BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seiring dengan permintaan yang meningkat, maka wajar jika harga-harga kebutuhan pokok melonjak jauh, sebagai contoh di bulan Ramadhan terlihat sekali betapa konsumtifnya masyarakat kita. Terutama untuk membelanjakan bahan kebutuhan pokok (pangan). Kenyataan di lapangan walaupun harga kebutuhan pokok naik ternyata tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli. Meningktanya permintaan akan kebutuhan pokok terutama pangan terkadang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab untuk memperoleh keuntunngan dalam jumlah besar secara instan. Salah satunya adalah menjual bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Hampir setiap Ramadhan datang kita dihadapkan pada temuan seperti penjualan daging sapi “glongongan”. Maraknya peredaran daging glongongan di bulan Ramadhan, terlebih saat lebaran, bukanlah hal baru, selalu terjadi setiap tahun. Hal ini karena setiap Ramadhan, pedagang memanfaatkan kesempatan dikala harga daging melonjak naik. Di beberapa tempat, harga daging naik menjadi Rp. 60.000,-/kg bahkan ada yang mencapai Rp. 65.000,-/kg. kenaikan harga daging terjadi sebagai akibat dari meningkatnya permintaan daging sedangkan pasokan tidak bertambah. Menurut Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, persediaan daging sapi defisit akibat permintaan daging yang melebihi kemampuan penyediaan yang hanya sebesar 54.585 ton. Di tengah tingginya harga daging, beberapa kalangan
Universitas Sumatera Utara
menganggap keberadaan daging sapi glonggongan yang dijual murah, sebagai solusi. 4 Dari segi kesehatan, dapat dipastikan bila daging sapi glonggongan itu akan mengganggu kesehatan.Dikarenakan daging sapi glonggongan mudah membusuk karena telah terkontaminasi bakteri, yang bisa menyeBabkan aneka penyakit. Yang lebih mengkhawatirkan dari segi agama, karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengharamkan daging sapi glonggongan diperjual belikan dikarenakan keberadaan perdagangan ragam daging sapi glonggongan secara nyata membuka peluang bagi konsumen untuk mengkonsumsi makanan haram. Fatwa haram ini di dasari oleh adanya perlakuan salah terhadap sapi yang akan dijual. Untuk mendapatkan daging sapi glonggongan, maka sapi hidup yang akan di potong diberi minum sebanyak satu drum air atau sekitar 100 liter, yang disalurkan melalui selang kemulutnya. Tindakan ini dilakukan sampai sapi sudah tidak berdaya kemudian mati. Penyiksaan ini umumnya berlangsung selama enam jam. Setelah sapi mati baru dipotong. Penyiksaan ini bertujuan agar berat badan sapi bertambah, sehingga akan menambah keuntungan. Selain itu juga didasari oleh adanya unsur penipuan dalam penjualan. Tindakan tegas, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging sapi glonggongan. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging sapi glonggongan maka semua mata rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen. Karena posisis konsumen yang lemah 4
http://gokvina.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-etika-bisnis-html/ Contoh Etika Bisnis,
hal 1
Universitas Sumatera Utara
maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (Pengayoman) kepad masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. 5 Selain itu diperlukan kesediaan semua pihak untuk mencegah agar tidak membanjirnya daging sapi glonggongan didalam masyarakat. Ironinya, justru hal inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang
yang menjual daging sapi
glonggongan. paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. Padahal, sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada Pasal 4(c) diungkapkan bila menjadi hak konsumen untuk mengetahui informasi kualitas produk secara jujur. Di Pasal 8 dan 9 diulas perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Bahkan di Pasal 62, dijelaskan bila pelaku usaha yang melanggar bisa dikenai pidana denda hingga 2 milyar rupiah serta sanksi pidana kurungan paling lama 5 tahun. Pemerintah juga bisa mengacu pada Undang-undang No.6 Tahun 1967 tentang pokok kesehatan. Yang pasti, pada pelaku perdagangan daging bermasalah bisa dikenakan PasalPasal pidana yang diatur dalam Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP), khususnya dengan Pasal pidana penipuan. Apalagi saat ini sudah banyak Pemerintah Daerah yang mempunyai peraturan daerah (Perda) terkait perdagangan daging bermasalah. Kota Semarang misalnya mempunyai Perda No. 6/2007 tentang Kesehatan Hewan dan Kesehatan 5
AZ. Nasution, Tujuan dan Hukum: Tinjauan social, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakata;Pustaka Sinar Harapan,1995,hal 71
Universitas Sumatera Utara
Veteriner. Di Peraturan daerah tersebut pedagang daging bermasalah diancam hukuman denda maksimal Rp. 5.000.000,- dan penjara selama lima tahun. Di Kab. Bantul ada Perda No.9 tahun 2000. Langkah tegas Pemerintah harus di ikuti dengan kemauan untuk melakukan koordinasi antar kota/kabupaten, karena bisa jadi daging bermasalah tersebut berasal dari luar daerahnya. Koordinasi juga harus dilakukan antara aparat Kepolisian, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pemerintah harus sering mengadakan pengawasan secara rutin, tidak hanya menjelang dan saat bulan Ramadhan. Juga tidak harus menunggu adanya pengaduan dari masyarakat. Ditambah lagi pengawasan harus dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan (RUMAH POTONG HEWAN (RPH)) baik yang dikelola pemeritah maupun swasta hingga ke pedagang di pasar. Selain itu, pemerintah harus gencar menyosialisasikan kepada konsumen akan ciri-ciri dari daging bermasalah, baik di media massa maupun dengan menempelkan selebaran di pasar-pasar. Konsumen juga harus hati-hati dan jeli saat membeli daging. Dikarenakan daging glongongan yang beredar di masyarakat pada saat ini sangat banyak dan sangat sulit untuk dibedakan dengan daging aslinya baik dari segi aroma, warna, maupun bentuk seratnya selain itu partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan apabila mengetahui ada pedagang yang menjual daging dibawah harga normal, patut diduga telah menjual daging sapi glonggongan, sehingga harus segera dilaporkan kepihak berwenang. 6
6
http://gokvina.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-etika-bisnis-html/,Op.Cit, hal 2
Universitas Sumatera Utara
B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah peranan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai Pejabat pegawai negri sipil dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan ? 2. Apakah yang menjadi Faktor dan dampak dari penjualan daging sapi glonggongan terkait dengan perlindungan konsumem? 3. Bagaimanakah upaya penanggulangan penjulan daging sapi glonggongan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian dari skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sejauh mana peranan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai Pejabat pegawai negri sipil dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan 2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Faktor dan dampak dari penjualan daging sapi glonggongan terkait dengan perlindungan konsumem 3. Untuk mengetahui
bagaimanakah upaya penanggulangan penjulan
daging sapi glonggongan di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2.Manfaat Penelitian Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dikemukakan di atas, maka penelitian skripsi ini juga bermanfaat untuk : 1. Manfaat Secara Teoritis Dapat memberikan informasi, baik kepada kalangan akademis maupun kalangan masyarakat terutama di wilayah hukum kotamadya Medan tentang hal-hal yang berhubungan dengan daging sapi glonggongan, mulai dari peranan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai pejabat pegawai negri sipil dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan, faktor dan dampak dari penjualan daging sapi glonggongan terkait dengan perlindungan konsumen serta upaya penanggulangan penjualan daging sapi glonggongan. 2. Manfaat Secara Praktis Sebagai pedoman dalam membantu para penegak hukum untuk melakukan pemberantasan penjualan daging sapi glonggongan, agar masyarakat termasuk di kotamadya Medan menjadi lebih sadar untuk melaporkan apabila menemukan penjualan daging sapi glonggongan serta agar dapat meningkatkan kerja sama antara pihak Kepolisian dengan Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan dalam
rangka
mengupayakan
penegakan hukum terhadap penjualan daging sapi glonggongan di pasar tradisional.
Universitas Sumatera Utara
D.Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penjualan Daging Sapi Glonggongan di Pasar Tradisional Dalam Aspek Hukum Pidana“ adalah berdasarkan hasil buah pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum ada yang membuatnya, jikalau memang ada, penulis yakin sudut pembahasannya pasti berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E.Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Daging Sapi Glonggongan Di Indonesia, bulan Ramadhan dikaitkan dengan kesempatan pemenuhan kebutuhan pangan yang lebih istimewa. Setiap sahur dan berbuka biasanya tersedia makanan dan minuman yang khusus, bukan yang biasa dinikmati seharihari. Konsumsi daging sapi demikian juga, apalagi masakan dari sapi seperti rendang dapat disimpan dan tahan lama, namun sayangnya daging sapi tidaklah murah. Sejak tahun 1999, disaat bulan puasa dan hari raya tatkala permintaan daging sapi sangat meningkat, biasanya akan muncul akal-akalan dari para pedagang daging untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Kasus ini kembali muncul belakangan ini terutama di pasar tradisional. Para pembeli biasanya tidak jeli dan teliti mengamati mutu daging sapi yang dibelilnya, contohnya di Bekasi, Yogyakarta, Bogor dan beberapa pasar tradisional di berbagai daerah terungkap penipuan daging sapi glonggongan mulanya berasal dari Boyolali, Jawa Tengah.
Universitas Sumatera Utara
Adapun pengertian dari daging sapi glonggongan itu sendiri yaitu merupakan upaya paksa pemberian minum kepada sapi sebelum di potong dengan memberikan minum sebanyak-banyaknya sehingga berat badan sapi menjadi membengkak dan otomatis bobot sapi bertambah secara drastis. Jika bobot daging meningkat, maka perolehan keuntungan produsen dapat menjadi tinggi. Mengamati hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsumenlah yang dirugikan. Bobot daging yang perlahan tetapi pasti akan menyusut bobotnya selang beberapa jam kemudian karena airnya keluar. Konsumen juga ditipu, karena mereka mendapatkan daging yang bobotnya tidak sesuai dengan harga sebagaimana mestinya. Konsumen juga sering dihadapkan pada posisi yang lemah yang diseBabkan kuatnya posisi produsen (pelaku usaha).Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa lemahnya posisi konsumen diseBabkan kuatnya posisi produsen (pelaku usaha). Konsumen hanya menerima dan menikmati produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Pada umumnya, konsumen adalah masyarakat berekonomi lemah dan tidak memiliki banyak pilihan kecuali hanya menikmati barang/jasa yang diproduksi pelaku usaha. Sementara itu, pelaku usaha lebih tahu persis keadaan, kondisi dan kualitas barang yang dihasilkan. Dan, pelaku usaha memiliki keleluasaan untuk menentukan segala macam kepentingannya. Konsumen terbatas jangkauan pengetahuannya atas informasi tentang sifat dan mutu barang-barang kebutuhan yang diperlukan. 7
7
Happy Susanto.Hak-hak konsumen jika dirugikan, Jakarta Selatan : visimedia, 2008, hal.30
Universitas Sumatera Utara
Padahal, konsumen sangat bergantung pada informasi yang diberikan pelaku usaha. Dengan tidak adanya informasi yang memadai, konsumen pada akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menerima dan sebagai objek yang pasif.
2. Ciri-Ciri Daging sapi glonggongan Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditenggarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar pelaku usaha. 8 Namun dalam prakteknya sering kali konsumen sebagai pemakai barang dan jasa dirugikan oleh perilaku pelaku usaha yang nakal. Karena ketidaktahuan dan ketidaksadaran konsumen akan hak-haknya yang mengakibatkan konsumen menjadi korban pelaku yang culas terutama bagi ibu rumah tangga yang belum paham benar ciri-ciri daging sapi glonggongan ketika berbelanja di pasar tradisional. Adapun ciri-ciri daging sapi glonggongan tersebut yaitu : a. Warnanya pucat (daging yang masih baik berwarna merah terang dan lemaknya berwarnga kekuningan) b. Kandungan air sangat tinggi /lebih berair/lembek
8
Ibid, hal 22
Universitas Sumatera Utara
c. Kondisinya agak rapuh sehingga tidak bisa dijadikan sebagai produk olahan seperti bakso d. Biasanya harganya lebih murah 9
Oleh karena itu diperlukan bantuan dari pemerintah, media cetak serta media elektronik untuk mensosialisasikan tentang ciri-ciri, dampak negatif, bahayanya maupun memberikan tips – tips tertentu agar pembeli tidak terkecoh dalam membeli daging sapi yang sehat. Adapun Tips untuk membedakan daging sapi glonggongan dengan daging sapi yang bukan daging sapi glonggongan : 1. Pilih daging yang berwarna merah (merah maroon) jangan yang berwarna pucat, jika berwarna pucat ada kemungkinan daging sapi glonggongan atau daging yang sudah lama 2. Pilih daging yang tidak basah /kering 3. Jangan pilih daging yang selalu mengeluarkan air, dengan pengujiannya digantung seandainya terus meneteskan air berarti daging tersebut daging sapi glonggongan 4. Sebaiknya jangan memilih daging yang diletakkan di bawah atau tidak digantung ada kemungkinan pedagang melakukan hal begitu karena kita tidak mengetahui daging tersebut meneteskan air. 5. Untuk jeroan seperti paru, hati, coba kita cubit atau robek seandainya mudah koyak berarti jeroan tersebut di tambah air atau jeroan yang sudah kadaluarsa. 10
3. Cara Pembuatan Daging sapi glonggongan Proses
pembuatan
daging
sapi
glonggongan
diawali
dengan
menggelontorkan air (bahasa Jawa: nggelonggong) sebanyak-banyaknya ke mulut sapi yang hendak disembelih, yang mana moncong sapi diberi corong dari bambu atau selang dan diikat kuat kemudian kaki sapi diangkat lebih tinggi dari belakang 9
http://nadhasparklink.blogspot.com/2009/10/daging-glonggongan.html, Daging sapi glonggongan, hal 1 10
http://nadhasparklink.blogspot.com/2009/10/daging-sapi-glonggongan.html,
Op.Cit,
hal 2
Universitas Sumatera Utara
setelah dicekokin air sapi didiamkan selama 6 jam. Pedagang biasanya menggunakan mesin bertekanan besar sejenis jet-pump. Tujuannya agar lambung dan seluruh sistem pencernaan sapi benar-benar penuh dengan air. Perlakuan itu membuat tubuh sapi kelihatan lebih gemuk karena daging sapi telah menyerap air cukup banyak. Setelah sapi lemas, barulah disembelih. Hasilnya, daging sapi lebih berat ketimbang daging sapi dipotong normal karena daging telah menyerap air. Perbandingannnya, satu kilogram daging sapi glonggongan setara dengan tujuh ons daging normal. Dengan cara di-glonggong seperti ini, terjadi serapan air secara tidak wajar ke dalam sel daging sehingga dapat merusak kadar protein dan zat lain dalam daging. Akibatnya, kualitas daging jadi buruk dan mudah terjadi pembusukan 11 Seperti yang kita ketahui bahwasanya penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim, oleh karena itu peredaran daging sapi glonggongan di Indonesia diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikarenakan daging tidak memenuhi syarat kesehatan Dimana daging yang sehat merupakan daging yang diperoleh dari lemak yang disembelih dengan prosedur yang benar. Oleh karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim maka tukang jagalnya juga harus muslim, sehingga daging yang beredar di masyarakat merupakan daging yang halal. Pada saat pemotongan pisau yang digunakan harus tajam dan pemotongan dilakukan pada jalan nafas dan makanan tanpa mengangakat pisau. Sapi yang dipotong harus sehat, tidak stress dan tenang. Pada saat akan dipotong, kaki sapi diikatkan 11
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=comcontent&view=article&id= 117&itemid=117, Tinjauan yuridis penyembunyian identitas pelaku tindak pisana oleh pers dalam acara bertema investigasi criminal, hal 1
Universitas Sumatera Utara
kemudian dirobohkan sedangkan sapi-sapi yang diglonggongan dapat mengalami stress dan mengeluarkan hormon adrenalin.
Daging
yang
sehat
akan
menyelamatkan generasi bangsa. Telitilah sebelum memebeli daging, karena dengan kewaspadaan pembeli, maka akan mengurangi peredaran daging sapi glonggongan. 4. Sistem Beredarnya Daging Sapi Glonggongan Adapun Yang dimaksud dengan pemotongan sapi adalah alur proses untuk memproduksi daging sapi yang aman, sehat, umum dan halal. Dalam prosedur standar oprasional pemotongan sapi Kondisi aman dan sehat dapat dilakukan dengan cara selalu memeriksa kesehatan sapi pada awal proses pemotongan (ante mortem) dan pada akhir pemotongan (post mortem). Pemeriksaaan sapi hidup sebelum dipotong difokuskan pada penyakit-penyakit menular. Sedangkan pemeriksaan kesehatan daging sapi diarahkan pada infestatsi parasit dan kelainan patologis yang membahayakan kesehatan atau yang menyeBabkan daging sapi tidak layak lagi dikonsumsi Sedangkan halal, merupakan persyaratan penting yang dilakukan dengan cara memotong sapi dengan disertai doa dan prosedur yang sesuai dengan ketentuan agama Islam serta disembelih oleh seorang muslim. Untuk menunjang maksud tersebut, proses pemotongan hewan besar seperti sapi dan kerbau harus dilakukan melalui prosedur dan tahap-tahap proses baku (standar). Standar dan prosedur operasi (S.O.P) pemotongan sapi yang telah ditetapkan pemerintah adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Mewajibkan hewan besar seperti sapi dan kerabau dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH)) b. Pemeriksaan sebelum proses penyembelihan (ante mortem) oleh petugas yang berkepentingan c. Sapi dimasukkan ke ruang pemotongan yang telah memenuhi persyaratan higienis dan sanitasi d. Sesuai standar halal, sapi direbahkan mengarah kiblat e. Sapi dibersihkan dari segala kotoran yang melekat di badannya f. Dilakukan proses pemotongan g. Didiamkan beberapa saat hingga darah betul-betul tiris/habis, kemudian daging dimatangkan (aging) dengan cara menyimpannya pada suhu kamar selama 5-7 hari. Hal ini dilakukan karena setelah proses pemotongan karkas (dagingnya) akan mengalami rigor mortis, yaitu pengerasan dan pengkakukan daging akibat terjadinya kekejangan (kontraksi) urat daging. Daging demikian jika dimasak akan menghasilkan hidangan daging yang keras dimakan. Penyimpanan karkas, disamping untuk pematangan daging juga bertujuan untuk persediaan bahan mentah (stock) dan untuk menunggu angkutan atau pemasaran. h. Proses pemisahan kepala dari badan i. Proses pengulitan j. Pemeriksaan kesehatan daging k. Pemisahan daging, organ dalam, jeroan di ruang yang sudah ditentukan l. Pemeriksaan post mortem oleh petugas keur master, jika produk daging dinyatakan sehat dengan stempel khusus, boleh dipasarkan dan didistribusikan 12 Akan tetapi bila dilihat dari prosedur standar operasional pemotongan sapi di atas tentunya sapi glonggongan jauh dari kualitas daging sapi yang aman, sehat, umum dan halal. Hal ini dikarenakan, daging sapi glonggongan itu sendiri merujuk pada daging dari sapi yang diberi gelontoran (dalam bahasa Jawa, glonggongan berarti gelontoran) air sampai over dosis. Jadi sapi sebelum disembelih, diberi air secara paksa. Caranya, moncong sapi diberi corong bambu atau selang dan diikat kuat. Biar air masuk penuh, kaki sapi di angkat lebih tinggi dari kaki belakang. Proses ini menghasilkan sapi bertambah tambun. Setelah
12
http://duniasapi.com/prosedur-standar-operasional-pemotongan-sapi, prosedur standar operasional pemotongan sapi, hal 1-2
Universitas Sumatera Utara
dicekokin air, sapi didiamkan selama 6 jam lalu dipotong. Tiap kilogram daging akan meningkat beratnya sampai 3 ons dari berat normalnya. Kemudian daging dilempar ke pasar dengan harga dibawah harga normal. Padahal kalau dihitung secara cermat, konsumen yang beli daging sapi glonggongan amat dirugikan. Karena daging yang telah dibeli setelah dimasak akan menyusut sebanyak 50 persen. Artinya separuhnya lagi, konsumen seperti beli air. Soal gizinya juga dipastikan berkurang banyak. Daging sapi glonggongan bergizi rendah karena protein, lemak, vitamin dan mineral turun hingga 23,3 persen. Selain itu kualitas daging turun kelas, pucat, cepat busuk dan lembek. Karena itu para pedagang nakal, tak akan berani menggantung daging sapi glonggongan jualannya. Pasti akan ditaruh di wadah seperti baskom. Biasanya mereka berkilah, daging ini berasal dari jenis sapi anu yang kualitas harganya lebih murah misalnya dari sapi unggulan itu. Pokoknya banyak ragam kilah tiputipu mereka, biar pembeli terpikat.13
F..Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini : 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum soiologis. Adapun penelitian hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis-normatif) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang
13
http:acenlemon.wordpress.com/2009/09/09/daging-sapi-glonggongan-marak-pada-saatlebaran, daging sapi glonggongan marak pada saat lebaran, hal 3
Universitas Sumatera Utara
merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan. 14 Penelitian hukum normatif dapat dibedakan dalam : a. Penelitian inventarisasi hukum positif b. Penelitian terhadap asas-asas hukum c. Penelitian yng menemukan hukum inconcreto d. Penelitian sistemik hukum e. Penelitian taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal 15 Jika dilihat dari 5 macam penelitian hukum normatif di atas maka penelitian hukum yang digunakan termasuk kedalam penelitian untuk menemukan hukum inconcreto yaitu merupakan usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan (inconcreto) guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu dapat diketemukan. 16 Oleh karena itu realisasinya didului oleh penelitian lapangan yang dilakukan dan ditunjukkan kepada efektivitas hukum terhadap penjualan daging sapi glonggongan.
2. Jenis Data Dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang didukung data primer. Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa undangundang, peraturan pemerintah dan sebagainya. 14
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Juri Metri, Jakarta; Ghalia,
15
Ibid, hal12 Ibid, hal 22
hal 9 16
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana perpajakan, majalah-majalah, karya ilmiah dan beberapa sumber ilmiah serta sumber internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain. Data primer diperoleh dari wawancara dengan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, konsumen serta penjual daging sapi glonggongan di pasar tradisional.
3. Metode Pengumpulan Data a. Metode Library (Penelitian Kepustakaan ) yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Data sekunder yang digunakan bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yaitu seperti buku, artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, serta peraturan perundangundangan serta ensiklopedia. b. Metode Field Research (Penelitian Lapangan) yaitu suatu pengumplan data dengan cara terjun kelapangan guna memperoleh data-data yang diperlukan dan data-data yang diperoleh itu disebut dengan data primer. Penelitian lapangaan dilakukan dengan wawancara terhadap berbagai nara sumber yaitu dengan beberapa konsumen dan produsen di pasar tradisional
Universitas Sumatera Utara
serta dengan Kepala Higien Sanitasi di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
4. Analisis Data Sesuai dengan sifat penelitian maka analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan cara mempelajari dan memahami semua data yang ada. Selanjutnya dianalisis dnegan menafsirkan metode induktif dan deduktif, sehingga dapat ditarik kesimpulan dalam rangka menjawab permasalahan skripsi ini. 17
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan Bab, dimana masing-masing Bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan satu dengan lainnya secara sistematis,menetapkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) Bab yang terperinci sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini merupakan Bab yang memberikan penjelasan tentang latar belakang, memuat tentang permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan serta sitematika penulisan.
17
Soerjono Soekanto, Penghantar Penelitian Analisa Kualitatif Hukum, Jakarta : Universitas Indoneisa, 1986, hal 249.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PERANAN DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN SEBAGAI PEJABAT PEGAWAI NEGRI SIPIL DALAM MENYELESAIKAN KASUS PENJUALAN DAGING SAPI GLONGGONGAN DIPASAR TRADISIONAL Bab ini menjelaskan tentang pembahasan permasalahan penegakan hukum pidana yang mencakup fungsi dibentuknya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di Indonesia dalam menyelesaikan kasus penjualan daging sapi glonggongan di pasar tradisional sampai dengan kedudukan, tugas pokok Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yaitu melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang peternakan dan kesehatan hewan
BAB III
FAKTOR DAN DAMPAK DARI PENJUALAN DAGING SAPI GLONGGONAN TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Bab ini menjelaskan tentang faktor dan dampak dari penjualan daging sapi glonggongan serta bagaimana perlindungan konsumen terhadap penjualan daging sapi glonggongan di pasar tradisional dimana dalam hal ini Undang-undang perlindungan konsumen saja tidak cukup akan tetapi bantuan dari hukum pidana sangat di perlukan dalam usaha perlindungan konsumen terhadap penjualan daging sapi glonggongan agar pelaku usaha yang berbuat curang dapat jerah.
BAB IV
UPAYA PENANGGULANGAN PENJUALAN DAGING SAPI GLONGGONGAN Bab ini menjelaskan tentang upaya-upaya yang akan dilakukan dalam menanggulangi penjualan daging sapi glonggongan yang
Universitas Sumatera Utara
semakin menjamur terutama di pasar tradisional, dimana dalam hal ini tentunya diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antara aparat Kepolisian, dinas perdagangan., Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, departemen Agama dan MUI. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan secara rutin tidak hanya menjelang Bulan Ramadhan atau hari –hari besar keagamaan terlebih pemerintah harusnya tidak bertindak pasif dengan menunggu pengaduan masyarakat. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan perumusan kesimpulan dari pembahasan yang dijabarkan pada Bab sebelumnya sekaligus sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan pada penulisan ini. Termasuk saran dari penulis untuk masalah yang ada dimasyarakat yang diharapkan dapat berguna dalam kehidupan nyata.
Universitas Sumatera Utara