BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sempitnya lapangan kerja di sektor formal memaksa masyarakat untuk bekerja di sektor informal. Sektor informal merupakan alternative untuk mengurangi angka pengangguran, dimana lapangan kerja yang disediakan negara secara nyata tidak bisa menampung seluruh angkatan kerja yang ada. Ironisnya gelar sarjana tidak lagi bisa menjamin seseorang untuk dapat bekerja di sektor formal. Hal ini terlihat dari lulusan perguruan tinggi yang banyak menganggur, sehingga kegiatan sektor informal adalah jalan pintas dalam membantu memecahkan masalah ketenagakerjaan1. Sektor informal yang menjadi alternative dalam penampung tenaga kerja sayangnya masih dipandang rendah oleh sebagian masyarakat. Pekerjaan tersebut dianggap tidak menjanjikan dan tidak memberikan jaminan. Lebih dari itu sektor informal juga sering dianggap sebagai patologi sosial yang mengganggu kenyamanan dan ketertiban2. Keadaan tersebut tentu berlainan dengan kondisi di
1
Tadjuddin Noer Effendi. 1995. Sumber Daya Manusia, Peluang kerja dan Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara wacana. Hlm: 75. 2 Sektor informal tidak memiliki hak hidup karena hanya akan menghambat efisiensi pengembangan ekonomi dan pembangunan, terutama mengganggu ketertiban dan kebersihan kota, serta menjadi pesaing sektor formal. Sasono (1982) dalam Ali Achan Mustafa. 2008. Transformasi sosial masyarakat marginal mengukuhkan eksistensi pedagang kaki lima dalam pusaran modernitas. Malang: INSPIRE. Hlm: 5. 1
lapangan dimana sektor informal lah yang menjadi penolong bagi pembangunan dalam penyediaan lapangan kerja. Hal ini senada dengan Effendi yang menyatakan bahwa sektor informal berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional, dimana ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternative peluang kerja bagi pencari kerja dan kaum marginal. Begitu pun ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan usaha skala besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara dapat memberikan subsidi bagi penyedia barang dan jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar3. Sektor informal sebagai salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja meliputi semua aktivitas yang menghasilkan pendapatan yang tidak diatur oleh negara dalam lingkungan sosial dimana aktivitas yang sama diatur 4. Dari banyaknya jenis pekerjaan di sektor informal, pekerjaan yang paling dominan dan menonjol adalah perdagangan. Sektor perdagangan adalah salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Dalam hal serapan tenaga kerja, sektor perdagangan penempati peringkat ke-2 setelah sektor pertanian dengan 10% dari total tenaga kerja nasional yang terserap disektor tersebut5.
3
Ali Achan Mustafa. 2008. Transformasi sosial masyarakat marginal mengukuhkan eksistensi pedagang kaki lima dalam pusaran modernitas. Malang: INSPIRE. Hlm:5 4 Menurut Chastells dan Portes (1989) dalam Damsar. 1997. Sosiologi ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm: 160. 5 Ananta Heri P, Awan Santosa, Puthut I. 2011. Menahan serbuan Pasar Modern strategi perlindungan dan pengembangan pasar tradisional. Yogyakarta: Lembaga Ombudsman Swasta DIY. Hlm: 1. 2
Banyak sekali masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari usaha perdagangan baik itu di kota maupun di desa, bahkan di pedesaan perdagangan menjadi alternative pekerjaan selain dalam bidang pertanian. Perdagangan di pedesaan masih identik dengan pedagang tradisional dimana pasar menjadi arena sosial bertemunya pedagang dengan pembeli. Namun belakangan pedagangpedagang tradisional tersebut kiranya mendapat ancaman dari ekonomi global. Tantangan berat yang tengah dihadapi yaitu kian masifnya penetrasi dan ekspansi pusat perbelanjaan dan pasar modern yang membuat pedagang tradisional yang berada pada posisi marginal berada dalam keterpurukan. Penyebabnya adalah ketidakmampuan pedagang tradisional untuk bersaing dengan ritel modern yang makin menjamur, bahkan hingga sampai ke kampung-kampung. Minimarket di kampung dan mall di perkotaan adalah penyumbang terbesar mati surinya pedagang-pedagang tradisional6. Faktor internal yang turut mengancam keberadaan pedagang tradisional adalah kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Pemerintah seolah telah
mengabaikan
keberadaan
pedagang
tradisional
yang
mencoba
mengumpulkan rupiah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebijakan yang diambil seperti perijinan berdirinya pasar modern mengakibatkan pedagang tradisional tidak dapat berkembang dan kalah saing dengan usaha besar yang justru banyak memperoleh fasilitas dari Negara. Hal ini disadari oleh Bupati 6
Herman Malano. 2011. Selamatkan Pasar Tradisional. Jakarta: Kompas Gramedia. Hlm: 154. 3
Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas dalam koran tempo yang mengatakan bahwa tidak akan dikeluarkan ijin baru bagi pendirian pasar modern di Banyuwangi. Hingga saat ini jumlah pasar modern seperti supermarket dan minimarket di daerah sudah berlebihan, yang telah mengancam pasar tradisional dan sektor usaha mikro lainnya7. Selain itu ancaman yang dihadapi pedagang tradisional adalah berubahnya selera masyarakat. Seiring meningkat dan majunya perekonomian ada kecenderungan masyarakat lebih suka berbelanja di pasar modern dengan produkproduk
yang bermerek. Pendapatan masyarakat
yang bertambah akan
meningkatkan gaya dan pola hidup mereka. Masyarakat dengan gaya hidup modern lebih menyukai berbelanja ditempat dengan sistem pengelolaan yang modern, mudah bersih, nyaman, praktis dan memiliki pilihan barang yang lengkap. Hal ini sebagaimana survey Nielsen pada tahun 2009 yang mengungkap bahwa 93% konsumen sudah menjadikan kegiatan belanja sebagai salah satu mode rekreasi mereka. model yang mereka cari adalah tempat yang memberi keleluasaan untuk berbelanja semua kebutuhan mereka atau yang biasa disebut dengan one stop shopping8.
7
Ika ningtiyas. 2010. Pemerintah Banyuwangi Hentikan Ijin Baru Pendirian Pasar Modern. Dalam http://www.tempo.co/read/news/2010/11/18/090292576/pemerintahbanyuwangi-hentikan-ijin-baru-pendirian-pasar-modern. Di Unduh Pada Tanggal 13 Juni 2014, Jam 19.07 8 Ananta Heri P, Awan Santosa, Puthut I. op.cit. Hlm: 2-3. 4
Layanan one stop shopping ini bisa ditemukan di hypermarket, supermarket, minimarket, dan mall-mall. Tempat belanja tersebut memberikan kenyamanan, dan menyediakan barang-barang yang komplit, sehingga pembeli tidak perlu kerepotan berpindah-pindah tempat untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan. Selain itu pembeli juga dapat memilih barang-barang dari berbagai produk yang tersedia, dan dari berbagai merk yang ada. Kondisi tersebut tentu berbanding terbalik
dengan
keadaan
pedagang
tradisional
yang
dapat
menyediakan barang-barang dengan merek terbatas. Dari banyaknya pedagang tradisional yang mati karena keberadaan pasar modern, ternyata masih ada pedagang ritel tradisional yang masih mampu bertahan ditengah himpitan ritel-ritel modern. Pedagang tradisional tersebut adalah sales keliling. Sebuah profesi yang mungkin sulit dijumpai di daerah lain selain di Banyuwangi. Usaha kecil ini telah berkembang selama puluhan tahun dan masih bisa bertahan disaat profesi yang sama gulung tikar. Sales keliling tergolong sebagai pedagang ritel tradisional. Dikatakan ritel tradisional karena menjual barang eceran dengan sistem kerjanya yang bertatapan dengan pembeli secara langsung, terjadi tawar-menawar dan transaksinya bisa dengan barter. Sales keliling ini bukanlah pedagang yang tanpa halangan. Sebagai pedagang ritel tradisional sales ini mengalami banyak rintangan. Mulai dari penolakan masyarakat karena adanya pandangan buruk terhadap sales keliling yang
dianggap sebagai penjual yang penuh paksaan, citra sales yang kian
5
menurun dari banyaknya kasus sales-sales yang tertangkap karena menjual produk palsu atau melakukan praktek-praktek penipuan, dan beberapa kali menjadi perhatian polisi dalam rangka operasi barang dagangan, serta terdesak oleh berdirinya pasar modern yang ada di Banyuwangi. Berbagai masalah yang dialami sales keliling tersebut tidak membuat mereka menyerah dan meninggalkan pekerjaannya. Pada kenyataannya mereka masih bisa eksis dan memiliki banyak pelanggan. Pada dasarnya sales merupakan pekerjaan yang berusaha meyakinkan seseorang untuk membeli apa yang mereka tawarkan. Profesinya mengharuskan setiap saat berhubungan dengan masyarakat atau konsumennya, sehingga seorang sales melakukan hubungan-hubungan dengan para pembeli, baik yang baru maupun dengan pembeli yang lama. Hubungan tersebut tentu sebuah hubungan yang unik dimana hubungan yang terjalin telah melanggengkan keeksisan sales itu sendiri. Selain itu kegiatan perdagangan dalam konteks pedesaan mempunyai ciri khas tersendiri yaitu kegiatan yang tidak hanya dimotivasi oleh tujuan-tujuan ekonomi seperti maksimalisasi profit, tetapi juga oleh nilai-nilai sosial tradisional yang masih dijaga sebagai basis interaksi mereka9.
9
Heru Nugroho. 2001. Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 150-151. 6
B. Rumusan Masalah Beranjak dari latar belakang di atas, maka jawaban yang akan dicari dalam penelitian ini adalah bagaimana pola relasi sosial yang dibangun sales keliling untuk mempertahankan usahanya? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai peneliti yaitu, 1. Memahami pola relasi sosial antara sales keliling dengan agen, sales keliling dengan pemilik mobil, sales keliling dengan pelanggan, dan antar sesama sales keliling. 2. Mengetahui
strategi-strategi
yang
ditempuh
sales
keliling
untuk
mempertahankan kelangsungan usaha. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain, 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan informasi yang berkaitan dengan pola hubungan sosial pedagang ritel tradisional dalam mempertahankan usaha. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam dunia pendidikan dan bagi pengembangan ilmu sosiologi terutama mengenai kajian pola hubungan sosial
7
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian relevan selanjutnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Penelitian dapat menambah pengetahuan, wawasan, serta pengalaman untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat dari bangku kuliah dalam bentuk karya nyata b. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, memberikan inspirasi bagi pedagang ritel pedagang ritel tradisional untuk menerapkan hal yang sama demi keberlangsungan usaha. c. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah yang nantinya dapat mempengaruhi atau menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait dengan keberadaan pedagang ritel tradisional.
E. Konseptualisasi Dewasa ini sebagian besar produsen tidak secara langsung menjual barang dagangannya kepada konsumen akhir. Antara produsen dan konsumen akhir terdapat penyalur pemasaran atau pedagang perantara seperti pengecer. Pengecer adalah suatu lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual produk/barang 8
kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (non bussines). Adapun tujuannya adalah ikut membantu didalam kegiatan distribusi atau penyaluran barang dari produsen ke konsumen untuk mendapatkan laba. Sedangkan fungsinya adalah memberikan pelayanan kepada konsumen akhir agar pembelian dilakukan dengan cara yang semakin mudah.10 Pengecer atau retailing merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir sehingga dapat dikatakan sebagai ujung tombak dari rangkaian kegiatan pendistribusian barang. Berdasarkan jenisnya pedagang eceran menurut Marwan Asri dibedakan sebagai berikut11: 1. Door to door retailing Door to door retailing adalah pedagang yang cara menjual barang dangangan dengan berkeliling dari rumah ke rumah. Umumnya menjual barang kebutuhan sehari-hari, seperti peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik, dll. 2. General store dan single line store General store merupakan suatu bentuk toko yang menyediakan hampir segala macam kebutuhan konsumen, namun usaha ini tidak sebesar
10
Neni Pancawati, Sufitri, Lastarya Wibisunu. 1988. Sistem transaksi pembelian dan penjualan pada lembaga pengecer barang konsumsi di empat daerah kabupaten daerah istimewa Yogyakarta. Laporan penelitian. Fakultas non-gelar ekonomi UGM. Hlm: 1. 11 Marwan Asri. 1991. Marketing. Yogyakarta: AMP YKPN. Hlm: 289. 9
supermarket atau toserba. Sedangkan single store adalah toko yang hanya menjual satu kelompok barang dagangan saja (single line). 3. Speciality shop Toko yang menjual satu jenis barang yang mempunyai sifat kekhususan tertentu. Biasanya toko ini terletak dikawasan perbelanjaan yang mahal, mempunyai keunikan tersendiri, dan suasana toko yang dibuat sedemikian pribadi. Speciality yang sukses akan menjadi speciality store. 4. Department store atau toko serba ada Toko
yang menyediakan
beraneka
ragam
barang
kebutuhan
konsumen. Department store terbagi lagi menjadi bagian-bagian seperti single line, maupun speciality shop, baik dalam hal pengelolaan, promosi dan sebagainya. Masing-masing bagian dikepalai oleh seorang penanggung jawab yang bertugas mengelola, mengawasi, dan mengambil keputusan menyangkut bagian tersebut. Toko ini seperti mirota, superindo, dll. 5. Mail order riteling Pedagang eceran yang menawarkan barangnya melalui pos dengan mengirimkan katalog barang kepada calon konsumen. Konsumen memesan barang melalui pos begitu juga dengan pembayarannya. 6. Vending marchines Suatu penjualan barang konsumsi melalui mesin otomatis. Pembeli melayani dirinya sendiri dengan cara memasukkan sejumlah uang kedalam mesin, setelah itu barang yang dipilih atau dibelinya akan keluar. Vending 10
marchines biasanya terdapat ditempat-tempat umum, seperti stasiun, kantin, dll. 7. Shopping centre Merupakan pusat perbelanjaan yang besar, tidak hanya menjual barang dagangan saja, namun juga terdapat fasilitas lain seperti tempat parkir di baseman, taman, restaurant, ATM centre, tempat bermain atau game zone dan tempat ibadah. Shopping centre ini seperti ambarukmo plaza, galleria mall, dll. Kategori lain tentang pedagang juga dinyatakan oleh Alexander (1987) yang membagi tiga kategori pedagang, yaitu: bakul, juragan, dan agen yang kemudian membagi lebih rinci lagi dengan membagi bakul menjadi beberapa jenis. Pertama: bakul keliling yaitu pedagang yang menjajakan barang dagangannya dengan berkeliling ke rumah-rumah konsumen. Kedua, bakul ngider yaitu pedagang borongan yang keliling dari pasar ke pasar lain. Ketiga, bakul dasaran yaitu pedagang yang mengecer dari kios atau toko yang ada di pasar, ke pasar penjualan atau tempat lain yang serupa untuk dijual. Keempat, bakul borongan adalah pedagang yang mempergunakan sebagian besar toko atau kios sebagai tempat barang borongan yang diperuntukkan kepada bakul. Istilah bakul dipergunakan untuk menyebut pedagang secara umum yang meliputi pedagang
11
eceran, sementara untuk pedagang besar sebagai pemborong dinamakan juragan12. Dari kategori-kategori diatas yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah sales keliling. Berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh Alexander sales keliling termasuk kedalam bakul keliling. Berdasarkan jenisnya menurut Marwan Asri sales keliling termasuk dalam door to door retailing. Ada begitu banyak nama pedagang dan istilahnya, nama tersebut umumnya diambil dari peranan pedagang dalam melakukan aktivitas perdagangannya atau tempat pedagang tersebut menjajakan barang dagangannya. Begitu pula dengan nama sales keliling, nama tersebut diambil karena cara kerjanya yang berkeliling, menjajakan barang dagangan dari rumah-kerumah. Sales merupakan sebuah pekerjaan yang meyakinkan orang lain atas produk yang mereka tawarkan. Hal ini sesuai dari definisi salesmanship sendiri yang menurut Jean Beltrand merupakan suatu kemampuan yang sekaligus menunjukkan loyalitas penjual, kualitas produk yang dijual, atau peranan penjual dalam pendekatan kepada seseorang atau orang lain, sehingga penjual tersebut dapat meyakinkan seseorang untuk menentukan keputusan13.
12
Jenifer Alexander. 1987. Trade, Trader, and Trading in Rural Java. New York: Oxford university Press. Hlm: 55. 13 Sotar Baduara dan Sabar Martin S. 2006. Salesmanship Ilmu dan Seni Menjadi Penjual yang Sukses. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm: 15. 12
Sales keliling ini merupakan pedagang kecil yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional. Dalam transaksinya selain bertemu dengan pembeli secara langsung juga terdapat tawar-menawar, dan adanya sistem barter. Transaksi dengan barter misalnya hasil ladang atau pertanian di tukarkan dengan barang yang ingin di beli pada sales keliling. Profesi sales keliling memiliki peran penting bagi masyarakat yang menjalaninya. Usaha tersebut masih digeluti karena dapat memberikan penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan keluarga, meskipun sales keliling ini merupakan pedagang subsisten dimana hasil yang mereka peroleh hanya cukup untuk konsumsi sehari-hari bagi anggota keluarga yang bersangkutan. Di pedesaan beberapa pengecer berusaha melakukan suatu hubungan pribadi antara penjual dan pembeli yang mereka harapkan dapat menimbulkan rasa senang dan berujung pada ikatan hubungan yang bisa saling menguntungkan. Begitu pula dengan sales keliling ini, mereka menciptakan hubungan-hubungan yang dapat mempermudah, mendukung, dan menguatkan usahanya. Sales keliling ini merupakan penjual ketiga yang memasarkan barang hingga ke konsumen akhir. Dalam mendapatkan barang dagangan sales keliling ini membeli di sebuah toko yang mereka sebut sebagai agen, dan agen itu sendiri mendapatkan barang dari toko besar yang juga di pasok oleh sales pabrik (lihat bagan 1).
13
Sales Pabrik
Toko besar (suplyer toko-toko kecil)
Agen (Pemasok barang)
Sales Keliling
Masyarakat
Bagan 1. Alur distribusi barang F. Teoritisasi Di dalam kehidupan, manusia senatiasa berhubungan dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya, untuk itu manusia disebut sebagai makhluk sosial. Dalam istilah sosiologi hubungan antar sesama disebut juga dengan relasi atau relation14. Relasi sosial merupakan rangkaian tingkah laku yang tercipta antara dua orang atau lebih yang bersifat sistematik. Dikatakan sistematik karena terjadi secara teratur atau berulang kali dengan pola yang sama. Relasi sosial yang
14
Menurut Hendropuspito interaksi merupakan bagian dari relasi sosial dimana seseorang dapat atau bisa berhubungan dimulai dari adanya interaksi. 14
berlangsung lama akan membentuk suatu pola, sehingga bisa disebut sebagai pola relasi sosial. Relasi sosial dibangun untuk memenuhi berbagai bentuk kebutuhan dan kepentingan manusia. Hubungan atau relasi sosial merupakan jalinan interaksi yang terjadi antara perorangan dengan perorangan atau kelompok dengan kelompok atas dasar status (kedudukan) dan peranan sosial15. Pola relasi sosial dibagi menjadi dua, yaitu pola relasi sosial yang melahirkan pertentangan dan pola relasi sosial yang melahirkan kerja sama. Pola relasi sosial yang melahirkan pertentangan dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kepentingan dan perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak. Pola relasi demikian menimbulkan pertikaian, perselisihan atau dalam istilah sosiologi disebut dengan konflik. Sedangkan pola relasi sosial yang melahirkan kerja sama ditimbulkan dari sifat komplementer
dan
saling
membutuhkan,
sehingga
untuk
memenuhi
kebutuhannya mereka menjalin kerja sama16. Kaitannya dengan kerja sama, pedagang kecil umumnya akan menyadari kelemahan dan kekurangan yang mereka miliki sehingga mereka akan mengadakan atau berfikir untuk bisa menjalin kerja sama. Mereka berusaha menjalin relasi sosial yang mendukung usahanya. Sebagaimana dengan sales keliling dalam penelitian ini, sales keliling menjalin kerja sama dengan agen, 15
Hendropuspito.1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius. hlm:224 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. 2011. Pengantar sosiologi, pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial: teori, aplikasi, dan pemecahannya. Jakarta: Kencana. Hlm: 96-97. 16
15
menjalin kerja sama dengan pemilik mobil yang mengantarnya berjualan, sales keliling menjaga hubungan baik dengan para pelanggannya, dan tak terkecuali sales keliling juga menjalin solidaritas dengan teman seprofesinya. Keempat relasi tersebut memiliki bentuk relasi yang berbeda-beda. Relasi sales keliling dengan agen, sales keliling dengan pelanggan dan antar sesama sales keliling mencerminkan relasi pertukaran yang simetris. Sedangkan relasi sales keliling dengan pemilik mobil selain adanya relasi pertukaran juga terdapat relasi patronase. Untuk itu sebagai pisau analisis penelitian ini menggunakan teori pertukaran sosial dan hubungan patron-klien. Teori pertukaran digunakan untuk menganalisis hubungan pertukaran pada tingkat mikro. Seperti dalam penelitian ini untuk menganalisis relasi sosial sales keliling dengan agen, sales keliling dengan pemilik mobil, sales keliling dengan pelanggan, dan antar sesama sales keliling. Data di lapangan juga diperoleh adanya ketidak seimbangan dalam pertukaran sehingga juga digunakan teori patron-klient. Ciri khas dari teori pertukaran sosial adalah analisa hubungan sosial yang terjadi antara individu menurut cost dan reward. Artinya seseorang terlibat dalam perilaku sosial untuk memperoleh ganjaran dan menghindari adanya hukuman. Teori pertukaran sosial berlandaskan pada prinsip transaksi ekonomi elementer yaitu orang menyediakan barang atau jasa dan sebagai imbalannya berharap memperoleh jasa atau barang yang diinginkan. Ahli teori pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi 16
ekonomi, meskipun begitu pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan uang (ekstrinsik) namun ada nilai intrinsik lain seperti kasih sayang dengan kata lain yaitu persaudaraan, pertemanan, dll17. Dalam pertukaran sosial transaksi-transaksi pertukaran akan terjadi hanya apabila kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu. Teori pertukaran dimulai dari hubungan yang dibangun dua orang atau lebih dengan asumsi dasar sebagai berikut18: a. Manusia adalah makhluk yang rasional. Tindakan manusia berdasarkan pertimbangan untung dan rugi. Manusia mempertimbangkan keuntungan, semakin ia untung semakin besar kemungkinan suatu perilaku itu akan diulang dan sebaliknya semakin tinggi kerugian atau biaya yang di keluarkan semakin kecil perilaku yang sama akan diulang. b. Perilaku pertukaran sosial akan terjadi apabila: (1) perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain. (2) perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut. c. Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila yang terlibat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu. Sebuah tindakan pertukaran tidak akan terjadi apabila pihak-pihak yang terlibat ada yang tidak mendapatkan keuntungan dari transaksi pertukaran. Teori pertukaran sosial yang digunakan adalah teori pertukaran dari pemikiran George C. Homans. Homans berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan sebuah perilaku sosial. Homans
melihat
bahwa
ekonomi
menggambarkan
hubungan-hubungan
pertukaran, sedangkan sosiologi menggambarkan struktur sosial dimana pertukaran itu terjadi, tetapi yang memegang kunci penjelasan pertukaran itu 17
Poloma, M. Margaret. 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm: 52 18 Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana. Hlm 64-65. 17
adalah psikologi. Dalam karyanya social behavior: its elementary forms Homans percaya bahwa proses pertukaran dapat dijelaskan melalui pernyataan proposional sebagai berikut19: 1. Proposisi sukses Semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh imbalan, maka semakin sering individu melakukan tindakan itu. 2. Proposisi stimulus Apabila tindakan di masa lalu terjadi stimulus yang menyebabkan individu melakukan tindakan yang memperoleh ganjaran, maka semakin sering stimulus tersebut digunakan dengan tindakan serupa atau agak sama. 3. Proposisi nilai Semakin bernilai hasil tindakan bagi seseorang, semakin cenderung Ia melakukan tindakan serupa. 4. Proposisi Kelebihan-Kekurangan Semakin sering seseorang mendapatkan imbalan atau ganjaran khusus, maka makin kurang bernilai imbalan yang selanjutnya diberikan kepadanya. 5. Proposisi Agresi-Pujian Terdapat 2 proposisi yaitu proposisi A merujuk emosi negative dan proposisi B berbicara tentang emosi positif. Proposisi A: Ketika tindakan tidak mendapatkan imbalan seperti yang diharapkan, atau justru menerima hukuman yang tidak diharapkan, maka seseorang akan menunjukkan perilaku agresif atau marah. Dan perilaku agresif tersebut akan menjadi lebih bernilai bagi dirinya. Proposisi B menyatakan ketika tindakan seseorang menerima imbalan yang diharapkannya, khususnya imbalan yang lebih besar dari yang diharapkannya, atau tidak mendapatkan hukuman yang diharapkannya, Ia akan senang; Ia lebih cenderung berperilaku menyenangkan, dan hasil dari tindakan tersebut lebih bernilai baginya.
19
Ritzer George dan Goodman Douglas J. 2004. Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana. Hlm: 454-457. 18
6. Proposisi rasionalitas Dalam memilih tindakan alternatif, seseorang akan memilih tindakan yang dirasa pada saat itu mempunyai nilai hasil yang lebih besar, yang dilipatgandakan oleh kemungkinan mendapatkan hasil yang lebih besar.
Selain teori pertukaran yang mencerminkan hubungan yang bersifat simetris, juga terdapat hubungan yang bergejala patronase yaitu hubungan orang yang berstatus lebih tinggi yang memiliki kekuasaan atau pengaruh kepada bawahan atau kliennya. Salah satu ciri hubungan patron-klien adalah adanya pola transaksi take and give, siapa yang memberi, dan siapa yang mendapat apa. Pola hubungan patron-klien merupakan pola hubungan yang saling memberikan keuntungan, hanya saja si patron mempunyai kekuasaan lebih untuk mengatur kliennya. Menurut Scott (dalam, Ahimsa: 1988) hubungan patron-klien mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan hubungan sosial yang lain. Pertama, terdapat ketidaksamaan dalam pertukaran. Ketidaksamaan tersebut terjadi karena patron berada dalam posisi pemberi barang atau jasa yang sangat dibutuhkan oleh si klien beserta keluarganya agar mereka tetap hidup, sehingga si klien muncul rasa wajib untuk membalasnya. Namun ketidakseimbangan tersebut lebih tepat jika dipandang dari segi kelebihan patron dalam hal status, posisi, kekayaan, sedangkan barang atau jasa yang dipertukarkan akan mempunyai nilai seimbang. Hal ini dimungkinkan karena nilai barang dan jasa sangat ditentukan dari pertukaran, makin dibutuhkan barang atau jasa makin tinggi pula nilai jasa itu baginya. Kedua, interaksi terjadi secara langsung yaitu 19
tatap muka (face to face character). Hubungan timbal balik yang berjalan terus dengan lancar akan menimbulkan rasa simpati pada kedua belah pihak yang selanjutnya menimbulkan rasa saling percaya dan rasa dekat. Dekatnya hubungan dapat diwujudkan dalam penggunaan istilah panggilan yang akrab bagi partnernya. Ketiga, sifatnya luwes atau meluas. Seorang patron tidak saja dikaitkan oleh hubungan bertukar jasa atau yang lainnya tetapi juga karena hubungan sebagai tetangga, atau teman di masa lalu atau yang lainnya20. Hubungan patron-klien merupakan hubungan yang menyangkut kedua belah pihak, dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi (patron) memberikan barang atau jasa yang sangat berarti kepada seseorang yang status sosialnya lebih rendah sehingga pihak penerima (klien) merasa mempunyai kewajiban untuk membalasnya. Hubungan patron-klien menciptakan ketergantungan klien kepada patronnya sehingga oleh patron dibalas dengan memberikan perlindungan kepada kliennya. Di dalam hubungan patron-klien juga harus didukung oleh norma-norma yang mengatur hubungan mereka sehingga apabila salah satu pihak misalnya klien merasa bahwa patron tidak memberi seperti yang diharapkan, klien dapat menarik diri dari hubungan tersebut tanpa sanksi, begitu pula sebaliknya 21.
20
Heddy S. Ahimsa Putra. 1988. Minawang Hubungan patron-klien di Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm: 3-4. 21 Heddy S. Ahimsa Putra. Op.cit. Hlm: 8. 20
G. Penelitian Terkait Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, Pertama yaitu penelitian yang berjudul Pola Hubungan Sosial Pengusaha Kecil dalam Menjaga Kelangsungan Usaha (studi terhadap pengusaha krupuk kemplang di Kecamatan Seberang Ulu I Kotamadya Palembang)22. Penelitian tersebut bertujuan menggali berbagai pola hubungan sosial yang dibangun pengusaha kecil kerupuk kemplang dalam menjaga kelangsungan usahanya dan mengamati berbagai macam strategi yang digunakan dalam menghadapi musim sepi, musim ramai, serta strategi dalam mengatasi persoalan permodalan, bahan baku, serta pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan pola hubungan sosial yang dibangun pengusaha kecil meliputi: (1) hubungan sosial patron-klien, yang mencakup hubungan majikan buruh yang memiliki ikatan emosional yang kuat, dan hubungan pengusaha kecil dengan pengusaha besar (BUMN) dijalin dalam upaya memperoleh bantuan permodalan, dan (2) hubungan sosial dengan sesama pengusaha kecil yang mencerminkan lebih ke hubungan kekerabatan dimana mereka saling membantu apabila mengalami kesulitan. (3) Hubungan pengusaha kecil dengan konsumen untuk menjaga kelangsungan usahanya yaitu dengan memberikan pelayanan dan kualitas produk yang baik. Strategi yang dijalankan untuk menjaga kelangsungan usahanya diantaranya pada saat pada musim ramai 22
Sukirman. 2002. “Pola Hubungan Sosial Pengusaha Kecil dalam Menjaga Kelangsungan Usaha (studi terhadap pengusaha krupuk kemplang di Kecamatan Seberang Ulu I Kotamadya Palembang)”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 21
pengusaha kerupuk kemplang meningkatkan proses produksi dengan kerja keras, keuntungan dari produksi tersebut lalu ditabung atau untuk membeli keperluan yang lainnya yang nantinya dipersiapkan untuk menghadapi musim sepi. Selanjutnya strategi yang digunakan pengusaha dalam menghadapi musim sepi adalah dengan menurunkan volume produksi. Dalam hal strategi permodalan jika terjadi kekurangan modal pengusaha akan meminjam kepada koperasi, BUMN, dan Bank. Strategi dalam mengatasi bahan baku, jika bahan baku naik pengusaha juga akan menaikkan harga kerupuk. Serta strategi dalam pemasaran pengusaha masih menggunakan pemasaran dari mulut ke mulut. Penelitian relevan kedua, Pola Hubungan Sosial Pemasaran Emping Mlinjo (Studi Kasus di Desa Mulyodadi, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta)23. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pola hubungan sosial pada pemasaran emping mlinjo di Desa Mulyodadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola hubungan sosial yang berperan adalah pola hubungan sosial patron-klien, kekerabatan, dan persahabatan. Pola hubungan yang paling dominan atas dasar persahabatan. Hubungan patron-klien yang terlihat yaitu adanya dominasi kelas dalam setiap aktivitas pengelolaan usaha maupun pemasaran emping mlinjo. Produsen yang memiliki kekayaan akan mendominasi dalam aktivitas ekonomi.
23
Budi Santosa.2000.”Pola Hubungan Sosial Pemasaran Emping Mlinjo (Studi Kasus di Desa Mulyodadi, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta)” .Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 22
Perbedaan kedua penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu berbeda pada subjeknya, dimana penelitian mengenai sales keliling belum pernah ada yang meneliti sebelumnya. Sehingga dalam hal ini akan menambah kajian penelitian baru. Persamaan dari kedua penelitian di atas yaitu mengenai objeknya. Objeknya sama-sama membahas tentang pola hubungan sosial yang mendukung keberlangsungan usaha. H. Proposisi Penelitian Penelitian ini berfokus untuk mengetahui pola relasi sosial sales keliling beserta strategi yang dijalankan sales keliling dalam mempertahankan kelangsungan usaha. Pola relasi sosial yang dikembangkan sales keliling yakni mencakup sales keliling dengan agen, sales keliling dengan pemilik mobil, sales keliling dengan pelanggan, dan antar sesama sales keliling. Sedangkan strategi yang dilakukan yaitu strategi kerja dan strategi mempertahankan usaha. Pola relasi sosial dan strategi yang dijalankan membuat usaha sales keliling sebagai pedagang ritel tradisional tetap survive di tengah maraknya ritel-ritel modern dewasa ini.
I. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan lokasi ini dikarenakan di desa tersebut
23
terdapat komunitas sales keliling. Sales keliling tersebut berjumlah 16 orang yang didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga dan satu diantaranya adalah seorang laki-laki yang menjadi salah satu pemrakarsa profesi tersebut. 2. Waktu Penelitian Penelitian mengenai pola relasi sosial yang dibangun sales keliling untuk mempertahankan usaha dilaksanakan dalam waktu empat bulan. Penelitian guna pengambilan data dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan November 2014. 3. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Etnografi merupakan penafsiran dari suatu kebudayaan baik itu dari suku bangsa, masyarakat maupun kelompok atau komunitas tertentu. Menurut Hammersley dan Atkinson, etnografi dapat dipahami sebagai “Simply one social research method, albeit a somewhat unusual one, drawing as it does on a wide range of sources information. The ethnographer participates in people’s daily lives for an extended period of time, watching what happens, listening to what is said, asking questions; in fact collecting whatever data are available to throw light on issues with which he or she is concerned”24. Tujuan dari etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya25. Pendekatan etnografi dipilih karena dirasa tepat dalam membantu 24
Hammersley Martyn and Atkinson Paul. 1983. Ethnography principles in practice. New York: University Press Cambridge. Hlm:2. 25 James P spardley. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara wacana. hlm: 4. 24
peneliti untuk menggali praktik kerja sales keliling, relasi sosial beserta strategi-strategi yang dijalankan. Selain itu juga dapat membantu dalam menjawab research question yang peneliti ajukan. Etnografi tidak hanya mendeskripsikan tetapi juga menganalisis26. Untuk itu peneliti mengikuti kegiatan sales keliling secara menyeluruh dan melakukan pengamatanpengamatan di lapangan agar dapat menghasilkan analisis-analisis termasuk analisis keberlangsungan usaha. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan data secara langsung dan peneliti juga ikut terlibat didalamnya. Peneliti mengikuti kegiatan berjualan sales keliling mulai dari pembelian barang pada agen sampai dengan penjualannya kepada masyarakat. Peneliti melihat langsung sales keliling berbelanja pada agen. Untuk mendapatkan data yang riil dan mengetahui situasi dan kondisi dilapangan peneliti juga ikut menaiki mobil bersama sales keliling menuju tempat lokasi berjualan hingga pulang. Di dalam mobil peneliti mencermati interaksi antar sesama sales keliling. Peneliti ikut berjualan berkeliling dari rumah ke rumah dan mengamati interaksi yang dibangun sales keliling kepada pembeli dan melihat transaksitransaksi yang dilakukan. Disaat berjualan peneliti juga membantu membawakan barang-barang sales termasuk wadah tempat barang-barang yang akan dijual. 26
FX Sri Sadewo. 2010. Model Analisis Etnografi dalam Penelitian Kualitatif. Dalam Burhan Bungin (Eds). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. hlm: 180. 25
Selama penelitian, peneliti telah mengikuti sales keliling berjualan selama tujuh kali pada sales yang berbeda-beda. Peneliti juga merasakan suka dukanya. Rasa senang yang dirasakan peneliti adalah mendapatkan sambutan baik oleh para pelanggan sales, bahkan peneliti juga ikut menerima barang atau oleh-oleh pemberian pelanggan sales keliling berupa sayuran dan buahbuahan. Duka yang dialami yaitu mendapatkan kata-kata kasar dan sambutan kurang baik dari masyarakat yang tidak suka dengan sales keliling. Seperti mendapatkan celaan, ditegur dengan kata-kata kasar, dan mendapati masyarakat yang membanting pintu ketika peneliti dan sales keliling akan memasuki rumah. Peneliti mencari salah satu sales keliling dan mendekatinya untuk bisa terlibat dan mengetahui secara rinci tentang sales keliling, dari situ peneliti mendapatkan informasi tentang agen pemasok barang dan dipertemukan dengan salah satu perintis sales keliling. Kendala pada saat itu adalah disaat peneliti menanyakan keberadaan teman seprofesinya, sales keliling tersebut tertutup dan meminta peneliti untuk mencari tahu sendiri, dengan alasan tidak enak menunjukkan teman-temannya yang lain. Hal ini dikarenakan sales keliling pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, sehingga mereka cenderung tertutup. Mereka pernah terkena operasi polisi dan mendapat tuduhan menjual barang-barang ilegal yang tidak mempunyai ijin produksi. Padahal mereka tidak tahu apa-apa, barang tersebut hanya dibelinya
26
pada agen, dan konon agen tersebutlah yang akhirnya mendapatkan sangsi dan harus membayar denda sebesar seratus juta. Peristiwa tersebut membuat trauma dan terlihat di awal kedatangan peneliti mereka sangat berhati-hati. Dalam hal ini peneliti mencoba menjelaskan dan melakukan pendekatan termasuk dengan memberikan surat ijin penelitian beserta proposalnya agar mereka percaya. Untuk mencari keberadaan sales keliling yang lain peneliti menanyakan kepada agen dan ditunjukkan beberapa sales keliling yang mudah untuk dimintai informasi. Sayangnya dalam menunjukkan sales-sales tersebut agen hanya memberi tahu nama-namanya saja, agen sendiri tidak mengetahui secara detail alamat rumah sales keliling. Dalam hal ini untuk mencari tahunya peneliti berkeliling Desa Jambewangi dan bertanya kepada warga. Setelah peneliti menemukan salah satu sales keliling tersebut, Ia sangat welcome dan bersedia memberikan informasi, bahkan membantu peneliti untuk dapat mengikuti kegiatan sales keliling dengan memintakan ijin kepada pemilik mobil untuk ikut berjualan. Kesulitan lain yang dialami peneliti adalah ketika menanyakan pelanggan yang akan dijadikan sebagai informan pendukung. Peneliti mencari karakteristik pelanggan berdasarkan pekerjaan, beberapa diantara sales keliling tidak mengetahui pekerjaan pelanggan mereka. Terlebih dalam menunjukkan alamat rumahnya, sehingga peneliti mengorek-ngorek ke beberapa sales, dan melakukan pengamatan pada saat berjualan. Bahkan
27
peneliti juga sempat mendatangi pelanggan esok harinya untuk melakukan wawancara. 4. Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian ini mengarah pada pola relasi sosial yang dibangun untuk mempertahankan usaha. Relasi sosial tersebut mencakup hubungan antara sales keliling dengan agen, sales keliling dengan pemilik mobil, sales keliling dengan pelanggan, dan antar sesama sales keliling. Sedangkan subjek utama dalam penelitian ini adalah sales keliling dari Desa Jambewangi. Beberapa informan pendukung lainnya yaitu agen sebagai pemasok barang, pemilik mobil, dan juga pelanggan sales keliling. Dalam rangka pengambilan data peneliti menggunakan tekhnik snowball. Kunci utama dari informan adalah salah satu sales keliling yang dikenal oleh peneliti. Dari sales tersebut peneliti menanyakan keberadaan agen, teman-teman sales yang lainnya, pemilik mobil serta pelangganpelanggan sales keliling. Sales keliling yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang. Dua diantaranya adalah sales muda, dan yang lainnya merupakan sales tua. Hal ini karena sales tua lebih banyak dibandingkan sales yang masih muda, sales muda yang berusia dibawah 40 tahun hanya 3 orang saja. Dalam menggali data kepada sales keliling peneliti menanyakan seputar,
28
a. Relasi sales keliling dalam kegiatan usaha dan sejauh mana hubungan tersebut b. strategi yang digunakan dalam menarik pembeli Peneliti juga melakukan wawancara kepada pembeli. Pembeli yang menjadi informan sebanyak 7 orang dengan karakteristik pekerjaan yakni yang bekerja sebagai petani, pedagang, sebagai PNS dan sebagai buruh. Kepada pembeli atau pelanggan peneliti menanyakan seputar respon pembeli terhadap sales keliling, alasan pembeli tertarik membeli kepada sales keliling, hubungan pembeli dengan sales keliling, pembayaran yang dilakukan dan barang atau produk apa yang dibeli pada sales keliling. Untuk melengkapi data peneliti juga melakukan wawancara kepada agen dan pemilik mobil masing-masing satu orang karena yang mengelola hanya satu orang saja. peneliti menanyakan seputar relasi sosial dan kerja sama yang dijalin dengan sales keliling Di lapangan peneliti sering mengamati kegiatan sales keliling beserta interaksi sales keliling dengan rekannya, dengan agen, dengan pelanggan, dan pemilik mobil, sehingga meskipun peneliti tidak melakukan wawancara kepada mereka, peneliti secara tidak langsung telah mengetahui jawaban dari pertanyaan yang akan diajukan.
29
5. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Sumber Data Primer Merupakan data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Sumber data primer yang dilakukan peneliti yaitu melalui wawancara dan observasi. Peneliti melakukan wawancara dengan sales keliling, agen sebagai pemasok barang, pemilik mobil yang mengantarkan sales keliling berjualan, dan pelanggan sales keliling. Selain itu peneliti juga melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan sales keliling mulai dari belanja barang pada agen dan turut ikut memasarkannya kepada masyarakat. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber tidak langsung yang mampu memberikan data tambahan serta penguatan terhadap penelitian. Sumber data sekunder dalam penelitian bisa berupa dokumentasi, terkait gambar-gambar, studi kepustakaan dari buku-buku, internet, jurnal dan sebagainya. Data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung. Sumber data sekunder yang digunakan yaitu berupa foto kegiatan sales keliling dan buku profil Desa Jambewangi.
30
6. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Observasi Observasi dilakukan peneliti guna mengetahui suatu keadaan yang akan diteliti dan dapat membantu mendapat suatu pemahaman yang nantinya akan memperkuat data yang diperoleh karena peneliti melihat fenomena secara langsung. Observasi dilakukan dengan observasi terlibat dimana peneliti melihat secara langsung kegitan sales keliling, mulai dari pembelian barang pada agen, kegiatan berjualan dengan melihat interaksi yang dibangun dengan pembeli, transaksi-transaksi yang dilakukan. Peneliti juga melihat interaksi antar sesama sales keliling, termasuk dengan pemilik mobil. Melalui pengamatan tersebut secara tidak langsung peneliti mengetahui keuntungan yang diambil sales keliling tanpa menanyakan langsung kepada mereka. Peneliti mencermati harga barang yang dibeli kepada agen dan mencermati harga jualnya kepada masyarakat. Selain itu dengan peneliti mengikuti kegiatan sales keliling, peneliti akan mengetahui cara kerja mereka, interaksi yang dibangun, transaksi yang dilakukan dengan para pembeli dan kondisi dilapangan seperti hambatan atau suka-dukanya. Dengan observasi peneliti bisa dengan mudah 31
memberikan gambaran dan mengetahui hal-hal yang tidak terungkap dari wawancara. b. Wawancara Wawancara merupakan pengambilan data dengan melakukan tanya jawab kepada informan. Wawancara dilakukan secara mendalam dengan agen, sales keliling, pemilik mobil dan pelanggan. Wawancara tersebut dilakukan secara mendalam mengingat karakter penelitian etnografi yang naturalistik. Bentuk pertanyaan yang dilakukan dalam wawancara merupakan pertanyaan terbuka yang sifatnya mengalir, meski demikian peneliti tetap menjaga fokus penelitian dengan panduan wawancara yang sifatnya fleksibel. Untuk memperdalam data, proses wawancara dilakukan secara spontan dan tidak terstruktur, dimana muncul pertanyaan yang sama sekali belum direncanakan oleh peneliti sebelumnya. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatancatatan penting yang erat hubungannya dengan obyek penelitian. Tujuan dilakukan dokumentasi adalah untuk memperoleh data secara jelas dan konkret. Dokumentasi dapat berupa dokumen-dokumen atau catatancatatan terkait penelitian maupun berupa video dan gambar-gambar dari hasil observasi. Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mendokumentasikan atau memgambar saat sales keliling berjualan, dokumentasi atas produk yang mereka jual, dan catatan-catatan dari agen. 32
7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman, yaitu terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan.27 a. Pengumpulan data Pengumpulan
data
dilakukan
peneliti
melalui
observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan lebih dari satu kali atau berkali-kali. Pengumpulan data melalui observasi, peneliti melakukan pengamatan pada saat sales keliling berbelanja barang ditempat agen dan pada saat sales keliling berjualan. Sedangkan wawancara dilakukan oleh beberapa informan yaitu sales keliling, agen (pemasok barang), pemilik mobil, dan pelanggan sales keliling. Serta dokumentasi dilakukan dengan mengambil gambar seputar kegiatan sales keliling dan produk atau barang yang dijual sales keliling. b. Reduksi data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Setelah data 27
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjmhn. Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Press. hlm.16.
33
terkumpul
maka
reduksi
dilakukan
dengan
membuat
ringkasan,
mengkode, atau memilah-milahnya kedalam suatu konsep tertentu, kategori tertentu atau tema tertentu. Reduksi data ini dilakukan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah untuk dilakukan penarikan kesimpulan. Reduksi dilakukan dengan memilah-milah data yang menjadi inti dari penelitian ini yaitu seputar pola relasi yang dibangun sales keliling, strategi yang digunakan, serta data-data lain seputar sales keliling yang mendukung penelitian. c. Penyajian Data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data peneliti akan mengerti apa yang akan terjadi dan dapat mengerjakan sesuatu pada analisis dan ataupun langkahlangkah lain berdasarkan penelitian tersebut. Penyajian data cenderung mengarah pada penyederhanaan data, kompleks kedalam kesatuan bentuk yang sederhana dan selektif sehingga mudah dipahami, data yang disajikan sesuai dengan apa yang diteliti. d. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proporsi. 34
Kesimpulan ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali
sambil
melihat catatan lapangan
memperoleh pemahaman yang lebih tepat.
35
agar