Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sehingga manusia memerlukan komunikasi dengan manusia lainnya. Menurut Littlejohn dan Foss (2008, hal 2), komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang terhubung dengan seluruh kehidupan manusia dengan sangat sempurna sehingga terkadang
kita
mengabaikan
betapa
pentingnya,
kompleksitasnya
dan
kemampuan penyebaran dari komunikasi tersebut. Dengan kata lain, setiap manusia di dunia ini memerlukan komunikasi, dan untuk dapat berkomunikasi dengan sesamanya mereka memerlukan bahasa sebagai alat komunisakasi. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1997, hal 1). Meskipun di dunia ini, setiap negara dan daerah memiliki bahasa yang berbeda serta terdapat beraneka ragam bahasa, namun bahasa tetap memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai alat komunikasi. Para pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai "satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer" yang kemudian lazim ditambah dengan "yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri" (Chaer, 2009, hal 30). Untuk mengetahui dan mempelajari bahasa, kita mengenal istilah yang disebut dengan linguistik. Menurut seorang ahli bahasa bernama Chaer, 1
linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya (2007, hal 1). Ilmu linguistik sering disebut juga dengan linguistik umum (general linguistic). Artinya, ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi manusia (Chaer, 2007, hal 3). Menurut F.B Condillac dalam Chaer (2009, hal 31), bahasa itu berasa dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Dengan kata lain, di dalam bahasa yang kita gunakan terdapat emosi yang kita ekspresikan agar komunikasi dapat berjalan dengan baik. Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain (Keraf, 1997, hal 4). Dengan ekspresi, manusia dapat menyampaikan berbagai ungkapan perasaan yang kita rasakan, misalnya, gembira, sedih, marah, kecewa, juga untuk mengungkapkan rasa kasih sayang dan cinta. Cinta adalah kata yang sudah lazim didengarkan semua orang, mulai usia kanak-kanak hingga tua renta. Cinta memang ditujukan seseorang untuk dirasakan betapa nikmatnya suatu hubungan (Widianti 2006, hal 13). Cinta adalah sebuah kata yang membuat kita bertanya-tanya. Seseorang yang sedang jatuh cinta merasakan bahwa dunia ini hanya milik berdua bersama pasangannya. Jika kita menginginkan cinta yang bernilai, bercita rasa tinggi dan terwujud menjadi sebuah cinta yang indah serta tidak terjerumus dalam cinta
2
yang sakit atau ironis, kita perlu mengetahui definisi cinta (Widianti, 2006, hal 35). Untuk mengungkapkan perasaan cinta tersebut, manusia menggunakan berbagai macam cara. Bahkan hal-hal kecil dan sederhana dapat mewakili perasaan cinta dan membuat pasangan mengerti perasaan tersebut. Tetapi tetap saja cara yang paling mendasar untuk menyampaikan sebuah perasaan yang dirasakan adalah dengan menyatakannya dengan menggunakan bahasa atau katakata yang sesuai. Seluruh manusia di bumi ini tentu mengenal apa yang namanya cinta. Setiap Negara menggunakan bahasa yang berbeda untuk mengartikan arti cinta. Tidak terkecuali bagi masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang menggunakan bahasa Jepang untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi bahasa Jepang tidak hanya digunakan oleh masyarakat Jepang saja. Karena menurut hasil riset pada tahun 1999, bahasa Jepang merupakan bahasa yang menempati posisi kedelapan sebagai bahasa yang digunakan di dunia ini setelah bahasa Cina, bahasa Spanyol, bahasa inggris, bahasa Bengali, bahasa India, bahasa Portugis dan bahasa Rusia (McClure: 2000: 1). Pada umumnya, masyarakat Jepang menyebut kata ‘cinta’ dengan kata ‘ai’「愛」. Tetapi pada kenyataannya, masyarakat Jepang tidak hanya mengenal ‘ai’「愛」sebagai sebuah kata yang bermakna cinta. Mereka juga mengenal kata-kata lain yang bemakna cinta yaitu, ’koi’「恋」dan ’suki’「好き」. Walaupun ketiga kata ini memiliki makna yang sama yaitu makna yang mengandung kasih sayang dan perasaan cinta, ternyata ketiga kata ini tidak 3
selalu digunakan dalam situasi cinta yang sama. Situasi cinta yang berbeda tersebut yang dapat membedakan bagaimana ketiga kata tersebut digunakan oleh masyarakat Jepang. Setiap manusia memiliki beragam situasi cinta yang mereka temui dalam hidupnya. Dari situasi cinta yang mereka hadapi, baik laki-laki dan perempuan memiliki pandangan yang berbeda tentang situasi cinta yang mereka alami. Sehingga ketiga kata-kata cinta tersebut memiliki penggunaan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Dalam hubungan percintaan, perasaan cinta yang terkandung tidak selalu sama. Perasaan cinta yang terkandung tersebut dapat tergantung pada situasi cinta yang ditemui. Menurut Sternberg dalam Shimizu (2005, hal 1), terdapat tiga elemen cinta yang terkandung dalam perasaan cinta. Ketiga elemen tersebut adalah ‘shinmitsusei’ 「 親 密 性 」 atau keakraban, ‘jounetsu’ 「 情 熱 」 atau gairah/nafsu, dan ‘commitment’ 「コミットメント」atau komitmen. Berdasarkan alasan tersebut penulis sebagai pemelajar bahasa dan budaya Jepang ingin mengetahui lebih dalam tentang pemahaman makna dan penggunaan kata-kata cinta ‘ai’「愛」, ’koi’「恋」, dan ’suki’「好き」yang digunakan oleh laki-laki dan perempuan serta memahami elemen-elemen cinta yang terkandung pada situasi-situasi cinta tertentu pada masyarakat Jepang. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman makna dan penggunaan kata cinta ai「愛」, koi「恋」, dan suki「好き」 berdasarkan perbedaan gender pada 5 situasi cinta tertentu. 4
1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini akan dibatasi pada analisis tentang perbedaan pemahaman makna dari kata cinta ai「愛」, koi「恋」, dan suki 「 好 き 」 dan penggunaannya pada lima nuansa atau situasi cinta yang berdasarkan gender laki-laki dan perempuan pada 5 nuansa atau situasi cinta yang ada pada film dan drama jepang. Penulis melakukan penelitian dari hasil angket yang dijawab oleh 50 responden orang Jepang yang berada di Jepang maupun di Indonesia dengan rentang usia 15 tahun hingga 35 tahun. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang makna dan penggunaan kata-kata cinta ‘ai’「愛」, ’koi’「恋」, dan ’suki’「好き」serta memahami elemen-elemen cinta yang terkandung pada situasi-situasi cinta tertentu berdasarkan perbedaan gender. Dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk memudahkan pemelajar bahasa Jepang untuk memahami perbedaan penggunaan kata cinta ai「愛」, koi「恋」, dan suki「好き」pada laki-laki dan perempuan Jepang dan dapat menggunaan kata cinta tersebut secara tepat. 1.5 Metode Penelitian Pada metode pengumpulan data, penulis menggunakan metode kuesioner atau angket yang diberikan kepada 50 responden orang Jepang yang berada di Jepang maupun yang berada di Indonesia dengan rentang usia 15 tahun hingga 35 tahun. Angket tersebut berisi 5 buah situasi hubungan percintaan antara laki5
laki dan perempuan berdasarkan Film atau Drama Jepang yang cukup terkenal di Jepang yang sebelumnya sudah ditentukan oleh penulis. Kemudian penulis menggunakan metode kepustakaan untuk mengumpulkan konsep dan teori-teori yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisis data-data yang diperoleh. Hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Menurut Basuki, Penelitian deskriptif merupakan dasar bagi semua penelitian. Penelitian deskriptif mencoba mencari deskripsi yang tepat dan cukup dari semua aktivitas, objek, proses, dan manusia. Bilamana memungkinkan dan dianggap tepat, deskripsi semacam itu dilakukan secara kuantitatif agar dapat dilakukan analisis statistik (Basuki, 2010, hal 110). 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini mencakup latar belakang permasalahan yang sedang dihadapi, rumusan permasalahan, ruang lingkup atau pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi ini. Bab II Landasan Teori Bab ini berisi teori-teori yang digunakan penulis dalam proses penulisan skripsi. Teori-teori tersebut diambil berdasarkan pendapat dan pemikiran para ahli yang berhubungan dengan analisis makna dan elmen yang terkandung dari 6
kata cinta. Teori-teori yang akan digunakan antara lain adalah teori semantik, teori kotoba no imi, teori makna denotatif dan konotatif, dan teori-teori cinta. Bab III Analisis Data Bab ini menguraikan semua analisis tentang tema yang sedang dibahas dalam sudut pandang penulis berdasarkan hasil kuesioner yang telah dibagikanh dibagikan. Dan bab ini akan berisi pembahasan tentang makna dan perbedaan penggunaan kata cinta dalam bahasa Jepang berdasarkan perbedaan gender pada situasi cinta tertentu serta dihubungkan dengan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Bab IV Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan analisis teori-teori yang ada pada bab dua, serta saran-saran dari penulis terhadap tema permasalahan yang dibahas. Simpulan ini diharapkan dapat menjawab rumusan permasalahan serta tujuan penelitian yang terdapat pada bagian pendahuluan. Bab V Ringkasan Bab ini akan mengulang seluruh isi skripsi secara keseluruhan dari bab satu hingga bab empat, yang dirangkai secara lebih singkat, padat dan jelas. Kemudian hasil ringkasan skripsi akan diterjemahkan kedalam bahasa Jepang dan dituliskan pada genkouyoushi yang disebut juga dengan gaiyou.
7