hendrik Josephus Abraham Mononimbar Arnol Piters Christian Assa Rein Sinobo Albert Johanis Joppy Anes Gaspar Tumbuan Ungke Ottay Elis Sariowan Cornelis Weydekam Maxi Kindangen Lexi Josephus Raul Sariowan
I DNSdK‐DNI 26 34 38 38 34 35 37 36 37 26 36 35 36 25 37 38 34 35
II DNK‐DNI 27 30 35 33 27 27 30 26 27 25 27 26 28 28 27 25 25 21
DNSdK‐DNI 32 37 36 33 22 33 31 32 37 33 33 24 33 37 35 34 24 35
III DNK‐DNI 32 32 30 33 24 29 29 27 33 28 28 25 31 31 34 33 29 32
DNSdK‐DNI 24 39 41 41 43 33 31 35 37 27 39 43 26 39 40 36 36 21
IV DNK‐DNI 35 36 37 43 41 39 40 36 34 31 31 31 29 33 32 35 37 31
DNSdK‐DNI 31 33 34 35 33 37 32 35 39 40 36 34 35 39 37 33 33 26
DNK‐DNI 20 11 26 28 26 25 18 24 31 23 13 14 27 30 13 10 19 18
231
Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Data Selisih Denyut Nadi pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
ISdTI ISsTI IISdTI IISsTI IIISdTI IIISsTI IVSdTI IVSsTI ISdDI ISsDI IISdDI IISsDI IIISdDI IIISsDI IVSdDI IVSsDI
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,198 18 ,060 ,082 18 ,200* ,356 18 ,000 ,149 18 ,200* ,333 18 ,000 ,299 18 ,000 ,393 18 ,000 ,336 18 ,000 ,307 18 ,000 ,223 18 ,018 ,253 18 ,003 ,148 18 ,200* ,167 18 ,198 ,126 18 ,200* ,153 18 ,200* ,125 18 ,200*
Statistic ,800 ,969 ,677 ,907 ,767 ,734 ,614 ,729 ,747 ,907 ,817 ,941 ,905 ,956 ,944 ,942
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,002 ,772 ,000 ,077 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,077 ,003 ,299 ,070 ,520 ,339 ,309
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 16. Hasil Uji Beda Rerata Selisiah Denyut Nadi Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Uji-t Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
t df Sig. (2-tailed)
Lower Upper
Pair 1 ISsTI - ISsDI 27,667 7,029
Pair 2 IISsTI - IISsDI 34,222 5,956
1,657
1,404
24,171 31,162 16,699 17 ,000
31,260 37,184 24,376 17 ,000
232
(b) Uji-Wilcoxon Test Statisticsb ISdDI - ISdTI IISdDI - IISdTI Z -3,731a -3,728a Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,000
IIISdDI - IIISsDI - IVSdDI - IVSsDI IIISdTI IIISsTI IVSdTI IVSsTI -3,727a -3,725a -3,336a -3,616a ,000 ,000 ,001 ,000
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
(c) Uji Normalitas Rerata Selisih Empat Periode Tests of Normality a
SdTI SsTI SdDI SsDi
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,256 18 ,003 ,263 18 ,002 ,113 18 ,200* ,064 18 ,200*
Statistic ,796 ,808 ,938 ,984
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
(d) Uji Beda Rerata Selisih Empat Periode Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
SdDI - SdTI SsDi - SsTI -3,724a -3,724a ,000 ,000
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18
Sig. ,001 ,002 ,272 ,981
233
Lampiran 17 Data Hasil Pengamatan Skor Kelelahan Nelayan Pukat Cincin di Perairan Amurang Kecamatan Minahasa Selatan. (a) Sebelum Aktivitas Kerja. Hari I: I 14 13 15 14 14 17 16 14 16 10 10 15 12 10 14 13 14 10
TIN II 15 15 17 15 16 14 16 15 15 12 11 14 15 12 12 15 16 13
III 14 12 14 16 17 14 17 14 15 11 11 11 11 13 11 17 12 11
I 15 13 16 16 15 14 16 15 14 15 14 17 10 10 10 13 14 14
DIN II 15 15 15 16 17 18 16 13 16 15 13 11 15 10 15 15 15 12
Hari II: III 14 14 15 16 16 15 15 14 17 15 20 18 15 10 10 16 15 13
Total TIN DIN 43 44 40 42 46 46 45 48 47 48 45 47 49 47 43 42 46 47 33 45 32 47 40 46 38 40 35 30 37 35 45 44 42 44 34 39
I 21 23 23 22 24 22 24 23 20 20 21 20 23 23 24 21 21 21
TIN II 24 23 25 26 25 24 25 25 22 22 23 23 20 23 26 23 20 21
III 22 22 24 23 25 23 24 23 23 23 23 24 23 22 23 23 22 25
I 24 23 22 23 23 23 21 23 22 23 22 22 23 22 21 22 20 23
DIN II 25 22 24 23 25 24 22 21 22 27 22 24 24 21 22 21 23 25
Hari III: III 21 23 21 22 25 23 25 26 24 23 23 21 21 24 23 21 23 23
Total TIN DIN 67 70 68 68 72 67 71 68 74 73 69 70 73 68 71 70 65 68 65 73 67 67 67 67 66 68 68 67 73 66 67 64 63 66 67 71
I 14 15 15 15 16 16 18 17 14 15 14 14 17 16 18 13 15 16
TIN II 23 24 25 24 25 24 25 22 24 22 25 24 25 24 24 22 23 22
III 13 12 17 15 14 17 13 17 15 15 16 15 16 16 16 14 11 14
Keterangan: TIN atau TI = Tanpa intervensi; DIN atau DI = Dengan Intervensi.
I 15 13 13 15 15 15 15 16 15 16 17 18 14 15 14 14 16 15
DIN II 24 25 23 20 23 23 26 29 22 22 24 24 23 25 24 24 20 27
Hari IV: III 15 14 16 15 16 15 14 15 16 15 15 15 15 15 14 16 15 15
Total TIN DIN 50 54 51 52 57 52 54 50 55 54 57 53 56 55 56 60 53 53 52 53 55 56 53 57 58 52 56 55 58 52 49 54 49 51 52 57
I 27 27 24 21 22 22 22 24 22 27 24 23 21 22 25 24 27 24
TIN II 24 25 24 25 24 24 23 24 24 25 26 26 24 26 23 22 22 25
III 24 22 24 23 27 26 25 23 23 22 22 22 24 25 26 23 26 24
I 25 27 25 23 23 26 26 24 26 23 25 24 26 29 26 28 21 24
DIN II 24 23 23 26 23 24 26 26 25 25 27 25 24 30 24 25 21 26
III 25 25 25 25 22 23 26 22 24 26 24 26 26 30 24 23 20 26
Total TIN DIN 75 74 74 75 72 73 69 74 73 68 72 73 70 78 71 72 69 75 74 74 72 76 71 75 69 76 73 89 74 74 69 76 75 62 73 76
234
(b) Total Sebelum Aktivitas Kerja. Rerata I
II 19,00 19,50 19,25 18,00 19,00 19,25 20,00 19,50 18,00 18,00 17,25 18,00 18,25 17,75 20,25 17,75 19,25 17,75
TIN III 21,50 21,75 22,75 22,50 22,50 21,50 22,25 21,50 21,25 20,25 21,25 21,75 21,00 21,25 21,25 20,50 20,25 20,25
Total 18,25 17,00 19,75 19,25 20,75 20,00 19,75 19,25 19,00 17,75 18,00 18,00 18,50 19,00 19,00 19,25 17,75 18,50
I 58,75 58,25 61,75 59,75 62,25 60,75 62,00 60,25 58,25 56,00 56,50 57,75 57,75 58,00 60,50 57,50 57,25 56,50
II 22,00 21,25 21,25 21,25 22,00 22,25 22,50 22,25 21,25 22,25 21,50 21,00 21,50 21,50 21,25 21,25 19,75 22,50
Keterangan: TIN atau TI = Tanpa intervensi; DIN atau DI = Dengan Intervensi.
DIN III 18,75 19,00 19,25 19,50 19,75 19,00 20,00 19,25 20,25 19,75 20,50 20,00 19,25 19,75 17,75 19,00 18,25 19,25
Total 58,75 58,25 61,75 59,75 62,25 60,75 62,00 60,25 58,25 56,00 56,50 57,75 57,75 58,00 60,50 57,50 57,25 56,50
60,50 59,25 59,50 60,00 60,75 60,75 62,00 61,00 60,75 61,25 61,50 61,25 59,00 60,25 56,75 59,50 55,75 60,75
235
(c) Setelah Aktivitas Kerja. Hari I: TIN
Hari II:
DIN
Total
I
II
III
I
II
III
TIN
41
35
39
31
32
32
115
40
41
39
36
37
37
120
41
37
40
38
39
38
118
41
36
38
31
32
31
39
36
40
37
38
35
45
44
46
42
41
45
42
45
41
40
31
35
36
42
40
43
39
31
33
39
31
43 45
TIN
DIN
Hari III:
DIN
Total
I
II
III
I
II
III
TIN
95
40
31
34
27
32
33
105
110
38
31
34
37
31
32
103
115
39
31
36
37
32
33
106
115
94
40
31
34
35
35
31
115
110
38
31
34
36
31
33
42
135
125
39
31
34
27
30
41
42
132
124
40
31
34
40
36
27
106
99
40
31
35
41
36
38
41
125
115
38
31
34
32
33
33
103
98
39
31
33
33
34
33
33
103
100
37
31
37
40
35
34
31
120
100
39
45
45
33
31
32
135
96
39
40
31
36
37
34
35
107
106
40
31
34
38
32
33
105
39
31
34
35
33
36
104
40
31
34
35
34
37
40
31
34
33
30
35
TIN
DIN
Hari IV:
DIN
Total
TIN
DIN
Total
I
II
III
I
II
III
TIN
DIN
I
II
III
I
II
III
TIN
DIN
92
41
42
43
37
41
35
126
113
47
42
43
48
42
36
132
126
100
39
38
38
36
37
39
115
112
43
42
44
44
42
38
129
124
102
41
42
43
39
30
38
126
107
44
42
45
43
39
39
131
121
105
101
41
38
40
40
40
39
119
119
44
42
46
33
42
43
132
118
103
100
38
45
40
41
35
39
123
115
43
40
46
40
39
45
129
124
32
104
89
42
37
41
40
40
32
120
112
44
43
45
41
36
44
132
121
31
35
105
106
40
42
41
40
35
36
123
111
46
38
48
41
36
46
132
123
32
34
106
107
41
35
40
35
42
37
116
114
45
46
44
42
34
43
135
119
35
31
35
103
101
40
44
41
35
39
35
125
109
44
38
48
38
40
48
130
126
35
33
32
103
100
39
37
34
33
40
37
110
110
44
44
42
40
36
43
130
119
33
37
31
33
101
101
41
40
42
38
37
36
123
111
44
43
43
39
34
40
130
113
31
34
34
33
32
104
99
40
38
36
36
32
39
114
107
46
41
43
40
37
41
130
118
31
34
38
32
35
104
105
40
38
40
43
25
36
118
104
44
42
43
44
43
40
129
127
40
31
36
35
33
34
107
102
42
40
40
29
36
34
122
99
48
43
45
36
40
44
136
120
103
40
31
34
37
33
34
105
104
41
37
39
30
37
30
117
97
47
39
43
43
38
42
129
123
104
39
31
34
34
31
29
104
94
40
41
44
38
33
33
125
104
45
43
44
42
37
43
132
122
105
106
40
31
34
35
31
28
105
94
43
39
37
40
38
35
119
113
46
43
40
48
38
42
129
128
105
98
40
31
34
28
33
34
105
95
40
40
41
41
29
43
121
113
44
38
43
45
41
43
125
129
236
(d) Total Setelah Aktivitas Kerja Rerata TIN I
II
DIN
III
Total
I
II
III
Total
42,25
37,50
39,75
119,50
36,75
34,00
119,50
106,50
40,00
38,00
38,75
116,75
36,75
36,50
116,75
111,50
41,25
38,00
41,00
120,25
35,00
37,00
120,25
111,25
41,50
36,75
39,50
117,75
37,25
36,00
117,75
108,00
39,50
38,00
40,00
117,50
35,75
38,00
117,50
112,25
42,50
38,75
41,50
122,75
36,75
37,50
122,75
111,75
42,75
38,25
42,00
123,00
35,75
39,75
123,00
116,00
41,50
35,75
38,50
115,75
36,00
35,25
115,75
109,75
41,00
38,25
41,50
120,75
37,00
39,75
120,75
112,75
40,25
35,75
35,50
111,50
35,50
36,25
111,50
106,75
40,25
36,25
37,75
114,25
33,75
35,50
114,25
106,25
42,00
36,75
38,25
117,00
34,00
35,75
117,00
106,00
42,00
39,00
40,50
121,50
32,75
35,75
121,50
108,00
42,50
36,25
39,25
118,00
35,75
36,75
118,00
106,75
42,00
34,50
37,50
114,00
35,00
34,75
114,00
106,75
40,75
36,50
39,00
116,25
33,50
35,25
116,25
106,00
42,25
36,00
36,25
114,50
35,25
35,50
114,50
110,25
41,00
35,00
38,00
114,00
33,25
38,75
114,00
108,75
237
Lampiran 18 Hasil Uji Normalitas Data Skor Kelelahan Sebelum Aktivitas Kerja pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
I_TIN II_TIN III_TIN TOT_TIN I_DIN II_DIN III_DIN TOT_DIN
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,213 18 ,030 ,144 18 ,200* ,132 18 ,200* ,180 18 ,129 ,200 18 ,056 ,140 18 ,200* ,180 18 ,129 ,174 18 ,156
Statistic ,922 ,935 ,982 ,933 ,881 ,963 ,933 ,842
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,140 ,236 ,968 ,220 ,027 ,668 ,220 ,006
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 19 Hasil Uji Beda Rerata Skor Kelelahan Kategori Aktivitas Melemah dan Skor Total Sebelum Aktivitas Kerja Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Uji-t Paired Samples Test Pair 1
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
t df Sig. (2-tailed)
(b) Uji-Wilcoxon Test Statistics
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
b
I_DIN - I_TIN -3,730a ,000
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
TOT_DIN TOT_TIN -1,785a ,074
II_TIN - II_DIN 2,05556 ,90568 ,21347 1,60517 2,50594 9,629 17 ,000
Pair 2 III_TIN III_DIN -40,05556 1,37080 ,32310 -40,73724 -39,37387 -123,973 17 ,000
238
Lampiran 20 Hasil Uji Normalitas Data Selisih Skor Kelelahan Setelah dan Sebelum Aktivitas Kerja pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
I_I_TI I_II_TI I_III_TI I_I_DI I_II_DI I_III_DI I_T_TI I_T_DI II_I_TI II_IITI II_III_TI II_I_DI II_II_DI II_III_DI II_T_TI II_T_DI III_I_TI III_II_TI III_III_TI III_I_DI III_II_DI III_III_DI III_T_TI III_T_DI IV_I_TI IV_IITI IV_III_TI IV_I_DI IV_II_DI IV_III_DI IV_T_TI IV_T_DI R_I_TI R_II_TI R_III_TI R_I_DI R_II_DI R_III_DI R_T_TI R_T_DI
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,184 18 ,108 ,223 18 ,018 ,224 18 ,017 ,135 18 ,200* ,170 18 ,183 ,158 18 ,200* ,240 18 ,007 ,125 18 ,200* ,164 18 ,200* ,151 18 ,200* ,167 18 ,200* ,283 18 ,000 ,176 18 ,147 ,125 18 ,200* ,147 18 ,200* ,170 18 ,181 ,253 18 ,004 ,164 18 ,200* ,167 18 ,197 ,167 18 ,198 ,156 18 ,200* ,121 18 ,200* ,107 18 ,200* ,130 18 ,200* ,155 18 ,200* ,123 18 ,200* ,197 18 ,063 ,199 18 ,057 ,137 18 ,200* ,122 18 ,200* ,111 18 ,200* ,145 18 ,200* ,201 18 ,053 ,127 18 ,200* ,134 18 ,200* ,096 18 ,200* ,134 18 ,200* ,115 18 ,200* ,134 18 ,200* ,136 18 ,200*
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Statistic ,889 ,912 ,938 ,957 ,919 ,934 ,929 ,954 ,904 ,934 ,920 ,861 ,930 ,958 ,957 ,930 ,914 ,900 ,951 ,948 ,939 ,974 ,955 ,968 ,967 ,970 ,939 ,958 ,955 ,968 ,956 ,942 ,934 ,980 ,956 ,983 ,946 ,961 ,949 ,946
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,038 ,095 ,268 ,545 ,123 ,227 ,184 ,491 ,068 ,232 ,131 ,013 ,197 ,562 ,537 ,197 ,100 ,057 ,434 ,400 ,280 ,873 ,504 ,758 ,747 ,805 ,283 ,557 ,501 ,753 ,521 ,313 ,231 ,946 ,518 ,974 ,361 ,623 ,405 ,365
239
Lampiran 21 Hasil Uji Beda Rerata Selisih Skor Kelelahan Semua Kategori Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Periode I Paired Samples Test
I_III_TI - I_ III_DI
I_T_TI - I_ T_DI
6,056 4,221 ,995 3,956 8,155 6,086 17 ,000
,944 4,881 1,150 -1,483 3,372 ,821 17 ,423
4,722 5,421 1,278 2,026 7,418 3,696 17 ,002
11,722 11,380 2,682 6,063 17,381 4,370 17 ,000
Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
II_III_TI - II_ III_DI
II_T_TI - II_ T_DI
t df Sig. (2-tailed)
I_II_TI - I_ II_DI
Lower Upper
Pair 4
II_IITI - II_ II_DI
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 3
I_I_TI - I_ I_DI Paired Differences
Pair 2
II_I_TI - II_ I_DI
Pair 1
4,611 5,315 1,253 1,968 7,254 3,681 17 ,002
-1,111 3,027 ,713 -2,616 ,394 -1,557 17 ,138
1,167 2,407 ,567 -,030 2,364 2,056 17 ,055
4,667 7,029 1,657 1,171 8,162 2,817 17 ,012
(b) Periode II Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
240
(c) Periode III Paired Samples Test
t df Sig. (2-tailed)
III_T_TI III_T_DI
Lower Upper
Pair 4
III_III_TI III_III_DI
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
Pair 3
III_II_TI - III_ II_DI
Paired Differences
Pair 2
III_I_TI - III_ I_DI
Pair 1
2,833 4,706 1,109 ,493 5,174 2,554 17 ,021
3,778 5,917 1,395 ,836 6,720 2,709 17 ,015
4,000 4,243 1,000 1,890 6,110 4,000 17 ,001
10,611 7,326 1,727 6,968 14,254 6,146 17 ,000
Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
(d) Periode IV
IV_T_TI IV_T_DI
Lower Upper
IV_III_TI IV_III_DI
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
IV_IITI - IV_ II_DI
Paired Differences
IV_I_TI - IV_ I_DI
Paired Samples Test
4,667 6,212 1,464 1,578 7,756 3,187 17 ,005
3,667 4,640 1,094 1,359 5,974 3,353 17 ,004
2,556 4,422 1,042 ,356 4,755 2,452 17 ,025
10,889 9,773 2,304 6,029 15,749 4,727 17 ,000
241
(e) Rerata empat periode
Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interva Lower of the Difference Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
R_I_TI - R_ I_DI
R_II_TI - R_ II_DI
R_III_TI R_III_DI
R_T_TI R_T_DI
Paired Samples Test
-35,87500 -2,65278 6,58333 -31,94444 2,32197 2,11462 1,87671 2,35702 ,54729 ,49842 ,44235 ,55556 -37,02969 -3,70435 5,65006 -33,11656 -34,72031 -1,60120 7,51660 -30,77232 -65,550 -5,322 14,883 -57,500 17 17 17 17 ,000 ,000 ,000 ,000
242
Lampiran 22 Data Hasil Pengamatan Skor Keluhan Muskuloskeletal Nelayan Pukat Cincin di Perairan Amurang Kecamatan Minahasa Selatan Periode Tanpa Intervensi (TI) I Seb
II Ses
Seb
III Ses
IV
Seb
Ses
Seb
Ses
Periode Dengan Intervensi (DI) Rerata Seb
Rerata Ses
I
II
Seb
Ses
Seb
III Ses
Seb
IV Ses
Seb
Ses
Rerata Seb
Rerata Ses
43
63
49
83
42
84
45
88
44,75
79,50
28
68
44
66
28
68
28
75
32,00
69,25
45
87
42
87
41
87
45
87
43,25
87,00
56
85
45
89
56
92
43
92
50,00
89,50
41
84
42
90
43
93
47
92
43,25
89,75
40
80
40
84
42
85
40
87
40,50
84,00
42
98
41
98
41
98
42
102
41,50
99,00
40
45
41
100
40
94
40
101
40,25
85,00
45
63
43
86
42
85
42
84
43,00
79,50
42
73
46
80
41
87
42
43
42,75
70,75
39
69
41
85
41
85
39
82
40,00
80,25
43
71
41
82
41
91
45
42
42,50
71,50
45
79
42
93
43
92
42
94
43,00
89,50
42
71
41
86
42
70
41
41
41,50
67,00
44
80
41
94
39
93
42
90
41,50
89,25
42
42
42
79
42
91
42
42
42,00
63,50
42
79
43
103
42
91
42
95
42,25
92,00
43
73
44
101
41
73
43
43
42,75
72,50
43
104
43
96
42
96
43
100
42,75
99,00
42
98
44
98
42
100
42
88
42,50
96,00
41
51
41
87
41
92
44
94
41,75
81,00
43
54
42
60
42
96
44
89
42,75
74,75
42
82
42
81
42
82
43
82
42,25
81,75
42
73
45
80
44
92
42
88
43,25
83,25
42
82
45
93
41
97
43
92
42,75
91,00
38
80
43
95
45
80
43
93
42,25
87,00
45
84
42
84
42
86
43
84
43,00
84,50
35
35
42
77
43
58
42
90
40,50
65,00
42
105
42
101
41
98
42
105
41,75
102,25
56
56
45
90
48
49
45
94
48,50
72,25
44
97
42
97
42
98
43
97
42,75
97,25
42
42
42
77
41
64
42
91
41,75
68,50
44
98
41
98
42
96
42
98
42,25
97,50
51
51
44
74
44
72
41
103
45,00
75,00
42
39
42
96
44
86
43
89
42,75
77,50
28
56
42
95
42
87
39
93
37,75
82,75
Lampiran 23 Hasil Uji Normalitas Data Skor Keluhan Muskuloskeletal Sebelum Aktivitas Kerja pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
I_TIN III_TIN V_TIN VII_TIN IX_TIN I_DIN III_DIN V_DIN VII_DIN IX_DIN
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,189 18 ,088 ,314 18 ,000 ,231 18 ,012 ,251 18 ,004 ,166 18 ,200* ,271 18 ,001 ,207 18 ,040 ,278 18 ,001 ,248 18 ,005 ,218 18 ,023
Statistic ,912 ,665 ,886 ,875 ,930 ,877 ,936 ,770 ,667 ,881
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,094 ,000 ,033 ,022 ,192 ,023 ,243 ,001 ,000 ,027
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 24 Hasil Uji Beda Rerata Skor Keluhan Muskuloskeletal Sebelum Aktivitas Kerja Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. Test Statisticsc
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
I_DIN - I_TIN -,807a ,420
III_DIN VII_DIN - IX_DIN V_DIN - V_TIN VII_TIN III_TIN IX_TIN -1,168b -,840b -1,687a -,240a ,243 ,401 ,092 ,810
a. Based on positive ranks. b. Based on negative ranks. c. Wilcoxon Signed Ranks Test
243
244
Lampiran 25 Hasil Uji Normalitas Data Skor Keluhan Muskuloskeletal Setelah Aktivitas Kerja pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
II_TIN IV_TIN VI_TIN VIII_TIN X_TIN II_DIN IV_DIN VI_DIN VIII_DIN X_DIN
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,195 18 ,069 ,154 18 ,200* ,159 18 ,200* ,100 18 ,200* ,146 18 ,200* ,157 18 ,200* ,109 18 ,200* ,178 18 ,138 ,325 18 ,000 ,176 18 ,145
Statistic ,939 ,954 ,905 ,968 ,931 ,961 ,964 ,928 ,755 ,939
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,279 ,490 ,071 ,761 ,203 ,618 ,681 ,177 ,000 ,276
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 26 Hasil Uji Beda Rerata Skor Keluhan Muskuloskeletal Setelah Aktivitas Kerja pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Dengan uji-t Paired Samples Test Pair 1
Paired DifferencMean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence InteLower of the Difference Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 2 Pair 3 Pair 4 IV_TIN - VI_TIN I_TIN - II_DINIV_DIN VI_DINX_TIN - X_DIN 16,167 7,722 10,556 12,222 24,558 9,291 16,354 11,011 5,788 2,190 3,855 2,595 3,954 3,102 2,423 6,747 28,379 12,343 18,688 17,698 2,793 3,526 2,738 4,709 17 17 17 17 ,012 ,003 ,014 ,000
245
(b) Dengan uji-Wilcoxon Test Statisticsb
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
VIII_DIN VIII_TIN -2,269a ,023
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Lampiran 27 Data Hasil Pengamatan Skor Kesejahteraan Nelayan Pukat Cincin di Perairan Amurang Kecamatan Minahasa Selatan I TI
II DI
56 56 54 56 52 52 42 47 53 58 46 45 47 51 50 55 49 46
TI 54 55 54 55 54 56 49 51 50 55 55 48 50 52 56 54 55 56
DI 48 49 52 48 49 48 46 46 47 46 51 47 48 49 46 52 32 51
47 51 50 52 50 51 49 48 48 50 52 51 51 51 52 51 52 53
Periode Pengamatan III IV TI DI TI DI 48 54 45 50 52 47 47 49 47 52 50 53 49 52 44 51 52 47 53 51 45 49 50 50 52 51 52 48 51 53 53 52 51 50 53 49 38 51 49 42 51 45 45 50 27 50 53 36 36 55 25 56 55 26
V TI 52 52 51 52 48 49 48 48 53 54 52 48 47 46 49 52 54 52
DI 49,25 50,50 50,00 52,25 48,50 49,50 46,50 48,00 51,00 51,25 50,25 47,75 45,50 46,75 42,00 48,25 35,50 44,75
51,75 52,50 51,00 52,25 51,00 52,00 49,25 49,25 50,50 52,50 52,75 50,00 49,75 50,00 51,75 52,50 54,00 54,00
246
Lampiran 28 Hasil Uji Normalitas Data Skor Kesejahteraan pada Periode Tanpa Intervensi dan Periode dengan Intervensi. Tests of Normality a
I_TIN I_DIN II_TIN II_DIN III_TIN III_DIN IV_TIN IV_DIN I_IV_TIN I_IV_DIN
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,310 18 ,000 ,232 18 ,011 ,201 18 ,053 ,176 18 ,144 ,280 18 ,001 ,240 18 ,007 ,131 18 ,200* ,277 18 ,001 ,178 18 ,137 ,126 18 ,200*
Statistic ,688 ,915 ,897 ,934 ,797 ,904 ,958 ,855 ,840 ,946
Shapiro-Wilk df 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Sig. ,000 ,106 ,051 ,230 ,001 ,068 ,564 ,010 ,006 ,359
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 29 Hasil Uji Beda Rerata Skor Kesejahteraan Periode Tanpa Intervensi dan Periode Dengan Intervensi. (a) Uji-Wilcoxon Test Statisticsb
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
I_DIN - I_TIN -3,132a ,002
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
III_DIN III_TIN -2,735a ,006
IV_DIN I_IV_DIN IV_TIN I_IV_TIN -2,208a -3,580a ,027 ,000
247
(b) Uji-t Paired Samples Test
Paired Differences
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference
t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 II_TIN - II_DIN -3,500 5,469 1,289 Lower Upper
-6,220 -,780 -2,715 17 ,015
248
Lampiran 30
ALAT-ALAT UKUR PENELITIAN DAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Gambar 1 Sound Level Meter
Gambar 2 Alat ukur mikroklimat
Gambar 4 Stop Watch
Gambar 5 Anthropometer
Gambar 7 Jacket
Gambar 8 Sarung tangan
Gambar 10 Papan
Gambar 3 Timbangan badan
Gambar 6 Digital Camera
Gambar 9 Topi
249
Lampiran 31
FOTO-FOTO HASIL PENELITIAN SEBELUM DAN SESUDAH INTERVENSI ERGONOMI Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
KM Cristos sebagai kapal penangkap pukat cincin untuk penelitian
Setelah tiba di lokasi penelitian tim peneliti memberikan arahan dan penjelasan
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Subjek sedang memikul es balok ke bawa ke KM Cristos
Subjek sedang mendengar arahan dan penjelasan dari tim peneliti
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Es balok akan diisi kedalam bak penampung KM Cristos
Subjek menerima dan mengisi kuesioner NBM, 30 items of rating scales
250
Sebelum Intervensi
Dengan Intervansi
Perjalanan menuju ke lokasi penelitian dengan menggunakan 4 motor temple Yamaha
Subjek menerima dan mengisi kuesioner kesejahteraan nelayan oleh peneliti
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Salah satu rumpon milik KM Cristos
Subjek menerima penjelasan tentang cara-cara memasukan tali cincin ke katrol
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Tiba di lokasi penelitian seorang subjek sedang mengikat tali kapal di rumpon
Subjek menerima penjelasan tentang cara-cara penarikan tali pelampung
251
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Tim peneliti sedang mengatur pola makan dan minum subjek
Aktifitas penangkapan penawuran jaring oleh subjek
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Pengaturan pembagian makanan dan minuman
Aktifitas penangkapan penawuran tali cincin
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Nelayan sedang menikmati makanan dan minuman
Proses penawuran isi perut jaring
252
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
2 orang subjek sedang menikmati makanan dan minuman yang diatur oleh tim peneliti
Aktifitas penangkapan penawuran tali cincin
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Subjek yang lain sedang menjurai jaring yang lobang
Aktifitas penangkapan penawuran tali pelampung oleh subjek
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Subjek yang lain sedang asik mengkail ikan tenggiri di dekat rumpon
Proses penangkapan kapal mengelilingi rumpon
253
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Peneliti sedang memeriksa persediaan air dan alat tangkap pukat cincin
Posisi rumpon di tengah-tengah lingkaran pukat cincin
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Persiapan penangkapan dengan alat pukat cincin
Penarikan tali pelampung dengan sikap kerja duduk
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Proses penangkapan penawuran jaring
Penarikan tali cincin dengan menggunakan katrol
254
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Proses penangkapan penawuran tali timah dan cincin
Penggunaan alat kerja katrol
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Proses penangkapan penawuran tali pelampung
Posisi penariksn pukat cincin sedang merapat
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Proses penarikan isi perut jaring
Hasil penangkapan pukat cincin dengan intervensi ergonomi
255
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Proses penarikan tali pelampung
Subjek sedang mengangkat hasil tangkapan
Sebelum Intervensi
Sebelum Intervensi
Proses penarikan tali cincin dengan sikap kerja berdiri kaki sebagai bantalan penahan
Penarikan pukat cincin sudah dekat
Sebelum Intervensi
Sebelum Intervensi
Penarikan pukat cincin sudah dekat dan hasil tangkapan sudah kelihatan
Subjek sedang mengangkat hasil tanggapan dari jaring
256
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Hasil tangkapan akan dimasukan kedalam bak penampung
Mengangkat hasil tangkapan dari jaring
Sebelum Intervensi
Sebelum Intervensi
Tiba di pelabuhan pendaratan ikan nelayan sedang mengangkat hasil tangkapan dari dalam bak
Selesai penangkapan nelayan mengangkat daun lontar sebagai tempat berkumpulnya ikan
Sebelum Intervensi
Dengan Intervensi
Kapal penangkap kembali pulang menggunakan 4 motor pendorong
Kapal penangkap kembali pulang menuju pelabuhan pendaratan ikan