BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan mengapa penelitian ini dilakukan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian yang ingin dicapai, implikasi penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang penelitian akan memaparkan landasan pemikiran peneliti. Rumusan masalah menjelaskan masalah yang akan dikaji. Tujuan penelitian berisi tujuan yang hendak dicapai. Implikasi penelitian menguraikan kegunaan hasil penelitian bagi pihak-pihak yang terkait. Sistematika penulisan memamparkan urutan penulisan yang akan disusun.
1.1. Latar Belakang Kinerja menjadi hal yang sangat mendasar untuk diperhatikan bagi setiap organisasi, sehingga organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Kinerja didefinisikan sebagai pencapaian hasil kerja seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan tugas masing-masing dengan satu maksud mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi dengan cara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999). Berdasarkan kinerja, individu akan dinilai apakah karyawan itu layak untuk dipertahankan oleh organisasi atau harus dimutasi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi komitmen yang pada akhirnya akan memengaruhi bagus tidaknya kinerja seseorang dalam organisasi tersebut (Nainggolan, 2014).
1
Robbins (2010) mengungkapkan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama. Karena organisasi ditopang oleh sekelompok orang atau individu yang berada di dalamnya, maka keberhasilan dan kinerja aakan bergantung pada individu tersebut. Dalam organisasi sektor publik, adanya reformasi manajemen sektor publik dikenal dengan konsep New Public Management (NPM). Ide NPM berfokus pada hasil, outcomes, dan akuntabilitas hasil (Hood, 1991). Menurut Hood (1991), terdapat tujuh karakteristik NPM, yaitu (1) pelaksanaan tugas manajemen pemerintah diserahkan kepada manajer profesional; (2) adanya standar dan ukuran kinerja yang jelas; (3) lebih ditekankan pada kontrol hasil; (4) pembagian tugas dalam unit-unit; (5) ditumbuhkan atmosfer persaingan di tubuh organisasi sektor publik; (6) lebih menekankan diterapkannya gaya manajemen sektor privat; dan (7) lebih menekankan pada kedisiplinan tinggi dan tidak boros dalam menggunakan sumber daya yang terbatas. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan pengelolaan organisasi sektor publik yang lebih baik dan untuk menyampaikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Menurut Akbar et al, (2012) mengungkapkan bahwa penerapan NPM bisa meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pemerintah, sehingga diperlukan informasi kinerja yang lebih relevan dapat dibandingkan. Dengan dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi 2
Pemerintah,
yang
menyebabkan
setiap
instansi
pemerintah
harus
mempertanggungjawabkan kinerja mereka kepada masyarakat. Kemudian didukung dengan terbitnya Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ditujukan sebagai jawaban atas keharusan good governance pada semua lini pemerintahan. Adanya tuntutan tersebut, menyebabkan setiap instansi pemerintah harus mempersiapkan dan melaporkan laporan kinerja tahunan merupakan upaya reformasi pengelolaan organisasi sektor publik. Laporan ini dikenal dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat yang berisi informasi mengenai pencapaian hasil pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan kegiatan (Primasanti, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dari instansi pemerintah menjadi hal yang paling mendasar untuk diperhatikan, demi terselenggaranya pemerintahan yang baik. Akuntabilitas dipandang menjadi elemen yang penting bagi setiap instansi pemerintah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akbar et al. (2012) yang menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan pemerintah daerah melaksanakan akuntabilitas adalah karena kewajiban legislasi dan tekanan yang kuat dari pemerintah pusat. Pada konteks pemerintah daerah di Indonesia, akuntabilitas dipandang sebagai keharusan karena adanya tekanan eksternal (Akbar et al., 2012). Namun, dalam pelaksanaannya lebih dari satu dekade banyak permasalahan yang diadapi, salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah heterogenitas institusi 3
pemerintah yakni, ukuran, aset, populasi, sumber daya manusia, kemampuan keuangan, dan kemampuan manajerial yang menyebabkan instansi pemerintah tidak dapat menghasilkan dan mengimplementasikan akuntabilitas pada tingkatan yang sama (Akbar, et al., 2012). Pelaporan akuntabilitas menjadi
bias karena adanya kecenderungan
pemerintah daerah yang melaporkan program yang berhasil dicapai dibandingkan program yang mengalami kegagalan (Nurkhamid, 2008). Bias pelaporan akuntabilitas mungkin saja terjadi karena pemerintah daerah mempersepsikan akuntabilitas sebagai suatu kewajiban untuk menjelaskan dan menjustifikasi perilaku mereka, yaitu sebagai kemampuan menjawab (answerability) (Bovens, 1998). Hasil penelitian Akbar et al., (2012)
menyatakan
bahwa
faktor
yang
menyebabkan
pemerintah
daerah
melaksanakan akuntabilitas adalah karena kewajiban legislasi dan tekanan yang kuat dari pemerintah pusat. Akuntabilitas dijadikan alat politik dalam bentuk komitmen pemerintah daerah kepada legislatif dan untuk mencapai kesepakatan penggunaan dana publik (Mardiasmo, 2009). Akuntabilitas pada konteks Pemerintah Provinsi Maluku yang mana sebagai objek penelitian menjadi fenomena yang tidak terselesaikan bagi institusi-institusi di dalamnya. Hal ini mungkin saja disebabkan kecenderungan Pemerintah Provinsi Maluku untuk melaporkan program yang berhasil dicapai dibandingkan program yang mengalami kegagalan (Nurkhamid, 2008). Skor Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diperoleh Provinsi Maluku mendapatkan nilai CC, yang berarti cukup baik dan perlu perbaikan. Sehingga hal ini 4
yang menjadi alasan peneliti untuk meneliti lebih dalam mengenai akuntabilitas khususnya di Provinsi Maluku. Selain itu, adapun peran karakteristik individu yaitu motivasi, latar belakang pendidikan, dan komitmen yang dimiliki dapat meningkatkan kinerja mereka. Motivasi merupakan keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu (Mathis dan Jackson, 2006). Pegawai yang termotivasi akan lebih berusaha dengan keras untuk melakukan kegiatan, untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang dimiliki pegawai akan meningkatkan komitmen organisasional, yang mana pegawai akan merasa ikut memiliki terhadap organisasi tempat dimana ia bekerja. Demikian halnya dengan pendidikan, pegawai yang memiliki pendidikan lebih tinggi, akan mampu meningkatkan komitmennya dan menunjukkan kinerja yang lebih baik. Mengingat bahwa fungsi utama pemerintahan adalah untuk melayani kepentingan masyarakat, sehingga pemerintah berupaya untuk dapat meningkatkan kualitas kinerja pelayanan mereka. Dengan komitmen yang diberikan, diharapkan kinerja dari pegawai akan meningkat karena komitmen organisasi merupakan sebuah sikap yang mereflesikan loyalitas karyawan kepada organisasi dan merupakan suatu proses berkelanjutan yang mana mereka mengungkapkan perhatian terhadap organisasi (Nugraha, 2013). Upaya untuk meningkatkan kinerja sektor publik dan kualitas pelayanan kepada masyarakat seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002 yang dikutip oleh Nugraha (2013) diuraikan beberapa keadaan yang terjadi saat ini, diantara sebagai berikut: (1) banyak 5
sorotan masyarakat terhadap profesionalisme aparatur negara, menandakan bahwa masyarakat belum puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara; (2) kurangnya kesadaran aparatur negara meningkatkan integritas dan profesionalisme pribadi melalui peningkatan kemampuan yang sesuai dengan teknologi dan kondisi aktual; (3) pemimpin masih menunjukkan sikap sebagai seorang “birokrat feodal” yang selalu menuntut bawahannya untuk setia dan loyal, menuruti segala perintah dan keinginannya, sehingga menunmbuhkan karakter bawahan yang ABS (Asal Bapak Senang); (4) pemimpin belum atau kurang memiliki kesadaran untuk menjadikan kualitas kepemimpinannya sebagai pusat perhatian positif dan karenanya mampu menjadi teladan bagi anak buahnya; (5) tidak adanya sanksi yang jelas jika pegawai bekerja tidak tepat dan tidak cepat; (6) kedisiplinan dan keteraturan kerja aparatur masih rendah, terbukti masih banyak pejabat tingkat atas terlalu sibuk menghadiri rapat koordinasi diberbagai tempat, dan bekerja hingga malam, sementara banyak pegawai di bawah yang bekerja hanya berdasarkan perintah, sehingga sering menganggur bila tidak ada perintah atasan; (7) peraturan disiplin kerja dan keteraturan kerja sudah dituangkan dalam prosedur-prosedur kerja yang lengkap namun belum dilaksanakan dengan baik, masih formalitas, dan jauh dari aktualisasi dalam bentuk perbuatan nyata; (8) dedikasi dan loyalitas aparatur negara masih rendah, bahkan ada aparat yang salah dalam menerapkan loyalitas hanya ditujukan kepada atasannya, tetapi tidak loyal terhadap visi, misi, dan tugas instansinya; (9) penilaian kinerja individu dan unit instansi berdasarkan standar yang jelas, obyektif dan beorintasi pada pelayanan masyarakat belum diterapkan. 6
Dalam organisasi sektor publik ikatan batin antara pegawai dengan organisasi dapat dibangun dari kesamaan misi, visi, dan tujuan organisasi, bukan sekedar ikatan kerja. Ikatan mereka untuk bekerja diinstansi pemerintah bukan hanya sekedar gaji, namun lebih daripada ikatan batin, misalnya karena ingin menjadi abdi negara dan abdi masyarakat, status sosial, dan lain sebagainya, jadi apabila setiap pegawai memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan prestasi terbaik bagi negara dan pelayanan terbaik kepada masyarakat maka kinerja sektor publik akan meningkat (Nugraha, 2013). Sehingga komitmen organisasional ini dipandang sebagai komponen penting dari kinerja. Dengan demikian, penelitian ini menguji pengaruh akuntabilitas internal, akuntabilitas eksternal, motivasi kerja, pendidikan dengan kinerja pegawai instansi pemerintah daerah melalui komitmen organisasional, pada Pemerintah Daerah Provinsi Maluku. Kinerja tata kelola provinsi Maluku hanya memperoleh skor 4,77 dan dikategorikan sebagai cukup baik (Indonesia Governance Index, 2014), berbeda dengan provinsi-provinsi lain yang mendapatkan skor yang lebih baik. Hal ini menjadi motivasi peneliti untuk dapat meneliti mengenai kinerja pegawai instansi pemerintah daerah di Provinsi Maluku. Pengembangan
hipotesis
dalam
penelitian
untuk
melihat
pengaruh
akuntabilitas internal, akuntabilitas eksternal, motivasi kerja dan pendidikan terhadap kinerja pegawai instansi pemerintah daerah melalui komitmen organisasional dan hasil penelitian ini juga dilihat dari teori institusional berdasarkan konsep isomorfisma di pemerintah daerah. Penelitian ini akan menggunakan mixed method, 7
yaitu metode penelitian yang mengharuskan peneliti menggabungkan teknik penelitian, metode, pendekatan, konsep atau bahasa kuantitatif dan bahasa kualitatif ke dalam suatu bentuk studi tunggal (Johnson dan Onwuegbuzie, 2004). Strategi yang digunakan adalah sekuensial eksplanatori (Creswell dan Clark, 2011), yang mana desain metode penelitian dimulai dengan menjalankan data tahap kuantitatif dan diikuti dengan tahap kualitatif. Langkah kualitatif diimplementasi untuk tujuan menjelaskan hasil awal secara lebih mendalam (Creswell dan Clark, 2011). Penelitian ini menggunakan sekuensial eksplanatori dengan tujuan untuk menjelaskan hasil kuantitatif secara lebih rinci dan mendalam, serta untuk menangkap fenomena teori institusional yang sesuai dengan praktik pemerintah daerah. Selain itu, melalui pendekatan kualitatif diharapkan adanya pemahaman yang lebih baik terhadap fenomena yang terjadi dan dapat menguji hasil penelitian dari pendekatan yang berbeda (Creswell dan Clark, 2011). Metode campuran dengan desain sekuensial eksplanatori ini dapat mengeksplorasi hasil yang outlier dan ekstrim ketika menganalisis data kuantitatif pada tahap pertama, kemudian ditindaklanjuti dengan wawancara kualitatif tentang kasus-kasus outlier tersebut untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam berdasarkan hasil olah data kuantitatif (Creswell dan Clark, 2011). Hal ini menjadi penting karena penelitian ini merupakan penelitian sektor publik yang secara khusus pada instansi pemerintah daerah yang sangat berbeda dalam ukuran, aset, populasi, sumber daya manusia, kemampuan keuangan, dan kemampuan managerial (Akbar et al., 2012). Perbedaan tersebut dapat
8
menyebabkan perbedaan ekstrim (outlier) pada cara dan kemampuan menghadapi tuntutan akuntabilitas yang tidak dapat dijelaskan oleh pendekatan tunggal.
1.2. Perumusan Masalah Dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah membuat kinerja pegawai instansi pemerintah merupakan hal yang mendasar untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada pihakpihak eksternal dalam hal ini kepada masyarakat. Adanya karakteristik individu dapat meningkatkan kinerja pegawai yang lebih baik, mengingat fungsi utama pemerintah adalah untuk melayani kepentingan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini akan berfokus pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai instansi pemerintah daerah di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah akuntabilitas internal, akuntabilitas eksternal, motivasi kerja dan pendidikan memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasional?
2.
Apakah komitmen organisasional memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai instansi pemerintah daerah?
3.
Apakah isomorfisma insitusional terjadi dalam praktik akuntabilitas pada instansi pemerintah daerah?
9
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh akuntabilitas internal, akuntabilitas eksternal, motivasi kerja dan pendidikan terhadap kinerja pegawai instansi pemerintah daerah melalui komitmen organisasional.
1.4. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Kontribusi teoritis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam pengembangan teori pada bidang akuntansi sektor publik terkait teori institusional dengan menghubungkan tiga mekanisme isomorfisma yaitu: koersif, mimetik, dan normatif. Hasil penelitian juga berkontribusi pada penggunaan desain mix method yang belum banyak digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya, masih banyak menggunakan salah satu metode yang menyebabkan keterbatasan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada instansi pemerintah. 2. Kontribusi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah sehingga terwujudnya pemerintahan yang baik di masa mendatang.
10
1.5. Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam tiga bab, yaitu sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan Bab ini menyajikan gambaran umum yang mendasari dilakukannya penelitian yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II
: Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis Bab ini menguraikan tentang tinjauan literatur mengenai teori institusional faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kinerja
dalam
penyusunan
pengembangan hipotesis. Dalam bab ini juga menyajikan model penelitian. Bab III : Metoda Penelitian Bab ini menguraikan metoda penelitian yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian, yang berisi mengenai desain penelitian dan pengumpulan data, populasi dan sampel, variabel dan pengukuran variabel, instrumen penelitian, serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis. Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan Bab ini menguraikan tentang hasil analisis data penelitian yang mencakup gambaran umum responden, tingkat respon kuesioner penelitian, informasi demografi, bias tidak merespon, hasil analisis data dan pengujian hipotesis penelitian, serta pembahasan dan diskusi.
11
Bab V : Kesimpulan, implikasi, keterbatasan dan saran Bab ini menguraikan tentang kesimpulan, implikasi penelitian yang terdiri dari implikasi teoritis, implikasi metodologi, dan implikasi praktik, serta keterbatasan penelitian dan saran.
12