BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan Bahasa merupakan salah satu kelebihan manusia dari makhluk lain dimuka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dapat dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatangbinatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi. Mengingat pentingnya bahasa, kita dapat membatasi pengertian bahasa, menurut (Dedi Sutedi 2003 : 2), bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya di masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Dengan perkataan lain, hidup manusia dan segala kegiatannya yang bergerak dari masa silam, masa kini dan masa mendatang tidak terlepas dari pemakaian waktu. Hal ini terbukti dari tulisan-tulisan atau ucapan yang selalu dikaitkan dengan waktu.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi
melalui
bahasa
memungkinkan
setiap
orang
untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar belakang masing-masing. Dalam berkomunikasi bisa saja terjadi kesalahpahaman pada pihak lawan bicara, yang disebabkan oleh kekeliruan si pembicara dalam mengukapkan sesuatu hal. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dalam berbahasa kita harus memperhatikan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Kaidah-kaidah penggunaan bahasa ini dalam bahasa Indonesia disebut dengan tata bahasa, sedangkan dalam bahasa Jepang disebut dengan bunpoo 「文法」. Bahasa Jepang merupakan bahasa yang selalu dipengaruhi oleh keadaan dan juga tidak terlepas dari pemakaian bentuk waktu pada verbanya, sehingga verba yang berfungsi sebagai prediket akan berubah bentuknya sesuai dengan kondisi dan keadaan yang diacu dari saat pengucapan. Perubahan verba dalam bahasa Jepang jika dilihat berdasarkan pada perubahan prediketnya digolongkan ke dalam kelompok verba yang terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I disebut (godandoushi), kelompok II (ichidan doushi) dan kelompok III (henkaku duoshi). Perubahan bentuk verba disebut konjugasi 「活用 ‘katsuyou’」yang secara garis besar terdiri dari enam macam : a. 末然形 ‘mizenkei’, yaitu perubahan verba didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU). Bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).
Universitas Sumatera Utara
b. 連用形 ‘renyoukei’, yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA). c. 終止形
‘shuushikei’, yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan
diakhir kalimat. d. 連体形 ‘rentaikei’, yaitu verba bentuk kamus yang digunakan sebagai modifikator. e. 仮定形 ‘kateikei’, yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA). f. 命令形 ‘meireikei’, yaitu perubahan ke dalam bentuk perintah. Dari jenis-jenis perubahan diatas, dapat kita lihat perubahan bentuk verba secara umum dalam bahasa Jepang pada tabel berikut ini : Kel
I
II
III
Bentuk
Bentuk
Bentuk
Bentuk
Bentuk
Kamus
MASU
MASEN
MASHITA
MASENDESHITA
買う
買います
買いません
買いました
買いませんでした
ka-u
ka-i-masu
ka-i-masen
ka-i-masita
ka-i-masendesita
立つ
立ちます
立ちません
立ちました
立ちませんでした
ta-tu
ta-ti-masu
ta-ti-masen
ta-ti-mashita
ta-ti-masendesita
見る
見ます
見ません
見ました
見ませんでした
mi-ru
mi-masu
mi-masen
mi-masita
mi-masendesita
起きる
起きます
起きません
起きました
起きませんでした
oki-ru
oki-masu
oki-masen
oki-masita
oki-masendesita
する
します
しません
しました
しませんでした
su-ru
si-masu
si-masen
si-masita
si-masendeshita
くる
きます
きません
きました
きませんでした
ku-ru
ki-masu
ki-masen
ki-masita
ki-masendeshita
Universitas Sumatera Utara
Verba kelompok I jika diubah dari bentuk kamus (shuuseikei) diubah ke dalam bentuk renyoukei bentuk MASU dan yang lainnya hanya mengganti morfem {U} pada setiap akhir verba dengan {MASU}, {MASEN}, {MASHITA}, atau {MASENDESHITA}. ka - u
=
ka – i – masu ka – i – masen ka – i – mashita ka – i – masendeshita (masing-masing 3 morfem)
Pada verba kelompok II, di antaranya terdapat verba 「
見る ‘miru’」 dan
「起きる ‘okiru」jika diubah ke dalam bentuk MASU, MASEN dan sebagainya, yaitu dengan cara mengganti {RU} di akhir verba tersebut dengan {MASU}, {MASEN} dan sebagainya. mi – ru =
mi – masu oki – masu (masing-masing terdiri dari 2 morfem)
Untuk verba kelompok III sebagai verba tidak beraturan, perubahan pun secara tidak beraturan pula. Hal ini terlihat bahwa bagian gokan kedua verba tersebut tidak tetap. Misalnya, morfem { 来 } pada verba /kuru/ akan berubah –ubah menjadi {ku}, {ki} atau {ko} sama halnya dengan morfem {su} pada verba /suru/ terkadang menjadi {su} dan terkadang menjadi {si}. Perubahan verba dari bentuk kamus ke bentuk (MASU, MASEN, MASITA, MASENDESHITA) tetap dengan cara mengganti diakhir. SURU
=
SIMASU
KURU =
KIMASU
Universitas Sumatera Utara
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan verba bentuk kamus ke dalam bentuk halus (MASU, MASEN, MASITA, MASENDESITA) sebagai berikut : Kelompok I
…...U
=
...IMASU dst.
Kelompok II
….RU
=
....MASU dst.
Kelompok III
SURU
=
SIMASU dst. KIMASU dst.
Verba bentuk TE digunakan sebagai bentuk sambung, yaitu dikuti oleh verba lainnya. Verba bentuk TA merupakan verba bentuk lampau biasa (tidak halus). Aturan dalam perubahan verba bentuk kamus ke dalam verba bentuk TE dan TA sama persis, namun aturan ini ada sedikit pergeseran, karena adanya 「音便 ‘onbin’」<eufon>, yaitu perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh bunyi yang mengapitnnya, bagaimana perubahannya perhatikan table berikut : KAMUS
MASU
TE (asal)
TA (asal)
TE (onbin)
TA (onbin)
ka-u
ka-i-masu
ka-i-te
ka-i-ta
ka-t-te
ka-t-ta
tat-u
ta-ti-masu
ta-ti-te
ta-ti-ta
ta-t-te
ta-t-ta
mi-ru
mi-masu
mi-te
mi-ta
mi-te
mi-ta
ne-ru
ne-masu
ne-te
ne-ta
ne-te
ne-te
su-ru
si-masu
si-te
si-ta
si-te
si-ta
ku-ru
ki-masu
ki-te
ki-ta
ki-te
ki-ta
Dalam menganalisis morfem jika mengacu pada penggunaan huruf Jepang (Hiragana dan Kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain hasilnya dibanding dengan mengacu pada Alfabet. Machida dan Momiyama dalam Dedi Sutedi (2003:50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf Alfabet akan semakin jelas. Tentunya huruf Alfabet yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan sistem Jepang (nihon-shiki) atau sistem Kunrei, bukan mengacu pada Hepburn. Bentuk waktu dalam bahasa Jepang disebut dengan 自制
(jisei)
atau
テンス (tense). Bentuk waktu adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya suatu peristiwa atau berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik tolak dari waktu saat kalimat tersebut diucapkan. Jika waktu berbicara 「発話時 ‘hatsuwaji’ 」 atau waktu mengucapkan kalimat tersebut diumpamakan dengan waktu sekarang (saat ini), maka waktu terjadinya suatu peristiwa atau aktifitas tersebut ada tiga, yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu 「過去 ‘kako’」 (lampau), waktu saat berbicara 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan waktu yang akan datang. Rentetan ketiga jenis waktu seperti ini dapat dilustrasikan dengan gambar berikut : kako/lampau 過去
genzai/sekarang 現在
mirai/mendatang 未来
jikan 時間 発話時 hatsuwaji / saat berbicara
Dalam bahasa Jepang, untuk menyatakan bentuk lampau – sekarang – mendatang 「過去;現在;未来
‘kako – genzai – mirai’」, hanya digunakan
dua bentuk verba saja, yaitu : bentuk akan dan bentuk lampau. Verba bentuk lampau didalamnya mencakup bentuk halus, yaitu MASHITA terdiri dari dua morfem MASHI - TA dan MASENDESHITA terdiri dari dua morfem MASEN DESHITA, verba bentuk biasa, yakni bentuk TA dan NAKATTA terdiri dari 3 morfem NA – KAT - TA. Verba bentuk akan di dalamnya mencakup bentuk
Universitas Sumatera Utara
kamus RU, NAI, dan bentuk halusnya seperti bentuk MASU dan MASEN, bahkan bentuk TE IMASU pun termasuk ke dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada bentuk verbanya, bentuk waktu dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yaitu bentuk lampau 「過去‘kako’」 dan bentuk bukan lampau 「非過去’hikako’」. Bentuk waktu dalam bahasa Jepang, bisa ditemui ketika verba tersebut digunakan sebagai prediket dalam induk kalimat atau dalam kalimat tunggal 「主文 ’shubun’」 dan dalam anak kalimat 「従属節 ‘juuzokusetsu’」. Contoh penggunaan bentuk verba dalam menyatakan bentuk dalam kalimat tunggal (shubun). (4) 私は今夜テレビを見ます。 Watashi wa kon-ya terebi o mi-masu.
(bentuk akan) 2 morfem
( Saya nanti malam akan nonton TV ) (5) 私は今テレビを見ています。 Watashi wa ima terebi o mi-teimasu.
(bentuk kini) 2 morfem
( Saya sekarang sedang nonton TV ) (6) 私は今朝テレビを見ました。 Watashi wa kesa terebi o mi-masita.
(bentuk lampau) 2 morfem
( Saya tadi pagi nonton TV ) Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bagaimanakah variasi perubahan verba bahasa Jepang yang berfungsi sebagai prediket sehingga mempengaruhi makna dari kalimat yang berkaitan dengan pengukapan bentuk waktu. Bertitik tolak dari hal tersebut, oleh karena itu penulis berminat membahas proses morfologis verba yang berjudul “Analisis Morfologis Verba Bahasa Jepang”.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah Orang yang baru belajar Bahasa Jepang, tanpa menguasai gramatika bahasa Jepang dengan baik akan mendapatkan kesulitan dalam memahaminya. Misalnya, hanya dengan membuka kamus barangkali akan mengerti apa yang dimaksud dengan kata watashi, hon, dan yomu, namun jika kita berbicara tentang partikel atau joshi pasti tidak ada di dalam kamus tetapi mungkin artinya dapat diperkirakan apa makna dan fungsinya. Tetapi apabila dihadapkan pada suatu kalimat yang pada verbanya mengalami berbagai perubahan bentuk dan proses morfologis, maka barulah akan muncul permasalahan. Contoh : - 山田先生 は 学校 へ 行きます。 - 山田先生 は 学校 へ 行っています。 - 山田先生は 学校 へ 行きました。 - 山田先生 は 学校 へ 行けます。 - 山田先生 は 学校 へ 行きたい。 Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis ingin mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang yang diakibatkan oleh proses morfologis ? 2. Bagaimanakah membedakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang ?
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya ruang lingkup pembahasan permasalahan agar masalah penelitian tidak
Universitas Sumatera Utara
terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukan lebih dapat terarah dalam penulisan. Kalimat bahasa Jepang dapat terbentuk dari sebuah bunsetsu, dua buah bunsetsu, atau terdiri dari sejumlah bunsetsu. Kalaupun sebuah kalimat terdiri dari beberapa bunsetsu, namun kalimat tersebut tidak dibentuk secara sembarangan, melainkan harus tersusun rapi berdasarkan struktur yang benar sesuai dengan aturan-aturan gramatikanya. Bunsetsu adalah satuan kalimat yang lebih besar dari pada tango yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun). Struktur kalimat dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan pola ‘subjek-prediket’ atau ‘subjek-objek-prediket’ yang nantinya disesuaikan dengan perubahan verba dan mengacu pada keadaan dan kontek dari kalimat tersebut. 食べる
=
私 は 昼ご飯 を 食べます。 私 は 昼ご飯 を 食べています。 私 は 昼ご飯 を 食べました。 私 は 昼ご飯 を 食べたい。
Dalam bahasa Jepang bentuk waktu atau テンス (tensu) merupakan suatu bentuk kategori gramatikal yang selalu terikat pada verbanya. Bentuk waktu atau テンス (tensu) dalam bahasa Jepang ada dua bentuk yaitu bentuk ‘ru’ termasuk bentuk ‘te iru’ dan bentuk ‘ta’ termasuk bentuk ‘te ita’. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka penulis akan membahas permasalahan mengenai perubahan verba pada kalimat berbahasa Jepang tinjauan morfologis. Permasalahan yang dimaksud, difokuskan pada pembahasan mengenai perubahan bentuk verba yang bisa berfungsi menjadi prediket dalam suatu kalimat berkaitan dengan waktu kejadian. Waktu kejadian yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu 「 過 去 ‘kako’ (lampau), waktu yang sedang berlangsung 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan waktu yang akan datang 「未来 ‘mirai’」. Kemudian dianalisis lebih diarahkan kepada penjabaran verba secara morfologi yang dikaitkan pada bentuk waktu.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka Kalimat mempunyai fungsi menyampaikan sebuah makna, sehingga prediket merupakan bagian yang terpenting dalam suatu kalimat, karena dengan adanya prediket, maka bentuk (struktur kalimat), fungsi, dan makna kalimat akan berbeda-beda. Menurut pakar bahasa Jepang, gramatika bahasa Jepang modern ada beberapa macam, salah satunya yaitu ( Motojiro dalam Sudjianto, 1996 : 27 ) mengklasifikasikan kelas kata menjadi 10 kelas kata yaitu : 1. Doushi ( kata kerja ) 2. Keiyoushi ( kata sifat yang berakhiran –i) 3. Keiyoudoushi ( kata sifat berakhiran –na) 4. Meishi ( kata benda ) 5. Fukushi ( kata keterangan ) 6. Rentaishi ( pra kata benda ) 7. Setsuzokushi ( kata sambung ) 8. Kandoushi ( kata seru / kata serapan / kata panggilan ) 9. Jodoushi ( kata kerja kopula ) 10. Joushi ( kata bantu )
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini difokuskan pada analisis verba pada kalimat bahasa Jepang yang menghubungkan dengan perbuatan, kejadian atau peristiwa bahasa yang diacu pada perubahan prediketnya yang mencakup bentuk MASU, bentu sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA) serta bentuk lainnya sesuai dengan prediket yang bersangkutan. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berhubungan dengan linguistik, terutama dalam bidang morfologi yang mengkaji tentang proses pembentukkan verba. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Karena bentuk digunakan untuk menempatkan perubahan bentuk yang terdapat pada verba, maka hal ini berkaitan dengan tatanan linguistik yaitu morfologi. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap golongan atau arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (M. Ramlan, 1987:21) Perubahan bentuk verba pada bahasa Jepang dalam pengukapannya mempengaruhi pada bentuk waktu. Bentuk waktu adalah alat kebahasaan yang digunakan untuk menempatkan peristiwa didalam waktu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Machida dalam bukunya Nihongo no Jisei to Aspek ( 1989 ) memberikan definisi bentuk waktu atau kala, bahwa bentuk waktu (kala) adalah perubahan secara gramatikal unsur didalam prediket yang merupakan bagian yang menunjukkan konsep kewaktuan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti (Namawi, 2001 : 39 – 40). Menurut Dedi Sutedi (2003 : 47), bahwa perubahan bentuk verba bahasa Jepang dalam bentuk kamus (jishokei) berdasarkan pada perubahannya digolongkan kedalam tiga kelompok : a. Kelompok I disebut dengan 「 五 段 動 詞
‘godan-doushi’ 」 , karena
mengalami perubahan bentuk dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu 「あいうえお ‘a-i-u-e-o’」. Cirinya verba yang berakhiran (gobi) huruf 「 う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、す ‘u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su’」. b. Kelompok II disebut dengan 「 一 段 動 詞
‘ichidan-doushi’ 」 , karena
perubahannya terjadi pada satu deretan deretan bunyi saja. Ciri utama verba ini, yaitu berakhiran suara 「e- る
‘e-ru’ 」 (disebut ichidan-doushi) atau
berakhiran 「 i-る ‘i-ru’」(disebut shimou-ichidan-doushi) c. Kelompok III disebut dengan 「変格動詞 ‘henkaku-doushi’」karena verba yang perubahannya tak beraturan. Menurut Machida (1989 ; 23-50), jenis verba dalam bahasa Jepang ada empat macam, yaitu : (1) jotai-doshi yakni verba yang menunjukkan keadaan, yang termasuk pada tipe verba ini yaitu verba yang berarti ada, keperluan, hubungan, kemampuan, persepsi, dan pikiran; (2) keizoku-doushi yaitu verba untuk menyatakan suatu kegiatan atau aktifitas yang terjadi pada suatu jangka
Universitas Sumatera Utara
waktu, yang termasuk pada tipe verba ini antaralain verba yang menunjukkan aktifitas manusia dan aktifitas alam; (3) shukan-doushi yakni verba yang menujukkan suatu aktifitas yang berakhir dalam sekejap; (4) dai yoshuu no doushi yaitu verba yang menunjukkan suatu keadaan tanpa terpengaruh oleh konsep waktu. Sesuai dengan judul skripsi ini, pendekatan yang digunakan untuk menganalisis perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang adalah pendekatan Linguistik dalam kajian bidang morfologi. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang verba dan proses pembentukkan verba. Perubahan verba dalam bahasa Jepang tidak akan terlepas dari bentuk waktu , verba bahasa Jepang selalu terikat dengan prediketnya dan ditandai dengan pembentuk secara morfemis. Verba bentuk RU merupakan verba bentuk kamus yang jika dikaitkan dengan bentuk waktu dapat berarti akan, sedangkan verba bentuk TA merupakan verba bentuk lampau. Verba bentuk RU dan verba bentuk TE IRU merupakan verba bentuk kini (Dedi Sutedi 2003 : 82)
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulis melakukan penelitian : a. Memahami satu kaidah dalam bahasa Jepang, yaitu tentang konsep perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang berfungsi sebagai verba dasar (prediket) pada sebuah kalimat. b. Mengetahui tentang bentuk waktu yang ditimbulkan dari perubahan bentuk verba tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah : a. Bagi peniliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perubahan bentuk verba yang berfungsi sebagai prediket dalam bahasa Jepang. b. Menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khususnya mengenai morfologi. c. Dan juga agar mempermudah kita bagaimana bisa memahami bahasa Jepang jika ditinjau dari segi pengukapan yang dipengaruhi oleh perubahan verbanya dengan mengacu pada keadaan (waktu) dan memudahkan kita untuk bisa berkomunikasi dengan baik.
1.6. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (deskriptif research). Isyandi (2003 : 13), menyatakan bahwa penelitain deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (Library Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, terutama buku-buku yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia. Mengingat karena adanya data-data yang diperoleh dari buku yang ditulis dalam bahasa Jepang maka penulis harus menterjemahkannya ke dalam bahasa
Universitas Sumatera Utara
Indonesia agar memudahkan penulisan nantinya. Dalam menterjemahkan penulis berusaha dengan cermat dan teliti serta menggunakan teori terjemahan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Menurut Euge A. Nida dan Charles R. Taber dalam
Widyamarta
(2000:11),
menterjemahkan
merupakan
kegiatan
menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekatdekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertamatama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gaya bahasanya. Setelah
menganalisis
data-data,
kemudian
dilanjutkan
mencari,
mengumpulkan dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang. Tahap berikutnya adalah proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saransaran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang. Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan Jurusan
Sastra
Jepang,
Perpustakaan
Universitas
Bung
Hatta
Padang,
Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.
Universitas Sumatera Utara