BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Sejak kebangkitan nasional tahun 1908, para pemimpin pergerakan
kemerdekaan Indonesia dan para pendiri negara ini sangat sadar akan pentingnya pendidikan. Jika sebelum kemerdekaan para pemimpin pergerakan menempatkan pendidikan nasional sebagai unsur esensial lahirnya generasi muda yang tinggi kadar rasa kebangsaannya, terutama untuk menghadapi kaum penjajah yang menguasai bangsa ini, maka melalui gerakan kebudayaan dan pendidikan nasional seperti Budi Utomo, Taman Siswa dan Muhammadiyah para pendiri republik ini memandang bahwa generasi muda harus memasuki ambang kemerdekaan sebagai bangsa yang cerdas, selain dengan rasa nasionalisme yang kuat. Penyelenggaraan pendidikan nasional telah berjalan selama lebih dari 60 tahun terhitung sejak tahun 1950. Namun jika kita melihat dari pengalaman dan sejarah
negara
lain
dan
sejarah
latar
belakang
Indonesia,
praktik
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih jauh dari upaya menjadikan sekolah sebagai pusat pembudayaan sebagaimana ketentuan pasal 4 ayat 3 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan
bahwa
“pendidikan
diselenggarakan
sebagai
suatu
proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat”. Dengan bergulirnya reformasi dan sejak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan termasuk wilayah
1
penyelenggaraan pemerintahan yang kewenangan pengelolaannya dilimpahkan kepada daerah melalui otonomi daerah. Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat 2, “Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”, Pasal 50 ayat 4, “Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan
pendidikan,
pengembangan
tenaga
kependidikan,
dan
penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah Kabupaten/Kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah”, dan Pasal 50 ayat 5, “Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Pendidikan sebagai proses sadar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sejak lepasnya Indonesia dari pendudukan penjajah di bumi Indonesia masih menyisakan banyak persoalan. Persoalan yang kerap kali nampak adalah problematika sosial pinggiran atau yang terpinggirkan dengan sendirinya. Beberapa kalangan masyarakat yang merupakan bagian dari entitas terpenting dari bangsa ini kurang diperlakukan sebagaimana mestinya. Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kota dan kabupaten.
2
Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global. Pendidikan yang seharusnya menjadi penyelamat kesengsaraan rakyat Indonesia justru menimbulkan penyengsaraan baru yang lebih menyakitkan. Bagaimana tidak, pendidikan yang seharusnya menjadi hak justru dijadikan alat perdagangan, siapapun yang ingin mengenyam pendidikan, ia harus membayar biaya pendidikan tersebut. Pelaksanaan amanat konstitusi (baca: UUD 1945) ternyata belum berjalan dengan baik. Pada kenyataannya, pendidikan masih tidak dapat diakses oleh rakyat kecil. Rakyat yang miskin makin terbelakang dan makin bodoh. Selama ini rakyat hanya menjadi tumbal pada masa tertentu saja. Misalnya, ketika legitimasi rakyat menjadi hal yang paling urgen untuk menaikan penjabat pada kursi kekuasaan tertentu di Negara ini. Sektor pendidikan hampir tidak memiliki kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Salah satu contohnya
3
adalah mahalnya biaya pendidikan, tidak meratanya akses pendidikan. Meskipun udang-undang telah mengatur hal tersebut, tetapi proses pelaksanaanya tidak pernah terealisasi dengan baik. Berangkat dari ketentuan UU Sisdiknas jelaslah bahwa pemerintah daerah, sebagai bagian dari sistem pendidikan penyelenggaraan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertanggung jawab mengelola pendidikan yang bermutu sesuai dengan standar nasional yang digariskan oleh pemerintah pusat. Untuk meringankan dan menjamin pendidikan dasar yang bermutu bagi peserta
didik
di
Sulawesi
Selatan,
maka
pemerintah
provinsi
mengimplementasikan program pendidikan gratis. Pendidikan gratis adalah skema pembiayaan pendidikan dasar dan menengah yang ditanggulangi bersama oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota guna membebaskan atau meringankan biaya pendidikan peserta didik di Sulawesi Selatan. Pendidikan gratis di Sulawesi Selatan merupakan program prioritas Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008 – 2013. Program ini merupakan janji Gubernur terpilih saat PILKADA 2008 yang harus diimplementsikan selama periode kepemimpinannya. Implementasi janji tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan berdasar pada Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2009, salah satu solusi yang bisa diambil sekaligus untuk menjawab wacana pendidikan mahal adalah pelaksanaan program pendidikan gratis. Gagasan pendidikan gratis telah muncul di Kabupaten Bone sejak tahun
4
2009 yang merupakan pengejawantahan dari kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi selatan, dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis. Sesuai pasal 16 Perda Nomor 4 Tahun 2009, komponen pembiayaan penyelenggaraan pendidikan gratis meliputi biaya kegiatan proses belajar mengajar yang mencakup biaya operasional, pemeliharaan ekstrakurikuler, insentif pendidik dan tenaga kependidikan. Gratis mengakses pendidikan menjadi hak seluruh anak usia pendidikan tingkat dasar hingga menengah, terutama keluarga tidak mampu. Dalam petunjuk teknis (juknis) disebutkan sedikitnya 15 komponen pembiayaan yang masuk dalam alokasi program pendidikan gratis. Di antaranya pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka PSB, pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk perpustakaan sekolah, pembiayaan kegiatan pembelajaran seperti remedial, pengayaan, olahraga, kesenian, pramuka dan sejenisnya. Pembiayaan pendidikan gratis juga termasuk pengelolaan program ini. Pengkategorian murid/siswa miskin di sekolah berdasarkan rekomendasi kepala sekolah yang bersangkutan. Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah nonIslam dana pendidikan gratis juga bisa digunakan untuk biaya asrama/ pondokan serta pembelian peralatan ibadah. Jika seluruh komponen utama ini terpenuhi sisa pendanaan pendidikan gratis bisa digunakan membeli alat peraga, media pembelajaran, maupun meubeler sekolah. Kendati berlabel gratis, tidak berarti kualitas pendidikan diabaikan. Pasal 7(b)
Perda
Pendidikan
Gratis
menekankan
tujuan
pendidikan
gratis
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan lulusan. Pasal yang sama poin c
5
menegaskan tujuan program ini meningkatkan relevansi pendidikan yang berbasis kompetensi agar mengikuti perkembangan global. Sebagai salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Bone turut mengimplementasikan program pendidikan gratis ini, dengan mengacu pada peraturan Peraturan Gubernur No. 11 tahun 2008 dan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan serta beberapa dasar hukum yang melatar belakangi lahirnya program pendidikan gratis ini. Aturan mengenai penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Bone diatur dalam dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 3 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan gratis. Tujuan dari Program Pendidikan Gratis sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 3 Tahun 2009 adalah:
Mengurangi beban masyarakat sebagai peserta didik atau orang tua peserta didik.
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada usia belajar guna mendapat layanan pendidikan yang layak dan bermutu.
Sasaran penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan berdasarkan PERDA Nomor 4 tahun 2009 adalah jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang terdiri atas: a. Sekolah Dasar, meliputi: Sekolah Dasar (SD) negeri dan swasta Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta
6
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) b. Sekolah Menengah Pertama, meliputi: Sekolah Menengah Pertama negeri dan swasta Madrasah Tsanawiyah (MTs) negeri dan swasta Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) c. Sekolah Menengah Atas, meliputi: Sekolah Menengah Atas negeri dan swasta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri dan swasta Madrasah Aliah negeri dan swasta Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Untuk mengimplementasikan PERDA tersebut di atas, lebih jauh diatur dalam Peraturan Gubernur No. 11 tahun 2008 yang diikuti dengan petunjuk teknis pelaksanaan program pendidikan gratis. Namun dalam Peraturan Gubernur maupun Pentunjuk Pelaksanaannya, sasaran program pendidikan gratis hanya mengatur jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP), sementara jenjang pendidikan menengah dalam hal ini Sekolah MenengahAtas yang terdiri dari SLTA, SMK, MA, SMALB swasta maupun negeri tidak dimasukkan sebagai sasaran program pendidikan gratis. Namun, pelaksanaan program pendidikan gratis di Kabupaten Bone khususnya di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone tidak seperti yang diharapkan. Dalam pelaksanaan program pendidikan gratis ini ditemukan beberapa masalah yang dihadapi. Masalah itu antara lain:
7
1. Sebagai madrasah tentunya MIN 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone ini berada di bawah naungan Kementrian Agama Kabupaten Bone. Namun untuk program pendidikan gratis yang di bawah tanggung jawab Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, maka pihak sekolah bertanggung jawab ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bone. 2. Sering lambantya pencairan dana di awal tahun pelajaran membuat pihak sekolah harus menunda pembayaran insentif tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada. 3. Dukungan dan masukan masyarakat sekitar yang masih minim. Walaupun berlebel gratis, tentunya masukan tetap diharapkan oleh pihak
sekolah.
Baik
itu
berupa
sumbangan
materi,
maupun
sumbangan ide untuk penyelenggaraan pendidikan selanjutnya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Program Pendidikan Gratis di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone”.
I.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang masalah di atas,
maka penulis merumuskan masalah sebagai dasar acuan dalam melakukan penelitian ini yaitu:
8
1. Bagaimana pelaksanaan program pendidikan gratis di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone? 2. Bagaimana dampak dari penyelenggaraan program pendidikan gratis di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone?
I.3
Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan program pendidikan gratis di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone. 2. Untuk mengetahui dampak dari penyelenggaraan program pendidikan gratis di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten Bone.
I.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan tujuan
yang ingin dicapai, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat akademis, hasil penelitian diharapkan berguna sebagai salah satu karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu
9
pengetahuan khususnya perkembangan ilmu administrasi negara terutama pada bidang kebijakan publik dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang tertarik pada bidang penelitian yang sama. 2. Manfaat praktis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi penyelenggara program pendidikan gratis di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Ajanglaleng Kecamatan Amali Kabupaten
Bone
serta
sebagai
bahan
masukan
untuk
penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik ke depannya.
10