BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada masa kini perawatan ortodontik semakin banyak di minati oleh kalangan masyarakat. Banyak orang menganggap perawatan ortodontik hanya sebagai penampilan masa kini dan hanya segelintir orang yang menyadari akan pentingnya perawatan ortodontik itu. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat bahwa gigi yang tidak teratur, dan kelainan bentuk muka disebabkan oleh hubungan rahang yang tidak harmonis dapat mempengaruhi sistem pengunyahan, pencernaan, serta sistem artikulasi. Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan gigi, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari cara pencegahan dan perawatan kelainan dentofasial, termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, stabil, dan estetik. Maloklusi yang merupakan penyimpangan pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang terkait dapat mengganggu kondisi psikologis seseorang. Maloklusi dapat dirawat dengan menggunakan peranti ortodontik agar didapat oklusi yang normal dan muka yang menyenangkan.1 Tujuan perawatan ortodontik adalah memperbaiki letak gigi dan rahang yang tidak normal sehingga didapatkan fungsi geligi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang menyenangkan dan dengan hasil ini akan meningkatkan kesehatan
1
psikososial seseorang. Hasil perawatan ortodontik yang kurang baik akan berakibat sebaliknya. Hal ini dapat terjadi apabila timbul ketidaksesuaian antara kasus yang dirawat dengan perencanaan perawatan, pemilihan piranti yang digunakan, serta kemampuan operator yang melakukan perawatan. Kasus yang sederhana dapat dirawat dengan piranti yang sederhana oleh dokter gigi umum sedangkan kasus-kasus yang sukar menjadi tanggung jawab spesialis ortodontik. Tugas dokter gigi umum adalah memonitor dan menatalaksana perkembangan oklusi berbekal pengetahuan ortodontik yang cukup sehingga dapat mengintervasi suatu maloklusi atau merujuk ke seorang spesialis ortodontik bila kasus yang dihadapi membutuhkan perawatan yang kompleks.2 Dalam perawatan ortodontik ada beberapa operator ortodontik yang dikenal dalam masyarakat yaitu : (1) Dokter Gigi Spesialis Ortodontik, adalah dokter gigi yang mempunyai pengetahuan yang lebih luas terhadap ilmu ortodontik karena telah menyelesaikan jenjang pendidikanspesialis dalam bidang ortodontik. (2) Dokter Gigi Umum, adalah dokter gigi yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan S1 dan telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter gigi. (3) Perawat Gigi, adalah setiap orang yang telah lulus dalam pendidikan perawat gigi dan diperkenankan untuk membantu atau menjadi asisten dari dokter gigi spesialis atau dokter gigi umum dalam melakukan perawatan dan tidak diperkenankan untuk melakukan perawatan yang melebihi dari kompetensinya. (4) Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan perawatan gigi tetapi tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentang kesehatan gigi. Dan ilmu yang mereka punya hanya didapatkan secara turun temurun atau otodidak. Ada berbagai dampak yang dapat ditimbulkan jika perawatan yang dilakukan oleh seorang operator tidak sesuai prosedur perawatan ortodontik yang baik dan benar
2
yaitu : 1) Kerusakan gigi, oral hygiene yang buruk (cara penyikatan gigi) dapat menyebabkan kerusakan disekitar kawat gigi. Kerusakan gigi akan terjadi jika adanya akumulasi plak disekitar kawat ortodontik cekat dalam asupan gula yang sering. 2) Resorbsi akar, ada banyak factor yang menyebabkan resorbsi akar, salah satunya yaitu penggunaan alat ortodontik. Resorbsi akar lebih banyak disebabkan oleh penggunaan alat ortodontik cekat dibandingkan dengan alat ortodontik lepasan. Hilangnya jaringan akar gigi secara ringan sering dilihat sebagai konsekuensi dari gerakan gigi, tetapi ini tidak menimbulkan masalah jangka panjang bagi sebagian besar pasien. 3) Resorbsi tulang alveolar, jika mulut pasien kebersihan yang buruk selama pengobatan, ortodontik mungkin memperburuk inflamasi gingival dan kerentanan terhadap periodontal (gusi) penyakit. Pasien yang telah menjalani perawatan ortodontik tidak memiliki kecenderungan meningkat untuk mengembangkan penyakit periodontal. 4) Radang sendi, kadang pasien dapat menderita sakit atau disfungsi pada sendi rahang (TMJ). Hal ini dapat berupa nyeri sendi, sakit kepala masalah telinga. Masalah dapat terjadi dengan atau tanpa perawatan ortodontik. 5) Ketidaknyamanan pada peralatan yang tidak sesuai, peralatan yang tidak sesuai atau rusak dapat menyebabkan iritasi pada gusi, pipi atau bibir. Penyesuaian penggunaan bracet biasanya berlangsung selama 24-48 sejak peralatan terpasang.3,4,5 Sebenarnya dampak perawatan ortodontik sangat baik jika dilakukan dengan prosedur yang benar, dan bagaimana operator dalam menerapkan keahliannya. Maka pasien akan mendapatkan wajah yang menyenangkan dan akan meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi, tidak ada lagi rasa malu untuk senyum atau tertawa dikarenakan gigi yang tidak rata.
3
Tetapi, pada masa sekarang ini perawatan ortodontik tidak hanya dilakukan oleh dokter gigi spesialis ortodontik atau dokter gigi umum saja. Seiring berjalannya waktu, permintaan perawatan ortodontik semakin meningkat, keadaan ini membuat kalangan masyarakat memanfaatkan kondisi tersebut. Seperti yang kita ketahui setiap operator mempunyai jenjang profesinionalisme yang berbeda, maka hal tersebut mempengaruhi persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap perawatan yang dijalaninya dengan operator yang mereka pilih. Namun dalam penelitian ini penulis tidak ingin memperdebatkaan legalitas operator. Dengan demikian berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin meneliti persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian
operator berdasarkan jenjang
profesionalisme. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut bagaimana persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan kehalian operator menurut jenjang profesionalisme. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator menurut jenjang profesionalisme.
4
1.4 Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1). Kegunaan ilmiah 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara menilai persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator menurut jenjang profesionalisme. 2. Memberikan informasi mengenai persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator. 2). Kegunaan Praktis Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kepuasan pasien ortodontik, agar operator perawatan ortodontik dalam menerapkan keahliannya, perlu memperhatikan kepuasan pasien pada saat perawatan berlangsung dan sesudah perawatan 1.5 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Ortodontik 2.1.1 Pengertian Ortodontik Istilah ortodontik berasal dari kata Ortodonsia. Ortodonsia (Orthodontia, Bld., Orthodontic, Ingg.) berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu orthos dan dons yang berarti orthos (baik, betul) dan dons (gigi). Jadi ortodonsia dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan memperbaiki atau membetulkan letak gigi yang tidak teratur atau tidak rata.1 Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malposisi gigi, yaitu kesalahan posisi gigi pada masing – masing rahang. Malposisi gigi akan menyebabkan malrelasi, yaitu kesalahan hubungan antara gigi –gigi pada rahang yang berbeda. Lebih lanjut lagi keadaan demikian menimbulkan maloklusi, yaitu penyimpangan terhadap oklusi normal. Maloklusi dapat terjadi karena adanya kelainan gigi (dental), tulang rahang (skeletal), kombinasi gigi dan rahang (dentoskeletal) maupun karena otot – otot pengunyahan (muskuler).1 Dalam pengertian yang lebih luas, ortodonsia ini disebut ortodonti. Menurut American Board of Orthodontics (ABO), ortodonti adalah cabang spesifik dalam profesi kedokteran gigi yang bertanggung jawab pada studi dan
6
supervisi pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang berkaitan, sejak lahir sampai dewasa, meliputi tindakan preventif dan korektif pada ketidakteraturan letak gigi yang membutuhkan reposisi gigi dengan piranti fungsional dan mekanik untuk mencapai oklusi normal dan muka yang menyenangkan. Tercakup dalam pengertian ini masalah perkembangan dalam arti yang luas, yaitu pertumbuhkembangan gigi sampai mencapai oklusi dalam fase geligi permanen dan juga pertumbuhkembangan rahang serta muka.2 Pertumbuhkembangan
perlu
dipelajari
karena
maloklusi
bukan
merupakan suatu penyakit tetapi suatu penyimpangan pertumbuhkembangan. Penyimpangan pertumbuhkembangan yang menyangkut letak gigi dapat menyebabkan suatu maloklusi, misalnya letak gigi-gigi yang berdesakan. Penyimpangan pertumbuhkembangan tulang rahang menghasilkan kelainan skeletal misalnya, maloklusi kelas III Angle yang ditandai dengan rahang bawah yang terlalu ke depan dibandingkan dengan rahang atas. Letak gigi yang tidak teratur dan kelainan letak rahang sangat besar pengaruhnya terhadap penampilan seseorang. Sebagian besar kelainan ortodonti lebih banyak mempengaruhi kondisi psikososial seseorang daripada mempengaruh kesehatan fisik.2 2.1.2 Tujuan Perawatan Ortodontik Tujuan perawatan ortodontik adalah memperbaiki susunan dan kedudukan gigi-geligi untuk mendapatkan hubungan gigi-geligi (fungsi oklusi) yang stabil, perbaikan pengunyahan, keseimbangan otot dan keserasian estetika wajah yang harmonis. Secara umum perawatan ortodontik bertujuan
7
memperbaiki kehidupan pasien dengan mengatasi kesulitan psikososial yang berhubungan dengan penampilan wajah dan gigi.6 Ada 2 alasan yang jelas dari perawatan ortodontik yaitu untuk estetika dan fungsi, perawatan ortodontik tidak hanya dapat memperbaiki susunan gigi geligi, tetapi dalam kasus-kasus tertentu juga dapat mempunyai dampak yang besar pada lingkungan seseorang dan perkembangan kariernya. Selain itu, susunan gigi yang lebih baik dapat menyebabkan standar kebersihan mulut menjadi lebih baik. Tujuan utama perawatan ortodontik adalah mendapatkan penampilan dentofacial yang menyenangkan secara estetika dengan fungsi yang baik dan dengan gigi – gigi dalam posisi yang stabil, perawatan ortodontik tidak boleh dilakukan jika tidak dapat memberikan perbaikan yang nyata serta abadi, karena alasan inilah banyak maloklusi ringan yang dibiarkan tanpa perawatan.7 2.1.3 Sejarah Perawatan Ortodontik Adanya maloklusi sudah dikenal sejak 24 abad yang lalu. Dalam literatur kuno 460 tahun sebelum Masehi, Hipocrates dalam bukunya “Epidemic” menyebutkan : “Di antara orang-orang yang kepalanya panjang, terdapat di antaranya yang berleher besar dan tulang-tulangnya kuat. Sebagian mempunyai langit-langit yang sangat melengkung sehingga gigi-gigi menjadi tidak beraturan, berjejal satu dengan yang lain”.8 Perawatan pertama yang tercatat ditulis oleh Celcus pada tahun 25 SM. Ia mengatakan bahwa : “Jika pada anak-anak gigi kedua bererupsi sebelum gigi pertamanya tanggal, maka gigi yang mungkin tertahan ini harus dicabut dan gigi
8
baru ini setiap hari harus didorong ke muka dengan jari sampai gigi ini menempati tempatnya yang betul. Perawatan secara mekanis terhadap maloklusi dicatat oleh Galus Plinus Secundus (Pliny) yang hidup pada tahun 23 – 79, dimana Pliny mengusulkan penambalan gigi yang elongasi supaya gigi ini dapat kembali ke tempat yang benar.8 Sampai abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran gigi ini berajalan sangat lambat. Mencetak gigi dalam kedokteran gigi pertama kali dikerjakan oleh Mathais Gottfried Purman pada tahun 1692 dengan menggunakan lilin, sedangkan penggunaan Plaster of Paris oleh Philip Pfaff baru dikerjakan satu abad kemudian, yaitu tahun 1756. Beberapa tahun kemudian terbit buku menegenai maloklusi yang dikarang oleh Kneisel dari Jerman dengan judul Der Stiefstand der Zahne. Kneisel menganjurkan removable appliance (alat lepasan) dan sendok cetak yang modern.Prancis tercatat sebagai negara yang banyak berjasa dalam bidang ortodonsia. Piere Fauchard dan beberapa penulis Prancis lainnya sekitar tahun 1728 – 1846 menulis tentang gigi-gigi yang tidak beraturan. Istilah Orthodontia dikenal pertama kali oleh Joseph Fox tahun 1803 yang menguraikan tentang perawatan maloklusi dan metode yang diuraikannya ini baru dipakai hampir setengah abad kemudian.8
9
2.1.4 Jenis Perawatan Ortodontik Berdasarkan piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar dapat digolongkan pada piranti lepas (removable appliance), piranti fungsional (functional appliance), dan piranti cekat (fixed appliance).2 a. Piranti Lepasan Piranti lepasan (removable appliance) adalah piranti yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien. Komponen utama piranti lepasan adalah (1) komponen aktif; (2) komponen pasif; (3) lempeng akrilik; (4) penjangkaran. Salah satu faktor keberhasilan perawatan dengan piranti lepasan adalah kepatuhan pasien untuk memakai piranti. b. Piranti Fungsional (Fungsional appliance) Piranti fungsional digunakan untuk mengoreksi maloklusi dengan memanfaatkan, menghalangi atau memodifikasi kekuatan yang dihasilkan oleh
otot
orofasial,
erupsi
gigi
dan
pertumbuhkembangan
dentomaksilofasial. Ada juga yang mengatakan bahwa piranti fungsional dapat berupa piranti lepasan atau piranti cekat yang menggunakan kekuatan yang berasal dari kekuatan otot, fasial, dan atau jaringan yang lain untuk mengubah relasi skeletal dan gigi. c. Piranti Cekat (Fixed Appliance) Piranti cekat adalah piranti ortodontik yang melekat pada gigi pasien sehingga tidak bisa dilepas pleh pasien. Piranti ini mempunyai komponen
10
utama, yaitu lekatan (attachment)yang berupa breket (bracket) atau cincin (band), kawat busur (archwire) dan penunjang (accesories atau auxiliaries) misalnya rantai elastomerik dan modul. 2.2 Definisi Operator/Tenaga Kesehatan Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pada Bab 1 Pasal 1 Nomor 6, Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.9 Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), tenaga kesehatan merupakan pokok dari subsistem SDM kesehatan, yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta pendayagunaan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya. Unsur utama dari subsistem ini adalah perencanaan, pendidikan dan pelatihan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan.10 Secara umum kebijakan tentang tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas atau mutu, antara lain dapat pada Peraturan Pemerintah (PP) No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam PP ini antara lain dinyatakan: 1) Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan; dan 2) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.10
11
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2004, khususnya dalam Sub Sistem Sumberdaya Manusia Kesehatan, antara lain dinyatakan bahwa: “pembinaan dan pengawasan praktek profesi dilakukan melalui sertifikasi, registrasi, uji kompetensi, dan pemberian lisensi”. Instuti atau lembaga yang melaksanakan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Sertifikasi dilakukan oleh Institusi Pendidikan; 2) Registrasi dilakukan oleh komite registrasi tenaga kesehatan; 3) Uji kompetensi dilakukan oleh masing – masing organisasi profesi; dan 4) Pemberian lisensi dilakukan oleh pemerintah.10 2.3 Jenjang Profesionalisme Operator Ortodontik 2.3.1Dokter gigi spesialis Ortodontik Program pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti bertujuan mencapai kemampuan keprofesian sebagai seorang dokter gigi spesialis ortodonti dengan kemampuan akademik yang mempunyai sifat atau ciri utama sebagai berikut11: a. Berkesinambungan (continue) Bahwa program pendidikan dokter gigi spesialis 1 (SP 1) merupakan bagian daripada pendidikan yang berkesinambungan dan berjenjang yang berawal dari pendidikan sarjana kedokteran gigi, pendidikan dokter gigi spesialis, dan dapat diteruskan ke pendidikan doktor. b. Akademik – Profesional Bahwa pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti merupakan perpaduan pendidikan akademik yang bercirikan pendalaman ilmu (akademik) melalui berbagai kegiatan akademik dan pendidikan
12
keprofesian yang bercirikan pencapaian kemampuan profesi (dokter gigi spesialis) melalui serangkaian pelatihan keprofesian. c. Belajar Aktif (Active Learning/Adult Learning) Pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti memakai kaidah pendidikan tinggi (higher education) yang bersifat pendidikan aktif dan mandiri dengan motivasi, kreativitasi, dan integritas peserta yang tinggi. Proses pendidikan terutama ditekankan pada pendekatan student centred, problem solving, dan self directed learning, sehingga staf pengajar lebih berperan sebagai fasilisator. d. Berdasarkan Pencapaian Kemampuan (Competency Based/Mastery Learning) Bahwa pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti bertujuan mencapai kemampuan (competency) dan kemahiran (mastery) yang didukung oleh dasar akademik yang kuat berdasarkan permasalahan yang ada di masyarakat (evident base). e. Pencapaian Kemampuan Individu (Individual Competency) Bahwa pencapaian kemampuan tersebut merupakan pencapaian kemampuan setiap individu peserta. Oleh karena itu setiap kegiatan baik pendalaman akademik maupun pelatihan keprofesian harus dialami oleh masing – masing individu peserta melalui hand on training secara terus menerus dan nyata di bawah pengawasan supervisor. f. Sekuensi
13
Bahwa strategi proses pembelajaran, supervisi, dan evaluasi disusun secara sekunsial dan berjenjang melalui berbagai tahapan. g. Persyaratan (Pre Requisite) Untuk hal – hal tertentu prasyarat harus dicapai lebih dahulu untuk mengikuti tahap berikutnya. h. Terpadu dan Terintegrasi (Integrated Comprehensif ) Bahwa proses pelatihan keprofesian sedapat mungkin dilaksanakan secara
komprehensif
(integrated
teaching)
dengan
cara
mengelompokkan berbagai sub-disiplin sub-unit. i. Sistem Matriks Bahwa sistem matriks dapat dipakai dalam menyusun jenis, distribusi, dan variasi kegiatan peserta dalam pelatihan keprofesian dan kegiatan kademik agar setiap peserta mendapatkan kegiatan yang sama. j. Jaringan Sumber Pembelajaran (Network of Learning Resources) Bahwa seyogyanya digunakan jaringan sumber pembelajaran secara luas agar proses pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Misalnya kerjasama dengan pusat pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti lain. 2.3.2 Dokter gigi umum Pendidikan profesi dokter gigi merupakan pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan pada penguasaan ilmu dan penerapan ilmu kepada masyarakat dalam bidang kedokteran gigi.12
14
Profesi dokter gigi merupakan tugas mulia bagi kehidupan manusia dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut. Karenanya seorang dokter gigi dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk bersikap profesional. Untuk mencapai kompetensi tersebut, dokter gigi yang merupakan profesi harus didasari oleh keilmuan yang kokoh. Dengan demikian seorang dokter gigi mempunyai kompetensi akademik – profesionalisme yang diperoleh melalui pendidikan profesi yang didasari oleh pendidikan akademik, sehingga setelah selesai pendidikannya akan memiliki kemampuan melaksanakan praktik sesuai dengan keahliannya, bersikap profesional, dengan selalu membekali dirinya
dengan
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.12 Kompetensi dokter gigi indonesia ini adalah memberikan batas kemampuan yang harus dimiliki oleh dokter gigi yang melaksanakan pelayanan kedokteran gigi di Indonesia. Kemampuan minimal tersebut sudah dapat mengambarkan mutu dokter gigi indonesia di manapun ia melaksanakan praktik. Melalui
gambaran
mutu
ini,
masyarakat
Indonesia
diharapkan
akan
mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang prima dengan mutu yang hampir sama.12 Jumlah kuantitas dokter gigi umum cenderung lebih besar di banding dokter gigi spesialis ortodontik, oleh karena itu peranan dokter gigi umum di bidang ortodontik mencakup melakukan tindakan pencegahan terjadinya maloklusi atau mencegah bertambah parahnya maloklusi. Tindakan preventif atau perawatan ortodontik dini dapat mengurangi resiko bertambah parahnya
15
suatu maloklusi. Banyak kasus maloklusi yang seharusnya dapat diatasi secara dini tetapi tidak diketahui pasien karena tidak adanya informasi yang benar. Tidak jarang dokter gigi menyarankan untuk menunda perawatan tanpa analisis yang tepat akibatnya maloklusi berkembang menjadi parah. Untuk mencegah hal tersebut maka dokter gigi perlu memahami tumbuh kembang kraniofasial, perkembangan oklusi, tindakan pencegahan dini, kemampuan diagnostik dan faktor – faktor penyulit yang dapat menyertai suatu maloklusi sehingga dapat menentukan perawatan ortodontik yang tepat.13 2.3.3 Perawat Gigi Perawat gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku, selanjutnya perawat gigi yang menjalankan tugasnya diseluruh Indonesia harus mempunyai SPIG dan SIK sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Perawat gigi dalam melaksanakan peran, tugas dan fungsinya dilakukan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan hak dan wewenang yang dimilikinya.14 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035 Tahun 1998 tentang Perawat Gigi dinyatakan: (1) Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. (2) Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan dalam kelompok keperawatan yang dalam menjalankan tuigas profesinya harus berdasarkan
16
Standar Profesi. (3) Perawat gigi dalam menjalankan tugas profesinya diarahkan untuk meningkatkan mutu dan kerja sama dengan profesi terkait. 14 Kewajiban Perawat Gigi terhadap masyarakat adalah memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang sebaik mungkin hendaknya tidak diartikan sebagai keharusan bagi Perawat Gigi untuk mempunyai peralatan alat – alat peraga atau bahan – bahan yang mahal. Dengan bahan – bahan yang tersedia sederhana diharapkan Perawat Gigi dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat Perawat Gigi wajib memperhatikan dan mendapat persetujuan apa yang akan dilakukan terhadap kliennya. Dengan demikian tidak mendapat kesan klien yang tidak tahu atau tanpa persetujuan apa yang telah dilakukan terhadap dirinya. Selain itu Perawat Gigi juga harus memperhatikan hak klien antara lain hak untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan, menolak rencana tindakan yang akan dilakukan meskipun Perawat Gigi telah menjelaskan indikasi perawatan yang sesuai dengan keadaan penderitanya. Seorang Perawat Gigi Indonesia harus sadar bahwa pengetahuan, kemampuan, kewenangan dalam menangani suatu kasus terbatas. Oleh karenanya Perawat Gigi wajib merujuk penderita tersebut kepada tenaga yang lebih ahli dan dengan harapan penderita akan mendapatkan perawatan yang lebih baik. Dalam keadaan darurat seorang Perawat Gigi wajib memberikan pertolongan kepada siapapun yang membutuhkan dan apapun yang dideritanya. Pertolongan yang diberikan tentu dalam batas – batas tindakan keterampilan, keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya. Walaupun sangat terbatas, namun tetap harus mengerjakan segala sesuatu dalam upaya menyelamatkan seseorang.
17
Pertolongan harus diberikan apabila tidak ada orang lain yang mampu memberikan.14 2.3.4 Tukang gigi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan di bidang penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai pendidikan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran gigi serta telah mempunyai izin untuk melakukan pekerjaannya. 15 Tukang gigi berbeda dengan dokter gigi. Dokter gigi adalah dengan ruang lingkup di daerah mulut. Dokter gigi mempunyai ilmu yang cukup banyak tentang geligi dan rongga mulut bahkan hubungannya dengan organ diluar mulut. Tukang gigi berbeda pula dengan tehniker gigi. Tehniker gigi biasanya berprofesi membantu dokter gigi dalam pekerjaan laboratorium. Apa yang dibuat oleh dokter gigi dibuat dalam laboratoriium oleh tehniker gigi dengan pengawasan dan arahan dokter gigi. Dasar pengetahuan tehniker gigi didapat dari sekolah Akademi Tehnik/Laboratorium Kedokteran Gigi, bukan otodidak atau turun-temurun seperti halnya tukang gigi.16 Berdasarkan
Keputusan
Dirjen
Yanmed
Depkes
RI
No.
234/Yanmed/KG/5/1991, wewenang tukang gigi antara lain : (1) Membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik, sebagian atau penuh. (2) Memasang gigi tiruan lepasan, tidak menutupi sisa akar. (3) Merujuk ke sarana kesehatan yang terdekat. Larangan – larangan yang tidak boleh dilakukan dalam pelaksanaan
18
praktek tukang gigi yaitu : (1) Melakukan penambalan gigi dengan bahan tambalan apapun. (2) Melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat/mahkota/tumpatan tuang dan sejenisnya. (3) Menggunakan obat – obatanyang berhubungan dengan bahan tambalan gigi, baik sementara ataupun tetap. (4) Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan. (5) Melakukan tindakan – tindakan secara medik termasuk pemberian obat –obatan. (6) Mewakilkan pekerjaannya kepada siapapun.17 2.4 Kepuasan Pasien Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam mengevaluasi mutu layanan suatu perawatan terhadap keahlian operator. Saat ini masalah ketidakpuasan terjadi di negara berkembang maupun di negara maju. Ada berbagai macam pegertian yang diberikan oleh pakar tentang kepuasan. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya.18 Kepuasan dapat diartikan sebagai perbedaan antara harapan dan kinerja yang dirasakan.Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subyektif, sulit diukur, dapat berubah – ubah, serta terdapat banyak sekali faktor yang berpengaruh; sebanyak dimensi di dalam kehidupan manusia. Subyektivitas tersebut bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi obyektifitas bila cukup banyak pendapat yang sama terhadap sesuatu hal.18 Oleh karena itu, untuk mengkaji kepuasan pasien digunakan suatu instrumen penelitian yang cukup valid disertai dengan metode penelitian yang baik. Ada dua dimensi kepuasan pasien, yaitu dimensi pertama adalah kepuasan yang mengacu hanya
19
pada penerapan standar dan kode etik profesi yang meliputi hubungan dokter – pasien, kenyamanan layanan, kebebasan menentukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas layanan dan keamanan tindakan. Dimensi kedua adalah kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan layanan kesehatan, yang meliputi ketersedian, kewajaran, keterjangkauan, efesiensi dan mutu layanan kesehatan. Keluhan masyarakat sering terjadi oleh karena layanan yang kurang memuaskan, tingginya biaya layanan kesehatan, sarana dan prasrana kesehatan masih sangat terbatas serta faktor – faktor lain yang mempengaruhi kepuasan pasien.18 Dalam perawatan ortodontik kepuasan pasien dapat dilihat dari hubungan profesionalisme operator dengan pasiennya seperti dalam hal memotivasi pasien. Operator dalam melakukan perawatan ortodontik perlu menjelaskan tujuan perawatan kepada pasien agar pasien termotivasi dan merasa puas terhadap perawatan yang akan dilakukan. Selain itu, seorang operator harus menggunakan kosakata yang dapat dipahami oleh pasien agar terjalin komunikasi yang efektif antara operator dan pasien.19 2.4.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Beberapa faktor yang memotivasi pelanggan/pasien untuk berkunjung ke klinik atau ke tempat perawatan yaitu: pelayanan, operator, fasilitas, lingkungan, lokasi dan rujukan. Pelayanan meliputi pelayanan yang lengkap, pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Kepuasan pasien ditentukan oleh 4 faktor, yaitu: kemudahan (terjangakau, tersedia, waktu selalu buka), hubungan pasien – dokter (mendengarkan keluhan – keluhan, ramah, aman, informasi yang jelas), pelayanan (kecepatan pelayanan, tanggapan
20
keluhan, pelayanan yang berlanjut), fasilitas (bersih, nyaman), dan biaya perawatan. Fasilitas meliputi reputasi klinik atau tempat perawatan, kecanggihan peralatan, kemudahan parkir, dan kenyamanan ruangan. Lingkungan meliputi kebersihan lingkungan, keindahan lingkungan, ketenangan lingkungan, yang dapat membuat pasien nyaman berada di klinik atau tempat perawatan.20 Penelitian – penelitian sebelumnya tentang kepuasan pasien telah banyak menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor penentu kepuasan pasien, antara lain yaitu tangibles (aspek terlihat secara fisik, misalnya peralatan dan personel), reliability (kemampuan untuk memiliki perfoma yang bisa diandalkan dan akurat), responsiveness (kemauan untuk merespon keinginan atau kebutuhan akan bantuan dari pelanggan, serta pelayanan yang cepat), assurance (kemauan para personel untuk menimbulkan rasa percaya dan aman kepada pelanggan), empathy (kemauan personel untuk peduli dan memperhatikan setiap pelanggan). Selain itu juga terdapat beberapa variabel nonmedik yang juga dapat mempengaruhi kepuasan pasien, diantaranya yaitu: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan kepribadian dan lingkungan hidup, juga mempengaruhi oleh karakteristik pasien, yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit.21
21
BAB III KERANGKA KONSEP
OPERATOR
DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTIK
DOKTER GIGI UMUM
PERAWAT GIGI
TUKANG GIGI
PERAWATAN ORTODONTIK
REMOVABLE APPLIANCE
FIXED APPLIANCE
KEPUASAN PASIEN
Keterangan : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
22
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik, karena dalam pelaksanaannya meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data dari objek penelitian. 4.2 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross- sectional study. Rancangan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data hanya satu kali dan satu waktu tanpa ada tindak lanjut. 4.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Klnik dokter gigi spesialis ortodontik, klinik dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi di Kota Madya Makassar 4.4 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret-Juni 2013 4.5 Populasi Dan Sampel Populasi adalah pasien ortodontik yang datang ke klinik donter gigi spesialis ortodontik, klinik dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi yang bertempat
23
di Kota Madya Makassar. Populasi dari penelitian ini berjumlah 120 orang yang terdiri dari 30 orang pasien ortodontik dari masing – masing operator (dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi) di Kota Madya Makassar. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling untuk memilih secara acak klinik dokter gigi spesialis ortodontik, klinik dokter gig umum, praktik perawat gigi dan praktik tukang gigi di Kota Madya Makassar. Dimana peneliti dalam memilih sampel dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel. Setelah lokasi penelitian terpilih secara acak, selanjutnya responden dari setiap operator dipilih menggunakan teknik accidential sampling. Teknik ini yaitu dengan mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data dengan criteria eksklusi dan inklusi. Adapun kriteria sampel dari penelitian ini yaitu : a. Kriteria inklusi : Pasien yang melakukan perawatan fixed ortodontik (piranti cekat), berusia 18 tahun ke atas dan bersedia mengisi kuesioner. b. Kriteria eksklusi : Pasien ortodontik yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
24
4.6 Variabel Penelitian 4.6.1 Menurut Fungsinya
:
a. Variabel bebas
: Pemilihan operator
b. Variabel akibat
: Persepsi kepuasan pasien
c. Variabel antara
: Keahlian operator
d. Variabel random
: Jenis kelamin
e. Variabel terkendali
: Pasien ortodontik, profesionalisme
4.6.2 Menurut skala pengukuram : a. Variabel sebab / independen
: ordinal
b. Varibel akibat / dependen
: ordinal
4.7 Definisi Operasional Variabel a. Persepsi kepuasan pasien adalah dimana operator mampu melakukan perawatan dan pelayanan dengan baik, dan apa yang diharapkan oleh pasien tercapai. b. Pasien ortodontik adalah mereka yang sedang menjalani perawatan ortodontik atau yang sedang memakai alat ortodontik. c. Operator adalah orang yang melakukan tindakan dan memberikan jasa perawatan ortodontik dalam hal ini dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum,perawatgigi, tukang gigi.
25
-
Dokter gigi spesialis ortodontik adalah mereka yang telah menempuh pendidikan profesi dokter gigi spesialis dalam bidang ortodontik dan mendapatkan gelar Spesialis Ortodontik.
-
Dokter gigi umum adalah mereka yang telah menempuh pendidikan Strata Satu (S1) dan menyelesaikan pendidikan profesi dokter gigi.
-
Perawat gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
-
Tukang gigi adalah mereka yang melakukan perawatan gigi tetapi tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentang kesehatan gigi. Dan ilmu yang mereka punya hanya didapatkan secara turun temurun atau otodidak.
4.8 Data a. Jenis data
: Data primer
b.
Pengolahan data
: Dilakukan dengan menggunakan SPSS
c.
Penyajian data
: Dalam bentuk tabel
d. Analisis data
: Uji chi-square
4.9 Alat Pengumpulan Data Peneliti menggunakan lembar kuesioner dalam mengumpulkan data. Kuesioner yang diberikan berisi daftar pertanyaan. Kuesioner disusun secara terstruktur sehingga responden dapat memberikan jawaban sesuai petunjuk yang ada.
26
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Lichert. Skala Lichert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban sikap item instrument yang digunakan dalam skala Lichert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negative, yang dapat berupa kata-kata antara lain : a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju 4.10 Kriteria Penilaian Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu : a. Bagian pertama terkait dengan identitas responden, meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendidikan terkahir orangtua, dan pekerjaan orangtua. b. Bagian kedua terkait dengan persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. Masingmasing item pertanyaan dalam kuesioner diberi skor yaitu : 3 = untuk pilihan jawaban sangat setuju 2 = untuk pilihan jawaban setuju 1 = untuk pilihan jawaban tidak setuju 4.11 Prosedur Penelitian a. Menentukan lokasi dan waktu penelitian. b. Menyiapkan daftar isian kuesioner.
27
c. Pengambilan data yang diperlukan untuk mengetahui pengaruh persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. d. Mengelolah data yang dikumpulkan dengan menggunakan program komputer SPSS e. Analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square
28
BAB V HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan yaitu Persepsi Kepuasan Pasien Ortodontik Berdasarkan Keahlian Operator Menurut Jenjang Profesionalisme yang dilakukan di klinik dokter gigi spesialis ortodontik (Eka Erwansyah Orthodontic’s Center jalan Sungai Saddang Baru dan Klinik Ortodontik drg. Baharuddin MR, sp. Orto jalan Urip Sumoharjo), klinik dokter gigi umum (drg. Ita Isdiana Anwar jalan Batu Putih, drg Rahmat jalan Pelita Raya, Dental Health Care’s Clinic, BTP), praktik perawat gigi (Balai Pengobatan Gigi Alif jalan Pongtiku, Balai Pengobatan Gigi Nirwana jalan Mallengkeri, Balai pengobatan Gigi jalan Perintis Kemerdekaan) dan praktik tukang gigi (Tukang Gigi Yustia jalan Urip Sumoharjo, Tukang Gigi Kecantikan jalan A.Pettarani, Tukamg Gigi Daya jalan Perintis Kemerdekaan) selama tiga bulan yaitu pada bulan Maret-Juni 2013, maka diperoleh sampel sebanyak 120 responden yang berasal dari 30 orang pasient ortodontik dari masing – masing operator (dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi). Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi dan diinput kemudian dianalisis dengan program SPSS. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan.
29
Tabel 5.1. Karakteristik sampel penelitian/pasien yang menggunakan fixed orthodontic (ortodontik cekat) di Kota Makassar berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan Karakteristik Jenis Kelamin : Laki – laki Perempuan Umur : 15 – 24 tahun 25 – 34 tahun 35 – 44 tahun ≥ 44 tahun Pendidikan : SMP SMA D3/Sarjana Pekerjaan : PNS Peg. Swasta Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa IRT
n
%
28 92
23,3 76,7
93 20 6 1
77,5 16,7 5.0 0,8
20 64 36
16,7 53,3 30,0
13 20 15 71 1
10,8 16,7 12,5 59,2 0,8
Berdasarkan tabel diatas dari 120 pasien ortodontik lebih banyak digunakan oleh perempuan yaitu sebanyak 92 orang (76,7%) dibandingkan laki – laki hanya 28 orang (23,3%) dengan rentang usia 15 – 24 tahun sebanyak 93 orang (77,5%), 25 – 34 tahun sebanyak 20 orang (16,7), 35 – 44 tahun sebanyak 6 orang (0,8%), ≥44 tahun hanya 1 orang (0,8) dan berdasarkan pendidikan terakhir pasien yaitu SMA sebanyak 64 orang (53,3%), SMP sebanyak 20 orang (16,7), perguruan tinggi sebanyak 36 orang (30,0%). Berdasarkan pekerjaan dari 120 pasien, sebanyak 13 orang (10,8) berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), 20 orang (16,7%) berprofesi sebagai Pegawai
30
Swasta, 15 orang (12,5%) berprofesi sebagai Wiraswasta, 71 orang (59,2%) berprofesi sebagai Pelajar/Mahasiswa, dan 1 orang (0,8%) sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Tabel 5.2 Rata - rata skor responden laki – laki dan perempuan terhadap enam kategori kepuasan pasien pada perawatan fixed orthodontic (ortodontik cekat) di Kota Makassar Persepsi
Laki-Laki Rerata
SD
Perempuan Rerata
SD
Hubungan operator-pasien
21,89
5,072
21,71
4,226
Aspek situasi
24,04
4,409
24,08
3,789
Perubahan wajah
19,00
5,128
18,39
4,418
Perubahan psikisosial
17,86
3,894
18,08
3,490
Fungsi gigi
7,71
2,291
6,59
1,774
Aspek lain - lain
9,21
1,792
9,23
1,453
99,71
20,587
98,07
16,846
Total skor kepuasan
Tabel 5.2 memperlihatkan adanya perbedaan persepsi kepuasan pasien laki – laki dan perempuan terhadap enam kategori. Laki – laki memiliki persepsi kepuasan lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu rata – rata skor kepuasan laki – laki 99,71±20,587, sedangkan perempuan 98,07±16,846. Akan tetapi nilai ini tidak berbeda jauh antara laki – laki dan perempuan. Dari enam kategori aspek situasi memiliki nilai tertinggi baik pada laki – laki maupun perempuan, sedangkan kategori fungsi gigi memiliki skor terendah untuk kedua jenis kelamin ini.
31
Tabel 5.3. rata – rata skor responden berdasarkan operator terhadap enam kategori kepuasan pasien pada perawatan fixed orthodontic (ortodontik cekat) di Kota Makassar Persepsi
Tukang gigi
Perawat gigi
Dokter gigi
Orthodonstist
Rerata
SD
Rerata
SD
Rerata
SD
Rerata
SD
Hubungan operator -pasien
18,40
3,85
20,57
2,59
22,23
4,45
25,80
2,89
Aspek situasi
21,37
3,87
22,90
3,32
25,13
3,53
26,87
2,53
Perubahan wajah
15,47
3,73
17,93
3,39
18,57
5,29
22,17
2,96
Perubahan psikososial
15,97
3,38
17,33
2,55
18,47
4,22
20,33
2,47
Fungsi gigi
5,53
1,38
7,27
1,34
6,50
2,01
8,10
2,06
Aspek lain - lain
8,57
1,59
8,87
1,38
9,47
1,78
10,00
0,87
Total skor kepuasan
85,30
16,06
94,87
11,57
100,37
19,15
113,27
10,27
Tabel 5.3 memperlihatkan adanya perbedaan total jumlah persepsi kepuasan berdasarkan operator. Persepsi kepuasan pasien paling tinggi berada pada dokter gigi spesialis ortodontik yaitu 113,27±10,27 sementara untuk dokter gigi menempati urutan kedua dari persepsi kepuasan pasien yaitu sebesar 1003,37±19,15 selanjutnya diikuti perawat gigi (94,87±11,57) dan tukang gigi diurutan terakhir (85,30±16,06). Tabel 5.4 menunjukkan jumlah responden yang merasa puas paling banyak adalah dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) yaitu sebanyak 27 (90.00%) responden dan profesi ini memiliki jumlah responden paling sedikit yang merasa tidak puas yaitu sebanyak 3 (10.00%) responden.
Profesi tukang gigi memiliki jumlah
32
responden yang merasa puas sebanyak 5 (16.70%) responden dan merasa tidak puas sebanyak 25 (83.30%) responden. Profesi perawat gigi memiliki jumlah responden yang merasa puas yaitu sebanyak 9 (30.00%) responden dan yang merasa tidak puas yaitu sebanyak 21 (70.00%) responden. Profesi dokter gigi memiliki jumlah responden yang merasa puas sebanyak 18 (60.00%) responden dan yang merasa tidak puas yaitu sebanyak 12 (40.00%) responden. Tabel 5.4. total persepsi kepuasan pasien berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator Tukang gigi Perawat gigi Dokter gigi Ortodontist Total
n % n % n % n % n %
Persepsi Puas tidakpuas 5 25 16.70% 83.30% 9 21 30.00% 70.00% 18 12 60.00% 40.00% 27 3 90.00% 10.00% 59 61 49.20% 50.80%
Total 30 100.00% 30 100.00% 30 100.00% 30 100.00% 120 100.00%
Tabel 5.5 profesi tukang gigi sebanyak 9 responden menilai hubungan operator – pasien cukup baik, 3 (33.3%) diantaranya merasa puas dan 6 (66.7%) tidak merasa puas. Responden yang menilai hubungan operator – pasien kurang baik sebanyak 21 responden, 2 (9.5%) merasa puas dan 19 (90.5%) responden merasa tidak puas. Profesi ini menunjukan nilai p=0.143 (p>0.05) hal ini tidak menunjukan nilai yang signifikan pada uji korelasi. Pada perawat gigi sebanyak 7 responden menilai hubungan operator –
33
pasien cukup baik, 6 (85.7%) diantaranya merasa puas sedangkan 1 (14.3%) responden lainnya merasa tidak puas. Tabel 5.5. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan hubungan operator - pasien berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator
Hubungan
Kepuasan
operator –
Tukang Gigi
Perawat Gigi
Dokter Gigi
Ortodontist
Total
Puas
Total
P
Tidakpuas
pasien
n
%
n
%
n
%
Cukup
3
33.3
6
66.7
9
100.0
Kurang
2
9.5
19
90.5
21
100.0
Cukup
6
85.7
1
14.3
7
100.0
Kurang
3
13.0
20
87.0
23
100.0
Cukup
13
100.0
0
0.0
13
100.0
Kurang
5
29.4
12
70.6
17
100.0
Cukup
26
96.3
1
3.7
27
100.0
Kurang
1
33.3
2
66.7
3
100.0
59
49.2
61
50.8
120
100.0
0.143
0.001
0.000
0.020
Responden yang menilai hubungan operator – pasien kurang baik sebanyak 23 responden, 3 (13.0%) merasa puas dan 20 (87.0%) merasa tidak puas. Pada hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.001 artinya terdapat hubungan antara profesi perawat gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori hubungan operator – pasien. 13 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal hubungan
34
operator – pasien. Semua responden ini menyatakan puas dan tidak ada responden yang merasa tidak puas. Sebanyak 17 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal hubungan operator – pasien kurang baik. 5 (29.4%) diantaranya merasa puas dan 12 (70.6%) merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.000 yang berarti ada hubungan antara profesi dokter gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori hubungan operator – pasien. Sebanyak 27 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hubungan operator – pasien. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden terbanyak yang merasa puas yaitu sebanyak 26 (96.3%) sedangkan yang tidak merasa puas hanya 1 (3.7%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 3 responden, 1 (33.3%) diantaranya merasa puas dan 2 (66.7%) lainnya merasa tidak puas. Uji korelasi pada profesi ini menunjukan nilai yang signifikan (p=0.020). Tabel 5.6 profesi tukang gigi sebanyak 3 responden menilai aspek situasi cukup baik dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai aspek situasi kurang baik sebanyak 27 responden, 2 (7.4%) merasa puas dan 25 (92.6%) responden merasa tidak puas. Pada perawat gigi sebanyak 5 responden menilai aspek situasi cukup baik dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai aspek situasi kurang baik sebanyak 25 responden, 4 (16.0%) merasa puas dan 21 (84.0%) merasa tidak puas. 17 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal aspek situasi, 15 (88.2%) diantaranya merasa puas dan 2 (11.8%) responden merasa tidak puas. Sebanyak 13 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal aspek situasi kurang baik. 3 (23.1%) diantaranya merasa puas dan 10 (76.9%) merasa tidak puas. Sebanyak 26 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal aspek
35
situasi. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 4 responden, 1 (25.0%) diantaranya merasa puas dan 3 (75.0%) lainnya merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan pada seluruh profesi terhadap persepsi kepuasan pada kategori aspek situasi. Tabel 5.6. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan aspek situasi berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator
Aspek
Kepuasan
Situasi
Puas
Total
P
Tidakpuas
n
%
n
%
n
%
Tukang
Cukup
3
100.0
0
0.0
3
100.0
Gigi
Kurang
2
7.4
25
92.6
27
100.0
Perawat
Cukup
5
100.0
0
0.0
5
100.0
Gigi
Kurang
4
16.0
21
84.0
25
100.0
Dokter Gigi
Cukup
15
88.2
2
11.8
17
100.0
Kurang
3
23.1
10
76.9
13
100.0
Cukup
26
100.0
0
0.0
26
100.0
Kurang
1
25.0
3
75.0
4
100.0
59
49.2
61
50.8
120
100.0
Ortodontist
Total
0.002
0.001
0.001
0.001
Tabel 5.7 profesi tukang gigi sebanyak 6 responden menilai perubahan wajah cukup baik, 3 (50.0%) diantaranya merasa puas dan 3 (50.0%) merasa tidak puas. Responden yang menilai perubahan wajah kurang baik sebanyak 24 responden, 2
36
(8.3%) merasa puas dan 22 (91.7%) responden merasa tidak puas. Pada perawat gigi sebanyak 11 responden menilai perubahan wajah cukup baik, 7 (63.6%) diantaranya merasa puas dan 4 (36.4%) responden merasa tidak puas. Tabel 5.7. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan perubahan wajah berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassa
Operator
Perubahan
Kepuasan
wajah
Puas
Total
P
Tidakpuas
n
%
n
%
n
%
Tukang
Cukup
3
50.0
3
50.0
6
100.0
Gigi
Kurang
2
8.3
22
91.7
24
100.0
Perawat
Cukup
7
63.6
4
36.4
11
100.0
Gigi
Kurang
2
10.5
17
89.5
19
100.0
Dokter Gigi
Cukup
15
100.0
0
0.0
15
100.0
Kurang
3
20.0
12
80.0
15
100.0
Cukup
25
96.2
1
3.8
26
100.0
Kurang
2
50.0
2
50.0
4
100.0
59
49.2
61
50.8
120
100.0
Ortodontist
Total
0.041
0.004
0.000
0.039
Responden yang menilai perubahan wajah kurang baik sebanyak 19 responden, 2 (10.5%) merasa puas dan 17 (89.5%) merasa tidak puas. 15 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal perubahan wajah dan seluruh responden merasa puas. Sebanyak 15 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal perubahan wajah kurang baik. 3 (20.0%) diantaranya merasa puas dan 12 (80.0%) merasa tidak puas. Sebanyak
37
26 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal perubahan wajah. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden yang merasa puas yaitu sebanyak 25 (96.2%), yang tidak merasa puas yaitu hanya 1 (3.8%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 4 responden, 2 (50.0%) diantaranya merasa puas dan 2 (50.0%) lainnya merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan pada seluruh profesi terhadap persepsi kepuasan pada kategori perubahan wajah. Tabel 5.8. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan perubahan psikososial berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator
Perubahan
Kepuasan
psikososial
Tukang Gigi
Perawat Gigi
Dokter Gigi
Ortodontist
Total
Puas
Total
P
Tidakpuas
n
%
n
%
n
%
Cukup
1
100.0
0
0.0
1
100.0
Kurang
4
13.8
25
86.2
29
100.0
Cukup
7
63.6
4
36.4
11
100.0
Kurang
2
10.5
17
89.5
19
100.0
Cukup
14
93.3
1
6.7
15
100.0
Kurang
4
26.7
11
73.3
15
100.0
Cukup
21
95.5
1
4.5
22
100.0
Kurang
6
75.0
2
25.0
8
100.0
59
49.2
61
50.8
120
100.0
0.167
0.004
0.001
0.166
38
Tabel 5.8 profesi tukang gigi sebanyak 1 responden menilai perubahan psikososial cukup baik dan seluruhnya merasa puas. Responden yang menilai perubahan psikososial kurang baik sebanyak 29 responden, 4 (13.8%) merasa puas dan 25 (86.2%) responden merasa tidak puas. Profesi ini menunjukan nilai p=0.167 (p>0.05) hal ini tidak menunjukan nilai yang signifikan pada uji korelasi. Pada perawat gigi sebanyak 11 responden menilai perubahan psikososial cukup baik, 7 (63.6%) diantaranya merasa puas sedangkan 4 (36.4%) responden lainnya merasa tidak puas. Responden yang menilai perubahan psikososial kurang baik sebanyak 19 responden, 2 (10.0%) merasa puas dan 17 (89.5%) merasa tidak puas. Pada hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.004 artinya terdapat hubungan antara profesi perawat gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori perubahan psikososial. 15 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal perubahan psikososial, 14 (93.3%) diantaranya merasa puas dan 1 (4.5%) responden merasa tidak puas. Sebanyak 15 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal perubahan psikososial kurang baik. 4 (26.7%) diantaranya merasa puas dan 11 (73.3%) merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.001 yang berarti ada hubungan antara profesi dokter gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori perubahan psikososial. Sebanyak 22 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal perubahan psikososial. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden terbanyak yang merasa puas yaitu sebanyak 21 (95.5%) sedangkan yang tidak merasa puas hanya 1 (4.5%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 8 responden, 6 (75.0%) diantaranya merasa puas dan 2
39
(25.0%) lainnya merasa tidak puas. Uji korelasi pada profesi ini tidak menunjukan nilai yang signifikan (p=0.166). Tabel 5.9. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan fungsi gigi berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator
Fungsi gigi
Kepuasan Puas
Total
P
Tidakpuas
n
%
n
%
n
%
Tukang
Cukup
5
100.0
0
0.0
5
100.0
Gigi
Kurang
0
0.0
25
100.0
25
100.0
Perawat
Cukup
9
39.1
14
60.9
23
100.0
Gigi
Kurang
0
0.0
7
100.0
7
100.0
Dokter Gigi
Cukup
13
86.7
2
13.3
15
100.0
Kurang
5
33.3
10
66.7
15
100.0
Cukup
21
95.5
1
4.5
22
100.0
Kurang
6
75.0
2
25.0
8
100.0
59
49.2
61
50.8
120
100.0
Ortodontist
Total
0.000
0.071
0.009
0.166
Tabel 5.9 profesi tukang gigi sebanyak 5 responden menilai fungsi gigi cukup baik dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai fungsi gigi kurang baik sebanyak 25 responden dan seluruh responden merasa tidak puas. Profesi ini menunjukan nilai p=0.000 hal ini menunjukan nilai yang signifikan pada uji korelasi. Pada perawat gigi sebanyak 23 responden menilai fungsi gigi cukup baik, 19 (39.1%) diantaranya merasa puas sedangkan 14 (60.9%) responden lainnya merasa tidak puas.
40
Responden yang menilai fungsi gigi kurang baik sebanyak 7 responden dan semuanya merasa tidak puas. Pada hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang tidak signifikan yaitu 0.071. artinya tidak terdapat hubungan antara profesi perawat gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori fungsi gigi. 15 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal fungsi gigi, 13 (86.7%) diantaranya merasa puas dan 2 (33.3%) responden merasa tidak puas. Sebanyak 15 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal fungsi gigi kurang baik, 5 (33.3%) diantaranya merasa puas dan 10 (66.7%) merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.009 yang berarti ada hubungan antara profesi dokter gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori fungsi gigi. Sebanyak 22 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal fungsi gigi. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden terbanyak yang merasa puas yaitu sebanyak 21 (95.5%) sedangkan yang tidak merasa puas hanya 1 (4.5%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 8 responden, 6 (75.0%) diantaranya merasa puas dan 2 (25.0%) lainnya merasa tidak puas. Uji korelasi pada profesi ini tidak menunjukan nilai yang signifikan (p=0.166). Tabel 5.10 profesi tukang gigi sebanyak 11 responden menilai aspek lain - lain cukup baik, 2 (18.2%) diantaranya merasa puas dan 9 (81.8%) responden merasa tidak puas. Responden yang menilai aspek lain - lain kurang baik sebanyak 19 responden yaitu 3 (15.8%) diantaranya merasa puas dan 16 (84.2%) responden merasa tidak puas. Profesi ini menunjukan nilai p=1.000 hal ini menunjukan nilai yang tidak signifikan pada uji korelasi. Pada perawat gigi sebanyak 9 responden menilai aspek lain - lain cukup baik, 7 (77.8%) diantaranya merasa puas sedangkan 2 (22.2%) responden lainnya
41
merasa tidak puas. Responden yang menilai aspek lain - lain kurang baik sebanyak 21 responden, 2 (9.5%) diantaranya merasa puas dan merasa tidak puas 19 (90.5%) responden. Pada hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang tidak signifikan yaitu 0.001 artinya terdapat hubungan antara profesi perawat gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori aspek lain - lain. Tabel 5.10. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan aspek lain – lain berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator
Lain –
Kepuasan
lain
Tukang Gigi
Perawat Gigi
Dokter Gigi
Ortodontist
Total
Puas
Total
P
Tidakpuas
n
%
n
%
n
%
Cukup
2
18.2
9
81.8
11
100.0
Kurang
3
15.8
16
84.2
19
100.0
Cukup
7
77.8
2
22.2
9
100.0
Kurang
2
9.5
19
90.5
21
100.0
Cukup
13
92.9
1
7.1
14
100.0
Kurang
5
31.3
11
68.8
16
100.0
Cukup
21
95.5
1
4.5
22
100.0
Kurang
6
75.0
2
25.0
8
100.0
59
49.2
61
50.8
120
100.0
1.000
0.001
0.002
0.166
14 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal aspek lain - lain, 13 (92.9%) diantaranya merasa puas dan 1 (7.1%) responden merasa tidak puas. Sebanyak 16 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal aspek lain - lain kurang baik, 5
42
(31.3%) diantaranya merasa puas dan 11 (68.8%) merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.002 yang berarti ada hubungan antara profesi dokter gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori aspek lain - lain. Sebanyak 22 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal aspek lain - lain. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden terbanyak yang merasa puas yaitu sebanyak 21 (95.5%) sedangkan yang tidak merasa puas hanya 1 (4.5%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 8 responden, 6 (75.0%) diantaranya merasa puas dan 2 (25.0%) lainnya merasa tidak puas. Uji korelasi pada profesi ini tidak menunjukan nilai yang signifikan (p=0.166).
43
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di klinik dokter gigi spesialis ortodontik (Eka Erwansyah Orthodontic’s Center jalan Sungai Saddang Baru dan Klinik Ortodontik drg. Baharuddin MR, sp.Orto jalan Urip Sumaharjo), klinik dokter gigi umum (drg. Ita Isdiana Anwar jalan Batu Putih, drg. Rahmat jalan Pelita Raya, Dental Health Care’s Clinik, BTP), praktik perawat gigi (Balai Pengobatan Gigi Alif jalan Pongtiku, Balai Pengobatan Gigi Nirwana jalan Mallengkeri, Balai Pengobatan Gigi jalan Perintis Kemerdekaan) dan praktik tukang gigi (Tukang Gigi Yustia jalan Urip Sumoharjo, Tukang Gigi Kecantikan jalan A.Pettarani, Tukang Gigi Daya jalan Perintis Kemerdekaan) di Kota Madya Makassar selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret – Juni 2013, diperoleh responden sebanyak 120 yang terdiri dari 30 orang pasien ortodontik dari masing – masing operator (dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi) yang dipilih sesuai dengan criteria inklusi dan ekslusi. Responden terdiri dari 92 orang perempuan, lebih banyak dibandingkan laki – laki yaitu 28 orang dengan rentang usia yang paling banyak sekitar 15 – 24 tahun sebanyak 93 orang. Hal ini menunjukan bahwa perawatan ortodontik lebih disukai oleh pelajar/mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator menurut jenjang profesinonalisme.
44
Operator yang dimaksud dalam hal ini yaitu para dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist), dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi di Kota Madya Makassar. Setiap operator memiliki jenjang profesionalisme yang berbeda sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah mereka peroleh. Dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) berkompetensi dalam melakukan ortodontik preventif, ortodontik interseptif, ortodontik korektif dan ortodontik bedah. Sedangkan peranan dokter gigi umum dibidang ortodontik mencakup melakukan tindakan pencegahan terjadinya maloklusi atau mencegah bertambah parahnya maloklusi.13,22 Lain halnya dengan perawat gigi dan tukang gigi. Perawat gigi berwenang untuk membantu dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dan dokter gigi umum dalam memberikan jasa/layanan ortodontik, sedangkan tukang gigi tidak memiliki kewenangan dalam melakukan perawatan ortodontik. Tukang gigi hanya diberikan kewenangan untuk membuat seluruh/sebagian gigi tiruan lepasan dari akrilik dan memasang gigi tiruan lepasan.14,15 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elham Saleh Abu Alhaija. Ia melaporkan bahwa jenis kelamin dan usia seseorang menentukan sikap untuk memilih perawatan ortodontik. Perempuan memiliki keinginan yang lebih besar untuk menerima dan menjalani perawatan ortodontik dibandingkan dengan laki – laki, dan juga mereka yang lebih muda memiliki sikap positif dibandingkan mereka yang berusia lebih tua untuk menjalani perawatan ortodontik. 23 Dari enam kategori laki – laki memiliki persepsi kepuasan lebih tinggi dibanding perempuan, hal ini mungkin disebabkan karena pada laki – laki tidak memiliki banyak
45
tuntutan selama perawatan berlangsung sehingga akan berdampak pada persepsi kepuasan. Aspek situasi merupakan kategori yang paling tinggi dari kedua jenis kelamin tersebut. Dimana aspek situasi adalah aspek yang menyangkut kebersihan lingkungan, keindahan lingkungan, ketenangan lingkungan, yang dapat membuat pasien nyaman berada di klinik atau tempat perawatan.20 Hasil penelitian ini memperlihatkan ada perbedaan persepsi kepuasan pasien terhadap beberapa operator. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurt BergstrÖm (1998) Dokter gigi spesialis ortodontik memberikan nilai kepuasan tertinggi kepada pasien. Hal ini disebabkan karena dokter gigi spesialis ortodontik memberikan informasi yang lebih banyak sebelum perawatan dan selama perawatan, pasien juga merasa puas karena keputusan yang diambil oleh dokter gigi spesialis lebih tepat sehingga mereka dianggap lebih ahli dalam bidang ortodontik.24 Sebagian besar pasien merasa bahwa dokter gigi speisalis mempunyai kemampuan yang lebih dibanding profesi lain dalam hal rencana perawatan, menjelaskan rencana perawatan, skill, pendidikan dan pengalaman kerja. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah fasilitas klinis, peralatan medis, rekomendasi dari keluarga atau teman dan media iklan. Hal ini diperkuat dengan melihat jumlah responden yang merasa puas terbanyak dimiliki oleh dokter gigi spesialis ortodontik. Dan dokter gigi umum menempati urutan kedua pada persepsi kepuasan pasien, hal ini mungkin disebabkan karena dokter gigi yang hanya berbekal pengetahuan ortodontik dasar . 13,24,27
46
Persepsi kepuasan pasien ortodontik terendah dimiliki oleh perawat gigi dan tukang gigi. Hal ini mungkin juga disebabkan keterbatasan ilmu yang dimiliki sehingga mempengaruhi perawatan ortodontik itu sendiri. Berdasarkan Keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No. 234/Yanmed/KG/5/1991 tukang gigi tidak memiliki wewenang untuk melakukan perawatan ortodontik sehingga tukang gigi dianggap tidak memiliki kompetensi dalam hal tersebut. Begitu pula halnya dengan perawat gigi, menurut Permenkes No 58 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi yang tidak membahas mengenai wewenang perawat gigi untuk melakukan perawatan ortodontik.17,25 Kepuasan dapat diartikan sebagai perbedaan antara harapan dan kinerja yang dirasakan. Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subyektif, sulit diukur, dapat berubah – ubah, serta terdapat banyak sekali faktor yang berpengaruh; sebanyak dimensi di dalam kehidupan manusia. Subyektivitas tersebut bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi obyektifitas bila cukup banyak pendapat yang sama terhadap sesuatu hal. Beberapa faktor yang memotivasi pelanggan/pasien untuk berkunjung ke klinik atau ke tempat perawatan yaitu: pelayanan, operator, fasilitas, lingkungan, lokasi dan rujukan. Pelayanan meliputi pelayanan yang lengkap, pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Kepuasan pasien ditentukan oleh 4 faktor, yaitu: kemudahan (terjangakau, tersedia, waktu selalu buka), hubungan pasien – dokter (mendengarkan keluhan – keluhan, ramah, aman, informasi yang jelas), pelayanan (kecepatan pelayanan, tanggapan keluhan, pelayanan yang berlanjut), fasilitas (bersih, nyaman), dan biaya perawatan. Fasilitas meliputi reputasi klinik atau tempat perawatan, kecanggihan peralatan, kemudahan parkir, dan kenyamanan ruangan. 18,20
47
Penelitian yang dilakukan oleh Bamise dan Bada (2001) menunujukan bahwa pelayanan perawatan gigi itu berbeda–beda dari masing–masing operator oleh karena itu persepsi kepuasan pasien dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu hubungan operatorpasien, aspek situasi, perubahan wajah, perubahan psikososial dan fungsi gigi.26 Dokter gigi spesialis ortodontik dan dokter gigi umum mungkin memiliki fasilitis klinik dan peralatan medis yang memadahi seperti situasi lingkungan praktek yang nyaman juga ditunjang oleh alat-alat yang canggih. Dokter gigi spesialis ortodontik telah melewati pendidikan spesialis sehingga mereka dianggap lebih ahli dalam bidang ortodontik. Hal ini mempengaruhi keputusan yang diambil dalam perawatan ortodontik yang menyebabkan tingkat kesalahan selama perawatan itu lebih kecil. Berbeda halnya dengan operator yang dianggap tidak kompeten kemungkinan terjadi kesalahan dalam perawatan lebih besar. Kesalahan selama perawatan akan berdampak terhadap perubahan wajah, oklusi gigi, dan fungsi gigi. Perubahan wajah yang tidak sesuai akan berdampak pula pada psikososial pasien dimana pasien merasa kurang percaya diri karena perubahan wajah yang diharapkan setelah perawatan tidak sesuai. Hasil uji korelasi antara persepsi kepuasan dengan kategori hubungan operator–pasien pada profesi tukang gigi tidak menunjukan nilai yang signifikan (p=0.143) sementara tiga profesi lainnya menunujukan nilai yang signifikan hal ini mungkin dikarenakan tukang gigi tidak mempunyai kemampuan dalam memberikan penjelasan pada pasien akan perawatan ortodontik. Kita ketahui bahwa tukang gigi yang tidak memiliki ilmu kedokteran gigi dan ilmu yang mereka punya hanya didapatkan
48
secara turun temurun atau otodidak. Lain halnya dengan kategori situasi yang menunjukan ada hubungan dengan persepsi kepuasan pasien/responden pada seluruh profesi, ini berarti semua responden merasa cukup nyaman dengan situasi lingkungan praktek dari semua profesi ini. Kategori perubahan wajah menunjukan hasil uji korelasi yang signifikan terhadap persepsi kepuasan pada semua profesi. Dengan kata lain responden merasa puas dengan perubahan wajah mereka yang selama kurang lebih dua tahun dalam masa perawatan. Beberapa profesi seperti perawat gigi dan dokter gigi menunjukan nilai yang signifikan pada hasil uji korelasi antara kategori perubahan psikososial terhadap persepsi kepuasan, sedangkan dua profesi lainnya tidak menunjukan nilai yang signifikan. Akan tetapi jumlah responden yang merasa cukup puas terhadap perubahan psikososial dimiliki oleh profesi dokter gigi spesialis ortodontik. Pada penelitian ini terdapat kemungkinan terjadinya bias penelitian seperti bias pada metode penarikan sampel, bias pada sampel itu sendiri maupun bias pada saat pengukuran sehingga mempengaruhi hasil uji korelasi pada beberapa profesi. Seperti halnya yang terlihat pada hasil uji korelasi kategori fungsi gigi pada profesi perawat gigi dan dokter gigi spesialis ortodontik, demikian halnya terlihat pada hasil uji korelasi aspek lain – lain terhadap persepsi kepuasan pada tukang gigi dan dokter gigi spesialis ortodontik yang tidak menunjukan nilai yang signifikan.
49
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai Persepsi Kepuasan Pasien Perawatan
Ortodontik
Berdasarkan
Keahlian
Operator
Menurut
Jenjang
Profesionalisme di Kota Madya Makassar dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1) Terdapat hubungan antara persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. 2) Dokter gigi spesialis ortodontik memberikan nilai kepuasan tertinggi kepada pasien. Hal ini disebabkan karena dokter gigi spesialis ortodontik memberikan informasi yang lebih banyak sebelum perawatan dan selama perawatan, pasien juga merasa puas karena keputusan yang diambil oleh dokter gigi spesialis lebih tepat sehingga mereka dianggap lebih ahli dalam bidang ortodontik. 3) Dokter gigi umum menempati urutan kedua pada persepsi kepuasan pasien, hal ini mungkin disebabkan karena dokter gigi yang hanya berbekal pengetahuan ortodontik dasar. 4) Persepsi kepuasan pasien ortodontik terendah dimiliki oleh perawat gigi dan tukang gigi. Hal ini mungkin juga disebabkan keterbatasan ilmu yang dimiliki sehingga mempengaruhi perawatan ortodontik itu sendiri. Berdasarkan Keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No. 234/Yanmed/KG/5/1991 tukang gigi tidak memiliki wewenang untuk melakukan perawatan ortodontik sehingga tukang gigi dianggap
50
tidak memiliki kompetensi dalam hal tersebut. Begitu pula halnya dengan perawat gigi, menurut Permenkes No 58 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi yang tidak membahas mengenai wewenang perawat gigi untuk melakukan perawatan ortodontik. 7.2 Saran 1) Guna meningkatkan kepuasan pasien disarankan kepada operator yang melakukan perawatan ortodontik agar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelayanan untuk melakukan perawatan yang lebih memuaskan. 2) Perlu adanya pengawasan/tindakan dari pihak PDGI dan IKORTI mengenai perawatan kawat gigi oleh pihak yang tidak berkompeten.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulandjari H. Buku ajar ortodonsia I KGO I. Fakultas kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; 2008, hal.6 2. Rahardjo P. Ortodonsi dasar. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).
Surabaya; 2009, hal.2-3, 128-134 3. Traves H, Robert HD, Sandy J. Orthodontics. Part 6: risks in orthodontic treatment;original article. Br Dent J;2004;196;71-7 4. Lopatiene, Kristina and Aiste D. Risk factors of root resorption after orthodontic treatment. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal;2004:10:89-95 5. British Orthodontic Society. The justification for orthodontic treatment. London : 12 Bridewell place. 2008; p 4 6. Erwansyah E. Sekilas ilmu ortodonti (keahlian merapikan gigi dan menserasikan bentuk wajah). 2012 februari:[internet] available from : http://www.orthodontic-eka.com/2012/02/sekilas-ilmu-ortodontikeahlian.html?m=1diakses 17 desember 2012 7. Willian JK, Cook PA, Isaacson KG, Thom AR. Lingkup alat – alat cekat. In: Lilian Yuwono, editor.Alat – alat orthodonsi cekat. Jakarta : EGC; 2000. Hal. 2-3 8. Mundiyah M. Sejarah dan perkembangan ortodonti. In: Hilda Shandika P,editor. Dasar – dasar ortodonti. Medan : Penerbit Bina Insani Pustaka; 2002. Hal. 1-18
52
9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pada Bab 1 Pasal 1 Nomor 6. 10. Ali PB, Ratman DR, Sularsono. Kajian kebijakan perencanaan tenaga kesehatan. Jakarta : Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); 2005. Hal.18 11. Harahap N, Muslim, F. Susanto A, Dahar E. Buku panduan penyelenggaraan program pendidikan dokter gigi spesialis-1 ortodonti. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan; 2005, hal.21-23 12. Yusa H.Standar kompetensi dokter gigi. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. Indonesian Medical Council;2006 13. Mardiati E. Peranan dokter gigi umum di bidang ortodonti. Seminar Wisata Dentistry; 6 februari, Yogyakarta, 2009. Hal.2 14. Keputusan Menteri Kesehatan RI No, 378/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Perawat Gigi. 15. Peraturan Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi. 16. Dhiyauddin, Edy. Diagnosa : Tukang Gigi, Mengatasi Masalah dengan Masalah;2008 17. Keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No.234/Yanmed/KG/5/1991. Tata cara pendaftaran dan pemberian izin pekerjaan tukang gigi.
53
18. Asmidar A St, Abdullah AZ. Studi mutu pelayanan berdasarkan kepuasan pasien di Klinik Gigi dan Mulut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.J Dentofasial ; 2008:7(2):70 – 140 19. Carneiro CB, Moresco R, Petrelli NE. Evaluation of level of satisfaction in orthodontic patient considering professional performance. Dental Press J Orthod ; 2010:15(5):98-108 20. Lily Y, Rahina Y, Feby G. Analisis pelayanan terhadap kepuasan pasien (Kajian Di RSGM FKG UNMAS Denpasar). Jurnal Interdental Kedokteran Gigi ; 2007;5(1):13-14 21. Suryawati C, Dharminto, Shaluhiyah Z. Penyusun Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah. JMPK 2006:177 – 184 22. Dental Clinic Specialist Orthodontic. Kawat gigi cekat (ortodonti/ortodontik) tidak sakit. [internet] Tanggal update 29 Mei 2009. Available from : http://smilecare.wordpress.com/. Diakses tanggal 9 september 2013 23. Alhaija ESA, Aldaikki A, Al-Omairi MK, Al-Khateeb SN. The relationship between personality traits, pain perception and attitude towar orthodontic treatment. Angle Orthodontist:2010;80(6):1141 24. BergstrÖm K, Halling A, Wilde B. Orthodontic care from the patients’ perspective: perceptions of 27 – year – old. European Journal of Orthodontic 20:1998:319-329 25. Permenkes No 58 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Gigi.
54
26. Bamise CT, Bada TA, Bamise FO, Ogunbodede EO. Dental care utilization and satisfaction of residential university students. Libyan J Med, AOP 2001:140-143 27. Lee kun-tsung, Chun-ming chen, Shun-te Huang. Patient satisfaction with the quality of dental treatment provided by interns. Journal of Dental Sciences 2013:8:177-183
55