BAB I ANALISIS MORFOLOGI VERBA BAHASA JEPANG
1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk pengguna bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, dalam menyampaikan maksud ataupun pikiran, seseorang menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya terhadap lawan bicara. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sutedi (2003 : 2), bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain. Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara. Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut (Sutedi, 2003 : 2). Untuk dapat mengerti makna dari bahasa tersebut, maka dibutuhkan bahasa yang sama-sama di mengerti oleh penutur maupun pendengar. Ide dalam sebuah bahasa yang sering digunakan adalah verba. Verba (bahasa Latin: verbum, "kata") atau verba adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat (http://id.wikipedia.org/wiki/Verba). Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan,atau keadaan, kata kerja
Universitas Sumatera Utara
(Depdiknas; 2008 :929). Sudjianto (2004:147) mengatakan verba, kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Dari zaman dahulu hingga sekarang, bahasa telah menjadi alat komunikasi yang dapat menjalin hubungan antar satubangsa dengan bangsa yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan untuk memperoleh informasi dari seluruh dunia semakin penting, hal ini disebabkan persaingan dalam bidang ekonomi, politik teknologi dan lainnya semakin ketat. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diperlukan untuk dapat mengatasi permasalahan terssebut agar informasi yang diterima lebih akurat. Sebab, proses komunikasi global dapat diperlancar dengan penguasaan bahasa asing. Dalam bahasa Jepang, Sutedi (2003:42) mengatakan bahwa verba atau 動詞 ‘doushi’ berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk(katsuyou) dan bisa berdiri sendiri Bila kita membahas mengenai perubahan verba, maka bahasan tersebut termasuk dalam morfologi. Verhaar (2001:11) menyatakan morfologi menyangkut “internal” kata. けいたいろん
ごけい
ぶんせき
ちゅうしん
Koizumi (1993: 89) mengatakan 形態論 は 語形 の 分析 が 中 心 となる。 (ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru). ‘ morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’. Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwasanya morfologi merupakan kajian internal kata yang meliputi pembentukan kata tersebut. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41)yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang
Universitas Sumatera Utara
kata( 語・単語 ‘go/tango’) dan morfem 「形態素 ‘ketaiso’」. Morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Dalam pembentukan kata tidak terlepas dari yang namanya proses morfemis. Muchtar (2006:34) mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan yang lain. Sejauh ini penelitian tentang proses morfemis verba bahasa Jepang belum pernah dibicarakan di jurusan Sastra Jepang USU. Oleh sebab itu, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap perubahan verba bahasa Jepang dengan judul “ANALISIS MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG”.
1.2. Perumusan Masalah Untuk orang yang pertama kali belajar bahasa Jepang, pastinya akan mengalami kesulitan untuk dapt mengerti perubahan bentuk verba bahasa Jepang. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui dan mencoba untuk menganalisis permasalahan yang dimaksud. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyan “Bagaimanakah Proses Morfologis Verba Dalam Bahasa Jepang?”
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini akan membahas pembentukan verba bahasa Jepang Dalam analisinya penulis akan meneliti pembentukan verba bahasa Jepang, morfem-morfem yang mempengaruhi terbentuknya verba baru. Seperti yang dikatakan Koizumi (1993:91) morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai arti. Sehingga dapat dikatakan terjadinya perubahan verba tidak bisa dilepaskan dari proses morfologis pada verba tersebut. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas proses morfemis verba bahasa Jepang, serta bentuk-bentuk perubahan yang terdapat pada verba bahasa Jepang. 1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka Dalam mempelajari tata bahasa khususnya bahasa Jepang, penguasaan tata bahasa dalam pembentukan atau perubahan kata keja sangat penting. Hal ini disebabkan agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar Karena kesalahan tata bahasa dalam perubahan bentuk verba yang kita gunakan akan mengakibatkan kesalah pahaman antar penutur dan pendengar atau penulis dan pembaca. けいたいろん
ごけい
ぶんせき
ちゅうしん
Koizumi (1993: 89) mengatakan 形態論 は 語形 の 分析 が 中 心 となる。 (ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru). ‘ morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41) yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata( 語 ・ 単 語 ‘go/tango’) dan morfem 「 形 態 素 ‘ketaiso’ 」 . Sutedi (2003: 41)mengatakan morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi (1993:91) mengatakan
morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang
mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
自由形 ’jiyuukei’ atau Bentuk bebas : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal(berdiri sendiri).
2.
結 合 形 ’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat silafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).
Sutedi (2003:43) juga mengatakan kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya, sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan yang hanya dapat meleburkan diri pada morfem yang lain(Verhaar 2001: 97 - 98). Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu 1.
akar kata (語幹‘gokan’) : morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per satu) dan kongkrit.
2.
afiksasi ( 接 辞 ‘setsuji’): morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.
Sutedi (2003: 44-45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, ないようけいたいそ
yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (内容形態素) adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan gokan dari verba atau
Universitas Sumatera Utara
きのうけいたいそ
adjektiva, sedangkan morfem fungsi (機能形態素) adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan じせいけいたいそ
morfem pengekpresi kala (時制形態素). Dapat diketauhi, dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. 1.4.2. Kerangka Teori Penelitian ini akan membahas perubahan verba dalam bahasa Jepang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan melalui teori morfologi. Muchtar(2006:34) mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan yang lain. Sutedi (2003:44-46) membagi proses morfemis bahasa jepang menjadi empat jenis, yaitu: 1.
派生語’haseigo’ atau kata kajian yaitu kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou ketasoi /morfem isi dengan 接辞’setsuji’ / imbuhan. Contoh: benkyou + suru = Benkyousuru Undou
+ suru = Undousuru
Universitas Sumatera Utara
複合語 ‘fukugougo’ atau 合成語 ‘gouseigo’ yaitu kata yang
2.
terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi . Contoh:
3.
Ame
+
Asa
=
Amegasa (payung)
Tabe
+
Mono
=
tabemono (makanan)
karikomi yaitu akronim yang berupa suku kata atau silabis dari kosa kata aslinya. Contoh:
4.
Terebisyon
terebi
(TV)
Paasonarukonpyuutaa
Pasokon
(computer)
toujigo yaitu singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf alphabet atau romaji. Contoh: nippon housou kyoukai
NHK
(Radio jepang)
Menurut Koizumi (1993:104-109)proses morfemis terbagi atas enam bagian, yaitu: 1. Penambahan Koizumi (1993: 105) memberikan contoh penambahan salam verba bahasa Jepang pada perubahan beberapa verba dari verba intransitif(自動詞 ‘jidoushi’)
dan verba transitif (他動詞 ‘tadoushi’). Contoh:
Universitas Sumatera Utara
付く/tsuk-u/ => 付ける /tsuke-ru/ 2. Pengurangan Koizumi (1993:105-106) mengatakan ada juga verba dalam bahasa jepang yang apabila berubah dari intransitif ke transitif, justru akan kehilangan vokal pada kata dasar. contoh: 「自」裂ける /sake-ru/ => 「他」裂く /sak-u/ 3. Penggantian Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam verba bahasa Jepang antara verba intransitif dengan verba transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata dasar verba tersebut. Contoh: 集まる/atsumar-u/ => 集める /atsume-ru/ 4. morfem Zero Dari tiga perubahan bentuk verba dari intransitif ke transitif, Koizumi (1993: 107) menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan verba transitif dan intrasitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat sebagai berikut: -「自」吹く/fuk-u/ =>「他」吹く/fuk-u/ 5. Reduplikasi Kozumi (1993: 108-109) membaginya menjadi dua, yaitu -
Reduplikasi kata dasar
Contoh:
人々’hitobito’、山々’yamayama’
Universitas Sumatera Utara
-
Redlupikasi afiksasi
Contoh 若い
/waka-i/ => 若々しい/waka-waka-shii/
6. penggabungan (komposisi) Dalam bahasa Jepang, menurut koizumi (1993:109) adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi. contoh: ‘ame’ + ‘asa’ = ‘amegasa’ Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata (Chaer 1994;177). Sutedi (2003:44) mengatakan dalam bahasa Jepang partikel (joshi), kopula(jodoshi) dan unsur pembentuk kala (jisei ketaiso) merupakan morfem yang termasuk dalam morfem terikat dan juga termasuk dalam morfem fungsi. Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003:44) menggolongkannya sebagai imbuhan (接辞 setsuji). Setsuji yang diletakan didepan morfem yang lainya disebut settouji(awalan), sedangkan yang diletakkan di belakang morfem yang lainya disebut setsubiji(akhiran). Imbuhan ini yang berperan dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang. Sedangkan Koizumi (1993:95) menggolongkan bentuk afiksasi berdasarkan hubungan gramatikalnya dengan akar kata afiksasi menjadi tiga, yaitu: 1. 接頭辞’settouji’ awalan yaitu imbuhan ditambahkan didepan kata dasar (akar kata). 2. 接辞’setsubiji’ akhiran yaitu imbuhan ditambahkan diblakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa jepang adalah bentuk akhiran.
Universitas Sumatera Utara
3. 接中辞’setsuchuuji’ sisipan yaitu imbuhan disisipkan ke dalam (tengah) akar kata (kata dasar) Sutedi(2003:42) mencontohkan, verba kaku(書 く) terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan ka (書) yang tidak mengalami perubahan yang disebut gokan (akar kata), dan bagian belakang /-ku/yang mengalami perubahan dan disebut gobi, kedua bagian tersebut merupakan satu morfem. Dapat di contohkan juga, dalam kata hashiru (走る) yang berarti berlari, terdiri dari gokan ‘hashi( 走 )’ dan gobi /-ru/. Bagian gokan tersebut telah menunjukkan arti berlari yang merupakan morfem isi, sedangkan bagian gobi-nya menunjukan kala akan datang yang merupakan morfem fungsi Perubahan verba bahasa Jepang merupakan proses morfemis haseigo atau afiksasi. Haseigo atau kata jadian adalah kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi dan setsuji(pengimbuhan)(Sutedi 2003:44). Verba
bahasa
Jepang
merupakan
penggabungan
morfem
isi
dan
setsubiji/akhiran. Verhaar(2001: 109) mengatakan bahasa Jepang memiliki banyak sufiks(akhiran) misalnya akar verbal/kak-/’tulis’ mempunya sufiks /-u/ menjadi (kaku ‘menulis’), /-masu/ (kakimasu ‘menulis’), /-masen/ (kakimasen ‘tidak menulis’) dan banyak lainnya. 動 詞 ‘doushi’(verba), kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu (Sudjianto 2004:147).
Universitas Sumatera Utara
Pada verba, morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan joudoshi (助 動詞) arti kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba( Situmorang 2007:12). Dalam terjadinya proses morfemis, besar kemungkinan terjadinya proses morfofonemik. Morfofonemik adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi maupun komposisi (Chaer 1994:195).
1.5. Tujuan dan Manfaat penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulis melakukan ini penelitian adalah untuk mendeskripsikan proses morfologis verba bahasa Jepang.
1.5.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah : a. Bagi peniliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai morfemis verba bahasa Jepang. b. Menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khususnya mengenai morfologi. c. Dan juga agar mempermudah kita bagaimana bisa memahami bahasa Jepang jika ditinjau dari segi morfemis verba bahasa Jepang terutama pada bentuk perubahannya.
Universitas Sumatera Utara
1.6. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (deskriptif research). Isyandi dalam Kurniawan (2008 : 14), menyatakan bahwa penelitain deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (Library Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis bukubuku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, terutama bukubuku yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia. Setelah
menganalisis
data-data,
kemudian
dilanjutkan
mencari,
mengumpulkan dan mengklasifikasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses morfemis verba bahasa Jepang. Kemudian dilanjutkan dengan
proses
merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang. Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.
Universitas Sumatera Utara