BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat interaksi manusia. Bahasa disebut sebagai sistem lambang- lambang vokal yang arbitrer yang disampaikan oleh seorang penutur akan membentuk suatu informasi yang diterima oleh pendengar (lawan tutur). Informasi yang diberikan penutur kepada lawan tutur inilah yang kemudian disebut dengan proses komunikasi. Chaer (1995:22) mendefinisikan komunikasi sebagai proses pertukaran informasi antar individual melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum. Komunikasi merupakan salah satu aspek fungsi bahasa, namun seiring dengan perkembangan zaman bahasa sebagai sarana komunikasi mengalami pergeseran fungsi dalam kehidupan manusia. Tidak hanya berfungsi sebagai media penyebaran informasi, tetapi juga berfungsi sebagai media pendidikan, kritik sosial, dan hiburan. Hiburan yang berupa humor merupakan salah satu contoh ragam bahasa yang dapat menduduki fungsi-fungsi tersebut (Mulyani 2000:1). Humor dalam kehidupan suatu masyarakat memiliki peranan sebagai sarana hiburan. Dengan demikian keberadaannya dapat mengurangi kejenuhan. Suprana via Mulyani (2000:1) mengatakan bahwa tanpa humor kehidupan ini akan terasa kering karena kehadiran humor bagi manusia merupakan suatu anugerah yang penuh dengan makna yang serius. Selain hal tersebut, humor mempunyai manfaat, seperti yang diungkapkan Ancok via Mulyani (2000:1)
1
bahwa dengan mendengarkan humor atau menyaksikan humor segala macam beban, frustasi, dan keluh kesah dapat terkurangi. Akibat lebih lanjut manusia akan memperoleh kejernihan pandangan, sehingga yang bersangkutan dapat membedakan sesuatu itu benar atau salah. Hal tersebut bisa terjadi karena humor dapat menyalurkan ketegangan batin yang menyangkut ketimpangan norma masyarakat dan ketegangan itu dapat dikendurkan melalui tawa (Wijana, 1996:5). Hal itu, senada dengan pendapat Suprana via Mulyani (2000:1) yang menyebutkan bahwa humor senantiasa siap menjadi pendukung perjuangan insan untuk bertahan dalam menempuh perjungan hidup yang penuh kemelut. Humor dapat berupa humor yang berwacana tulis dan wacana lisan. Humor yang berupa wacana tulis dapat dijumpai dalam media cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid, dan lain sebagainya, sedangkan humor yang berupa wacana lisan dapat dijumpai dalam percakapan sehari- hari, iklan- iklan, dan berbagai tayangan komedi yang diputar oleh media elektronik, seperti radio dan televisi. Dalam penelitian ini penulis mengkaji humor berwacana tulis yang ada di media cetak yaitu majalah Panjӗbar Sӗmangat. Majalah Panjӗbar Sӗmangat berdiri pada 2 September 1933, didirikan oleh Dr. Soetomo tokoh pendiri Budi Oetomo (Ras, 1985:19). Majalah ini termasuk majalah berbahasa Jawa tertua di Indonesia yang masih diterbitkan sampai sekarang. Di tengah persaingan yang semakin ketat dan semakin banyaknya media massa yang ada saat ini, majalah Panjӗbar Sӗmangat mempunyai cara untuk menarik atau paling tidak mempertahankan jumlah pembaca dan pelanggannya. Penciptaan rubrik khusus merupakan salah satu usaha
3
para redaktur untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik penerbitan tersebut. Berkaitan dengan hal ini, kehadiran rubrik Sing Lucu dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat merupakan upaya para redaktur majalah Panjӗbar Sӗmangat untuk memikat para penggemarnya. Kelucuan yang dimunculkan dalam rubrik Sing Lucu adalah kelucuan yang terjadi dari hal- hal yang sebenarnya sederhana, namun terkadang mengesankan kebodohan, kekonyolan, dan ketidaktauan. Rubrik Sing Lucu dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat merupakan salah satu wujud konkret wahana penyampaian kelucuan-kelucuan dalam majalah. Rubrik ini diterbitkan
secara
periodik,
seminggu
sekali
yaitu
setiap
hari
sabtu.
Pendistribusian majalah Panjӗbar Sӗmangat sangat luas terbukti dengan adanya naskah-naskah rubrik Sing Lucu yang dikirim dari berbagai daerah yang ditulis dan dikirim oleh masyarakat yang kemudian disajikan oleh redaktur Panjӗbar Sӗmangat. Bahasa Jawa yang digunakan dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat adalah bahasa Jawa Timuran karena majalah tersebut diterbitkan di Surabaya, namun khusus untuk rubrik Sing Lucu bahasa yang digunakan terdiri dari beberapa dialek, tergantung dari penulis atau pengirim tersebut berasal. Seperti halnya pengirim berasal dari Banyumas maka bahasa yang dipakai adalah dialek Banyumas, pengirim berasal dari Surabaya maka bahasa yang dipakai adalah dialek Jawa Timuran. Salah satu hal yang menarik dari rubrik ini adalah dialog-dialog yang penuh dengan nuansa humor yang dikemas sedemikian rupa sehingga bisa menciptakan tawa setiap kali pembaca membacanya. Pemanfaatan aspek- aspek kebahasaan ditemukan dalam rubrik ini. Begitu juga tipe-tipe wacana yang
dimunculkan untuk menimbulkan kelucuan. Agar lebih jelas dapat disimak beberapa gambaran kelucuan rubrik Sing Lucu dalam dialog berikut ini: (1). Kewan Mung Lanang/ Wadon Kodrad :”Sib, kewan apa mung lanang thok, ora ana sing wadon?” ‘Sib, binatang apa yang hanya jantan saja, tidak ada yang betina?’ Nasib :”Waah, apa ya ana kewan kok mung lanang thok, kabeh kewan mӗsthi ya ana sing wadon. Wis bedhekӗn dhewe, aku nyӗrah wae.” ‘Wah, apa ada binatang hanya jantan saja, semua binatang pasti ada yang betina. Sudah ditebak sendiri, saya menyerah saja.’ Kodrad :”Lhoooo, kok njur nyӗrah wae. Kuwi genah kewan sing jӗnӗnge bapak pocung ngono kok. Lha apa ana mbok pocung. Ya pa ra Sib?” ‘Lo, mengapa menyerah begitu saja. Itu jelas binatang yang namanya bapak pocung begitu. Apa ada mbok pocung. Betul tidak Sib?’ Nasib :”Whooo, Iya ya. Mung ngono wae kok ya angel, ayo bӗdhekan maneh, apa maneh tunggale?” ‘Wah, iya ya. Begitu saja kok susah, ayo tebakan lagi, apa lagi yang lainnya?’ Kodrad :”Kewan apa mung wadon thok?” ‘Binatang apa yang hanya betina saja?’ Nasib :”Lha yen iki aku durung ngӗrti, kok aneh- aneh wae ta Drad bӗ dhekanmu kuwi, lha kewan apa kuwi?” ‘Kalau ini saya belum tahu, mengapa aneh- aneh saja tebakanmu Drad, binatang apa itu?’ Kodrad :”Kuwi genah kewan sing jӗnӗnge bulus ngono kok ra isa mbӗdhek.” ‘Itu jelas binatang yang namanya bulus begitu saja tidak bisa menebak.’ Nasib :”Waaah, pintӗr kowe Drad, kewan bulus ya ra ana sing jӗnӗnge paklus.” ‘Wah pintar kamu Drad, binatang bulus memang tidak ada yang namanya paklus.’ (PS, No.35, 1 September 2012, Darmadja Sala)
(2). Untumu Simbah :“Nang, awakmu saiki kuliah neng ndi?” ‘Nang, kamu sekarang kuliah di mana? Nanang :”Untumu!” ‘Untumu!’ Simbah :“Ditakoni bӗnӗr- bӗnӗr malah ngӗnyek, sӗmbrana karo wong tuwa!’
5
Nanang Simbah
Nanang
Simbah
‘Ditanya benar- benar malah mengejek, main- main dengan orang tua!’ :“Sapa sik ngӗnyek ta mbah?” ‘Siapa yang mengejek mbah?’ :“Lha mau ditakoni malah ngomong Untumu, dumeh simbah wis ora duwe untu!” ‘Tadi ditanya malah berkata Untumu, mentang-mentang simbah sudah tidak punya gigi!’ :“Ngapuntӗ n mbah, maksude Untumu niki Pawiatan Luhur Universitas Tugu Muda ana ing Sӗmarang!” ‘Maaf mbah, maksudnya Untumu itu singkatan dari Universitas Tugu Muda yang ada di Semarang!’ :“ Oh ngono ta simbah ora ngӗ rti!” ‘Oh begitu, simbah tidak tahu!’ (PS, No.38, 22 september 2012/M.Khasanah Kebumen)
Kelucuan pada contoh (1) memanfaatkan aspek kebahasaan dengan mengacaukan antonim kata bapak dan ibu. Yaitu bapak pocung yang bermakna ‘binatang’ dikacaukan dengan antonim mbok pocung yang bermakna ‘sebutan untuk ibu pocung’. Kata bulus yang bermakna ‘binatang’ berantonim dengan paklus yang bermakna ‘sebutan untuk bapak lus’. Sesuai dengan logika berpikir kata bapak berantonim dengan ibu begitu sebaliknya. Pengacauan antonim tersebut menjadi lucu karena adanya perbedaan dalam memahami makna, selain hal tersebut kata-kata seperti mbok pocung dan paklus tidak ditemukan atau tidak biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh (2) merupakan jenis wacana dialog yang bertemakan pendidikan, kata yang mendekati ke dalam ranah pendidikan yaitu kata Untumu yang merupakan kepanjangan dari Universitas Tugu Muda ‘salah satu perguruan tinggi yang ada di Semarang’. Kelucuan timbul setelah tokoh Simbah mengatakan Lha mau ditakoni malah ngomong Untumu, dumeh simbah wis ora duwe untu!. Untumu yang berarti ‘Universitas Tugu Muda’ menjadi lucu setelah Simbah memaknainya sebagai Untumu yang bermakna ‘gigi’, sehingga kata Untumu yang
dikatakan oleh Nanang dianggap menghina Simbah yang sudah tua tidak mempunyai gigi. Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa wacana humor tidak dapat terlepas dari faktor linguistik maupun nonlinguistik. Artinya, bahwa pemakaian bahasa selalu terikat dengan situasi yang melingkupinya. Demikian halnya dengan pemakaian bahasa dalam majalah, khususnya rubrik Sing Lucu Panjӗbar Sӗmangat , tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa itu digunakan dalam proses komunikasi antarindividu maupun kelompok. Jadi setiap ujaran yang dilontarkan pasti mengandung kekuatan ujar, yaitu untuk apa ujaran itu harus diujarkan. Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dari aspek-aspek kebahasaan yang dimaksudkan untuk melihat wacana humor tersebut dari aspek bunyi, struktur, dan makna. Dan selanjutnya akan dijabarkan mengenai tipe-tipe wacana yang ada dalam rubrik Sing Lucu Panjӗbar Sӗmangat.
1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah aspek-aspek kebahasaan wacana humor rubrik Sing Lucu dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat? 2. Apa sajakah tipe-tipe wacana humor yang ada dalam rubrik Sing Lucu majalah Panjӗbar Sӗmangat?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
7
1. Mendeskripsikan aspek-aspek kebahasaan wacana humor rubrik Sing Lucu dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat . 2. Mendeskripsikan tipe-tipe wacana humor rubrik Sing Lucu dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.4.1 Ruang Lingkup Data Data yang diambil sebagai bahan kajian penelitian ini adalah rubrik Sing Lucu yang diterbitkan oleh majalah Panjӗbar Sӗmangat edisi 2011- 2012. Pemilihan majalah Panjӗbar Sӗmangat dikarenakan majalah Panjebar Semangat tersebut merupakan majalah berbahasa Jawa yang masih dterbitkan sampai saat ini. Pendistribusian majalah tersebut juga sangat luas, terbukti dengan adanya naskah-naskah humor khususnya rubrik Sing Lucu, yang ditulis dan dikirim oleh penulis dari berbagai daerah, sehingga bahasa Jawa khususnya rubrik Sing Lucu tidak terbatas pada bahasa Jawa Timuran sesuai dengan majalah tersebut terbit yaitu di Surabaya tetapi terdapat beberapa dialek. Sejauh yang peneliti ketahui juga, belum ada yang meneliti rubrik Sing Lucu dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat dari segi aspek kebahasaan dan tipe-tipe wacana. Data diambil edisi 2011-2012 karena edisi yang masih baru dan diharapkan dengan analisis edisi 2011-2012 tersebut dapat mewakili atau mencerminkan gambaran umum edisiedisi sebelumya. 1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini membahas wacana humor rubrik Sing Lucu ditinjau dari aspek-aspek kebahasaan dan tipe-tipe wacana. Penelitian aspek-aspek kebahasaan
dibatasi pada penyimpangan fonologis, pertalian kata dalam frasa, pertalian elemen intraklausa, pertalian antar proposisi, ketaksaan, hiponimi, sinonimi, antonimi, eufimisme, dan penerjemahan. Sedangkan analisis wacana dibatasi pada analisis tipe-tipe wacana yaitu tipe wacana berdasarkan jumlah penuturnya dan tipe wacana berdasarkan isi wacananya.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca rubrik Sing Lucu Panjӗbar Sӗmangat khususnya dan pembaca majalah Panjӗbar Sӗmangat pada umumnya dalam menangkap dan menafsirkan maksud dan tujuan penutur, agar tidak salah tafsir atau setidak-tidaknya mendekati apa yang dimaksud oleh penutur. Di samping itu, hasil analisis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengarang atau penulis naskah humor sebagai masukan dalam menghasilkan dan mengkreasikan agar naskah-naskah humor yang disajikan lebih bervariasi.
1.6 Tinjauan Pustaka Sejauh pengetahuan penulis, penelitian terhadap humor sudah banyak dilakukan, baik itu dari kerangka sastra atau bahasa (linguistik). Penelitian humor yang telah dilakukan antara lain sebagai berikut. Wijana (2004) dalam disertasinya yang berjudul Wacana Kartun Dalam Bahasa Indonesia menguraikan (1) penyimpangan pragmatik dalam wacana kartun bahasa indonesia, (2) aspek-aspek kebahasaan dalam wacana kartun bahasa Indonesia, dan (3) tipe-tipe wacana kartun bahasa Indonesia. Disertasi ini ditinjau sebagai dasar rujukan penelitian ini.
9
Humor audio visual juga pernah diteliti oleh Purwanti (2006) yang meneliti Wacana Humor Dalam Komedi Extravaganza: Kajian Sosiopragmatik. Dalam tesis ini dibahas mengenai penyimpangan aspek-aspek pragmatik dalam wacana humor Extravaganza, pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan dalam wacana humor extravaganza, dan komponen tutur sebagai faktor yang melatarbelakangi peristiwa tutur wacana humor Extravaganza. Penelitian yang hampir serupa dilakukan oleh Giyatmi (2008) dalam tesisnya yang berjudul Wacana Humor Pada Radio Expose di Radio JPI FM Solo. Giyatmi menganalisis karakteristik pemanfaatan kebahasaan dalam wacana humor Radio Expose di JPI FM Solo, pemanfaatan aspek-aspek pragmatik dalam wacana humor Radio Expose di JPI FM Solo, pemanfaatan konteks dalam wacana humor Radio Expose di JPI FM Solo, dan fungsi humor dalam wacana humor Radio Expose di JPI FM Solo. Munazharoh (2011) dalam skripsinya yang berjudul Humor Politik: Kajian Wacana Pragmatik Pada Tayangan Sentilan Sentilun, membahas tentang identifikasi sentilan sentilun sebagai wacana humor politik, pemanfaatan aspek pragmatik, dan pemanfaatan aspek kebahasaan. Tesis
Purwanti
(2006)
yang
berjudul
Humor
Dalam
Komedi
Extravaganza: Kajian Sosiopragmatik, Giyatmi (2008) yang berjudul Wacana Humor Pada Radio Expose di Radio JPI FM Solo dan skripsi Munazharoh (2011) yang berjudul Humor Politik: Kajian Wacana Pragmatik Pada Tayangan Sentilan Sentilun, ditinjau sebagai dasar pemikiran peneliti dalam menganalisis data.
Juniati (2011) dalam skripsinya yang berjudul Penyimpangan Aspek Pragmatik Wacana Humor Rubrik Sing Lucu di Majalah Panjӗbar Sӗmangat , hasil penelitian tersebut mendeskripsikan adanya penyimpangan aspek kerjasama dan aspek kesopanan di dalam rubrik Sing Lucu edisi april-juni 2010. Skripsi ini ditinjau untuk mengetahui bahwa penelitian rubrik Sing Lucu majalah Panjӗbar Sӗmangat sudah pernah dilakukan. Meskipun dari sumber yang sama tetapi dalam penelitian ini peneliti mengkaji dari segi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu dari segi aspek kebahasaan dan tipe-tipe wacana.
1.7 Landasan Teori 1.7.1 Wacana Menurut Mulyana (2005:1) wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Suatu wacana pada umumnya dipahami sebagai unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Tarigan (1987:27) yang mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan kohorensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, setiap kajian wacana akan selalu mengaitkan unsur-unsur satuan kebahasaan yang ada di bawahnya, seperti, fonem, morfem, kata, frasa, klausa, atau kalimat. Di samping itu, kajian wacana juga berkaitan dengan makna dan konteks pemakaiannya. Istilah wacana ini merujuk ke dalam satuan kebahasaan yang ditransmisikan secara tertulis yang terdapat dalam majalah Panjӗbar Sӗmangat.
11
1.7.2 Humor Humor memiliki peranan yang sentral dalam kehidupan manusia, yakni sebagai sarana hiburan dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia. Hal ini tidak jauh dengan pendapat Danandjaja via Wijana (2004:3) yang mengatakan bahwa di dalam masyarakat, humor, baik yang bersifat erotis dan protes sosial, berfungsi sebagai penglipur lara. Humor dapat menyalurkan ketegangan batin yang menyangkut ketimpangan norma masyarakat yang dapat dikendurkan melalui tawa, dan akibat tawa tersebut humor dapat membebaskan diri manusia dari beban kecemasan, kebingungan, kekejaman, dan kesengsaraan (Wijana, 2004:3). Yunus via Rafi’ah
(1997:13) menyampaikan bahwa setidak- tidaknya
terdapat tiga macam teori tentang humor, yakni teori psikologi, teori antropologi, dan teori linguistik (teori kebahasaan). Teori psikologi menjelaskan berbagai sebab tentang humor, teori antropologi memusatkan pada relasi humor yaitu di antara siapa saja atau dalam ikatan kekerabatan yang bagaimana humor dapat terjadi, dan pada penelitian kali ini peneliti akan membahas teori linguistik (teori kebahasaan) yaitu semantik humor yang dilihat dari segi bentuk dan makna bahasa yang dipakai dalam berhumor. 1.7.3 Aspek Kebahasaan Bahasa dan humor saling berkaitan. Keterkaitan ini diwujudkan dalam hal penting yaitu bahasa menjadi media humor. Bahasa adalah ekspresi manusia yang secara verbal dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu bentuk dan makna. Bentuk adalah elemen fisik tuturan. Sebagai sebuah tuturan, bentuk dapat diwujudkan
dengan aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis. Fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa. Sedangkan, morfologi membicarakan tentang seluk beluk kata dan sintaksis membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa, morfem (Ramlan, 1983:17). Bentuk-bentuk kebahasaan dalam wacana humor merupakan gejala timbulnya perbedaan makna, dengan cara mengkacaukan atau menyimpangkan bunyi dan struktur gramatiknya. Menurut Wijana (2010:10), satuan-satuan kebahasaan dimungkinkan memiliki berbagai makna secara semantik. Teori semantik humor berkaitan dengan keambiguan (baik tingkat kata, kalimat, maupun wacana) yang dimanfaatkan dengan mempertentangkan makna pertama (M1) dengan makna kedua (M2) (Soedjatmiko, 1992:73). Seperti hal yang telah dicontohkan oleh Wijana (2000:10) kata putih, selain memiliki hubungan dengan kata bersih, dapat pula memiliki hubungan makna dengan putih atau bahkan secara bersama-sama berhubungan dengan kata kuning, biru, cokelat, dan sebagainya. Kata putih yang secara literal berarti warna dasar yang serupa dengan warna kafan dalam konteks lain dapat berarti suci,bersih, jujur. Aspek kebahasaan tersebut merupakan elemen yang penting dalam berbahasa dan dapat digunakan untuk menciptakan wacana humor. 1.7.4 Konteks Mulyana (2005:21) menyebutkan bahwa konteks adalah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi, sehingga konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Seperti halnya yang dikatakan oleh Leech via Ariyanto (2013:16) konteks merupakan latar belakang pemahaman
13
yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.
1.8 Metode Penelitian Penelitian skripsi Analisis Wacana Humor Rubrik Sing Lucu Dalam Majalah Panjӗbar Sӗmangat menggunakan metode yang terbagi dalam tiga tahap yaitu pengumpulan data, analisis data, serta pemaparan hasil analisis data (Mahsun, 2005:85). 1.8.1 Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data dilakukan dengan metode simak yaitu menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini berkaitan dengan penggunaan bahasa secara tertulis yang berupa tulisan atau wacana yang diambil dari media cetak. Metode simak menggunakan dua teknik yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap yaitu pertama-tama peneliti menyadap atau menyimak penggunaan bahasa dalam sebuah wacana yang akan menjadi calon data tersebut. Selama proses penyimakan peneliti tidak dilibatkan dalam peristiwa penggunaan bahasa, peneliti hanya sebagai pendengar atau pembaca terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang ada dalam wacana tulis tersebut (Mahsun, 2005:93). Setelah itu dilanjutkan dengan teknik catat yaitu teknik penjaringan data dengan mencatat hasil penyimakan ke dalam kartu data dan selanjutnya akan dilakukan
pengklasifikasian. Data penelitian diambil dari majalah Panjӗbar Sӗmangat yaitu wacana rubrik Sing Lucu
edisi 2011-2012. Dipilih sesuai dengan kerangka
pembahasan, penelitian ini mengkaji dari aspek kebahasaan dan tipe wacana. Rubrik Sing Lucu dipilih karena ditemukan data-data yang menyimpang dari tataran aspek kebahasaan dan memunculkan tipe-tipe wacana yang menimbulkan kelucuan. 1.8.2 Tahap Analisis Data Metode yang digunakan dalam analisis data wacana humor rubrik Sing Lucu adalah metode padan intralingual dan padan ekstralingual. Padan merupakan kata yang bersinonim dengan kata banding dan sesuatu yang dibandingkan mengandung makna adanya keterhubungan sehingga padan di sini diartikan sebagai hal menghubung-bandingkan (Mahsun, 2005:117). Metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsurunsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun: 2005:117-118). Sedangkan metode padan ekstralingual digunakan oleh peneliti karena yang akan dihubungpadankan berkenaan dengan unsur yang berada di luar bahasa (ekstralingual) seperti hal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan, dan sebagainya. Data-data
yang telah diklasifikasikan kemudian dianalisis untuk
mengetahui penyebab timbulnya kelucuan. Jika penyebab kelucuan diakibatkan oleh aspek-aspek kebahasaan, maka akan diteliti aspek kebahasaan manakah yang menyebabkan terjadinya humor dalam data tersebut. Selanjutnya, data juga akan ditelaah untuk menemukan dan mengelompokan tipe-tipe wacana. Dalam wacana
15
humor akan ditunjuk istilah manakah yang menimbulkan kelucuan sesuai dengan tipe-tipe wacana berdasarkan jumlah penuturnya dan berdasarkan isi wacana tersebut. 1.8.3 Tahap penyajian data Data yang telah dianalisis disajikan dengan metode informal, yaitu menyajikan
hasil
analisis
dengan
menggunakan
kata-kata
biasa
tanpa
menggunakan lambang-lambang khusus sehingga kata-kata tersebut apabila dibaca dapat langsung dipahami (Mahsun, 2005:116).
1.9 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II membahas aspek-aspek kebahasaan wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjӗbar Sӗmangat. Bab III membahas tipe-tipe wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjӗbar Sӗmangat. Bab IV penutup yang berisi kesimpulan dan saran.