BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Bagi manusia, bahasa adalah alat untuk mengungkapkan perasaan, keinginan dan ide-ide yang terdapat dalam pikirannya. Bahasa menjadi suatu hal yang penting mengingat manusia selain menjadi makhluk individu, manusia juga adalah makhluk sosial. Kridalaksana (1983), dan Djoko Kentjono (1982) dalam Abdul Chaer (1994 : 32) mengemukakan bahwa “bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri.” Dari kutipan di atas, kita dapat mengatakan bahwa bahasa adalah sebuah alat untuk berkomunikasi. Hal ini didasari oleh anggapan yang dikemukakan oleh Nababan bahwa fungsi bahasa yang paling mendasar adalah sebagai alat komunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya di Indonesia kita tidak cukup menguasai bahasa Indonesia saja, bahasa asing pun sangat penting untuk dikuasai. Oleh karena itu, banyak lembaga bahasa yang menawarkan pengajaran bahasa asing.
1
Dalam suatu pengajaran bahasa asing, kita memerlukan sebuah metode atau cara dan strategi pembelajaran yang baik untuk dapat menarik minat pembelajar dalam mengikuti proses pembelajaran. Banyak metode yang telah dipakai untuk menyampaikan suatu materi pembelajaran. Apapun metode yang dipakai, secara pasti tujuan pengajaran itu mengacu kepada keempat keterampilan berbahasa yang satu sama lainnya saling berhubungan, yaitu; menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Keterampilan-keterampilan berbahasa itu diperoleh secara berurutan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Tarigan (1990 : 2) “bahwa pemerolehan bahasa dimulai dengan menyimak kemudian berbicara, membaca barulah kemudian menulis. Dari pendapat diatas, menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang pertama. Oleh sebab itu, menyimak merupakan kunci utama dalam pemerolehan bahasa, khususnya bahasa asing. Maka diperlukan metode yang tepat dalam pengajarannya. Dalam
pembelajaran bahasa Prancis di UPI, keterampilan menyimak
termasuk dalam mata kuliah Communication Orale. Dalam mata kuliah ini metode-metode pembelajaran banyak menggunakan wacana, dialog dan beberapa lagu.
2
Penulis ingin mencari variasi lain dalam pembelajaran berbahasa khususnya untuk kemampuan menyimak. Pada kesempatan ini penulis bermaksud untuk meneliti dongeng sebagai alternatif lain dalam pembelajaran menyimak. Dongeng dapat menstimulus otak untuk berimajinasi dan mengeksplorasi sebuah kata sehingga siswa akan merepresentasikan sendiri apa yang telah didengar kedalam sebuah objek sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Hal ini berkaitan dengan salah satu dari beberapa kaidah dalam proses pembelajaran sebagai hasil eksperimen para ahli psikologi yang berlainan secara umum mengungkapkan
bahwa
proses
belajar
mengajar
bersifat
individual.
Dongeng merupakan suatu cerita yang mengandung pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada pendengarnya yang termasuk di dalam dongeng antara lain seperti legenda, hikayat, cerita rakyat dan lain-lain. Dongeng merupakan hal yang sudah sangat akrab, karena banyak orang tua yang membacakan sebuah cerita kepada anak-anaknya sebagai pengantar tidur. Setiap negara memiliki dongeng dengan ceritanya masing-masing. Bretagne, sebagai salah satu provinsi di Prancis, ternyata memiliki khasanah dongeng
yang
cukup
menarik
untuk
dibaca.
(http://www.bretagne.com/fr/patrimoine/contes_et_legends). Salah satu penulis terkenal Prancis, Jean de la Fontain terkenal dengan cerita fabelnya.
3
Dalam metode pembelajaran bahasa, dongeng dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan untuk belajar dan diharapkan dapat meningkatkan gairah belajar. Dengan mendongeng, siswa diajak untuk menemukan hal baru yang berkaitan dengan dongeng yang diceritakan. Sebagaimana tujuan dari salah satu kegiatan menyimak eksplorasif; siswa dapat menemukan hal yang baru , informasi tambahan mengenai suatu topik dan menemukan isyu menarik. Berdasarkan
pernyataan-pernyataan
melakukan penelitian dengan judul
diatas,
penulis
tertarik
untuk
“Efektifitas Metode Dongeng ( Story
Telling ) dalam Meningkatkan Kemampuan Menyimak pada Mahasiswa Pendidikan Bahasa Prancis UPI Semester V Tahun Ajaran 2008/2009 .“
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ditujukan untuk membahas masalah seperti berikut ini: 1. Apakah metode dongeng (Story Telling) dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran menyimak bahasa Prancis dalam mata kuliah Communication Orale V? 2. Apakah metode dongeng (Story Telling) efektif
dalam menunjang
kemampuan menyimak bahasa Perancis pada mahasiswa dalam mata kuliah Communication Orale V?
4
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1.
Mengetahui apakah metode mendongeng (Story Telling) dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran menyimak dalam mata kuliah Communication Orale V.
2.
Mengetahui efektifitas metode mendongeng (Story Telling) dalam meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa dalam mata kuliah Communication Orale V.
1.4 Anggapan Dasar
1. Metode dongeng (Story Telling) dapat membantu meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa 2. Kemampuan menyimak mahasiswa dapat ditingkatkan melalui metode dongeng (Story Telling) 1.5 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis yang akan diuji melalui analisis data penelitian ini adalah : Mendongeng dapat digunakan sebagai metode pengajaran bahasa Prancis untuk meningkatkan keterampilan menyimak.
5
1.6 Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksperimen. Menurut Weimister (Ali, 1987:130) : Metode eksperimen merupakan kegiatan percobaan untuk meneliti suatu peristiwa atau gejala yang muncul pada kondisi tertentu dan setiap gajala yang muncul diamati dan dikontrol secermat mungkin, sehingga dapat mengetahui hubungan sebab akibat munculnya gejala tersebut. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi esperiment) dengan menggunakan one group pretest-posttest design atau pendekatan pre-test dan post-test kelompok tunggal, yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada suatu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. 1.7 Populasi dan Sampel 1.7.1
Populasi Penelitian
Menurut Hadi dan Haryono (1998: 21), populasi penelitian adalah seluruh objek penelitian yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama untuk diselidiki. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan bahasa Prancis UPI tahun ajaran 2008/2009 1.7.2
Sampel Penelitian
Menurut Hadi(1994:2) sampel adalah sebagian individu yang diselidiki dari keseluruhan individu penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan bahasa Prancis UPI semester V tahun ajaran 2008/2009.
6
BAB II LANDASAN TEORETIK
2.1. Pengertian Menyimak Menyimak merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Tujuan menyimak adalah memperolah informasi dalam kegiatan
komunikasi
lisan.
Menurut
Russel
&
Russel
(1959;
Anderson,1972 : 69) dalam Tarigan (1990 : 28) “Menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi.” Dalam Tarigan (1990 : 28) menjelaskan : “Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambanglambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makana komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.” Sedangkan menurut Suhendar dan Supinah (1992 :4) : Keterampilan menyimak merupakan keterampilan menangkap bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan atau yang dibacakan orang lain dan diubahnya menjadi bentuk makna untuk terus dievaluasi, ditarik kesimpulan dan ditanggapi. Jelas ini merupaka salah satu kegiatan komunikasi (berbahasa) untuk sanggup dan mampu atau terampil (menerima sejumlah informasi dari orang). Menyimak merupakan suatu peristiwa penerimaan pesan gagasan, pikiran atau perasaan orang lain (Sutari dkk, 1998 :5). Menurut Harry, A. Greene & Walter, T.Pety ( M. E Suhendar & Pien. S, 1992:4), “Menyimak
7
merupakan proses perubahan bentuk bunyi menjadi wujud makna.” Proses perubahan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Bunyi
Menyimak
Makna Gambar 1 Proses Menyimak 2.1.1. Tahap-Tahap Menyimak Ruth G. Strickland dalam Tarigan (1990: 29) menyatakan ada sembilan tahap dalam menyimak, yaitu: a. menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya; b. menyimak dengan perhatian dangkal karena sering mendapat gangguan karena adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan; c. setengah menyimak karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati, mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak; d. menyimak serapan karena sang anak keasyikan menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting, jadi merupakn penjaringan pasif yang sesungguhnya; e. menyimak sekali-kali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak; perhatian karena seksama berganti dengan keasyikan lain;
8
hanya memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja; f. menyimak asosiatif; hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan, yang mengakibatkan sang penyimak benar-benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan sang pembicara; g. menyimak dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan membuat komentar ataupun mengajukan pertanyaan; h. menyimak secara saksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara; dan i. menyimak secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara (Strickland, 1957; Dawson [et al], 1963 ; 154).
2.1.2. Ragam Menyimak Dalam menyimak terdapat tujuan umum yaitu menangkap isi, memperoleh
informasi
dan
memahami
makna
komunikasi
yang
disampaikan oleh pembicara melalui ujaran. Di samping itu, menyimak juga mempunyai tujuan khusus sehingga menyebabkan adanya ragam menyimak.
9
Dalam Tarigan (1990:35) menyimak terbagi dalam; •
Menyimak Intensif Menyimak intensif lebih diarahkan pada suatu kegiatan yang
diawasi dan dikontrol terhadap suatu kegiatan tertentu. Yang termasuk ke dalam kelompok manyimak intensif adalah ; - Menyimak Kritis Menyimak kritis adalah jenis kegiatan menyimak yang berupa untuk mencari kesalahan atau kekeliruan bahkan juga butir-butir yang baik dan benar dari ujaran seorang pembicara, dengan alasan-alasan yang kuat yang dapat diterima oleh akal sehat. - Menyimak Konsentratif Menyimak konsentratif sering juga disebut a study-type listening atau menyimak yang merupakan sejenis telaah. - Menyimak Kreatif Sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh apa-apa yang disimaknya. - Menyimak Eksploratif Menyimak yang bersifat menyelidik adalah sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud ddan tujuan menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih sempit.
10
- Menyimak Interogratif Sejenis kegiatan menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir dari ujaran sang pembicara, karena sang penyimak akan mengajukan sebanyakbanyaknya pertanyaan. - Menyimak Selektif Dalam proses menyimak selektif, hendaknya menyimak secara selektif pada setiap tipe ciri ketatabahasaan, seperti jenis kelamin, waktu, modus, bentuk, susunan kata, frase, dan klause, pada setiap ciri ketatabahasaan. Mungkin dapat menimbulkan kasukaran bagi para pelajar atau siswa, haruslah disimak secara selektif. •
Menyimak Ekstensif Menyimak ekstensif adalah kegiatan menyimak hal-hal yang lebih
umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran dan tidak berada di bawah bimbingan pengawasan dari seorang guru. Dan yang termasuk ke dalam kelompok menyimak ekstensif ini adalah; - Menyimak Sosial Menyimak
sosial
disebut
juga
menyimak
konversasional
(conversational listening) ataupun menyimak sopan (courteous listening). Menyimak ini biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang-orang mengobrol atau bercengkrama mengenai hal-hal yang menarik perhatian semua orang yang hadir.
11
- Menyimak Sekunder Jenis kegiatan menyimak secara kebetulan (casual listening) dan secara ekstensif. - Menyimak Estetik Menyimak estetik (aesthetic listening) ataupun yang disebut menyimak apresiatif (appreciational listening) adalah fase terakhir dari menyimak kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif. - Menyimak Pasif Penyerapan suatu ujaran tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar dengan kurang teliti, tergesagesa, mengahafal luar kepala, berlatih santai, serta menguasai sesuatu bahasa.
2.1.3. Tujuan Menyimak Tujuan umum dari menyimak itu sendiri adalah untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang hendak disampaikan pembicara melalui ujaran. Sedangkan tujuan khusus dari menyimak adalah ; menyimak untuk belajar, menyimak untuk menikmati,
menyimak
untuk
mengevaluasi,
menyimak
untuk
mengapresiasi, mentimak untuk mengomunikasikan ide-ide, menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi, mentimak untuk memcahkan masalah, dan menyimak untuk meyakinkan (Tarigan, 1986 :55-56).
12
Sedangkan Hunt (1981:14) dalam Tarigan mengungkapkan empat tujuan menyimak, yaitu; o untuk memperoleh informasi, o menjadi lebih efektif dalam hubungan antar pribadi, o untuk mengumpulkan data, o untuk memberikan responsi yang tepat. Dalam kata lain tujuan menyimak adalah sebagai sarana untuk berkomunikasi agar dapat memberikan responsi yang tepat terhadapsegala sesuatu yang didengar. 2.1.4. Proses Menyimak Menyimak adalah suatu proses. Di dalam proses tentu ada tahapantahapan. Begitupun dalam menyimak terdapat tahapan-tahapan, antara lain; a. Tahap mendengar atau tahap hearing. Dalam tahap ini kita baru mendengar pembicaraan orang saja tanpa memahami makna yang terkandung di dalam pembicaraan. b. Tahap memahami atau tahap understanding. Dalam tahap ini kita sudah mulai memahami makna yang terkandung dalam pembicaraan tetapi belum menginterpretasi makna yang terdapat dalam pembicaraan.
13
c. Tahap interpretasi atau tahap interpreting. Dalam tahap ini kita sudah dapat menginterpretasikan atau menafsirkan makna kata yang kita dengar tetapi belum mengevaluasi makna yang terkandung di dalam pembicaraan. d. Tahap evaluasi atau tahap evaluating. Pada tahap ini kita sudah dapat memahami makna kata dalam pembicaraan serta menilai gagasan dan pendapat pembicara. Pada tahap ini kita belum sampai untuk merenspon gagasan yang diuatarakan pembicara. e. Tahap menanggapi atau tahap responding. Tahap ini adalah tahap terakhir dalam proses menyimak. Pada tahap ini kita sudah mendengar, memahami, menginterpretasi, dan menilai makna dan gagasan yang diutarakan pembicara, selanjutnya penyimak mulai menanggapi atau mengomentari gagasan yang diungkapkan oleh pembicara. 2.2. Pembelajaran Menyimak 2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Menyimak
Tarigan (1986:104) menyimpulkan dari beberapa pakar atau para ahli mengenai faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyimak sebagai berikut :
14
a. Fisik Faktor ini bukan hanya terjadi pada kondisi fisik penyimak saja tetapi kondisi lingkungan juga mempengaruhi keefektifan seseorang, misalkan ruangan yang mungkin terlalu panas, lembab ataupun terlalu dingin dan suara atau bunyi bising lain yang terjadi disekitar penyimak berada. b. Psikologis Faktor-faktor ini antara lain mencakup masalah-masalah: -
prasangka dan kurangnya simpati terhadap para pembicara dengan aneka sebab dan alasan;
-
keegosentrisan dan keasyikan terhadap minat pribadi serta masalah pribadi;
-
kepicikan yang menyebabkan pandangan yang kurang jelas;
-
kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tidek adanya perhatian sama sekali pada pokok pembicaraan;
-
sikap yang tidak layak terhadap sekolah, terhadap guru, terhadap pokok pembicaraan, atau terhadap sang pembicara.
c. Pengalaman Pengalaman sebagai salah satu faktor dalam menentukan keefektifan menyimak, yang melatarbelakanginya adalah kurangnya atau tidak ada sama sekali pengalaman dalam bidang yang akan disimak itu, sikap yang antagonistic, sikap-sikap yang menentang serta
15
bermusuhan
timbul
dari
pengalaman-pengalaman
yang
tidak
menyenangkan. d. Sikap Sikap penyimak akan cenderung menyimak secara saksama pada topik-topik atau pokok-pokok pembicaraan yang dapat dia setuju dari pada kurang atau bahkan tidak setuju sama sekali, ini merupakan sikap yang wajar dalam kehidupan. Seyogianyalah para pembicara memperhatikan hal itu, antara lain dengan cara memilih topic pembicaraan tyang disenangi oleh para penyimak. e. Motivasi Motivasi merupakan salah satu butir penentu keberhasilan seseorang. Bagaimana kita memotivasi diri sendiri untuk menyimak dengan berfikir bahwa banyak sekali yang kita peroleh dalam menyimak ujaran yang disampiakan oleh pembicara. f. Jenis kelamin Dari beberapa penelitian, para pakar menarik kesimpulan bahwa pria dan wanita pada umumnya memiliki perhatian yang berbeda, dan cara mereka memusatkan perhatian pada sesuatu pun berbeda-beda pula. Sedangkan menurut Suhendar dan Pien, (1992:12-13), faktorfaktor yang harus diperhatikan untuk dapat menyimak dengan baik, yaitu: a. alat dengar penyimak (pendengar) dan alat bicara si pembicara harus baik,
16
b. situasi dan lingkungan pembicara itu harus baik, dengan kata lian ekologi bahasa harus baik, c.
konsentrasi penyimak pada pembicaraan. Konsentrasi dalam arti pemusatan
pikiran kearah pikiran pembicaraan,
d. pengenalan tujuan pembicaraan, artinya kita akan lebih mudah menyimak itu, seandainya tujuan pembicaraan sudah diketahui sebelumnya, e. pengenalan paragraf atau bagian pembicaraaan dan pengenalan kalimat-kalimat inti pembicaraan, f. kesanggupan menarik kesimpulan dengan tepat, g. penyimak mampu berbahasa yang baik, bila didukung dengan kemampuan berbahasa yang memada, serta mempunyai intelegensi yang cukup baik, h. faktor latihan yang terus menerus, i. kemampuan menulis dengan cepat, kemampuan mengingat apa yang disimak dan kemampuan menyimak dengan baik hal-hal yang disimak (daya ingatan), pembawaan, serta kemampuan berbahasa dan berpidato si pembicara. Sedangakan hal-hal yang harus dihindari untuk dapat menyimak dengan baik (Suhendar dan Pien, 1992: 13-14), adalah: a. kebiasaan menyimak terputus-putus dan melompat-lompat, b. menyimak dengan cara hanya mengambil fakta-fakta saja,
17
c. kebiasaan menyimak dengan cara hanya mau menyimak bagian-bagian tertentu oleh karena desakan perasaan tertentu, d. kebiasaan menyimak dengan perasaan yang sangat mudah tersinggung, e. menyimak dengan menghindarkan diri dari uraian-uraian yang sukar, f. kebiasaan menyimak dengan sikap memandang enteng, merasa tak perlu mendengarksn dengan sungguh-sungguh masalah yang tidak menarik, g. kebiasaan menyimak dengan suka mengecam pembicaraan dan tampang pembicara lain, h. kebiasaan menyimak dengan cara pura-pura menyimak, i. kebiasaan menyimak dengan mudah diganggu oleh kegaduhan, j. kebiasaan menyimak dengan kertas dan pensil. 2.2.2. Teknik Pembelajaran Menyimak
Adapun teknik-teknik pengajaran menyimak yang diungkapkan oleh Tarigan & Tarigan (1986:52-59) adalah sebagai berikut : a. Dengar - Ulang Ucap Missal ;
Guru : Ce soir Siswa : Ce soir
b. Dengar – Tulis (Dikte) Missal ;
Guru : (mengucapkan atau memutar rekaman) à la maison Siswa : (menuliskan) à la maison
18
c. Dengar – Kerjakan Misal ;
Guru : Frappez- la porte ! Siswa : mengetuk pintu
d. Dengar – Terka Misal ;
Guru : le goût est sucre et les enfants aiment ça. Siswa : le bon bon
e. Memperluas – Kalimat Misal ; Guru : Pierre achète un chemise Siswa : Pierre achète une chemise blanche au marché. 2.2.3. Peranan Menyimak dalam Proses Belajar Mengajar Peranan keterampilan menyimak dalam proses belajar mengajar sangat penting. Keterampilan menyimak merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar seseorang. Mengenai hal tersebut Tarigan (1986:61) mengemukakan “Bahwa sebagian besar pengetahuan siswa diperoleh dengan menyimak, kebiasaan-kebiasaan jelek dalam menyimak berpengaruh pada pembelajaran.” Hal itu dipahami karena proses pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa, juga antara siswa dan siswa dalam rangka mencapai tujuan. Proses tidak berlangsung satu arah melainkan secara timbale balik, jadi ada komunikasi. Berdasarkan penjelasan di atas proses pembelajaran tidak akan berjalan tanpa adanya bahasa sebagai media komunikasi. Guru sebagai komunikator menyampaikan pesan berupa materi pelajaran san siswa
19
sebagai penerima pesan harus menyimak pesan tersebut. Keberhasilan suatu pembelajaran menyimak bergantung pada adanya dua kondisi, seperti yang dikemukakan oleh Rahmanto & Darmiyati, (1998:5) yaitu: “Guru harus memberikan teladan sebagai penyimak yang kritis dan pembicara yang efektif, dan menggunakan strategi yang efektif pula. Kedua, setiap murid yang berprestasi dalam diskusi harus memiliki informasi tertentu yang akan disampaikan kepada teman-temannya.”
Proses belajar mengajar keterampilan menyimak memegang peranan terpenting karena merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pembelajaran di kelas. Siswa tidak dapat mewujudkan perilaku atau pengalaman yang diharapkan, apabila anak tersebut tidak dapat mengolah informasi yang diterimanya. Proses pengolahan informasi tidak akan berjalan lancer jika informasi tersebut tidak diterima dengan baik. Dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, guru dituntut untuk memiliki strategi supaya siswa dapat belajar secara efektif. Salah satunya adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 2.3. Kemampuan Menyimak Kemampuan menyimak atau Compréhension orale merupakan tahapan-tahapan dari beberapa aktivitas pembelajaran menyimak. Dalam http://www.francparler.org/fiches/comprehension_orale1.htm menjelaskan ”Compréhension orale constitue une étape au sein d’un ensemble
20
d’activité d’écoute, de reproduction, d’entrainement et la production” atau Compréhension orale merupakan sebuah tahapan dari seluruh aktivitas mendengar, menciptakan kembali, membiasakan dan memproduksi. Menyimak adalah keterampilan pertama yang harus dimiliki dalam pembelajaran bahasa terutama bahasa asing. Delapan puluh lima persen dari apa yang diketahui manusia berasal dari menyimak (Tarigan, 1986: 4) oleh karena itu, jika keterampilan menyimak kurang baik, maka keterampilan yang lain pun tidak akan berhasil. Pengertian keterampilan menyimak itu sendiri menurut Suhendar dan Pien (1992 :4) adalah “ Keterampilan menyimak merupakan keterampilan menangkap bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan atau yang dibacakan orang lain dan diubahnya menjadi bentuk makna untuk dievaluasi.” Keraf dalam Yosi K. (2006) mengatakan bahwa: “Bunyi yang dimaksud untuk didengar adalah bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan orang lain dalam suatu peristiwa komunikasi. Adanya kesengajaan dan perhatian inilah yang membedakan antara peristiwa mendengar dan mendengarkan. Sedangkan dalam menyimak, intensitas perhatian terhadap apa yang disimak lebih ditekankan lagi. “ Sedangkan menurut Prayoga (2007:1), “Menyimak merupakan aktifitas pencarian informasi secara lisan yang berhubungan dengan indera pendengaran.” Nurhadi (1995: 339) menjelaskan : “Menyimak mengacu pada proses mental pendengar saat menerima bunyi yang dirangsangkan oleh pembicara, kemudian menyusun penafsiran apa yang disimaknya. Sedangkan menyimak dalam
21
pengertian luas mengacu pada proses, bahwa si penyimak tidak hanya mengerti dan membuat penafsiran tentang apa yang disimaknya, tetapi lebih dari itu ia berusaha melakukan apa yang diinformasikan oleh materi yang disimaknya.” Jadi, menyimak adalah tindak lanjut dari proses mendengarkan. Ketika kita menyimak, kita betul-betul mendengarkan gagasan yang disampaikan oleh pembicara dan sampai pada akhirnya kita dapat memberikan tanggapan terhadap gagasan yang diungkapkan pembicara. 2.4. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan seseorang pengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses pembelajaran atau disebut juga dengan proses belajar mengajar, kita mengenal istilah model pembelajaran, pendekatan, strategi pembelajaran dan teknik pembelajaran. Semuanya memiliki peranan penting, terutama metode pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya (2007 : 147) “ metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik.” Dalam didefinisikan
(http://blog.persimpangan.com) juga
sebagai
“cara
yang
metode
pembelajaran
digunakan
untuk
mengimplimastikan rencana yang disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang disusun tercapai secara optimal. Sumber lain juga memaparkan bahwa “Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah dan cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.”
22
Menurut Sudjana (1987:76), “Metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.” Hal ini juga diperkuat oleh definisi dari Ahmadi, (1997:52), “Metode pengajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru / instruktur.” Dalam pengajaran bahasa, termasuk bahasa asing, seorang guru dituntut dapat menggunakan metode pengajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pasaribu (1983:14-15), berpendapat, “Berhasil atau tidaknya tujuan yang akan dicapai bergantung pada penggunaan metode yang tepat. Efektif tidaknya untuk mencapai tujuan pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan guru. Pemakaian metode yang tepat akan dapat meningkatkan motivasi belajar pada murid, sedangkan metode yang tidak tepat merupakan penghambat yang paling besar dalam proses belajar.”
Sugiyono (2006:1) mengungkapkan bahwa “Metode adalah suatu cara yang dilakukan untuk tujuan dan kegunaan tertentu. Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan untuk menangani / mengtasi suatu permasalahan dalam ruang lingkup proses belajar mengajar.” Sudjana
(2000:95)
mengatakan
bahwa
“Dalam
kegiatan
pembelajaran, proses pembelajaran terjadi melalui interaksi antara peserta didik dengan pendidik atau antar sesama peserta didik.”
23
Sapani dalam Lizayanthi (2007:8) mengatakan bahwa : “Metode pembelajaran terbagi ke dalam dua jenis, yaitu; metode umum dan metode khusus. Metode umum adalah metode pembelajaran yang berlaku bagi semua bidang studi, sedangkan metode khusus adalah metode pembelajaran untuk satu bidang studi, misalnya metode khusus pengajaran bahasa.” Dari definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa metode pembelajaran itu adalah cara atau strategi yang digunakan oleh guru atau tenaga pengajar agar proses pembelajaran berjalan efektif dan mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam pembelajaran menyimak. Menurut Mutiarsih (2004 : 34), “Terdapat beberapa latihan yang dapat dilakukan di laboratorium bahasa yang pembelajarannya menggunakan materi berupa rekaman kaset berisi pelafalan fonem, kata, kalimat, pasangan kata, percakapan, lagu, wawancara, teks cerita, dan lainlain, yakni : a. Menjawab pertanyaan mengenai isi teks, lagu, percakapan ataupun cerita yang diperdengarkan, b. Mengenai bunyi bahasa, c. Melafalkan bunyi bahasa (kata-kata, pasangan kata/rangkaian kalimat). d. Membedakan pasangan kata/kalimat dengan mengisi kolom yang kosong yang terdapat dalam rekaman dengan menentukan pilihan kata yang tepat di antara dua kata yang bunyinya sama tetapi berbeda arti. e. Memilih kata-kata yang sering kali muncul yang terdapat dalam teks/ wacana/ percakapan/ cerita/ lagu.
24
f. Menghitung jumlah frekuensi pemakaian kata tersebut dengan memberi tanda silang di depan kata yang dimaksud. g. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diperdengarkan lewat rekaman berdasarkan isi teks/ lagu/ dialog”. Latihan-latihan tersebut diberikan dengan tujuan untuk memastikan apakah pembelajar dapat mengenal dan memahami bunyi bahasa, baik secara pasif-reseptif atau pun aktif-produktif. Melalui salah satu teknik pengajaran di atas yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diperdengarkan lewat rekaman berdasarkan isi teks/ lagu/ dialog, kita dapat menerapkan metode dongeng atau Story Telling sebagai alternative pembelajaran menyimak. 2.5.Story Telling Story Telling atau mendongeng adalah kebudayaan lama yang turun temurun dari nenek moyang kita. Dalam www.wikipedia.com mengemukakan bahwa “Storytelling is the ancient art of conveying events in words, images, and sounds often by improvisation or embellishment.” Bercerita sudah ada sejak manusia mempunyai bahasa. Isi dongeng bersifat khayal, tidak dianggap terjadi, diceritakan untuk hiburan dan berisi ajaran moral, adat, agama dan kadang-kadang berisi sindiran. Nola Kortner (1988) dalam Neni Rustina ; “Bercerita adalah bentuk seni kreatif yang menghibur dan telah menyebar tiap abadnya dan tiap budaya (Fisher,1985). Bercerita mempunyai banyak cabangnya dalam menjelaskan tentang kehidupan atau misteri dari dunia dan alam semesta (Tway,1985). Dalam hal tersebut, karakter dan latar dalam suatu cerita selalu
25
tentang kebudayaan dan terkadang tentang lintas budaya atau sejarah (Lasser,1979).”
2.5.1. Pengertian Dongeng Dalam www.wikipedia.fr, « le conte est un récit de faits ou d'aventures imaginaires. Pour les études littéraires, il fait donc partie des genres narratifs ». Dongeng adalah sebuah cerita imajinatif. Penulisannya termasuk dalam penulisan narasi. Cerita dongeng tidak benar-benar terjadi oleh yang menceritakan maupun pendengarnya. Diceritakan sebagai hiburan ataupun pengantar tidur, dongeng lebih merupakan suatu fantasi dari antalogi cerita para dewa dan peri baik hati. Sedangkan terjadinya dongeng tidak terikat waktu dan tempat. “Dongeng adalah cerita rakyat yang tertua” (Rahmanto & Heriyanto:1997 : 5). Pengertian dongeng yang lebih luas diungkapkan oleh Hooykaas (Rahmanto & Heriyanto:1997 : 5): “Dongeng adalah sebuah cerita singkat tentang suatu hal yang tidak pernah terjadi dan juga tidak mungkin terjadi menurut pendapat orang-orang dewasa. Dongeng-dongeng tersebut disampaikan secara lisan dan biasanya tanpa diketahui pengarangnya. Dongeng selalu mengandung nasihat-nasihat untuk para pendengarnya. Melalui dongeng yang indah-indah tersimpan suatu nasehat yang berhubungan dengan kehidupan manusia”. Ferre ( www.recitoire.org) menyatakan : “ Les contes ne sont pas seulement de petites histoire avec des fées ou des loups, et ils ne sont pas exclusivement réserver aux enfants. Modernes, traditionnels, merveilleux, réalistes ou initiatiques, les contes sont une porte ouverte sur le monde, sur les rêves, sur les dépaysements.”
26
Dongeng bukan hanya sekedar cerita sederhana dengan tokoh peri baik hati dan serigala jahat. Dongeng bisa bersifat tradisional ataupun modern,
serta menakjubkan
dengan
realita
kehidupan.
Dongeng
merupakan gerbang menuju dunia luar melalui mimpi dengan suasana baru. Menarik tidaknya sebuah dongeng tidak terlepas dari kelihaian penulis atau pencerita dalam menemukan tokoh yang tepat, latar cerita yang logis serta dapat diterima oleh akal. 2.5.2. Ciri-Ciri Dongeng Dongeng memiliki karakteristik yang spesifik dalam penulisannya. Dalam http://agora.qc.ca.mot.nsf/dossiers/contes : Les contes ont un style et une structure propre. Ils se caractérisent notamment par une formule introductive. Parmi les plus courantes, relevons «Il était une fois...», «Il était une fois un Roi et une Reine...», ou encore «Au temps où toutes les choses parlaient...». Ciri-ciri dongeng adalah sebagai berikut : 1. Dongeng merupakan suatu jenis cerita rakyat yang mengandung pesan moral. 2. Adanya pembagian/ keterangan waktu. Maksudnya adalah bahwa pada dongeng selalu diawali dengan keterangan waktu yang terjadi pada saat itu. Dalam www.cafe.umontreal.ca/genres/n-conte.html : “Les célèbres formules comme "Il était une fois" ou "En ce temps-là" qui ouvrent un
27
grand nombre de contes suggèrent d'entrée de jeu la distance qui sépare l'univers du conte et notre monde, la fiction et le réel “. Pada akhir cerita pun dongeng memiliki ciri yang khusus. Dalam http://agora.qc.ca.mot.nsf/dossiers/contes : La formule finale nous indique parfois ce qui s'est passé après que l'histoire principale se fut terminée: «Et s'ils ne sont pas déjà morts c'est qu'ils sont toujours en vie.», ou bien «Et à ce jour, le moulin à sel repose toujours au fond de l'océan et n'a jamais cessé de moudre, et c'est pour cette raison que la mer est salée. » Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Danandjaja (1984:84) bahwa dongeng biasanya mempunyai kalimat pembuka dan penutup yang bersifat klise, biasanya dibuka dengan kalimat “ Pada suatu waktu hiduplah seorang....” dan berakhir dengan kalimat penutup “......dan mereka hidup bahagia untuk selama-lamanya.” 3. Ciri dalam dongeng yang berkaitan dengan keterangan tempat. Dalam dongeng keberadaan tempat tidak selalu ditunjukan secara jelas, misalkan: nama daerah, kota atau negaranya. Dapat dikatakan bahwa dalam dongeng tidak terdapat letak geografis. Sebagai contoh dalam dongeng hanya disebutkan, “ Di sebuah desa hiduplah....”. Selain itu, dalam dongeng hanya disebutkan tempat tinggal dari para tokohnya saja, contoh: “di hutan belantara... “ dan “di desa terpencil...” 4. Ciri dalam dongeng mengenai para tokoh. Tokoh dan benda dalam dongeng selalu disebutkan secara tidak jelas, hanya disebutkan fungsi dan julukan dari sebuah nama. Contoh: ibu tiri, penyihir, gadis baik hati.
28
5. Ciri dalam dongeng mengenai adanya pertentangan/ perbedaan. Hal tersebut dapat dilihat dari watak/ karakter, keadaan ekonomi, kondisi tubuh dan hal lainnya dari para tokoh di dalamnya. Contoh: si tua, si kaya, si miskin, si cantik dan si buruk rupa. 6. Ciri dalam dongeng mengenai kecenderungan melebihi yang sudah dikodratkan, dengan kata lain penuh keajaiban. 7. Ciri lainnya adannya hewan yang bisa berbicara dengan manusia, adanya peri-peri dan adanya kurcaci-kurcaci yang selalu membantu tokoh dalam menyelesaikan masalah. Dalam www.wikipedia.fr, “La forme de conte la plus connue est celle du conte merveilleux. On y trouve des fées, des ogres, des sorcières, mais aussi des monstres comme les dragons, ou des animaux emblématiques comme le loup, le corbeau, etc.” 2.5.3. Jenis Dongeng Menurut Aarne Thompson (Encyclopedie Universalis), dongeng dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu: o dongeng binatang (fable); o dongeng biasa : dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka dan duka seseorang, misalkan: Cinderella; o dongeng lelucon atau anekdot : dongeng yang dapat menimbulkan rasa geli hati; o dongeng berumus atau dongeng berantai : strukturnya terdiri dari pengulangan.
29
Dalam penyebarannya, dongeng dibagi kedalam dua kategori ; melalui lisan dan tulisan. “On peut ainsi distinguer deux pratiques du genre littéraire du conte : orale et écrite. Le conte oral est très souvent appelé conte populaire par les ethnologues et historiens en raison de l'aspect traditionnel et communautaire qui a longtemps régi la création et la circulation des histoires, et de l'importance qu'il a revêtu dans l'émergence des nationalismes au XIXe siècle (référence à la notion de « peuple »). Le conte de tradition écrite et lettrée est quant à lui nommé conte littéraire quand il est opposé au conte populaire. Cela ne veut pas dire que le conte de tradition orale ne fasse pas partie de la littérature, mais il s'agit d'une simple désignation conventionnelle. “ (www.wikipwdia.fr)
Adapun sub bentuk dongeng berumus adalah sebagai berikut : a. Dongeng bertimbun banyak (cummulative tales); Dongeng bertimbun banyak (cummulative tale) disebut juga dongeng berantai: dongeng yang dibentuk dengan cara menambah keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan pada inti cerita. b. Dongeng untuk mempermainkan orang banyak (catch tales); Dongeng untuk mempermainkan orang banyak (catch tales) adalah cerita fiktif yang diceritakan khusus untuk memperdayai orang karena akan menyebabkan pendengarnya mengeluarkan pendapat yang bodoh. c. Dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tale ); Dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales) adalah dongeng yang jika diteruskan tidak akan sampai batas akhir.
30
Dongeng traditional tidak hanya didefinisikan sebagai kesenangan bermain semata atau harapan akan masa depan yang lebih baik. Lebih dari itu, dongeng merupakan hasil dari sebuah ingatan yang bersifat anonim dan merupakan milik bersama sebuah komunitas. Dongeng memiliki modalitas waktu yang berbeda-beda, seperti; a. waktu yang berkaitan dengan mistis (le temps mythique) C’était au temps où les bêtes parlaient.... b. waktu yang tidak terdefinisi (le temps indefini) Il était une fois... c. waktu yang berkaitan dengan sejarah En Auvergne, le passage de Mandrin.... d. waktu yang berhubungan dengan keluarga Le grand-père de mon grand-père.... e. waktu yang bersifat pribadi (le temps personnel) De mon temps, les filles étaient sages, les arbres portaient plus de fruits... 2.5.4. Manfaat Dongeng Dongeng banyak memberi manfaat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penggunaan carita sebagai media pembelajaran (Takdirotun Musfiroh, 2005:83), antara lain :
31
1. Perkembangan Moral Pada anak-anak moralitas mengandung komponen-komponen emosional, kognitif, dan behavioural. Penanaman moral melalui cerita sangat mungkin dilakukan terutama dalam metode tersebut sesuai dengan taraf perkembangan anak. 2. Perkembangan Kognisi Sangat penting bagi guru untuk mengukur tingkat kerja kognitif anak didiknya melalui kegiatan tanya jawab lisan setelah anak-anak menyimak cerita. Hal yang perlu ditanyakan menyangkut unsure cerita yang meliputi latar, karakter, plot, tema, sudut pandang, dan gaya pengungkapan/gagasan cerita. Jawaban anak memberikan gambaran mengenai kemampuan kognitifnya dalam mencerna cerita yang baru diberikan guru. Oleh karena itu mau tidak mau guru harus memberikan umpan balik terhadap anak. 3. Perkembangan Bahasa Cerita
untuk
perkembangan
bahasa
dirancang
untuk
mengembangkan potensi berkomunikasi dan perluasan kosa kata. Melalui cerita anak memperoleh contoh bagaimana semestinya berbicara, meminta tolong, berterima kasih dan membela diri. 4. Perkembangan Motorik Cerita
untuk
perkembangan
motorik
mengacu
pada
kegiatanberceruta yang melibatkan gerak anak pada saat dan sesudah bercerita. Pada saat bercerita guru atau orang tua dapat memanfaatkan
32
gerak anak untuk menimbulkan latar cerita. Bercerita untuk kegiatan motorik juga mengacu pada kegiatan bercerita yang berakhir dengan evaluasi bermain peran. 5. Perkembangan Sosio-Emosional Cerita untuk mengembangkan aspek sosio-emosional dibuat dan disajikan untuk mengembangkan kerja sama, tenggang rasa, kemampuan berkomunikasi, pengertian, kepedulian pada sesame, tata karma dan sopan santun. 6. Mengasah Imajinasi Iimajinasi anak dapat dimunculkan melalui pengenalan sesuatu yang baru sehingga otak anak akan produktif memproses informasi yang diterimanya. 7. Mengembangkan Kesadaran Beragama Mengembangkan aspek spiritual melalui cerita dapat dilakukan melalui cerita-cerita dengan tema keagamaan. Dengan menceritakan kehidupan para nabi dan sahabatnya, atau cerita yang direka sendiri dapat menumbuhkan kesadaran beragama. 8. Menumbuhkan Semangat Berprestasi Semangat berprestasi dapat ditumbuhkan melalui cerita-cerita kepahlawanan. Dalam hal ini imajinasi anak juga memiliki peran yang tidak kecil, sehingga anak dapat mengandaikan dirinya menjadi orang sukses, menjadi juara, menjadi pahlawan dan sebagainya.
33
9. Melatih Konsentrasi Anak Melalui aktivitas bercerita, anak terbiasa untuk mendengarkan, menyimak mimik dan gerak pencerita, atau memberi komentar disaat bercerita. Sebagai sarana melatih konsentrasi, hal ini juga harus diimbangi oleh kemampuan pencerita dalam menghidupkan cerita. Janine Despinette, pakar dan kritikus buku dari Prancis mengatakan, “Sejak dini anak perlu belajar mendengarkan cerita yang dibacakan orang tua atau guru mereka, sehingga mereka mampu menghargai nilai-nilai dalam cerita” (Elsya, TA:2006). Menurut Elsya,TA dalam surat kabar harian (dalam Neni R.), secara psikologis maupun intelektual, kontribusi dongeng dalam perkembangan otak kanan anak cukup besar, lantaran dapat mendongkrak kreativitas dan kemampuan-kemampuan solutif. 2.5.5. Story Telling Sebagai Metode Dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Bahasa sebagai media komunikasi akan lebih mudah dipelajari dengan metode yang menyenangkan. Salah satunya dengan mendongeng. Hal ini sempat dilakukan oleh Patrick Baffaun, ekspatriat asal Perancis yang bekerja di CCCL Surabaya, yang mengajak pelajar SD untuk belajar bahasa Prancis. Hasilnya, para pelajar itu sangat antusias untuk belajar bahasa Prancis.
34
Dongeng tidak hanya meningkatkan keterampilan berbahasa, tetapi juga menambah pengetahuan kebudayaan. “Pour l'enseignant, le conte constitue un support didactique d'une grande richesse, permettant le développement des compétences écrites, orales, mais aussi interculturelles des apprenants.” (www.francparler.org/parcours/contes.htm).
Dalam Aziz (2002 :37) :
Cerita dalam suatu bentuk sastra yang didengar, disampaikan oleh guru kepada para dalam hal ini siswa dan telinga merupakan media dalam menyimak cerita. Mendengarkan cerita lebih mudah dan lebih mengasikkan bagi siswa dari pada membacanya sendiri apalagi jika guru menyampaikannya dengan baik. Dongeng mempunyai daya tarik tersendiri ketika dijadikan sebagai metode pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Herman RN dalam www.suara_tinta.com:
“Bahwa dongeng atau mendongeng mempunyai suatu kelebihan tersendiri manakala ia dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran. Apalagi dalam kasus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang baru saja diterapkan pemerintah Indonesia sekarang.” Dalam www.storytellingineducation.htm , Pearce menjelaskan;
“In storytelling, the stimulus of words brings about the production of inner images, an extraordinarily creative play involving the entire brain. Each new story requires a whole new set of neural connections and reorganizations of visual activity within - a major challenge for the brain. . . . So neural potential goes unrealized and development is impaired - unless storytelling and play are provided on a regular basis.”
35
Dalam kata lain, dongeng dapat menstimulus otak untuk berimajinasi dan mengeksplorasi sebuah kata sehingga siswa akan merepresentasikan sendiri apa yang dia dengar kedalam sebuah objek sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Professor O’brien telah melakukan metode dongeng ini dalam pengajarannya di University of Melbourne, Australia, dia mengatakan, “Story Telling encapsulates a very broad field and one might argue that it should permeate the whole curriculum, because so much teaching - history, literature, the arts, and even the sciences – is done through the telling of stories.”
Metode dongeng seharusnya terdapat dalam setiap kurikulum karena
dapat
digunakan
dalam
setiap
pembelajaran
misalnya;
pembelajaran sejarah, sastra, seni bahkan pengetahuan ilmiah. Dongeng adalah cerita yang berkembang di masyarakat yang juga merupakan sebuah berita atau pesan tentang suatu hal, suatu kejadian dan kebenaran yang terkandung pesan moral di dalamnya. Adapun pesan moral tersebut merupakan suatu pembelajaran bahwa yangbaik mendapat imbalan sementara yang jahat akan mendapat hukuman di kemudian hari. Di dalam cerita dongeng terdapat campur tangan kekuatan dan campur tangan sosok yang melebihi kodrati kehidupan manusia. Penyebaran dongeng pada awalnya dalam bentuk lisan, kemudian menjadi bagian dari karya sastra tulis dimulai sejak terbitnya kumpulan dongeng berjudul Kinder-und Hausmärchen karya Grimm bersaudara (Jakob Grimm dan Wilhelm Grimm) pada tahun 1812.
36
Dongeng dapat dijadikan sebagai alat pengajaran seperti yang diungkapkan oleh Arif Rahmanto ( www.titikoma.com ), “Dongeng dapat kita jadikan “alat” dalam pencapaian tujuan. Jika kita seorang pendidik maka dongeng dapat kita gunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran, yaitu mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik.” Dalam http://newmedia.yeditepe.edu.tr/pdfs/isimd_06/24.pdf, “Despite all the modern innovations, the attraction of the art of storytelling has not really been lost, particularly, in the field of education where it still carries a major importance.This method, which has become a developed tool in imparting ideas and skills with the aid of the mass media, has become significant in all areas of studies.”
Walaupun inovasi dalam pengajaran sudah banyak berkembang, tetapi metode dongeng tidak pernah hilang karena metode dongeng masih memegang peranan penting dalam bidang pendidikan. Dengan motode dongeng, kita dapat meningkatkan empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara dan tentunya akan mendukung kemampuan menulis. Seperti
yang
diungkapkan
oleh
Tngöy
dkk.
dalam
http://newmedia.yeditepe.edu.tr/pdfs/isimd_06/24.pdf, “Storytelling has the unique capability of letting the students interact as listeners or as storytellers themselves. In both cases storytelling promotes increasing student skills in listening, reading and comprehension. Students participate in the oral presentations of the stories themselves.”
37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan dua variable yaitu variable terikat dan variable bebas. Variable terikat merupakan wujud kemampuan menyimak dan variable bebas berbentuk dongeng. 1. Menyimak merupakan suatu kegiatan memahami informasi
yang
disampaikan pembicara secara lisan. Kemampuan menyimak merupakan salah satu suatu kunci sukses dalam belajar bahasa. Dalam penelitian ini kegiatan menyimak difokuskan pada menyimak dongeng. 2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dongeng ialah cerita yang tidak benar-benar terjadi. Ia adalah cerita rekaan yang kebenarannya belum dapat dipastikan. Hampir sama dengan itu, James Dananjaja dalam Folklor Indonesia mengatakan bahwa dongeng termasuk jenis cerita pendek kolektif kesastraan lama. Dananjaja berpendapat kalau sebuah dongeng itu tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng hanya diceritakan untuk menghibur ( www.suara_tinta.htm ). Dongeng dalam penelitian ini berupa beberapa dongeng fabel karya Jean de la Fontaine yang kemudian dikumpulkan oleh Jean Rochefort ke dalam sebuah CD.
38
Terdapat tiga cerita dongeng dalam penelitian ini, yaitu : -
La Poule aux oeufs d’or
-
Le Corbeau et Le Renard
-
Le Lion et le Rat.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1
Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. ( Sugiyono, 2008 : 117 ). Sedangkan menurut pendapat Arikunto (1998:115), “Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.” Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karakteristik yang ada pada mahasiswa semester V Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis FPBS UPI tahun ajaran 2008/2009. 3.2.2
Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. ( Sugiyono, 2008 : 118 ). Pengertian sampel menurut Hadi (1998:194) adalah, ”Sebagai individu yang diselidiki dari keseluruhan individu penelitian. Supaya lebih objektif, istilah individu sebaiknya diganti istilah subjek dan objek”. Dalam penelitian ini sampel yang dimaksud adalah kemampuan menyimak mahasiswa semester V Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis FPBS UPI tahun ajaran 2008/2009 sebanyak 20 orang.
39
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto,1998:51). Setiap penelitian tentu menggunakan metode yang tepat untuk mencapai hasil yang maksimal. Metode penelitian adalah cara yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk melakukan penelitian sehingga tujuan penelitiannya tercapai, Hal ini sesuai dengan pendapat Jurakhman (1989 : 131) yaitu : “Metode penelitian adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu digunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajaran ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan.” Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode eksperimen. Surakhmad ( 1985 ) dalam Tintin ( 2004:166 ) menjelaskan bahwa metode eksperimen adalah “Penyelidikan terhadap kegiatan percobaan untuk melihat suatu hasil. Hasil yang akan menjelaskan bagaimanakan hubungan kausal antara variabel-variabel yang diselidiki.” Pengujian eksperimen dilakukan untuk menguji suatu hipotesis, apakah hipotesis akan diterima atau ditolak. Suharsimi (1990 : 272) “Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada objek selidik”.
40
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2004 : 44), yaitu : “Dalam penelitian eksperimen Situasi kelas sebagai tempat mengkondisi perlakuan tidak memungkinkan pengontrolan yang demikian ketat seperti dikehendaki dalam eksperimen sejati. Oleh karena itu perlu dicari atau dilakukan desain eksperimen dengan pengontrolan yang sesuai dengan kondisi yang ada (situasional). Desain tersebut adalah desain eksperimen semu (kuasi eksperimental).” Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen semu (quasi-experiment). Kuasi eksperimental adalah sebuah metode penelitian eksperimen yang pengontrolannya tidak bisa dilakukan secara ketat atau secara penuh sebab penelitian dilakukan di dalam kelas. Dalam pelaksanaannya, dilakukan pre test terlebih dahulu. Kemudian kelas diberi perlakuan dengan metode dongeng. Selanjutnya diberi post test untuk melihat hasil penelitian. Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut : O1
X
O2 (Arikunto, 1993 : 77)
Keterangan : O1 :
Pre test, dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum perlakuan.
X:
Perlakuan yang dilakukan kepada sampel penelitian berupa pengajaran bahasa Perancis dengan menggunakan metode dongeng.
O2 :
Post test, dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah perlakuan.
41
3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam suatu teknik penelitian terdapat beberapa cara pengumpulan data yang disebut dengan teknik pengumpulan data. Untuk mengumpulkan beberapa data yang akan digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknikteknik penelitian sebagai berikut : 3.4.1
Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilaksanakan untuk memperoleh data yang diperlukan
dengan cara mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan tujuan penelitian. Dalam hal ini pengkajian terhadap sumber-sumber yang ada hubungannya dengan penggunaan metode dongeng dalam pembelajaran menyimak bahasa Perancis. Prakteknya penulis membaca, menelaah dan atau mengutip berbagai buku yang berhubungan dengan permasalahan ini. 3.4.2
Tes Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah tes. Menurut
Sudjana (2001 : 100), “Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada individu secara tertulis, lisan ataupun perbuatan”. Disini, penulis melakukan pre tes dan post tes untuk mengetahui perbandingan penguasaan pembelajaran menyimak bahasa Perancis mahasiswa sebelum dan sesudah diterapkannya metode dongeng. Dalam pelaksanaanya, peneliti memberikan pre test dan post test kepada mahasiswa yang menjadi sample penelitian. Untuk menilai hasil dari tes tersebut, penulis menggunakan skala penilaian dari Nurgiantoro (1995 : 399), sebagai berikut :
42
Tabel 1 Standar Skala Penilaian Skala Penilaian
Penjelasan
8,5 – 10
Baik sekali
7,5 – 8,4
Baik
6,0 – 7,4
Cukup
4,0 – 5,9
Kurang
0 – 3,9
Kurang sekali
3.4.3
Angket Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan angket sebagai teknik
pengumpulan data lainnya. Pengertian angket menurut Hadi (1998 : 137), “Angket merupkan alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan pertanyaan secara tertulis yang dujawab dengan tertulis pula oleh responden”. Angket diambil setelah mahasiswa mendapatkan pre test hingga post test. Penulis memberikan sejumlah pertanyaan tertulis kepada siswa yang menjadi sample penelitian untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, data angket diambil secara langsung dari responden. Angket disebarkan kepada sampel yang diteliti. Angket ini berjumlah 20 pertanyaan yang terdiri dari 20 pertanyaan yang hanya memberikan kesempatan
43
kepada respondennya untuk memilih satu saja dari alternatif jawaban yang telah disediakan saja. Angket ini diberikan dengan tujuan untuk mengetahui pendapat mahasiswa tentang bahasa Prancis, minat mahasiswa terhadap keterampilan menyimak bahasa Prancis, kemampuan mahasiswa dalam menyimak bahasa Prancis, teknik yang dilakukan mahasiswa dalam menyimak, kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam menyimak bahasa Prancis, dan mengetahui efektivitas penggunaan metode dongeng pada keterampilan menyimak mahasiswa. Sebelum membuat angket, penulis membuat kisi-kisi angket dan mengembangkannya kedalam bentuk pertanyaan. Adapun spesifikasi pertanyaan angket adalah sebagai berikut : Tabel 2 Kisi-Kisi Angket
No 1 2 3 4 5 6 7
8 9
Aspek yang diamati Pendapat mahasiswa terhadap bahasa Prancis Minat mahasiswa terhadap keterampilan menyimak Minat mahasiswa terhadap mata kuliah Communication Orale Teknik yang digunakan dalam pembelajaran menyimak Pengetahuan mahasiswa terhadap dongeng dari Prancis Minat mahasiswa terhadap dongeng Kesulitan yang dialami mahasiswa dalam pembelajaran menyimak Pendapat mahasiswa terhadap pembelajaran menyimak sebelum menggunakan metode dongeng Pendapat mahasiswa terhadap
Jumlah Pertanyaan 2 2 2 2 2 2 2
1 2
44
10 11
pembelajaran menyimak setelah menggunakan metode dongeng Kesulitan yang dialami mahasiswa dalam pembelajaran menyimak setelah menggunakan metode dongeng Efektivitas penggunaan metode dongeng
2 1
3.5 Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus tertentu untuk menghitung hasil tes dan angket. Teknik pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut : 3.5.1
Tes Untuk mengolah data yang diperoleh dari hasil tes, dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut : 1. Mencari nilai rata-rata (mean) nilai pre test : X= ∑X n Keterangan :
X
: Nilai Rata-rata
∑ X : Jumlah total nilai pre test n
: Jumlah peserta pre test
2. Mencari nilai rata-rata (mean) nilai post test : Y= ∑Y N Keterangan :
Y
: Nilai Rata-rata
∑ Y : Jumlah total nilai post test n
: Jumlah peserta post test (Nurgiantoro, 1995 : 355)
45
3. Menghitung taraf signifikasi perbedaan dan mean dengan jalan menghitung nilai t (t-hitung), untuk menghitung efektivitas metode mendongeng dalam pembelajaran bahasa Perancis dengan rumusnya :
t
=
Md ∑ X² d N (N – 1)
Keterangan : d
:y–x
Md
: Mean dari perbedaan pre test dengan post test
Xd
: Deviasi kuadrat deviasi
∑ X²d
: Jumlah kuadrat deviasi
N
: Subjek pada sampel
db
: Derajat kebebasan (Ditentukan dengan N – 1) (Arikunto, 1998 : 263)
4. Mean deviasi pre test dan post test Md = ∑ d N 5. Deviasi subjek Xd = d – Md 6. Derajat kebebasan d.b = N – 1
46
7. Untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, maka dilakukan pengujian hipotesis yaitu hipotesis kerja (Hĸ) dan hipotesis nol (Hо), sebagai berikut : Hĸ : Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pre test dan post test Hо: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai pre test dan post test Dengan kriteria pengujian sebagai berikut : Hĸ diterima apabila t-hitung > t-tabel Hĸ ditolak apabils t-hitung < t-tabel 3.5.2
Angket Untuk mengolah data yang diperoleh dari hasil angket dengan cara
menghitung jumlah keseluruhan responden yang memilih jawaban yang tersedia, kemudian jumlah tersebut diubah ke dalam bentuk presentase dengan cara sebagai berikut ; f x 100 % n Keterangan : f n.
: Frekuensi alternatif jawaban : Jumlah siswa
100 % : Presentase Interpretasi penghitung presentase : Besar presentase
Interprestase
0%
Tidak ada
1% - 25%
Sebagian Kecil
26% - 49%
Hampir Setengahnya
47
50 %
Setengahnya
51 % - 75 %
Sebagian Besar
76 % - 99 %
Pada Umumnnya
100 %
Seluruhnya
(Supardi, 1979 : 20) 3.6 Validitas Menurut Arikunto (1998 : 103). “Validitas tes adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahiban suatu instrument.” Nurgiantoro, (1995 : 103): “Kesahihan tes terlihat bila alat tersebut mempunyai kesesuaian dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan. Untuk mengetahuinya, alat tes tersebut dapat dikonsultasikan dan dievaluasikan kepada orang yang ahli dalam bidang yang bersangkutan (expert judgement).” Berdasarkan pendapat tersebut, sebelum memberikan tes kepada mahasiswa, terlebih dahulu instrumen tes dikonsultasikan kepada dosen tenaga ahli penimbang Program Pendidikan Bahasa Perancis UPI. Kemudian, penulis meminta pertimbangan kepada dosen tenaga ahli penimbang untuk memberikan ”expert judgement”. 3.7 Reliabilitas Reliabilitas suatu instrumen dapat terlihat dari perbedaan hasil nilai pre test dan post test yang diberikan, instrumen tes tersebut dapat dipercaya apabila nilai rata-rata pre test lebih baik daripada nilai rata-rata post test. Meskipun hasil pada post test lebih baik, akan tetapi karena kenaikannya dialami oleh semua siswa maka tes yang digunakan memiliki reliabel yang tinggi.
48
3.8 Prosedur Penelitian 3.8.1
Tahap Persiapan Tahapan penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut : 1. Menetapkan pokok bahasan yang sesuai dengan kriteria metode yang diuji cobakan, kemudian menetapkan rencana waktu pembelajaran. 2. Menyusun instrumen penelitian, penulis memilih tiga dongeng yang terdapat dalam pokok bahasan untuk dijadikan sebagai instrument penelitian. 3. Mengadakan uji coba instrument yang akan digunakan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrument tersebut. 4. Mengadakan eksperimen, prates tidak menggunakan netode dongeng dalam proses menyimaknya, sedangkan pascates menggunakan metode dongeng. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : a. Mengadakan prates selama 45 menit b. Mengadakan pascates selama 45 menit 5. Mengolah data hasil penelitian dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif dan analitik (uji-t). 6. Membuat penafsiran dan menarik kesimpulan hasil penelitian berdasarkan pengujian hipotesis. Langkah awal post-test adalah dengan memperdengarkan dongeng melalui CD berbahasa Prancis. Dalam penelitian ini, terdapat tiga dongeng fabel karya Jean de la Fontain yang diperdengarkan kepada mahasiswa. Metode dongeng yang nantinya akan diberikan sebagai perlakuan akan diperdengarkan kepada
49
mahasiswa program pendidikan bahasa Perancis untuk disimak dengan seksama. Nilai hasil belajar mahasiswa dalam mengisi teks rumpang pada pre-test sebelum mengalami perlakuan akan menjadi nilai patokan dengan nilai hasil belajar mahasiswa program pendidikan bahasa Perancis pada mata kuliah Communication Orale V dalam menyimak setelah mengalami pemberian perlakuan atau dengan nilai post-test. 3.8.2
Tahap Pelaksanaan Sesuai dengan tujuan dilaksanakannya penelitian ini, maka pelaksanaan
penelitian dilakukan di lingkungan Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis FPBS UPI. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai 18 Desember 2008 sampai dengan 19 Desember 2008 di lingkungan kampus Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dengan melakukan metode penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini.
3.9 Teknik Pengolahan Data 3.9.1
Pengolahan Data Hasil Tes
1)
Persiapan Pengumpulan Data Data-data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data di dalam
penelitian ini selanjutnya akan diolah, dan kemudian data-data hasil olahan tersebut akan dianalisis dan digunakan sebagai sarana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam rumusan masalah. Pengolahan data bertujuan untuk mengubah data mentah yang didapat dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih spesifik, hal ini sesuai dengan pendapat dari Sudjana dan
50
Ibrahim (2004 : 128) yaitu, “Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut”. Adapun langkah-langkah yang dilakukan di dalam tahap pengolahan data ini antara lain : 1. Pemeriksaan data mentah yang didapat dari hasil pengukuran yang telah dilakukan melalui tes. 2. Tahap scoring atau pemberian skor terhadap data hasil pengukuran yang telah diperiksa. 3. Tahap pendistribusian data. 2)
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap pre-
test, tahap perlakuan, dan terakhir tahap post-test. Berikut adalah penjabarannya : 1. Pre-test Pre-test dilaksanakan sebanyak satu kali, yakni dengan membacakan teks
dongeng
dengan
tidak
memperhatikan
langkah-langkah
penggunaan metode dongeng. 2. Perlakuan Perlakuan dilaksanakan dengan menggunakan metode dongeng sebagai metode pembelajaran menyimak bahasa Perancis. Perlakuan dilaksanakan sebanyak satu kali.
51
3. Post-Test Post-test dilaksanakan sebanyak satu kali dengan tes dan materi yang sama seperti pada saat pre-test yakni bentuk teks dongeng rumpang dengan memperdengarkan dongeng melalui CD berbahasa Prancis.
52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menganalisis data penelitian telah diperoleh dengan cara memberikan tes dan angket pada mahasiswa semester V tahun akademik 2008/2009 jurusan Pendidikan Bahasa Prancis UPI. Data penelitian ini merupakan hasil proses belajar mengajar dengan menggunakan metode dongeng (Story Telling)
sebagai
alternatif
pembelajaran
Communication
Orale
untuk
meningkatkan kemampuan menyimak bahasa Prancis dengan jumlah responden sebanyak 20 orang. 4.1 Pelaksanaan Penelitian 4.1.1
Data Pre-test Pre-test dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2008. Pre-test ini terdiri
dari tiga teks dongeng yang dibacakan seperti membeca teks biasa. Dari tiga teks ini terdapat 50 kata yang dirumpangkan dan responden diminta untuk mengisi kata-kata yang hilang. Lima puluh kata yang dihilangkan meliputi kata kerja (le verbe), kata benda (le nom), kata sifat (l’adjectif), kata ganti (le pronom), kata keterangan (l’adverbe), kata depan / preposisi (la préposition), kata sambung (la conjonction) yang dipilih secara acak. Tahap ini dilakuakan untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa terhadap kata yang diucapkan pada waktu menyimak teks.
53
4.1.2
4.1.2 Pembelajaran Menyimak Bahasa Prancis dengan Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling) Pembelajan menyimak Bahasa Prancis dengan
menggunakan metode
dongeng (Story Telling) dilakukan setelah pelaksanaan pre-test. Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas metode dongeng (Story Telling) dalam meningkatkan kemampuan menyimak. Apakah terdapat perbedaan nilai yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Perlakuan diberikan pada tanggal 19 Desember 2008. Dalam pelaksanaannya responden diberi tiga judul dongeng yang akan diperdengarkan. Berikut ini adalah tahapan proses pembelajaran menyimak bahasa Prancis menggunakan mentode dongeng. 4.1.3
Skenario Pembelajaran Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses pembelajaran
berjalan dengan baik. a. Kegiatan Awal Penulis mengucapkan salam lalu memberikan apersepsi; mengulas sedikit tentang soal yang diberikan pada waktu pre-test. b. Kegiatan Inti 1.
Penulis memberikan tiga teks dongeng kepada responden yaitu; La Poule aux oeufs d’Or, Le Corbeau et le Renard dan Le Lion et Le Rat.
2.
Penulis meminta responden untuk membaca teks sekilas.
3.
Penulis meminta responden untuk mendengarkan dongeng melalui CD tanpa melihat teks.
54
4.
Penulis menyilahkan responden untuk mendengarkan dongeng sambil membaca teks agar responden dapat menyesuaikan kata-kata yang terdengar dengan tulisannya agar mengetahui pelafalannya dengan benar.
5.
Pada
akhir
pembelajaran
penulis
mengingatkan
responden
untuk
memperhatikan bentuk kata yang terdapat dalam kalimat. c. Kegiatan Akhir Penulis mendiskusikan kata-kata yang terdapat dalam teks mengenai makna dan sifat katanya juga memberikan responden kesempatan bertanya tentang materi yang telah diberikan. 4.1.4
Data Post-Test Post-test merupakan tahap akhir dari penelitian yang dilaksanakan pada
tanggal 19 Desember 2008. Post-test diberikan kepada responden setelah responden mendapatkan perlakuan, pada tahap ini penulis memberikan tiga teks dongeng yang sama seperti pre-test. Tiga dongeng pada post-test juga dibuat rumpang dengan menghilangkan lima puluh kata yang dipilih acak seperti pada pre-test. Tahap ini diberikan kepada responden untuk mengetahui efktivitas metode dongeng (Story Telling) sebagai alternative pembelajaran menyimak bahasa Prancis dan melihat perbedaan nilai yang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan terhadap responden dengan menggunakan metode dongeng (Story Telling).
55
4.2 Analisis Pre-Test dan Post-Test Penulis memperoleh data nilai pre-test dan post-test melalui hasil penelitian dengan populasi seluruh karakteristik yang ada pada mahasiswa semester V Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis FPBS UPI tahun ajaran 2008/2009 dengan jumlah sampel 20 orang mahasiswa. 4.2.1
Deskripsi Pre-Test Berdasarkan hasil eksperimen menggunakan metode dongeng (Story
Telling) dalam kemampuan menyimak bahasa Prancis terdapat perbedaan nilai responden. Nilai tersebut didapat dengan cara membandingkan nilai hasil pelaksanaan pre-test. Tabel di bawah mendeskripsikan score yang didapat oleh responden atau sampel. Responden yang mendapat score tiga puluh sembilan akan mendapatkan nilai tujuh koma delapan setelah dibagi lima, dan begitu seterusnya. Tabel 3 Distribusi Score Pre-Test Responden
Score
Nilai
A
39
7.8
B
34
6.8
C
32
6.4
D
36
7.2
E
30
6
F
40
8
G
30
6
H
36
7.2
I
32
6.4
J
40
8
56
K
33
6.6
L
37
7.4
M
32
6.4
N
33
6.6
O
35
7
P
30
6
Q
31
6.2
R
27
5.4
S
29
5.8
T
35
7
Total
671
Mencari score rata-rata (mean) nilai pre test : X= ∑X n X = 671 20 = 33,55
4.2.2
Deskripsi Post-Test Post-test adalah proses terakhir yang dilakukan setelah responden
mendapatkan perlakuan menggunakan metode dongeng (Story Telling) pada pengajaran bahasa Prancis untuk meningkatakan kemampuan menyimak mahasiswa.Terdapat perbedaan nilai antara pre-test dan post-test yang didapat dari memberikan soal teks rumpang yang harus diisi oleh responden dengan cara mendengarkan dongeng yang dibacakan melalui CD. Pada tabel di bawah akan
57
terlihat responden yang mendapat score empat puluh sembilan akan mendapat nilai sembilan koma delapan, dan begitu seterusnya.
Tabel 4 Distribusi Score Post-Test Responden
Score
Nilai
A
49
9.8
B
49
9.8
C
44
8.8
D
38
7.6
E
49
9.8
F
28
5.6
G
35
7
H
27
5.4
I
30
6
J
48
9.6
K
45
9
L
44
8.8
M
40
8
N
39
7.8
O
39
7.8
P
40
8
Q
37
7.4
R
36
72
S
38
7.6
T
48
9.2
Total
801
58
Mencari score rata-rata (mean) nilai post test : Y= ∑Y n Y = 801 20 = 40,05
4.3 Analisis Data Hasil Pre-Test dan Post-Test Setelah mendistribusikan hasil nilai pre-test dan post-test, terlihat perbedaan score antara pre-test dan post-test. Berikut ini adalah perhitungan nilai perbedaan pre-test dan post-test. Selisih dari score pre-test dan post-test akan menjadi ‘d’ pada tabel. ‘Xd’ didapat setelah membagi antara ‘d’ dengan jumlah responden (20). Untuk mencari ‘X2d’ kita kudratkan ‘Xd’. Tabel 5 Distribusi Perbedaan Score Pre-Test dan Post-Test N
Score Pre-Test
Score Post-Test
d
Xd
X2d
a b c d e f g h i j k l m n
39 34 32 36 30 40 30 36 32 40 33 37 32 33
49 49 44 38 49 28 35 27 30 48 45 44 40 39
10 15 12 2 19 -12 5 -9 -2 8 12 7 8 6
-3.5 -8.5 -5.5 4.5 -12.5 18.5 1.5 15.5 8.5 -1.5 -5.5 -0.5 -1.5 0.5
12.25 72.25 30.25 20.25 156.25 342.25 2.25 240.25 72.25 2.25 30.25 0.25 2.25 0.25
59
o p q r s t
Md
35 30 31 27 29 35 671
39 40 37 36 38 46 801
4 10 6 9 9 11 130
2.5 -3.5 0.5 -2.5 -2.5 -4.5 0
6.25 12.25 0.25 6.25 6.25 20.25 1035
= d N = 130 20 = 6,5
Mencari t-hitung : t
=
Md
∑ X² d N (N – 1) =
6,5
1035 20 (20 – 1) =
6,5
1035 380 =
6,5 2,72
60
=
6,5 1,64
= 3,96
4.4 Pembuktian Hipotesis Dari hasil perhitungan di atas untuk df = 19 pada taraf signifikansi 0,01 adalah 2,861 sedangkan nilai dari t-hitung adalah 3,96. Maka pembuktian hipotesis adalah : Hĸ diterima apabila t-hitung > t-tabel Hĸ ditolak apabila t-hitung < t-tabel t-hitung > t-tabel 3,96 > 2,861 Perhitungan di atas menyimpulkan perbedaan nilai yang signifikan dalam pembelajaran menyimak bahasa Prancis menggunakan metode dongeng (Story Telling) dengan pembuktian bahwa hipotesis kerja diterima karena nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel. Dengan kata lain, hasil eksperimen membuktikan bahwa metode dongeng (Story Telling) efektif digunakan dalam pembelajaran menyimak bahasa Prancis.
4.5 Contoh Tampilan Test Berikut adalah contoh hasil pre-test dan post-test dari yang terbaik menengah dan sedang. Jawaban yang betul ditandai dengan tinta biru dan yang salah ditandai dengan tinta merah.
61
4.5.1
Pre-Test Tiga dongeng berikut termasuk ke dalam hasil pre-test yang mendapat
score tinggi. La Poule aux oeufs d’or (L’avarice) perd tout en voulant tout gagner. Je ne (veux), pour le témoigner, Que (celui) dont la poule, a ce que dit la fable, Pondait tout (le jour) un oeuf d’or. Il cru que dans son corps (elle) avait un trésor: (il) la tua, l’ouvrit, et la trouva semblable A celles dont les oeufs ne (lui) rapportaient rien, S’étant lui-même ôté le plus (beau) de son bien. (Belle) leçon pour les gens chiches ! Pendant ces derniers temps, (combien) en a-t-on vus, Qui du soir au matin sont pauvres (devenu), (Pour) vouloir trop tôt être riches ! Dongeng pertama terdiri dari 5 kata ganti orang, 2 kata kerja, 2 kata sifat, 1 kata benda, 1 kata keterangan, dan 1 kata depan yang dihilangkan. Dari semua kata-kata itu, pada dongeng ini yang bersangkutan melakukan dua kesalahan yaitu pada kata benda dan kata kerja.
62
Le Corbeau et le Renard Maître (corbeau), sur un arbre perche, Tenait en (son) bec un fromage. Maître (renard) par l’odeur alléché, (lui) tint à peu près ce langage : “Hé! Bonjour, (monsieur) du Corbeau. Que (vous) étés joli ! Que vous me semblez beau ! Sans mentir, si (votre) ramage (se raport) à votre plumage, Vous êtes (le venie) des hôtes de ces bois “ A ces mots le corbeau ne se sent pas de (joie) ; Et pour montrer sa belle (voix), Il ouvre un large bec, laisse (tombe) sa proie. Le renard s’en saisit, et dit : ‘ Mon (bon) Monsieur, (apprenez) que tout flatteur Vit aux dépens de celui qui (l’écoute) : Cette leçon vaut bien un (fromage.), sans doute.’ Le corbeau, honteux et (confuse), Jura, (mes) un peu tard, qu’on ne l’y prendrait plus. Dalam dongeng di atas terdapat 5 kata benda, 7 kata ganti orang, 4 kata kerja, 1 kata sifat, dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Pada dongeng kedua ini, kesalahan terjadi pada kata benda, kata kerja, kata sifat dan kata sambung.
63
Le Lion et Le Rat Il faut, autant qu’on peut, obliger tout (le monde) (on) a souvent besoin d’un plus petit que soi. De cette vérité (deux) fables feront foi, Tant la (chose) en preuves abonde. (entre) les pattes d’un Lion Un Rat sortir de terre (assais) à l’étourdie. Le roi des (animaux), en cette occasion, Montra ce qu’il était et lui donna (la vie). Ce bienfait ne fut pas (perdu). Quelqu’un n’aurait-il (jamais) cru Qu’un (lion) d’un rat eut affaire ? Cependant il avint qu’au sortir des (fôret) Ce Lion fut pris (dans) des rets, (dans) ses rugissement ne purent défaire. Sire Rat accourut, et fit tant par ses (dents) Qu’(une) maille rongée emporta tout l’ouvrage Patient et longueur de (temps) Font plus que force (ni) que rage. Dongeng terakhir terdiri dari 8 kata benda, 2 kata ganti orang, 1 kata sifat, 1 soal kata kerja, 2 soal kata depan, 2 kata keterangan, 1 l’article, dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Pada dongeng ini responden melakukan kesalahan pada kata keterangan, kata benda, dan kata ganti orang.
64
Tiga dongeng berikut termasuk ke dalam hasil tes yang menengah. La Poule aux oeufs d’or (la Paris) perd tout en voulant tout gagner. Je ne (veux), pour le témoigner, Que (celui) dont la poule, a ce que dit la fable, Pondait tout (les jours) un oeuf d’or. Il cru que dans son corps (elle) avait un trésor: (il) la tua, l’ouvrit, et la trouva semblable A celles dont les oeufs ne (lui) rapportaient rien, S’étant lui-même ôté le plus (beau) de son bien. (belle) leçon pour les gens chiches ! Pendant ces derniers temps, (combien) en a-t-on vus, Qui du soir au matin sont pauvres (devenu), (pour) vouloir trop tôt être riches Dongeng ini terdiri dari 5 kata ganti orang, 2 kata kerja, 2 kata sifat, 1 kata benda, 1 kata keterangan, dan 1 kata depan yang dihilangkan. Pada hasil tes ini responden melakukan kesalahan pada salah satu kata ganti orang dan salah satu kata kerja. Le Corbeau et le Renard Maître (corbeau), sur un arbre perche, Tenait en (son) bec un fromage. Maître (regard) par l’odeur alléché, (lui) tint à peu près ce langage :
65
“Hé! Bonjour, (monsieur) du Corbeau. Que (vous) étés joli ! Que vous me semblez beau ! Sans mentir, si (votre) ramage (ça) à votre plumage, Vous êtes (que) des hôtes de ces bois “ A ces mots le corbeau ne se sent pas de (joix) ; Et pour montrer sa belle (froid), Il ouvre un large bec, laisse (tomber) sa proie. Le renard s’en saisit, et dit : ‘ Mon (bon) Monsieur, (apprenez) que tout flatteur Vit aux dépens de celui qui (recute) : Cette leçon vaut bien un (fromage), sans doute.’ Le corbeau, honteux et (confuse), Jura, (mais) un peu tard, qu’on ne l’y prendrait plus. Dalam dongeng di atas terdapat 5 kata benda, 7 kata ganti orang, 4 kata kerja, 1 kata sifat, dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Pada dongeng ini responden melakukan 3 kesalahan pada kata benda, 2 kesalahn pada kata kerja, 1 kesalahan pada kata ganti orang, dan 1 kesalahan pada kata sifat.
Le Lion et Le Rat Il faut, autant qu’on peut, obliger tout (le monde) (on) a souvent besoin d’un plus petit que soi. De cette vérité (de) fables feront foi,
66
Tant la (chosse) en preuves abonde. (entrer) les pattes d’un Lion Un Rat sortir de terre (---) a l’étourdie. Le roi des (animaux), en cette occasion, Montra ce qu’il était et lui donna (la vie). Ce bienfait ne fut pas (perdu). Quelqu’un n’aurait-il (jamais) cru Qu’un (lion) d’un rat eut affaire ? Cependant il avint qu’au sortir des (fôret) Ce Lion fut pris (---) des rets, (dont) ses rugissement ne purent défaire. Sire Rat accourut, et fit tant par ses (---) Qu’(une) maille rongée emporta tout l’ouvrage Patient et longueur de (temps) Font plus que force (---) que rage. Dongeng ini terdiri dari 8 kata benda, 2 kata ganti orang, 1 kata sifat, 1 kata kerja, 2 soal kata depan, 2 kata keterangan, 1 l’article, dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Dari 2 kata depan, responden melakukan kesalahan pada keduanya, kesalahan yang lain terdpat pada kata sifat, kata kerja, kata keterangan, kata benda dan kata sambung.
67
Hasil tes di bawah termasuk dalam hasil tes yang rendah. Yang bersangkutan masih banyak menemui kesulitan dalam mengidentifikasi kata. La Poule aux oeufs d’or (---) perd tout en voulant tout gagner Je ne (---) veux, pour le témoigner, Que (celui) dont la poule, a ce que dit la fable, Pondait tout (le jour) un oeuf d’or. Il cru que dans son corps (elle) avait un trésor: (Il) la tua, l’ouvrit, et la trouva semblable A celles dont les oeufs ne (---) rapportaient rien, S’étant lui-même ôté le plus (beau) de son bien (Belle) leçon pour les gens chiches ! Pendant ces derniers temps, (---) en a-t-on vus, Qui du soir au matin sont pauvres (---), (Pour) vouloir trop tôt être riches ! Dongeng pertama terdiri dari 5 kata ganti orang, 2 kata kerja, 2 kata sifat, 1 kata benda, 1 kata keterangan, dan 1 kata depan yang dihilangkan. Cukup banyak kata yng tidak diisi oleh responden. Kata-kata itu adalah kata ganti orang sebanyak 2 kata, kata benda, kata keterangan dan kata kerja sebanyak 2 kata. Le Corbeau et le Renard Maître (corbeau), sur un arbre perche, Tenait en (son) bec un fromage. Maître (---) par l’odeur alléché,
68
(Lui) tint à peu près ce langage : “Hé! bonjour, (Monsieur) du Corbeau. Que (vous) étés joli ! Que vous me semble beau ! Sans mentir, si (votre) ramage (---) à votre ramage, Vous êtes (---)des hôtes de ces bois “ A ces mots le corbeau ne se sent pas de (---) ; Et pour montrer sa belle (voix), Il ouvre un large bec, laisse (tombe) sa proie. Le renard s’en saisit, et dit : ‘ Mon (bon) Monsieur, (Apprener) que tout flatteur Vit aux dépens de celui qui (---) : Cette leçon vaut bien un (fromage), sans doute.’ Le corbeau, honteux et (confuse), Jura, (mes) un peu tard, qu’on ne l’y prendrait plus. Dalam dongeng di atas terdapat 5 kata benda, 7 kata ganti orang, 4 kata kerja, 1 kata sifat, dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Kesalahan terjadi pada 2 kata ganti orang, 4 kata kerja, 2 kata benda, kata sifat dan kata sambung.
Le Lion et Le Rat Il faut, autant qu’on peut, obliger tout (---) (On) a souvent besoin d’un plus petit que soi. De cette vérité (de) fables feront foi,
69
Tant la (---) en preuves abonde. (Entrer) les pattes d’un lion. Un Rat sortir de terre (---) a l’étourdie. Le roi des (animaux), en cette occasion, Montra ce qu’il était et lui donna (la vie). Ce bienfait ne fut pas (---). Quelqu’un n’aurait-il (jamais) cru Qu’un (lion) d’un rat eut affaire ? Cependant il avint qu’au sortir des (---) Ce Lion fut pris (dont) des rets, (---) ses rugissement ne purent défaire. Sire Rat accourut, et fit tant par ses (---) Qu’(une) maille rongée emporta tout l’ouvrage Patient et longueur de (temps) Font plus que force (---) que rage. Dongeng ini terdiri dari 7 kata benda, 2 kata ganti orang, 1 kata sifat, 2 kata kerja, 2 soal kata depan, 2 kata keterangan, 1 l’article, dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Kesalahan terjadi pada 4 kata benda, 2 kata depan, kata keterangan, kata sifat, kata kerja, kata sambung dan kata ganti orang. 4.5.2
Post-Test Hasil post-test di bawah termasuk ke dalam hasil tes yang tinggi score-
nya. Kesalahan yang ditemui cukup sedikit.
70
La Poule aux oeufs d’or L’avarice perd tout en voulant tout (gagner) Je ne veux, pour le (témoigner), Que celui dont (poule), a ce que dit la (fable), (pondait) tout les jours un oeuf d’or. Il cru que (---) son corps elle avait un (trésor): Il la tua, l’ouvrit, et la (trouva) semblable A celles dont (ôté) ne lui rapportaient rien, S’étant lui-même ôté le plus beau de son (bien) Belle leçon pour les gens (chiches) ! (pendant) ces derniers temps, combien en a-t-on vus, Qui du soir au (matin) sont pauvres devenus, Pour vouloir trop tôt être (riche) ! Dongeng ini terdiri dari 3 kata kerja, 2 kata sifat, 7 kata benda, dan 2 kata depan yang dihilangkan. Responden hanya melakukan tiga kesalahan yaitu pada kata benda, kata depan dan benda. Le Corbeau et le Renard Maître corbeau, (sur) un arbre perche, Tenait en son bec un (fromage). (maître) renard par l’odeur alléché, Lui tint à peu près ce (langage) : “Hé! (bonjour), Monsieur du Corbeau. Que vous étés joli ! Que vous me (semblez) beau !
71
Sans (mentir), si votre ramage Se rapporte à votre (plumage), Vous êtes le phénix des hôtes de ces (bois) “ A ces mots le (corbeau) ne se sent pas de joie ; Et pour (montrer) sa belle voix, Il ouvre un large (bec), laisse tomber sa proie. Le renard s’en (saisit), et dit : ‘ Mon bon Monsieur, Apprenez que tout (flatteur) Vit aux dépens de (celui) qui l’écoute : (cette) leçon vaut bien un fromage, sans (doute).’ Le corbeau, (honteux) et confus, Jura, mais un peu tard, qu’on ne l’y (prendrait) plus. Dongeng yang kedua terdiri dari 1 kata depan, 8 kata benda, 6 kata kerja, 2 kata ganti orang dan 2 kata sifat yang dihilangkan. Pada dongeng ini responden tidak melakukan kesalahan. Le Lion et Le Rat Il faut, (autant) qu’on peut, obliger tout le monde On a souvent besoin d’un plus (petit) que (soi). De cette (vérité) deux fables feront foi, Tant la chose en preuves (abonde). Entre les pattes d’un (lion). Un Rat (sortir) de terre assez a l’étourdie. Le roi des animaux, en cette (occasion),
72
(montra) ce qu’il était et lui donna la vie. Ce bienfait ne (fut) pas perdu. (quelqu’un) n’aurait-il jamais cru Qu’un lion d’un rat eut (affaire) ? (cependant) il avint qu’au sortir des forets Ce Lion fut (pris) dans des rets, Dont ses (rugissement) ne purent défaire. Sire Rat accourut, et fit tant par ses (dents) Qu’une maille (rongée) emporta tout l’ouvrage Patient et (longueur) de temps Font plus (que) force (ni) que rage. Pada dongeng ini terdapat 3 kata keterangan, 3 kata sifat, 3 kata ganti orang, 3 kata benda, 6 kata kerja dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Pada dongeng ini pun responden tidak melakukan kesalahan. Hasil post-test di bawah ini temasuk ke dalam score yang menengah. La Poule aux oeufs d’or L’avarice perd tout en voulant tout (gagner) Je ne veux, pour le (témoigner), Que celui dont ( la poule), a ce que dit la (fable), (pondait) tout les jours un oeuf d’or. Il cru que (dans) son corps elle avait un (trésor): Il la tua, l’ouvrit, et la (trouva) semblable A celles dont (---) ne lui rapportaient rien,
73
S’étant lui-même ôté le plus beau de son (---) Belle leçon pour les gens (chiches) ! (pendant) ces derniers temps, combien en a-t-on vus, Qui du soir au (matin) sont pauvres devenus, Pour vouloir trop tôt être (riches) ! Dongeng ini terdiri dari 3 kata kerja, 2 kata sifat, 7 kata benda, dan 2 kata depan yang dihilangkan. Responden hanya melaukan kesalahn pada 2 kata benda. Le Corbeau et le Renard Maître corbeau, (sur) un arbre perche, Tenait en son bec un (fromage). (---) renard par l’odeur alléché, Lui tint à peu près ce (langage) : “Hé! (bonjour), Monsieur du Corbeau. Que vous étés joli ! Que vous me (---) beau ! Sans (mentir), si votre ramage Se rapporte à votre (plumage), Vous êtes le phénix des hôtes de ces (bois) “ A ces mots le (corbeau) ne se sent pas de joie ; Et pour (---) sa belle voix, Il ouvre un large (bec), laisse tomber sa proie. Le renard s’en (---), et dit : ‘ Mon bon Monsieur, Apprenez que tout (flatteur) Vit aux dépens de (celui) qui l’écoute :
74
(cette) leçon vaut bien un fromage, sans (doute).’ Le corbeau, (honteux) et confus, Jura, mais un peu tard, qu’on ne l’y (prendrait) plus. Dongeng yang kedua terdiri dari 1 kata depan, 8 kata benda, 6 kata kerja, 2 kata ganti orang dan 2 kata sifat yang dihilangkan. Pada dongeng ini responden melakukan kesalahan pada satu kata benda dan tiga kata kerja. Le Lion et Le Rat Il faut, (autant) qu’on peut, obliger tout le monde On a souvent besoin d’un plus (petit) que (soi). De cette (vérité) deux fables feront foi, Tant la chose en preuves (---). Entre les pattes d’un (lion). Un Rat (sortir) de terre assez a l’étourdie. Le roi des animaux, en cette (occasion), (---) ce qu’il était et lui donna la vie. Ce bienfait ne (---) pas perdu. (quelqu’un) n’aurait-il jamais cru Qu’un lion d’un rat eut (affaires) ? (cependant) il avint qu’au sortir des forets Ce Lion fut (pris) dans des rets, Dont ses (---) ne purent défaire. Sire Rat accourut, et fit tant par ses (dents) Qu’une maille (rongée) emporta tout l’ouvrage
75
Patient et (longueur) de temps Font plus (que) force (ni) que rage. Pada dongeng ini terdapat 3 kata keterangan, 3 kata sifat, 3 kata ganti orang, 3 kata benda, 6 kata kerja dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Dari 6 kata kerja responden melakukan 3 kesalahan, kesalahan yang lainnya terjadi pada kata keterangan. Contoh hasil tes di bawah ini termasuk dalam hasil tes yang rendah. La Poule aux oeufs d’or L’avarice perd tout en voulant tout (gagne). Je ne veux, pour le (---), Que celui dont (poule), a ce que dit la (---), (---) tout le jour un oeuf d’or. Il cru que (---) son corps elle avait un (trésor): Il la tua, l’ouvrit, et la (---) semblable A celles dont (---) ne lui rapportaient rien, S’étant lui-même ôté le plus beau de son (bien). Belle leçon pour les gens (---) ! (---) ces derniers temps, combien en a-t-on vus, Qui du soir au (matin) sont pauvres devenus, Pour vouloir trop tôt être (riches) ! Dongeng ini terdiri dari 3 kata kerja, 2 kata sifat, 7 kata benda, dan 2 kata depan yang dihilangkan. Kesalahan terjadi pada 3 kata kerja, 4 kata benda, 2 kata depan dan 1 kata keterangan.
76
Le Corbeau et le Renard Maître corbeau, (sur) un arbre perche, Tenait en son bec un (fromage). (Maître) renard par l’odeur alléché, Lui tint à peu près ce (---) : “Hé! (Bonjour), monsieur du Corbeau. Que vous étés joli ! Que vous me (---) beau ! Sans (---), si votre ramage Se rapporte à votre (---), Vous êtes le phénix des hôtes de ces (bois) “ A ces mots le (corbeau) ne se sent pas de joie ; Et pour (montrer) sa belle voix, Il ouvre un large (bec), laisse tomber sa proie. Le renard s’en (saisit), et dit : ‘ Mon bon Monsieur, Apprenez que tout (---) Vit aux dépens de (celui) qui l’écoute : (Cette) leçon vaut bien un fromage, sans (---).’ Le corbeau, (---) et confus, Jura, mais un peu tard, qu’on ne l’y (prendrait) plus. Dongeng yang kedua terdiri dari 1 kata depan, 8 kata benda, 5 kata kerja, 2 kata ganti orang dan 2 kata sifat yang dihilangkan. Kesalahan terjadi pada 2 kata benda, 3 kata kerja dan 2 kata keterangan.
77
Le Lion et Le Rat Il faut, (autant) qu’on peut, obliger tout le monde On a souvent besoin d’un plus (petite) que (soi). De cette (---) deux fables feront foi, Tant la chose en preuves (---). Entre les pattes d’un (lion). Un Rat (sorti) de terre assez a l’étourdie. Le roi des animaux, en cette (occasion), (---) ce qu’il était et lui donna la vie. Ce bienfait ne (---) pas perdu. (---) n’aurait-il jamais cru Qu’un lion d’un rat eut (---) ? (cependant) il avint qu’au sortir des forets Ce Lion fut (pris) dans des rets, Dont ses (---) ne purent défaire. Sire Rat accourut, et fit tant par ses (dents) Qu’une maille (rongée) emporta tout l’ouvrage Patient et (---) de temps Font plus (que) force (ni) que rage. Pada dongeng ini terdapat 3 kata keterangan, 3 kata sifat, 3 kata ganti orang, 3 kata benda, 6 kata kerja dan 1 kata sambung yang dihilangkan. Responden melakukan 3 kesalahan pada kata sifat, 4 kata kerja, 1 kata benda, 1 kata ganti orang, dan 1 kata keterangan.
78
4.6 Analisis Data Angket Selain menggunakn tes, penelitian ini juga memakai angket sebagai salah satu instrumennya. Tujuannya untuk mengetahui pendapat mahasiswa tentang minat terhadap bahasa Prancis, pembelajaran bahasa Prancis, ketertarikan terhadap mata kuliah Communication Orale, ketertarikan tentang kemampuan menyimak, kesulitan yang dihadapi dalam kemampuan menyimak, minat tentang dongeng, dan mengetahui efektifitas penggunaan metode dongeng (Story Telling) dalam meningkatkan kemampuan menyimak.
4.6.1
Pendapat Mahasiswa Terhadap Bahasa Prancis Menurut pendapat responden, 12 orang setuju bahwa bahasa Prancis itu
menarik (60%). Lima orang (25%) mengatakan sangat menarik dan hanya tiga orang (15%) yang mengatakan bahasa Prancis itu cukup menarik. Tabel 6 Bahasa prancis menarik No 1
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
3 12 5 20
15 60 25 100
Sepuluh orang (50%) setuju untuk menyukai bahasa Prancis, sedangkan 6 orang (30%) sangat setuju bila dikatakan menyukai bahasa Prancis dan hanya 4 orang saja (20%) yang cukup setuju untuk menyukai bahasa Prancis.
79
Tabel 7 Bahasa prancis adalah bahasa yang disukai No 2
4.6.2
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
4 10 5 20
20 50 25 100
Minat Mahasiswa Terhadap Keterampilan Menyimak Pada tabel di bawah ini, dapat kita simpulkan bahwa tujuh orang (35%)
cukup setuju untuk menjadikan keterampilan menyimak sebagai prioritasnya, 6 orang (30%) kurang setuju , 4 orang (20%) megatakan setuju dan 3 orang (15%) yang mengatakan sangat setuju menjadikan keterampilan menyimak sebagai prioritasnya. Tabel 8 Dalam pembelajaran bahasa, keterampilan menyimak merupakan suatu prioritas No 3
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
6 7 4 3 20
30 35 20 15 100
Berdasarkan tabel di bawah, penulis dapat menyimpulkan bahwa sebanyak 7 orang (35%) setuju bahwa cara ini menarik, 6 orang (30%) cukup setuju, 4 orang (20%) sangat setuju dan 3 orang (15%) kurang setuju.
80
Tabel 9 Bahasa prancis menarik untuk didengarkan melalui lagu, film atau media lainnya No 4
4.6.3
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
3 6 7 4 20
15 30 35 20 100
Minat Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Communication Orale Tabel di bawah menyimpulkan bahwa 7 orang (35%) setuju bahwa bahasa
lisan itu menarik. Tujuh orang (35%) lainnya mengatakan cukup setuju, 3 orang (15%) mengatakan sangat setuju, 2 orang (10%) mengatakan kurang setuju dan hanya 1 orang (5%) yang mengatakan tidak setuju bahwa bahasa lisan itu menarik. Tabel 10 Bahasa lisan sangat menarik No 5
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 1 2 7 7 3 20
% 5 10 35 35 15 100
Delapan orang (40%) cukup setuju mengatakan menyukai mata kuliah Communication Orale, 7 orang (35%) setuju, 3 orang (15%) sangat setuju dan 3 orang (15%) lainnya mengatakan kurang setuju.
81
Tabel 11 Mata kuliah communication orale menarik No 6
4.6.4
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
3 8 7 3 20
15 40 35 15 100
Teknik Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menyimak Dalam suatu pembelajaran, terdapat beberapa teknik yang dapat dipakai
untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Begitu pula dalam pembelajaran menyimak. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam suatu proses pengajaran. Tujuh orang (35%) cukup setuju untuk mengatakan bahwa wacana adalah teknik pembelajaran menyimak yang menarik, 5 orang (25%) mengatakan setuju, lima orang (25%) lainnya mengatakan kurang setuju, 2 orang (10%) mengatakan tidak setuju dan 1 orang (5%) mengatakan sangat setuju. Tabel 12 Penggunaan wacana adalah teknik pembelajaran menyimak yang menyenangakan No 7
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 2 5 7 5 1 20
% 10 25 35 25 5 100
82
Tabel di bawah menggambarkan bahwa 10 orang (50%) mengatakan cukup setuju telah puas dengan teknik pembelajaran yang diterima selama ini, 8 orang (40%) mengatakan kurang setuju dan 2 orang (10%) mengatakan setuju. Tabel 13 Teknik pembelajaran menyimak saat ini sudah memuaskan No 8
4.6.5
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
8 10 2
60 50 10
20
100
Pengetahuan Mahasiswa Terhadap Dongeng Dari Prancis Berdasarkan tabel di bawah, penulis menyimpulkan bahwa delapan orang
(40%) kurang setuju dongeng dari Prancis itu menarik, 7 orang (35%) cukup setuju, 3 orang (15%) tidak setuju dan 2 orang (10%) setuju. Tabel 14 Dongeng dari Prancis sangat menarik No 9
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 3 8 7 2
% 15 60 35 10
20
100
Tabel di bawah menunjukan bahwa 12 orang (60%) kurang setuju bila dikatakan dongeng fabel dari Prancis itu menarik, 5 orang (25%) cukup setuju dan 3 orang lainnya (15%) tidak setuju.
83
Tabel 15 Dongeng fabel dari Prancis menarik untuk disimak No 10
4.6.6
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 3 12 5
% 15 60 25
20
100
Minat Mahasiswa Terhadap Dongeng Delapan orang (40%) megatakan cukup setuju bahwa dongeng itu
menarik, 4 orang (20%) mengatakan setuju, 3 orang (15%) kurang setuju, 3 orang (15%) lainnya tidak setuju dan 2 orang (10%) mengatakan sangat setuju. Tabel 16 Dongeng menarik perhatian setiap orang No 11
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 3 3 8 4 2 20
% 15 15 40 20 10 100
Tujuh orang (35%) cukup mengetahui banyak dongeng dari banyak negara, sedangkan 4 orang (20%) setuju, 4 orang (20%) lainnya kurang setuju, 3 orang (15%) tidak mengetahui banyak dongeng dari banyak negara, dan 2 orang (10%) terakhir mengatakan sangat setuju.
84
Tabel 17 Dongeng adalah cerita yang menyenangkan No 12
4.6.7
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 3 2 7 4 2 20
% 15 10 35 20 10 100
Kesulitan Yang Dialami Mahasiswa Dalam Pembelajaran Menyimak Dalam pembelajaran menyimak, 9 orang (45%) mengatakan cukup banyak
menemui kesulitan, 4 orang (20%) mengatakan setuju, 4 orang (20%) lainnya megatakan sangat setuju dan 3 orang (15%) lainnya mengatakan kurang setuju. Tabel 18 Pembelajaran menyimak adalah pembelajaran yang sulit No 13
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
3 9 4 4 20
15 45 20 20 100
Dari tabel di bawah, penulis dapat menyimpulkan bahwa 12 orang (60%) cukup setuju mengatakan kesulitan itu berhubungan dengan metode pembelajaran, 4 orang (20%) setuju, 2 orang (10%) sangat setuju dan 2 orang (10%) mengatakan tidak setuju.
85
Tabel 19 Metode pembelajaran adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kesulitan dalam pembelajaran No 14
4.6.8
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
3 12 4 2 20
15 60 20 10 100
Pendapat Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Menyimak Sebelum Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling) Delapan orang (40%) cukup setuju bila dikatakan wacana adalah cara
yang tepat dalam pembelajaran menyimak, 6 orang (30%) setuju, 5 orang (25%) kurang setuju dan 1 orang (5%) lainnya mengatakan sangat setuju. Tabel 20 Sebuah wacana adalah cara yang tepat dalam pengajaran menyimak No 15
4.6.9
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
5 8 6 1 20
25 40 30 5 100
Pendapat Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Menyimak Setelah Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling) Sebagian besar mahasiswa (40%)cukup setuju mengatakan mengalami
kemajuan dalam memahami kata-kata dalam bahasa Prancis setelah menggunakan
86
metode dongeng (Story Telling), 5 orang (25%) setuju, 4 orang (20%) kurang setuju, 2 orang (10%) sangat se tuju dan hanya 1 orang (5%) yang mengatakan tidak setuju. Tabel 21 Setelah menggunakan metode dongeng terdapat kemajuan dalam memahami kata-kata berbahasa prancis No 16
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 1 4 8 5 2 20
% 5 20 40 25 10 100
Setelah diberikan perlakuan, 8 orang (40%) setuju mengatakan bahwa metode dongeng (Story Telling) itu menyenagkan. Delapan lainnya mengatakan cukup setuju, 2 orang (10%) sangat setuju dan 2 orang lainnya mengatakan kurang setuju. Tabel 22 Metode dongeng adalah metode yang menyenangkan No 17
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
2 8 8 2 20
10 40 40 10 100
87
4.6.10 Kesulitan Yang Dialami Mahasiswa Dalam Pembelajaran Menyimak Setelah Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling) Setengah dari responden (50%) cukup setuju bila dikatakan mengalami kemudahan dalam memahami kata-kata dalam bahasa Prancis melalui metode dongeng (Story Telling), 5 orang (25%) mengatakan setuju, 2 orang (10%) mengatakan sangat setuju, 2 orang (10%) lainnya kurang setuju dan 1 orang (5%) yang mengatakan tidak setuju. Tabel 23 Setelah menggunakan metode dongeng kesulitan dalam memahami katakata dalam bahasa prancis berkurang No 18
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F 1 2 10 5 2 20
% 5 10 50 25 10 100
Tujuh orang (35%) mengatakan masih cukup sulit mengidentifikasi katakata setelah menggunakan metode dongeng (Story Telling). Enam orang (30%) mengatakan setuju, 5 orang (25%) mengatakan kurang setuju dan 2 orang (10%) mengatakan sangat setuju.
88
Tabel 24 Setelah menggunakan metode dongeng kata-kata yang terdengar masih sulit teridentifikasi No 19
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
5 7 6 2 20
25 35 30 10 100
4.6.11 Efektivitas Penggunaan Metode Dongeng (Story Telling) Sebagian besar responden (40%) mengatakan setuju metode dongeng (Story Telling) efektif dijadikan metode alternatif pembelajaran menyimak. Enam orang (30%) mengatakan cukup setuju dan 6 orang lainnya mengatakan sangat setuju. Tabel 25 Metode dongeng efektif untuk pemebelajaran menyimak sebagai alternatif metode pembelajaran menyimak No 20
Alternatif Jawaban Tidak Setuju Kurang Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
F
%
6 8 6 20
30 40 10 100
Dari hasil analisis data di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa metode dongeng (Story Telling) efektif digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menyimak bahasa Prancis.
89
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini penulis akan menyimpulkan hasil penelitian dan memberikan masukan/ saran sebagai bahan petimbangan dalam perencanaan pembelajaran dengan menggunakan metode dongeng (Story Telling) sebagai alternatif pembelajaran menyimak bahasa Prancis.
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, penulis menyimpulkan : 1. Metode dongeng dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran menyimak. Hal ini didasari oleh hasil t-hitung yang didapat lebih besar dari t-tabel. Derajat kebebasan 19 pada taraf signifikansi 0,01 yaitu 2,86. Sedangkan hasil t-hitung yang didapat adalah 3,96. Setelah diberikan post-test, mahasiswa diminta untuk mengisi angket. Dari hasil pengolahan angket didapat 40% mahasiswa mengatakan setuju metode dongeng (Story Telling) efektif dijadikan metode alternatif pembelajaran menyimak. Enam orang (30%) mengatakan cukup setuju dan 6 orang lainnya mengatakan sangat setuju.
90
2. Metode dongeng (Story Telling) efektif digunakan dalam pembelajaran menyimak untuk meningkatkan keterampilan menyimak. Terdapat perbedaan nilai yang signifikan setelah metode dongeng (Story Telling) diberikan kepada mahasiswa. Sebelum menggunakan metode dongeng (Story Telling) score rata-rata mahasiswa dari hasil pre-test adalah 33,55 sedangkan score rata-rata post-test mereka adalah 40,05. Berarti, terdapat perbedaaan yang signifikan terhadap score rata-rata pre-test dan post-test yaitu sebesar 6,5. 5.2 Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, penulis merekomendasikan : 1. Bagi Pengajar Mata Kuliah Communication Orale Pengajar diharapkan dapat menggunakan metode dongeng (Story Telling) sebagai metode alternatif pembelajaran menyimak untuk mendapatkan suasana
pembelajaran
yang
baru
dan
membantu
mahasiswa
mengidentifikasi kata-kata dalam bahasa Prancis dengan cara yang menyenangkan. 2. Bagi Mahasiswa Keterampilan menyimak tidak kalah penting dari keterampilan bahasa yang lain. Oleh karena itu, diharapkan para mahasiswa sering melatih kemampuan menyimaknya.
91
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.4 Anggapan Dasar ........................................................................................ 5 1.5 Hipotesis ..................................................................................................... 5 1.6 Metode Penelitian ...................................................................................... 6 1.7 Populasi dan Sampel ................................................................................. 6 1.7.1 Populasi Penelitian .......................................................................... 6 1.7.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 6 BAB II LANDASAN TEORETIK ....................................................................... 7 2.1. Pengertian Menyimak ............................................................................... 7 2.1.1. Tahap-Tahap Menyimak ................................................................. 8 2.1.2. Ragam Menyimak ........................................................................... 9 2.1.3. Tujuan Menyimak ......................................................................... 12 2.1.4. Proses Menyimak .......................................................................... 13 2.2. Pembelajaran Menyimak ....................................................................... 14 2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Menyimak ...... 14 2.2.2. Teknik Pembelajaran Menyimak .................................................. 18 2.2.3. Peranan Menyimak dalam Proses Belajar Mengajar .................... 19 2.3. Kemampuan Menyimak ......................................................................... 20 2.4. Metode Pembelajaran ............................................................................. 22 2.5. Story Telling ............................................................................................. 25 2.5.1. Pengertian Dongeng ...................................................................... 26 2.5.2. Ciri-Ciri Dongeng ......................................................................... 27 2.5.3. Jenis Dongeng ............................................................................... 29 2.5.4. Manfaat Dongeng .......................................................................... 31 2.5.5. Story Telling Sebagai Metode Dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak ..................................................................................................... 34 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 38 3.1 Definisi Operasional ................................................................................ 38 3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................... 39 3.2.1 Populasi ......................................................................................... 39 3.2.2 Sampel ........................................................................................... 39 3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 40 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 42 3.4.1 Studi Kepustakaan ......................................................................... 42 3.4.2 Tes ................................................................................................. 42 3.4.3 Angket ........................................................................................... 43 3.5 Teknik Pengolahan Data ........................................................................ 45 3.5.1 Tes ................................................................................................. 45 3.5.2 Angket ........................................................................................... 47 3.6 Validitas ................................................................................................... 48 3.7 Reliabilitas ............................................................................................... 48 3.8 Prosedur Penelitian ................................................................................. 49
92
3.8.1 Tahap Persiapan ............................................................................ 49 3.8.2 Tahap Pelaksanaan ........................................................................ 50 3.9 Teknik Pengolahan Data ........................................................................ 50 3.9.1 Pengolahan Data Hasil Tes ........................................................... 50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 53 4.1 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 53 4.1.1 Data Pre-test .................................................................................. 53 4.1.2 4.1.2 Pembelajaran Menyimak Bahasa Prancis dengan Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling)........................................... 54 4.1.3 Skenario Pembelajaran .................................................................. 54 4.1.4 Data Post-Test ............................................................................... 55 4.2 Analisis Pre-Test dan Post-Test ............................................................. 56 4.2.1 Deskripsi Pre-Test ......................................................................... 56 4.2.2 Deskripsi Post-Test ....................................................................... 57 4.3 Analisis Data Hasil Pre-Test dan Post-Test ........................................... 59 4.4 Pembuktian Hipotesis ............................................................................. 61 4.5 Contoh Tampilan Test ............................................................................ 61 4.5.1 Pre-Test ......................................................................................... 62 4.5.2 Post-Test........................................................................................ 70 4.6 Analisis Data Angket .............................................................................. 79 4.6.1 Pendapat Mahasiswa Terhadap Bahasa Prancis ............................ 79 4.6.2 Minat Mahasiswa Terhadap Keterampilan Menyimak ................. 80 4.6.3 Minat Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Communication Orale 81 4.6.4 Teknik Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menyimak .......... 82 4.6.5 Pengetahuan Mahasiswa Terhadap Dongeng Dari Prancis ........... 83 4.6.6 Minat Mahasiswa Terhadap Dongeng .......................................... 84 4.6.7 Kesulitan Yang Dialami Mahasiswa Dalam Pembelajaran Menyimak ..................................................................................................... 85 4.6.8 Pendapat Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Menyimak Sebelum Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling)........................................... 86 4.6.9 Pendapat Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Menyimak Setelah Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling)........................................... 86 4.6.10 Kesulitan Yang Dialami Mahasiswa Dalam Pembelajaran Menyimak Setelah Menggunakan Metode Dongeng (Story Telling) ........... 88 4.6.11 Efektivitas Penggunaan Metode Dongeng (Story Telling) ........... 89 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................. 90 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 90 5.2 Rekomendasi............................................................................................ 91
93