BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia juga telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia juga telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dimana setiap orang itu meliputi seluruh warga negara Indonesia yang dilindungi hukum baik balita, orang
dewasa,
lansia
(lanjut
uisia),
tahanan,
WBP
(Warga
Binaan
Pemasyarakatan / narapidana), dan lain-lain. Dalam rangka penegakan hukum, riwayat kesehatan tahanan dan WBP merupakan unsur penting terwujudnya proses pembinaan yang cepat, lancar dan tepat. Dalam satu hukum yang umum dapat dikatakan setiap informasi kesehatan di dalam rekam medis adalah dokumen resmi. Informasi kesehatan meliputi surat keterangan medis, surat keterangan sakit, surat keterangan perlu perawatan,
dan
surat
keterangan
medis
lainnya,
dasarnya
memiliki
pendokumentasian untuk bukti tertulis pemberian pelayanan kesehatan. Kegunaan rekam medis dalam pelayanan kesehatan sangat luas. Penyajian informasi yang diambil dari rekam medis sebagai bukti dalam suatu pengadilan atau di depan suatu badan resmi lainnya, dan merupakan proses yang wajar. Sesungguhnya rekam medis disimpan dan dijaga baik-baik bukan
1
semata-mata untuk keperluan medis dan administratif, tetapi juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan organisasi yang secara hukum mempunyai hak untuk mempergunakan. Salah satu kegunaannya adalah sebagai bahan pelaporan. Pengguna informasi kesehatan ada dua pihak yaitu pihak internal maupun eksternal. Pihak internal yang biasa membutuhkan informasi kesehatan seperti direktur, dan unit lain dalam fasilitas pelayanan kesehatan (farmasi, keuangan, klinik, bangsal dan manajemen). Sedangkan pengguna informasi kesehatan di luar fasilitas pelayanan kesehatan (eksternal)n meliputi yayasan, pemilik, asuransi, pasien, pemerintah, dan kepolisian dalam kaitannya dengan proses hukum (Budi, 2011). Berdasarkan Permenkumham Nomor 33 tahun 2013 Bab IV A tentang Laporan Penyelenggaraan SPIP pasal 8A bahwa setiap pimpinan unit kerja wajib menyusun laporan penyelenggaraan SPIP yang terdiri atas Laporan Triwulan dan Laporan tahunan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor PAS – 03.PR.04.01 tahun 2015 tentang format laporan kinerja kemasyarakatan bahwa salah satu wujud pemerintahan yang akuntabel/bertanggungjawab terlihat melalui adanya laporan kinerja yang dilakukan secara berkala. Pemerintahan yang baik dapat diaplikasikan melalui manajemen kinerja yang tergambar dalam siklus mulai dari tahap perencanaan hingga pelaporan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyusun Format Laporan Kinerja Pemasyarakatan penyampaian
laporan
yang
akuntabel
kebutuhan data dan informasi organisasi.
2
sebagai
upaya
sesuai dengan perkembangan
Periode Pelaporan Kinerja Pemasyarakatan dibagi menjadi tiga yaitu bulanan, triwulan dan semester. Adapun ketentuan periode pelaporan adalah Laporan bulanan dilaksanakan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya; Laporan triwulan dilaksanakan pada periode tiga bulan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya
pada bulan keempat; serta Laporan semester
dilaksanakan pada periode 6 bulan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya pada bulan ketujuh. Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara dengan petugas medis, diketahui bahwa laporan yang dibuat Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta meliputi laporan internal dan laporan eksternal baik secara bulanan, triwulan maupun semester. Laporan internal yang dibuat oleh petugas medis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak dalam Lapas Klas IIA Yogyakarta, Kemenkumham dan Dirjen pemasyarakatan. Sedangkan laporan eksternal yang dibuat oleh petugas medis ditujukan untuk pihak luar Lapas sesuai dengan permintaan pihak eksternal seperti Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS. Pelaksanaan pelaporan tersebut berdasarkan Permenkumham Nomor 33 tahun 2013 dan Keputusan Direktur Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
nomor
PAS
–
03.PR.04.01
tahun
2015.
Namun
dalam
pelaksanaannya terdapat laporan yang dikerjakan oleh petugas yang tidak sesuai dengan kualifikasi dalam pendokumentasian laporan. Selain itu peneliti juga menemukan ketidakserasian mengenai hasil atau output dalam pengiriman laporan. Dengan dilatarbelakangi oleh beberapa uraian di atas, maka peneliti mengangkat topik tugas akhir tentang proses pelaksanaan pelaporan internal
3
maupun eksernal balai pengobatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. Dalam hal ini peneliti akan meneliti secara lebih detail bagaimana proses pembuatan pelaporan tersebut. serta dengan mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembuatan pelaporan internal dan eksternal berdasarkan 6 M (Man, Money, Materials, Machines, Method, dan Markets) yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti sehingga untuk ke depannya laporan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan berjalan seperti sebagaimana mestinya sesuai dengan SOP dan peraturan perundang-undangan yang ada. Selain itu agar Lembaga Pemasyarakatan tidak mendapatkan peringatan yang akan berakibat pada penilaian kinerja UPT dan pengusulan penambahan alokasi anggaran sranan prasarana dan kebutuhan SDM.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui Bagaimana proses pelaksanaan pelaporan internal maupun eksernal Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengetahui gambaran umum pelaksanaan pembuatan pelaporan Internal dan Eksternal Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus
4
a. Mengetahui proses pelaksanaan pembuatan laporan internal dan eksternal di Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. b. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
pembuatan
pelaporan di balai pengobatan Lapas Klas IIA Yogyakarta berdasarkan 6 M (Man, Money, Materials, Machine, Method, dan Markets). c. Mengetahui solusi dari hambatan pelaksanaan pembuatan pelaporan di balai pengobatan Lapas Klas IIA Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. Diharapkan tugas akhir ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan pelayanan dan tertib administrasi. b. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama proses
perkuliahan
sehingga
dapat
menambah
pengalaman penulis dalam bidang rekam medis.
2. Manfaat Teoristis a. Bagi Institusi Pendidikan
5
wawasan
dan
Dapat
dimanfaatkan
sebagai
sarana
pembanding
maupun
pengembangan wacana bahan diskusi dalam proses pembelajaran maupun penelitian di bidang rekam medis. b. Bagi Peneliti Lain Sebagai acuan ataupun referensi untuk materi penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penulisan Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Batasan tempat di Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. 2. Materi penulisan ini adalah proses pelaksanaan pelaporan di Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta.
F. Keaslian Penelitian Beberapa
penelitian
yang
memiliki
keterkaitan
dengan
penelitian
ini
“Pelaksanaan Pelaporan Internal dan Eksternal Balai Pengobatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta” : 1. Penelitian Irma Nurul Insani "Pelaksanaan Pembuatan Pelaporan SIRS di RSKIA Ummi Khasanah" Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembuatan beberapa laporan RL di RSKIA Ummi Khasanah dibuat secara manual. Menu laporan RL yang sudah dimanfaatkan dalam pembuatan laporan yaitu RL 1.1, RL 4b dan RL 5.4, meskipun
hasilnya
masih
diolah
6
lagi secara manual. Faktor yang
mempengaruhi pembuatan pelaporan SIRS dengan menggunakan SIMRS antara lain kurangnya koordinasi antar petugas rekam medis, rekam medis pasien rawat inap terkadang terlambat kembali sehingga koordinator rekam medis tidak dapat menginputkan data pasien ke dalam SIMRS, tidak adanya unit TI, jumlah data dalam SIMRS berbeda dengan yang ada dalam register pasien rawat jalan dan rawat inap, belum semua menu laporan RL ada dalam SIMRS, beberapa format laporan dalam SIMRS berbeda dengan format yang ada di SIRS dan aplikasi SIRS revisi 6, prosedur tetap pembuatan laporan RL dan pengembalian rekam medis pasien rawat inap belum direvisi, penginputan laporan dalam aplikasi SIRS revisi 6 masih manual dan belum semua laporan RL dikirim. Solusi yang sudah dilakukan antara lain pernah dilakukan evaluasi ketika rapat terkait pengembalian rekam medis tepat waktu, sudah ada rencana untuk merevisi prosedur tetap pembuatan laporan RL dan pengembalian rekam medis pasien rawat inap, dan petugas rekam medis sudah melaporkan hambatan terkait SIMRS kepada manajemen rumah sakit, pihak manajemen rumah sakit sudah melapor kepada Tim MORBIS, dan Tim MORBIS akan melakukan perbaikan SIMRS sesuai dengan hambatan yang dilaporkan oleh pihak rumah sakit. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian secara cross sectional. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan pelaporan SIRS di RSKIA Ummi Khasanah yang meliputi RL 1, RL 2, RL 3, RL 4, dan RL 5 ; mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembuatan pelaporan SIRS dengan menggunakan SIMRS berdasarkan 6 M (Man, Money, Materials, Machine, Method, dan Market); dan mengetahui solusi
7
dari hambatan pelaksanaan pembuatan pelaporan SIRS di RSKIA Ummi Khasanah. Perbedaan dengan penelitian ini bahwa yang diteliti dalam penelitian Irma adalah Instansi Rumah Sakit yaitu RSKIA Ummi Khasanah, sedangkan pada penelitian ini Instansi yang diteliti adalah sebuah Balai Pengobatan yang berdiri di bawah naungan Lembaga Pemasyarakatan. Persamaan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan pedekatan kualitatif dan rancangan penelitian secara cross sectional. Selain itu kedua penelitian ini membahas tentang pelaksanaan pelaporan. 2. Penelitian
Firdaus
Khanifullah
“Implementasi
Sistem
Database
Pemasyarakatan di Lapas Klas IIA Yogyakarta” Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa petugas pelaksana dapat mengimplementasikan sistem database pemasyarakatan, namun data klinis tidak diinputkan ke dalam sistem karena tidak ada SOP, kinerja elemen teknologi sudah baik, kinerja elemen informasi sudah baik, kinerja elemen partisipan manusia sudah baik, namun jaringan internet secara berkala belum ada. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian secara cross sectional. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui implementasi sistem database pemasyarakatan terkait pemanfaatan berkas rekam medis sebagai tujuan penyelenggaraan rekam medis ditinjau dari kinerja elemen teknologi, kinerja elemen informasi dan kinerja elemen partisipan manusia.
8
Perbedaan dengan penelitian ini bahwa yang diteliti dalam penelitian Firdaus adalah implementasi sistem database pemasyarakatan di Lapas Klas IIA Yogyakarta, sedangkan pada penelitian ini yang diteliti adalah pelaksanaan pelaporan di Balai Pengobatan Lapas Klas IIA Yogyakarta. Persamaan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan pedekatan kualitatif dan rancangan penelitian secara cross sectional. Selain itu kedua penelitian ini diambil di ruang lingkup yang sama yaitu di Lapas Klas IIA Yogyakarta.
9
G. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan 1. Sejarah Singkat Berdasarkan profil selayang pandang Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta (2009), Lermbaga pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta terletak di jalan Tamansiswa No. 06 Yogyakarta. Luas areal lebih kurang 3,8 hektar yang terdiri dari tiga bangunan utama untuk kanor serta terdiri dari tujuh blok sel untuk lakii-laki dan satu sel blok wanita. Lapas Klas II A mempunyai kapasitas 750 orang dimana juga terdapat rumah sakit yang setara dengan PPK I (Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat I) yaitu Balai Pengobatan Lapas Klas II A Yogyakarta. Lapas Wirogunan Yogyakarta terdiri dari tiga kamar, serta satu ruang dapur, satu gedung aula, satu masjid, satu gereja, dan dua bimker sebagai tempat pelatihan kerja bagi para narapidana. Lapas Klas IIA Yogyakarta merupakan bangunan peninggalan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Gevangesis En Huis Van Devaring. 2. Visi, Misi, dan Tujuan a. Visi Memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME membangun manusia mandiri. b. Misi
10
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.
c. Tujuan 1. Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 2. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di rumah tahanan negara dan cabang rumah tahanan dalam rangka memperlancar proses penyelidikan, penuntunan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 3. Kapasitas Blok Masing-masing blok terdiri dari kamar dan sel dengan kapasitas berbedabeda berdasar individu dan kasus. WBP yang memiliki kasus yang sama akan dipisahkan. 4. Fasilitas Pelayanan 1. Seksi Binapi (Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan) Memberikan
bimbingan
pemasyarakatan
kepada
pemasyarakatan dalam kegiatannya dibantu oleh 2 subsie : i. Subsie Registrasi
11
warga
binaa
a) Meregistrasi mencatat dari tahanan menjadi narapidana baru b) Memberikan remisi kepada warga binaan pemasyarakatan c) Memberikan surat bebas/ lepas kepada WBP yang telah selesai menjalani masa pidana (masa pidana habis). ii. Subsie Bimaswat a) Bimbingan Pemasyarakatan b) Pembinaan Olahraga dan Kesenian c) Pembinaan Pendidikan Wajib Belajar d) Asimilasi e) Pemberian Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) f)
Pemberian Cuti Menjelang Bebas (CMB)
g) Pemberian Bebas Bersyarat (PB) h) Perawatan / Balai Pengobatan. Perawatan diberikan kepada narapidana dilaksanakan secara rutin dan terjadwal. Balai pengobatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta ada di bawah seksi Binapi dan Subsie Bimaswat. 3. Seksi Kegiatan Gereja (Giatja) i. Subsie Bimakerharker ii. Subsie Sarana Kerja 4. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib
12
i. Subsie laporan dan tata tertib ii. Subsie keamanan
13