BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak pada semakin ketatnya persaingan dan semakin cepatnya terjadi perubahan pada lingkungan usaha. Perusahaan harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya daur hidup produk, dan keuntungan yang didapat pun akan semakin rendah. Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, begitu juga bisnis di bidang agribisnis baik di sektor pertanian maupun peternakan, perubahan terjadi pada cara kelola atau teknologi untuk menghasilkan produk hasil pertanian atau peternakan. Peternakan sebagai salah satu sub sektor pertanian berperan dalam mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan, khususnya pangan asal hewan. Perubahan lingkungan bisnis di bidang peternakan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala nasional, regional maupun global. Lingkungan Eksternal secara
langsung
juga memberikan dampak bagi
kelangsungan bisnis perusahaan. Sebagai contoh regulasi atau ketetapan pemerintah yang memberikan dampak langsung menimbulkan kesempatan atau kadang bisa merupakan ancaman yang dapat menghentikan bisnis seketika. Di bidang agribisnis budidaya ayam kampung atau ayam buras, regulasi atau kebijakan untuk melindungi pengusaha lokal dalam menjalankan bisnis peternakan ayam buras dari pemain atau perusahaan besar baik Penanam Modal 1
Asing (PMA) maupun nasional sehingga budidaya ayam kampung hanya boleh dilakukan oleh rakyat, secara langsung menjadikan kesempatan bisnis bagi rakyat atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk mengembangkan bisnis tersebut. 1.1.1 Perkembangan populasi ternak ayam kampung/ buras 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0 Ayam Ras Pedaging/ Broiler
2008 902.052
2009 1.026.379
2010 986.872
2011 1.177.991
2012 1.266.903
Ayam Buras/ Natice Chicken
243.423
249.963
257.544
264.340
285.227
Ayam Ras Petelur/ Layer
107.955
111.418
105.210
124.636
130.539
Itik/ Duck
39.840
40.676
44.302
43.488
46.990
Puyuh/ Quail
6.683
7.543
7.054
7.357
7.841
Merpati/ Pigeon
1.499
1.815
490
1.209
1.334
Sumber: Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011. Gambar 1.1 Populasi Ternak Unggas Nasional (ekor)
Pada Gambar 1.1 ternak unggas secara nasional pada tahun 2011 mengalami variasi peningkatan dan penurunan jumlah populasi bila dibandingkan
2
dengan populasi pada tahun 2010 yaitu: ayam buras 264,34 juta ekor (peningkatan 2,64% ), ayam ras petelur 124,64 juta ekor (peningkatan 18,46%), ayam ras pedaging 1.117,85 juta ekor (peningkatan 19,35%) dan itik 43,49 juta ekor (penurunan1,84%). Populasi ayam buras memiliki peningkatan yang rendah dibandingkan dengan ayam ras, ayam buras masih banyak dipelihara dengan sistem tradisional sehingga populasinya masih rendah dibandingkan pemeliharaan ayam ras baik petelur maupun pedaging yang sudah menggunakan sistem konvensional atau modern. Pertumbuhan ayam buras yang lambat dibandingkan dengan ayam ras mengakibatkan populasi ayam buras lebih lebih rendah dibandingkan ayam ras. Informasi pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa populasi ternak ayam kampung atau buras paling banyak tersebar di Pulau Jawa (BPS, 2012). Provinsi Jawa Tengah, misalnya, dengan jumlah populasi terbesar dengan populasi 36.9 juta ekor pada tahun 2010 mengalami peningkatan populasi di tahun 2011 dengan jumlah 38.02 juta ekor (peningkatan 3.03%), Propinsi Jawa Barat dengan populasi pada tahun 2010 sebesar 27.3 juta ekor, ditahun 2011 mengalami penurunan sebesar 0.7 % menjadi 26.4 juta ekor. Provinsi Jawa Timur dengan populasi pada tahun 2010 sebesar 2.40 juta ekor, ditahun 2011 menjadi 2.43 juta ekor. (peningkatan 1.3 %). Propinsi DI Yogyakarta mempunyai populasi terendah di pulau Jawa dan Bali dengan populasi pada tahun 2010 sebesar 3.86 juta ekor pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1.4 % menjadi 3.76 juta ekor. Total populasi ternak ayam buras nasional pada tahun 2010 sebesar 257.5 juta ekor,
3
pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 6.73 % menjadi total populasi 274.89 juta ekor.
Tabel 1.1 Populasi Ternak Ayam Buras Jawa Bali (ekor) Provinsi
2010
2011
Jawa Barat
27.394.516
26.450.793
Jawa Tengah
36.908.672
38.027.416
3.861.676
3.767.325
24.006.814
24.323.547
4.644.548
4.673.810
DI Yogyakarta Jawa Timur Bali
Sumber: Balai Pusat Statistik, 2012.
Kondisi populasi ayam buras pada tahun 2011 untuk daerah D.I. Yogyakarta terbesar berada berada di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 1.539.059 ekor meningkat 4.1 % dari tahun 2010 akan tetapi populasi ayam ras pedaging lebih besar dibandingkan dengan ayam buras dengan pertumbuhan sebesar 7.0 % pada tahun 2011 dengan jumlah populasi 2.713.870 ekor.
Pada tahun 2010
populasi ternak ayam buras untuk daerah kabupaten Gunung kidul sebesar 1.029.375 ekor atau mengalami peningkatan sebesar 0.08 %. Kabupaten Bantul mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu 49.0% pada tahun 2011. Populasi
yang
meningkat
tersebut
tersebut
hampir
sebagian
besar
pemeliharaannya secara tradisional. Dapat dilihat pada Tabel 1.2.
4
Tabel 1.2 Populasi Ternak Unggas di Kota dan Kabupaten Se Provinsi DI Yogyakarta (ekor) No
Tahun
Jenis
Propinsi
Kota/Kabupaten
DIY
Kota YK
Bantul
K.Progo
G. Kidul
Sleman
63.874
528.640
762.509
1.029.375
1.477.278
3.861.676
0
588.203
655.025
122.250
1.433.704
2.799.182
0
764.777
1.236.050
912.500
2.522.194
5.435.521
itik
1.092
146.261
127.094
22.907
200.883
498.237
Ayam
783.946
1.037.972
1.538.058
1.037.972
1.538.058
5.936.024
742.395
125.000
1.668.820
125.000
1.668.820
4.330.035
1.301.500
943.515
2.713.870
943.515
2.713.870
8.616.277
205.815
164.810
121.660
23.241
205.815
721.341
Ayam buras Ayam ras 1
2010
petelur Ayam ras pedaging
buras Ayam ras 2
2011
petelur Ayam ras pedaging Itik
Sumber : Dinas Pertanian DIY. 2012
Secara keseluruhan populasi ayam buras atau ayam kampung di Provinsi DI Yogyakarta (Dinas Pertanian DIY, 2012) mengalami peningkatan sebesar 34.9 % pada tahun 2011. Populasi ayam ras pedaging di D.I. Yogyakarta pada tahun 2011 sebesar 8.616.277 ekor atau mengalami kenaikan yang sangat tinggi dengan presentase 36.9 %. Kondisi ini terlihat bahwa populasi ayam ras lebih besar dibandingkan dengan populasi ayam buras di Yogyakarta.
5
1.1.2 Potensi Industri Agribisnis peternakan ayam kampung di Indonesia Gaya hidup kembali ke produk alami turut membantu meningkatnya akan produk ayam kampung. Kepercayaan konsumen terhadap kealamian dan sehatnya mengkonsumsi telur atau daging ayam kampung makin meningkatkan nilai ekonomisnya. Konsumen meyakini bahwa produk ayam kampung tercipta karena minimnya campur tangan bahan kimia sintetik. Cita rasa lezat dan gurih dari ayam kampung telah mengungguli daging ayam kampung, permintaan akan daging ayam kampung terbanyak berasal dari rumah makan yang mempunyai menu masakan berbahan baku ayam kampung, baik untuk dimasak menjadi ayam goreng maupun aneka olahan daging ayam lainnya, kebanyakan penggemar ayam kampung berasal dari golongan masyarakat menengah ke atas. Untuk telur ayam kampung sudah banyak masyarakat yang mengkonsumsinya dikarenakan kandungan protein nya lebih tinggi di bandingkan telur ayam ras sehingga budaya mengkonsumsi telur ayam kampung pun terus berkembang.(Agriflo, 2012 hal 8). Konsumsi daging ayam ras nasional setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sebesar 6.6 %, pertumbuhan konsumsi daging ras lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging ayam kampung atau buras yang hanya -1.12 % dalam hal ini justru mengalami penurunan konsumsi daging ras. Begitu pun dengan konsumsi telur ayam ras yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi telur ayam kampung atau ayam buras. Untuk konsumsi rata-rata per kapita beberapa bahan makanan di Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.3.
6
Tabel 1.3 Konsumsi Rata-rata per Kapita beberapa bahan makanan di Indonesia. 2007-2001 No
Bahan Makanan
Satuan
Tahun 2007
2008
2009
Rata-rata 2010
2011
pertumbuhan 2007- 2011 (%)
1
Daging ayam ras
Kg
3.441 3.233 3.076 3.546 4.328
6.60
2
Daging
ayam Kg
0.676 0.574 0.521 0.626 0.626
-1.12
kampung 3
Telur ayam ras
Kg
6.101 5.788 5.840 6.726 6.622
2.35
4
Telur ayam kampung
butir
5.110 4.171 3.650 3.702 3.754
-7.01
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007-2011
Di pasar Yogyakarta, saat penelitian ini harga untuk ukuran 1 kg ayam kampung hidup Rp. 35.000 – Rp 40.000 dan pada saat hari raya bisa mencapai Rp. 130.000- 150.000/ ekor hidup. Dari sekian banyak komoditas agribisnis, dapat dikatakan bahwa ayam buras merupakan komoditas yang harganya paling stabil dan harga jualnya tidak tergantung pada tengkulak atau pedagang besar. Justru peternak sebagai pemegang kendali harga. Di tambah dukungan dari Pemerintah Indonesia untuk melindungi usaha budidaya ayam kampung dari pemain besar baik dari PMA maupun perusahaan besar dengan diatur dalam PP No. 111/2007 yang menjelaskan bahwa usaha ayam lokal merupakan usaha tertutup dan hanya boleh dilakukan oleh rakyat. Adapun kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya yang juga memberikan peluang atau potensi usaha budi daya ayam kampung adalah;
7
1. Pengembangan ayam asli Indonesia melalui program Village Poultry Farming (VPF). Pelaksanaan kegiatan VPF dimulai tahun 2006 hingga 2009 di 31 provinsi 2. Pengembangan pakan ayam lokal dengan membangun pabrik pakanmini dan telah disalurkan ke 19 provinsi sebanyak 38 paket 3. Program VPF sinergi dengan program Sarjana Membangun Desa (SMD). Tujuannya untuk memajukan perekonomian mikro pedesaan dengan beternak buras 4. Proyek perlindungan dan pengembangan ayam buras mulai dari Intensifikasi Ayam Buras (INTAB) hingga Rural Rearing Multiplication Center (RRMC) Akan tetapi ada beberapa tantangan peternakan ayam kampung (Agriflo, 2012 hal 13) yaitu: 1. Ketersediaan dan kualitas bibit atau DOC belum layak (Tabel 1.5 ) 2. Tingkat kepemilikan ternak masih kecil, dibawah nilai ekonomis (<200 ekor), serta kurangnya modal usaha dan kurangnya pengetahuan peternak terhadap akses ke lembaga keuangan. 3. Usaha breeding farm komersial ayam kampung belum berkembang. 4. Sistem manajemen pemeliharaan belum berorientasi bisnis, pengetahuan peternak masih kurang dan aplikasi teknologi penunjang usaha kampung belum optimal. 5. Pemanfaatan sumber daya pakan lokal belum optimal.
8
6. Serbuan penyakit endemik belum ditangani dengan baik secara rutin dan berkesinambungan. 7. Program vaksinasi ayam kampung belum membudaya dikalangan peternak. Dari sumber data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi D.I. Yogyakarta (2010) didapat bahwa konsumsi daging ayam kampung per tahun rata-rata untuk Yogyakarta sebesar 13,6kg/tahun/org. Dengan asumsi masyarakat yang mengkonsumsi daging ayam buras yaitu masyarakat golongan produktif dengan jumlah masyarakat yang berada pada usia produktif yaitu umur 15-64 tahun pada daerah Yogyakarta sebesar 2.797.293 orang. Dilihat dari ukuran pasar, kebutuhan akan daging ayam kampung untuk daerah Yogyakarta adalah : Kebutuhan daging ayam kampung = Konsumsi daging ayam rata-rata/tahun x Jumlah orang
yang berada pada usia
produktif Kebutuhan daging ayam kampung = 13,6kg x 2.797.293 orang = 38.043.184 kg/tahun 1.2. Lingkungan Internal Perusahaan Lingkungan internal perusahaan ini menitikberatkan kepada faktor-faktor dari internal perusahaan yang memiliki pengaruh terhadap bisnis yang di jalankan oleh perusahaan. Lingkungan internal fokus kepada kekuatan (strength) yang dimiliki perusahaan secara internal, serta kelemahannya (weakness). Bisnis
9
peternakan ayam jawa super yang akan diberi nama Partachick Farm merupakan rencana usaha dalam produksi bibit atau DOC (Day Old Chicken) ayam jawa super. Dalam lingkungan internal perusahaan, Parthachick Farm memiliki inovasi pemuliabiakan dengan persilangan ayam kampung dengan ayam ras untuk menghasilkan DOC ayam jawa super. Ayam jawa super merupakan ayam yang diarahkan untuk produksi daging dengan cita rasa seperti ayam kampung bahkan lebih nikmat dari pada ayam kampung, akan tetapi unsur pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ayam kampung lokal biasa. Perbedaan produksi ayam kampung dan ayam jawa super dapat dilihat pada Tabel 1.4 Tabel 1.4. Perbedaan Produksi Ayam Kampung dan Ayam Jawa Super No
Ayam Kampung
Ayam Jawa Super
1
Panen 3,5 bulan
Panen 2 bulan
2
Berat 1 Kg
Berat 1 Kg
3
Pakan (BR-1) 3 Kg
Pakan (BR-1) 2,1 Kg
4
Telur 10 butir/ siklus
Telur 35-40 butir/siklus
Sumber : komunikasi personal (10 April 2013)
Kekuatan perusahaan untuk menghasilkan DOC yang berkualitas bersumber pada metode atau teknik persilangan yang digunakan perusahaan yaitu dengan cara inseminasi buatan (IB) yang dilakukan secara alami. Dengan memiliki sumber daya manusia yang profesional dibidang persilangan diharapkan perusahaan akan terus berinovasi di bidang peternakan ayam buras. 10
Dari beberapa kekuatan yang ada pada internal perusahaan, perusahaan nantinya akan memiliki kelemahan yaitu fluktuasi harga bahan baku (input) terlalu besar mempengaruhi kinerja perusahaan. Seperti pakan ternak sebagai bahan baku produksi utama sehingga masih bergantung pada suplier pakan ternak. Tabel 1.5 Kebutuhan Bibit Ayam Lokal Nasional Tahun 2008-2010 Pemenuhan Daging, Telur, No
Uraian
1
Populasi (juta ekor)
2
DOC ayam lokal (juta ekor)
dan DOC Ayam Lokal 2008
2009
2010
328,0
330,0
334,5
-
Kekurangan untuk daging
20,0
25,0
22,0
-
Kekurangan untuk telur
10,0
21,0
20,0
-
Jumlah kekurangan
30,0
46,0
42,0
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2008.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa populasi bibit ayam lokal dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami kenaikan. Kekurangan DOC untuk daging mengalami kenaikan pada tahun 2009 dan penurunan pada tahun 2010. Sedangkan kekurangan DOC untuk telur juga mengalami kenaikan pada tahun 2009 dan penurunan pada tahun 2010. Sehingga jumlah kekurangan total pada DOC terjadi kenaikan pada tahun 2009 dan penurunan pada tahun 2010. Dari kebutuhan akan bibit ayam buras secara nasional yaitu sebesar 42.000.000 ekor/tahun (Tabel1.5) maka dapat dihitung berapa market share dari
11
perusahaan. Market share perusahaan diperkirakan akan di tuju dengan kapasitas produksi 300.000 ekor/tahun adalah : Market share nasional
= (Produksi bibit ayam perusahaan / Kebutuhan bibit ayam)
x 100%
= ( 300.000 / 42.000.000) x 100% = 0,7 % ( Nol koma tujuh persen ) Untuk memenuhi kebutuhan nasional, rencana perusahaan hanya mampu memiliki market share sebesar 0,7 %, dengan jumlah kekurangan bibit ayam lokal nasional sebesar 42 juta ekor per tahun, sedangkan rencana kapasitas perusahaan sebesar 300.000 ekor/tahun. Propinsi D.I Yogyakarta masih kekurangan bibit DOC ayam lokal sebesar 89.550 ekor/bulan (Tabel 1.6) dengan kapasitas produksi perusahaan yang dituju sebesar 25.000 ekor/bulan,maka dapat dihitung market share perusahaan untuk wilayah D.I Yogyakarta sebesar: Market share D.I Yogyakarta
=
(Produksi bibit
Kebutuhan bibit
ayam
perusahaan
/
ayam) x 100%
= ( 25.000 / 89.550) x 100% = 27,9 % ( Dua puluh tujuh koma sembilan persen ) Dengan market share sebesar 27,9 % diharapkan Parthachick Farm dapat menjadi leader produksi bibit (DOC) ayam jawa super di D.I Yogyakarta.
12
Tabel 1.6 Jumlah Peternak Ayam Lokal dan Kebutuhan Bibit Ayam Lokal di D.I Yogyakarta/bulan. Kota/Kabupaten
Kota
Jumlah peternak ayam lokal standar GBP (Good Breeding Practice)
Jumlah kebutuhan DOC ayam lokal/bulan (ekor)
6
2.400
Sleman
52
36.400
Bantul
43
32.250
Kulon progo
21
10.500
Gunung Kidul
16
8.000
Jumlah
138
89.550
Yogyakarta
Sumber: Himpuli D.I Yogyakarta, 2011. Dari data diatas dapat dilihat bahwa jumlah peternak ayam lokal/buras yang sesuai dengan standar GBP (Good Breeding Practice) di Provinsi D.I Yogyakarta dengan jumlah 138 peternak yang tersebar di 5 kabupaten/kota yang ada di D.I Yogyakarta. Peternak ayam lokal disetiap kabupaten/kota yang ada di D.I Yogyakarta memliki kebutuhan rata-rata DOC ayam lokal yang berbeda setiap bulannya, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul mempunyai kebutuhan DOC tertinggi setiap bulannya, masing-masing 36.400 ekor setiap bulan dan 32.250 ekor setiap bulan. Keseluruhan kebutuhan DOC ayam lokal/buras per bulannya di Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 89.550 ekor/bulan.
13
1.2.1
Profil Perusahaan
Pendirian perusahaan ini akan menjadi awal dari rencana usaha peternakan ayam jawa super. Rencananya perusahaan ini akan didirikan dalam bentuk persekutuan komanditer (CV) dikarena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Pemberian nama perusahaan adalah Parthachick Farm, yang memiliki arti bersinar, dengan harapan perusahaan dapat terus berkembang dan maju sesuai yang dicita-citakan pemilik. Adapun logo perusahaan dapat dilihat pada Gambar 1.2:
Gambar 1.2 Logo perusahaan Parthachick Farm Setelah didirikan perusahaan ini, kegiatan peternakan ayam jawa super akan dilakukan di Kecamatan Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Tepatnya berada pada jalan Mirota, Bokoharjo, RT 5, RW 36, sebelah timur stadion Meguwoharjo. Adapun yang menjadi alasan untuk mendirikan usaha peternakan ayam jawa super didaerah tersebut karena daerah tersebut jauh dengan pemukiman penduduk serta berada di daerah yang dimana masyarakatnya banyak
14
melakukan budidaya ayam kampung tradisional dan akses tidak jauh dari pusat kota serta tidak dipungkiri bahwa pemilihan lokasi juga dikarenakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan berada di wilayah tersebut. Sesuai dengan peraturan dan perundangang-undangan yang berlaku di Indonesia maka pendirian badan usaha ini akan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Pembuatan Akta Pendirian Perusahaan di Notaris dan didaftarkan pada Kementrian Hukum dan HAM b) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) c) Surat keterangan domisili perusahaan d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e) Izin Undang-Undang Gangguan (HO) f) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) g) Surat Izin pemasukan/pengeluaran telur tetas antar Provinsi. h) Surat Izin pemasukan/pengeluaran Day Old Chick (DOC) antar Provinsi. Nama Perusahaan
: CV. Parthachick Farm
Bidang kegiatan
: Melakukan kegiatan peternakan ayam jawa super dan produksi DOC (Day Old Chicken) atau bibit ayam jawa super.
Bentuk perusahaan
: Persekutuan Komanditer (CV)
15
Kantor Pusat
: Maguwoharjo, Sleman
Lokasi Peternakan
: Maguwoharjo, Sleman
Struktur permodalan
: 100% modal dari pemegang saham dan pelaku usaha sebanyak 3 orang
Pemegang modal
: Setiyo Birowo, Sarwi Astuti, Vica Ayuningrum
1.3 Rumusan Masalah
Produksi daging dan telur ayam buras nasional masih tergolong rendah dan saat ini kecenderungan untuk mengkonsumsi ayam ras sudah banyak di tinggalkan, sehingga banyak tumbuh usaha budi daya ayam bukan ras (buras) di Indonesia. Sekarang kebanyakan orang sudah peduli dengan kesehatan sehingga mulai beralih untuk mengkonsumsi ayam kampung. Permintaan akan produk ayam buras semakin banyak, hal ini berkaitan dengan isu bahan pangan organik dan gerakan kembali ke alam yang banyak dianut kalangan menegah ke atas. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah sulitnya untuk mendapatkan ayam kampung yang berkualitas dan tingginya harga ayam kampung di pasaran serta kebutuhan bibit DOC (Day Old Chicken) yang masih belum layak dari segi kebutuhan dan kualitas. Kenyataannya budidaya ternak ayam kampung menemui kendala utama yaitu pertumbuhan yang cenderung lebih lambat jika dibandingkan dengan ayam ras pedaging yang mampu panen dalam waktu 40 hari. Dengan adanya teknologi baru, kini hadir ayam kampung super atau ayam jawa super. Ayam jawa super
16
atau yang sering juga disebut ayam joper merupakan hasil persilangan terbaru yang melibatkan teknologi pemuliabiakan ternak terbaru sehingga didapatkan pertumbuhan yang cepat dan memiliki karakteristik daging dan bentuk ayam kampung.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk membuat rencana bisnis yang dapat merepresentasikan peluang, hambatan serta aspek lainnya dalam kelayakan bisnis yang akan dijalankan. Tujuan lain dari studi mengenai rencana bisnis ini juga sebagai petunjuk dalam menjalankan bisnis di bidang agribisnis yang berfokus pada sub bidang peternakan yaitu usaha budidaya peternakan ayam jawa super. Penyusunan rencana bisnis perlu dilakukan karena merupakan legitimasi dari sebuah usaha yang akan didirikan dan sebagai blue print
yang akan
dijalankan dalam pengoperasian bisnis budidaya ayam jawa super yang nantinya untuk pengawasan agar lebih mudah dalam pengoperasian bisnis yang akan dijalankan, apakah mengikuti atau sesuai dengan rencana atau tidak. 1.5 Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak : 1. Entrepreneurs, diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menjalankan usaha peternakan ayam jawa super . 2. Calon investor, diharapkan memberikan gambaran dan arah yang jelas terhadap pengelolaan bisnis dan memberikan tujuan yang jelas serta
17
tingkat kelayakan bisnis peternakan ayam jawa super sehingga dapat menanamkan modal nya di bisnis usaha peternakan ayam jawa super.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini dibagi ke dalam 5 bab yang terdiri dari Pendahuluan, Landasan Teori, Metode Penelitian, Strategi dan Rencana, dan Rencana Aksi. Bab I menjelaskan latar belakang dibuatnya penelitian peternakan ayam jawa super baik dari segi lingkungan eksternal perusahaan dan lingkungan internal perusahaan, rumusan masalah apa yang mendorong penulis untuk membuat penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II membahas beberapa landasan teori yang terkait dengan penelitian. Bab III menjelaskan metode penelitian yang terdiri dari level analisis, sumber data yang diperoleh dalam penelitian, metode pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab IV menjelaskan tentang strategi dan rencana bisnis dalam menjalankan bisnis peternakan ayam jawa super. Bab V menguraikan perencanaan waktu dan pengukuran kinerja untuk bisnis yang akan dijalankan.
18