BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, termasuk kebijakan
anggaran belanja pemerintah pusat berupa anggaran subsidi sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, menempati posisi yang sangat strategis dalam mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berdimensi kewilayahan untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, pemerintah pusat dapat secara langsung berperan aktif dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran program pembangunan di segala bidang kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan, antarprogram, antarsektor, dan antarfungsi pemerintahan, mendukung stabilitas ekonomi, serta menunjang distribusi pendapatan yang lebih merata. Salah satu fungsi anggaran yaitu fungsi distribusi, peranan terkait fungsi distribusi dilakukan melalui dukungan untuk pemberdayaan berbagai kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, kurang beruntung atau berkemampuan ekonomi terbatas. Peranan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk pembayaran transfer antara lain berupa bantuan langsung seperti program keluarga harapan (PKH), alokasi anggaran bagi program-program dan kegiatankegiatan
yang
mendukung
upaya
pengentasan
kemiskinan,
pemerataan
kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha. Implementasi dari langkah tersebut
2
antara lain adalah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), bantuan operasional sekolah (BOS), dan program jaminan kesehatan untuk masyarakat. Termasuk dalam fungsi ini, penyediaan berbagai jenis subsidi, baik subsidi harga barang-barang kebutuhan pokok (price subsidies), maupun subsidi langsung ke objek sasaran (targeted subsidies). Dalam upaya mengamankan produksi gabah/beras nasional serta antisipasi dan respon cepat untuk menghadapi kondisi iklim ekstrim, Presiden melalui Inpres Nomor 5 tahun 2011, telah mengeluarkan instruksi kepada para Menteri, Kepala Badan, Gubernur, dan Bupati/Walikota agar segera mangambil langkahlangkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mengamankan produksi gabah/beras nasional. Melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tersebut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Pertanian, antara lain untuk meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi, dan jumlah. Selanjutnya, Presiden mengintruksikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) antara lain untuk meningkatkan fungsi BUMN dalam menyediakan dan menyalurkan sarana produksi dan distribusi gabah/beras. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan, benih mempunyai peranan yang sangat strategis. Ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat yang memenuhi aspek kualitas dan kuantitas dibarengi dengan aplikasi teknologi budidaya lainnya seperti pupuk
3
berimbang, akan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas, produksi dan mutu hasil produk tanaman pangan. Untuk mendukung program ketahanan pangan, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah mengalokasikan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa anggaran subsidi ketahanan pangan, yang terdiri dari subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi benih. Dalam kurun waktu 2011-2015, anggaran subsidi ketahanan pangan secara nominal mengalami peningkatan. Data selengkapnya mengenai anggaran subsidi ketahanan pangan dari tahun 20112015, dapat dilihat dari tabel berikut:
No
Tabel 1.1. Anggaran Subsidi Ketahanan Pangan Tahun 2011-2015 (triliun rupiah) 2011 2012 2013 2014 2015 Uraian Real Real Real APBNP APBN APBNP
1
Subsidi Pangan
16,5
19,1
20,3
18,2
18,9
18,9
2
Subsidi Pupuk
16,3
14,0
17,6
21,0
35,7
39,5
3
Subsidi Benih
0,1
0,1
0,4
1,6
0,9
0,9
32,9
33,2
38,3
40,8
55,5
59,3
Total
Sumber data: www.anggaran.depkeu.go.id Berdasarkan tabel di atas, jumlah anggaran subsidi ketahanan pangan dari tahun 2011-2015 cenderung mengalami peningkatan. Khusus untuk anggaran subsidi benih dari tahun 2011-2015 cenderung berfluktuasi. Tahun 2014 jumlah anggaran subsidi benih meningkat menjadi 1,6 triliun. Tahun 2015 anggaran subsidi benih turun menjadi 0,9 triliun.
4
Selain itu, guna mendukung pelaksanaan program tanaman pangan diperlukan adanya keterlibatan dari semua unsur termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pangan dan pupuk. BUMN yang bergerak di bidang pangan antara lain adalah PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero), sedangkan yang bergerak di bidang pupuk adalah PT Pupuk Indonesia (Persero) beserta anak perusahaannya yaitu PT Pupuk Sriwijaya Palembang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Pupuk Petrokimia Gresik. BUMN tersebut bergerak pada bidang usaha penyediaan kebutuhan budi daya padi, jagung, kedelai dan pupuk yang dijual kepada petani secara free market dan melaksanakan penugasan dari pemerintah cq Kementerian Negara BUMN dalam rangka public service obligation (PSO). Menurut UUD 1945 (perubahan) pasal 34 ayat 3 menyatakan “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”, kemudian diatur lebih lanjut melalui UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 66 yang menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan BUMN. Dalam penjelasan pasal 66 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut, meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel,
5
pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Adanya penugasan Pemerintah berupa kewajiban pelayanan umum atau public service obligation (PSO) adalah dalam rangka menjaga agar kegiatan penyediaan barang publik tersedia dalam jumlah yang cukup sekalipun tidak memberikan keuntungan yang cukup bagi penyedia jasa untuk dapat menjalankan kegiatannya. PSO yang secara finansial tidak memberikan keuntungan harus tetap disediakan, karena hal tersebut diharapkan akan memberikan multiplier effect secara ekonomi bagi masyarakat (Makmun, 2008). Penugasan Pemerintah kepada BUMN untuk menyelenggarakan public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan umum, memiliki konsekuensi bahwa pemerintah harus menyediakan sejumlah dana pada pos pengeluaran subsidi untuk bantuan kepada BUMN dalam rangka menjalankan PSO. Untuk mendukung peningkatan
produksi
pertanian,
pemerintah mengalokasikan
anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh petani. Alokasi anggaran subsidi benih dalam APBNP Tahun 2015 sebesar Rp0,9 triliun, lebih rendah dibandingkan alokasi anggaran subsidi benih dalam APBNP tahun 2014 sebesar Rp1,6 triliun. Sedangkan alokasi anggaran subsidi benih Tahun 2013 terealisasi sebesar Rp0,4 triliun. Menteri Negara BUMN, melalui Surat Nomor S-39/MBU/2013 tanggal 23 Januari 2013 kepada Menteri Pertanian, memberikan persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk
6
Tahun Anggaran 2013 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Untuk pelaksanaan subsidi benih Tahun Anggaran 2014, Menteri Negara BUMN telah menerbitkan surat kepada Menteri Pertanian melalui Surat Nomor S-747/MBU/2013 tanggal 19 Desember 2013 perihal persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk Tahun Anggaran 2014 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero). Sedangkan untuk pelaksanaan subsidi benih Tahun Anggaran 2015, Menteri BUMN telah menerbitkan surat kepada Menteri Pertanian melalui Surat Nomor S70/MBU/2/2015 tanggal 2 Februari 2015 perihal persetujuan penugasan Public Service Obligation (PSO) dalam rangka pelaksanaan subsidi benih untuk Tahun Anggaran 2015 kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Apabila ada produsen benih swasta/penangkar benih yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan subsidi benih, dapat dimungkinkan dengan di bawah koordinasi produsen benih pelaksana PSO subsidi benih. Permasalahan yang timbul atas penyerapan anggaran subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) sampai saat ini, antara lain mekanisme pelaksanaan PSO belum jelas, realisasi dana PSO yang diterima tidak sesuai dengan APBN yang sudah disetujui, proses pencairan dana PSO lambat (Harahap, 2009). Belum adanya persepsi yang sama tentang pengertian/definisi PSO, Belum semua kegiatan PSO dilakukan melalui proses lelang, Perhitungan dasar kebutuhan dana PSO belum seragam, kebutuhan PSO yang dapat direalisasikan dalam APBN cenderung lebih rendah, karena keterbatasan keuangan negara dan perencanaan yang kurang baik (Makmun, 2008). Model penerapan PSO pada
7
BUMN saat ini malah menimbulkan beban, karena dana PSO berasal dari APBN, penugasan diterima sejak awal tahun, sementara dana diterima pada akhir tahun setelah dilakukan verifikasi, mekanisme PSO belum efektif (Kartikasari, dkk., 2013). Keterlambatan juknis subsidi benih, kemampuan keuangan perusahaan produsen benih belum memadai (BPKP, 2014). Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) masih belum berjalan secara efektif. Dari fakta tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi atas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui Public Service Obligation (PSO) oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten. Penelitian akan difokuskan pada efektifitas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO dan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya realisasi penyerapan dana subsidi benih. 1.2
Perumusan Masalah Pemerintah melalui Kementerian Teknis dapat memberikan penugasan
khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum atau dikenal dengan istilah Public Service Obligation (PSO) dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan didirikannya BUMN. Terkait kebijakan subsidi benih, untuk tahun anggaran 2013, pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN telah menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih. Untuk tahun anggaran 2014 Kementerian BUMN hanya menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih. Sedangkan
8
untuk Tahun Anggaran 2015 Kementerian Negara BUMN kembali menugaskan PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) sebagai BUMN yang melaksanakan program subsidi benih guna membantu petani dalam memenuhi kebutuhan jumlah benih sesuai masa tanam dengan varietas unggul bersertifikat dan dengan harga yang terjangkau. Mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO hingga saat ini belum berjalan secara efektif. 1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1) Apakah mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten telah berjalan secara efektif. 2) Mengapa realisasi penyerapan dana subsidi benih melalui PSO rendah? 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal berikut:
1) Menilai efektifitas mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten. 2) Memberikan bukti atau informasi penyebab rendahnya penyerapan dana subsidi benih melalui PSO pada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten Tahun 2013 sampai dengan 2015.
9
3) Memberikan usulan rekomendasi perbaikan atas kelemahan-kelemahan mekanisme penyerapan dana subsidi benih melalui penugasan Public Service Obligation (PSO). 1.5
Motivasi Penelitian Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk
mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat selama bekerja sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, peneliti juga ingin memperkaya khasanah keilmuan terutama mengenai pelaksanaan penugasan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN. 1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1)
Sebagai masukan kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan dalam merumuskan kebijakan terkait penugasan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO) oleh BUMN.
2)
Sebagai masukan kepada PT Sang Hyang Seri (Persero) Kantor Regional II Klaten untuk peningkatan kinerja pada umumnya dan pelaksanaan penugasan PSO pada khususnya.
3)
Bidang akademis dan dunia penelitian, agar dapat menambah literatur mengenai pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) pada sektor publik.
1.7
Proses Penelitian Tahapan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
10
Sumber: Pedoman Umum Penulisan Tesis (Maksi FEB UGM, 2012).
Gambar 1.1 Proses Penelitian Studi Kasus 1.8
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam enam bab
sebagai berikut: BAB I :
PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan
permasalahan,
pertanyaan
penelitian,
tujuan
penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II :
TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi landasan teoritis sebagai kerangka berfikir untuk melaksanakan investigasi dan hasil-hasil
penelitian
sebelumnya
yang relevan
dengan
permasalahan. BAB III :
LATAR BELAKANG KONSTEKSTUAL PENELITIAN. Bab ini menjelaskan secara deskriptif tentang obyek penelitian secara selektif, aplikasi teori dan konsep untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik obyek penelitian terkait dengan perspektif teori dan konsep yang digunakan pada bab sebelumnya.
11
BAB IV :
RANCANGAN PENELITIAN. Bab ini berisi pengambilan data dan analisis data penelitian, yang meliputi rasionalitas penelitian, pemilihan obyek penelitian, jenis, sumber dan teknik pengumpulan data, validitas data serta metode analisis data.
BAB V : PEMAPARAN TEMUAN INVESTIGASI KASUS. Bab ini berisi pemaparan mengenai data yang diperoleh beserta hasil analisisnya. BAB VI :
ANALISIS DISKUSI DAN HASIL INVESTIGASI KASUS. Bab ini berisi temuan-temuan dalam investigasi yang menggambarkan fakta-fakta untuk dapat menjawab tujuan penelitian, serta pembahasan, analisis dan diskusi atas permasalahan yang ditemukan pada bab sebelumnya.
BAB VII : RINGKASAN,
SIMPULAN,
KETERBATASAN
DAN
REKOMENDASI. Bab ini berisi ringkasan hasil penelitian, simpulan, keterbatasan penelitian, dan rekomendasi yang menunjukkan hasil implikasi dari hasil penelitian.