BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG Berawal dari tumbuh pesatnya globalisasi yang mampu mengahadirkan ciptaan-ciptaan atau inovasi canggih berbasis teknologi dan internet. Kecanggihan inilah yang berhasil menarik perhatian masyarakat luas baik tua maupun muda. Pemanfaatan teknologi dan internet ini bahkan digunakan untuk mencapai segala sesuatu yang tidak bisa dicapai di dalam dunia nyata sehingga fenomena virtualitas menjadi nyata terlihat di dalam masyarakat. Virtualitas dapat dipahami sebagai suatu pergeseran makna dari realitas sosial yang ada di masyarakat. Pola hubungan yang terjadi dalam masyarakat tidak hanya terlihat dari interaksi secara langsung atau tatap muka (offline) tetapi kini muncul pola hubungan interaksi yang baru yaitu dengan menggunakan media atau perantara yang berbasis teknologi dan internet (online). Kemajuan teknologi ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi dunia pendidikan. Melalui perkembangan dalam dunia pendidikan, kemajuan teknologi bisa diimbangi dengan kemampuan para penggunanya dalam memanfaatkannya. Tetapi kini dunia pendidikan seakan menjadi dikendalikan oleh adanya kemajuan teknologi. Sebagai contoh, keadaan dunia pendidikan di Indonesia tentu selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Untuk mempermudah ini semua, maka dibutuhkan teknologi dalam hal penyebaran informasi bahkan ke seluruh penjuru negeri. Bahkan dengan adanya kemajuan teknologi yang didukung dengan internet dan berbagai media sosial yang ada, kini dimanfaatkan oleh para mahasiswa untuk mengungkapkan aspirasi mereka terkait dengan dunia pendidikan sehingga mampu merubah sistem dunia pendidikan. Tidak hanya itu saja, melalui teknologi internet,
berbagai isu yang terkait dengan dunia pendidikan juga bisa dengan cepat dan mudah diketahui oleh seluruh pengguna teknologi internet. Sehingga mereka bisa memiliki akses untuk menyuarakan argumen mereka bahkan bisa menciptakan komunitas virtual yang kemudian melahirkan aktivisme yang didukung dengan media sosial yang ada, salah satunya adalah Facebook. Interaksi secara online diwujudnyatakan dengan beragamnya media sosial yang di tawarkan. Dalam buku Melampaui Aktivisme click? Media baru dan Proses Politik dalam Indonesia Kontemporer, “Indonesia menempati urutan keempat di Asia (setelah Cina, India, dan Jepang) dan kedelapan di dunia dalam hal jumlah pengguna internet […].“
1
Hal ini tentu menunjukan dengan jelas bahwa internet telah
memasuki sendi–sendi kehidupan masyarakat. Sebagai data tambahan di dalam buku yang sama juga di paparkan bahwa Indonesia termasuk dalam pengguna media sosial kelas berat bahkan menduduki peringkat pertama (83%) dan diikuti oleh Argentina (76%) meninggalkan Inggris yang hanya 65% dan Amerika hanya 61%. (Nugroho dan Syarief, 2012) Maraknya penggunaan internet di Indonesia khususnya penggunaan media sosial, tentu semakin memperkuat argumen bahwa kini masyarakat lebih senang berinteraksi lewat media online di bandingkan secara offline. Dewasa ini, terdapat beragam jenis media sosial yang bisa digunakan oleh seluruh pengguna internet. Diantaranya seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, dan masih banyak lagi. Namun yang menarik disini adalah media sosial Facebook. Hal ini menarik karena pada tahun 2012 dikatakan di dalam buku yang sama, Indonesia juga menempati posisi keempat di dunia dalam penggunaan Facebook dengan jumlah pengguna sebanyak 42.586.260. Melalui data tersebut tercatat bahwa pengguna internet di Indonesia mulai menggunakan Facebook sejak tahun 2006, 1
Nugroho dan Syarief, 2012 : 49
namun Facebook baru menjadi populer pada tahun 2008. 2Pada saat ini, Facebook juga masih popular di kalangan masyarakat. Berdasarkan catatan The Wall Street Journal yang dikutip oleh CNN Indonesia, jumlah pengguna Facebook di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2014 sudah mencapai angka 69 juta anggota.3 Jika di bandingkan dengan tahun 2012 tentu pengguna Facebook mengalami peningkatan yang luar biasa. Dari 42 jutaan pengguna menjadi 69 juta pada tahun 2014. Jumlah tersebut tentu sudah bertambah hingga tahun 2016 ini. Berdasarkan data–data yang dikutip di atas, Facebook tentu memiliki kelebihan yang lebih unggul dibandingkan dengan media sosial lainnya. Sebagai perbandingan, media sosial Twitter yang hingga saat ini masih popoler di kalangan masyarakat, pada tahun 2012 jumlah penggunanya hanya 19,5 juta di Indonesia.4 Maka terlihat Facebook jauh lebih banyak penggunanya yaitu sebesar 42 jutaan. Melihat banyaknya jumlah pengguna Facebook dibandingkan media sosial lainnya tentu membuat Facebook memiliki keistimewaan yang lebih dibandingkan media sosial lainnya. Dalam dunia pendidikan, Facebook sering digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat dari maraknya penggunaan Facebook di kalangan mahasiswa. Facebook digunakan sebagai media yang mempermudah penyebaran informasi seputar dunia perkuliahan. Melalui group Faecbook, informasi bisa di sebarkan dengan cepat kepada seluruh pengguna Facebook yang terdaftar sebagai anggota group tersebut. Dunia pendidikan kini tidak hanya dipandang sebatas kegiatan proses belajar mengajar dalam perkuliahan saja. Aktivisme yang ada dalam dunia mahasiswa juga sering menyuarakan aspirasi mereka mengenai dunia pendidikan melalui posting dan 2
Nugroho dan Syarief, 2012. hlm. 60
3 http://www.cnnindonesia.com/teknologi 4 Nugroho
dan Syarief, 2012 : 61
diakses pada 19 Mei 2015
sharing di dalam Facebook. Katakanlah gerakan sosial tertentu bisa saja diawali dengan adanya tindakan online di dalam Facebook yang kemudian menarik banyak perhatian pengguna Facebook lainnya yang memilki kepentingan atau keiinginan yang sama sehingga melahirkan bentuk tindakan offline. Sebuah
buku
“Media
Sosial,
Perspektif
Komunikasi,
Budaya,
dan
Sosioteknologi menulis demikian, : “Karakter media sosial adalah membentuk jaringan di antara penggunanya. Tidak peduli apakah di dunia nyata (offline) antarpengguna itu saling kenal atau tidak, namun kehadiran media sosial memberikan medium bagi pengguna untuk terhubung secara mekanisme teknologi. Jaringan yang terbentuk antarpengguna ini pada akhirnya membentuk komunitas atau masyarakat yang secara tidak sadar maupun tidak akan memunculkan nilai-nilai yang ada di masyarakat sebagaimana ciri masyarakat dalam teori-teori sosial.”5 Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa melalui media sosial yang dalam hal ini berkaitan dengan Facebook tentu menunjukan bahwa dengan adanya jaringan antarpengguna Facebook bisa menciptakan suatu komunitas dengan berbagai tindakan online yang bisa saja berujung kepada tindakan offline. Sebuah jurnal yang ditulis oleh Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana6, mengungkap kelebihan–kelebihan Facebook dari berbagai fenomena yang ditimbulkan oleh Facebook. Melalui Facebook, dikatakan bahwa penggunanya bisa mendapatkan berbagai informasi tentang teman baru virtual hanya dengan sekali klik. Facebook memang bisa dikategorikan ke dalam jenis media sosial yang mampu menampung berbagai deskripsi tentang identitas diri penggunanya. Sehingga Facebook bisa menawarkan informasi yang jelas tentang teman baru virtual. Melalui 5
Nasrullah, Ruli. 2015. “Media Sosial, Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi”. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. hal. 17 6 Zubair, Agustina, Jurnal ASPIK 2010, “Fenomena Facebook : Keterlibatan Teknologi Komunikasi dalam Perkembangan Komunikasi Manusia”, Vol. 1, No. 1, 60 – 70. Diakses tanggal 1 Oktober 2015 dari portal.kopertis3.or.id
Facebook informasi seperti deskripsi teman baru bisa diketahui dengan sangat mudah dan cepat, sangat berbeda halnya ketika kita ingin membangun relasi di dunia nyata. Tentu kita membutuhkan waktu yang lebih lama. Berdasarkan jurnal tersebut, Facebook juga memilki kelebihan lain karena dianggap mampu menghubungkan para penggunanya dengan sejumlah orang yang tidak dapat dijumpai di dunia nyata. Melalui Facebook, konsep mengenai waktu, jarak, dan status sosial menjadi hilang. Hal ini dianggap mampu membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin terjadi. Seperti keiinginan untuk menemukan teman–teman lama yang sudah tidak pernah bertemu dalam kurun waktu yang sangat lama. Bisa saja kita kehilangan informasi dan sudah hilang kontak dengan teman lama kita dan kesulitan untuk mencari tahu keberadaannya. Melalui Facebook, hal itu tentu bisa dengan mudah kita temukan. Selain itu, dalam dunia Facebook bahan pembicaraan seperti reunian yang biasanya dilakukan secara personal atau kelompok dengan tatap muka, kini bisa di publish dan menjadi masalah bersama sehingga bisa mengulang romantisme masa lalu bersama dengan teman–teman lama dan pembicaraan menjadi lebih hidup. Dalam jurnal yang sama juga disebutkan keunggulan Facebook yang lainnya yang semakin mempertegas Facebook mampu mewujudkan hal yang dirasa tidak mungkin terjadi, kini menjadi dengan mudah bisa dilakukan oleh siapa saja. “Selama ini orang hanya bisa menyaksikan orang lain pada media televisi, surat kabar atau majalah. Sedikit sekali kita punya kesempatan untuk bisa tampil di dalamnya. Dengan Facebook, seolah kita memilki majalah yang berisi kisah tentang diri kita, ada gambar–gambar dan foto diri kita tampil di sana. Sangat menyenangkan diri kita ada di sebuah media massa akses elektronik dengan leluasa dan bisa disaksikan sekaligus diperhatikan, dilihat, dan dikomentari oleh banyak orang yang terdaftar menjadi teman kita”.7 7 Zubair,
Agustina, Jurnal ASPIK 2010, “Fenomena Facebook : Keterlibatan Teknologi Komunikasi dalam Perkembangan Komunikasi Manusia”, Vol. 1, No. 1, 60 – 70. Diakses tanggal 1 Oktober 2015 dari portal.kopertis3.or.id
Melalui kutipan di atas tentu terlihat bahwa Facebook mampu memberikan fitur–fitur yang juga bisa meningkatkan keeksistensian diri kita. Facebook memungkinkan kita untuk saling mempertunjukan dan berbagi momen yang kita alami sehingga teman–teman Facebook kita mengetahui keberadaan dan keadaan yang ingin kita tonjolkan. Berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh Facebook tentu sangat menarik perhatian masyarakat khususnya kaum muda yang pada umumnya sangat senang dengan hal-hal yang bisa meningkatkan keeksistensian diri. Berbicara mengenai Facebook akan sangat erat kaitannya dengan kaum muda. Kaum muda merupakan agen perubahan, dimana setiap perubahan yang ada di masyarakat tentu akan berakar pada kemampuan kaum muda dalam mengahdapi dan menjalankan perubahan– perubahan yang ada. Maraknya penggunaan media sosial Facebook ini juga merupakan bentuk dari perubahan pola interaksi yang dulunya hanya sebagai interaksi offline atau tatap muka, kini mulai bergerser menjadi interaksi online. Jika dilihat dari jumlah pengguna Facebook, mayoritas dari penggunanya adalah kaum muda. Pada tahun 2014 sebanyak 57% dari pengguna Facebook di Indonesia adalah pengguna perempuan yang berusia 18–24 tahun dan sebanyak 51% pengguna laki–laki yang bersusia 18–24 tahun.8 Berdasarkan data tersebut tentu jelas terlihat bahwa Facebook paling diminati oleh kaum muda dimana pada rentang usia tersebut bisa digolongkan dalam usia mahasiswa. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh kaum muda melalui Facebook beberapa diantaranya seperti yang telah dipaparkan di atas yaitu untuk menunjang eksistensi diri dan kelebihan lainnya. Dalam dunia perkuliahan Facebook juga mampu menjadi alat bantu dalam persebaran 8
Data Statistik Pengguna Facebook 2014 di Indonesia http://isparmo.web.id/2014/10/14/data-statistikpengguna-facebook-2014-di-indonesia/ diakses pada 1 Oktober 2015
informasi sehingga mampu menjadi sebuah pola interaksi kampus. Melalui Facebook, persebaran informasi tentu akan menjadi lebih cepat dan mudah. Berbagai informasi dan aktivitas bisa di post atau di share melalui Facebook sehingga setiap mahasiswa pengguna Facebook yang sudah terdaftar sebagai teman bisa menerima informasi tersebut. Melihat hal tersebut tentu sangat menarik untuk melihat interaksi online dalam penggunaan Facebook di kalangan mahasiswa itu terjadi terutama dalam menanggapi berbagai isu terkait aktivitas perkuliahan. Mahasiswa tentu memiliki ketertarikan dalam bidang yang berbeda–beda. Mahasiswa yang berasal dari fakultas tertentu bisa memiliki ketertarikan yang memiliki hubungan dengan fokus atau bidang fakultasnya. Atau bisa juga mahasiswa yang berasal dari fakultas tertentu namun memiliki ketertarikan dalam menanggapi isu–isu yang tidak sesuai dengan bidang fakultasnya. Untuk melihat ketertarikan mahasiswa dalam menanggapi berbagai isu terkait dunia perkuliahan, bagi mahasiswa yang aktif menggunakan Facebook tentu akan terlihat dari apa yang biasanya mereka post dan share. Namun muncul lagi hal menarik lainnya, apakah semua yang di post atau di share oleh mahasiswa tersebut merupakan benar–benar bidang ketertarikannya atau hanya terpengaruh oleh lingkungannya yang mendorong dia untuk mem-posting atau sharing tentang hal tersebut. Kemudian ketika kegiatan post dan share yang mereka lakukan di dalam dunia online itu terjadi, apakah akan berujung pada tindakan offline atau tindakan yang mereka lakukan dalam menaggapi isu–isu terkini hanyalah sebatas terjadi di dunia online. Dengan melihat ketertarikan mahasiswa dalam menanggapi berbagai isu-isu terkini tentu akan terlihat pengaruh Facebook dalam kegiatan produktivitas perkuliahan. Isu-isu yang akan menjadi sorotan tentu adalah isu-isu mengenai pedidikan yang dapat menunjang produktivitas perkuliahan.
Peneliti melihat fenomena tersebut dengan memfokuskan penelitian pada lingkup mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politk (Fisipol) UGM yang meliputi,
enam
jurusan
yaitu,
Jurusan
Sosiologi,
Komunikasi,
Hubungan
Internasional, Manajemen Kebijakan Publik (MKP), Ilmu Politik dan Pemerintahan (JPP) dan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK). Pemilihan fokus penilitian ini, dikarenakan peneliti telah membangun argumen bahwa Fisipol merupakan bagian dari rumpun Sosio Humaniora yang memiliki prodi ilmu yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat dan kepentingan umum yang terdiri dari bidang sosial dan juga politik. Sehingga mahasiswa Fisipol seharusnya memiliki kepekaan dalam melihat berbagai isu terkini yang terkait dengan aktivitas kampus atau dunia pendidikan.
I.2 RUMUSAN MASALAH Facebook merupakan media sosial yang sangat popular di kalangan masyarakat karena berbagai macam fitur menarik yang ditawarkannya. Kebanyakan dari pengguna Facebook adalah kaum muda terlihat dari rentang usia penggunanya yaitu 18–24 tahun yang bisa di kategorikan dalam usia mahasiswa. Para mahasiswa memanfaatkan Facebook untuk berbagai kepentingan mereka termasuk dalam kegiatan perkuliahan. Bagi mahasiswa yang merupakan pengguna aktif Facebook, mereka akan sering melakukan tindakan online seperti posting dan sharing berbagai informasi terkait dunia mereka seperti dunia kampus atau perkuliahan yang semua itu berada di bawah payung besar dunia pendidikan. Namun apakah setiap posting dan sharing yang dilakukan mencerminkan bidang ketertarikannya atau hanya terpengaruh keadaannya saja dan apakah tindakan online tersebut bisa berujung pada tindakan offline? Selain itu, apakah penggunaan Facebook mampu menunjang produktivitas dalam perkuliahan? Tentunya tindakan
online dalam menanggapi berbagai isu terkini akan memilki dampak tertentu dan menarik untuk menjadi fokus masalah dari sebuah penelitian. Maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana aktivitas Facebooking yang ditunjukan oleh mahasiswa dalam merespon isu terkait dunia kampus? 2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari aktivitas Facebooking tersebut di dalam kehidupan offline mahasiswa ?
I.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk melihat tindakan online yang dilakukan mahasiswa dalam menanggapi berbagai isu pendidikan terkini. 2. Untuk mengetahui tindakan online yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam merespon isu terkini bisa berujung pada tindakan offline. 3. Untuk melihat kemampuan Facebook dalam meningkatkan produktivitas kegiatan perkuliahan.
I.4 TINJAUAN PUSTAKA Melalui adanya media teknologi yang berbasis internet tentu sangat memungkinkan kita dengan mudah berinteraksi dengan orang–orang yang ada di seluruh dunia. Seperti yang dinyatakan dalam buku New Media : “The Internet constitutes the electronic network of networks that link people and information through computers, and increasingly through other digital media technologies retrievel“.9 Pernyataan ini tentu sangat menandaskan bahwa internet sangat mampu untuk menyebarkan segala informasi kepada seluruh masyarakat dan meleburkan batas– batas yang ada di dalam dunia nyata. Berkaitan dengan penelitian ini yang berakar pada kemajuan teknologi internet, terdapat sejumlah penelitian terdahulu yang relevan. Salah satunya adalah jurnal penelitian yang ditulis oleh peneliti dari Fakultas Psikologi, Universitas Darul’Ulum Jombang tahun 2013 yaitu, Heny Nurmandia, Denok Wigati, dan Luluk Maslucah dengan judul “Hubungan antara Kemampuan Sosialisasi dengan Kecanduan Jejaring Sosial”. Di dalam jurnal tersebut terdapat kesamaan dalam inti pokok tema yang membahas tentang internet yang di wujudnyatakan dengan penggunaan media sosial dan kemudian membawa perubahan dalam hubungan di masyarakat. Di dalam jurnal tersebut banyak mengulas tentang pengaruh internet yang bisa membuat seseorang menjadi kecanduan sehingga berdampak pada kemampuannya dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Dikatakan bahwa :
“Melalui internet pengguna bisa menemukan atau mencari informasi apapun yang dibutuhkan, mulai dari informasi seseorang, perusahaan, 9
DiMaggio et al. 2001 dalam Flew, 2003 : 12
pekerjaan, pemerintahan, pendidikan, music, gambar, film, berkomunikasi dengan video streaming, bakan tindakan kejahatan pun bisa dilakukan di internet”.10 Melalui internet, apapun bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Dalam jurnal tersebut juga dikatakan bahwa media internet tidak hanya sekedar menjadi media berkomunikasi semata tetapi juga tidak terpisahkan dari dunia bisnis, industri, pendidikan, dan pergaulan sosial. Walaupun tertulis demikian, tetapi dalam jurnal tersebut tidak terlalu mengulas hal–hal tersebut dengan rinci. Isinya hanya menggambarkan secara umum saja mengenai bidang–bidang yang bisa dikuasai oleh internet dan lebih berfokus pada unsur psikis seseorang yang menjadi kecanduan dengan internet. Jurnal yang ditulis oleh Heny, dkk ini juga lebih melihat dampak signifikan yang ditimbulkan oleh media sosial terhadap kemampuan bersosialisasi. Dimana dijelaskan di dalamnya bahwa pengguna yang mengalami kecanduan internet kerap memutus komunikasi dengan keluarga dan teman sebaya di dunia nyata. Bahkan ada yang sampai tidak mampu keluar dari jeratan dunia virtual karena pengguna tidak bisa lagi mengendalikan konsumsinya akan internet. Sehingga bisa dikatakan penelitian yang dilakukannya lebih menitikberatkan pada sebuah sindrom yang dinamakan Internet Addiction, keadaan dimana seseorang akan merasa hampa, cemas, bahkan depresi saat tidak online di internet. Di dalam jurnalnya juga dipaparkan mengenai beberapa definisi sosialisasi menurut para ahli yang salah satunya menyatakan bahwa pada umumnya sosialisasi merupakan hasil dari interaksi dengan orang tua, para guru, dan teman–teman. Namun, teknologi internet kini juga bertindak sebagai agen sosialisasi yang penting. 10 Nurmandia,
Heny. Wigati, Denok, dan Maslucah, Luluk, Jurnal Penelitian Psikologi 2013, “Hubungan antara Kemampuan Sosialisasi dengan Kecanduan Jejaring Sosial”, Vol. 04, No 02, 107 – 119. Diakses tanggal 16 September 2015, dari jurnalpsikologi.uinsby.ac.id.
Dengan begitu jelas terlihat dari apa yang dipaparkan dalam jurnal tersebut bahwa internet, melalui media sosial mampu membawa pengaruh kemampuan seseorang dalam bersosialisasi yang tentunya sangat berkaitan erat dengan pola hubungan interaksinya. Secara tidak langsung bisa juga dikatakan bahwa melalui internet dan media sosial mampu menggeser pola interaksi masyarakat dari offline ke online. Namun penelitian yang dilakukan oleh peneliti disini juga memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yang ditulis dalam jurnal tersebut dalam hal fokus dari jenis media sosialnya, dimana dalam penelitian selanjutnya ini, peneliti hanya akan berfokus pada media sosial Facebook yang dianggap sebagai media sosial yang paling popular di dalam masyarakat dan fokusnya pun berbeda. Penelitian kedua yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebuah jurnal yang ditulis oleh mahasiswa SI dari Departemen Informasi dan Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Surabaya yaitu, Astutik Nur Qomariyah. Jurnal ini berjudul “Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan”. Pada jurnal kedua ini, isinya lebih berfokus pada internet yang mampu memberikan kemudahan dalam bidang apapun tetapi juga bisa berdampak buruk jika disalahgunakan terutama bagi para remaja. Dalam jurnal kedua ini dikatakan bahwa remaja masih belum mampu untuk menyaring hal–hal yang layak dan tidak layak untuk di dapat dari internet. Usia remaja merupakan usia dimana seseorang memiliki keingintahuan yang sangat tinggi. Sehingga melalui internet, mereka bisa mendapatkan informasi tentang segalanya sekalipun belum pantas untuk diketahui di usia mereka. Kemudian poin penting yang tercatat dalam jurnal kedua ini adalah internet juga dianggap sebagai salah satu media sumber belajar siswa. Hal ini juga menimbulkan anggapan yang ditulis di dalam jurnal kedua ini bahwa, “remaja
dianggap sebagai tambang emas demi keuntungan perusahaan yang terkait dengan dunia internet”.
11
Melalui kalimat tersebut tentu terlihat bahwa jurnal ini
menitikberatkan penelitiannya terhadap penggunaan internet dikalangan usia remaja yang sering dikemas dalam bentuk sarana pendidikan tetapi kerap disalahgunakan penggunaanya. Itulah letak pembeda dari jurnal kedua ini dengan jurnal sebelumnya dan juga penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada jurnal kedua ini hanya berfokus pada usia remaja saja sedangkan penelitian ini berfokus pada kehidupan mahasiswa. Kemudian pada jurnal ketiga yang berjudul “Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)”12 merupakan jurnal yang memilki target atau sasaran penilitan yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Dalam jurnal ini, peneliti berfokus pada kaum muda yang memilki rentang usia 15-24 tahun sedangkan ini berfokus pada usia mahasiswa yaitu, 18–24 tahun. Dalam penelitian yang ditulis di dalam jurnal tersebut dijelaskan bagaimana keadaan kaum muda Indonesia di tengah media digital dalam memandang eksistensi diri yang diwijudkan melalui penggunaan media sosial Youtube. Dikatakan dalam penelitiannya dengan mengutip tulisan Dempsey : “…orang–orang yang hadir di internet mendorong pegunjung memiliki keterlibatan dalam proses kreatif yang mereka hadirkan, baik dengan memberikan suara, komentar, dukungan atau kritik”. Dari kutipan yang ditulis oleh peneliti tersebut terlihat bahwa ia ingin menonjolkan bahwa melalui media sosial setiap penggunanya bebas memberikan 11
Qomariyah, Nur Astutik. “Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan”. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya. Diakses tanggal 16 September 2015. 12 Fadhal, Soraya. Nurhajati Lestari. “Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Azhar Indonesia. Vol. 1 No. 3, Maret 2012. Diakses tanggl 5 Oktber 2015 dari jurnal.uai.ac.id/index.php/SPS/article/view/60/47
gagasan, komentar dan melakukan apapun yang diinginkannya untuk menyalurkan berbagai kreativitas yang dimilikinya. Dengan begitu, setiap pengguna media sosial yang dalam hal ini adalah kaum muda menjadi merasa semakin memilki akses untuk meningkatkan eksistensi dirinya. Walaupun ketiga jurnal diatas sama–sama membahas tentang penggunaan internet di dalam masyarakat, tetapi ketiganya belum menyinggung tentang penggunaan internet yang diwujudnyatakan dengan media sosial mampu menunjukan dengan jelas adanya kemungkinan perubahan tindakan online yang akan berujung pada tindakan offline. Pada penelitian ini, peneliti mencoba melihat tindakan online yang dilakukan oleh kelompok mahasiwa dari enam jurusan yang ada di Fisipol dalam menanggapi berbagai isu pendidikan terkini. Penelitian ini memang terkesan lebih berfokus pada sisi positif dari penggunaan media sosial namun dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana dampak yang ditimbulkan dari interaksi online tersebut. Selain itu yang menjadi pembeda dari kedua penelitian sebelumnya adalah penelitian ini tidak hanya melihat pola satu arah seperti yang dilakukan penelitian sebelumnya dimana tindakan online merubah pola interaksi
yang terkesan meninggalkan interaksi offline dan
beralih ke online sehingga melemahkan kemampuan bersosialisasi. Tetapi penelitian ini juga mencoba melihat kemungkinan tindakan online yang dilakukan oleh para mahasiswa juga bisa berujung pada tindakan offline.
I.5 KERANGKA TEORI Pemanfaatan teknologi internet di era digital ini tentu membangun suatu realitas virtual yang merupakan suatu keadaan dimana teknologi berhasil membuat pengguna/users yaitu masyarakat dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang di
simulasikan oleh komputer. Realitas virtual ini berhasil menciptakan suatu lingkungan baru dengan masyarakat baru yang terlibat di dalamnya dan disebut dengan istilah “masyarakat jejaring” oleh Manuel Castells. Douglass Rushkoff menyatakan di dalam buku The Digital Divide bahwa : “The Internet is more capable now that it ever was of supporting the vast range of individual, community, and commercial interests that hope to exploit the massive power of networking”.13 Melihat apa yang di tuliskan oleh Douglass Rushkoff, internet semakin mendukung para penggunanya dalam menggapai semua yang sulit atau bahkan tidak bisa di temukan di dalam dunia nyata.
Interaksi secara offline beralih menjadi
interaksi online yang kemudian semakin memperkuat kehadiran masyarakat jejaring. Menurut Dempsey dalam Jurnal “Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)” 14 dikatakan bahwa, “media baru seperti internet menghadirkan ruang alternatif dimana ‘diri’ atau ‘identitas’ hadir, baik secara virtual maupun dalam kenyataan”. Dalam hal ini tentu terlhat bahwa media sosial internet mampu menawarkan fasilitas bagi para penggunanya untuk menuangkan imajinasinya dalam berinteraksi serta menemukann identitas baru bagi dirinya.15 Namun, menurut kritikus budaya Pierre Levy (2001, p. 135) yang dikutip oleh Dempsey dalam Jurnal “Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)” dikatakan bahwa “Identitas dalam ruang media baru ini bersifat cair, dan bisa menjadi komoditas di dalam masyarakat kontemporer”. Berdasarkan kutipan tersebut, tentu 13
Bauerlein, 2011 : 117
14 Fadhal, Soraya. Nurhajati Lestari. “Identifikasi
Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Azhar Indonesia. Vol. 1 No. 3, Maret 2012. Diakses tanggl 5 Oktber 2015 dari jurnal.uai.ac.id/index.php/SPS/article/view/60/47 15 NMEDIAC Journal of New Media & Culture, Summer 2005: Volume 3. Issue 2 dalam Jurnal “Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)”
media baru yaitu media sosial berbasis internet mampu menghadirkan suatu hal yang baru dan bersifat digital yang diyakini mampu mempopulerkan para penggunanya dalam hal ini adalah kaum muda. Kaum muda dengan bebas mampu mengeksplor diri mereka dan bebas menggapi berbagai isu–isu yang ada. Facebook merupakan suatu bentuk media digital yang memungkinkan penggunanya melakukan penyebaran informasi. Komunikasi dalam media digital juga dikatakan di dalam Jurnal Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube),
tidak menuntut kehadiran
partisipan komunikasinya secara fisik namun tetap ada unsur presence. Dengan begitu, kebebasan individu dalam mengekspresikan diri menjadi sangat besar dalam media internet. Sehingga mampi menghadirkan identitas dan budaya baru yang disebut identitas virtual.16 Mengutip apa yang dikutip oleh Soraya Fadhal, dkk dalam jurnalnya dikutip enam hal yang akan selalu terkait dan menyertai komunikasi sosial melalui internet (dalam buku The Handbook of Communication Science mengenai Computer Mediated Communication oleh berger, Roloff, Ewoldsen (ed). 2010:494 dalam jurnal Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital) : 1. Berkurangnya komunikasi tatap muka dan cenderung berkurangnya ekspresi non verbal yang memang sudah menjadi ciri dalam interaksi melalui tulisan/text 2. Berhubungan dengan orang–orang yang tidak mengetahui topik atau dengan orang-orang yang memang menjadi bagian dari topik pembahasan
16 Fadhal, Soraya. Nurhajati Lestari. “Identifikasi
Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Azhar Indonesia. Vol. 1 No. 3, Maret 2012. Diakses tanggl 5 Oktber 2015 dari jurnal.uai.ac.id/index.php/SPS/article/view/60/47
3. Bagaimana penggambaran diri sendiri dan orang lain melalui anonimitas yang absolut, pseudonymity, identifikasi nominal atau usaha untuk mengautentifikasi kualifikasi orang lain 4. Waktu berbalas pesan yang tidak sinkron 5. Khalayak potensial yang dapat dijangkau jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam komunikasi tradisional 6. Mampu menjawab pesan secara ‘bersembunyi’ tanpa mengacaukan pesan Berdasarkan
enam
hal
yang
dsebutkan
diatas
sekiranya
mampu
menggambarkan alasan kaum muda yang cenderung lebih senang berinteraksi menggunakan media internet. Ditambah lagi dengan berbagai keuntungan yang bisa didapat melalui interaksi secara online. Gene Smith memaparkan beberapa keuntungan dari tagging dalam media sharing,17 diantaranya : 1. Pengguna dapat saling berbagi informasi, objek (video, foto, pesan lainnya, dll), dan membantu mempertemukan pengguna yang tak saling mengenal dan berjauhan 2. Pengguna dengan minat dan ketertarikan yang sama dapat saling berbagi/sharing berbagai macam konten, meskipun tidak saling mengenal. Di sini mereka akan menemukan pengalaman bersosialisasi dari website 3. Dengan tagging dapat meningkatkan pengalaman bersosialisasi dan membantu pengalaman orang yang memiliki ketertarikan yang sama atas suatu isu Mengacu pada apa yang dipaparkan oleh Gene Smith mengenai tiga keuntungan yang bisa di dapatkan dari tagging dalam media sharing dirasa memilki kesesuaian dengan inti dari penelitian ini. Kaum muda yang merupakan generasi 17 Smith, 2008 : 182 dalam Jurnal Identifikasi
Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube)
Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi
digital mampu menggunakan media sosial seperti Facebook untuk saling berbagi informasi kepada semua pengguna Facebook lainnya yang telah terdaftar sebagai teman. Berbagai informasi dan konten seperti foto, video, pesan, dan isu–isu lainnya bisa dibagikan kepada sesama pengguna Facebook. Melalui hal ini, tentu kaum muda bisa semakin mengeksplor dirinya dan menunjukan ketertarikannya terhadap berbagai isu–isu yang ada. Hal ini tentu akan terlihat dari apa yang biasanya dan paling sering mereka post dan share di dalam Facebook mereka. Namun demikian di dalam Jurnal Identifikasi Identitas Kaum Muda di Tengah Media Digital (Studi Aktivitas Kaum Muda Indonesia di Youtube) diungkapkan adanya kekhawatiran seperti berkurangnya interaksi sosial di dalam dunia nyata karena kehidupan sosial sudah dilakukan melalui media internet. Sehingga ada yang mungkin merasa bahwa sosialisasi tatap muka tidak lagi terlalu penting karena kebutuhan informasi dan representasi diri telah didapatkan melalui internet. Tetapi penelitian ini mencoba melihat dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh dunia online dan tindakan online yang dilakukan oleh kaum muda apakah bisa berujung pada tindakan offline. Untuk melihat hal tersebut peneliti mengkaitkan fenomena virtual tersebut dengan level realitas di media sosial. Realitas sosial-siber milik Gotved menunjukan bahwa ada skema yang kompleks dalam melihat sebuah realitas di media sosial. Realitas yang tidak sekadar peristiwa belaka, namun setidaknya ada relasi, bahkan negosiasi antara offline dan online.18 Dalam buku Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi terdapat empat level dalam melihat realitas sosial-siber di media
18 Nasrullah, Ruli. 2015. “Media Sosial, Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi”. hlm. 59
sosial. Level-level ini bisa digunakan sebagai panduan untuk meneliti realitas dan hubungan antara online-offline. Level ini terdiri dari : 1. Level Ruang Media (Media Spaces) 2. Level Dokumen Media (Media Archive) 3. Level Objek Media (Media Object) 4. Level Pengalaman (Experimental Stories) Pada peneltian ini, peneliti mencoba melihat fenomena virtualitas yang menjadi kajian penelitian ini dan melihatnya berdasarkan keempat level diatas. Setiap level diatas tentu memiliki keterkaitan satu sama lain dan digunakan dalam memahami relasi antara tindakan online dan offline.
I.6 METODE PENELITIAN I.6.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mendapatkan gambaran lebih mendalam dari sudut pandang pelaku sosial atau dalam hal ini adalah informan mengenai suatu fenomena sosial atau suatu tindakan sosial. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya–upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan– pertanyaan, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari yang khusus ke yang umum, dan menafsirkan makna data.19 Dalam konteks penelitian kualitatif ini, peneliti menggali secara mendalam mengenai bagaimana para informan kaum muda yaitu, mahasiswa menggunakan media sosial Facebook mereka dalam menaggapi berbagai isu dunia kampus, yang akan terlihat dari berbagai bentuk post dan share yang mereka lakukan. I.6.2 Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan strategi penelitian online fenomenologi. Memiliki pengertian yang sama dengan penelitian fenomenologi pada umumnya yaitu, peneliti mengidentifikasi pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu.20 Hanya saja penelitian ini dilakukan berbasis online. Konsep utama fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith, etc., 2009:11 dalam Hajaroh, Mami. Jurnal Paradigma, Pendekatan dan Metode Fenomenologi).
19
Creswell, John w. 2014. Resarch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif, dan Metode Campuran. hal 4 – 5. Edisi Ketiga. Pustaka Pelajar. 20 Ibid. hlm.20
Penelitian ini berfokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran individu, yang disebut sebagai intensionalitas.21 Fokus fenomenologi merupakan struktur dari pengalaman kesadaran, yakni realitas obyektif yang mewujud di dalam pengalaman subyektif orang per orang. Fenomenologi berfokus pada makna subyektif dari realitas obyektif di dalam kesadaran orang yang menjalani aktivitas kehidupannya seharihari.22 Peneliti memperhatikan calon informan melalui akun Facebook-nya untuk melakukan capture posting dan sharing yang dilakukan oleh calon informan terkait dunia kampus dengan batasan selama tiga bulan terkahir sebelum calon informan di wawancara secara mendalam oleh peneliti. Hal ini dilakukan agar peneliti sudah memilki gambaran terlebih dahulu mengenai isu–isu apa yang menarik perhatian calon informan selama tiga bulan terakhir. Sehingga ketika peneliti bertemu untuk melakukan
wawancara
dengan
informan,
sebelumnya
peneliti
sudah
bisa
mempersiapkan pertanyaan–pertanyaan yang sesuai dengan isu–isu yang di minati oleh calon informan. I.6.3 Karakteristik Informan Sumber data dalam penelitian ini adalah informan, yaitu pihak yang diteliti. Informan penelitian ini adalah kaum muda pengguna aktif Facebook yang merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada dengan berbagai jurusan sebagai berikut : -
Sosiologi
-
Komunikasi
-
Hubungan Internasional (HI)
21 Intensionalitas
menggambarkan hubungan antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan obyek yang menjadi perhatian pada saat itu. (Hajaroh, Mami. Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan FIP UNY, bidang keahlian Penelitian dan Evaluasi Pendidikan) dalam Jurnal Paradigma, Pendekatan dan Metode Fenomenologi 22 Hajaroh, Mami. Jurnal Paradigma, Pendekatan dan Metode Fenomenologi, FIP UNY
-
Manajemen Kebijakan Publik (MKP)
-
Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP)
-
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdk)
Dari keenam jurusan tersebut, peneliti memgambil masing-masing dua orang untuk dijadikan informan. Pemilihan informan dilakukan tanpa memperhatikan jenis kelamin. Jadi peneliti disini mewawancarai dua belas orang dengan karakteristik informan sebagai berikut : 1. Mahasiswa aktif Fisipol Universitas Gadjah Mada 2. Pengguna aktif Facebook (melakukan posting/sharing selama tiga bulan terakhir secara aktif terkait isu pendidikan atau dunia kampus) Peneliti hanya mengambil dua informan saja dari tiap jurusan agar dapat memahami dengan lebih detail terkait dengan aktivitas Facebooking yang dilakukan terkait dunia kampus. Jika kurang dari dua informan, peneliti merasa jumlahnya kurang merepresentasikan karena tidak ada yang bisa dibandingkan dan jika lebih dari jumlah tersebut, peneliti merasa penelitian ini akan menjadi kurang terfokus dalam memahami aktivitas facebooking informan. Penelitian ini juga tidak memperhatikan keseimbangan jenis kelamin dari para informan, dikarenakan penelitian ini tidak membahas hal-hal yang berkaitan dengan isu-isu gender sehingga jenis kelamin tidak diperhatikan. I.6.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpuan data yaitu, observasi online dan wawancara mendalam. 1. Observasi Online Metode pengumpulan data dalam penelitian ini pertama–tama dilakuan observasi online. Sama halnya dengan observasi pada umumnya, peneliti hanya akan
mengamati dan mencatat apa saja yang peneliti temukan tentang yang akan diteliti yaitu calon informannya. Peneliti mencari informasi mengenai calon informannya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, peneliti mengamati calon informan dari Facebook mereka. Mengamati apa saja yang mereka post dan share selama tiga bulan terakhir untuk mengetahui ketertarikan para calon informan terhadap isu-isu terkait dunia kampus. Sehingga sebelum melakukan wawancara dengan calon informan, peneliti bisa mempersiapkan pertanyaan–pertanyaan yang sesuai. 2. Wawancara Mendalam Setelah melakukan observasi online, peneliti kemudian melakukan wawancara dengan tiap–tiap informan satu per satu dengan pertanyaan yang telah dibuat di dalam panduan wawancara oleh peneliti. Mengingat tiap informan merupakan individu yang berbeda dan berasal dari enam jurusan yang berbeda yang bisa saja membuat mereka memilki bidang ketertarikan terhadap isu yang berbeda. Walaupun demikian informasi yang didapatkan dari observasi online hanya sebatas untuk menyusun pertanyaan yang sesuai dan melihat kemungkinan adanya kesesuaian antara latar belakang fakultas dengan isu-isu yang diminatinya dan kemungkinan berujung pada tindakan offline. Namun ketika proses wawancara sedang berlangsung, peneliti tidak membagun asumsi apapun di dalam dirinya agar tidak terjadi bias informasi. I.6.5 Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses yang sama pentingnya dengan pengumpulan data pada suatu penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Inti dari analisis data adalah mengurai dan mengolah data mentah menjadi data yang dapat ditafsirkan dan lebih dipahami secara spesifik. 23 Data biasanya berbentuk narasi, deskripsi, essay yang menggambarkan secara kualitatif bagaimana fenomena 23 Herdiansyah, 2010:158-‐160 dalam Jurnal “Identifikasi
Digital”
Identitas Kaum Muda di Tengah Media
yang ada. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Dalam studi fenomenologis ini dibantu dengan Analisis Fenomenologi Interpretatif (AFI) yang bertujuan untuk mengungkap secara setail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya. Sasaran utamanya adalah makna berbagai pengalaman, peristiwa, status yang dimiliki oleh partisipan. Ini juga menekankan pada persepsi atau pendapat personal seseorang individu tentang objek atau peristiwa.24 Data yang telah dikumpulkan melalui proses observasi online dan wawancara mendalam kemudian dilakukan analisis dimana wawancara mendalam dalam penelitian online fenomenologi bermakna mencari sesuatu yang mendalam untuk mendapatkan satu pemahaman yang mendetail tentang fenomena terkait isu-isu dunia kampus yang menjadi minat para informan atau para partisipan. Kemudian data yang diperoleh melalui wawancara mendalam juga akan melewati proses analisis data dengan Analisis Fenomenologi Interpretatif (AFI)25 dengan tahap sebagai berikut : 1.
Reading and Re-reading Peneliti membaca dan membaca kembali seakan menenggelamkan diri dalam data original. Ini adalah tahap menuliskan transkrip interview dari rekaman ada ke dalam transkrip dalam bentuk tulisan. Pada fase ini kata-kata para partisipan sangat penting dan kata-kata tersebut diperlakukan secara aktif. Dengan membaca dan membaca kembali juga akan memudahkan peneliti dalam membangun kepercayaan dari hasil interview.
2.
Initial Noting
24 Hajaroh, 25
Mami. Jurnal Paradigma, Pendekatan dan Metode Fenomenologi, FIP UNY Hajaroh, Mami. Jurnal Paradigma, Pendekatan dan Metode Fenomenologi, FIP UNY
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan seperangkat catatan dan komentar yang komprehensif dan mendetail mengenai data. Pada tahap ini peneliti mulai memberikan komentar dengan menduga apa yang ada pada teks transkrip. Dari tahap ini juga akan banyak catatan interpretative yang membantu untuk memahami hasil wawancara mendalam. Deskripsi yang peneliti kembangkan melalui tahap ini akan menjadi deskripsi inti dari komentarkomentar yang merupakan fokus dari fenomenologi. Peneliti membuat komentar ekploratori yang meliputi komentar deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan intisari. 3.
Developing Emergent Themes Setelah membuat komentar eksploratori, dalam tahap ini peneliti menganalisis komentar-komentar ekploratori dan mengidentifikasi munculnya tema-tema termasuk untuk memfokuskan sehingga sebagian besar transkrip menjadi jelas Proses mengidentifikasi munculnya tema-tema termasuk kemungkinan peneliti mengobrak-abrik kembali alur narasi dari hasil wawncara mendalam jika merasa kurang baik.
Keaslian dari hasil wawancara mendalam secara keseluruhan
menjadi seperangkat dari bagian yang dianalisis, tetapi secara bersama-sama menjadi keseluruhan yang baru. 4.
Searching for Connections Across Emergent Themes Pada tahap ini, peneliti mencari hubungan antar tema-tema yang muncul dengan mengurutkan tema-tema yang ditemukan pada tahap sebelumnya secara kronologis. Hubungan antar tema-tema ini dikembangkan dalam bentuk grafik atau pemetaan dan memikirkan tema-tema yang bersesuaian satu sama lain. Tidak semua temayang ada harus digabungkan dalam tahap ini. Analisis ini
tergantung pada keseluruhan dari pertanyaan penelitiandan ruang lingkup penelitian. 5. Moving The Next Cases Pada tahap ini, peneliti melakukan langkah dan proses yang sama dari tahap 1-4 kepada setiap hasil wawncara para informan atau partisipan. 6. Looking for Patterns Across Tahap yang terakhir adalah peneliti mencari pola-pola yang muncul antar kasus/partisipan. Kemudian peneliti bisa membuat sebuah master table yang merangkai hasil dari analisis hasil wawancara. I.6.6 Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini hanya mengambil informan dari mahasiswa Fisipol UGM saja sehingga tidak bisa memggambarkan keadaan Mahasiswa UGM secara keseluruhan. 2. Penelitian ini hanya berfokus pada isu bidang pendidikan yang terkait dengan dunia kampus. 3. Penelitian ini hanya memberikan gambaran–gambaran atau memaparkan apa yang di di post dan di share oleh para informan dalam tiga bulan terakhir saja hanya untuk melihat penggunaan Facebook di kalangan mahasiswa dalam merespon isu– isu terkait dunia kampus. 4. Penelitian ini tidak memperhatikan keseimbangan jenis kelamin informan. Penelitian ini hanya melihat keaktifan mahasiswa dalam menggunakan Facebook.