BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem saluran ambing betina dan pertumbuhan ambing (Wodzicka-Tomaszewska et al.,1991). Hormon ini memacu perkembangan tubuh, mempengaruhi deposisi dan distribusi lemak tubuh (Toelihere, 1995) dan membuat jaringan kulit lebih halus (Wilson dan Gisvold, 1993). Pengaruh estrogen dalam jaringan reproduksi, terutama memacu proliferasi sel. Aksi estrogen dalam jaringan atau sel target, membutuhkan reseptor estrogen yang dikendalikan oleh gen pada kromosom (Johnson and Everitt, 1988; Ganong, 2003). Estrogen dibentuk oleh sel-sel granulosa dalam folikel ovarium melalui serangkaian konversi melalui reaksi enzimatis. Substrat utama pembentuk estrogen adalah kolesterol, secara berurutan mengalami
perubahan
menjadi
pregnenolon,
progesteron,
17α-
hidroksiprogesteron, androstenedion dan testosteron. Androstenedion kemudian diubah menjadi estron, sedangkan testosteron diubah menjadi estradiol 17-β, baik di sel teka maupun sel granulosa pada folikel ovarium (Johnson and Everitt, 1988; Hiller, 1991; Ganong, 2003). Progesteron salah satu hormon penting yang berhubungan dengan reproduksi yang disekresikan oleh sel-sel luteal corpus luteum (CL) (Hafez dan
1
2
Hafez, 2000). Corpus luteum merupakan organ endokrin yang bertanggung jawab untuk memproduksi hormon progesteron (Djojosoebagio, 1990). Konsentrasi progesteron serum darah dapat menentukan keadaan hewan tersebut dalam keadaan infertil, normal, birahi, dan bunting sehingga dapat digunakan untuk deteksi birahi, pemeriksaan kebuntingan dan mengetahui kondisi patologis lainnya (Hartantyo, 1995). Proses reproduksi berkaitan dengan mekanisme sistem hormonal, yaitu hubungan antara hormon-hormon hipotalamushipofisa yakni gonadotrophin releasing hormone (GnRH), follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), hormon-hormon ovarium (estrogen dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin) (Hafez dan Hafez 2000). Menurut Siregar et al., (2004), timbulnya birahi akibat pemberian PGF2α disebabkan karena lisisnya corpus luteum oleh kerja vasokontriksi PGF2α sehingga aliran darah menuju corpus luteum menurun secara drastis. Akibatnya, kadar progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum akan menurun dalam darah. Penurunan kadar progesteron ini akan merangsang hipofisa anterior menghasilkan dan melepaskan FSH dan LH. Kedua hormon ini bertanggung jawab dalam proses folikulogenesis dan ovulasi, sehingga terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel. Folikel-folikel tersebut akhirnya menghasilkan hormon estrogen yang mampu memanifestasikan gejala birahi (Hafez dan Hafez, 2000). Dalam menginduksi birahi, estrogen memerlukan kerja sama dengan progesteron. Hal ini ditandai dengan birahi pertama pada hewan pubertas tanpa gejala birahi karena hanya ada estrogen dalam sirkulasi, tetapi pada
3
ovulasi kedua, estrogen dari folikel untuk ovulasi dan progesteron dari corpus luteum bersama-sama menginduksi tingkah laku birahi (Siregar, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Murasawa et al., (2005) folikel diklasifikasikan menjadi tiga kategori: folikel kecil (1 - < 5 mm), folikel medium (5 – < 8,5 mm) dan folikel besar ( ≥ 8,5 mm ). Klasifikasi ini berdasarkan status fungsional dari folikel. Folikel kecil tidak tergantung pada gonadotropin, folikel medium tergantung pada gonadotropin dan peranan hormon FSH yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan folikel sedangkan folikel besar merupakan folikel yang berasal dari folikel dominan yang akan mengalami ovulasi dengan adanya lonjakan LH. Menurut Rensis (2001), sehari setelah terjadinya ovulasi ukuran folikel pada sapi berkisar antara 2-5 mm dan terseleksi antara hari ke-2 dan ke-3 siklus estrus dan menjadi dominan antara hari ke-4 dan ke-5 siklus estrus (fase pertumbuhan). Folikel dominan akan mencapai ukuran maksimum yaitu 1316 mm pada hari ke 6-7 diikuti periode yang stabil antara hari ke-6 dan ke-10 (fase statis). Folikel dominan ini kemudian mengecil (fase regresi), hilangnya folikel dominan ini diikuti dengan munculnya gelombang perkembangan folikel yang baru dan didahului dengan peningkatan FSH. Pada sapi dengan pola perkembangan folikel dua gelombang ini, folikel dominan ke-dua adalah folikel yang akan mengalami ovulasi. Ukuran folikel dominan gelombang kedua rata-rata sama dengan delombang pertama yaitu sekitar 16 mm. Lonergan et al., (1991) menyatakan terdapat hubungan yang erat antara diameter folikel terhadap kemampuan oosit untuk berkembang. Oosit yang berasal dari folikel berdiameter ≤ 2 mm mempunyai kemampuan tumbuh lebih rendah dibanding oosit yang
4
berasal dari folikel berdiameter 2-6 mm dan oosit yang berasal dari folikel berdiameter > 6 mm mempunyai kemampuan tumbuh yang nyata lebih tinggi. Cairan folikel merupakan produk kedua dari transfer konstituen plasma darah yang melintasi penghalang darah folikel dan aktivitas yang keluar dari granulosa dan sel teka (Revelli et al., 2009). Komposisi cairan folikel terdiri atas faktor-faktor yang menstimulasi kematangan oosit, seperti insulin-like growth factor I (IGF-I), IGF-binding proteins (IGFBPs), FSH, luteinizing hormone (LH), estrogen, progesteron, dan estradiol (Hafez dan Hafez, 2000; Gordon, 2003; Ubaidullah et al., 2009). Berdasarkan hasil penelitian Tabatabaei dan Mamoei (2011), komposisi biokimia cairan folikuler dalam folikel besar (diameter 10-22 mm) antara lain kalsium, fosfor, glukosa, urea, kreatinin, kolesterol, trigliserida, protein, albumin, globulin, alkalin fosfatase (ALK), laktat dehidrogenase (LDH), aspartat aminotransferase (ASAT), dan alanin aminotransferase (ALAT) (Rahman et al., 2008). Penelitian mengenai kadar estrogen dan progesteron selama siklus estrus tidak banyak dilakukan, perlu adanya penelitian mengenai perbandingan kadar estradiol dengan progesteron pada folikel kecil sehingga diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui status reproduksi hewan khususnya sapi.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kisaran kadar hormon estradiol dan progesteron pada folikel ovarium sapi < 5 mm.
5
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kisaran kadar hormon estradiol dan progesteron yang terdapat pada folikel kecil ovarium sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk menentukan status reproduksi sapi.