BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad 1908 nomor 189 dan Vendu Instructie diumumkan dalam Staatsblad 1908 nomor 190. Sejak berlakunya Vendu Reglement tersebut, pelelangan sangat digemari oleh masyarakat karena dalam pelelangan barang yang dijual lebih banyak dan variatif, sehingga pembeli leluasa untuk memilih barang. Selain itu, kelebihan dari suatu sistem pelelangan adalah bahwa pembeli lelang seringkali mendapatkan harga lebih murah dari harga pasaran pada umumnya. Polderman memberikan pengertian lelang sebagai alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat. Syarat utamanya adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. 5 Lelang atau penjualan di muka umum, memberikan beberapa manfaat atau kebaikan dibandingkan dengan penjualan yang lainnya, yaitu, adil, cepat, aman mewujudkan harga yang tinggi dan memberikan kepastian hukum. Di dalam proses pelelangan penjualan yang dilakukan secara lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang yang dilakukan oleh penjual melalui surat kabar, selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media 5
Rochmat Soemitro, 1987, Peraturan dan Intruksi Lelang, PT. Eresco, Bandung, hlm 106.
1
2
elektronik termasuk internet di wilayah kantor lelang tempat barang yang akan dilelang. Tujuan diadakannya pengumuman lelang adalah agar dapat diketahui oleh masyarakat luas serta memberikan kesempatan bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk mengajukan sanggahan atau keberatan melalui pengadilan, dan juga sebagai syarat hukum sahnya suatu persyaratan lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan
Pasal
8
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
:
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, pejabat lelang terdiri dari 2 jenis yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 pejabat lelang kelas I adalah pejabat lelang pegawai direktorat jenderal kekayaan negara yang berwenang melaksanakan lelang eksekusi, lelang non eksekusi wajib, dan lelang non eksekusi sukarela, sedangkan menurut Pasal 1 angka 16 pejabat lelang kelas II adalah pejabat lelang swasta yang berwenang melaksanakan lelang non eksekusi sukarela. Setiap pelaksanaan lelang, pejabat lelang baik itu pejabat lelang kelas I maupun pejabat lelang kelas II harus membuat risalah lelang yang memuat semua peristiwa yang terjadi dalam proses penjualan lelang sebagai bukti otentikasi pelaksanaan lelang sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 77 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 yang berbunyi: “Pejabat lelang yang telah melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut risalah lelang”. Risalah lelang memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak, karena risalah lelang merupakan akta otentik dari pembelian suatu barang melalui
3
proses penjualan secara lelang, sehingga dengan alat bukti risalah lelang tersebut hak kepemilkan atas obyek lelang akan jatuh kepada pihak pemenang lelang, akta risalah lelang tidak hanya mengikat penjual dan pembeli barang lelang saja, tetapi juga pejabat lelang yang membuat akta risalah lelang tersebut. Pejabat lelang juga terikat dengan akta risalah lelang tersebut karena pejabat lelang merupakan pejabat umum yang karena ketentuan undang-undang yaitu Vendu Reglement diberikan kewenangan untuk membuat akta risalah lelang. Berdasarkan hal tersebut maka pejabat lelang kelas I maupun pejabat lelang kelas II dalam pembuatan akta risalah lelang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengetahuan dan aturan yang jelas mengenai seorang pejabat lelang yang memegang peranan penting dalam pelelangan dapat memberikan kepastian hukum kepada semua pihak dan mengurangi berbagai permasalahan hukum yang dapat terjadi dalam proses setelah pelelangan seperti diantaranya mengenai kerugian kepada pihak ketiga atas kelalaian atau ketidakabsahan suatu dokumen lelang. Oleh karena itu apabila pejabat lelang dalam pembuatan akta risalah lelang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka pejabat lelang harus dapat mempertanggung jawabkan akta risalah lelang yang dibuatnya. Tanggung jawab pejabat lelang kelas II atas akta risalah lelang sangat diperlukan baik dari sisi pejabat lelang sendiri, pihak-pihak yang terkait ataupun pihak-pihak ketiga yang berkepentingan, karena hal ini akan menyangkut sampai sejauh mana pejabat lelang bertanggung jawab dan sampai sejauh mana pejabat lelang harus melakukan pengecekan atas keabsahan suatu dokumen lelang untuk
4
menghindari ataupun mengurangi sengketa yang dapat terjadi setelah lelang dilaksanakan. Akta risalah lelang merupakan akta otentik, dimana suatu akta otentik haruslah dibuat berdasarkan bentuk yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Risalah lelang disebut sebagai akta otentik adalah apabila risalah lelang tersebut memenuhi unsur- unsur seperti yang disebutkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”. Unsur risalah lelang yang dimaksud dengan akta otentik yaitu: 1. Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum 2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang 3. Pegawai umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. 6 Dengan demikian jika unsur-unsur risalah lelang sebagai suatu akta otentik telah dipenuhi, maka risalah lelang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak. Tidak jarang dalam pelaksanaan lelang, risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang meski telah dilakukan dengan syarat-syarat yang sudah terpenuhi dan dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian tetapi masih menimbulkan sengketa dikemudian hari, dan tidak jarang pula sengketa tersebut diselesaikan melalui lembaga Peradilan Tata Usaha Negara. Untuk melihat apakah sengketa terkait 6
Habib Adjie, 2011, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 6.
5
dengan pelaksanaan lelang maupun risalah lelang tersebut layak diselesaikan melalui lembaga peradilan tata usaha negara tentunya harus dipahami sengketa seperti apa yang penyelesaian sengketanya diselesaikan melalui peradilan tata usaha negara. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sengketa tata usaha negara merupakan akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. 7 Pengertian tentang apa yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara sangat penting untuk dipahami, karena dapat memberikan pengertian yang lain tentang apa yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara. Menurut Undang-Undang No 51 tahun 2009 dalam Pasal 1 angka 9 menentukan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dalam Pasal 2 huruf a Undang-Undang No 51 tahun 2009, menyebutkan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata 7
R. Wiyono, 2008, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 17.
6
tidak termasuk pada pengertian keputusan tata usaha negara. Untuk dapat memahami ketentuan tersebut, perlu diingat bahwa badan atau pejabat tata usaha negara, di samping dapat melakukan perbuatan hukum publik atas jabatannya, juga dapat melakukan perbuatan hukum perdata, karena mewakili negara, provinsi, departemen dan lainnya sebagai badan hukum perdata. Risalah lelang adalah akta yang berisi berita acara pelaksanaan lelang dan bukan merupakan keputusan atau penetapan sepihak. Selain itu risalah lelang juga diterbitkan karena berasal dari perbuatan hukum perdata yaitu dengan adanya transaksi jual beli secara lelang, jika dilihat dari pengertian keputusan tata usaha negara risalah lelang bukan merupakan keputusan tata usaha negara. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) salah satu tugas dari panitia urusan piutang negara adalah mengurus piutang negara. Pengertian piutang negara sesuai dengan peraturan tersebut di atas termasuk di dalamnya kredit macet yang berasal dari bank milik pemerintah. Jika bank milik pemerintah menyerahkan kredit macetnya untuk diurus panitia urusan piutang negara, maka status kredit macet tersebut berubah menjadi piutang negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang No 49 Prp tahun 1960 yang berbunyi: “yang dimaksud dengan piutang negara atau hutang kepada negara oleh peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun”
7
Dalam Undang-Undang No 49 Prp tahun 1960 bab III Pasal 10 dan Pasal 11, panitia urusan piutang negara diberi kewenangan parate eksekusi yaitu kewenangan membuat keputusan yang mempunyai daya laku memaksa tanpa keterlibatan putusan hakim. Dengan demikian keputusan panitia urusan piutang negara tersebut dapat langsung dilaksanakan. Sebagai pelaksana keputusan panitia urusan piutang negara adalah direktorat jenderal piutang dan lelang negara, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 177 tahun 2000. Dalam operasionalnya di daerah dilaksanakan oleh kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang (KPKNL). Setelah dikeluarkannya surat paksa debitur tetap tidak melakukan angsuran pembayaran atau pelunasan, maka dilakukan penjualan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan lain milik debitur atau penanggung hutang, penjualan barang jaminan tersebut dilakukan dengan cara lelang melalui perantara KPKNL. Berkaitan dengan penetapan panitia urusan piutang negara dan risalah lelang yang dikeluarkan oleh pejabat lelang kelas II terjadi suatu gugatan di pengadilan tata usaha negara, maka Penulis memandang perlu untuk meneliti penetapan panitia urusan piutang negara dan akta risalah lelang yang dikeluarkan oleh pejabat lelang kelas II. Seperti halnya dalam kasus obyek lelang dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 531 K/TUN/2002 yang akan penulis teliti dalam penelitian hukum ini. Diketahui bahwa pihak pemohon kasasi dahulu sebagai pemohon pembanding dan penggugat yaitu Ir Jap Ban Yu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan melawan Ketua Panitia Urusan Piutang
8
Negara wilayah 1 Medan dan Pejabat Lelang Kelas II, kisaran Medan yaitu sebagai tergugat I dan tergugat II. Dalam gugatannya pada pokoknya penggugat mengajukan gugatan dengan alasan bahwa penggugat adalah salah satu ahli waris (anak kandung) dari alm. Mozes Yacob yang memiliki beberapa bidang tanah, bahwa pada tanggal 1 Mei 1999 orang tua penggugat Tuan Mozes Yacob telah meninggal dunia sesuai dengan surat keterangan pasien meninggal dunia, bahwa tanpa sepengetahuan penggugat pada tanggal 30 September 2000, beberapa bidang tanah yang diagunkan oleh alm. Mozes Yacob dan penggugat ke Bank Dagang Negara (BDN) tersebut di lelang oleh kantor lelang negara. Bahwa tergugat I dan tergugat II melaksanakan lelang tanpa pemberitahuan kepada penggugat, bahwa penggugat mengetahui terbitnya obyek lelang itu ketika membaca koran harian SIB tertanggal 11 September 2000 pada tanggal 5 Februari 2001. Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Medan telah mengambil putusan, yaitu putusan no. 09/G/2001/P.TUN.MDN. tanggal 11 September 2001 yang pada pokoknya menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Dengan keluarnya putusan tersebut, penggugat mengajukan banding ke pengadilan
tinggi
tata
usaha
negara
Medan
dengan
register
nomor
05/BDG/2002/PT.TUN.MDN. Dalam amar putusannya pada tanggal 7 Mei 2002, hakim tinggi pengadilan tinggi tata usaha negara Medan pada pokoknya menguatkan putusan pengadilan tata usaha negara Medan yang diajukan banding tersebut.
9
Dengan keluarnya putusan tersebut, penggugat pembanding mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan register nomor 531 K/TUN/2002. Dalam amar putusan hakim agung Mahkamah Agung Republik Indonesia pada hari senin tanggal 4 September 2006 yang pokoknya menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi. Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam terkait dengan permasalahan yang penulis uraikan tersebut di atas, sehingga penulis mengangkat tesis dengan judul “Tinjauan Pembatalan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara Dan Risalah Lelang Yang Dikeluarkan Oleh Pejabat Lelang Kelas II Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 531 K/TUN/2002)”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah tepat penggugat mengajukan gugatan tentang surat perintah penjualan barang sitaan dalam sengketa Nomor 531 K/TUN/2002 ke Pengadilan Tata Usaha Negara? 2. Apakah risalah lelang yang dikeluarkan oleh pejabat lelang kelas II dalam sengketa Nomor 531 K/TUN/2002 dapat dibatalkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara?
10
C. Keaslian Penelitian. Penelitian dan penulisan tentang “Tinjauan Pembatalan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara Dan Risalah Lelang Yang Dikeluarkan Oleh Pejabat Lelang Kelas II Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 531 K/TUN/2002) “, belum pernah dilakukan sebelumnya, namun penelitian yang mirip telah dilakukan sebelumnya yaitu : 1. Tesis yang diajukan oleh Gilda Prima Zola dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang berjudul “ Tinjauan Mengenai Ketidakadaan Minat Notaris Menjadi Pejabat Lelang Kelas II Di Bukit Tinggi” 8 Yang mengangkat permasalahan : 1) Mengapa minat Notaris menjadi Pejabat Lelang di Kota Bukit Tinggi sangat rendah? 2) Apa upaya untuk meningkatkan minat Notaris dan bagaimana menarik minat Notaris untuk menjadi Pejabat Lelang Kelas II? Sementara penelitian yang penulis kaji berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilda Prima Zola. Penulis kaji adalah Tinjauan Pembatalan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara dan Risalah Lelang Yang Dikeluarkan Oleh Pejabat Lelang Kelas II Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sedangkan Gilda mengkaji Ketidakadaan Minat Notaris Menjadi Pejabat Lelang Kelas II. Namun terdapat kesamaan yaitu dalam hal Pejabat Lelang Kelas II. 8
Gilda Prima Zola, 2012, Tinjauan Mengenai Ketidakadaan Minat Notaris Menjadi Pejabat Lelang Kelas II Di Bukit Tinggi, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada.
11
2. Tesis yang diajukan oleh Elis Permasih dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang berjudul “ Tinjauan Hukum Terhadap Pembatalan Risalah Lelang No. 43/1994-1995 Tanggal 10 Oktober 1994 Dengan Putusan PTUN Surabaya No. 89/G.TUN/1994 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 29 PK/TUN/1995” 9 Yang mengangkat permasalahan: 1) Apa alasan-alasan yang digunakan untuk pembatalan risalah lelang eksekusi putusan pengadilan oleh peserta lelang dalam lelang Nomor 43/1994-1995 tanggal 19 Oktober 1994 dengan putusan PTUN Nomor 89/G.TUN/1994/PTUN.SBY jo putusan MA RI Nomor 29/PK/TUN/1995? 2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemenang lelang nomor 43/1994-1995 tanggal 19 Oktober 1994 dengan putusan PTUN Nomor 89/G.TUN/1994/PTUN.SBY jo putusan MA RI Nomor 29/PK/TUN/1995 yang dibatalkan? 3) Bagaimanakah
pembinaan
terhadap
pejabat
lelang
yang
melaksanakan lelang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan? Sementara penelitian yang penulis kaji berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Elis Permasih. Penulis kaji adalah Tinjauan Pembatalan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara dan Risalah Lelang Yang Dikeluarkan Oleh
9
Elis Permasih, 2010, “ Tinjauan Hukum Terhadap Pembatalan Risalah Lelang No. 43/1994-1995 Tanggal 10 Oktober 1994 Dengan Putusan PTUN Surabaya No. 89/G.TUN/1994 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 29 PK/TUN/1995, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada.
12
Pejabat Lelang Kelas II Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sedangkan Elis Permasih mengkaji alasan-alasan yang digunakan untuk pembatalan risalah lelang eksekusi putusan pengadilan, perlindungan hukum terhadap pemenang lelang nomor 43/1994-1995 tanggal 19 Oktober 1994, dan pembinaan terhadap pejabat lelang dalam melaksanakan lelang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan. Namun terdapat kesamaan yaitu dalam hal pembatalan risalah lelang. 3. Tesis yang diajukan oleh Muhammad Candra Noor Fajri dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang berjudul “ Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Dalam Pelaksanaan Eksekusi Hasil Lelang PUPN Akibat Kredit Macet Hutang Kebendaan Yang Diikat Dengan Hipotik (Studi Kasus Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Reg No.690 K/PDT/2005)” 10 Yang mengangkat Permasalahan: 1) Bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang dalam pelaksanaan eksekusi hasil lelang PUPN akibat kredit macet hutang kebendaan yang diikat dengan hipotik terhadap putusan Mahkamah Agung No 690 K/Pdt/2005 jo No 30/Pdt/1999/PT.Y jo no 46/Pdt.Plw/1998/PN.SLMN? 2) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi hasil lelang PUPN terhadap barang jaminan berupa SHM No 589 asal konvensi adat gambar situasi tanggal 20 juli 1987 No. 10
Muhammad Candra Noor Fajri, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Dalam Pelaksanaan Eksekusi Hasil Lelang PUPN Akibat Kredit Macet Hutang Kebendaan Yang Diikat Dengan Hipotik (Studi Kasus Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Reg No.690 K/PDT/2005), Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada.
13
4048 luas 1.132 M atas nama Suratijan alias Hadisuprapto yang terletak di Blunyah Gede Rt.03 Rw.032 Sinduadi, Mlati, Sleman akibat kredit macet hutang kebendaan yang diikat dengan hipotik antara Ny. Noeryamzanah dengan PT. Bank Tabungan Negara cabang Yogyakarta? Sementara penelitian yang penulis kaji berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Candra Noor Fajri. Penulis kaji adalah Tinjauan Pembatalan Penetapan Panitia Urusan Piutang Negara dan Risalah Lelang Yang Dikeluarkan Oleh Pejabat Lelang Kelas II Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sedangkan Muhammad Candra mengkaji perlindungan hukum bagi pemenang lelang dalam eksekusi hasil lelang PUPN dan kendala-kendala yang dihadapi dalam eksekusi hasil lelang PUPN. Namun terdapat kesamaan yaitu membahas Panitia Urusan Piutang Negara.
D. Tujuan Penelitian. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memahami penetapan Surat Perintah Penyitaan Barang Sitaan yang dikeluarkan Panitia Urusan Piutang Negara dalam sengketa No 531 K/TUN/2002 sudah tepat atau tidak digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. 2. Untuk mengetahui dan memahami risalah lelang yang dikeluarkan oleh pejabat lelang kelas II dapat dibatalkan tidak melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
14
E. Manfaat Penelitian. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : a. Secara teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya dalam kajian ilmu hukum tentang penetapan panitia urusan piutang negara dan risalah lelang yang dikeluarkan oleh Pejabat Lelang Kelas II. b. Secara praktis. Hasil penelitaian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat atau pembaca untuk dapat menjadi gambaran dikemudian hari jika mengalami kasus yang serupa dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang penetapan panitia urusan piutang negara bisa dibatalkan di Pengadilan Tata Usaha Negara atau tidak dan bagi penggugat pembatalan risalah lelang yang dikeluarkan oleh pejabat lelang kelas II bisa melalui Pengadilan Tata Usaha Negara atau tidak.