BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan peristiwa politik yang sangat erat kaitannya dengan sistem demokrasi yang diterapkan suatu negara. Hasil dari pemilu ini menjadi poin yang sangat penting bagi penentuan arah kebijakan suatu negara di masa yang akan datang, sebab kebijakan di masa depan akan sangat bergantung pada visi misi pihak pemenang pemilu. Hingga penelitian ini ditulis, Indonesia telah melakukan 11 kali pemilu, yakni pemilu pada era orde lama tahun 1955, pemilu pada era orde baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 serta pemilu setelah era reformasi tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014. Namun sejak pemilu tahun 2004 ada beberapa perubahan yang terjadi dan dinilai lebih demokratis bila dibandingkan dengan sistem pemilu sebelumnya, yakni: Pertama pada pemilu 2004, rakyat Indonesia selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga diharuskan untuk memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah (Pemilu Legislatif). Kedua, sejak pemilu 2004 rakyat Indonesia sudah bisa memilih presiden dan wakilnya secara langsung tanpa perlu lagi mewakilkan suaranya melalui MPR yang sebelumnya memiliki fungsi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Pemilu Presiden dan Wakil Presiden). Ketiga, sejak tahun 2007 ada penambahan sistem pemilu yang belum ada di tahun 2004, yakni pemilihan langsung kepala daerah oleh 1
rakyat. Sebelumnya pemilihan kepala daerah ini diwakilkan kepada DPRD (Pemilu Daerah). Sehingga sejak pemilu tahun 2009 rakyat Indonesia harus mengikuti tiga kali pemilihan, yakni pemilihan Kepala Daerah, pemilihan anggota Legislatif dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Salah satu ciri khas sistem pemilu yang baru khususnya untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pilpres) adalah adanya sistem putaran pertama dan putaran kedua. Bila pada pilpres putaran pertama salah satu calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak ada yang mendapatkan suara lebih dari 50%, maka harus dilangsungkan pilpres putaran kedua hingga salah satu pasangan mendapatkan suara lebih dari 50%. Pada tahun 2004, pilpres dilangsungkan dalam dua putaran karena pada putaran pertama tidak ada pasangan capres-cawapres yang mampu meraih suara lebih dari 50%. Oleh karena itu dilangsungkan putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 september 2004 dan hanya boleh diikuti oleh dua pasangan yang memiliki suara terbanyak. Pada putaran kedua pilpres 2004 pasangan yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden adalah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dengan jumlah suara sebanyak 60,62% mengalahkan pasangan Megawati Soekarno Putri-Hasyim Muzadi yang hanya memperoleh suara sebanyak 39,38% (sumber: suaramerdeka.com). Adapun pelaksanaan pilpres tahun 2009 dapat ditentukan hanya dalam satu kali putaran, sebab pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mampu mengungguli pasangan Megawati Soekarno Putri-Prabowo Subianto dan
2
pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dengan meraih 60,8 % suara pada putaran pertama (sumber: vivanews.co.id). Sedangkan Presiden terpilih pada pilpres tahun 2014 dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang unggul dari pasangan Probowo Subianto-Hatta Rajasa dengan jumlah suara 53,15 % (sumber: kompas tanggal 23 Juli 2014). Berbeda dengan pilpres 2004 dan 2009, dalam pilpres 2014 KPU menetapkan pilpres hanya dilaksanakan dalam satu kali putaran, sebab berdasarkan putusan uji materi Mahkamah Konstitusi Pasal 159 Ayat (1) Undang-Undang No 42/2008 tentang Pemilu Presiden, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih adalah pasangan calon yang memiliki suara terbanyak sehingga tidak perlu dilakukan pemilihan putaran kedua (sumber: kompas tanggal 4 Juli 2014). Peristiwa pilpres ditenggarai memiliki dampak pada kondisi politik dan ekonomi yang terjadi di suatu negara, baik itu dampak positif maupun negatif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pilpres merupakan langkah awal dari kebijakan pemerintahan baru yang akan diterapkan di semua sektor pemerintahan sehingga akan merubah mekanisme pemerintahan di masa yang akan datang baik dalam hal kebijakan maupun regulasi. Dengan alasan tersebut peneliti sangat tertarik untuk meneliti dampak peristiwa pilpres terhadap kondisi ekonomi yang terjadi di suatu negara. Peneliti kemudian memilih untuk meneliti dampak dari pilpres tahun 2009 dan 2014 terhadap kondisi ekonomi di Indonesia. Peneliti menganggap pilpres tahun 2009 dan 2014 cukup menarik untuk di teliti dengan alasan: pertama,proses pelaksanaan pilpres tahun 2009 dianggap
3
cukup fenomenal. Menurut Ni Luh Putu Adnyani dalam tulisannya yang berjudul “analisis politik dalam harian Kompas mengenai pilpres 2009”, banyak kalangan menilai bahwa pemilu tahun 2009 ini merupakan pemilu yang fenomenal karena melibatkan mantan pemimpin Indonesia periode sebelumnya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono mantan Presiden periode 2004-2009, Jusuf Kalla mantan wakil Presiden periode 2004-2009 dan Megawati Sukarno Putri mantan Presiden periode 2001-2004. Pada pilpres 2009, Susilo Bambang Yudhonono ( SBY) berpasangan dengan Boediono yang saat dicalonkan sebagai cawapres masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Sedangkan Jusuf Kalla (JK) berpasangan dengan Wiranto yang pernah menjabat sebagai Jenderal TNI pada akhir masa pemerintahan Orde Baru dan merupakan pendiri sekaligus ketua umum partai Hanura. Sedangkan Megawati Sukarno Putri berpasangan dengan Prabowo Subianto yang pernah menjabat sebagai Danjen Kopassus pada tahun 1995 serta pernah menjadi Pangkostrad selama dua bulan di akhir masa pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 1998 (sumber: sindonews.com). Pasangan SBY-Boediono diusung oleh partai Demokrat, partai politik yang SBY dirikan pada 10 September 2001 dan menjadi partai pemenang pada pemilu legislatif 2009 dengan perolehan suara 20,85%. Pasangan JK-Wiranto diusung oleh partai Golkar, partai yang menduduki peringkat kedua pada pemilu legislatif 2009 sedangkan pasangan Megawati-Prabowo diusung oleh partai PDI-P yang menjadi partai pemenang ketiga (sumber: antaranews.com).
4
Selain persaingan mantan presiden dan wakil presiden, pilpres 2009 ini juga dianggap menarik karena terdapat perpecahan di partai politik Golkar, partai yang menduduki peringkat kedua suara terbanyak pada pemilu legislatif 2009. Perpecahan ini terjadi karena Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II partai Golkar menolak hasil Rapimnas khusus yang menetapkan Jusuf Kalla menjadi capres. Karena adanya perpecahan di tubuh Golkar ini membuat rakyat Indonesia khususnya para investor di pasar modal semakin sulit dalam memprediksi perolehan suara antar pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (sumber: suaramerdeka.com). Pilpres 2014 juga menarik untuk diteliti karena menurut peneliti, persaingan pilpres tahun 2014 sangat kompetitif karena pasangan capres-cawapres yang maju hanya berjumlah dua pasang selain itu banyak sekali aksi kampanye hitam yang dilakukan oleh para pendukung kedua pasangan baik yang disebarkan melalui di media cetak, elektronik maupun media sosial sehingga menyebabkan rakyat Indonesia cukup sulit dalam menentukan pasangan mana yang akan menduduki jabatan RI-1. Pada pilpres 2014, pasangan capres-cawapres nomor urut pertama adalah Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa. Prabowo Subianto adalah mantan Danjen Kopassus ditahun 1995 dan merupakan ketua Dewan Pembina dari partai Gerindra, partai politik yang dia dirikan pada tahun 2008. Partai berlambang kepala Garuda ini menempati peringkat ketiga suara terbanyak pada pemilu legislatif tahun 2014 dengan perolehan 11.81% (sumber: tribunnews.com). Sedangkan Hatta Rajasa adalah mantan menteri Koordinator 5
Bidang Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2009-2014 dan juga merupakan ketua umum dari partai politik PAN sejak tahun 2010. Adapun pasangan nomor urut dua adalah Joko Widodo (Jokowi) yang pernah menjabat sebagai Walikota Solo untuk dua periode 2002-2012. Pada saat dicalonkan menjadi RI-1, Jokowi sedang menjabat sebagai Gubernur DKI untuk periode 2012-2017. Jokowi diusung oleh partai PDI-P, partai dengan jumlah suara terbanyak pada pemilu legislatif 2014 dengan perolehan suara sebanyak 18,95%. (sumber: tribunnews.com). Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) mantan wakil presiden 2004-2009 dan merupakan ketua Palang Merah Indonesia periode 2009-2014 (sumber: merdeka.com). Pada pelaksanaan pilpres 2014 ini, selain banyaknya aksi kampanye hitam juga terdapat hasil quick count yang berbeda dari dua kelompok lembaga survei serta adanya dua kelompok media televisi yang menampikan hasi quick count yang berbeda tersebut. Media televisi yang mendukung capres-cawapres JokowiJK akan menampilkan hasil survei dari lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK sedangkan media televisi yang mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta akan menampilkan hasil survei lembaga yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Adapun lembaga survei yang mengunggulkan pasangan Jokowi-JK adalah Litbang Kompas, RRI, SMRC, CSIS-Cyrus, LSI, IPI, Poltrackting dan Populi Center, sedangkan lembaga survei yang mengunggulkan pasangan Prabowo-Hatta adalah Puskaptis, JSI, LSN dan IRC. Adapun media televisi yang menyiarkan hasil quick count
dari lembaga survei yang
memenangkan pasangan Jokowi-JK adalah Metro TV milik pengusaha Surya 6
Paloh yang juga menjabat sebagai ketua partai Nasdem dan memilih untuk berkoalisi pada kubu Jokowi-JK. Sedangkan media televisi yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta adalah TVOne milik pengusaha sekaligus ketua umum partai Golkar yakni Aburizal Bakrie yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta (sumber: kompas tanggal 10 Juli 2014). Kondisi-kondisi ini membuat masyarakat Indonesia khususnya para investor menjadi lebih sulit dalam memprediksi pasangan mana yang akan menduduki kursi pemerintahan selanjutnya. Dari pemaparan visi dan misi pemerintahan capres-cawapres pada pilpres 2009, pasangan SBY-Boediono dianggap sebagai pasangan yang disukai pasar (pro-pasar) karena memiliki visi misi pemerintahan yang terkonsentrasi pada pemulihan ekonomi,kesejahteraan dan peningkatan investasi, sehingga bila pasangan ini terpilih diperkirakan respon pasar akan positif. Sedangkan pasangan Megawati-Prabowo Subianto memiliki visi misi ekonomi kerakyatan yang berfokus pada peningkatan ekonomi kaum kecil seperti para petani, nelayan dan pedagang kecil serta melarang penyaluran kredit pemerintah untuk pembangunan mall dan apartemen mewah. Visi misi pasangan ini dianggap tidak menguntungkan pasar sehingga bila pasangan ini terpilih diperkiraan respon pasar akan negatif. Adapun pasangan Jusuf Kalla-Wiranto memiliki visi misi pemerintahan yang berfokus pada kemandirian ekonomi dengan menggerakkan ekonomi riil bangsa, pasangan ini masih dianggap pro-pasar karena visi misi pemerintahannya tidak seradikal pasangan Megawati-Prabowo Subianto (sumber: kpu.go.id).
7
Sedangkan dalam pemaparan visi dan misi pemerintahan pada pilpres 2014, pasangan Jokowi-JK memiliki visi misi pemerintahan yang berfokus pada ekonomi berdikari dan lebih mengutamakan pemerataan ekonomi serta peningkatan investasi untuk pembangunan infrastruktur. Sehingga bila pasangan ini menang diprediksikan respon pasar akan positif karena dianggap visi misi pemerintahannya pro-pasar. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa berfokus pada ekonomi kerakyatan yang lebih mengutamakan pada pembangunan sektor pertanian dan penyerapan tenaga kerja massal serta memiliki fokus bahwa sumber daya alam negara hanya untuk rakyat sehingga terkesan kurang mendukung investasi asing. Oleh karena itu bila pasangan ini menang diprediksikan respon pasar akan negatif karena visi misi pemerintahannya dianggap tidak pro-pasar (sumber: kompas tanggal 16 Juni 2014). Untuk menguji dampak dari peristiwa pilpres ini, peneliti menggunakan salah satu unsur ekonomi yang cukup sensitif dan menarik untuk diteliti yakni pasar modal, khususnya return saham. Peristiwa non-ekonomi seperti pilpres bisa sangat berpengaruh terhadap kinerja pasar modal di suatu negara karena hasil dari pilpres ini menyangkut arah kebijakan ekonomi negara di masa yang akan datang. Pada dasarnya isu ekonomi dan non-ekonomi yang terjadi di suatu negara, baik itu isu yang relevan maupun yang tidak relevan bisa mempengaruhi pasar modal, oleh karena itu para pelaku pasar modal harus selektif dalam menggunakan informasi yang ada di pasar pasar modal untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat strategi dan proses pengambilan keputusan.
8
Informasi dari suatu peristiwa akan memiliki nilai jika informasi tersebut mampu menjadi sinyal (positif maupun negatif) bagi pelaku pasar modal dan menyebabkan mereka melakukan transaksi di pasar modal. Bila suatu peristiwa yang terjadi disuatu negara membawa sinyal negatif bagi pasar modal maka dampak yang bisa ditimbulkan adalah terjadinya capital flight, akibatnya sektor keuangan di negara tersebut bisa mengalami krisis yang cukup memberatkan. Namun bila peristiwa yang terjadi ternyata membawa sinyal positif bagi pasar, maka dampaknya adalah investor bisa termotivasi untuk menanamkan modalnya di negara tersebut, pengaruhnya perekonomian bisa bergerak lebih cepat karena ada tambahan asupan modal dari pihak luar. Reaksi pasar yang negatif maupun yang positif bisa dengan mudah diketahui dengan cara melihat pergerakan indeks saham yang tercatat di bursa efek. Bila setelah terjadinya suatu peristiwa indeks saham mengalami penurunan maka ini bisa diasumsikan bahwa peristiwa tersebut membawa sinyal negatif bagi pasar, namun jika setelah suatu peristiwa indeks saham mengalami peningkatan maka bisa diasumsikan bahwa peristiwa tersebut membawa sinyal positif bagi pasar. Dalam penelitian ini, peneliti akan menguji dampak dari peristiwa pilpres 2009 dan 2014 yang berlangsung pada 8 Juli 2009 dan 9 Juli 2014 terhadap pergerakan harga saham di BEI pada saat itu. Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis studi peristiwa dan Multivariate Regression Model (MVRM) dengan sistem Seemingly Unrelated Regression (SUR). Metode studi peristiwa dipakai karena metode ini dianggap mampu untuk mengungkapkan hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal yang amat 9
mendetail serta mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya. Sedangkan sistem SUR digunakan karena mampu menangkap dan menghilangkan korelasi residu antar persamaan (korelasi contemporaneous) yang diteliti untuk mendapatkan hasil akhir penelitian yang lebih baik. Bila terdapat korelasi residu antar persamaan maka antar persamaan dikatakan saling mempengaruhi sehingga hasil penelitian menjadi tidak akurat bila korelasi residu tersebut tidak dihilangkan. Menurut Schwert (1981) dalam Cornett et al.,(1996) metode peristiwa memiliki kekurangan, yakni residual antar persamaan dalam proses analisis metode ini tidak terdistribusi secara bebas sehingga dimungkinkan hasil penelitian menjadi tidak akurat. Residual menjadi tidak terdistribusi secara bebas dikarenakan masih terdapat korelasi contamporaneous antar persamaan yang diteliti. Oleh karena itu untuk melihat apakah terdapat korelasi contamporaneous atau tidak, peneliti menggunakan sistem SUR. Bila ternyata terdapat korelasi contemporaneous maka hal ini membuktikan bahwa residual antar persamaan indeks saham yang diteliti saling mempengaruhi satu dengan yang lain dan korelasi tersebut perlu dihilangkan dengan sistem SUR untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat. Objek penelitian ini adalah saham-saham yang tergabung dalam indeks saham Liquid 45 (LQ45) dan indeks saham Pemeringkat Efek Indonesia 25 (Pefindo25). Peneliti memakai dua indeks ini karena masing-masing indeks mewakili kriteria kelompok saham yang saling berlainan. Indeks LQ45 mewakili saham berkapitalisasi besar sedangkan Indeks Pefindo25 mewakili saham berkapitalisasi 10
kecil dan menengah. Dasar acuan bagi peneliti untuk membagi variabel penelitian dalam dua katagori saham (kapitalisasi besar dan kapitalisasi kecil menengah) adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nipani dan Medlin pada tahun 2002 mengenai dampak penundaan hasil pemilu AS terhadap pasar modal di AS. 1.2 Perumusan Masalah Dalam penelitian ini masalah yang akan diangkat adalah bagaimana pengaruh pilpres 2009 dan pilpres 2014 terhadap pergerakan indeks saham LQ45 dan Pefindo25 di Bursa Efek Indonesia. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return pada saham LQ45 pada periode sebelum dan sesudah pilpres tahun 2009 dan pilpres tahun 2014. 2. Apakah terdapat perbedaan rata-rata abnormal return pada saham Pefindo25 pada periode sebelum dan sesudah pilpres tahun 2009 dan pilpres tahun 2014. 3. Apakah terdapat korelasi antara residu persamaan indeks saham LQ45 dengan residu persamaan indeks Pefindo25 pada peristiwa pilpres 2009 dan pilpres 2014. 1.3 Pembatasan Masalah 1.
Penelitian ini tidak memperhatikan informasi internal lain yang terjadi disetiap perusahaan yang sahamnya dijadikan sampel, seperti pengumuman stock split, dividen, akusisi, merger maupun informasi lainya. Informasi tersebut diasumsikan tidak memiliki pengaruh dan tidak dipertimbangkan.
11
1.4 Tujuan penelitian Tujuan penulis dalam pembuatan penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji perbedaan rata-rata abnormal return pada saham LQ45 pada periode sebelum dan sesudah pilpres tahun 2009 dan pilpres tahun 2014. 2. Untuk menguji perbedaan rata-rata abnormal return pada saham Pefindo25 pada periode sebelum dan sesudah pilpres tahun 2009 dan pilpres tahun 2014. 3. Untuk menguji korelasi antara residu persamaan indeks saham LQ45 dengan residu persamaan Pefindo25 pada peristiwa pilpres 2009 dan pilpres 2014 apakah saling mempengaruhi atau tidak. 1.5 Manfaat Penelitian Penulis berharap dari hasil penelitian ini akan berguna dan bermanfaat bagi: 1. Pelaku pasar modal dapat menggunakan informasi dari hasil penelitian ini dalam proses pengambilan keputusan saat melakukan aktivitas transaksi saham di Bursa Efek Indonesia ( BEI) 2. Otoritas di bidang pasar modal dapat menggunakan informasi dari hasil penelitian ini untuk proses pembuatan kebijakan di pasar modal. 3. Masyarakat luas dapat menggunakan informasi dari hasil penelitian ini untuk lebih memahami dampak pilpres terhadap pasar modal. 1.6 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam penelitian ini dibagi dalam 3 bagian, yakni:
12
1. Bab I: Memuat pendahuluan. Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan. 2. Bab II: Berisi tentang kajian pustaka. Bab ini menguraikan mengenai pengertian pasar modal, efisiensi pasar modal, pengujian efisiensi pasar modal, langkah-langkah penelitian, studi peristiwa, seemingly unrelated regression (SUR), definisi operasional analisis studi peristiwa, definisi operasional SUR, tinjauan penelitian sebelumnya dan hipotesis penelitian. 3.
Bab III: Berisi tentang metodologi penelitian. Bab ini menguraikan mengenai populasi dan sample penelitian, periode penelitian, sumber data dan teknik pengumpulan data, metode analisis studi peristiwa, dan metode analisis SUR.
4. Bab IV: Berisi tentang analisis dan hasil penelitian. Bab ini menguraikan tentang pengumpulan data, analisis statistik deskriptif, analisis studi peristiwa pilpres 2009, analisis SUR pilpres 2009, uji wald pilpres 2009, uji korelasi contemporaneous pilpres 2009, analisis studi peristiwa pilpres 2014, dan analisis SUR pilpres 2014, uji wald pilpres 2014, uji korelasi contemporaneous pilpres 2014 dan uji SUR pilpres 2014. 5. Bab V: Berisi tentang kesimpulan dan saran. Bab ini menguraikan tentang kesimpulan peristiwa I dan peristiwa II, keterbatasan penelitian, dan saran.
13