BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia pasti memerlukan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa dikatakan sebagai sistem komunikasi manusia. Bloomfield (1977:3) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem vocal simbol yang arbitrer yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Di dalam prakteknya, manusia menggunakan bahasa tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga dengan orang lain. Dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, manusia sangat terikat dengan lingkungan sosialnya. Apakah itu lingkungan sosial secara sempit seperti keluarga maupun secara luas seperti masyarakat. Bahasa yang digunakan masyarakat memiliki banyak fungsi. Leech (1977: 47) menyebutkan beberapa fungsi bahasa, yaitu fungsi informatif, fungsi ekspresif, fungsi estetis dan fungsi fatis. Meskipun fungsi-fungsi itu nampaknya terpisah, tetapi pada hakikatnya fungsi itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Misalnya, ketika seseorang menginformasikan sesuatu, pada saat itu juga ia bermaksud mempengaruhi
pendengaranya.
Demikian
pula
ketika
penutur
bermaksud mengungkapkan perasaannya, sebenarnya ia ingin agar
1
pendengar bersimpati kepadanya dan bahkan memberi respon, untuk mencapai maksud yang diinginkan penuturnya. Dalam berkomunikasi manusia seringkali dihadapkan pada kenyataan yang menurut akalnya bertentangan atau berbeda dengan pemahaman
lainya.
Disini
manusia
dihadapkan
pada
cara
mengungkapkan kenyataan itu dalam komunikasinya yang berupa bentuk pengingkaran yang kemudian dikenal dengan istilah negasi. Kemudian bahasa Arab mengenalnya dengan istilah annafyu. Negasi berfungsi sebagai penyangkal atau pengingkar pernyataan lawan bicara/tutur (Givon, 1979:29). Pentingnya negasi dalam suatu bahasa dikemukakan oleh Lehman (1973:52-53) melalui penelitiannya terhadap tiga puluh bahasa di dunia. Selanjutnya menurut Lehman negasi dalam bahasa-bahasa di dunia bersifat universal. Keuniversalan negasi juga di tunjukkan pula oleh Blomfield (1933:249), Greenberg (1963), Langacker (1972:22) dan Payne (1985:233). Fakta bahwa negasi itu bersifat universal menunjukan bahwa kehadiranya dalam setiap bahasa mendukung fungsi yang penting. Negasi dalam bahasa Arab dihadapkan dalam permasalahan yang kompleks seperti halnya yang menimpa pada bahasa yang lain yang meliputi cara pengungkapan, alat pembentuknya yang disebut dengan konstituen negatif (Soedaryono, 1993:1), dan interaksinya dalam kalimat yang meliputi seluruh aspek dalam linguistik. Karena itu, kehadiran
2
konstituen negatif dalam sebuah konstruksi gramatikal sangat berarti dalam pembentukan makna dan ini akan menentukan tindak lanjut komunikasi yang dilakukan (Soedaryono, 1993:1). Dalam mengungkapkan negasi secara segmental, yaitu dengan konstituen negatif, bahasa Arab termasuk bahasa yang produktif. Hal ini ditujukan dengan banyaknya konstituen yang berbeda bentuk, fungsi dan distribusinya. Konstituen tersebut adalah Laisa ()ٌُس, Lậ ()ال, Mậ ()ِب, Lam (ٌُ), Lan (ٌٓ), In (ْ)إ, Kalla ()وال, Lata ()الد, Gairu ()غُش, serta Lammậ ()ٌ ّّب. Di dalam al-Qur‘an banyak ayat-ayat yang mengunakan negasi, baik itu yang berbentuk isim (nomina), fi‟il (verba), dan harf (partikel). Negasi yang termasuk dalam kategori nomina atau isim adalah konstituen Ghairu. Sebagai contoh:
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Q.S. Ali Imran: 85).
Dari semua konstituen negatif yang terdapat dalam bahasa Arab hanya satu yang berbentuk fi‘il atau verba, yaitu konstituen Laisa. Fi‘il atau verba ini termasuk dalam verba perfek atau fi‟il madi yang mabni, yaitu tidak dapat diderivasi secara tenses, dan ia tersusun dari tiga huruf.
3
Contoh: Sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya. (Q.S. AlHajj: 10).
Sedang untuk kategori harf (partikel) terdapat tujuh buah yaitu konstituen Laa, Lan, Lam, Maa, In, Laata, dan Lamma. Lima konstituen yang pertama terdiri dari dua huruf (suna‘i), sedangkan dua yang terakhir tersusun dari tiga huruf (sulaasi) dan empat huruf (ruba‘i). Semua konstituen tersebut merupakan kata yang mabni (uninflected). Contoh: Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau Telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Q.S. AlHijr: 33).
Dari konstituen-konstituen negasi tersebut memeliki banyak fungsi. Fungsi utama konstituen negatif adalah memerikan konstituen yang lain yang diikatnya dengan makna negatif. Namun demikian, sebagian konstituen mempunyai fungsi tambahan yang berbeda-beda, seperti sebagai konstituen penasab dan pejazam kata yang mengikutinya. Di antara fungsi tersebut adalah fungsi penasab yaitu mengubah i‘rob suatu kata dari keadaan rafa‘ (kasus nominatif dan modus indikatif)
4
menjadi keadaan nasab (kasus akusatif dan modus subjuntif). Konstituen-konstiten tersebut adalah maa, laa,in, laata, laisa dan lan. Contoh: .
Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. (Q.S. Attaubah: 83).
Kemudian fungsi selanjutnya yang dimiliki konstituen negatif adalah fungsi Pejazm. Fungsi ini mengubah i‟rab (modus) kata dari keadaan rafa‟ (nominatif), menjadi keadaan jazm (modus jussif). Ini dilakukan oleh konstituen laa-an-nahi, lam dan lamma terhadap verba imperfektum atau fi‘il mudhori‘. Fungsi lain dari konstituen lam atau lammaa adalah menegasikan kala lampau dalam masa sekarang, sehingga maknanya adalah belum. Contoh:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? (Q.S. al-Baqarah: 214)
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan bahwa pokok masalah dalam penelitian ini adalah tentang
5
penanda negasi bahasa Arab dalam al-Qur‘an. Maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang penelitian ini sebagai berikut: 1. Apa saja penanda negasi Bahasa Arab dalam al-Qur‘an? 2. Bagaimana fungsi negasi Bahasa Arab dalam dalam al-Qur‘an? 3. Bagaimana letak penanda negasi dalam sebuah kalimat atau klausa? 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian senantiasa memiliki tujuan yang hendak di capai dari proses penelitiannya. Maka tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui apa saja penanda negasi Bahasa Arab dalam alQur‘an. 2. Mengetahui fungsi negasi Bahasa Arab dalam dalam al-Qur‘an.
4. Mengetahui letak penanda negasi dalam sebuah kalimat atau klausa. 1.4 Batasan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapatlah dipahami bahwa masalah negasi dalam bahasa Arab mencakup aspek yang begitu luas yang tidak mungkin dapat dibahas secara keseluruhan. Oleh sebeb itu untuk memaksimalkan penelitian ini pembahasan akan difokuskan hanya pada dua hal yaitu; (i) bentuk-bentuk negasi Laisa
6
()ٌُس, Lậ ()ال, Mậ ()ِب, Lam (ٌُ), Lan (ٌٓ), In (ْ)إ, Kalla ()وال, Lata ()الد, Gairu ()غُش, serta Lammậ ()ٌ ّّب., (ii) fungsi atau prilaku negasi. Disamping itu, karena luasnya objek material yang dikaji yaitu alQur‘an. Maka penelitian ini mengunakan random berdasarkan unit-unit yang telah dibuat. 1.5 Konstribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi konstribusi baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan dan menjelaskan persoalan negasi di dalam al-Qur‘an dan bahasa Arab
secara
umum
dan
berkontribusi
langsung
bagi
perkembangan khazanah Linguistik Arab sehingga bisa menjadi rujukan akademik pagi pengiat bahasa Arab. 2. Secara praktis hasil penelitan ini juga diharapkan mampu memberi warna baru dalam kajian al-Qur‘an dalam mengakaji makna ayat-ayat al-Qur‘an yang didalamnya terdapat konstituenkonstituen negatif. 1.6 Landasan Teori Dalam bidang kebahasaan, teori adalah seperangkat hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan data bahasa, baik bersifat lahiriyah seperti bunyi bahasa, atau yang bersifat batiniyah seperti makna (Kridalaksana, 2001:213).
7
Bahasa, menurut Ibnu Jinniy adalah rangkaian fonetis yang digunakan oleh manusia untuk mengungkapkan keinginannya (Jinniy, 1983:33). Senada dengan itu menurut Kaelan bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna, sebagai alat komunikasi manusia, alat penuangan emosi manusia, serta merupakan sarana pengejawantahan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam mencari hakikat kebenaran dalam hidupnya. (Kaelan, 1998:7-8). Terkait dengan hal tersebut, bahasa sebagaimana dikemukakan oleh Jakobson (dalam Sudaryanto,1990:12) ada enam macam fungsi bahasa yaitu, yaitu (1) fungsi referensial; (2) fungsi emotif; (3) fungsi konatif; (4) fungsi metalingual; (5) fungsi fatis; dan (6) fungsi puitis. Sementara itu, menurut Leech (1974: 52-54) fungsi bahasa ada lima macam, yaitu (1) fungsi internasional: digunakan untuk mengungkapkan makna
konseptual;
(20)
fungsi
ekspresif:
digunakan
untuk
mengungkapkan perasaan dan sikap penutur; (3) fungsi direktif: digunakan untuk mempengaruhi perilaku seseorang; (4) fungsi estetik: digunakan untuk menghasilkan karya sastra; terutama dalam puisi; dan (5) fungsi fatis: digunakan untuk menjaga agar garis komunikasi tetap terjaga. Sebagai
sebuah
produk
kebudayaan,
bahasa
memiliki
karakteristik yang berbeda satu bahasa dengan bahasa lainya. Salah satu di antaranya adalah bagaimana cara mengungkapkan kenyataan itu
8
dalam komunikasinya yang berupa bentuk pengingkaran. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah annafyu atau negasi. Bahasa Arab memiliki banyak konstituen-konstituen yang digunakan dalam mengungkapkan makna negasi. Konstituen-konstituen tersebut adalah Laisa ()ٌُس, Lậ ()ال, Mậ ()ِب, Lam (ٌُ), Lan (ٌٓ), In (ْ)إ, Kalla ()وال, Lata ()الد, Gairu ()غُش, serta Lammậ ()ٌ ّّب. Di antara konstituen tersebut memiliki karakteristik masingmasing. Salah satunya adalah dari segi bentuknya. Konstituen-konstituen negasi tersebut terbagi dalam tiga bentuk, yaitu konstituen yang berbentuk isim atau nomina, Fi‟il atau verba dan yang terakhir berbentuk harf atau partikel. Selain itu penanda negasi dalam bahasa Arab memiliki fungsi utama yaitu memerikan konstituen yang lain yang diikatnya dengan makna negatif. Namun demikian konstituen mempunyai fungsi tambahan yang berbeda-beda. Fungsi pertama adalah penasab atau accusative yaitu mengubah I‘rob atau modus suatu kata dari keadaan rafa‟ (kasus nominatif dan modus indikatif) menjadi keadaan nasab (kasus akusatif dan modus subjuntif) atau modus verba imperfektif yang ditandai pemarkah fathah dammah (yaitu fathah yang nampak pada huruf akhir fi‘il atau verba imperfektif) atau muqaddarah (yaitu fathah yang tidak nampak pada
9
verba imperfektif). Konstituen yang dapat melakukannya adalah maa, laa, in, laata, laisa dan lan. Contoh:
.1 Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main. (Q.S. Al-Anbiya: 2)
.2 Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya. (Q.S. Ali Imran: 9)
.3 Kamu tidak mempunyai hujjah tentang ini. (Q.S. Yunus: 68)
.4 Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang Telah kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. (Q.S. Shaad: 2)
.5 Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya. (Q.S. An-Njm: 39)
.6 Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, Karena kesalahan-kesalahan yang Telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). (Q.S. al-Baqarah: 95)
Fungsi kedua adalah Pejazm atau jussive yaitu mengubah I‘rob kata dari keadaan rafa‘ menjadi keadaan jazm (modus jussif). Ini
10
dilakukan oleh konstituen laa- an-naahi, lam dan lammaa terhadap verba imperfektum atau fi‘il mudari‘yang ditandai dengan sukun. Contoh:
Ia Berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku Telah lemah dan kepalaku Telah ditumbuhi uban, dan Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. (Q.S. Maryam: 4)
Sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku. (Q.S. Saad: 8)
Penelitian tentang negasi bukanlah persoalan tentang definisi semata atau bagaimana mewujudkannya dalam sistem suatu bahasa, melainkan menyangkut pula penjelasan tentang hubungan antara konstituen negatif, posisinya dalam sebuah kalimat, serta makna kalimat tersebut secara keseluruhan. Tidak kalah pentingnya dalam pembahasan mengenai negasi adalah hubungan antara negasi dan kebenaran di luar bahasa serta tujuan pemakaian negasi itu sendiri. Secara sintaksis negasi menurut Sudaryono (1993:34) merupakan akibat keberadaan konstituen negatif sebagai pemeri negasi dalam suatu konstruksi kalimat. Pemerian yang dilakukan oleh konstituen negatif itu
11
berupa penyangkalan terhadap kontituen lain yang digabunginya sehingga acuan konstituen atau kontruksi yang bergabung denganya menjadi tidak benar dan tidak faktual. Sebagai contoh: (1) Johan anak cerdas (2) Johan bukan anak cerdas
Konstituen negatif yang terdapat pada kalimat (2) menyebabkan proposisi ―Johan anak cerdas‖ yang diperoleh dari kalimat (1) menjadi tidak faktual atau dengan kata lain pernyataan Johan anak cerdas telah teringkari. Menurut Sudaryono (1993:36) konstituen negatif dalam komunikasi verbal untuk menyangkal proposisi yang dinyatakan oleh lawan bicara. Fungsi ini didasarkan pada pengertian negasi itu sendiri secara semantik. 1.7 Tinjauan Pustaka Kajian tentang negasi pernah dilakukan oleh beberapa orang peneliti sebelumnya, tapi tidaklah mengenai negasi di dalam al-Qur‘an. Penelitian terdahulu ini dapatlah menjadi acuan dan tinjauan pustaka untuk penelitian negasi di dalam al-Qur‘an. Di antara penelitian tentang negasi yang sudah pernah ada adalah disertasi Sudaryono yang diterbitkan menjadi buku yang berjudul Negasi dalam Bahasa Indonesia: Suatu Tinjauan Sintaktik dan Semantik (1992). Dalam buku terbitan hasil disertasinya tersebut Sudaryono menguraikan dengan
12
sangat rinci konsep negasi dan wujud pengungkapanya dalam bahasa Indonesia, negasi dan kuantitas, negasi dalam kalimat majemuk, serta konstituen negatif formal terikat. Dalam tulisanya itu Sudaryono menyatakan bahwa secara formal terdapat dua kontituen negasi standar yaitu tidak dan bukan. Dalam tugasnya menegasikan suatu kalimat, dalam konteks tertentu istilah tersebut dapat di pakai secara bergantian tetapi secara sintaktik mempunyai valensi yang berbeda. (1) Saya bukan *tidak (2) Saya
guru binatang pemabuk
tidak
membeli buku (melainkan melihat-lihat saja)
(Sudaryono, 1993:41)
Selanjutnya Sudaryono juga menjelaskan hal yang berkenaan dengan negasi standar dalam kaitanya dengan negasi gabungan yang disamping menegasikan ia membawa makna lain. Itulah sebabnya disebut dengan negasi gabungan seperti tiada menegasikan ada, takkan menegasikan perfektif, dan tanpa menegasikan kesertaan. Adapun negasi standar bukan dan tidak hanya berfungsi sebagai negasi semata tanpa membawa makna lain (Sudaryono, 1993:34). Lebih jauh Sudaryono (1993:199) menjelaskan hal yang berkenaan dengan negasi ganda. Adapun yang dimaksud dengan negasi ganda itu adalah penegasian yang dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu
13
kontituen negatif. Berikut ini adalah kalimat yang dicontohkan oleh Sudaryono: (3) ayah tidak mengatakan bahwa kami tidak bersedia meninggalkan kebiasaan yang tidak sehat dan tidak berguna. (Sudaryono, 1993:199). Sedang dalam bahasa Melayu menurut Gert vab Wijk (1889) penyangkalan dalam dapat dinyatakan dengan adverbial atau kata-kata modalitas yang menyatakan sangkalan. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam bahasa Melayu ada beberapa kata yang dapat dipakai untuk menyatakan negasi yaitu tidak, tiada, bukan, belum, masakan, dan mana (dalam mana boleh, mana dapat). Juga dijelaskan bahwa tiada menegasikan ada, dan dipakai dalam hubunganya dengan kata lain. Bentuk bukan menyatakan pertentangan. Dinyatakan bahwa seseorang atau sesuatu adalah sesuatu yang lain dari pada yang disertainya. Bentuk bukan juga menegasikan bahagian kalimat baik subjek atau predikat (van Wijk, 1985:184; Sasrasoegondo, 1986:140). Dalam beberapa literatur bahasa Arab ada beberapa kitab yang mengakji dalam sub pokok bahasanya yang membahas tentang annafyu seperti annahwu al-waafi, dalam buku ini hanya membahas tentang penanda-penanda negasi dalam bahasa Arab tapi hanya secara umum. Begitu juga dalam buku Mu‟jamul al-adawat annahwiyah karya Dr. Syauqi al-Ma‘ri. Dalam buku tersebut beliau mengurai tentang partikel atau huruf dalam bahasa Arab yang banyak beliau tulis dalam bentuk
14
bait-bait syair yang cukup indah. Selain itu, buku karya Dr. Bakri Abdul Karim dengan judul Azzaman fi al-Qur‟an al-Karim cukup banyak membahas tentang annafyu, dalam buku itu beliau menjelas annafyu kedalam semantik yang di klafikasikan kedalam beberapa point; Dilalatu „ala istiqbal, Dilalatu „ala Madi, Dilalatu „ala Hadir. Selanjutnya buku karya Elsaid Badawi; Modern Written Arabic, dalam buku itu beliau membahas satu bab mengenai negasi dengan mengakategorikan jenisjenis negasi kemudian mencontohkan kedalam kalimat, seperti kalimat nominal maupun kalimat verbal. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin menulis secara teoritis dan mengembangkan pengertian dan aplikasi negasi dalam bahasa Arab yang terdapat dalam al-Qur‘an. Maka penelitian yang dilakukan ini layak untuk menjadi sebuah karya ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan. 1.8 Metode Penelitian Metode yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Metode ini digunakan untuk mendiskripsikan faktafakta tentang suatu objek, kemudian di analisis dan diinterpretasikan secara memadai. Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan fakta-fakta yang berhubungan dengan Annafyu di dalam al-Qur‘an. Oleh karena metode ini dalam prosesnya diarahkan untuk mendapatkan fakta-fakta kebahasaan dan fakta-fakta dari tafsir-
15
tafsir al-Qur‘an. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data dalam penelitian ini murni studi kepustakaan. Dengan mencermati teori-teori yang di dapat dari buku-buku literatur yang terkait. Sedang untuk datadatanya didapat dengan membaca al-Qur‘an kemudian memisahkan mana yang mengandung tarkib negasi dan mana yang bukan termasuk tarkib negasi. Setelah data ditemukan kemudian dicatat dalam kartu data. Pencatatan dilakukan dengan menuliskan semua PN al-Qur‘an tersebut. Kemudian kartu data di klasifikasikan berdasarkan PN yang sama. Setelah data diklasifikasikan, maka dilakukan pengambilan sampel secara acak (random sampling/probability sampling). Data yang diambil dianggap memadai keterwakilan tersebut, kemudian data itu dianalisis. 1.8.1 Penyediaan Data Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak catat. Sedangkan untuk sumber data digolongkan kedalam dua bagian yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Yang dimaksud data primer adalah al-Qur‘an dan kitab-kitab tafsir yang relefan dengan objek kajian penelitian. Sedangkan data sekunder meliputi buku-buku kebahasaan, kamus-kamus, serta buku serial alQur‘an yang berhubungan dengan masalah penelitian bahasa.
16
1.8.2. Langkah-Langkah Penelitian Langkah-langkah yang di tempuh dalam penelitian ini mengacu pada langkah penelitian yang dikemukakan Moleong (1991:1990) yaitu meliputi: 1. Tahap
pengumpulan
satuan
yaitu
mengumpulkan
dan
menginventarisir data tarkib negasi dalam al-Qur‘an. 2. Tahap ketegorisasi, yaitu mengelompokan data-data yang mengandung tarkib negasi kedalam unit-unit yang dibuat. 3. Tahap interpretasi data, yaitu menganalisis dan menafsirkan aspek semantis tarkib negasi dalam ayat-ayat al-Qur‘an. Proses penafsiran mengacu pada aspek semantis dari teori-teori yang ada ada dalam buku-buku literatur dan buku-buku tafsir yang relevan. 1.8.3 Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semantik gramatikal. Metode ini semantik gramatikal adalah metode yang digunakan untuk menganalisis makna kata setelah berada dalam struktur kalimat. Metode ini dilakukan dengan menganalisis fungsi
dan
posisi
satuan-satuan
bahasa
(kata)
dengan
memperbandingkan makna-makna yang di timbulkan oleh struktur.
17
cara
1.8.4 Penyajian Hasil Analisis Dalam penelitian ini, hasil analisis penyajian mengunakan analisis data secara informal, yaitu penyajian hasil analisis data dengan mengunakan kata-kata biasa. (Sudaryanto,1993:143). 1.9. Sistematika Penulisan Penelitian ini disajikan lima bab dan setiap bab pembahasan terkait secara sistematis satu sama lain. Bab I Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metodelogi penelitian, dan sistematika penyusunan. Bab II Pemaparan tentang konsep negasi dalam bahasa Arab: pengertian, bentuk-bentuk negasi, fungsi, peran serta posisi negasi. Bab III Karakteristik Tarkib Negasi dalam al-Qur‘an, pengunaan negasi didalam al-Qur‘an meliputi fungsi dan maknanya Bab IV Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka, Glosarium, Indek ayat dan biodata penulis.
18