BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama ini berisi latar belakang dilakukan penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan penelitian. 1.1 Latar Belakang 3M Indonesia berharap dapat meningkatkan kontribusi bisnis sektor ritel dan produk pendukung kesehatan (health care) terhadap pendapatannya secara keseluruhan. Bisnis sektor ritel merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk merangkum kegiatan bisnis-kegiatan bisnis yang aktifitas utamanya adalah mendisain, memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan berbagai produk yang dikonsumsi pelanggan di tingkat akhir (end user) atau dikenal dengan produk konsumer (consumer goods). Manajemen 3M Indonesia memiliki keyakinan bahwa bisnis sektor ritel berpeluang terus berkembang di Indonesia karena tidak terkena dampak langsung bila terjadi gejolak ekonomi. Lebih jauh, 3M Indonesia dijadikan sebagai pilot project dalam mengembangkan bisnis sektor ritel dan piranti kesehatan (lihat: Pertiwi dan Maulana, 2013: 49-55). Jumlah penduduk Indonesia yang banyak, mencapai 253 juta jiwa pada tahun 2015 menurut perkiraan Bank Dunia, adalah sebuah peluang bisnis dan menjadi salah satu alasan (premise) bagi manajemen 3M Indonesia untuk terus meningkatkan penjualan sektor ritel. Alasan lain yang memperkuat obsesi tersebut adanya fakta peningkatan proporsi penduduk Indonesia yang berusia
1
produktif, yaitu penduduk dengan usia antara 15-64 tahun, yang mencapai angka maksimum dan di sisi lain angka ketergantungannya (dependency ratio) turun hingga mencapai angka terendah atau dikenal sebagai fenomena bonus demografi (demographic bonus). Menurut Effendi (2013) jumlah penduduk berusia produktif di Indonesia naik secara signifikan untuk beberapa tahun terakhir. Sebagai ilustrasi, proporsi penduduk usia produktif terhadap populasi penduduk Indonesia pada tahun 2003 angkanya sebesar 37,7%, kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi 56,5% dan di tahun 2013 telah mencapai 65%. Peningkatan proporsi penduduk berusia produktif ini diprediksi akan terus berjalan hingga mencapai puncaknya pada tahun 2050 yaitu sebesar 70% terhadap populasi penduduk Indonesia (Effendi, 2013; Tirtosudarmo, 2013). Effendi (2013) juga mengatakan bahwa penduduk berusia produktif yang mendominasi populasi tersebut akan mendukung berkembangnya industri produk konsumer di Indonesia. Kelompok penduduk usia produktif ini membentuk masyarakat kelas menengah (middle income) dengan pengeluaran konsumsi antara US$ 2 hingga US$ 20 per kapita tiap hari. Masyarakat kelas menengah ini mampu membelanjakan penghasilan siap konsumsi (disposable income) untuk berbagai barang kategori sekunder dan tersier. Dengan kata lain, kelompok masyarakat kelas menengah ini merupakan pasar produk konsumer yang sangat potensial. Hasil wawancara Pertiwi dan Maulana (2013) dengan Managing Director 3M Indonesia menyebutkan bahwa korporasi ini tertarik mengembangkan bisnis
2
produk konsumer dan produk pendukung kesehatan. Kontribusi penjualannya diminta terus ditingkatkan, sehingga pada tahun 2018 diharapkan akan mencapai 50% terhadap penjualan korporat. Sebagai pembanding, di tahun 2012 kontribusi sektor bisnis ritel dan produk pendukung kesehatan ini hanya sebesar 25% terhadap total penjualan korporat, sedangkan 75% masih disumbang oleh penjualan sektor industri dengan menjual produk OEM (original equipment manufacturer) kepada pelanggan produsen kendaraan bermotor. Penjualan 3M Indonesia secara total tahun 2013 sebesar US$ 100 juta (Pertiwi dan Maulana, 2013). Bisnis sektor ritel 3M Indonesia saat ini dikerjakan oleh unit bisnis Consumer Business Group (CBG). Meskipun demikian, sebagian kecil produk konsumer seperti produk perawatan kendaraan bermotor (autocare) masih dikelola langsung oleh unit bisnis Industrial Business Group. Ragam produk konsumer yang diproduksi, dipasarkan dan didistribusikan oleh CBG ke semua jenis gerai meliputi produk perkakas perawatan atau kebersihan rumah, produk dan peralatan penunjang kesehatan, alat tulis dan kantor (stationery) dan produk perbaikan rumah (home improvement). Setiap kategori produk memiliki merek dagang, di antaranya Scotch-Brite™ untuk perawatan rumah, Nexcare™ untuk produk pendukung kesehatan, Post-It® dan Scotch® untuk produk alat tulis dan perlengkapan kantor, serta Command™ untuk produk perbaikan rumah. Beberapa produk baru di kategori pendukung kesehatan seperti Futuro™ juga mulai intensif dipasarkan di Indonesia. Penjualan unit bisnis Consumer Business Group (CBG) sebagian besar masih disumbang oleh kelompok produk perkakas perawatan rumah. Tahun
3
2014, produk yang dikelola oleh Home Care Division (HCD) ini memberikan kontribusi hampir 80% dari penjualan CBG. Divisi produk perawatan rumah ini menjalankan konsep pemasaran agresif dengan meningkatkan penetrasi pasar dan menjaga ketersediaan barang (product availability) di semua jenis gerai swalayan (modern retail market), gerai khusus (specific stores) seperti pusat perbelanjaan bahan bangunan, toko perkakas rumah dan pasar tradisional. Produk bermerek Scotch-Brite™ ini dipasarkan dengan menggunakan slogan memberikan solusi kreatif tiap rumah tangga dalam menjaga kebersihan. Gambar 1.1 ini memberikan penjelasan kontribusi Home Care Division dalam CBG. Gambar 1.1 Penjualan Consumer Business Group 2014
Sumber: Data Penjualan Internal (diolah)
4
Selain mengalami peningkatan proporsi penduduk usia produktif dan bertambahnya jumlah kelompok kelas menengah sebagai pasar potensial, konsumen Indonesia bersikap optimis terhadap situasi ekonomi sehingga tetap bergairah untuk membelanjakan penghasilannya. Survei berkala triwulanan yang dilakukan oleh The Nielsen Company menunjukkan bahwa indeks kepercayaan konsumen (consumer confidence index) Indonesia selalu berada di atas angka 100 beberapa tahun terakhir. Angka ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia bersikap optimis pada situasi ekonomi sehingga bergairah pula membelanjakan disposable income milikinya. Gambar 1.2 di bawah ini menunjukkan hasil survei di berbagai negara pada kuartal ke-4 tahun 2015 yang mana indeks kepercayaan konsumen Indonesia mencapai 115 dan berada di urutan ketiga setelah India dan Filipina. Gambar 1.2 Indeks Kepercayaan Konsumen Kuartal ke-4 2015
Indeks Kepercayaan Konsumen Kuartal 4 - 2015 140
131 117 115 114
120
110 108 108 107 106 103 101 100 99
99
100
98
98
94
89
86
80
80
76
72
66 53
60 40 20
Yunani
Portugal
Brasil
Spanyol
Malaysia
Turki
Swedia
Singapura
Jerman
Belanda
Irlandia
Hong Kong
Amerika Serikat
Inggris
Pakistan
Saudi Arabia
Tiongkok
Uni Emirat Arab
Vietnam
Denmark
Thailand
Filipina
Indonesia
India
0
Sumber: http://www.nielsen.com/id/en/insights/news/2016/global-consumerconfidence-in-2015-a-year-of-change.html (diakses: 01 Februari 2016)
5
Situasi ini ditanggapi secara positif oleh produsen dan pengelola bisnis ritel di Indonesia dengan melakukan ekspansi bisnis dan penciptaan program bisnis yang agresif (lihat: Kanjaya dan Susilo, 2010: 108-124). Untuk kategori produk konsumer perawatan rumah, beberapa produsen terlihat intensif melakukan penetrasi pasar seperti Polytex (Godriej Group), Vileda (Freudenburg Group) serta produsen perkakas perawatan rumah lokal seperti Lion Star, CleanMatic dan Nagata. Pengelola gerai ritel modern juga melakukan pengembangan produk dengan merek sendiri seperti yang dilakukan oleh Carrefour, Giant, Hypermart, Lotte Mart dan Lion Superindo. Secara alamiah, setiap unit bisnis atau perusahaan yang dihadapkan pada persaingan bisnis akan mempersiapkan diri untuk berkompetisi, berusaha menguasai pasar serta meraih keuntungan di atas rata-rata industrinya (lihat: Grant, 2010: 19). Beberapa waktu sebelumnya, Barney (2007) juga mengatakan bahwa sebuah perusahaan akan mampu bertahan dalam persaingan bila berhasil membangun keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Barney, 2007: 17). Sejauh ini, Home Care Division, sebagai bagian dari Consumer Business Group 3M Indonesia terus berusaha membangun keunggulan kompetitif dengan mempersiapkan rencana bisnis supaya dapat memenangkan persaingan di pasar, meraih keuntungan di atas rata-rata dan meningkatkan kontribusinya terhadap penjualan korporat. Dengan demikian, perusahaan membutuhkan strategi untuk menentukan arah fokus penciptaan nilai (value creation) sehingga memiliki keunggulan kompetitif dan bisnis yang berkesinambungan (sustainable).
6
1.2 Rumusan Masalah Dalam
studi
literatur,
keunggulan
kompetitif
diartikan
sebagai
kemampuan sebuah organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan produk atau jasa dengan nilai keekonomian (economic value) yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya atau berada di atas rata-rata nilai keekonomian yang dihasilkan perusahaan lain yang berada di industri yang sama. Nilai keekonomian adalah selisih antara manfaat yang dirasakan oleh pelanggan (perceived benefit gained by a customer) terhadap keseluruhan biaya ekonomi (full economic cost) yang ditimbulkan dalam proses produksinya (Barney, 2002, 2007; Porter, 1985 dan Besanko et al, 2013). Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) bisa diraih apabila strategi yang disusun oleh tim eksekutif perusahaan memungkinkan perusahaan tersebut memiliki profitabilitas di atas rata-rata selama beberapa tahun (Jones dan Hill, 2007: 6). Barney (2007) mengingatkan bahwa keunggulan kompetitif suatu perusahaan tidak berasal dari ukuran pasar (market size) dan faktor lingkungan (firm’s competitive environment) di mana perusahaan itu menjalankan aktifitas bisnisnya. Studi yang dilakukan Rumelt (1991) telah membuktikan bahwa faktor lingkungan (industry effect) kontribusinya hanya 4%, adapun sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan (firms effect) justru memiliki peranan dominan dan kontribusinya mencapai 44.2% terhadap return of asset. Temuan ini merupakan pembenaran bahwa keunggulan kompetitif berasal dari sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki oleh perusahaan, bukan semata berasal dari jenis industrinya (Rumelt, 1991:167-185).
7
Barney (2007) juga mengatakan bahwa cukup banyak perusahaan telah berhasil meraih kinerja yang bagus, meskipun berada di tengah lingkungan bisnis yang penuh ancaman (threats) dan kesempatan usaha yang terbatas (few opportunities). Dalam literatur, Southwest dan Wal-Mart adalah 2 (dua) buah contoh perusahaan yang sering ditulis telah berhasil membuktikan hal itu. Di sisi lain, cukup banyak contoh perusahaan yang kinerjanya kurang bagus (poor performance) karena kurang berhasil menetapkan dan mengimplementasikan strateginya, meskipun telah berada di sebuah lingkungan yang relatif rendah tingkat risiko bisnis atau ancaman usahanya (Barney, 2007:128). Sejalan dengan pemikiran di atas, peningkatan penjualan dan kontribusi bisnis sektor ritel terhadap total pendapatan 3M Indonesia tentu tidak hanya dipengaruhi oleh situasi ekonomi, potensi pasar dan market size produk konsumer di Indonesia yang besar. Nampaknya, keunggulan kompetitif yang dibangun oleh perusahaan menjadi sebuah syarat utama (necessary condition) agar bisnis ini menang dalam persaingan dan memberikan keuntungan sesuai harapan. Pemikiran (premise) ini menghadirkan permasalahan (management dilemma) yang menarik untuk ditelusuri dan menjadi titik tolak dilakukannya penelitian ini yaitu apakah bisnis produk konsumer perkakas perawatan rumah yang dibangun perusahaan meraih keunggulan kompetitif dan memenuhi kriteria meraih keunggulan kompetitif berkelanjutan. Rumusan masalah ini menjadi dasar penyusunan pertanyaan penelitian yang dilanjutkan dengan pelaksanaan dan analisis hasil penelitian serta pengambilan simpulan.
8
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, studi empiris ini dilakukan untuk menjawab 2 (dua) buah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah bisnis konsumer perkakas perawatan rumah yang dibangun 3M Indonesia meraih keunggulan kompetitif? 2. Apakah sumber daya yang dimiliki perusahaan memenuhi kriteria meraih keunggulan kompetitif berkelanjutan? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, adapun tujuannya untuk melakukan identifikasi dan analisis kekuatan potensial yang dimiliki oleh bisnis konsumer perkakas kebersihan rumah tangga 3M Indonesia. Hasil penelitian ini berupa informasi yang diharapkan berguna bagi manajemen dalam melakukan analisis kekuatan dan kelemahan (firm’s strengths and weaknesses), landasan berpijak setiap organisasi dalam menentukan strategi bisnis. Pendekatan penelitian ini adalah Resources-Based View (RBV), dengan asumsi (1) kekhasan (idiosyncratic) dan (2) pemanfaatan sumber daya yang sulit ditiru oleh pesaing (costly-to-copy) dalam membangun keunggulan kompetitif (Barney, 2007). Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis yang dioperasikan secara berurutan. Alat analisis tersebut meliputi:
9
1. Analisis Rantai Nilai yang telah dimodifikasi (modified value chain analysis) (Hill dan Jones, 2010) 2. Analisis Building Block of Competitive Advantage (Hill dan Jones, 2010). 3. Analisis VRIO Framework (Barney, 2007) 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan 2 (dua) buah manfaat sekaligus, yaitu manfaat akademis dan manfaat bagi manajemen perusahaan. Kedua manfaat dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Manfaat akademis secara umum berkontribusi dalam menambah jumlah kasanah studi empiris di bidang manajemen strategi. Secara spesifik, manfaat akademis itu adalah menambah jumlah studi empiris dengan pemikiran Resources-Based View (RBV). Mengutip pendapat Barney (1995), perkembangan alat analisis (tool for analyzing) dalam studi empiris sisi internal organisasi perusahaan untuk menilai (assessment) kekuatan dan kelemahan masih tertinggal, bila dibandingkan dengan perkembangan alat analisis untuk menilai kesempatan dan ancaman (lihat: Barney, 1995: 49-61). Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat berkontribusi mengurangi celah (gap) di atas. 2. Manfaat bagi organisasi perusahaan yaitu memberikan masukan berkaitan dengan membangun keunggulan kompetitif.
10
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan rincian sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memberikan uraian mengenai landasan teori yang meliputi pemikiran manajemen strategi, keunggulan kompetitif, Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis), konsep Building Blocks of Competitive Advantage, konsep Resource-Base View dan VRIO Framework. Dalam bab ini juga dicantumkan beberapa hasil penelitian sebelumnya. BAB III METODE PENELITIAN DAN PROFIL PERUSAHAAN. Bab ini berisi metodologi penelitian yang dilakukan beserta gambaran secara umum organisasi perusahaan 3M Indonesia yang meliputi pernyataan misi dan visi, perkembangan bisnis, organisasi dan strategi bisnis yang dijalankan perusahaan. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Bab ini berisi analisis hasil penelitian berdasarkan metodologi yang telah ditetapkan sebelumnya. BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisi simpulan berdasarkan analisis dan pembahasan yang didapatkan dari bab sebelumnya. Saran tersebut akan ditujukan untuk 2 (dua) pihak yaitu akademis dan pengambilan keputusan bisnis perusahaan.
11