BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan cukup penting karena dengan anggaran manajemen dapat merencanakan, mengatur dan mengevaluasi jalannya suatu kegiatan. Lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan pengalaman masa lalu dan taksir-taksiran pada masa yang akan datang, maka ini dapat menjadi pedoman kerja bagi setiap bagian dalam perusahaan ataupun instansi untuk menjalankan kegiatannya. Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit satuan moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) mendatang (Lubis, 2011). Sedangkan pengertian anggaran menurut Darmanegara (2010) anggaran adalah cetak biru untuk gambaran tindakan dan formalitas dari proses perencanaan. Anggaran biasanya dinyatakan dalam satuan moneter dan dimaksudkan untuk mencapai sasaran dalam jangka waktu tertentu. Rencana ini biasanya mencakup berbagai kegiatan operasional yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dengan suatu pendekatan formal dan sistematis dari pelaksanaan tanggung jawab manajemen dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian. Dengan keluarnya UU No. 17 Tahun 2003 menuntut perubahan sistem penganggaran dari traditional budget menjadi penganggaran berbasis kinerja.
1
2
Berlakunya Undang Undang tersebut membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efisien dan efektif, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Pada saat mengusulkan anggaran, pengelola anggaran harus dapat mengusulkan dengan anggaran mana yang akan menjadi prioritas dan betul – betul dibutuhkan oleh dinas sehingga kegiatan organisasi dapat terlaksana dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Cara penyusunan anggaran dengan metode tradisional ini tidak didasarkan pada analisis rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/ pengeluaran dan sistem pertanggungjawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam perkembangannya, munculah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber - sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan Anggaran Berbasis Kinerja. Anggaran kinerja mencerminkan beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan permintaan dana. Kedua, biaya dari program-program yang diusulkan
3
dalam mencapai tujuan ini. Dan yang ketiga, data kuantitatif yang dapat mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiap-tiap program. Penganggaran
dengan
pendekatan
kinerja
ini
berfokus
pada
efisiensi
penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif. Berbeda dengan penganggaran yang menggunakan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Apabila fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga
4
dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). (http://www.anggaran.depkeu.go.id; 2015). Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumber daya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Anggaran Berbasis Kinerja pada pemerintah daerah pertama sekali digulirkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang berisi panduan untuk membuat anggaran kinerja, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan pelaksanaan anggaran. Regulasi ini kemudian disempurnakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, maka penyusunan APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Dengan demikian tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta
5
bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan. Permasalahan mendasar pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat setelah diterapkannya anggaran berbasis kinerja adalah (1) rancangan program kerja yang disampaikan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat dalam setiap tahun anggaran, kurang matang. Sehingga, dampaknya cukup banyak program yang kurang maksimal (2) anggaran untuk mempromosikan objek wisata kurang maksimal dan mendukung (3) dalam setiap penyusunan rencana anggaran tidak menjelaskan tahapan yang mana saja menjadi skala prioritas untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang. (http://www.lensaindonesia.com; 2015). Berdasarkan fenomena diatas penulis berpendapat sebenarnya Anggaran Berbasis Kinerja memiliki konsep yang baik tetapi fakta membuktikan bahwa ada yang belum berdampak pada efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan suatu aktivitas dalam penyusunan anggaran, sehingga tidak terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Maka penulis meneliti Bagaimana
Implementasi
Anggaran
Berbasis
Kinerja
dan
Hubungan
Implementasi Anggaran Kinerja di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan selaku pelaksana Anggaran dan Berapa besar Hubungan Implementasi Anggaran Kinerja yang sudah dilakukan saat ini terhadap Kinerja Dinas tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam judul
6
“Hubungan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Dengan Kinerja Pegawai Pada Kantor Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu ; 1. Bagaimana implementasi anggaran berbasis kinerja pada pegawai dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi Jawa Barat. 2. Bagaimana kinerja pegawai pada kantor dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi Jawa Barat. 3. Bagaimana hubungan implementasi anggaran berbasis kinerja dengan kinerja pada pegawai dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi Jawa Barat.
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah diungkapkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi anggaran berbasis kinerja pada pegawai dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi jawa barat. 2. Untuk mengetahui kinerja pegawai pada kantor dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi jawa barat.
7
3. Untuk mengetahui berapa besar hubungan implementasi anggaran berbasis kinerja dengan kinerja pegawai dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi jawa barat.
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis Dengan penelitian yang dilakukan penulis, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pemahaman terhadap disiplin ilmu akuntansi sektor publik khususnya hal – hal yang berkaitan dengan sistem penganggaran pada Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. b. Bagi Instansi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat daerah sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan kualitas kinerja Kantor Dinas tersebut. c. Bagi Peneliti selanjutnya Diharapkan Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
8
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat yang beralamat di Jl. R.E. Martadinata No 209 Bandung. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 3-11 Agustus 2015.