Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
BAB IV ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT 2011 4.1 Umum Sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, besaran dan kebijakan alokasi anggaran belanja negara, termasuk kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat, menempati posisi yang sangat strategis untuk mendukung akselerasi pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berdimensi kewilayahan dalam mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan visi, misi dan platform Presiden terpilih, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 - 2014. Sehubungan dengan itu, hal-hal penting dan strategis yang mendasari perencanaan kebijakan dan alokasi belanja negara adalah sebagai berikut Pertama, melalui besaran dan kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, terbuka peluang bagi Pemerintah untuk secara langsung dapat berperan aktif dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran-sasaran program pembangunan di segala bidang kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan, antarprogram, antarsektor dan antarfungsi pemerintahan, mendukung stabilitas ekonomi, dan menunjang distribusi pendapatan yang lebih merata. Karena itu, sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, perencanaan alokasi dan kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat dalam Rancangan APBN tahun 2011 akan lebih diarahkan untuk mencapai 10 (sepuluh) sasaran strategis dalam mendorong pembangunan yang inklusif dan berkeadilan selama jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan. Kesepuluh arah kebijakan dan sasaran strategis tersebut adalah: (1) ekonomi tumbuh lebih tinggi; (2) pengangguran makin menurun dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih baik; (3) kemiskinan makin menurun; (4) pendapatan perkapita makin meningkat; (5) stabilitas ekonomi makin terjaga; (6) pembiayaan dalam negeri semakin kuat dan meningkat; (7) ketahanan pangan semakin meningkat; (8) ketahanan energi meningkat; (9) daya saing ekonomi nasional makin menguat dan meningkat; (10) upaya pembangunan yang ramah lingkungan dengan pendekatan “green economy” makin diperkuat. Kedua, di tengah dinamika perekonomian global yang masih penuh dengan ketidakpastian seperti berlangsung dalam beberapa tahun terakhir, besaran dan kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat harus dapat diupayakan agar seoptimal mungkin mampu berperan sebagai stabilisator bagi perekonomian dan atau menjadi instrumen kebijakan countercyclical yang efektif dalam meredam siklus bisnis atau gejolak ekonomi. Ini berarti, dalam kondisi perekonomian yang sedang mengalami kelesuan usaha dan perlambatan aktivitas bisnis akibat resesi, besaran dan kebijakan alokasi anggaran belanja negara, termasuk belanja pemerintah pusat, perlu dirancang lebih ekspansif agar mampu berperan dalam memberikan stimulasi pada pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilitas dan memperkuat fundamental ekonomi makro. Sebaliknya, pada saat kondisi ekonomi terlalu ekspansif (overheating), kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, dapat dijadikan alat kebijakan yang efektif dalam mendinginkan roda kegiatan perekonomian menuju kondisi yang lebih kondusif.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -1
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Dalam kerangka memperkecil dampak negatif dari krisis ekonomi dan keuangan global yang sangat berat pada tahun 2008 yang lalu itulah, Pemerintah memandang perlu melakukan langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal, guna menyelamatkan perekonomian nasional tahun 2009 dari krisis global, antara lain dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009. Kebijakan stimulus fiskal tersebut dilakukan melalui tiga cara dan sekaligus untuk tiga tujuan: (a) mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk dapat menjaga laju pertumbuhan konsumsi di atas 4,0 persen; (b) mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan (c) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan meningkatkan belanja infrastruktur padat karya. Selain ditujukan untuk meredam dampak krisis global, langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yang lebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional. Hal ini dilakukan dengan meneruskan reformasi di seluruh kementerian negara/lembaga (K/L). Di bidang belanja pemerintah pusat, paket kebijakan stimulus fiskal terutama dialokasikan untuk program pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan tujuan dapat menghasilkan output dan outcome yang secara langsung memberikan nilai tambah (multiplier-effect) yang besar bagi upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi, seraya tetap menjaga stabilitas harga. Melalui program stimulus fiskal yang terkoordinasi secara sinergis dengan kebijakan moneter dan sektor keuangan, maka dalam tahun 2009 telah berhasil dicapai stabilitas ekonomi seperti yang diharapkan, hal ini antara lain tercermin pada tingkat pertumbuhan ekonomi 4,5 persen, tingkat inflasi 2,8 persen, dan tingkat bunga SBI 3 bulan rata-rata 7,6 persen. Ketiga, dalam rangka memaksimalkan dampak positifnya bagi perekonomian nasional, kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat harus dilakukan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran, mengingat terbatasnya sumber-sumber keuangan negara. Hal ini terutama karena setidaknya terdapat tiga permasalahan strategis sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan fiskal. Pertama, ruang fiskal (fiscal space) APBN masih terbatas. Komposisi belanja negara masih didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib. Sekitar 93 % dari pendapatan dalam negeri (baik penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak) dalam tahun 2010 digunakan untuk membiayai belanja mengikat yang bersifat wajib, antara lain untuk transfer ke daerah (35%); belanja pegawai dan barang (27%); subsidi (20%), dan bunga utang (11%). Dengan demikian, dana yang tersisa untuk belanja tidak mengikat (diskresioner), antara lain belanja modal untuk infrastruktur dan bantuan sosial menjadi sangat terbatas. Kedua, mandatory spending semakin membesar. Beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan dan langkahlangkah kebijakan bersifat mengikat dan/atau membatasi ruang fiskal APBN, yaitu antara lain kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD sesuai amanat Amandemen Keempat UUD 1945; kewajiban pemenuhan tunjangan untuk guru (fungsional, profesi, maslahat tambahan, dan tunjangan khusus) sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; kewajiban penyediaan dana perimbangan, yaitu untuk DAU minimal 26% dari penerimaan dalam negeri neto, DBH dengan persentase tertentu sesuai ketentuan UU No 33/2004; penyediaan dana otonomi khusus (2% dari DAU Nasional) sesuai dengan Undangundang Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darussalam dan Papua; dan alokasi anggaran IV-2
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
kesehatan 5% dari APBN (sesuai UU No 36/2009). Mandatory spending yang semakin besar tersebut semakin memperkecil fiscal space. Ketiga, penyerapan anggaran belanja negara masih belum optimal. Daya serap anggaran belanja K/L dalam lima tahun terakhir rata-rata hanya sekitar 90% dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN setiap tahun. Faktor yang menyebabkan penyerapan anggaran belanja K/L yang kurang optimal, di antaranya: (a) keterlambatan dalam penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pengelola Kegiatan di hampir semua Satker Pusat dan Daerah; (b) perencanaan kegiatan kurang baik: tidak ada kerangka acuan kerja (TOR dan RAB); (c) dampak penerapan Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, yang membuat proses pengadaan barang/jasa Pemerintah menjadi suatu persoalan yang tidak sederhana; dan (d) masalah pengadaan/pembebasan lahan. Keempat, dengan ruang fiskal (fiscal space) yang masih terbatas berhadapan dengan banyaknya sasaran pembangunan yang harus dicapai, maka kualitas belanja negara, termasuk anggaran belanja pemerintah pusat harus ditingkatkan, baik dari sisi perencanaan maupun pelaksanaan. Hal ini dimaksudkan agar belanja negara, termasuk belanja pemerintah pusat dapat berfungsi sebagai instrumen fiskal yang efektif dalam memberikan pengaruh yang optimal pada perekonomian, antara lain berupa peningkatan pertumbuhan, penurunan tingkat pengangguran, dan pengentasan kemiskinan. Untuk itu, delapan langkah strategis peningkatan kualitas belanja, yaitu: pertama, mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung pembiayaan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Pro Growth), menciptakan kesempatan kerja (Pro Job), mengentaskan kemiskinan (Pro Poor), dan mendukung pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan ramah lingkungan (Pro Environment). Kedua, mengurangi pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dengan antara lain membatasi belanja barang (biaya perjalanan dinas, kegiatan rapat kerja, workshop, seminar, dan kegiatan yang sejenis), serta menekan biaya kegiatan pendukung pencapaian sasaran suatu program (biaya manajemen, monitoring, sosialisasi, safeguarding). Ketiga, merancang ulang (redesign) kebijakan subsidi, di antaranya dengan merubah sistem subsidi dari subsidi harga menjadi subsidi yang lebih tepat sasaran (targeted subsidy), mempertajam sasaran penerima subsidi melalui sistem seleksi yang ketat dan basis data yang transparan, serta menata ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel, predictable, dan makin tepat sasaran. Keempat, menghindarkan meningkatnya pengeluaran mandatory spending, yaitu kewajiban pengeluaran yang ditetapkan (“dikunci”) dalam suatu peraturan perundang-undangan yang tidak diamanatkan dalam konstitusi dan bertentangan dengan kaidah pengelolaan keuangan negara. Kelima, mempercepat implementasi sistem penganggaran berbasis kinerja, dan kerangka pengeluaran jangka menengah, dengan antara lain melakukan restrukturisasi program dan kegiatan, serta memperjelas hubungan yang logis antara alokasi anggaran dengan output kegiatan dan outcome program. Keenam, memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi, di antaranya melalui penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, pelaksanaan kontrak kinerja, peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dalam rangka menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif, serta pemberian remunerasi yang layak. Ketujuh, menerapkan sistem reward dan punishment dalam pengalokasian anggaran, antara lain dengan memberikan tambahan alokasi anggaran bagi kementerian negara/lembaga (K/L) dan daerah yang dapat mencapai sasaran yang ditetapkan dengan biaya yang lebih hemat, untuk pencapaian sasaran program yang lebih besar; dan sebaliknya, memotong anggaran bagi K/L dan atau daerah yang tidak mampu mencapai sasaran yang sudah ditetapkan tanpa alasan yang dapat dipertangungjawabkan. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -3
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Kedelapan, mempercepat penyerapan anggaran belanja, di antaranya dengan revisi Keppres No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (seperti percepatan dan perbaikan tender, termasuk syarat untuk penetapan pemenang lelang); dan langkah-langkah strategis lainnya untuk meningkatkan daya serap belanja K/L. Dalam tahun 2011, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, sebagai kelanjutan dan pengembangan dari kebijakan tahun sebelumnya, diarahkan untuk merangsang kegiatan ekonomi nasional dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas dan berkelanjutan; memantapkan pengelolaan keuangan negara yang prudent, transparan dan akuntabel; menunjang upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari anggaran belanja negara (APBN); serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, sesuai dengan tema RKP tahun 2011, yaitu “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat-Daerah”. RKP 2011, sebagai acuan bagi penyusunan program-program yang akan dilakukan pemerintah dalam tahun 2011, antara lain memuat rancangan kerangka ekonomi makro, program-program kementerian negara/lembaga, lintas kementerian negara/lembaga, dan lintas wilayah, yang tercermin dalam bentuk: (1) kerangka regulasi, dan (2) kerangka investasi pemerintah serta layanan umum. Karena itu, RKP mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu: (1) menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa, karena memuat seluruh kebijakan publik; (2) menjadi pedoman bagi penyusunan APBN, karena memuat arah kebijakan pembangunan nasional satu tahun; dan (3) menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen pemerintah. Sejalan dengan itu, dalam RKP tahun 2011 ditetapkan sebelas prioritas pembangunan sebagai berikut : (1) melanjutkan reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) meningkatkan akses pendidikan; (3) meningkatkan akses kesehatan dan kependudukan; (4) mempercepat penanggulangan kemiskinan; (5) memperkuat ketahanan pangan; (6) meningkatkan kualitas infrastruktur; (7) meningkatkan kondisi iklim investasi dan iklim usaha; (8) memperkuat ketahanan energi; (9) meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10) meningkatkan pembangunan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik; dan (11) meningkatkan dukungan kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi. Sasaran-sasaran (outcomes) pokok yang ingin dicapai dengan berbagai prioritas RKP tahun 2011 tersebut, pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yakni: (1) sasaran pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan; (2) sasaran perkuatan pembangunan demokrasi; dan (3) sasaran penegakan hukum. Dalam pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan, sasaran-sasaran pokok yang ingin dicapai dalam tahun 2011 terdiri atas: (a) sasaran bidang ekonomi, yang meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, tingkat inflasi terkendali pada kisaran 5,3 persen, dan tingkat kemiskinan menurun menjadi sekitar 11,5-12,5 persen, dan tingkat pengangguran turun menjadi 7,3 persen; (b) sasaran bidang pendidikan, yang meliputi antara lain meningkatnya rata-rata penduduk di atas 15 tahun yang bersekolah, dan menurunnya disparitas partisipasi pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi; (c) sasaran bidang pangan, dengan target utama produksi padi mencapai 68,8 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung sebesar 22 juta ton dan produksi kedelai mencapai 1,6 juta ton; (d) sasaran bidang energi, di antaranya berupa meningkatnya produksi minyak bumi menjadi 970 ribu barel per hari, dan tercapainya rasio elektrifikasi 70,4 persen; serta (e) sasaran bidang infrastruktur, antara lain berupa IV-4
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
pembangunan jalan lintas Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Papua. Selanjutnya, sasaran yang ingin dicapai di bidang perkuatan pembangunan demokrasi Indonesia di antaranya adalah meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia, yang ditunjukkan dengan besaran indeks demokrasi dalam tahun 2011 sebesar 65. Sementara itu, sasaran pokok yang ingin dicapai di bidang pembangunan penegakan hukum adalah tercapainya kepastian keadilan (rule of law) dan terjaganya ketertiban umum dengan tercapainya indeks persepsi korupsi (IPK) sebesar 3,0 pada tahun 2011, yang berarti meningkat dari 2,8 pada tahun 2009. Dalam upaya mencapai sasaran-sasaran tersebut di atas, dalam RKP 2011 ditetapkan tiga prinsip pengarusutamaan dan rencana kerja lintas bidang, sebagai landasan operasional bagi seluruh aparatur negara dalam melaksanakan seluruh program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing K/L. Prinsip-prinsip pengarusutamaan tersebut terdiri atas: (1) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan; (2) pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik; dan (3) pengarusutamaan gender. Selain itu, agar menjadi sebuah rencana kerja yang menyeluruh dan tidak terfragmentasi, dalam RKP 2011 juga ditetapkan rencana kerja lintas bidang, yang meliputi: (1) penanggulangan kemiskinan; (2) perubahan iklim global; (3) pembangunan kelautan yang berdimensi kepulauan; serta (4) perlindungan anak. Dengan mempertimbangkan sasaran-sasaran pembangunan yang ingin dicapai sesuai dengan prioritas RKP 2011, serta memperhatikan langkah-langkah kebijakan fiskal yang akan diambil dan perkiraan situasi perekonomian dalam tahun 2011, maka volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2011 direncanakan mencapai Rp823,6 triliun (11,8 persen terhadap PDB). Jumlah ini, secara nominal menunjukkan peningkatan sebesar Rp42,1 triliun dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp781,5 triliun. Kenaikan volume anggaran belanja pemerintah pusat tersebut terutama berkaitan dengan langkah-langkah kebijakan strategis yang akan ditempuh dalam tahun 2011, yang meliputi antara lain: (1) pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (di antaranya melalui pembangunan infrastruktrur untuk domestic connectivity dan pengembangan kawasan ekonomi khusus); (2) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (3) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi; (4) penyediaan anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran untuk menjaga stabilitas harga dan perlindungan kesejahteraan masyarakat; dan (5) tambahan sasaran penerima program beasiswa untuk siswa miskin, PNPM, dan Program Keluarga Harapan (PKH); serta (6) pemenuhan kewajiban pembayaran utang tepat waktu.
4.2 Evaluasi Perkembangan Pelaksanaan Kebijakan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2005–2010 4.2.1 Perkembangan Kebijakan Umum Belanja Pemerintah Pusat, 2005-2010 Dalam kurun waktu enam tahun terakhir (2005–2010), anggaran belanja pemerintah pusat mengalami pertumbuhan rata-rata 16,7 persen per tahun, yaitu dari Rp361,2 triliun (13,0 persen terhadap PDB) pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp628,8 triliun (11,2 persen terhadap PDB) pada tahun 2009, dan mencapai Rp781,5 triliun dalam APBN-P tahun 2010.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -5
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Perkembangan volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan belanja pemerintah pusat adalah perkembangan berbagai indikator ekonomi makro, terutama harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan suku bunga rata-rata SBI 3 bulan, yang terutama mempengaruhi besaran belanja subsidi dan pembayaran utang. Sementara itu, faktor internal yang mempengaruhi perkembangan belanja tersebut adalah perkembangan kebutuhan penyelenggaraan negara dan berbagai langkah kebijakan di bidang belanja pemerintah pusat dalam mencapai berbagai sasaran pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam 6 tahun terakhir tersebut antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, kebijakan pembaharuan (reformasi) di bidang fiskal, termasuk perubahan sistem penganggaran yang mulai diberlakukan sejak tahun 2005, sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Reformasi sistem penganggaran tersebut merupakan bagian integral dari paket pembaharuan fiskal (fiscal reform) dan pengelolaan keuangan negara, yang diatur dalam paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu: (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (2) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan (3) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Karena itu, mulai tahun 2005, anggaran belanja pemerintah pusat disusun, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka pelaksanaan pembaharuan (reformasi) keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam tiga undang-undang (UU) di bidang keuangan Negara tersebut. Selanjutnya, terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat, terdapat perubahan cukup mendasar yang diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2003, antara lain berkaitan dengan tiga pilar dalam penganggaran belanja negara, yaitu meliputi: (1) penganggaran terpadu (unified budget); (2) penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); dan (3) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Untuk mewujudkan tiga pilar penganggaran belanja negara tersebut, maka pemerintah telah menetapkan strategi pengenalan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2005-2009; strategi pemantapan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 20102014, dan strategi penyempurnaan, yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada tahun 2015. Implikasi dari pendekatan penganggaran terpadu (unified budget) dalam pembaharuan sistem penganggaran belanja negara, menyebabkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat sejak tahun 2005, tidak lagi memisahkan anggaran belanja rutin (current expenditures) dengan anggaran belanja pembangunan (development expenditures). Sejak tahun 2005, penyusunan anggaran dilakukan secara terintegrasi antarprogram/ antarkegiatan dan jenis belanja pada kementerian negara/lembaga beserta seluruh satuan kerja yang bertanggungjawab terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya. Selain itu, dalam sistem penganggaran terpadu, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, dalam kerangka pembaharuan sistem penganggaran, mengakibatkan penyusunan anggaran belanja dari setiap satuan kerja pada semua kementerian negara/lembaga pemerintah pusat harus dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dengan keluaran (output) dan/atau hasil (outcome) yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
IV-6
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Selanjutnya, pemberlakuan konsep kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework), mengharuskan perencanaan penganggaran belanja dari setiap satuan kerja pada semua kementerian negara/lembaga dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan anggaran dalam perspektif lebih dari satu tahun. Kedua, langkah-langkah kebijakan pengamanan APBN dalam rangka menyehatkan APBN, dan menjaga kesinambungan fiskal sebagai dampak perkembangan harga minyak mentah Indonesia. Kebijakan yang diambil pemerintah dalam periode 2005 – 2010 sebagai respon atas perkembangan tersebut antara lain adalah penyesuaian ke atas harga BBM yang dilakukan pada bulan Maret dan Oktober 2005 serta pada bulan Mei 2008. Penyesuaian tersebut berdampak pada penurunan beban subsidi BBM, dan ditujukan untuk mengendalikan APBN agar tetap sehat dan kredibel. Sebagai paket kebijakan dari kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah juga melaksanakan berbagai program kompensasi atas kenaikan harga BBM, agar dapat mengurangi beban masyarakat, serta mempertahankan momentum pertumbuhan. Selain itu, sesuai dengan perkembangan ICP di pasar internasional yang mengalami penurunan hingga mencapai US$38,45 per barel pada akhir tahun 2008, Pemerintah juga melakukan penurunan harga BBM hingga tiga kali yaitu pada awal dan pertengahan Desember 2008, serta bulan Januari 2009. Penurunan harga BBM tersebut dilakukan terutama untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas harga guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kebijakan pelonggaran defisit anggaran dalam rangka memberikan dukungan atas pelaksanaan paket stimulus fiskal sebagai respon atas melemahnya perekonomian domestik sebagai dampak dari krisis global. Kebijakan tersebut ditempuh pemerintah pada tahun 2009, dengan mengalokasikan paket stimulus fiskal, yang antara lain dilakukan melalui alokasi stimulus untuk infrastruktur dan berbagai subsidi. Keempat, penerapan kebijakan-kebijakan baru terkait implementasi anggaran, seperti pelaksanaan kebijakan reward and punishment. Sistem reward and punishment ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan belanja negara, yang telah diimplementasikan pada tahun 2009. Pada prinsipnya, kementerian negara/lembaga yang berhasil melakukan optimalisasi penggunaan anggaran, atau dapat mencapai sasaran/target dengan biaya yang lebih rendah pada tahun sebelumnya, akan diberikan tambahan pagu belanja pada tahun berikutnya (reward). Sementara itu, bagi K/L yang tidak bisa menyerap anggaran dan sasaran/target tidak terpenuhi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada sebelumnya, maka pada tahun berikutnya, anggaran K/L yang bersangkutan akan dikurangi (punishment). Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan kualitas belanja negara, melalui perbaikan kualitas perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Selain berbagai kebijakan tersebut diatas, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas belanja (quality of spending), khususnya untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi belanja negara. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat bahwa sebagian besar anggaran belanja pemerintah pusat masih merupakan belanja mengikat atau pengeluaran-pengeluaran yang bersifat wajib (nondiscretionary expenditures), seperti pembayaran bunga utang, subsidi, belanja pegawai dan sebagian belanja barang, sehingga ruang gerak yang tersedia bagi pemerintah untuk melakukan intervensi fiskal, dalam bentuk stimulasi dari anggaran belanja negara terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja produktif maupun
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -7
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
pengentasan kemiskinan menjadi relatif terbatas. Rasio anggaran belanja mengikat terhadap total belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu 2005-2010 secara rata-rata mencapai 73,3 persen, dan sisanya sebesar 26,7 persen merupakan belanja tidak mengikat. Selanjutnya, sebagaimana amanat UU Nomor 17 tahun 2003, berikut diuraikan mengenai perkembangan belanja pemerintah pusat dalam tahun 2005–2010 menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
4.2.2 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi, 2005—2010 Menurut ketentuan undang-undang bidang keuangan negara, kementerian negara/lembaga (K/L) melalui satuan-satuan kerjanya merupakan business unit pengelola anggaran pemerintah. Karena itu, semua kementerian negara/lembaga selaku pengguna anggaran dan/atau pengguna barang harus menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-K/L) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Selanjutnya, masing-masing K/L tersebut juga harus melaksanakan, mempertanggungjawabkan, dan melaporkan realisasi anggaran dan kinerja yang telah dicapainya. Dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap perkembangan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat menurut organisasi selama kurun waktu 2005-2009, yang merupakan pelaksanaan RPJMN GRAFIK IV. 1 2004–2009, dan perkiraan realisasi APBNPERKEMBANGAN BELANJA K/L, 2005−2010 P tahun 2010, yang merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dapat disimpulkan tiga hal penting. Pertama, realisasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga (K/L) pada rentang waktu 2005–2010 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu rata-rata sekitar 23,8 persen per tahun, dari sebesar Rp120,8 triliun (4,4 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, dan diperkirakan mencapai Rp350,7 triliun (5,6 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010 (lihat Grafik IV.1). Kedua, porsi anggaran belanja K/L terhadap total belanja Pemerintah Pusat dalam periode yang sama, mengalami peningkatan dari sebesar 33,5 persen dalam tahun 2005 menjadi sekitar 46,8 persen dalam tahun 2010. Faktor utama penyebab kenaikan porsi anggaran belanja K/L terhadap total anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode tersebut, yaitu adanya program stimulus fiskal dalam rangka meminimalisasi dampak krisis global dalam tahun 2009, dan pelaksanaan Inpres No. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Ketiga, dalam rangka pelaksanaan tiga agenda pembangunan nasional, yaitu menciptakan Indonesia yang aman dan damai; menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; serta meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang mencerminkan platform Presiden dalam lima tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009, dan tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2010-2014 terdapat sepuluh K/L yang selalu memperoleh alokasi anggaran cukup besar. Hal ini sejalan dengan perubahan orientasi kebijakan fiskal dalam periode 2005–2009, yang lebih mengedepankan aspek stimulasi terhadap perekonomian (pro-growth, pro-job, dan pro-poor), maka sesuai dengan triliun rupiah
persen
400.0
5.7
5.7
350.0
300.0
5.5
5.2
5.6
6.0
5.0
4.4
250.0
4.0
200.0
366.1
150.0
244.6
214.4
100.0
350.7
3.0
314.7 307.0
290.0
259.7
2.0
225.0
189.4
158.0
50.0
1.0
120.8
-
-
2005
*) Perkiraan
2006
Realisasi
2007
2008
APBN-P
2009
Realisasi
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
IV-8
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
tugas pokok dan fungsi masing-masing K/L dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, yang ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian. Sepuluh K/L tersebut adalah (1) Kementerian Pendidikan Nasional (18,5 persen dari belanja K/L); (2) Kementerian Pertahanan (13,1 persen dari belanja K/L); (3) Kementerian Pekerjaan Umum (11,0 persen dari belanja K/L); (4) Kepolisian Republik Indonesia (8,6 persen dari belanja K/L); (5) Kementerian Agama (6,4 persen dari belanja K/L); (6) Kementerian Kesehatan (6,2 persen dari belanja K/L); (7) Kementerian Perhubungan (4,3 persen dari belanja K/L); (8) Kementerian Keuangan (3,6 persen dari belanja K/L); (9) Kementerian Dalam Negeri (1,8 persen dari belanja K/L); dan (10) Kementerian Pertanian (2,6 persen dari belanja K/L). Pada Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), realisasi anggaran belanja dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 22,2 persen per tahun, yaitu dari Rp23,1 triliun (0,8 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, diperkirakan menjadi Rp62,9 triliun (1,0 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kemendiknas dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dari 85,6 persen terhadap pagu anggaran dalam APBN-P dalam tahun 2005, diperkirakan menjadi sekitar 99,1 persen dari pagunya dalam APBN-P 2010. Realisasi anggaran belanja Kemendiknas dalam periode tersebut digunakan untuk: (1) peningkatan pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan tata kelola. Hal itu dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: (1) program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun; (2) program pendidikan menengah; (3) program pendidikan tinggi; serta (4) program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Perkembangan anggaran untuk Kemendiknas dalam periode 20052009, disajikan dalam Grafik IV.2. GRAFIK IV. 2 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL, 2005−2010
persen
triliun rupiah 70.0
1.20
1.11
1.06
1.02
1.00
60.0 50.0
1.00
0.88
0.83
0.80
40.0
0.60
60.3 59.6
30.0 20.0
40.1
27.0
10.0
37.1
40.1 40.5
63.4 62.9
0.40
45.3 43.5
0.20
23.1
-
-
2005
*)
Perkiraan Realisasi
2006
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010 *)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, output yang dihasilkan antara lain berupa: (1) penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) yang mengalami peningkatan dari Rp5,1 triliun pada tahun 2005 untuk 39,6 juta siswa menjadi Rp16,5 triliun pada tahun 2010 bagi 37,3 juta siswa; (2) terlaksananya penyediaan beasiswa untuk siswa miskin SD dan SMP, dari masing-masing sebanyak 1,8 juta siswa dan 499 ribu siswa pada tahun 2008 menjadi masing-masing sebanyak 1,8 juta siswa SD dan 871 ribu siswa SMP pada tahun 2010; (3) terlaksananya rehabilitasi ruang kelas sebanyak 284.976 ruang untuk SD dan 29.894 ruang kelas SMP dalam kurun waktu 2005-2009; (4) terlaksananya pembangunan SMP pada tahun 2005-2009 sebanyak 2.107 unit sekolah baru (USB) dan 43.410 ruang kelas baru (RKB). Selanjutnya, output yang dihasilkan dari pembiayaan program pendidikan menengah di antaranya berupa: (1) meningkatnya penyediaan beasiswa untuk siswa miskin pada jenjang pendidikan menengah, yaitu dari 729 ribu siswa selama tahun 2008, menjadi 688 ribu siswa Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -9
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
pada tahun 2010; dan (2) terlaksananya pembangunan 247 USB SMA dan 641 USB SMK, serta 10.551 RKB SMA dan 7.418 RKB SMK pada tahun 2005-2009. Sementara itu, output yang diperoleh dari pembiayaan berbagai kegiatan pada program pendidikan tinggi antara lain berupa terlaksananya penyediaan beasiswa bagi 174 ribu mahasiswa miskin pada tahun 2008, dan bagi 211 mahasiswa miskin dalam tahun 2010. Selain itu, capaian yang telah diperoleh oleh Kemendiknas terkait dengan mutu dan daya saing pendidikan pada tahun 2005-2009, adalah: (1) sampai dengan tahun 2009 Kemendiknas telah menghubungkan 33.140 titik, yaitu 942 pada zona kantor, 363 pada zona perguruan tinggi, dan 25.835 pada zona sekolah; (2) terlaksananya pemberian hak cipta buku teks pelajaran sebanyak 441 judul buku untuk pendidikan dasar dan menengah; (3) meningkatnya jumlah sertifikat kompetensi kecakapan hidup yang diterbitkan pada tahun 2008 diberikan untuk 43.053 orang, yang berarti melampaui target nasional sebanyak 40.000 orang. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran pada berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kemendiknas dalam periode tersebut, antara lain: (1) meningkatnya akses pemerataan pendidikan penduduk Indonesia, yang antara lain tercermin dari meningkatnya angka partisipasi murni/kasar (APM/APK) dan disparitas APM/APK antar kawasan; (2) meningkatnya mutu dan daya saing pendidikan, yang antara lain tercermin dari meningkatnya rerata nilai ujian nasional seluruh jenjang pendidikan dan proporsi guru yang memenuhi kualifikasi S1/D4; (3) meningkatnya relevansi pendidikan. Perkembangan yang lebih rinci dari pencapaian sasaran tersebut disampaikan dalam Tabel IV. I. TABEL IV.1 PENCAPAIAN KINERJA KEMENDIKNAS, 2005-2009 Sasaran
2005
2006
Realisasi 2007
2008
2009
I. Meningkatnya akses pendidikan 1. APK PAUD 2. APM SD/MI/Paket A 3. APK SMP/MTs/Paket B 4. APK SMA/SMK/MA/Paket C 5. APK PT/PTA termasuk UT 6. Buta Aksara > 15 th
42,34% 94,30% 85,22% 52,20% 15,00% 9,55%
45,63% 94,48% 88,68% 56,22% 16,70% 8,07%
48,32% 94,90% 92,52% 60,51% 17,25% 7,20%
50,62% 95,14% 96,18% 64,28% 17,75% 5,95%
53,70% 95,20% 98,30% 69,60% 18,36% 5,30%
II. Meningkatnya pemerataan akses Pendidikan 1. Disparitas APK PAUD antara Kab/Kota 2. Disparitas APK SD/MI/Paket A antara Kab/Kota 3. Disparitas APK SMP/MTs/Paket B antara Kab/Kota 4. Disparitas APK SMA/MA/SMK/Paket C antara Kab/Kota 5. Disparitas APK antar Gender di jenjang pendidikan menengah 6. Disparitas APK antar Gender di jenjang pendidikan tinggi 7. Disparitas APK antar Gender buta aksara
5,42% 2,49% 25,14% 33,13% 6,07% 9,62% 5,59%
4,37% 2,43% 23,44% 31,44% 5,50% 0,17% 5,33%
4,20% 2,40% 23,00% 31,20% 5,45% 0,59% 5,09%
3,61% 2,28% 20,18% 29,97% 4,45% -2,29% 3,24%
2,99% 2,23% 18,95% 29,18% 3,97% -0,60% 2,62%
III. Meningkatnya mutu dan daya saing pendidikan 1. Rata-rata nilai UN SMP/MTs 2. Rata-rata nilai UN SMA/SMK/MA 3. Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D4 4. Dosen berkualifikasi S2/S3
6,38 6,32 30,00% 50,00%
7,27 7,08 35,60% 54,02%
6,98 7,20 41,70% 71,82%
6,87 7,13 47,04% 74,39%
76,47%
32:68 3,31% 10,00%
35:65 3,96% 10,00%
44:56 3,86% 78,22%
46:54 3,80% 44,81%
49:51 2,92% 20,00%
6,50%
12,70%
12,50%
16,40%
18,99%
IV. Meningkatnya relevansi pendidikan 1. Rasio jumlah siswa SMK:SMA 2. APK PT vokasi (D2/D3/D4/Politeknik) 3. Rasio jumlah mahasiswa profesi thd jumlah lulusan S1/D4 Persentase peserta pendidikan kecakapan hidup terhadap lulusan 4. SMP/MTs dan SMA/SMK/MA yang tidak melanjutkan
7,35 7,34
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional
Dalam periode yang sama, realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan mengalami peningkatan rata-rata 15,4 persen per tahun, yaitu dari Rp20,8 triliun (0,8 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005 menjadi Rp42,5 triliun (0,7 persen terhadap PDB) dalam IV-10
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
tahun 2010. Demikian pula, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dari 94,4 persen terhadap pagu anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam APBN-P tahun 2005 diperkirakan menjadi sekitar 99,2 persen terhadap pagunya dalam APBN-P tahun 2010. Peningkatan alokasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan salah satu agenda pembangunan nasional dalam RPJM 2004-2009, yaitu mewujudkan Indonesia yang aman dan damai dengan sasaran pembangunan pertahanan negara menuju kekuatan pertahanan pada tingkat kekuatan pokok minimal (minimum essential force). Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam kurun waktu 2005-2010 sebagian besar merupakan realisasi anggaran dari program: (1) pengembangan pertahanan integratif; (2) pengembangan pertahanan matra darat; (3) pengembangan pertahanan matra laut; (4) program pengembangan pertahanan matra udara; (5) program penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI; serta (6) program pengembangan industri pertahanan. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode tersebut, antara lain digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan dan pengembangan kekuatan dan kemampuan sistem, personel, materiil dan fasilitas TNI; (2) pembentukan kemampuan pertahanan pada skala kekuatan pokok minimum (minimum essential force) mencapai kesiapan alutsista rata-rata 45 persen dari yang dimilikinya; serta (3) penambahan baru, menghidupkan kembali, atau repowering terhadap alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang secara ekonomi masih bias dipertahankan. Selain itu, realisasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan tersebut juga digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan sarana, prasarana dan fasilitas TNI, dengan output antara lain berupa terlaksananya pembangunan/renovasi asrama dan perumahan dinas/perumahan prajurit, perkantoran, serta pangkalan dan fasilitas pemeliharaan dengan kondisi mantap mencapai 40 persen. Dalam periode 2005-2010, telah dapat dicapai beberapa kemajuan penting di bidang pertahanan, antara lain: (1) tersusunnya rancangan postur pertahanan Indonesia berdasarkan Strategy Defense Review (SDR) dan strategi raya pertahanan periode 2005-2006 yang disusun sebagai hasil kerjasama antara civil society dan militer; (2) meningkatnya profesionalisme anggota TNI baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang; (3) meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar keluarga prajurit, dan jaminan kesejahteraan akhir tugas; (4) meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan kearah modernisasi alat utama sistem persenjataan dan kesiapan operasional;(5) meningkatnya penggunaan GRAFIK IV. 3 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERTAHANAN, 2005−2010 alutsista produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan alutsista oleh industri dalam negeri; (6) teroptimalisasinya anggaran pertahanan serta tercukupinya anggaran minimal secara simultan dengan terselesaikannya reposisi bisnis TNI; dan (7) terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama bela negara. Ilustrasi tentang perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.3. triliun rupiah
persen
50.0
0.90
0.77
0.75
0.80
0.72
0.68
40.0
0.63
0.70
0.61
0.60
30.0
0.50
42.9 42.5
20.0
27.5
10.0
22.1
20.8
29.8 30.6
32.9
31.3
32.0
34.3
0.40 0.30
23.9
0.20 0.10
-
-
2005
*) Perkiraan
Realisasi
2006
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -11
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Dari berbagai program dan kegiatan tersebut, outcome yang akan dicapai meliputi antara lain: (1) terwujudnya postur dan struktur menuju minimum essential force yang mampu melaksanakan operasi gabungan dan memiliki efek penangkal antara lain melalui pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan yang terintegrasi; (2) meningkatnya pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan; (3) menurunnya angka gangguan keamanan laut dan pelanggaran hukum di laut. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 21,0 persen per tahun, dari Rp13,3 triliun (0,5 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, dan meningkat menjadi Rp34,6 triliun (0,6 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dari 69,8 persen terhadap pagu anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dalam APBN-P tahun 2005, dan menjadi 96,0 persen dari pagunya APBN-P 2010. Peningkatan alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan salah satu agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyediaan sarana dan prasarana dasar yang dibutuhkan untuk investasi guna memacu pertumbuhan ekonomi, dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan dasar yang dilanjutkan dalam RPJMN 2010-2014. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi, yang dilaksanakan melalui berbagai program, yang meliputi antara lain: (1) program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan; (2) program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan; (3) program pemberdayaan komunitas perumahan; (4) program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan sumber air lainnya; serta (5) program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengairan lainnya. Ilustrasi tentang perkembangan anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode 2005-2010 di sajikan dalam Grafik IV. 4. GRAFIK IV. 4 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM, 2005-2010
persen
triliun rupiah 45.0
0.80
0.71
40.0
0.70
0.62
35.0
30.0
0.57
0.58
0.55
0.48
0.60
0.50
25.0
0.40
20.0
39.1 40.1
32.8
15.0
10.0
21.3
19.1
24.9
19.2
30.7
36.1 34.6
22.8
0.20
13.3
5.0
0.30
0.10
-
-
2005
*) Perkiraan
Realisasi
2006
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010 *)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Output yang dihasilkan dari pelaksanaan berbagai program tersebut, di antaranya meliputi: (1) meningkatnya pembangunan jalan dan jembatan sepanjang 220 km dan 730 meter pada tahun 2005, menjadi 1.635 km dan 3.948 meter pada tahun 2010; (2) terpeliharanya jalan nasional dan jembatan sepanjang 33.359 km dan 33.544 meter pada tahun 2005, menjadi 33.525 km dan 92.357 meter pada tahun 2010; (3) terlaksananya peningkatan luas layanan jaringan irigasi seluas 159.251 ha pada tahun 2005, menjadi 504.294 ha hingga awal tahun 2010; (4) terlaksananya pembangunan prasarana pengendali banjir sepanjang 228 km pada tahun 2005, menjadi 1.031 km hingga awal tahun 2010; (5) terlaksananya pembangunan 69 embung pada tahun 2005, menjadi 11 waduk dan 43 embung hingga awal tahun 2010.
IV-12
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam periode tersebut, diantaranya adalah : (1) meningkatnya fungsi dan tingkat pelayanan pengguna prasana jalan dan aksesibilitas wilayah dan kawasan terisolir sesuai perkembangan kebutuhan transportasi baik dalam hal kecepatan maupun kenyamanan; (2) dapat dipertahankannya fungsi jaringan jalan yang ada dalam rangka melancarkan distribusi sarana dan hasil produksi sehingga dapat memulihkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi; (3) meningkatnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga, permukiman, pertanian dan industri; (4) berkurangnya tingkat risiko dan periode genangan banjir; dan (5) terlindunginya daerah pantai dari abrasi air laut terutama pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dan wilayah strategis. Pada Kepolisian Republik Indonesia (Polri), perkembangan realisasi anggaran belanja dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 18,9 persen per tahun, yaitu dari Rp11,6 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, menjadi Rp27,6 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Realisasi penyerapan anggaran belanja Polri dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan rata-rata 2,6 persen per tahun, yaitu dari 87,3 persen terhadap pagu anggaran belanja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam APBN-P tahun 2005, dan diperkirakan menjadi 99,4 persen dari pagunya dalam APBN-P tahun 2010. Realisasi anggaran GRAFIK IV.5 belanja Polri dalam kurun waktu 2005-2010 PERKEMBANGAN BELANJA KEPOLISIAN NEGARA RI, 2005-2010 tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai berbagai program Polri, yaitu di antaranya meliputi: (1) program pengembangan strategi keamanan dan ketertiban; (2) program pemberdayaan potensi keamanan; (3) program pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; serta (4) program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kepolisian Republik Indonesia dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.5. persen
triliun rupiah
30.0
0.60
0.49
0.50
25.0
0.46
0.43
0.42
0.50
0.44
20.0
0.40
15.0
24.4
10.0
16.6 16.4
13.3
5.0
18.4
19.9
25.6
27.8 27.6
21.2 21.1
0.30
0.20
11.6
0.10
-
-
2005
2006
*) Perkiraan Realisasi
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Output yang dihasilkan dari berbagai program Polri dalam periode tersebut, di antaranya adalah: (1) menurunnya angka pelanggaran hukum dan indeks kriminalitas, (2) meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas kejahatan konvensional dan transnasional dari 76 ribu kasus pada tahun 2005 menjadi 79 ribu kasus pada tahun 2010; (3) meningkatnya angka penyelesaian kasus narkotika, psikotropika, dan bahan berbahaya dari 16 ribu kasus pada tahun 2005 menjadi 28 ribu kasus pada tahun 2010; (4) menurunnya kejadian tindak terorisme di wilayah hukum Indonesia. Sementara itu, outcome yang dihasilkan dari berbagai program yang dibiayai dengan alokasi anggaran belanja Polri dalam kurun waktu tersebut antara lain berupa: (1) terwujudnya personel Polri dan PNS Polri yang profesional dan bermoral; (2) terciptanya suasana aman, tertib dan kondusif dalam masyarakat; (3) meningkatnya kesadaran hukum dan peran serta masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sosial dan gangguan keamanan; serta (4) terselenggaranya tata kelola pemerintahan dan pelayanan yang profesional di lingkungan Polri.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -13
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 34,4 persen per tahun, dari Rp6,5 triliun (0,2 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005 diperkirakan menjadi Rp28,5 triliun (0,5 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Demikian pula kinerja realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode tersebut mengalami peningkatan, dari 92,6 persen terhadap pagu anggaran belanja Kementerian Agama dalam APBN-P tahun 2005, diperkirakan menjadi 94,5 persen dari pagunya dalam APBN-P 2010. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Agama terhadap total belanja K/L, meningkat dari 5,4 persen dalam tahun 2005 menjadi sebesar 8,1 persen dalam tahun 2010. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Agama selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan beragama, penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. Realisasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendorong terciptanya peningkatan kualitas kehidupan beragama, yang dilaksanakan melalui berbagai GRAFIK IV. 6 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN AGAMA, 2005-2010 program, diantaranya: (1) program peningkatan pelayanan kehidupan beragama; (2) program peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan; (3) program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun; (4) program pendidikan tinggi; (5) program PAUD (pendidikan anak usia dini); dan (6) program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode 20052010 disajikan dalam Grafik IV.6. triliun rupiah
persen
35.0
30.0
30.1
0.34
25.0
0.30
28.5
0.50
0.40
25.1 25.0
0.30
0.30
20.0
0.23
15.0
16.0
13.4 13.3
10.0 5.0
0.45
0.44
10.9
0.20
14.9
10.0
0.10
7.0 6.5
-
-
2005
*)
2006
Perkiraan Realisasi
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Output yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam periode tersebut, diantaranya adalah: (1) dilaksanakannya pembangunan sarana dan prasarana peribadatan, yaitu sebanyak 6.244 tempat ibadah; (2) telah disalurkannya hampir 498.178 eksemplar kitab suci dan tafsir kitab suci; (3) terlaksananya pembangunan dan rehabilitasi Kantor Urusan Agama (KUA) dan Balai Nikah dan Penasihat Perkawinan (BNPP) sebanyak 607 gedung KUA dan 425 gedung BNPP; (4) terlaksananya pemberian bantuan beasiswa bagi siswa miskin MI dan MTs sebanyak 3.213.213 orang; dan (5) terlaksananya pemberian BOS jenjang pendidikan dasar sebanyak 18.657.786 orang. Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran Kementerian Agama dalam periode tersebut, diantaranya adalah: (1) meningkatnya kerukunan baik intern maupun antarumat beragama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam suasana aman dan damai; (2) meningkatnya APK MI/MTs, dan MA, serta berkurangnya angka putus sekolah; serta (3) terlaksananya penerapan alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat kurang beruntung (miskin, berpindah-pindah, terisolasi, terasing, minoritas dan di daerah bermasalah termasuk jalanan dan terlantar). Pada Kementerian Kesehatan, realisasi anggaran belanja dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 28,0 persen per tahun, yaitu dari Rp6,5 triliun (0,2 persen IV-14
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
terhadap PDB) dalam tahun 2005, diperkirakan menjadi Rp22,4 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Demikian pula realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 58,4 persen terhadap pagu anggaran belanja Kementerian Kesehatan pada APBN-P tahun 2005, diperkirakan menjadi 94,2 persen dari pagunya dalam APBN-P 2010. Dengan berbagai perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Kesehatan terhadap total belanja K/L, mengalami peningkatan dari 5,4 persen dalam tahun 2005 menjadi sebesar 6,4 persen dalam tahun 2010. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, sesuai dengan visi “Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”, dan misi “Membuat Rakyat Sehat”. Realisasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang dijabarkan dalam beberapa program pembangunan kesehatan, antara lain: (1) program obat dan perbekalan kesehatan; (2) program upaya kesehatan perorangan; (3) program upaya kesehatan masyarakat; dan (4) program pencegahan dan pemberantasan penyakit. Output yang diperoleh dari berbagai program GRAFIK IV.7 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN KESEHATAN, 2005-2010 yang dilaksanakan tersebut, diantaranya adalah: (1) meningkatnya cakupan Jamkesmas melalui layanan rawat inap kelas III rumah sakit secara gratis bagi penduduk miskin, dari 36,4 juta orang pada tahun 2005 menjadi 76,4 juta orang pada tahun 2009; (2) meningkatnya jumlah puskesmas, dari 7.669 puskesmas pada tahun 2005 menjadi 8.481 puskesmas pada tahun 2009; (3) meningkatnya kemampuan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan rujukan, yang meliputi peningkatan daya tampung untuk keperawatan maupun peningkatan fasilitas pelayanan medik seperti ruang operasi, unit gawat darurat (UGD), ruang isolasi, unit transfusi darah, dan laboratorium kesehatan serta penambahan jumlah tempat tidur rumah sakit; (4) meningkatnya penemuan kasus tubercolosis (TB) dari 58 persen menjadi 73 persen; (5) menurunnya angka annual malaria incidence (AMI) dari 18,9 per 1000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 16,6 per 1000 penduduk pada tahun 2008; (6) meningkatnya persentase balita yang mendapat imunisasi dasar; serta (7) meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 70,4 persen pada tahun 2005 menjadi 74,9 persen pada tahun 2008. Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.7. triliun rupiah
persen
30.0
0.45
0.39
0.37
25.0
0.40
0.36
0.32
0.32
0.35
23.8
22.4
20.0
0.23
15.0
14.3
10.0
18.9
18.4
16.9
15.5
18.0
0.25
15.9
0.20
12.3
11.1
0.15
0.10
6.5
5.0
0.30
0.05
-
-
2005
*)
Perkiraan Realisasi
2006
2007
2008
APBN-P
Realisasi
2009
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerin Keuangan
Selanjutnya, dari alokasi anggaran Kementerian Kesehatan dalam periode tersebut Outcome yang dihasilkan, di antaranya adalah: (1) meningkatnya jumlah, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya, meliputi puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan bidan di desa; (2) meningkatnya akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan; (3) meningkatnya kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat, terutama pada ibu hamil, bayi dan anak balita; Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -15
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
(4) menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular; (5) meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang antara lain tercermin dari meningkatnya umur harapan hidup, dari 70,0 tahun pada tahun 2005 menjadi 70,7 tahun pada tahun 2009, dan menurunnya angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan, dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 33,4 persen per tahun, yaitu dari Rp 4,0 triliun (0,14 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, dan diperkirakan menjadi Rp16,8 triliun (0,27 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Sementara itu realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 66,0 persen terhadap pagu anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam APBN-P tahun 2005 menjadi 95,8 persen dari pagunya dalam tahun 2010. Dengan berbagai perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Perhubungan terhadap total anggaran belanja K/L, mengalami peningkatan dari 3,3 persen dalam tahun 2005 menjadi sebesar 4,8 persen dalam tahun 2010. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan sektor perhubungan sebagai salah satu pelayanan publik inti (core public service) yang sangat menentukan terwujudnya kesejahteraan masyarakat (welfare society) dan keberhasilan pembangunan bangsa pada umumnya. Hal ini terutama karena transportasi merupakan salah satu tulang punggung (backbone) pembangunan infrastruktur, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kehidupan berbangsa dan bernegara pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-keamanan. Karena itu, pembangunan transportasi diarahkan pada terwujudnya pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. Pelayanan transportasi yang handal diindikasikan oleh penyelenggaraan transportasi yang aman (security), selamat (safety), nyaman (comfortable), tepat waktu (punctuality), terpelihara, mencukupi kebutuhan, menjangkau seluruh pelosok tanah air serta mampu mendukung pembangunan nasional. Realisasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan yang cenderung meningkat dalam periode GRAFIK IV.8 tersebut, sebagian besar digunakan untuk PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN, 2005-2010 membiayai upaya percepatan pembangunan dan penyediaan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi, yang dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: (1) program pembangunan di bidang transportasi laut; (2) program pembangunan di bidang transportasi udara; dan (3) program pembangunan di bidang transportasi darat dan perkeretaapian. Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.8. triliun rupiah
persen
20.0
0.27
0.28
0.27
17.6
0.23
15.0
0.20
18.6
15.3
16.8
0.20
0.14
0.15
10.1
9.1
8.9
5.0
0.10
6.8
6.0
0.25
15.6
13.5
10.0
0.30
0.05
4.0
-
-
2005
*)
Perkiraan Realisasi
2006
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Output yang dihasilkan dari alokasi anggaran Kementerian Perhubungan dalam periode tersebut diantaranya adalah : (1) peningkatan 2.365,8 km jalan dan 6.243,9 m jembatan pada lintas timur Sumatera, pantai utara jawa, lintas selatan Kalimantan, lintas barat Sulawesi, dan lintas lainnya serta non lintas; (2) pembangunan 179 km jalan dan 440 m
IV-16
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
jembatan di kawasan perbatasan, terpencil, dan terluar atau terdepan; (3) pembangunan 73 km jalan lintas selatan Jawa dan 765 jembatan; (4) pembangunan jalan akses sepanjang 9,53 km; (5) meningkatnya panjang jalur ganda kereta api (KA), antara lain berupa terbangunnya jalur ganda kereta api lintas Yogyakarta-Kutoarjo (64 km), lintas CikampekCirebon (48 km), lintas tanah abang-Serpong (24 km), lintas Cirebon-Kroya (24,48 km), Tegal-Pekalongan lintas Pemalang-Surodadi-Larangan (22,7 km); (6) meningkatnya pengadaan fasilitas keselamatan, berupa pengadaan dan pemasangan marka jalan sepanjang 797.000 meter pada tahun 2005, dan 1.605.499 meter pada tahun 2010; (7) meningkatnya pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 47 unit (baru dan lanjutan) pada tahun 2006, menjadi 57 unit (baru dan lanjutan) pada tahun 2010; (8) pengembangan pelabuhan Belawan dan Tanjung Priok serta pembangunan dan lanjutan pelabuhan di 146 lokasi yang tersebar diseluruh Indonesia; (9) subsidi perintis angkutan penyeberangan pada 49 kapal penyeberangan perintis di 111 lintas angkutan penyeberangan perintis; (10) meningkatnya pelayanan angkutan udara perintis kepada masyarakat dari 90 rute dan 81 kota pada tahun 2005 menjadi 118 rute dan 117 kota pada tahun 2010; (11) pembangunan kapal perintis dari 112 unit pada tahun 2005 menjadi 25 unit pada tahun 2010, sehingga meningkatnya jumlah trayek perintis angkutan laut dari 48 trayek pada tahun 2005 menjadi 60 trayek tahun 2010, dan penyediaan public service obligation (PSO) melalui PT Pelni untuk 22 kapal pada tahun 2005 menjadi 23 kapal pada tahun 2010; (12) terlaksananya pembangunan dan pengembangan bandar udara strategis, antara lain Bandara Hasanuddin Makassar, Bandara Soekarno Hatta (Pengembangan terminal III), Bandara Kualanamu Medan Baru, dan Bandara Lombok Baru. Dari pelaksanaan berbagai program tersebut, outcome yang dihasilkan dari adanya pembangunan infrastruktur transportasi antara lain, adalah: (1) meningkatnya keselamatan dan keamanan transportasi jalan melalui peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai standar pelayanan minimal; (2) meningkatnya keselamatan transportasi sungai, danau dan penyeberangan melalui rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasaranan transportasi sungai, danau dan penyeberangan; serta (3) meningkatnya aksesibilitas pelayanan transportasi sungai, danau dan penyeberangan melalui pembangunan prasarana angkutan sungai, danau dan penyeberangan di daerah kepulauan dan di pulau-pulau kecil serta kawasan perbatasan. Pada Kementerian Keuangan, realisasi anggaran belanja dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 32,2 persen per tahun, yaitu dari Rp3,6 triliun (0,13 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005 menjadi Rp14,6 triliun (0,23 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dari 74,5 persen terhadap pagu anggaran belanja Kementerian Keuangan pada APBN-P tahun 2005 diperkirakan menjadi 95,3 persen dari pagunya dalam APBN-P 2010. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Keuangan terhadap total belanja K/L, mengalami peningkatan dari 3,0 persen dalam tahun 2005 menjadi sebesar 4,2 persen dalam tahun 2010. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Keuangan selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan efektivitas sistem penganggaran, dan memperkuat stabilitas sistem keuangan, sehingga mampu menjadi pengaman dan pengendali dalam aspek-aspek seperti infrastruktur, kelembagaan, dan pasar uang guna memacu pertumbuhan ekonomi. Realisasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk membiayai: (1) program peningkatan efektivitas pengeluaran negara; (2) program Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -17
Bab IV
pengembangan kelembagaan keuangan; serta (3) program stabilisasi ekonomi dan sektor keuangan.
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
GRAFIK IV.9 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN KEUANGAN, 2005-2010 triliun rupiah
persen
20.0
0.30
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode 2005-2010, diantaranya adalah: (1) meningkatnya ketahanan sektor keuangan; (2) meningkatnya fungsi intermediasi perbankan dan penyaluran dana melalui lembaga keuangan nonbank (termasuk pasar modal) kepada usaha mikro kecil menengah (UMKM); (3) meningkatnya peranan lembaga jasa keuangan nonbank terhadap perekonomian; (4) meningkatnya stabilitas sistem keuangan; (5) terselesaikannya penyempurnaan sistem akuntasi pemerintah (SAP); (6) tersusunnya standar akuntansi pemerintah berbasis akrual, terselesaikannya laporan keuangan Pemerintah Pusat, dan terselenggaranya sistem informasi keuangan daerah yang transparan dan akuntabel; (7) terwujudnya secara bertahap mekanisme pencegahan dan pengelolaan krisis dengan didukung infrastruktur pendukung jasa-jasa keuangan; (8) meningkatnya penerimaan negara, terutama penerimaan yang bersumber dari pajak dengan mempertimbangkan perkembangan dunia usaha dan aspek keadilan; serta (9) meningkatnya penerimaan dari sumber daya alam dengan tetap menjaga kelestarian dan kesinambungan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.9. 0.24
0.23
0.21
15.0
15.0
14.5
0.18
0.15
10.0
15.4
12.1
14.6
11.8
0.25
0.20
0.15
0.13
8.9
7.0
6.3
5.0
0.10
5.2
4.9
0.05
3.6
-
-
2005
*)
Perkiraan Realisasi
2006
2007
2008
APBN-P
2009
Realisasi
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Dalam periode 2005-2010, realisasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri mengalami peningkatan rata-rata 80,1 persen per tahun, yaitu dari Rp0,6 triliun (0,02 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, dan diperkirakan menjadi Rp12,1 triliun (0,19 persen terhadap PDB) pada akhir tahun 2010. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 58,0 persen terhadap pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri pada APBN-P tahun 2005 diperkirakan menjadi 90,2 persen dari pagunya dalam APBN-P 2010. Dengan berbagai perkembangan tersebut, maka porsi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri terhadap total belanja K/L dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 0,5 persen dalam tahun 2005 menjadi sebesar 3,4 persen dalam tahun 2010. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya mewujudkan tiga pilar pokok yang menjadi arah kebijakan pemerintahan dalam negeri, yaitu: menjaga dan memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, memperkuat dan menjaga stabilitas sistem politik dalam negeri dan sistem pemerintahan dalam negeri; serta meningkatkan kapasitas pembangunan daerah dan keberdayaan masyarakat. Realisasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung penyelenggaraan berbagai kebijakan pemerintahan dalam negeri, yang dilaksanakan melalui berbagai program antara lain: (1) Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi; (2) Program Perbaikan Proses Politik; (3) Program Penataan Administrasi Kependudukan; (4) Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah; dan (5) Program Peningkatan Keberdayaaan Masyarakat Perdesaan.
IV-18
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.10.
GRAFIK IV.10 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN DALAM NEGERI, 2005-2010 triliun rupiah
persen
15.0
0.25
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran Kementerian Dalam Negeri dalam periode tersebut, di antaranya adalah: (1) meningkatnya peran dan fungsi lembagalembaga politik dan sosial kemasyarakatan, serta terbangunnya pondasi kerjasama konstruktif antar lembaga-lembaga tersebut; (2) terfasilitasinya penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah melalui penataan regulasi, penataan urusan pemerintahan, peningkatan kapasitas dan penataan kelembagaan pemda dan pemerintah desa, pembinaan dan peningkatan profesionalisme aparatur pemda, penataan daerah otonom baru dan evaluasinya, peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah, serta penyelenggaraan Pilkada langsung; (3) terselenggaranya dukungan upaya pengentasan kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di perdesaan; serta (4) terselenggaranya fungsi administrasi kependudukan melalui penyelesaian regulasi, penyerasian kebijakan, pengelolaan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, dan berbagai kegiatan stimulan lainya, serta inisiasi pengembangan dukungan sistem teknologi informasi dan komunikasi. 0.19
12.5
12.1
10.0
0.15
0.20
13.4
0.15
7.5
0.11
0.08
5.0
2.5
-
0.03
0.02
1.1
0.6
2005
*) Perkiraan
Realisasi
1.4
8.0
8.3
0.10
5.7
5.3
3.9
0.05
3.1
1.2
2006
-
2007
APBN-P
2008
Realisasi
2009
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
Untuk Kementerian Pertanian, realisasi dari alokasi anggaran belanja dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 25,1 persen per tahun, yaitu dari Rp2,7 triliun (0,1 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005, dan diperkirakan menjadi Rp8,2 triliun (0,1 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Sejalan dengan itu, realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 61,9 persen terhadap pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam APBN-P tahun 2005 diperkirakan menjadi sekitar 91,7 persen dari pagunya dalam APBN-P 2010. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Pertanian terhadap total belanja K/L, meningkat dari 2,2 persen dalam tahun 2005 menjadi sebesar 2,3 persen dalam tahun 2010. Peningkatan porsi alokasi anggaran belanja Kementerian Pertanian selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya petani dengan penciptaan lapangan kerja terutama di perdesaan dan pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui revitalisasi pertanian. Realisasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode tersebut, sebagian besar digunakan untuk mendukung upaya meningkatkan kemampuan petani untuk dapat menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi, dan menjaga tingkat produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan minimal 90,0 persen dari kebutuhan domestik untuk mengamankan kemandirian pangan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui berbagai program, antara lain: (1) program peningkatan ketahanan pangan; (2) program pengembangan agribisnis; dan (3) program peningkatan kesejahteraan petani. Ilustrasi perkembangan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode 2005-2010 disajikan dalam Grafik IV.11. Output yang dihasilkan dari berbagai program tersebut, diantaranya meliputi: (1) meningkatnya produksi komoditas pertanian, yang tercermin antara lain dari meningkatnya produksi padi dari 54,15 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -19
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
2005 menjadi 64,33 juta ton GKG pada tahun 2009 ; dan (2) meningkatnya produksi komoditas perkebunan.
GRAFIK IV.11 PERKEMBANGAN BELANJA KEMENTERIAN PERTANIAN, 2005-2010 persen
triliun rupiah 10.0
0.20 0.17
0.17
Outcome yang dihasilkan dari alokasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam periode tersebut, di antaranya adalah : (1) terjaganya tingkat produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan minimal 90 persen dari kebutuhan domestik, untuk pengamanan kemandirian pangan; (2) meningkatnya daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (3) meningkatnya produksi dan produktivitas nasional dalam rangka mendukung pertumbuhan dan peningkatan pendapatan petani, dimana Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat menjadi sekitar 101,16 (menggunakan tahun dasar 2007=100); (4) meningkatnya nilai ekspor produk pertanian strategis, dan menurunnya ketergantungan kepada produk impor, sehingga diharapkan surplus neraca perdagangan dapat terus ditingkatkan menjadi US$13,1 miliar pada tahun 2009. Pencapaian produksi komoditas tanaman pangan dan perkebunan dapat dilihat pada Tabel IV.2. 8.0
0.16
0.15
0.14
0.13
6.0
0.12
0.10
2.0
7.2
6.5
5.9
8.9
8.3
8.1
4.0
6.8
7.7
8.2
0.08
5.6
4.3
0.04
2.7
-
0.00
2005
*) Perkiraan
2006
2007
Realisasi
2008
APBN-P
2009
Realisasi
2010*)
% Real thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
TABEL IV.2 PRODUKSI KOMODITAS TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN, 2005-2010
No
Komoditas
2005
2006
2007
2008
2009
2010 (1 )
(ribu ton) I. Komoditas Tanaman Pangan 1 Padi
54.151
54.455
57.157
60.326
64.398
66.680
2 Jagung
12.524
11.609
13.288
16.317
17.629
19.800
3 Kedele
808
748
593
776
975
1.300
4 Kacang Tanah
836
838
789
770
778
882
5 Kacang Hijau
321
316
322
298
314
360
6 Ubi Kayu
19.321
19.987
19.988
21.757
22.039
22.248
7 Ubi Jalar
1.857
1.854
1.887
1.882
2.058
2.000
23.200
II. Komoditas Perkebunan 11.862
17.351
17.665
19.200
20.570
2 Karet
1 Kelapa Sawit
2.271
2.637
2.755
2.751
2.594
2.681
3 Kelapa
3.097
3.131
3.193
3.240
3.247
3.266
4 Kakao
749
769
740
803
934
988
5 Kopi
640
682
677
698
698
698
6 Jambu Mete
135
149
146
157
143
145
2.242
2.307
2.448
2.704
2.624
2.996
153
146
165
168
177
181
79
62
80
70
75
78
7 Gula (2) 8 Tembakau 9 Cengkeh Keterangan: (1) Angka Target; (2) Hablur Sumber: BPS, Kementerian Pertanian
4.2.3 Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2005-2010 Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, anggaran belanja pemerintah pusat juga dikelompokkan menjadi 11 fungsi. Pengelompokan ini menggambarkan berbagai aspek dari penyelenggaraan
IV-20
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, sebagian besar dari realisasi anggaran belanja Pemerintah Pusat merupakan belanja operasional, yaitu belanja pegawai, belanja barang, subsidi, dan pembayaran bunga utang, rata-rata mencapai 73,5 persen dari total belanja Pemerintah Pusat. Sementara itu, sisanya sebesar rata-rata 26,5 persen merupakan realisasi belanja modal, bantuan sosial, belanja hibah, dan belanja lain-lain. Hal tersebut menunjukan bahwa realisasi belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu tersebut masih didominasi oleh pengeluaran-pengeluaran yang bersifat wajib, yang membawa konsekuensi pada terbatasnya ruang gerak Pemerintah untuk melaksanakan intervensi fiskal bagi pelaksanan berbagai program dan kegiatan pembangunan. Untuk itu, dalam beberapa tahun terakhir telah ditempuh kebijakan untuk meningkatkan kualitas belanja Negara (spending quality), dengan lebih memperhatikan efisiensi, ketepatan alokasi, serta pengaruhnya terhadap perekonomian. GRAFIK IV.18 Belanja Pemerintah Pusat, dalam periode BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS 2005 - 2010 2005–2010, secara nominal menunjukkan peningkatan rata-rata 16,7 persen pertahun, yaitu dari Rp361.155,2 miliar (13,0 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005 menjadi Rp781.533,6 miliar (12,5 persen terhadap PDB) dalam tahun 2010. Dilihat dari komposisinya secara per jenis, belanja yang mengalami peningkatan signifikan adalah belanja modal, dari 9,1 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2005, menjadi 12,3 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2010. Perkembangan belanja Pemerintah Pusat menurut jenis dapat dilihat pada Tabel IV.7 dan Grafik IV.18. %
(miliar rupiah)
18.0
900
800
16.0
15.5
700
14.0
13.2
13.0
12.5
12.1
12.8
600
12.0
11.9
11.2
500
10.0
400
8.0
300
6.0
200
4.0
100
2.0 -
0
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
2005
2006
2007
2008
2009
APBN
APBN-P
Perk. Real
2010
Belanja Pegawai
Bel anja Barang
Bel anja Modal
Pembayaran Bunga Utang
Subsidi
Bel anja Hibah
Bantuan Sosial
Bel anja Lain-lain
% thd PDB
Sumber : Kementerian Keuangan
TABEL IV.7 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2005-2010 ( triliun rupiah ) 2005 Uraian
2006
% thd PDB
LKPP
2007
% thd PDB
LKPP
2008
% thd PDB
LKPP
2009
% thd PDB
LKPP
LKPP
201 0
% thd PDB
% thd BPP
APBN
% thd PDB
APBN-P
% thd PDB
Per k. Realisasi
% thd PDB 2,4
1 . Belanja Pegawai
54,3
1,9
7 3,3
2,2
90,4
2,3
1 12,8
2,5
1 27 ,7
2,3
20,3
1 60,4
2,7
162,7
2,6
1 50,4
2. Belanja Barang
29,2
1 ,0
47 ,2
1 ,4
54,5
1 ,4
56,0
1 ,2
80,7
1 ,4
1 2,8
1 07 ,1
1,8
1 1 2,6
1 ,8
1 03,2
1 ,6
3. Belanja Modal
32,9
1,2
55 ,0
1 ,6
64,3
1 ,6
7 2,8
1 ,6
7 5 ,9
1 ,4
1 2,1
82,2
1,4
95,0
1 ,5
90,7
1 ,4 1 ,6
4. Pembay aran Bunga Utang
65,2
2,3
7 9,1
2,4
7 9,8
2,0
88,4
2,0
93,8
1 ,7
1 4,9
1 15 ,6
1,9
1 05,7
1 ,7
1 00,8
120,8
4,3
1 07 ,4
3,2
1 50,2
3,8
27 5 ,3
6,1
1 38,1
2,5
22,0
1 57 ,8
2,6
201 ,3
3,2
195,2
3,1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7 ,2
0,1
0,2
0,0
0,2
0,0
7 . Bantuan Sosial
24,9
0,9
40,7
1 ,2
49,8
1 ,3
5 7 ,7
1 ,3
7 3,8
1 ,3
1 1 ,7
64,3
1 ,1
7 1 ,2
1,1
63,1
1 ,0
8. Belanja lain-lain
34,0
1,2
37 ,4
1 ,1
1 5,6
0,4
30,3
0,7
38,9
0,7
6,2
30,7
0,5
32,9
0,5
32,2
0,5
Total BPP
361 ,2
1 3,0
440,0
13,2
5 04,6
1 2,8
693,4
1 5,5
628,8
11 ,2
1 00,0
7 25 ,2
12,1
7 81 ,5
1 2,5
7 35,9
1 1 ,8
5. Subsidi 6. Belanja Hibah
Su m ber : Kem en t er ia n Keu a n g a n
Belanja Pegawai Besaran anggaran belanja pegawai, antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perkembangan jumlah pegawai dan penerima pensiun (beserta keluarga yang ditanggung), komposisi pangkat dan jabatan pegawai, serta kebijakan pegawai yang ditempuh pemerintah. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -31
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Secara nominal realisasi anggaran belanja pegawai dalam kurun waktu 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 24,6 persen per tahun, yaitu dari Rp54,3 triliun (15,0 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam tahun 2005 menjadi sebesar Rp162,7 triliun (20,8 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam APBN-P tahun 2010. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja pegawai dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan, yaitu dari 88,7 persen terhadap pagu anggaran belanja pegawai dalam APBN-P tahun 2005 diperkirakan menjadi 92,5 persen terhadap pagunya dalam APBN-P tahun 2010. Kenaikan realisasi belanja pegawai yang cukup signifikan dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dalam rangka memperbaiki penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri dan para pensiunan dalam periode tersebut, yang meliputi antara lain: (1) kebijakan kenaikan gaji pokok bagi PNS dan TNI/Polri secara berkala; (2) kebijakan pemberian gaji bulan ke13; (3) kenaikan tunjangan fungsional bagi pegawai yang memegang jabatan fungsional dan kenaikan tunjangan struktural bagi para pejabat struktural; (4) kenaikan uang lauk pauk bagi anggota TNI/Polri; (5) pemberian uang makan kepada PNS mulai tahun 2007; (6) kenaikan tarif uang lembur dan uang makan lembur; serta (7) penyesuaian pokok pensiun dan pemberian pensiun ke-13. Selain itu, terkait dengan pemeliharaan kesehatan bagi PNS dan pejabat, sejak tahun 2009 telah diberikan subsidi untuk penyakit katastropik, dan sejak tahun 2010 telah dilaksanakan program Jamkesmen (jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu). Dalam periode tersebut, ditempuh kebijakan kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri dan kenaikan pokok pensiun sebesar rata-rata 15,0 persen dalam tahun 2006 dan 2007, sebesar rata-rata 20,0 persen dalam tahun 2008, sebesar rata-rata 15,0 persen dalam tahun 2009, dan ratarata 5,0 persen dalam tahun 2010. Di samping itu, tunjangan jabatan struktural juga dinaikkan masing-masing sebesar 50,0 persen bagi eselon III, IV dan V pada tahun 2006, serta masing-masing sebesar 23,6 persen untuk eselon I, sebesar 32,5 persen untuk eselon II, sebesar 42,5 persen untuk eselon III, sebesar 52,5 persen untuk eselon IV, dan sebesar 60,0 persen untuk eselon V tahun 2007. Selanjutnya, kenaikan tunjangan fungsional diberikan rata-rata sebesar 10,0 persen pada tahun 2006, dan 20,0 persen pada tahun 2007. Sementara itu, bagi pegawai nonpejabat, pada tahun 2006 diberikan tunjangan umum masing-masing sebesar Rp175.000 per bulan bagi pegawai golongan I, Rp180.000 per bulan bagi pegawai golongan II, Rp185.000 per bulan bagi pegawai golongan III, Rp190.000 per bulan bagi pegawai golongan IV, dan sebesar Rp75.000 per bulan bagi TNI/Polri. Selain itu, uang lauk pauk bagi TNI/Polri ditingkatkan dari Rp17.500 per orang per hari pada tahun 2005, menjadi Rp35.000 per orang per hari pada tahun 2008, dan menjadi Rp40.000 per orang per hari pada tahun 2010. Sejalan dengan itu, sejak tahun 2007 juga diberikan uang makan bagi pegawai negeri sipil yang meningkat dari sebesar Rp10.000 per orang per hari dalam tahun 2007, menjadi Rp15.000 per orang per hari kerja pada tahun 2008 dan menjadi Rp20.000 per orang per hari kerja pada tahun 2010. Dengan ditempuhnya berbagai kebijakan tersebut, penghasilan dan kesejahteraan aparatur Pemerintah dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan, yaitu take home pay, PNS dengan pangkat terendah (golongan I/a tidak kawin) mengalami peningkatan dari sekitar Rp674.000 dalam tahun 2005 menjadi sekitar Rp1.896.000 dalam tahun 2010. Khusus bagi guru dengan pangkat terendah (golongan II/a tidak kawin) take home pay
IV-32
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
GRAFIK IV.19 PERKEMBANGAN TAKE HOME PAY TERENDAH APARATUR NEGARA, 2005-2010 3000 2500 2000
ribu rupiah
mereka mengalami peningkatan dari sekitar Rp1.002.000 dalam tahun 2005 menjadi sekitar Rp2.496.000 dalam tahun 2010, sedangkan bagi anggota TNI/Polri dengan pangkat terendah (Tamtama/Bintara) take home pay-nya mengalami peningkatan dari sekitar Rp1.271.000 dalam tahun 2005 menjadi sekitar Rp2.505.000 dalam tahun 2010. Perkembangan take home pay aparatur Negara tahun 2005-2010 dapat dilihat dalam Grafik IV.19.
1500 1000 500 0 2005
Belanja Barang
2006
2007 PNS
2008 Guru
2009
2010
TNI/Polri
Sumber : Kementerian Keuangan
Dalam periode 2005–2010, anggaran belanja barang secara nominal mengalami peningkatan rata-rata 31,0 persen per tahun, yaitu dari Rp29,2 triliun dalam tahun 2005 menjadi Rp112,6 triliun dalam APBN-P tahun 2010. Demikian pula, realisasi penyerapan anggaran belanja barang dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dari 68,9 persen terhadap pagu anggaran belanja barang pada APBN-P tahun 2005 diperkirakan menjadi 91,7 persen terhadap pagunya dalam tahun 2010. Sementara itu, perkembangan proporsi belanja barang terhadap total belanja Pemerintah Pusat meningkat dari 8,1 persen dalam tahun 2005 menjadi 14,4 persen dalam tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran belanja barang GRAFIK IV.20 PERKEMBANGAN BELANJA BARANG dalam kurun waktu tersebut, sejalan dengan: 2006 - 2010 (1) meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana kerja, baik perangkat keras maupun perangkat lunak, serta pengadaan peralatan kantor guna memenuhi kebutuhan administrasi dan operasional yang semakin meningkat di berbagai instansi; (2) bertambahnya jumlah satuan kerja yang berdampak pada meningkatnya jumlah aset dan barang inventaris Pemerintah yang memerlukan pemeliharaan; serta (3) meningkatnya harga barang dan jasa yang sangat mempengaruhi biaya pemeliharaan maupun perjalanan dinas. Di samping itu, kegiatan pemilihan umum (Pemilu) juga telah meningkatkan realisasi belanja barang dalam tahun 2009. Perkembangan realisasi belanja barang tahun 2006-2010 dapat dilihat dalam Grafik IV.20. 120
triliun rupiah
100
80
60
40
20
-
Realisasi 2006
Realisasi 2007
Barang & BLU
Realisasi 2008
Jasa
Pemeliharaan
Realisasi 2009
APBN-P 2010
Perjalanan
Belanja Modal Sementara itu, dalam rentang waktu yang sama, realisasi anggaran belanja modal secara nominal mengalami peningkatan rata-rata 23,6 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp32,9 triliun (9,1 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam tahun 2005 menjadi sebesar Rp95,0 triliun (12,2 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran belanja modal yang cukup signifikan dalam rentang waktu tersebut merupakan dampak dari kebijakan pergeseran belanja barang ke belanja modal.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -33
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Melalui kebijakan pergeseran alokasi anggaran dari belanja barang ke belanja modal yang memiliki dampak langsung yang diperkirakan relatif lebih besar bagi perekonomian nasional, diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat lebih ditingkatkan. Di samping itu, meningkatnya alokasi anggaran belanja modal dalam periode tersebut, juga menunjukkan besarnya upaya Pemerintah untuk mengatasi permasalahan bottleneck infrastruktur melalui pembangunan infrastruktur di tanah air. Selain dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar, peningkatan alokasi anggaran belanja modal kepada pembangunan infrastruktur juga dimaksudkan untuk dapat mendukung dan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan domestic conectivity. Dalam periode 2006-2010, anggaran belanja modal yang cukup besar terdapat pada K/L yang terkait dengan pembangunan infrastruktur, yaitu: (1) Departemen Pekerjaan Umum; (2) Departemen Perhubungan; (3) Departemen Pertahanan; (4) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; dan (5) Departemen Pendidikan Nasional. Realisasi anggaran belanja modal pada 5 K/L tersebut dalam kurun waktu 2005-2009 digunakan untuk melaksanakan berbagai program antara lain, yaitu: (1) program pengembangan pertahanan; (2) program peningkatan kualitas jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan; (3) program peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana kereta api; (4) program pembangunan transportasi laut; (5) program pembangunan transportasi udara; (6) program pendidikan tinggi; (7) program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau dan sumber air lainnya; (8) program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya; (9) program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan; (10) program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan; (11) program pengendalian banjir dan pengaman pantai; dan (12) program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah.
triliun rupiah
Outcome yang dihasilkan dari realisasi anggaran belanja modal dalam kurun waktu 20052009 antara lain adalah: (1) meningkatnya keselamatan dan keamanan transportasi jalan melalui peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai standar pelayanan minimal; (2) meningkatnya keselamatan transportasi sungai, danau dan penyeberangan melalui rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasaranan transportasi sungai, danau dan penyeberangan; (3) meningkatnya aksesibilitas pelayanan transportasi sungai, danau dan penyeberangan melalui pembangunan prasarana angkutan sungai, danau dan penyeberangan di daerah kepulauan dan di GRAFIK IV.21 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL, 2006 - 2009 pulau-pulau kecil serta kawasan perbatasan; 80 (4) meningkatnya kapasitas pembangkit 70 listrik dan rasio elektrifikasi; (5) 60 terpeliharanya dan meningkatnya daya 50 dukung, kapasitas, maupun kualitas 40 pelayanan prasarana jalan untuk daerah30 daerah yang perekonomiannya berkembang 20 pesat; (6) meningkatnya aksesibilitas wilayah 10 yang sedang dan belum berkembang melalui 0 dukungan pelayanan prasarana jalan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan transportasi, baik dalam hal kecepatan maupun kenyamanan, khususnya pada Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
2006
2007
2008
2009
Sumber : Kementerian Keuangan
IV-34
Tanah Gedung dan Bangunan Belanja Pemeliharaan Yang dikapitalisasi Dana Bergulir
Peralatan dan Mesin Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal BLU
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
koridor-koridor utama di masing-masing pulau dan wilayah; (7) meningkatnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga, pemukiman, pertanian dan industri dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok masyarakat dan pertanian rakyat; (8) berkurangnya dampak bencana banjir dan kekeringan; (9) terlindunginya daerah pantai dari abrasi air laut, terutama pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dan wilayah strategis; (10) optimalnya kapasitas penyediaan air baku; dan (11) optimalnya fungsi dan kapasitas tampungan air baku. Perkembangan realisasi belanja modal tahun 2006-2009 dapat dilihat dalam Grafik IV. 21.
Pembayaran Bunga Utang Pembayaran bunga utang dalam kurun waktu 2005-2010 secara nominal menunjukkan peningkatan, namun porsinya terhadap belanja negara hingga tahun 2010 cenderung menurun. Secara nominal pembayaran bunga utang mengalami peningkatan sebesar Rp40,5 triliun, atau tumbuh rata-rata 12,8 persen per tahun, dari Rp65,2 triliun (18,1 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 2,4 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, diperkirakan mencapai Rp 105,7 triliun (13,5 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 1,7 persen terhadap PDB) di tahun 2010 (lihat Tabel IV.8). TABEL IV.8 PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2005 - 2010 (triliun Rupiah) Uraian Pembayaran Bunga Utang (triliun rupiah) i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri
2005 LKPP
2006 LKPP
2007 LKPP
2008 LKPP
2009 LKPP
2010 APBN
APBN-P
65,2 42,6 22,6
79,1 54,9 24,2
79,8 54,1 25,7
88,4 59,9 28,5
93,8 63,8 30,0
115,6 77,4 38,2
105,7 71,9 33,8
% thd Belanja Negara Pembayaran Bunga Utang : i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri
12,8 8,4 4,4
11,9 8,2 3,6
10,5 7,1 3,4
9,0 6,1 2,9
10,0 6,8 3,2
11,0 7,4 3,6
9,4 6,4 3,0
% thd PDB Pembayaran Bunga Utang : i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri
2,3 1,5 0,8
2,4 1,6 0,7
2,0 1,4 0,7
1,8 1,2 0,6
1,7 1,1 0,5
1,9 1,3 0,6
1,7 1,1 0,5
9.705,0 9,1
9.164,0 11,7
9.140,0 8,0
9.691,0 9,3
10.407,0 7,6
10.000,0 6,5
9.200,0 6,5
652,9 652,9 69,6 68,6 1,0
662,4 662,4 66,6 63,1 3,5
693,1 693,1 67,5 62,0 5,5
732,4 732,4 69,4 62,4 7,0
783,9 783,9 77,9 66,7 11,2
836,3 836,3 80,3 65,0 15,2
836,3 836,3 80,3 65,0 15,2
Asumsi dan Parameter - Rata-rata nilai tukar (Rp/US$) - Rata-rata SBI 3 bulan (%) I. Outstanding Utang Dalam Negeri (triliun rupiah) *) - SBN domestik II. Outstanding Utang Luar Negeri (miliar US$) *) - Pinjaman luar negeri - SBN internasional Pembiayaan Utang : (triliun Rp) i. Dalam Negeri - SBN domestik (neto) ii. Luar Negeri - Pinjaman luar negeri (neto) - SBN internasional
12,3 (2,0) (2,0) 14,3 (10,3) 24,5
9,4 17,5 17,5 (8,1) (26,6) 18,5
30,6 43,6 43,6 (13,0) (26,6) 13,6
67,5 46,0 46,0 21,5 (18,4) 39,9
83,9 52,7 52,7 31,3 (15,5) 46,8
94,5 59,4 59,4 35,1 (9,9) 45,0
107,3 66,1 66,1 41,2 (0,2) 41,4
*) Nilai outstanding akhir tahun sebelumnya Sumber : Kementerian Keuangan
Dari realisasi pembayaran bunga utang selama periode 2005-2010 tersebut, lebih dari 65,0 persen dari total pembayaran bunga utang digunakan untuk pembayaran bunga utang dalam negeri yang seluruhnya berasal dari pembayaran bunga Surat Berharga Negara (SBN) domestik. Sementara itu, sisanya merupakan pembayaran bunga utang luar negeri, yang terdiri dari bunga SBN internasional dan bunga pinjaman luar negeri. Bunga untuk SBN terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah bunga atas SBN yang diterbitkan, diskon penerbitan, dan biaya penerbitan. Diskon dan biaya penerbitan Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -35
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
SBN merupakan non-cash items sebagai kompensasi yang membebani bunga, agar hasil penerbitan SBN tetap dalam nilai nominalnya. Besaran bunga SBN dipengaruhi antara lain oleh outstanding SBN, jumlah penerbitan pada tahun berjalan, tingkat bunga SBI-3 bulan, yield pada saat penerbitan SBN, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat untuk SBN valuta asing (valas). Dalam lima tahun terakhir, perkembangan tingkat bunga SBI-3 bulan cenderung turun. Pada tahun 2005, rata-rata tingkat bunga SBI-3 bulan adalah sebesar 9,1 persen dan menurun menjadi 7,6 persen pada tahun 2009. Penurunan ini terus berlanjut pada tahun 2010, dimana rata-rata tingkat suku bunga SBI-3 bulan tersebut diperkirakan berada pada level 6,5 persen. Sementara itu, nilai tukar mata uang rupiah GRAFIK IV.22 PERGERAKAN YIELD SBN DALAM NEGERI, 2005-2010 terhadap dolar Amerika Serikat pada periode 21 yang sama cenderung berfluktuasi. Pada 19 tahun 2005, rata-rata nilai tukar mata uang 17 rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada 15 pada kisaran Rp 9.705 per USD, dan 13 11 melemah menjadi Rp 10.407 per USD pada 9 tahun 2009. Namun, pada tahun 2010 rata- 7 rata nilai tukar rupiah diperkirakan berada 5 pada kisaran Rp 9.200 per USD. Selanjutnya, perkembangan yield SBN dalam negeri pada periode 2005-2010 diperkirakan juga semakin menurun, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan keamanan dalam negeri sebagaimana tergambar dalam grafik berikut ini (lihat Grafik IV.22). Sumber: Kementerian Keuangan
5 Tahun
10 Tahun
Bunga pinjaman luar negeri, terdiri dari bunga atas pinjaman luar negeri yang ditarik, dan fee/biaya pinjaman, seperti commitment fee, front end fee, insurance premium, dan lainlain. Besaran bunga pinjaman luar negeri, terutama dipengaruhi oleh faktor outstanding pinjaman luar negeri, besarnya penarikan pinjaman luar negeri pada tahun berjalan, tingkat bunga Libor, dan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Selama periode 2005 sampai dengan tahun 2010, pembayaran bunga utang luar negeri cenderung lebih rendah dari pembayaran bunga utang dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri, dan lebih memprioritaskan kemampuan pasar obligasi dalam negeri. Lebih lanjut, pembiayaan melalui sumber luar negeri hingga saat ini justru bersifat negatif (penarikan pinjaman luar negeri lebih kecil dari pembayaran kembali pokok utang luar negeri), sedangkan penerbitan SBN internasional hanya dilakukan apabila pasar SBN domestik diperkirakan tidak mampu menyerap penerbitan SBN domestik. Dalam kurun waktu 2005-2010, perkembangan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp29,3 triliun atau tumbuh ratarata 14,0 persen per tahun, dari sebesar Rp42,6 triliun (11,8 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 1,5 persen terhadap PDB) pada tahun 2005 menjadi Rp63,8 triliun (10,2 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 1,7 persen terhadap PDB) pada tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp71,9 triliun (9,2 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 1,7 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Penyebab kenaikan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri pada periode tersebut, adalah karena meningkatnya
IV-36
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
outstanding SBN domestik dari Rp662,4 triliun pada akhir tahun 2005 menjadi Rp836,3 triliun pada akhir tahun 2009.
GRAFIK IV.23 KOMPOSISI PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2005-2010 (triliun rupiah) 140.0 120.0
Sementara itu, perkembangan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp11,2 triliun, atau tumbuh rata-rata 10,6 persen per tahun, dari sebesar Rp22,6 triliun (6,3 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 0,8 persen terhadap PDB) pada Sumber : Kementerian Keuangan tahun 2005 menjadi Rp 30,0 triliun (4,8 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 0,5 persen terhadap PDB) pada tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp 33,8 triliun (4,3 persen terhadap Belanja Pemerintah Pusat atau 0,5 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Penyebab kenaikan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam periode tersebut, adalah karena meningkatnya outstanding SBN internasional dari semula US$ 3,5 miliar pada akhir tahun 2005 menjadi sebesar US$15,2 miliar pada akhir tahun 2009. Perkembangan bunga utang keseluruhan dapat dilihat di Grafik IV.23. 100.0
80.0 60.0 40.0
20.0 -
LKPP
LKPP
LKPP
LKPP
LKPP
2005
2006
2007
2008
2009
Utang Luar Negeri
APBN
APBN-P
2010
Utang Dalam Negeri
Subsidi Subsidi merupakan alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Walaupun penyediaan anggaran subsidi oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar, namun penyediaan anggaran subsidi tersebut harus tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara. Dalam rentang waktu 2005– 2010, realisasi anggaran belanja subsidi secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp80,5 triliun, atau tumbuh rata-rata 10,8 persen per tahun, dari sebesar Rp120,8 triliun (4,4 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, menjadi Rp138,1 triliun (2,5 persen terhadap PDB) pada tahun 2009, dan diperkirakan GRAFIK IV.24 mencapai Rp201,3 triliun (3,2 persen PERKEMBANGAN VOLUME KONSUMSI BBM, 2005 - 2010 terhadap PDB) pada tahun 2010. Perubahan realisasi anggaran belanja subsidi yang cukup signifikan dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan: (1) perubahan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price, ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan (2) perubahan parameter yang digunakan dalam perhitungan subsidi. Proporsi subsidi energi dan proporsi subsidi non-energi terhadap total subsidi disajikan dalam Grafik IV.24. 6,000.0
ribu kiloliter
5,200.0
4,400.0
3,600.0
2,800.0
2,000.0
Jan
Feb
Mar
2005
Apr
2006
Mei
Jun
2007
Jul
Agts
2008
Sept
2009
Okt
Nop
Des
2010
Subsidi Energi Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak jenis tertentu (Bahan Bakar Minyak Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -37
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
dan Bahan Bakar Nabati), Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat. Realisasi anggaran belanja subsidi energi, yang terdiri dari subsidi BBM dan subsidi listrik, dalam rentang waktu 2005–2010 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp39,5 triliun, atau tumbuh rata-rata 6,6 persen per tahun, dari sebesar Rp104,4 triliun (3,8 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, dan diperkirakan mencapai Rp144,0 triliun (2,3 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Perubahan realisasi anggaran subsidi energi yang cukup signifikan dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan: (1) perubahan parameter dalam perhitungan subsidi energi, diantaranya ICP, nilai tukar rupiah, volume BBM bersubsidi, dan penjualan tenaga listrik; serta (2) kebijakan penetapan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif dasar listrik. Subsidi BBM, diberikan dengan maksud untuk mengendalikan harga jual BBM, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat di dalam negeri, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini disebabkan harga jual BBM dalam negeri sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada saat ini, BBM bersubsidi hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu, yaitu minyak tanah (kerosene), minyak solar (gas oil), premium kecuali untuk industri, dan LPG tabung 3 kilogram. Dalam rentang waktu 2005–2010, realisasi anggaran subsidi BBM secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp6,7 triliun, atau menurun rata-rata 1,4 persen per tahun, dari sebesar Rp95,6 triliun (3,5 persen terhadap PDB) pada tahun 2005 dan diperkirakan mencapai Rp88,9 triliun (1,4 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Penurunan realisasi anggaran belanja subsidi dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan parameter volume konsumsi BBM bersubsidi. Dalam tahun 2010, volume konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan mencapai 36,5 juta kiloliter, atau turun sebesar 23,2 juta kiloliter bila dibandingkan dengan realisasi volume konsumsi BBM bersubsidi dalam tahun 2005, yang mencapai 59,7 juta kiloliter. GRAFIK IV.25 PERKEMBANGAN HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA (ICP), 2005 - 2010 150
120
US$/barel
Sementara itu, perkembangan harga minyak mentah (crude oil) di pasar dunia, termasuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam rentang waktu yang sama cenderung mengalami fluktuasi. Dalam tahun 2010, realisasi ICP diperkirakan mencapai US$80 per barel. Jumlah ini berarti mengalami kenaikan sebesar US$26,6 per barel (49,8 persen) dibandingkan dengan realisasi ICP dalam tahun 2005 sebesar US$53,4 per barel (lihat Grafik IV.25).
90
60
30 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei 2005
Jun 2006
Jul
Agst 2007
Sept 2008
Okt
Nop 2009
Des 2010
Sumber : Kementerian Keuangan
Dalam periode yang sama, perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga mengalami fluktuasi. Apabila realisasi rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2005 mencapai Rp9.705 per dolar Amerika Serikat, maka pada tahun 2010 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp9.200 per dolar Amerika Serikat. Untuk mengendalikan anggaran subsidi BBM, Pemerintah bersama DPR-RI sepakat untuk melakukan efisiensi, dengan
IV-38
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
menurunkan konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap. Apabila pada tahun 2005 konsumsi BBM bersubsidi mencapai 59,7 juta kiloliter, maka pada tahun 2010 konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan mengalami penurunan menjadi 36,5 juta kiloliter. (lihat Tabel IV.9). TABEL IV.9 PERKEMBANGAN SUBSIDI BBM JENIS TERTENTU DAN LPG TABUNG 3 KILOGRAM , 2005−2010 Uraian Subsidi BBM Jenis Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg (triliun rupiah) % terhadap PDB Faktor-faktor yang mempengaruhi : - ICP Jan-Des (US$/barel) - Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) - Volume BBM (ribu kiloliter) > Premium > Kerosene (Minyak Tanah) > Minyak Solar > Minyak Diesel > Minyak bakar - Volume Subsidi LPG (ribu metrik ton) - Alpha (%)
2005
2006
2007
2008
2009
Real.
Real.
Real.
Real
Real.
2010 APBN
APBN-P
95,6 3,5
64,2 1,9
83,8 2,1
139,1 2,8
45,0 0,8
68,7 1,1
88,9 1,4
53,40 9.705 59.747,4 17.734,3 11.355,4 25.530,8 781,4 4.345,5 -
64,26 9.164 37.630,0 16.807,0 9.959,0 10.864,0 -
72,31 9.140 38.643,0 17.929,0 9.850,0 10.864,0 21,5
97,02 9.692 39.176,0 19.529,0 7.855,0 11.792,0 506,4
61,58 10.408 37.724,0 21.120,0 4.569,0 12.035,0 1.753,9
65,00 10.000 36.505,0 21.454,1 3.800,0 11.250,9 2.973,3
80,00 9.200 36.505,0 21.454,1 3.800,0 11.250,9 2.973,3
14,10
14,10
14,10
9,00
-
-
-
- Alpha (Rp/liter)
8 (jan-juni) 537 (juli - des)
-
-
556
556
Sumber : Kementerian Keuangan
Dalam kurun waktu 2005–2010, harga minyak mentah Indonesia (ICP) mengalami perubahan yang signifikan, sehingga Pemerintah memandang perlu untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi dalam rangka menjaga kestabilan perekonomian secara menyeluruh. Berkaitan dengan hal itu, Pemerintah telah melakukan kebijakan penyesuaian harga BBM dalam negeri, yaitu rata-rata 32,0 persen pada bulan Maret 2005, dan rata-rata 61,1 persen pada bulan Oktober 2005. Penyesuaian harga BBM pada bulan Maret 2005, berkaitan dengan melonjaknya ICP sejak memasuki triwulan terakhir tahun 2004, yang bahkan mencapai hampir dua kali lipat (US$49,2 per barel) dari asumsi ICP (US$24,0 per barel) yang telah ditetapkan dalam APBN 2005. Kenaikan ICP tersebut terus berlanjut sampai memasuki triwulan terakhir 2005 yang mencapai US$58,0 per barel, sehingga harga BBM dalam negeri harus disesuaikan kembali pada bulan Oktober 2005. Pada bulan Mei 2008, rata-rata harga BBM bersubsidi dinaikkan kembalai sebesar 28,7 persen. Sementara itu, sejalan dengan penurunan ICP di pasar internasional hingga mencapai US$38,5 per barel, maka dalam rentang periode bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Januri 2009, dilakukan penurunan harga BBM bersubsidi hingga tiga kali, yaitu masing-masing 8,3 persen pada awal Desember 2008, 10,9 persen pada pertengahan bulan Desember 2008, dan bulan Januari 2009 sebesar 8,1 persen. Dalam tahun 2010, harga BBM diperkirakan tidak mengalami perubahan, lihat Tabel IV.10. TABEL IV.10 PERKEMBANGAN HARGA BBM, 2005−2009 (dalam rupiah) Tahun Jenis BBM PREMIUM SOLAR MINYAK TANAH MINYAK DIESEL MINYAK BAKAR
2005 2006 2007 3 Jan - 28 1 Mar - 30 1 Okt - 1 1 Jan - 31 1 Jan - 31 1 Jan - 23 Feb Sep Des Des Des Mei 1.810 1.650 1.800 1.650 1.560
2.400 2.100 2.200 2.300 2.160
4.500 4.300 2.000 -
4.500 4.300 2.000 -
4.500 4.300 2.000 -
4.500 4.300 2.000 -
2008 24 Mei - 1 Des - 14 30 Nov Des 6.000 5.500 2.500 -
5.500 5.500 2.500 -
15 Des 31 Des 5.000 4.800 2.500 -
2009 1 Jan - 14 15 Jan - … Jan 5.000 4.800 2.500 -
4.500 4.500 2.500 -
Sumber : Kemneterian ESDM
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -39
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Seperti halnya subsidi BBM, anggaran subsidi listrik diberikan dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu. Subsidi dialokasikan karena rata-rata Harga Jual Tenaga Listrik (HJTL)-nya lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut. Anggaran subsidi listrik juga dialokasikan untuk mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial dan pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan tenaga listrik. Sementara itu, dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PT PLN berupaya menurunkan BPP tenaga listrik, melalui : (1) program penghematan pemakaian listrik dengan melakukan penerapan tarif non-subsidi untuk pelanggan di atas 6.600 VA dan penurunan susut jaringan (losses); dan (2) program diversifikasi energi primer di pembangkit listrik dengan melakukan optimalisasi penggunaan gas, panas bumi, batubara, biodiesel, dan penggantian High Speed Diesel (HSD) menjadi Gas ex LNG. Penggunaan Gas ex LNG dan bahan bakar pembangkit listrik di luar BBM dapat mengurangi BPP tenaga listrik. Selain perbaikan pada sisi permintaan dan penawaran (demand and supply side), Pemerintah juga mengupayakan pembenahan pada PT PLN (Persero). Untuk menjaga agar PT PLN (Persero) tidak mengalami kesulitan likuiditas dan pendanaan, maka pemerintah memberikan margin usaha. Pemberian margin usaha merupakan upaya agar kondisi keuangan PT PLN (Persero) semakin baik dan bankable, yang antara lain ditunjukkan dengan indikator Consolidated Interest Coverage Ratio (CICR) di atas 2 persen. Tingkat CICR di atas 2 persen diperlukan oleh PT PLN (Persero) agar dapat memenuhi syarat untuk melakukan penerbitan global bond di pasar internasional. Pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar internasional tersebut diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik yang merupakan faktor penting dalam menjamin ketersediaan pasokan listrik dan pertumbuhan penjualan tenaga listrik (growth sales) untuk memenuhi peningkatan kebutuhan masyarakat. Dalam rentang waktu 2005-2010, realisasi anggaran subsidi listrik secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp46,3 triliun, atau tumbuh rata-rata 44,2 persen per tahun, dari sebesar Rp8,9 triliun (0,3 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, diperkirakan mencapai Rp55,1 triliun (0,9 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Kenaikan realisasi belanja subsidi listrik dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan: (1) naiknya biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik sebagai dampak dari masih dominannya penggunaan BBM dalam sistem pembangkit listrik nasional; (2) perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan (3) semakin meningkatnya penjualan tenaga listrik yang mencapai 143.260 Giga Watt hour (GWh) pada perkiraan realisasi 2010, dibandingkan penjualan tenaga listrik dalam tahun 2005 sebesar 107.032 GWh (lihat Tabel IV.11). TABEL IV.11 PERKEMBANGAN SUBSIDI LISTRIK, 2005−2010 Uraian Subsidi Listrik (triliun rupiah) % terhadap PDB Faktor-faktor yang mempengaruhi : ICP Jan-Des (US$/barel) Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) Penjualan Tenaga Listrik (GWh)
2005
2006
2007
2008
2009
Real.
Real.
Real.
Real.
Real.
2010 APBN
APBN-P
8,9 0,3
30,4 0,9
33,1 0,8
83,9 1,7
49,5 0,9
37,8 0,6
55,1 0,9
53,40 9.705 107.032
64,26 9.164 112.609
72,31 9.140 120.893
97,02 9.692 124.253
61,58 10.408 135.999
65,00 10.000 145.890
80,00 9.200 143.260
Sumber : Kementerian Keuangan
IV-40
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Perkembangan realisasi anggaran subsidi listrik dalam periode tersebut, juga dipengaruhi oleh perubahan sistem perhitungan subsidi. Mulai tahun 2005, kebijakan subsidi listrik diberikan melalui kebijakan subsidi harga kepada konsumen yang diperluas terhadap golongan pelanggan yang tarif rata-ratanya masih lebih rendah dari BPP. Pada periode sebelumnya (tahun 2002-2004), subsidi listrik diberikan melalui subsidi harga konsumen terarah untuk pelanggan golongan tarif S-1, S-2, R-1, I-1, dan B1 dengan daya terpasang kurang dari 450 VA dan pemakaian kurang dari 60 kWh. Pada tahun 2009, Pemerintah memberikan kebijakan potongan tarif listrik untuk industri, yaitu industri kelompok I-3 dengan daya sambung 20 KVA -30 KVA, dan kelompok I-4 dengan daya tersambung di atas 30 KVA. Dalam rangka mengendalikan subsidi listrik, Pemerintah bersama DPR-RI sepakat untuk menurunkan subsidi listrik secara bertahap, dengan tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam perkembangannya, BPP listrik sejak tahun 2009 mengalami kenaikan akibat naiknya beberapa harga komponen utama untuk menghasilkan tenaga listrik. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah merasa perlu untuk menyesuaikan tarif dasar listrik (TDL) rata-rata sebesar 10 persen yang telah dilaksanakan sejak awal bulan Juli tahun 2010. Namun demikian, Pemerintah tetap berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah, dengan tidak memberlakukan kenaikan TDL bagi pelanggan listrik dengan daya 450 watt dan 900 watt.
Subsidi Non Energi Subsidi non-energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi dan/atau menjual barang dan/atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah selain BBM jenis tertentu, BBN, LPG tabung 3 kg, dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Perkembangan realisasi subsidi non-energi dalam rentang waktu 2005–2010 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp40,9 triliun, atau tumbuh rata-rata 28,5 persen per tahun, dari sebesar Rp16,3 triliun (0,6 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, menjadi Rp43,5 triliun pada tahun 2009 (0,8 persen terhadap PDB), dan diperkirakan mencapai Rp57,3 triliun (0,9 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran subsidi non-energi yang sangat signifikan dalam kurun waktu tersebut, antara lain berkaitan dengan: (1) perubahan parameter dalam perhitungan subsidi; dan (2) kebijakan penambahan jenis subsidi. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain: (1) jumlah rumah tangga sasaran (RTS) yang mempunyai hak untuk membeli raskin; (2) kuantum raskin per RTS per bulan; (3) durasi penjualan raskin; dan (4) subsidi harga raskin (selisih harga pembelian beras (HPB) oleh Bulog dengan harga jual raskin) per kilogram. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pangan, selama kurun waktu 2005– 2010, secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp7,6 triliun atau tumbuh rata-rata 17,0 persen per tahun, dari sebesar Rp6,4 triliun (0,2 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, menjadi Rp13,0 triliun pada tahun 2009 (0,2 persen terhadap PDB), dan diperkirakan menjadi Rp13,9 triliun (0,2 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pangan dalam kurun waktu tersebut berkaitan dengan: (1) bertambahnya kuantum raskin yang disalurkan, dari sebesar 2,0 juta ton pada tahun 2005, dan diperkirakan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -41
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
mencapai 3,0 juta ton pada tahun 2010; dan (2) makin tingginya subsidi harga raskin, dari Rp2.494/kg/RTS pada tahun 2005 menjadi Rp4.685/kg/RTS pada tahun 2010 (lihat Tabel IV.12). TABEL IV.12 PERKEMBANGAN SUBSIDI PANGAN, 2005−2010 Uraian
Subsidi Pangan (triliun rupiah) % terhadap PDB
2005
2006
2007
2008
2009
Rea l .
Rea l .
Rea l .
Rea l .
Rea l .
2010 APBN
APBN-P
6,4
5,3
6,6
12,1
0,23
0,16
0,17
0,24
13,0 0,23
11,4 0,19
13,9 0,22
1 .991 .1 33
1 .624.089
1 .7 31 .805
3.342.500
3.330.000
2.7 27 .502
2.97 2.27 8
1 1 ,1
1 2,7
1 6,7
1 9,1
12
10
11
12
18,5 12
17,5 12
17,5 12
15 3.900 5.500 1.600
13 4.175 5.775 1.600
13 - 15 4.685 6.285 1.600
Asum si dan Param eter
- Kuantum (ton) > RTS (juta KK) > Durasi (bulan) > A lokasi (kg/RTS/bulan)
1 4,9
1 2,8
9,4
1 0-1 5
Subsidi Harga (RP/Kg) - HPB (Rp/kg) - Harga jual (Rp/kg)
2.494
3.27 5
3.620
3.483
3.494
4.27 5
4.620
5.083
1 .000
1 .000
1 .000
1.600
Sum ber : Kem enterian Keuangan & BPS
Selanjutnya, dalam kurun waktu 2005–2010, realisasi subsidi pupuk yang disalurkan melalui BUMN produsen (PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Iskandar Muda), dan bantuan langsung pupuk (BLP) yang disalurkan melalui PT Sang Hyang Seri, dan PT Pertani dalam rangka mendukung program revitalisasi pertanian, menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Perkembangan realisasi anggaran subsidi pupuk selama kurun waktu 2005–2010 secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp15,9 triliun atau tumbuh rata-rata 48,8 persen per tahun, dari sebesar Rp2,5 triliun (0,1 persen terhadap PDB) pada tahun 2005 menjadi Rp18,3 triliun (0,3 persen terhadap PDB) pada tahun 2009, dan diperkirakan meningkat mencapai Rp18,4 triliun (0,3 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pupuk yang sangat signifikan dalam periode tersebut berkaitan dengan: (1) meningkatnya volume pupuk bersubsidi dari 5,7 juta ton pada tahun 2005 dan diperkirakan menjadi 9,3 juta ton pada tahun 2010; dan (2) makin besarnya subsidi harga pupuk (selisih antara harga pokok produksi (HPP) dengan harga eceran tertinggi (HET)) (lihat Tabel IV.13). Peningkatan kebutuhan pupuk bersubsidi tersebut sejalan dengan upaya untuk mendukung, menjaga, serta meningkatkan program ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk pertanian (khususnya beras). Selanjutnya, dalam rangka mengurangi anggaran subsidi pupuk, Pemerintah tetap akan melakukan penyaluran subsidi pupuk berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pada kelompok petani di setiap wilayah. Selain itu, Pemerintah juga akan memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi pupuk dengan pemberian subsidi pupuk secara langsung kepada para petani (redesign subsidy). Selain subsidi pupuk, dalam upaya memberikan dukungan terhadap program revitalisasi pertanian, pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Pemberian subsidi benih tersebut ditujukan untuk menyediakan benih padi, jagung, dan kedelai dengan harga
IV-42
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
TABEL IV.13 PERKEMBANGAN SUBSIDI PUPUK, 2005−2010 Uraian Subsidi Pupuk (triliun rupiah) % terhadap PDB
2005
2006
2007
2008
2009
Real.
Real.
Real.
Real.
Real.
2010 APBN
APBN-P
2,5 0,09
3,2 0,10
6,3 0,16
15,2 0,31
18,3
14,8
18,4
0,33
0,25
0,29
Faktor-faktor yang mempengaruhi : a.Volume (ribu ton) - Urea - SP-36/Superphose - ZA - NPK - Organik
5.696 3.993 798 643 262 -
5.674 3.962 711 601 400 -
6.353 4.249 765 702 637 -
6.891 4.558 558 751 956 68
7.874 4.624 707 889 1.418 236
11.750 7.000 1.000 950 2.200 600
9.316 4.816 849 842 2.095 715
b.Harga Pokok Produksi (ribu rupiah/ton) - Urea - SP-36/Superphos - ZA - NPK - Pupuk Organik
1.046 1.656 1.174 2.465 -
1.352 1.654 1.182 2.227 -
1.803 2.432 1.815 3.104 -
2.153 2.655 3.573 5.134 1.582
2.183 2.879 3.657 5.179 1.582
2.852 2.639 2.610
3.207 2.891 2.307
5.397
4.847
1.57 6
1.61 7
c. Harga Eceran Tertinggi (ribu rupiah/ton) - Urea - SP-36/Superphose - ZA - NPK - Organik
1.050 1.400 950 1.600 -
1.200 1.550 1.050 1.750 -
1.200 1.550 1.050 1.750 -
1.200 1.550 1.050 1.750 1.000
1.200
2.000
1.600
1 .550
2.1 00
2.000
1.050
1 .800
1.400
1.7 50
4.200
2.300
500
500
7 00
Sumber : Kementerian Pertanian
terjangkau oleh para petani. Dalam kurun waktu 2005–2010, realisasi anggaran subsidi benih secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp2,2 triliun, atau tumbuh rata-rata 72,6 persen per tahun, dari sebesar Rp0,1 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp1,6 triliun pada tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp2,3 triliun pada tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran subsidi benih tersebut terutama berkaitan dengan makin besarnya volume benih bersubsidi yang disalurkan kepada petani. Selain penyediaan subsidi pangan, pupuk dan benih, pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi/bantuan dalam rangka kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) kepada BUMN tertentu, sehingga harga jual pelayanan yang diberikan dapat terjangkau masyarakat. Dalam kurun waktu 2005–2010, realisasi anggaran subsidi/ bantuan dalam rangka PSO secara nominal mengalami kenaikan sebesar Rp0,5 triliun, atau tumbuh rata-rata 8,0 persen per tahun, dari sebesar Rp0,9 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp1,3 triliun pada tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp1,4 triliun pada tahun 2010. Kenaikan realisasi subsidi/bantuan dalam rangka PSO dalam kurun waktu tersebut, terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk menyesuaikan tarif sarana transportasi kereta api kelas ekonomi dan kapal laut kelas ekonomi. Subsidi/bantuan dalam rangka PSO tersebut antara lain dialokasikan melalui BUMN di sektor perhubungan, yaitu PT KAI dan PT Pelni, serta di sektor telekomunikasi dan informasi, yaitu PT Posindo dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Dalam kurun waktu yang sama, perkembangan realisasi subsidi bunga kredit program secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp2,8 triliun, atau tumbuh rata-rata 80,5 persen per tahun, dari sebesar Rp0,1 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp1,1 triliun pada tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp2,9 triliun pada tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program yang sangat signifikan dalam kurun waktu tersebut, selain dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga kredit, juga ditentukan oleh besarnya outstanding kredit program, baik yang berasal dari skema kredit eks kredit likuiditas Bank Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -43
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Indonesia (KLBI), kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh), maupun kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E), termasuk risk sharing KKP-E. Selain itu, peningkatan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program juga berkaitan dengan pengembangan energi nabati (biofuel) dan kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan (KPEN-RP) dan jaminan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam rangka membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain itu, dalam APBN-P 2010, Pemerintah melakukan realokasi sebagian subsidi KPRSh dan Rusunami ke pos pembiayaan melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan. Selain berbagai jenis subsidi tersebut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran subsidi pajak untuk mendukung program stabilisasi harga kebutuhan pokok dan perkembangan industri nasional yang strategis. Perkembangan realisasi subsidi pajak ini sangat tergantung kepada jenis komoditi atau sektor-sektor tertentu yang diberikan fasilitas pajak dalam bentuk pajak ditanggung pemerintah (DTP). Dalam kurun waktu 2005–2010, perkembangan realisasi subsidi pajak DTP secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp12,2 triliun atau tumbuh dengan rata-rata 24,3 persen per tahun, dari sebesar Rp6,2 triliun (0,2 persen terhadap PDB) pada tahun 2005 menjadi Rp8,2 triliun (0,1 persen terhadap PDB) pada tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp18,4 triliun (0,3 persen terhadap PDB) pada tahun 2010. Kenaikan realisasi subsidi pajak DTP tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk menanggung pajak atas sektor-sektor yang strategis, yaitu pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi. Perkembangan realisasi subsidi dalam periode tahun 2005-2010 dapat diikuti dalam Tabel IV.14. TABEL IV.14 PERKEMBANGAN SUBSIDI, 2005−2010 (triliun rupiah)
Uraian
I. Subsidi Energi 1. Subsidi BBM 2.
Subsidi Listrik
II. Subsidi Non-Energi
2005
2006
2007
2008
2009
Real.
Real.
Real.
Real.
Real.
2010 APBN
APBN-P
104,4 95,6
94,6 64,2
116,9 83,8
223,0 139,1
94,6 45,0
106,5 68,7
144,0 88,9
8,9
30,4
33,1
83,9
49,5
37,8
55,1
16,3
12,8
33,3
52,3
43,5
51,3
57,3
1. 2. 3.
Subsidi Pangan Subsidi Pupuk Subsidi Benih
6,4 2,5 0,1
5,3 3,2 0,1
6,6 6,3 0,5
12,1 15,2 1,0
13,0 18,3 1,6
11,4 14,8 1,6
13,9 18,4 2,3
4. 5. 6. 7.
PSO Kredit Program Subsidi Minyak Goreng Subsidi Kedele
0,9 0,1 -
1,8 0,3 -
1,0 0,3 0,0 -
1,7 0,9 0,2 0,1
1,3 1,1 -
1,4 5,3 -
1,4 2,9 -
8. 9.
Subsidi Pajak Subsidi Lainnya
6,2 -
1,9 0,3
17,1 1,5
21,0 -
8,2 -
16,9 -
18,4 -
120,8
107,4
150,2
275,3
138,1
157,8
201,3
Jumlah Sumber : Kementerian Keuangan
IV-44
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Belanja Hibah Belanja hibah merupakan belanja dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari pemerintah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, pemerintah negara lain, atau lembaga/organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Dalam kurun waktu 2005-2008, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran belanja hibah dalam APBN dan/atau APBN-P. Pemerintah mulai mengalokasikan anggaran belanja hibah sejak tahun 2009 dalam APBN-P sebesar Rp31,6 miliar, namun dari anggaran yang dialokasikan tersebut, tidak dapat terserap seluruhnya, dikarenakan proses penerbitan dokumen pencairan yang tidak terselesaikan sampai akhir tahun. Untuk tahun 2010, Pemerintah mengalokasikan anggaran belanja hibah dalam APBN-P sebesar Rp243,2 miliar. Jumlah tersebut merupakan penerusan pinjaman dan/atau hibah luar negeri ke daerah, yang akan digunakan untuk: (1) Mass rapid transit (MRT) project sebesar Rp34,4 miliar; (2) Program Local Basic Education Capacity (L-BEC) sebesar Rp80,1 miliar; (3) Program hibah air minum sebesar Rp106,2 miliar; (4) Program hibah air limbah terpusat sebesar Rp10,0 miliar; dan (5) Water and Sanitation Program-Sub program D (WASAP-D) sebesar Rp12,6 miliar.
Bantuan Sosial Bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, dan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang sifatnya tidak terus-menerus dan selektif. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan, termasuk di dalamnya bantuan untuk lembaga non-Pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan, atau kepada individu, kelompok atau komunitas, yang secara ekonomi masih lemah (miskin). Dari segi durasinya, bantuan dapat bersifat sementara (misalnya untuk korban bencana), atau bersifat tetap (misalnya untuk penyandang cacat). Bantuan yang dapat berupa uang atau barang (in-cash transfers), dapat diberikan dengan syarat (conditional) atau tanpa syarat (unconditional). Dalam implementasinya, belanja bantuan sosial dialokasikan melalui kementerian negara/lembaga sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing, serta melalui bendahara umum negara (BA 999) untuk penanggulangan bencana alam. Dalam kurun waktu 2005–2010, realisasi anggaran bantuan sosial mengalami peningkatan rata-rata 23,4 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp24,9 triliun (6,9 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam tahun 2005 diperkirakan menjadi Rp71,2 triliun (9,1 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam APBN-P tahun 2010. Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran belanja bantuan sosial dalam periode tersebut juga mengalami peningkatan dari 83,0 persen terhadap pagu anggaran bantuan sosial dalam APBN-P tahun 2005, menjadi 88,6 persen terhadap pagu alokasi anggaran dalam APBN-P tahun 2010. Peningkatan alokasi anggaran bantuan sosial selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya Pemerintah untuk mewujudkan agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, penanggulangan kemiskinan, serta penanggulangan bencana alam.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -45
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Kenaikan realisasi anggaran bantuan sosial dalam rentang waktu tersebut, sebagian besar merupakan realisasi bantuan sosial yang dialokasikan melalui K/L untuk menjaga dan melindungi masyarakat dari dampak berbagai risiko sosial. Kenaikan realisasi bantuan sosial melalui K/L tersebut, antara lain berkaitan dengan: (1) bertambahnya cakupan penerima bantuan sosial kemasyarakatan; (2) meningkatnya nilai bantuan sosial kepada masyarakat dan lembaga-lembaga; serta (3) semakin luas dan meningkatnya program-program pemberdayaan masyarakat yang berada di bawah naungan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Berbagai program yang dirancang dan dilaksanakan terkait belanja bantuan sosial adalah: (1) bidang pendidikan; (2) bidang kesehatan; (3) bidang pemberdayaan masyarakat; (4) program keluarga harapan (PKH); dan (5) penanggulangan bencana alam (pasca bencana). Bantuan sosial bidang pendidikan mencakup antara lain bantuan operasional sekolah (BOS), beasiswa untuk siswa dan mahasiswa miskin, bantuan pembangunan dan rehabilitasi gedung sekolah; sementara bantuan sosial bidang kesehatan meliputi antara lain pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas serta di kelas III rumah sakit Pemerintah/rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah melalui asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin (Askeskin) atau jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Selanjutnya, bantuan sosial bidang pemberdayaan masyarakat, meliputi antara lain PNPM perdesaan dengan kecamatan (PNPM perdesaan), penanggulangan kemiskinan perkotaan (PNPM perkotaan), program peningkatan infrastruktur perdesaan (PPIP), PNPM daerah tertinggal dan khusus, serta PNPM infrastruktur sosial ekonomi wilayah. Bantuan sosial bidang keluarga harapan (Program Keluarga Harapan/PKH) ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat miskin melalui pemberdayaan kaum ibu dan mendorong agar anaknya tetap sehat dan bersekolah. Sementara itu, bantuan sosial untuk penanganan bencana alam merupakan bantuan untuk kondisi darurat yang timbul dalam hal terjadi bencana. Tahapan yang didesain untuk bantuan jenis ini meliputi kegiatan-kegiatan tahap prabencana, saat tanggap darurat bencana, dan pascabencana. Realisasi anggaran bantuan sosial bidang GRAFIK IV.26 pendidikan dalam kurun waktu 2005-2010 BELANJA BANTUAN SOSIAL BIDANG PENDIDIKAN 2005-2010 mengalami peningkatan rata-rata 29,1 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp10,6 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005 diperkirakan menjadi Rp39,3 triliun (0,6 persen terhadap PDB) dalam APBN-P tahun 2010. Dalam tahun 2005–2010, realisasi bantuan ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan hingga pada tahun 2009 mencapai Rp52,9 triliun sejalan dengan kebijakan peningkatan alokasi anggaran Sumber : Kementerian Keuangan bantuan sosial bidang pendidikan selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk meringankan beban masyarakat terhadap biaya pendidikan, agar semua siswa memperoleh layanan pendidikan dasar yang bermutu sampai tamat, dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (lihat Grafik IV.26). 52,916.7
60,000.0
38,989.0
39,271.3
50,000.0
37,955.4
Miliar Rupiah
35,048.5
40,000.0
23,328.7
30,000.0
17,748.6
20,000.0
10,592.5
10,000.0
-
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
2005
2006
2007
2008
2009
APBN
APBN-P
Perk Real
2010
Tahun
IV-46
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Dari cara penyalurannya, realisasi anggaran bantuan sosial bidang pendidikan tersebut antara lain digunakan untuk bantuan langsung (block grant) bagi sekolah/lembaga/guru, bantuan imbal swadaya sekolah, dan bantuan beasiswa. Bantuan operasional sekolah (BOS), sebagai salah satu komponen penting dari bantuan bidang pendidikan, diberikan dengan tujuan utama untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, dan meringankan beban siswa lain agar semua siswa dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat, dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Dalam kurun waktu 2005–2010, anggaran BOS mengalami peningkatan rata-rata 32,7 persen per tahun, yaitu dari Rp4,8 triliun dalam tahun 2005 menjadi Rp19,8 triliun dalam tahun 2010. Kenaikan anggaran BOS yang cukup signifikan dalam rentang waktu tersebut, terutama berkaitan dengan meningkatnya cakupan penerima BOS, yaitu dari 34,5 juta siswa dalam tahun 2005 menjadi 41,9 juta siswa dalam tahun 2008, dan mencapai 44,1 juta siswa dalam tahun 2010. Selain itu, nilai bantuan yang diberikan kepada siswa dalam empat tahun terakhir juga mengalami peningkatan, yaitu dari Rp235.000 per murid per tahun untuk tingkat SD dalam tahun 2005 dan 2006 menjadi Rp254.000 per murid dalam tahun 2007 dan 2008. Untuk murid SMP/sederajat, besarnya bantuan naik dari sebesar Rp324.500 per murid per tahun dalam tahun 2005 dan 2006 menjadi Rp354.000 per murid dalam tahun 2007 dan 2008. Dalam tahun 2010, besarnya bantuan operasional sekolah dibedakan antara sekolah yang terletak di daerah perkotaan, dengan sekolah yang terdapat di daerah perdesaan. Bantuan operasional sekolah SD/sederajat untuk daerah perkotaan dalam tahun 2010 dialokasikan sebesar Rp400.000 per murid per tahun, dan SMP/sederajat sebesar Rp575.000 per murid per tahun, sedangkan bantuan operasional sekolah SD/sederajat untuk daerah perdesaan dalam tahun 2010 dialokasikan sebesar Rp397.000 per murid per tahun, dan SMP/sederajat sebesar Rp570.000 per murid per tahun. Selanjutnya, anggaran bantuan sosial bidang pendidikan juga digunakan untuk pemberian bantuan beasiswa untuk siswa/mahasiswa miskin, yang dianggarkan mulai tahun 2008 dengan tujuan antara lain untuk: (i) memberikan peluang bagi kelulusan bagi siswa/ mahasiswa kurang mampu; (ii) mengurangi jumlah siswa/mahasiswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan; dan (iii) meringankan biaya pendidikan siswa/mahasiswa kurang mampu. Program bantuan beasiswa miskin tersebut diberikan untuk siswa SD, siswa SMP, siswa MI, siswa MTs, siswa SMA, siswa SMK, siswa MA, mahasiswa perguruan tinggi, dan mahasiswa perguruan tinggi agama. Dalam kurun waktu 2008–2010, alokasi anggaran untuk bantuan beasiswa untuk siswa/mahasiswa miskin mengalami peningkatan rata-rata 9,7 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp2,2 triliun dalam tahun 2008, menjadi Rp2,7 triliun dalam tahun 2010. Kenaikan alokasi anggaran beasiswa untuk siswa/ mahasiswa miskin dalam kurun waktu 2008-2010 tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya cakupan penerima beasiswa untuk siswa/mahasiswa miskin, yaitu dari 1,8 juta siswa SD dan SMP pada tahun 2008 menjadi 2,5 juta siswa SD dan SMP pada tahun 2010. Kenaikan jumlah cakupan penerima juga terjadi pada kategori siswa MI dan MTs, siswa MA dan mahasiswa perguruan tinggi agama. Untuk kategori siswa MI dan MTS, pada tahun 2008 jumlah cakupan penerima sebanyak 640 ribu siswa, dan mencapai 1,180 juta siswa pada tahun 2010. Untuk kategori siswa madrasah aliyah (MA), cakupan penerima sebanyak 210,2 ribu siswa, dan mencapai 320 ribu siswa pada tahun 2010. Hal yang sama juga terjadi pada kategori mahasiswa perguruan tinggi agama, dimana pada tahun 2008, cakupan penerima program beasiswa pada kategori tersebut pada tahun 2008 sebanyak 48,9 ribu mahasiswa, dan mencapai 65 ribu mahasiswa pada tahun 2010.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -47
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Anggaran untuk melaksanakan program pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas serta di kelas III rumah sakit Pemerintah/rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah melalui Askeskin atau Jamkesmas dalam kurun waktu 2005–2010 mengalami peningkatan rata-rata 9,6 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp3,2 triliun dalam tahun 2005 menjadi sebesar Rp5,1 triliun dalam tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran pada program pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskesmas serta di kelas III rumah sakit Pemerintah/rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah (Askeskin atau Jamkesmas) dalam kurun waktu tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk miskin yang menerima bantuan, yaitu dari 60 juta penduduk miskin dalam tahun 2005 menjadi 76,4 juta penduduk miskin dalam tahun 2010. Pada program keluarga harapan (PKH), realisasi anggaran dalam kurun waktu 2007– 2009 mengalami peningkatan rata-rata 15,7 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp843,6 miliar dalam tahun 2007 menjadi Rp1,3 triliun dalam tahun 2010. Kenaikan realisasi anggaran pada program keluarga harapan dalam kurun waktu tersebut, selain disebabkan oleh terjadinya penurunan jumlah RTSM penerima bantuan pada tahun 2007, juga disebabkan oleh perubahan komposisi anggota keluarga RTSM yang menyebabkan besaran bantuan per RTSM secara rata-rata menurun. Hal ini menyebabkan dapat ditingkatkannya jumlah rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang menerima bantuan, yaitu dari 384 ribu RTSM dalam tahun 2007, menjadi 816 ribu RTSM dalam tahun 2010. Penambahan jumlah RTSM tersebut disertai pula dengan penambahan cakupan geografis program, yaitu dari 7 provinsi, 48 kabupaten/ kota, dan 337 kecamatan dalam tahun 2007 menjadi 20 provinsi dan 88 kabupaten/kota dalam tahun 2010. PKH yang dialokasikan mulai tahun 2007, diberikan dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan, dan pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial. PKH ini, merupakan upaya membangun sistem perlindungan sosial dengan memberikan bantuan uang tunai kepada RTSM, yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM, meningkatkan taraf pendidikan anakanak RTSM, serta meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah enam tahun. Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga, yang terdiri dari anak usia 0–15 tahun (atau usia 15–18 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan dasar), dan/atau ibu hamil/nifas. PKH memberikan bantuan tunai kepada RTSM, dengan mewajibkan RTSM tersebut mengikuti persyaratan yang ditetapkan program, yaitu: (1) menyekolahkan anaknya di satuan pendidikan, dan menghadiri kelas minimal 85 persen hari sekolah/tatap muka dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung; dan (2) melakukan kunjungan rutin ke fasilitas kesehatan bagi anak usia 0–6 tahun, ibu hamil, dan ibu nifas. Realisasi PNPM perdesaan dalam kurun waktu 2005–2009 mengalami peningkatan ratarata 196,4 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp42,1 miliar dalam tahun 2005 menjadi Rp6,0 triliun dalam tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp9,6 triliun dalam tahun 2010. Kenaikan realisasi PNPM perdesaan dalam kurun waktu tersebut, selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah alokasi bantuan kepada setiap kecamatan, yaitu dari Rp350,0 juta dalam tahun 2005 menjadi Rp1,5 miliar sampai dengan Rp3,0 miliar dalam tahun 2010, juga diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kecamatan yang menerima bantuan, yaitu dari 1.592 kecamatan dalam tahun tahun 2005 menjadi 4.371 kecamatan dalam tahun 2009, dan mencapai 4.671 kecamatan dalam tahun 2010. Sementara itu, realisasi anggaran PNPM perkotaan dalam kurun waktu 2005—2009, secara nominal meningkat sebesar Rp1,6 triliun, atau mengalami pertumbuhan rata-rata 44,4 persen per tahun. Dalam tahun 2005, realisasi PNPM perkotaan mencapai Rp240,2 miliar menjadi Rp1,5 triliun dalam tahun
IV-48
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
2010. Realisasi anggaran PNPM perkotaan yang meningkat cukup signifikan dalam kurun waktu tersebut, selain disebabkan oleh peningkatan jumlah alokasi bantuan kepada setiap kecamatan, juga dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah kecamatan yang menerima bantuan. PNPM perkotaan tersebut dialokasikan dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan, khususnya terkait dengan upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Mekanisme PNPM dalam upaya menanggulangi kemiskinan ditempuh dengan melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan, sehingga mereka bukan sebagai obyek, melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Realisasi bantuan sosial untuk lembaga sosial lainnya dalam kurun waktu yang sama mengalami peningkatan rata-rata 55,0 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp2,2 triliun dalam tahun 2005 menjadi Rp16,4 triliun dalam tahun 2009, dan diperkirakan mencapai Rp20,0 triliun dalam tahun 2010 (lihat Grafik IV.27). GRAFIK IV. 27 BELANJA BANTUAN SOSIAL LEMBAGA SOSIAL LAINNYA 2005-2010 25,000.0
18,597.7
20,206.6
21,124.0
20,017.4
16,396.9 20,000.0
Miliar Rupiah
Peningkatan alokasi bantuan sosial untuk lembaga sosial lainnya selama kurun waktu tersebut, terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan yang berkualitas, pemberdayaan masyarakat, dan program keluarga harapan.
11,439.7 15,000.0 7,890.6 10,000.0
5,000.0
2,237.2
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Realisasi
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : Kementerian Keuangan
APBN
APBN-P
Perk Real
2010
Tahun
Belanja Lain-lain Selanjutnya, dalam kurun waktu 2005-2010, realisasi anggaran belanja lain-lain secara nominal berfluktuasi dengan trend yang semakin menurun. Dalam tahun 2005, realisasi anggaran belanja lain-lain mencapai sebesar Rp34,0 triliun (9,4 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dan turun menjadi Rp32,9 triliun (4,2 persen terhadap total belanja Pemerintah Pusat) dalam tahun 2010. Namun, realisasi penyerapan anggaran belanja lainlain pada periode 2005-2010 tersebut mengalami trend kenaikan dari 78,3 persen terhadap pagu anggaran belanja lain-lain dalam APBN-P II tahun 2005 diperkirakan menjadi 97,9 persen terhadap pagunya dalam APBN-P tahun 2010. Realisasi anggaran belanja lain-lain tersebut, antara lain berasal dari realisasi anggaran untuk: (1) pengeluaran mendesak dan belum terprogram; (2) pengeluaran terprogram; (3) belanja penunjang; dan (4) cadangan. Realisasi belanja lain-lain dalam kurun waktu 2005-2009, sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang alokasi anggarannya belum ditampung dalam jenis belanja yang lain (belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, dan bantuan sosial). Dalam tahun 2005 dan 2006, realisasi anggaran belanja lain-lain sebagian besar berasal dari realisasi anggaran untuk bantuan/subsidi langsung tunai (BLT),
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -49
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
belanja untuk mendukung proses perdamaian di Aceh pasca nota kesepakatan Helsinki, dan dana rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sementara itu, dalam tahun 2007, realisasi anggaran belanja lain-lain sebagian besar dipengaruhi antara lain oleh realisasi anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan biaya sarana dan prasarana konversi minyak tanah ke LPG. Dalam tahun 2008, realisasi anggaran belanja lain-lain meningkat cukup signifikan, seiring dengan bertambahnya kebutuhan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang mendesak untuk dilaksanakan dan bersifat ad hoc, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), kebutuhan dana untuk persiapan penyelenggaraan Pemilu, dan berbagai program lainnya, seperti untuk pengadaan sarana dan prasarana konversi minyak tanah ke LPG. Realisasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2009 mencapai Rp53,3 triliun, yang berarti meningkat secara signifikan dibandingkan dengan tahun 2008, terutama karena menampung program-program prioritas Pemerintah yang membutuhkan pendanaan cukup besar, seperti pendanaan untuk Pemilu, sarana dan prasarana konversi energi, BLT, serta penuntasan dan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias pasca berakhirnya mandat BRR NAD-Nias.
4.3 Kaitan Antara RKP Tahun 2011 Dengan Rancangan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, RAPBN tahun 2011 Sesuai dengan amanat pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 12 ayat (2) undang-undang tersebut, dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara, penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Ini berarti bahwa program-program pembangunan beserta sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam RKP tahun tertentu, sepanjang terkait dengan intervensi anggaran akan dijabarkan dan memperoleh prioritas pendanaan di dalam RAPBN tahun bersangkutan. RKP disusun setiap tahun dengan tema pembangunan nasional yang berbeda, sesuai dengan masalah dan tantangan yang dihadapi dalam tahun bersangkutan, serta rencana tindak yang akan diambil dalam tahun berikutnya. Tema pembangunan tersebut, selanjutnya dijabarkan ke dalam prioritas-prioritas pembangunan, yang dirinci lebih lanjut ke dalam fokus prioritas, dan kegiatan prioritas pembangunan untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam RKP. Selanjutnya, dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan yang ditetapkan dalam RKP tersebut, maka setiap satuan kerja akan menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-KL) sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing K/L dalam menunjang pelaksanaan tugas pemerintahan. RKA-KL, sebagai dokumen penganggaran dalam APBN, disusun dengan menggunakan pendekatan fungsi, subfungsi, dan program. Pada subbagian ini akan diuraikan mengenai keterkaitan antara RKP dengan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN, proses penetapan tema pembangunan nasional yang dimulai dari masalah dan tantangan yang dihadapi, hingga proses penentuan prioritas dan pengalokasian anggaran sesuai dengan prioritas. IV-50
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
4.3.1 Masalah dan Tantangan Pokok Pembangunan 2011 Dalam tahun 2011, berbagai hasil dan kemajuan pembangunan yang telah dicapai sampai dengan tahun 2009, sebagai tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, dan hasil-hasil yang akan dicapai pada tahun 2010 yang merupakan tahun pertama RPJMN 2010-2014, diharapkan dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan program-program pembangunan yang ditetapkan dalam RKP 2011. Dalam tahun 2011, terdapat 3 tantangan utama yang harus dihadapi dan dipecahkan melalui program-program dan kegiatan pembangunan yang inklusif, berkesinambungan dan ramah lingkungan. Pertama, menciptakan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Kedua, membangun tata kelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengeluaran Pemerintah. Ketiga, meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah. Ketiga tantangan utama tersebut akan mewarnai pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pembangunan lima tahun ke depan, sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014. Masalah dan tantangan utama yang harus dihadapi dan dipecahkan dalam tahun 2011 berkaitan dengan berbagai bidang yang menjadi prioritas pembangunan nasional RKP 2011 adalah sebagai berikut. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola. Tantangan pokok yang akan dihadapi ke depan adalah: (1) melanjutkan penataan kelembagaan secara bertahap pada seluruh instansi, khususnya kementerian dan lembaga di pusat, sebagai upaya mewujudkan sosok organisasi birokrasi yang mencerminkan structure follow function, proporsional, efektif, dan efisien; (2) perlu adanya kebijakan yang ketat atas usulan pembentukan daerah otonom yang baru; dan (3) masih rendahnya kinerja instansi penegak hukum di Indonesia, yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat dan instansi hukum sangat rendah. Pendidikan. Tantangan pokok yang dihadapi di bidang pendidikan ke depan adalah: (1) peningkatan akses dan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan; (2) penyusunan rancangan materi pendidikan agar mampu membangun karakter bangsa, meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, serta mampu mengembangkan pribadi dan akhlak peserta didik; dan (3) peningkatan proporsi guru yang memenuhi kualifikasi akademik. Kesehatan dan Kependudukan. Tantangan pokok yang dihadapi bidang kesehatan dan kependudukan ke depan adalah: (1) peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan; (2) pengembangan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan layanan kesehatan serta antara pemerintah pusat dan daerah; dan (3) pengendalian kuantitas penduduk melalui angka kelahiran (Total Fertility Rate) yang merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah pertambahan penduduk. Penanggulangan Kemiskinan. Tantangan pokok yang dihadapi dalam penanggulan kemiskinan ke depan adalah: (1) peningkatan iklim usaha yang kondusif di daerah, sehingga mampu menarik investasi lokal serta meluasnya budaya usaha di masyarakat; (2) peningkatan penyelenggaraan bantuan dan jaminan sosial, dan masih terbatasnya jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, seperti tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial; dan (3) peningkatan pemenuhan beberapa kebutuhan dasar (indikator kemiskinan non pendapatan) misalnya pada kecukupan pangan (kalori), layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi masih rendah, yang masih cukup timpang antar golongan pendapatan.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -51
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Ketahanan Pangan. Tantangan pokok yang dihadapi dalam ketahanan pangan ke depan adalah: (1) peningkatan jaminan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dari produksi dalam negeri; (2) penjagaan stabilitas harga dan distribusi bahan pangan agar terjangkau oleh masyarakat; (3) pengembangan nilai tambah dan daya saing komoditas bahan pangan; dan (4) peningkatan kesejahteraan dan kapasitas petani/nelayan. Infrastruktur. Tantangan pokok yang dihadapi di bidang infrastruktur ke depan adalah: (1) peningkatan ketersediaan air baku yang salah satunya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi; (2) peningkatan pembangunan komunikasi dan informatika; dan (3) pengembangan pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan. Iklim Investasi dan Iklim Usaha. Tantangan pokok yang dihadapi dalam perbaikan iklim investasi dan iklim usaha ke depan adalah: (1) peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan perijinan investasi; (2) peningkatan integrasi jaringan logistik domestik; dan (3) penyempurnaan prosedur dalam penetapan upah minimum, yang hingga saat ini masih membuahkan perdebatan di antara kalangan serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Energi. Tantangan pokok yang dihadapi di bidang energi ke depan adalah: (1) peningkatan pelayanan, efisiensi, dan keandalan sistem penyediaan dan penyaluran energi di seluruh Indonesia; (2) pengembangan sumber energi alternatif yang dapat digunakan secara masal; dan (3) peningkatan penyediaan energi final, terutama listrik dan Bahan Bakar Minyak. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Tantangan pokok yang dihadapi di bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana ke depan adalah: (1) penurunan tingkat pencemaran terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayatinya yang sudah melebihi baku mutu lingkungan; (2) pembangunan sistem peringatan dini, yaitu penyediaan sistem informasi yang cepat perlu ditingkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya; dan (3) peningkatan kualitas pelaksanaan tanggap darurat dan penanganan korban bencana alam dan kerusuhan sosial yang terkoordinasi, efektif, dan terpadu. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik. Tantangan pokok yang dihadapi dalam pengembangan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik ke depan adalah: (1) peningkatan optimalisasi pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan perekonomian daerah tertinggal; (2) peningkatan kualitas SDM dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal, yang tercermin dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja, rendahnya derajat kesehatan masyarakat, dan tingginya tingkat kemiskinan; serta (3) peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah, khususnya terhadap sentra-sentra produksi dan pemasaran karena belum didukung oleh sarana dan prasarana angkutan barang dan penumpang yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tertinggal; Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Tantangan pokok yang dihadapi dalam pengembangan Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi ke depan adalah: (1) pengayaan khazanah artistik dan intelektual bagi tumbuh-mapannya jati diri dan kemampuan adaptif kompetitif bangsa; (2) peningkatan kemampuan sisi penelitian dan pengembangan dalam menyediakan solusi-solusi teknologi; dan (3) peningkatan kemampuan sisi pengguna dalam menyerap teknologi baru yang tersedia.
IV-52
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
4.3.2 Tema dan Prioritas Pembangunan Nasional RKP Tahun 2011 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN”. Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan 3 (tiga) misi yang harus diemban yakni: Misi 1: Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera, Misi 2: Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi, dan Misi 3: Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang. Sebagai penjabaran dari RPJMN 2010-2014, dan dengan memperhatikan kemajuan yang dicapai dalam tahun 2009 dan perkiraan 2010, serta tantangan yang dihadapi tahun 2011, tema pembangunan yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2011 adalah “PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKEADILAN DIDUKUNG OLEH PEMANTAPAN TATAKELOLA DAN SINERGI PUSAT DAERAH.” Sejalan dengan tema tersebut, sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam tahun 2011 dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni: (1) sasaran pembangunan kesejahteraan rakyat; (2) sasaran perkuatan pembangunan demokrasi; dan (3) sasaran penegakan hukum. Rincian ketiga kelompok sasaran ini disajikan dalam Tabel IV.15. Dalam melaksanakan rencana pembangunan yang tertuang dalam RKP tahun 2011 tersebut, terdapat 3 (tiga) prinsip-prinsip pengarusutamaan, dan 4 (empat) isu-isu lintas sektor yang harus menjadi landasan operasional dan dasar pertimbangan bagi seluruh aparatur negara dalam menyusun berbagai program dan kegiatan dalam RKA-K/L 2011. Prinsip-prinsip pengarusutamaan tersebut terdiri atas: Pertama, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam menyusun kerangka strategis, struktur kelembagaan, strategi dan kebijakan nasional, sektoral dan wilayah, serta dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan juga harus dilakukan dengan memperhatikan permasalahan strategis lingkungan dan sosial yang ada; Kedua, pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan oleh sebuah negara mempunyai peranan yang sangat penting bagi tercapainya sasaran pembangunan nasional, dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi secara efektif dan efisien; dan Ketiga, pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -53
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
TABEL IV.15 SASARAN UTAMA PEMBANGUNAN NASIONAL 2011 NO
PEMBANGUNAN
SASARAN
SASARAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 1.
Ekonomi a) Pertumbuhan Ekonomi
6,3 persen
b) Inflasi
5,7 persen 7,3 persen
c) Tingkat Pengangguran (terbuka) d) Tingkat Kemiskinan 2.
11,5 – 12,5 persen
Pendidikan Status Awal (2008) a) Meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas (tahun) b) Menurunnya angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke atas (persen) c) Meningkatnya APM SD/SDLB/MI/Paket A (persen) d) Meningkatnya APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B (persen) e) Meningkatnya APK SMA/SMK/MA/Paket C (persen) f) Meningkatnya APK PT usia 19-23 tahun (persen)
Target 2011
7,50
7,75
5,97
5,17
95,14
95,3
72,28
74,7
64,28
76,0
21,26
26,1
Menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan g) sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. 3.
Pangan a) Produksi Padi b) Produksi Jagung
4.
22,0 juta ton
c) Produksi Kedelai
1,6 juta ton
d) Produksi Gula
3,9 juta ton
e) Produksi Daging Sapi
439 ribu ton
f)
12,3 juta ton
Produksi Ikan
Energi a) Peningkatan kapasitas pembangkit listrik b) Meningkatnya rasio elektrifikasi
5.
68,8 juta ton GKG
c) Meningkatnya produksi minyak bumi d) Peningkatan pemanfaatan energi panas b i Infrastruktur a) Pembangunan Jalan Lintas Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua
IV-54
5.279 MW 70,4 persen 970 ribu barrel per hari PLTP 158 MW Total jalan yang dibangun 2.791,97 km
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
b) Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antarmoda dan antar-pulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda
Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda; Terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan dan pulau terdepan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang juga didorong melalui pelayanan perintis, Public Service Obligation (PSO), dan DAK bidang transportasi perdesaan; Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi; Meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi.
c) Penuntasan pembangunan Jaringan Serat Optik di Indonesia Bagian Timur d) Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan)
Terselesaikannya pembangunan link Mataram – Kupang Penyelesaian detail engineering design untuk MRT Jakarta dan penilaian proyek monorail; Penyelesaian Bandung Urban Transport Master Plan ; Penyusunan Surabaya Urban Transport Master Plan.
SASARAN PERKUATAN PEMBANGUNAN DEMOKRASI 1.
Meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia SASARAN PEMBANGUNAN PENEGAKAN HUKUM 1. Tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum (rule of law ) dan terjaganya ketertiban umum.
Pada tahun 2011, Indeks Demokrasi Indonesia: 65 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2011 sebesar 3,0 yang meningkat dari 2,8 pada tahun 2009
Sumber: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Prinsip-prinsip pengarusutamaan tersebut akan menjadi jiwa dan semangat yang mewarnai berbagai kebijakan pembangunan di setiap bidang pembangunan. Dengan dijiwainya prinsipprinsip pengarustamaan tersebut, pembangunan jangka menengah akan memperkuat upaya mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Sementara itu, isu-isu lintas sektor tersebut terdiri atas: (1)
Isu lintas sektor penanggulangan kemiskinan. Pertumbuhan yang pro-rakyat miskin dengan memberi perhatian khusus pada usahausaha yang melibatkan orang-orang miskin dan orang-orang dengan kondisi khusus. Peningkatan kualitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan afirmatif/keberpihakan serta peningkatan efektivitas pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -55
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
(2)
Isu lintas sektor perubahan iklim global. Antisipasi dampak dan laju perubahan iklim diarahkan untuk mewujudkan peningkatan kapasitas penanganan dampak dan laju perubahan iklim yang tepat dan akurat.
(3)
Isu lintas sektor pembangunan kelautan berdimensi kepulauan. Pembangunan berdimensi negara kepulauan adalah pembangunan yang berorientasi pada pengembangan potensi kepulauan secara ekonomi, ekologis dan sosial yang ditujukan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang ada di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat generasi sekarang dan generasi selanjutnya; serta
(4)
Isu lintas sektor perlindungan anak. Pembangunan perlindungan anak yang dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam mewujudkan dunia yang layak bagi seluruh anak Indonesia.
Kebijakan lintas bidang ini akan menjadi sebuah rangkaian kebijakan antarbidang yang terpadu, meliputi prioritas, fokus prioritas, serta kegiatan prioritas lintas bidang untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan yang semakin kompleks. Berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam tahun 2011, dan memperhatikan kemajuan yang telah dicapai dalam RPJMN I Tahun 2005-2009, dan perkiraan pelaksanaan tahun 2010, serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2011, maka dalam RKP tahun 2011 ditetapkan 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional. Kesebelas prioritas RKP Tahun 2011 tersebut adalah sebagai berikut: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik; (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi
4.3.2.1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Dalam upaya mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp1,4 triliun. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 17 program prioritas, antara lain: (1) program penataan administrasi kependudukan sebesar Rp1,0 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis Kejaksaan Republik Indonesia sebesar Rp80,0 miliar; (3) program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sebesar Rp75,0 miliar; (4) program pemberantasan tindak pidana korupsi sebesar Rp43,0 miliar; dan (5) program pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi sebesar Rp38,6 miliar. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola dalam tahun 2011 tersebut adalah: (a) makin mantapnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan; serta (b) makin meningkatnya kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik.
IV-56
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arah kebijakan pembangunan reformasi birokrasi dan tata kelola dalam tahun 2011 diarahkan antara lain pada: (1) penataan kelembagaan pemerintahan melalui proses konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian negara/lembaga yang menangani aparatur negara; dan restrukturisasi lembaga pemerintah, khususnya yang menangani bidang keberdayaan UMKM, pengelolaan energi, pemanfaatan sumber daya kelautan, restrukturisasi BUMN hingga pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat; (2) pemantapan pelaksanaan desentralisasi, yang ditandai dengan mantapnya pembagian urusan pemerintahan serta peningkatan kapasitas kelembagaan, keuangan, dan aparatur pemerintah daerah; serta (3) penyempurnaan manajemen kepegawaian berbasis sistem merit dalam rangka peningkatan kinerja dan profesionalisme pegawai.
4.3.2.2 Pendidikan Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas pendidikan, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp52,5 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 9 program prioritas, antara lain: (1) program pendidikan taman kanak-kanak dan pendidikan dasar, dengan alokasi anggaran sebesar Rp20,3 triliun; (2) program pendidikan tinggi sebesar Rp16,7 triliun; (3) program peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebesar Rp8,7 triliun; (4) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya sebesar Rp3,1 triliun; serta (5) program pendidikan menengah sebesar Rp2,4 triliun. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas pendidikan dalam tahun 2011 tersebut adalah: (a) meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas (tahun) menjadi 7,75 tahun; (b) menurunnya angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke atas menjadi 5,17 persen; serta (c) meningkatnya APM SD/SDLB/MI/Paket A menjadi sebesar 95,3 persen, APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B menjadi 74,7 persen, APK SMA/SMK/MA/Paket C menjadi 76,0 persen, dan APK PT usia 19 sampai 23 tahun menjadi 26,1 persen. Untuk mencapai berbagai sasaran tersebut, maka kebijakan pembangunan pendidikan dalam tahun 2011 akan diarahkan antara lain pada: (1) peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata; (2) peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah dan saing pendidikan tinggi; serta (3) peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan.
4.3.2.3 Kesehatan Untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas kesehatan, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp11,5 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 9 program prioritas, antara lain: (1) program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman sebesar Rp6,2 triliun; (2) program pembinaan upaya kesehatan sebesar Rp1,3 triliun; (3) program kefarmasian dan alat kesehatan sebesar Rp1,1 triliun; (4) program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan sebesar Rp1,0 triliun; dan (5) program kependudukan dan Keluarga Berencana sebesar Rp889,5 miliar. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas kesehatan dalam tahun 2011 tersebut, adalah: (a) meningkatnya pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat preventif yang terpadu; (b) meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin menjadi sebesar Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -57
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
85 persen, meningkatnya persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan dari 59 persen menjadi 70,3 persen, meningkatnya persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin peserta program Jamkesmas menjadi sebesar 80 persen; serta (c) meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin menjadi sebesar 8.608 puskesmas. Untuk mencapai berbagai sasaran prioritas kesehatan tersebut maka kebijakan pembangunan kesehatan dalam tahun 2011 akan diarahkan antara lain pada: (1) pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu, yang meliputi pemberian imunisasi dasar, penyediaan akses sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas, serta penurunan tingkat kematian ibu, dan tingkat kematian bayi; (2) revitalisasi program KB melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB; serta (3) penerapan asuransi kesehatan nasional untuk masyarakat miskin dan diperluas secara bertahap untuk seluruh penduduk (universal coverage).
4.3.2.4 Penanggulangan Kemiskinan Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas penanggulangan kemiskinan, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar R49,3 triliun. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 24 program prioritas, antara lain: (1) program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat sebesar Rp15,3 triliun; (2) program pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa sebesar Rp9,6 triliun; (3) program pembinaan upaya kesehatan sebesar Rp5,3 triliun; dan (4) program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman sebesar Rp7,0 triliun. Memperhatikan pelaksanaan kebijakan dan program, serta capaian hasil, dan permasalahan yang masih dihadapi, maka sasaran tingkat kemiskinan pada tahun 2011 adalah sebesar 11,5-12,5 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2011. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arah kebijakan untuk mendukung pencapaian sasaran tingkat kemiskinan tersebut dalam tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) mendorong pertumbuhan yang pro-rakyat miskin dengan memberi perhatian khusus pada usaha-usaha yang melibatkan orang-orang miskin dan orang-orang dengan kondisi khusus; (2) meningkatkan kualitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan afirmatif/keberpihakan; serta (3) meningkatkan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif.
4.3.2.5 Ketahanan Pangan Dalam upaya mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas ketahanan pangan, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp38,1 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 30 program prioritas, antara lain: (1) program peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan dengan alokasi anggaran Rp19,0 triliun; (2) program pengelolaan sumber daya air sebesar Rp6,3 triliun; (3) program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian sebesar Rp2,7 triliun; (4) program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal sebesar Rp1,6 triliun; serta (5) kredit program subsidi non energi Rp1,0 triliun.
IV-58
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas ketahanan pangan dalam tahun 2011 tersebut, adalah: (a) terpeliharanya dan meningkatnya tingkat pencapaian swasembada bahan pangan pokok; (b) terbangunnya dan meningkatnya luas layanan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi; (c) menurunnya jumlah dan persentase penduduk dan daerah yang rentan terhadap rawan pangan; (d) terjaganya stabilitas harga bahan pangan dalam negeri; (e) meningkatnya kualitas pola konsumsi pangan masyarakat dengan skor pola pangan harapan (PPH) menjadi sekitar 88,1; (f) meningkatnya PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan pertumbuhan sekitar 3,7 persen; serta (g) tercapainya indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 105, dan Nilai Tukar Nelayan menjadi 107. Untuk mencapai berbagai sasaran pada prioritas ketahanan pangan tersebut, maka arah kebijakan pembangunan ketahanan pangan pada tahun 2011 akan lebih ditekankan pada: (1) perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian dan perikanan, khususnya jaringan irigasi serta jalan usaha tani dan produksi di daerah sentra produksi; (2) penyediaan benih/ bibit unggul dan dukungan terhadap pengembangan industri hilir pertanian dan perikanan hasil inovasi penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian; (3) pemantapan cadangan pangan Pemerintah dan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat; serta (4) jaminan ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melalui perbaikan mekanisme subsidi pupuk.
4.3.2.6 Infrastruktur Alokasi anggaran yang direncanakan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas infrastruktur dalam RAPBN tahun 2011 adalah sekitar R63,6 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 17 program prioritas, antara lain: (1) program penyelenggaraan jalan sebesar Rp25,5 triliun; (2) subsidi/PSO dan pembiayaan bidang infrastruktur sebesar Rp20,1 triliun; (3) program pengelolaan sumber daya air sebesar Rp4,3 triliun; (4) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut sebesar Rp3,2 triliun; serta (5) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara sebesar Rp3,1 triliun. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas infrastruktur dalam tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (a) terlaksananya pembangunan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua akan diselesaikan jalan sepanjang 2.792 kilometer; (b) meningkatnya keselamatan, keamanan dan kualitas pelayanan transportasi yang memadai dan merata guna mewujudkan sistem logistik nasional yang menjamin distribusi bahan pokok, bahan strategis dan nonstrategis untuk seluruh masyarakat; serta (c) terlaksananya penyelesaian pembangunan prasarana pengendalian banjir, diantaranya Kanal Banjir Timur Jakarta dan penanganan secara terpadu daerah aliran sungan Bengawan Solo. Dalam rangka mendukung tercapainya berbagai sasaran pada prioritas pembangunan infrastruktur dalam tahun 2011 tersebut, maka arah kebijakan pembangunan infrastruktur akan lebih difokuskan antara lain pada: (1) pembangunan jalan lintas strategis nasional dan terintegrasi dalam suatu sistem transportasi nasional dan regional yang mampu menghubungkan wilayah-wilayah strategis dan kawasan cepat tumbuh, serta outlet-outlet (pelabuhan dan bandara) untuk meningkatkan perekonomian nasional; (2) pengembangan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pengembangan daerah pariwisata dan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -59
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
sentra-sentra produksi pertanian dan industri; serta (3) percepatan penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir.
4.3.2.7 Iklim Investasi dan Iklim Usaha Untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas iklim investasi dan iklim usaha, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp1,9 triliun. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 16 program prioritas, antara lain: (1) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut sebesar Rp455,6 miliar; (2) program pengelolaan pertanahan nasional sebesar Rp397,5 miliar; (3) pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai sebesar Rp272,5 miliar; (4) program sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha dalam rangka penciptaan lapangan kerja sebesar Rp227,5 miliar; serta (5) program pengembangan perdagangan dalam negeri Rp188,0 miliar. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran untuk prioritas iklim investasi dan iklim usaha dalam tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (a) tercapainya pertumbuhan investasi dalam bentuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada tahun 2011 sebesar 10,9 persen; (b) menurunnya tingkat pengangguran terbuka hingga 7,3 persen; dan (c) terciptanya 2,2-2,5 juta kesempatan kerja baru, dan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja diperkirakan 2,0 juta orang. Dalam rangka mendukung pencapaian berbagai sasaran pada prioritas iklim investasi dan iklim usaha dalam tahun 2011 tersebut, maka arah kebijakan prioritas iklim investasi dan iklim usaha akan dipusatkan untuk: (1) mensosialisasikan rancangan amandemen UU No. 13/2003 kepada serikat pekerja, asosiasi pengusaha, perusahaan, lembaga legislatif tingkat Propinsi, dan Kabupaten/Kota; (2) meningkatkan kualitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja dalam rangka mendorong pencapaian proses negosiasi bipartite, dengan meningkatkan teknik-teknik bernegosiasi; serta (3) memperkuat kapasitas organisasi serikat pekerja dan asosiasi pengusaha.
4.3.2.8 Energi Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan pada prioritas energi, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp10,9 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 9 program prioritas, antara lain: (1) program pengelolaan listrik dan pemanfaatan energi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp10,2 triliun; (2) program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi sebesar Rp475,5 miliar; (3) program pembinaan dan pengusahaan mineral, batubara, panas bumi, dan air tanah sebesar Rp91,8 miliar; (4) program penelitian pengembangan dan penerapan teknologi nuklir, isotop, dan radiasi sebesar Rp86,5 miliar; serta (5) program pengkajian dan penerapan teknologi sebesar Rp34,5 miliar. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas energi dalam tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (a) tercapainya komposisi bauran energi yang sehat dengan menurunnya persentase pemanfaatan energi fosil dan meningkatnya persentase energi baru terbarukan (EBT); (b) berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan sumberdaya manusia nasional yang mendukung industri energi dan ketenagalistrikan nasional; serta (c) tercapainya produksi minyak bumi sebesar 970 (MBOPD) dan produksi gas bumi sebesar 1.592 (MBOPD);
IV-60
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Untuk mencapai berbagai sasaran tersebut, maka arah kebijakan pembangunan energi tahun 2011 akan lebih ditekankan antara lain pada: (1) diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan; (2) pengembangan dan peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan guna mendorong peran serta pemerintah daerah, swasta, koperasi dan badan usaha lainnya; dan (3) terjaminnya keamanan pasokan energi dengan meningkatkan (intensifikasi) eksplorasi dan optimalisasi produksi minyak dan gas bumi, serta eksplorasi untuk meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi, termasuk gas metana batubara.
4.3.2.9 Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Anggaran yang dialokasikan dalam upaya mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas lingkungan hidup dan pengelolaan bencana dalam RAPBN tahun 2011 adalah sekitar Rp4,7 triliun. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 12 program prioritas, antara lain: (1) program peningkatan fungsi dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) berbasis pemberdayaan masyarakat sebesar Rp2,8 triliun; (2) program penanggulangan bencana sebesar Rp522,9 miliar; (3) program pengembangan dan pembinaan meteorologi, klimatologi, dan geofisika sebesar Rp402,0 miliar; (4) program pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan alokasi anggaran Rp278,0 miliar; serta (5) program konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan sebesar Rp275,0 miliar. Sasaran yang akan dicapai terkait upaya dan prioritas lingkungan hidup dan pengelolaan bencana dalam tahun 2011, antara lain adalah: (a) berkurangnya lahan kritis melalui rehabilitasi dan reklamasi hutan, peningkatan pengelolaan kualitas ekosistem lahan gambut, terus ditingkatkannya kualitas kebijakan konservasi dan pengendalian kerusakan hutan dan lahan yang terpadu, evaluasi pemanfaatan ruang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang bersifat lintas K/L, serta dukungan terhadap penelitian dan pengembangan untuk penurunan gas rumah kaca dan adaptasi perubahan iklim; (b) terjaganya kelestarian SDA dan LH dan kemampuan SDA dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, meningkatnya kapasitas sumber daya manusia pengelola lingkungan, serta tersedianya data dan informasi kualitas SDA dan LH sebagai dasar perencanaan pembangunan; dan (c) terlaksananya penyelamatan dan evakuasi korban bencana yang cepat efektif dan terpadu. Arah kebijakan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana tersebut dalam tahun 2011 antara lain adalah: (1) mengembangkan proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat, memantapkan kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan; (2) meningkatkan akurasi jangkauan dan kecepatan penyampaian informasi dengan menambah dan membangun jaringan observasi, telekomunikasi dan sistem kalibrasi, dan pendirian Pusat Basis Data dan informasi yang terintegrasi; serta (3) membentuk tim gerak cepat (unit khusus penanganan bencana) dengan dukungan alat transportasi yang memadai dengan basis 2 lokasi strategis (Jakarta-Malang) yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -61
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
4.3.2.10 Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik Untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sebesar Rp11,8 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 23 program prioritas, antara lain: (1) program peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,9 triliun; (2) program percepatan pembangunan daerah tertinggal sebesar Rp957,0 miliar; (3) program penyelenggaraan pos dan informatika sebesar Rp779,9 miliar; (4) program pembangunan dan pemberdayaan SDM kesehatan sebesar Rp551,2 miliar; serta (5) pembangunan kawasan transmigrasi Rp469,4 miliar. Sasaran pembangunan yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik dalam tahun 2011, meliputi: (a) terwujudnya kedaulatan wilayah nasional, yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan batas-batas wilayah negara; (b) berfungsinya Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan; serta (c) meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan, yang diprioritaskan penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah tertinggal. Untuk mencapai berbagai sasaran tersebut, maka arah kebijakan yang akan dilaksanakan untuk mendukung prioritas daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca-konflik dalam tahun 2011, antara lain adalah: (1) penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah negara; (2) peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan; serta (3) penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi.
4.3.2.11 Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi, dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sebesar Rp484,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 8 program prioritas, antara lain: (1) peningkatan kemampuan iptek untuk penguatan sistem inovasi nasional sebesar Rp162,0 miliar; (2) program kesejarahan, kepurbakalaan, dan permuseuman sebesar Rp104,0 miliar; (3) program pengembangan nilai budaya, seni, dan perfilman sebesar Rp80,6 miliar; (4) program pengembangan sumber daya budaya dan pariwisata sebesar Rp49,8 miliar; serta (5) program pengembangan perpustakaan sebesar Rp47,0 miliar. Sasaran yang akan dicapai dengan alokasi anggaran pada prioritas kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi dalam tahun 2011 tersebut, adalah: (1) meningkatnya perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat, dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; (2) meningkatnya penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pergelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten; serta (3) terlaksananya penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia sebelum Oktober 2011; Untuk mendukung pencapaian berbagai sasaran pada prioritas pembangunan kebudayaan dan pembangunan iptek, kebijakan pada prioritas pembangunan kebudayaan dan pembangunan iptek dalam tahun 2011 akan lebih diarahkan untuk: (1) meningkatkan upaya
IV-62
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
pengembangan dan perlindungan warisan budaya dan karya seni; (2) mendorong berkembangnya apresiasi masyarakat terhadap kemajemukan budaya untuk memperkaya khazanah artistik dan intelektual bagi tumbuh-mapannya jati diri bangsa; serta (3) meningkatnya kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi, serta memudahkan akses dan penggunaannya oleh masyarakat luas.
4.4 Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat RAPBN 2011 4.4.1 Kebijakan Umum Belanja Pemerintah Pusat RAPBN Tahun 2011 Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara memiliki peranan yang sangat strategis, sebagai salah satu instrumen fiskal dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan visi, misi dan platform Presiden terpilih. Peranan strategis kebijakan anggaran belanja negara tersebut dilakukan melalui fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Agar diperoleh hasil yang maksimal, pengelolaan kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara tersebut harus dilakukan secara hati-hati selaras dengan arah dan agenda pembangunan yang telah digariskan dalam rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan jangka pendek (tahunan). Rancangan anggaran belanja negara dalam RAPBN tahun 2011, sesuai dengan amanat Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, disusun sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai bagian integral dari anggaran belanja negara, maka alokasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2011 disusun dengan mengacu pada pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, serta arah kebijakan dan prioritas pembangunan dalam RKP 2011. Karena itu, RKP tahun 2011, menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan pembangunan berikut rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga pada tahun 2011. Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan RPJMN 2010-2014, dalam RKP 2011 digariskan sasaran pembangunan tahun 2011, yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam: (1) sasaran pembangunan kesejahteraan, (2) sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, dan (3) sasaran penegakan hukum. Selanjutnya, berdasarkan sasaran-sasaran strategis dan arah kebijakan yang akan dicapai pada tahun 2011, serta sejalan dengan masalah dan tantangan yang harus dihadapi dalam tahun 2011 mendatang, maka Pemerintah bersama-sama dengan DPR dalam forum pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun 2011 telah sepakat untuk menetapkan Tema Pembangunan nasional dalam RKP Tahun 2011, yaitu “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah”. Sesuai dengan tema tersebut, telah ditetapkan 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional dalam RKP tahun 2011, yaitu: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik; serta (11) Kebudayaan, Kreativitas; dan Inovasi Teknologi. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -63
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Dengan mengacu kepada sasaran strategis, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2011, maka kebijakan belanja negara dalam tahun 2011 akan diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal, menjaga stabilitas perekonomian, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja negara. Sesuai dengan arah kebijakan tersebut, maka alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2011 akan lebih difokuskan untuk memberikan dukungan terhadap: (1) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi; (2) pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain melalui pembangunan infrastruktur; (3) perlindungan sosial melalui perluasan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan (Jamkesmas); (4) pemberdayaan masyarakat antara lain melalui PNPM mandiri dan Program Keluarga Harapan; (5) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (6) pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran; serta (7) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu. Terkait dengan layanan pendidikan, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011, mekanisme penyaluran dana BOS yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional, mulai tahun 2011 direalokasi menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah mengikuti pola desentralisasi fiskal, dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan urusan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut di atas, maka alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mencapai Rp823,6 triliun (11,8 persen dari PDB). Jumlah ini berarti lebih tinggi sebesar Rp42,1 triliun, atau 5,4 persen bila dibandingkan dengan volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp781,5 triliun (12,5 persen dari PDB). Peningkatan volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2011 tersebut terutama berkaitan dengan meningkatnya alokasi anggaran belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan pembayaran bunga utang. Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2011 tersebut, akan digunakan terutama untuk mendukung pendanaan bagi berbagai program pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga (belanja K/L) sesuai tugas dan fungsi masing-masing K/L, maupun program-program yang bersifat lintas sektoral, dan/atau belanja non-K/L, sesuai dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2011. Selanjutnya, sesuai dengan amanat pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka anggaran belanja pemerintah pusat dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan K/L pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku. Sementara itu, rincian anggaran belanja negara menurut fungsi terdiri atas fungsi: (1) pelayanan umum; (2) pertahanan; (3) ketertiban dan keamanan; (4) ekonomi; (5) lingkungan hidup; (6) perumahan dan fasilitas umum; (7) kesehatan; (8) pariwisata dan budaya; (9) agama; (10) pendidikan; dan (11) perlindungan sosial. Selanjutnya, rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi), terdiri atas: (1) belanja pegawai; (2) belanja barang; (3) belanja modal; (4) pembayaran bunga utang; (5) subsidi; (6) belanja hibah; (7) bantuan sosial; dan (8) belanja lain-lain.
IV-64
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
4.4.2 Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi, RAPBN tahun 2011 Dari alokasi anggaran belanja GRAFIK IV.28 PERKEMBANGAN ANGGARAN BELANJA K/L, TAHUN 2005-2011 pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2011 sebesar Rp823,6 triliun, alokasi anggaran untuk belanja K/L direncanakan mencapai Rp410,4 triliun (5,9 persen terhadap PDB), sedangkan alokasi belanja non-K/L (bagian anggaran bendahara umum negara) direncanakan sebesar Rp413,2 triliun (5,9 persen terhadap PDB). Dengan demikian, alokasi anggaran belanja K/L dalam RAPBN tahun 2011 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp44,3 triliun atau 12,1 persen bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp366,1 triliun (5,8 persen terhadap PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja K/L yang cukup signifikan dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berkaitan dengan kerangka strategi upfront loading dalam pendanaan RPJMN 2010-2014. Landasan berpikir dari strategi tersebut adalah bahwa pada awal pemulihan dari krisis ekonomi, belanja Pemerintah merupakan stimulan utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga pada tahun-tahun awal pelaksanaan RPJMN 2010-2014 diperlukan daya dorong belanja yang cukup besar, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Namun demikian, peningkatan alokasi anggaran tersebut menuntut perbaikan kualitas belanja, baik dalam tahap perencanaan, penganggaran, maupun pertanggungjawabannya, agar diperoleh manfaat yang optimal berkaitan dengan pencapaian sasaran pembangunan yang ditetapkan dalam RKP 2011. Berkaitan dengan itu, alokasi anggaran belanja K/L akan lebih diarahkan pada berbagai kegiatan yang secara efektif dapat memberikan dampak dan/atau kontribusi langsung bagi pencapaian sasaransasaran pembangunan. Triliun (Rp)
Persen 7.0
450.0
400.0
5.7
5.7
5.2
350.0
300.0
5.5
5.9
5.9
6.0
5.0
4.3
250.0
4.0
200.0
3.0
150.0
2.0
100.0
1.0
50.0 -
120.8
189.4
225.0
259.7
307.0
366.1
410.4
2005
2006
2007
2008
2009
APBN-P 2010
RAPBN 2011
Be lanja K/L
-
% thd PDB
Sumber: Kementerian Keuangan
Sejalan dengan upaya tersebut, dalam rangka meningkatkan kinerja satuan kerja sebagai unit business terkecil dalam proses perencanaan dan penganggaran, sejak tahun 2009, Pemerintah telah menerapkan penganggaran berbasis kinerja (PBK), dan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) kepada beberapa K/L yang dipilih sebagai pilot project. Sebagai kelanjutan dari reformasi penganggaran tersebut, pada tahun 2011, akan diterapkan PBK dan KPJM secara penuh kepada seluruh K/L. Pelaksanaan kebijakan PBK dan KPJM ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mengamanatkan agar sistem perencanaan dan sistem penganggaran merupakan serangkaian kebijakan yang harus bersifat saling melengkapi (complementary policy) untuk menjamin terselenggaranya proses pembangunan nasional dan pengalokasian sumber daya pendanaan yang paling efektif. PBK merupakan pendekatan dalam sistem penganggaran yang menekankan pada pencapaian hasil dan keluaran dari program/kegiatan dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang terbatas. Dibandingkan dengan sistem penganggaran konvensional yang lebih berorientasi pada masukan (input based), sistem penganggaran berbasis kinerja lebih berorientasi pada keluaran dan hasil (output based). Penganggaran berbasis kinerja dapat mengukur tingkat efisiensi penggunaan sumber daya,
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -65
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
GRAFIK IV.29 PROPORSI ANGGARAN BELANJA 10 KL TERBESAR TAHUN 2011
70.0
Kemenag, 7.3% Kemenhan, 10.6%
GRAFIK IV.30 ALOKASI ANGGARAN BELANJA 10 KL TERBESAR, TAHUN 2010-2011 Triliun (Rp)
63.4
Polri, 6.6%
60.0
Kemenkes, 6.2%
50.3
50.0
40.0
Kemendiknas, 11.8%
56.5
45.2 42.9 36.1 31.0 30.1
30.0
Kemenhub, 5.0% Kementan, 3.9% Kemenkeu, 3.9% Kemen PU, 13.3%
26.2 23.8
21.4 17.6
20.0
16.8 8.9
10.0
15.416.5
15.1 8.0
Ke men PU
Keme ndiknas
Kemen ESDM, 3.6% Sumber: Kementerian Keuangan
28.3 27.8
Ke menhan
Ke me nag
Polri
APBN-P 2010
Ke menkes
Keme nhub
Keme ntan
Ke me nkeu Keme n ESDM
RAPBN 2011
Sumber: Kementerian Keuangan
pencapaian hasil dan keluaran, serta efisiensi proses transformasi sumber daya menjadi keluaran melalui indikator kinerja sumber daya (input), indikator kinerja keluaran (output), dan indikator kinerja hasil (outcome). Di samping itu, PBK dapat memberikan arah dalam menyusun program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga terbentuk hubungan yang jelas antara kebijakan dan hasil yang diharapkan dari suatu program, dengan kondisi yang diinginkan untuk mencapai sasaran program berupa output dan kegiatan tahunan, serta kegiatan dan keluarannya, beserta masukan (sumber daya) yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dengan demikian, sistem penganggaran berbasis kinerja akan menjamin tersedianya pendanaan bagi program-program Pemerintah secara berkesinambungan (sustainable) yang dialokasikan berdasarkan jenis belanja secara efektif dan efisien, baik yang bersifat komitmen maupun yang bersifat kebijakan sesuai dengan skala prioritas (Renstra/RKP) dengan target atau sasaran yang jelas dan terukur, serta terjamin akuntabilitasnya, baik dalam mencapai target dan sasaran program, maupun dalam menggunakan sumber daya, yang tercermin dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang akuntabel. Selanjutnya, untuk lebih memantapkan penerapan reformasi penganggaran tersebut, dalam RAPBN tahun 2011 telah dilakukan penuntasan restrukturisasi program dan kegiatan K/L, termasuk rumusan outcome, output, indikator kinerja dengan pendekatan struktur organisasi dan tugas fungsi masing-masing unit organisasi secara spesifik. Hasil dari restrukturisasi program tersebut telah digunakan dalam penyusunan RPJMN 2010-2014 dan Renstra K/L tahun 2010-2014, serta mulai diimplementasikan dalam penyusunan RKP, Renja K/L, RKAKL, dan DIPA tahun 2011. Restrukturisasi program tersebut dilakukan dengan mengacu pada dua prinsip, yaitu: (1) prinsip akuntabilitas kinerja kabinet (perencanaan kebijakan/ policy planning), yang merupakan keterkaitan yang jelas antara program dan kegiatan dengan upaya pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan platform Kabinet/ Pemerintah; (2) prinsip akuntabilitas kinerja organisasi, yang merupakan keterkaitan antara tugas dan fungsi organisasi (struktur organisasi) dengan struktur program dan kegiatan (struktur anggaran). Kedua prinsip tersebut ditujukan untuk meningkatkan keterkaitan antara ketersediaan pendanaan dengan akuntabilitas kinerja, baik di tingkat kabinet/ Pemerintah maupun di tingkat K/L. Berdasarkan kerangka acuan tersebut, maka terdapat dua jenis program yang akan dilaksanakan oleh masing-masing unit di lingkungan K/L, yaitu program teknis dan program generik. Program teknis yaitu program yang menghasilkan pelayanan kepada kelompok sasaran/masyarakat (eksternal), sedangkan program generik, adalah program yang mendukung pelayanan aparatur dan/atau administrasi pemerintah (internal) dan memiliki karakteristik sejenis pada setiap K/L. IV-66
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Selain itu, untuk meningkatkan disiplin dan kinerja K/L, pada tahun anggaran 2011, Pemerintah akan menerapkan sistem reward dan punishment atas pelaksanaan APBN tahun 2010. Pelaksanaan reward dan punishment tersebut, pada dasarnya sudah mulai diterapkan dalam APBN-P 2010 untuk pelaksanaan stimulus fiskal tahun 2009, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010. Dalam APBN-P 2010 tersebut, terdapat dua K/L yang mendapat punishment berupa pemotongan pagu anggaran, yaitu Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk tahun 2011, Pemerintah akan memberikan reward berupa tambahan pagu bagi K/L yang mampu melakukan optimalisasi penggunaan anggaran dan/atau dapat mencapai sasaran/target yang ditetapkan dengan biaya yang lebih rendah dari yang direncanakan pada tahun anggaran 2010. Sebaliknya, bagi K/L yang tidak dapat menyerap anggaran, dan tidak dapat memenuhi sasaran/target yang telah ditetapkan dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka pagunya akan dikurangi. Dengan pelaksanaan reward dan punishment tersebut, diharapkan kinerja penyerapan anggaran belanja K/L dapat meningkat dan pelaksanaan APBN dapat lebih efisien. Sejalan dengan kemampuan keuangan negara dan penerapan berbagai kebijakan penganggaran tersebut, rencana alokasi anggaran dan sasaran keluaran serta hasil dari masing-masing K/L diuraikan sebagai berikut. Majelis Permusyawaratan Rakyat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp340,8 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat Rp80,5 miliar atau 30,9 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja MPR dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp260,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja MPR tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pelaksanaan tugas konstitusional MPR dan alat kelengkapannya, dengan alokasi anggaran sebesar Rp253,5 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya MPR, dengan alokasi anggaran sebesar Rp48,8 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur MPR, dengan alokasi anggaran sebesar Rp38,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika; serta (2) bertambahnya dukungan teknis dan administrasi persidangan MPR dan alat kelengkapannya 100 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh MPR pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya kualitas pelayanan administrasi MPR dan alat kelengkapannya; (2) tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, baik dalam lingkup MPR maupun Sekretariat Jenderal MPR; serta (3) terlaksananya tugas konstitusional MPR dan alat kelengkapannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan Perwakilan Rakyat Alokasi anggaran untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam RAPBN 2011 direncanakan mencapai Rp2,8 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat Rp399,4 miliar atau 16,8 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja DPR dalam APBN-P 2010 sebesar Rp2,4 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja DPR dalam RAPBN 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -67
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
DPR RI sebesar Rp1,3 triliun; (2) program penguatan kelembagaan DPR RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp893,3 miliar; serta (3) program pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp279,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) meningkatnya persentase kepuasan anggota DPR terhadap kinerja Setjen mencapai 75 persen; (2) persentase hasil analisis dan surat tindak lanjut pengaduan masyarakat yang akuntabel dan tepat waktu mencapai 85 persen; serta (3) terlaksananya harmonisasi RUU dan pemantauan UU mencapai 90 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh DPR pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) terlaksananya penerapan manajemen yang terintegrasi dengan data yang up to date dan akurat pada perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan; (2) terfasilitasinya dukungan penguatan kelembagaan DPR RI; serta (3) terfasilitasinya Dewan dalam penyusunan UU. Badan Pemeriksa Keuangan Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,8 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp459,5 miliar atau 20,0 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja BPK dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp2,3 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja BPK dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2,7 triliun, PHLN sebesar Rp15,9 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp0,7 miliar. Alokasi anggaran pada BPK dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPK, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,1 trilun; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPK, dengan alokasi anggaran sebesar Rp857,8 miliar; serta (3) program pemeriksaan keuangan negara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp670,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) tercapainya skor opini laporan keuangan sebesar 2,99 poin; (2) tercapainya persentase jumlah temuan krusial yang berulang sebesar 15 persen; serta (3) tercapainya tingkat kehandalan pengukuran dan evaluasi kinerja Satker sebesar 85 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPK pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya cakupan dan mutu pemeriksaan keuangan negara dan pemantauan kerugian negara; (2) meningkatnya efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya dalam rangka terwujudnya organisasi prima; serta (3) terlaksananya sistem pengendalian mutu, serta meningkatnya efektivitas penanganan pelanggaran kode etik dan disiplin pegawai. Mahkamah Agung Alokasi anggaran untuk Mahkamah Agung dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp6,1 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat Rp835,4 miliar atau 16,0 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja Mahkamah Agung dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp5,2 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Mahkamah Agung dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Mahkamah Agung, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,4 triliun; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Mahkamah Agung,
IV-68
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,3 triliun; serta (3) program peningkatan manajemen peradilan umum, dengan alokasi anggaran sebesar Rp149,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) terlaksananya rekruitmen yang transparan, adil, akuntabel dan berdasarkan kompetensi pada 806 satker; (2) tersedianya sarana dan prasarana untuk mendukung penyelenggaraan Zitting Plaatz di 50 lokasi; serta (3) terselesaikannya administrasi perkara (yang sederhana dan tepat waktu) di tingkat Pertama dan Banding di lingkungan Peradilan Umum sebanyak 12.203 perkara banding, 213.013 perkara tingkat 1, dan 3.646.825 perkara tipiring. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya dukungan manajemen dan tugas teknis dalam penyelenggaraan fungsi peradilan; (2) tersedianya sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan peradilan tingkat banding dan tingkat pertama; serta (3) terselesaikannya penyelesaian perkara yang sederhana, tepat waktu, transparan, dan akuntabel di lingkungan Peradilan Umum. Kejaksaan Agung Dalam RAPBN tahun 2011, Kejaksaan Agung direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,6 triliun. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp295,2 miliar atau 10,0 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja Kejaksaan Agung dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp2,9 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kejaksaan Agung dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kejaksaan RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,5 triliun; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kejaksaan RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp553,4 miliar; serta (3) program penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana umum, dengan alokasi anggaran sebesar Rp363,1 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) tercapainya dukungan manajemen SDM, keuangan, informasi, dan data peraturan perundang-undangan; (2) terselesaikannya penanganan perkara pidana umum secara cepat,tepat dan akuntabel; serta (3) terselesaikannya penanganan perkara pidana khusus, pelanggaran HAM yang berat dan perkara tindak pidana korupsi secara cepat, tepat, dan akuntabel. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya kemampuan profesional di bidang SDM, keuangan, informasi, dan data peraturan perundang-undangan; (2) meningkatnya penyelesaian perkara pidana khusus, pelanggaran HAM yang berat dan perkara tindak pidana korupsi; serta (3) meningkatnya penyelesaian perkara pidana umum. Sekretariat Negara Sekretariat Negara dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat anggaran sebesar Rp2,2 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp246,3 miliar atau 12,9 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja Sekretariat Negara dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,9 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Sekretariat Negara dalam RAPBN tahun 2011 tersebut, bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1,9 triliun dan pagu penggunaan PNBP/BLU sebesar Rp215,6 miliar. Alokasi anggaran pada Sekretariat Negara dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Sekretariat Negara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,5 triliun; (2) program peningkatan sarana dan Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -69
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
prasarana aparatur Sekretariat Negara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp548,0 miliar; serta (3) program penyelenggaran pelayanan dukungan kebijakan kepada Presiden dan Wakil Presiden, dengan alokasi anggaran sebesar Rp82,1 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) meningkatnya kualitas penanganan pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada Presiden dan atau Menteri Sekretaris Negara; (2) terselenggaranya hubungan yang harmonis dan sinergis antara Menteri Sekretaris Negara/Presiden, baik dengan Lembaga-lembaga Negara, Lembaga-lembaga Daerah, Organisasi Politik, Organisasi Kemasyarakatan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); serta (3) terselenggaranya kerjasama teknik luar negeri dan program kerja sama teknik selatan-selatan yang cepat, tepat dan aman. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Sekretariat Negara pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya akuntabilitas kinerja dan penanganan pengaduan masyarakat; (2) meningkatnya hubungan dengan lembaga/instansi terkait; serta (3) meningkatnya pelayanan kerjasama teknik luar negeri. Kementerian Dalam Negeri Alokasi anggaran Kementerian Dalam Negeri dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp13,3 triliun. Jumlah ini turun sebesar Rp111,5 miliar atau 0,8 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp13,4 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp11,5 triliun, PHLN sebesar Rp1,7 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp26,1 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Dalam Negeri dalam tahun 2010 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa, dengan alokasi anggaran sebesar Rp10,0 triliun; (2) program penataan administrasi kependudukan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,1 triliun; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Dalam Negeri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp519,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai program tersebut, antara lain: (1) terlaksananya penerapan PNPM-MP dan penguatan PNPM yang mencakup 4.940 kecamatan; (2) jumlah penduduk yang menerima e-KTP berbasis NIK dengan perekaman sidik jari mencapai 24,75 juta jiwa di 75 kab/kota; serta (3) tersedianya satu Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai turunan dari revisi UU No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011, maka outcome yang diharapkan adalah: (1) terlaksananya pelayanan percepatan penanggulangan kemiskinan, dan pengangguran di kecamatan dan desa (PNPM-Perdesaan) sesuai standar; (2) terlaksananya tertib administrasi kependudukan dengan tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu; serta (3) terpenuhinya sarana dan prasarana sesuai kebutuhan dan terlaksananya pengelolaan sarana dan prasarana kementerian. Kementerian Luar Negeri Kementerian Luar Negeri dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp5,6 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp70,1 miliar atau 1,3 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Luar Negeri IV-70
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp5,6 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Luar Negeri dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp5,4 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp219,2 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Luar Negeri dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Luar Negeri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,6 triliun; (2) program peningkatan peran dan diplomasi Indonesia di bidang multilateral, dengan alokasi anggaran sebesar Rp382,3 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Luar Negeri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp371,6 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) terselenggaranya 22 kegiatan terkait pelaksanaan pertemuan resmi ASEAN dimana Indonesia menjadi ketua ASEAN pada 2011; (2) tercapainya tingkat keberhasilan rekomendasi/gagasan Pemerintah RI yang diterima dalam sidang terkait penanganan isu-isu multilateral dan pemajuan kerjasama multilateral mencapai 70 persen; serta (3) tercapainya tingkat pelayanan keprotokolan, kekonsuleran, fasilitas diplomatik dan perlindungan WNI/BHI yang memadai dan tepat waktu hingga 100 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Luar Negeri pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya peran dan kepemimpinan Indonesia dalam pembentukan Komunitas ASEAN di bidang politik dan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya; (2) meningkatnya peran dan diplomasi Indonesia dalam penanganan isu multilateral; serta (3) meningkatnya kualitas pelayanan keprotokolan dan kekonsuleran, informasi dan diplomasi publik. Kementerian Pertahanan Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Pertahanan direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp45,2 triliun. Jumlah ini secara nominal naik sebesar Rp2,3 triliun, atau 5,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Pertahanan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp42,9 triliun. Rencana alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp38,8 triliun, dan PHLN/PDN sebesar Rp6,4 triliun. Alokasi anggaran Kementerian Pertahanan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain untuk: (1) program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra darat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp17,9 triliun; (2) program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra laut, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,6 triliun; serta (3) program modernisasi alutsista dan non alutsista serta pengembangan fasilitas dan sarpras matra udara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,6 triliun. Output yang diharapkan dari berbagai program tersebut, antara lain: (1) persentase peningkatan/penambahan alutsista, non alutsista, fasilitas serta sarpras matra udara mencapai 15 persen; (2) peningkatan/penambahan alutsista, non alutsista, fasilitas serta sarpras Matra Darat terhadap MEF mencapai 20 persen; serta (3) persentase kesiapan dan penambahan material/bekal alutsista dan non alutsista serta fasilitas dan sarana prasarana pertahanan negara matra laut mencapai 30 persen. Outcome yang diharapkan dari berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan pada tahun 2011 diantaranya adalah terlaksananya modernisasi dan peningkatan alutsista dan fasilitas/sarpras dalam rangka pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI AU, TNI AD, dan TNI AL. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -71
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp4,9 triliun. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp467,4 miliar atau 8,8 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp5,3 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4,3 triliun, PHLN sebesar Rp144,5 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp457,0 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 3,4 triliun; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan alokasi anggaran sebesar Rp518,2 miliar; serta (3) program peningkatan pelayanan dan pengawasan keimigrasian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp378,9 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai program dan kegiatan tersebut, meliputi antara lain: (1) meningkatnya pelayanan dokumen perjalanan, visa dan fasilitas keimigrasian yang memenuhi standar dan akurat sebesar 40 persen; (2) terlaksananya formasi pegawai yang mengikuti pendidikan dasar keimigrasian dan teknis keimigrasian hingga 100 persen; serta (3) terlaksananya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dari unit kerja yang secara tepat waktu dan akuntabel sesuai anggaran. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain: (1) terpenuhinya standar pelayanan prima dan tercapainya target kinerja dengan administrasi yang akuntabel; (2) meningkatnya perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan secara tepat waktu dan terintegrasi, serta berdasarkan data yang akurat; serta (3) terpenuhinya sarana dan prasarana yang menunjang tupoksi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kementerian Keuangan Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Keuangan direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp16,5 triliun. Jumlah ini naik sebesar Rp1,1 triliun atau 7,1 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp15,4 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam RAPBN tahun 2010 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp16,0 triliun, PHLN sebesar Rp432,4 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp37,0 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Keuangan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Keuangan, dengan alokasi sebesar Rp6,2 triliun; (2) program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak, dengan alokasi anggaran sebesar Rp5,4 miliar; serta (3) program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,9 triliun. Output yang diharapkan dari berbagai program tersebut, antara lain: (1) persentase penyelesaian proses bisnis/SOP terhadap proses bisnis/SOP yang harus dibuat mencapai 100 persen; (2) pencapaian target penerimaan bea dan cukai mencapai 100 persen; serta (3) dapat diselesaikannya LKPP (unaudited) secara tepat waktu. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan pada tahun IV-72
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan diantaranya adalah: (1) meningkatnya penerimaan pajak dan bea cukai yang optimal; (2) terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder; serta (3) meningkatnya pengelolaan keuangan negara secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan. Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran Rp16,8 triliun. Jumlah ini naik sebesar Rp7,9 triliun atau 89,0 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp8,9 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp16,1 triliun, PHLN sebesar Rp620,1 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp79,7 miliar. Anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana pertanian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,8 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Pertanian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,5 triliun; serta (3) program pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan pangan hewani yang aman, sehat, utuh dan halal, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,2 triliun. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) terlaksananya optimasi, konservasi, rehabilitasi dan reklamasi lahan seluas 67.813 Ha; (2) tersedianya jalan sepanjang 12.500 km untuk JUT dan jalan produksi, serta tersedianya data bidang tanah petani yang layak disertifikasi; serta (3) meningkatnya produksi dan produktivitas ternak menjadi 23.760 ekor sapi. Berdasarkan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan adalah: (1) meningkatnya pelayanan teknis pertanian terkait penyediaan data dan sistem informasi pertanian, pembiayaan pertanian, perijinan dan investasi pertanian, serta perlindungan varietas tanaman; (2) meningkatnya ketersediaan pangan hewani (daging, telur, susu); serta (3) meningkatnya produktivitas lahan pertanian dan prasarana jalan usaha tani/jalan produksi serta pengendalian lahan untukmendorong peningkatan produksi pertanian. Kementerian Perindustrian Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran untuk Kementerian Perindustrian direncanakan sebesar Rp2,2 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp505,5 miliar atau 30,0 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,7 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2,1 triliun, dan pagu penggunaan PNBP/BLU sebesar Rp109,7 miliar. Anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program revitalisasi dan penumbuhan basis industri manufaktur, dengan alokasi anggaran sebesar Rp388,0 miliar; (2) program revitalisasi dan penumbuhan industri agro, dengan alokasi anggaran sebesar Rp378,6 miliar; serta (3) program revitalisasi dan pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), dengan alokasi anggaran sebesar Rp376,0 miliar.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -73
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) meningkatnya jumlah populasi industri material dasar dan permesinan sebanyak 14 unit; (2) terfasilitasinya pengembangan kawasan industri berbasis sawit yang berlokasi di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Riau; serta (3) meningkatnya unit usaha dan tenaga kerja di 7 propinsi. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) tumbuh dan kuatnya industri material dasar dan permesinan; serta (2) terbinanya pengembangan IKM di kawasan tengah Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Alokasi anggaran untuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mencapai Rp15,1 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sangat signifikan, yaitu mencapai Rp7,1 triliun atau 89,2 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp8,0 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp13,4 triliun, PHLN sebesar Rp18,5 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1,7 triliun. Alokasi anggaran pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengelolaan listrik dan pemanfaatan energi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp10,4 triliun; (2) program pendidikan dan pelatihan aparatur ESDM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp830,0 miliar; (3) program penelitian dan pengembangan Kementerian ESDM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp772,4 miliar; dan (4) program pengelolaan dan penyediaan minyak dan gas bumi sebesar Rp723,4 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) terbangunnya transmisi sepanjang 1.558 kms (termasuk bagian multiyears) dan gardu induk sebesar 1.280 MVA (termasuk bagian multiyears); (2) tercapainya jumlah desa mandiri energi sebanyak 50 desa; serta (3) tercapainya jumlah lokasi penyelidikan status keprospekan sumber daya panas bumi sebanyak 22 lokasi. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain: (1) terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik dan meningkatnya ratio elektrifikasi; (2) meningkatnya pemanfaatan hasil survei penelitian, penyelidikan dan pelayanan geologi; serta (3) terwujudnya penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Kementerian Perhubungan Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Perhubungan direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp21,4 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar Rp3,8 triliun atau 21,7 persen bila dibandingkan dengan APBN-P anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp17,6 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp19,0 triliun, PHLN sebesar Rp1,8 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp530,5 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Perhubungan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut, dengan alokasi angggaran sebesar Rp6,8 triliun; (2) progam pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi udara, dengan alokasi anggaran Rp4,9 triliun; serta (3) program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,2 triliun. IV-74
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain: (1) meningkatnya jumlah volume pengerukan sedimen pada alur pelayaran dan/atau kolam pelabuhan sebesar 14,5 juta m 3; (2) terlaksananya pengembangan dan rehabilitasi 118 bandar udara dan pembangunan 14 bandar udara baru; serta (3) terbangunnya jalur kereta api baru, termasuk jalur ganda sepanjang 85,06 km, dan meningkatnya kondisi dan keandalan jalur kereta api sepanjang 126,12 kilometer. Berdasarkan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2011, maka outcome yang diharapkan adalah: (1) meningkatnya kinerja pelayanan dan tingkat keselamatan pelayanan transportasi laut, darat, udara dan perkeretaapian; (2) meningkatnya kapasitas dan kualitas pelayanan dan operasi prasarana navigasi penerbangan; serta (3) meningkatnya kapasitas dan kualitas pelayanan dan operasi prasarana keamanan penerbangan. Kementerian Pendidikan Nasional Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp50,3 triliun. Jumlah ini turun sebesar Rp13,1 triliun atau 20,6 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Pendidikan Nasional dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp63,4 triliun. Rencana alokasi anggaran Kementerian Pendidikan Nasional dalam tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp37,1 triliun, PHLN sebesar Rp2,5 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp10,7 triliun. Rencana alokasi anggaran pada Kemendiknas dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pendidikan taman kanak-kanak dan pendidikan dasar, dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,3 triliun. Mulai tahun 2011, direncanakan adanya kebijakan realokasi anggaran untuk dana bantuan operasional sekolah (BOS), yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional, kemudian dipindahkan menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah. Realokasi anggaran tersebut sebesar Rp16,8 triliun yang terdiri dari: (a) dana BOS sebesar Rp16,6 triliun; dan (b) dana cadangan (buffer funds) sebesar Rp0,2 triliun; (2) program pendidikan tinggi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp20,2 triliun; serta (3) program peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp11,5 triliun. Output yang diharapkan dari berbagai program tersebut, antara lain (1) meningkatnya APM SD/SDLB dan SMP/SMPLB dengan sasaran masing-masing mencapai 84,7 persen dan 60,0 persen dan meningkatnya APK perguruan tinggi usia 19-23 tahun menjadi 23,05 persen; (2) tersedianya BOS untuk 27.973.000 siswa SD/SDLB dan 9.965.000 siswa SMP/SMPLB; serta (3) meningkatnya persentase kab/kota yang telah memiliki rasio pendidik dan peserta didik SD 1:20 sampai 1:28 menjadi 51,2 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2011 tersebut di atas, maka outcome yang diharapkan adalah: (1) tercapainya keluasan dan kemerataan akses TK/TKLB, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMLB/SMK, dan perguruan tinggi bermutu dan berkesetaraan gender di semua kabupaten/kota; (2) tersalurkannya subsidi pendidikan bagi siswa SD/SDLB, SMP/SMPLB; serta (3) tersedianya guru dan tenaga kependidikan PAUD, SD, SMP, SMA dan SMK bermutu yang merata di kabupaten dan kota. Kementerian Kesehatan Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran Kementerian Kesehatan direncanakan mencapai Rp26,2 triliun. Jumlah ini secara nominal naik sebesar Rp2,5 triliun atau 10,3 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -75
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
APBN-P tahun 2010 sebesar Rp23,8 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp20,8 triliun, PHLN sebesar Rp917,1 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp4,5 triliun. Rancana alokasi anggaran belanja pada Kementerian Kesehatan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pembinaan upaya kesehatan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp14,4 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Kesehatan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,1 triliun; serta (3) program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,3 triliun. Output yang diharapkan dari berbagai program tersebut antara lain adalah: (1) meningkatnya Rumah Sakit yang melayani pasien penduduk miskin peserta program Jamkesmas menjadi 80 persen; (2) meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin menjadi sebanyak 8.608 puskesmas; serta (3) persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan mencapai 70,3 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan adalah: (1) meningkatnya pelayanan kesehatan rujukan bagi penduduk miskin di RS; (2) meningkatnya pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin di Puskesmas; serta (3) meningkatnya kualitas perencanaan dan penganggaran program pembangunan kesehatan. Kementerian Agama Kementerian Agama dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran Rp31,0 triliun. Jumlah ini secara nominal naik sebesar Rp905,6 miliar atau 3,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp30,1 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp29,6 triliun, PHLN sebesar Rp756,7 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp652,8 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Agama dalam RAPBN tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, diantaranya yaitu: (1) program pendidikan islam, dengan alokasi anggaran sebesar Rp25,1 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Agama, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,7 triliun; serta (3) program bimbingan masyarakat islam, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,7 triliun. Output yang diharapkan dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah: (1) terlaksananya sertifikasi guru sebanyak 90.000 orang; (2) meningkatnya APK MI dan MA menjadi 13,49 persen dan 7,35 persen; serta (3) terlaksananya rehabilitasi 1660 ruang kelas MI, 3.044 ruang kelas MTs, dan 1.975 ruang kelas MA. Outcome yang diharapkan dari berbagai output atas pelaksanaan pelbagai kebijakan, program, dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Agama pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun non formal yang mencakup semua jenjang pendidikan agama; (2) meningkatnya pelayanan agama Islam; serta (3) terlaksananya penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan Kementerian Agama.
IV-76
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp3,4 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp301,2 miliar atau 9,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp3,1 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2,9 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp521,2 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program peningkatan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas, dengan alokasi anggaran sebesar Rp756,0 miliar; (2) program pembangunan kawasan transmigrasi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp683,3 miliar; serta (3) program penempatan dan perluasan kesempatan kerja, dengan alokasi anggaran sebesar Rp626,7 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya jumlah lembaga pelatihan yang terakreditasi sebanyak 65 lembaga; (2) terbangunnya rumah transmigran dan jamban keluarga (RTJK) di daerah tertinggal sebanyak 3.990 unit; serta (3) tersedianya pekerjaan sementara bagi 90.000 orang penganggur dan terselenggaranya program pengurangan pengangguran sementara di 360 kab/kota. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) diterapkannya tata kelola manajemen yang baik oleh lembaga pelatihan berbasis kompetensi; (2) termanfaatkannya dan terkelolanya sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui pembangunan Kawasan Transmigrasi dalam bentuk wilayah pengembangan transmigrasi (WPT) atau lokasi pengembangan transmigrasi (LPT) yang layak dalam rangka pembangunan perdesaan di daerah tertinggal; serta (3) tersedianya peluang kerja produktif di berbagai bidang usaha produktif. Kementerian Sosial Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Sosial direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp4,0 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp317,9 miliar atau 8,5 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Sosial dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp3,7 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Sosial dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4,0 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp3,9 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Sosial dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program perlindungan dan jaminan sosial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,2 triliun; (2) program rehabilitasi sosial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp762,5 miliar; serta (3) program pemberdayaan sosial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp757,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain meliputi: (1) tercapainya 63 persen jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) penerima manfaat yang mampu melaksanakan peranan dan fungsi sosial melalui pelaksanaan pelayanan, perlindungan dan jaminan sosial; (2) tercapainya 63 persen jumlah PMKS penerima manfaat yang mampu berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui pelaksanaan pemberdayaan sosial; serta (3) tercapainya 63 persen jumlah PMKS penerima manfaat yang
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -77
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
mampu melaksanakan peranan dan fungsi sosial melalui pelaksanaan pelayanan, perlindungan dan rehabilitasi sosial. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Sosial pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya fungsi sosial PMKS penerima manfaat melalui pelaksanaan pelayanan, perlindungan dan jaminan sosial; (2) meningkatnya fungsi sosial PMKS penerima manfaat melalui pemberdayaan dan pemenuhan kebutuhan dasar; serta (3) meningkatnya fungsi sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) penerima manfaat melalui pelaksanaan pelayanan, perlindungan dan rehabilitasi sosial. Kementerian Kehutanan Alokasi anggaran Kementerian Kehutanan dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mencapai Rp5,9 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp1,9 triliun atau 47,5 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp4,0 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4,8 triliun, PHLN sebesar Rp223,1 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp885,8 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Kehutanan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) peningkatan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) berbasis pemberdayaan masyarakat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,0 triliun; (2) konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,3 triliun; serta (3) dukungan manajemen dan pelaksanaaan tugas teknis lainnya Kementerian Kehutanan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp644,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya fasilitasi dan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada DAS Prioritas seluas 520.000 Ha; (2) berkurangnya hotspot (titik api) di pulau Kalimantan, pulau Sumatera, dan pulau Sulawesi sebesar 20 persen setiap tahun; serta (3) terlaksananya fasilitasi penetapan areal kerja pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 800.000 Ha. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) berkurangnya lahan kritis pada DAS Prioritas sehingga dapat mengurangi risiko bencana alam, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dalam usaha komoditas kehutanan; (2) meningkatnya sistem pencegahan, pemadaman, penanggulangan dampak kebakaran hutan dan lahan; serta (3) meningkatnya pengelolaan hutan melalui pemberdayaan masyarakat. Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp4,8 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar Rp1,4 triliun atau 40,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp3,4 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4,3 triliun, PHLN sebesar Rp441,3 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp30,4 miliar. Anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,1 triliun; (2) program peningkatan produksi perikanan budidaya,
IV-78
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
dengan alokasi anggaran sebesar Rp874,5 miliar; serta (3) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp593,7 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan dari program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) tercapainya 5.409.100 ton jumlah produksi perikanan tangkap dan tercapainya pendapatan nelayan pemilik sebesar Rp1.903.290/bulan dan nelayan buruh sebesar Rp721.384/bulan; (2) tercapainya volume produksi perikanan budidaya sebanyak 6.847.500 ton; serta (3) tercapainya jumlah usaha mikro yang mandiri serta jumlah usaha mikro di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebanyak 1.100.000 kelompok. Outcome yang diharapkan dari output atas berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya produktivitas perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan; (2) meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu hasil perikanan budidaya; serta (3) meningkatnya penataan dan pemanfaatan sumber daya kelautan, pesisir dan pulaupulau kecil secara berkelanjutan dan menyejahterakan masyarakat. Kementerian Pekerjaan Umum Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Pekerjaan Umum direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp56,5 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp20,4 triliun atau 56,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp36,1 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp46,1 triliun, PHLN sebesar Rp10,4 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp50,7 miliar. Anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program penyelenggaraan jalan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp28,6 triliun; (2) program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman, dengan alokasi anggaran sebesar Rp13,1 triliun; serta (3) program pengelolaan sumber daya air, dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,5 triliun. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terbangunnya flyover dan underpass sepanjang 4.551 kilometer dan jembatan sepanjang 2.119 meter; (2) meningkatnya lingkungan hunian untuk masyarakat yang tinggal di pulau kecil, desa tertinggal dan terpencil di 1.500 desa; serta (3) terbangunnya waduk dan embung/situ sebanyak 8 waduk dalam pelaksanaan pembangunan dan 34 embung/situ selesai dibangun, dan 2 waduk selesai direhabilitasi. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya kapasitas dan kualitas jalan dan jembatan nasional serta jalan tol; (2) meningkatnya kualitas lingkungan hunian untuk masyarakat yang tinggal di pulau kecil, desa tertinggal dan terpencil; serta (3) meningkatnya ketersediaan dan terjaganya kelestarian air. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Alokasi anggaran untuk Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp436,2 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp197,3 miliar atau 82,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kemenko Polhukam dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp238,8 miliar. Rencana anggaran belanja Kemenko Polhukam dalam RAPBN tahun 2011 Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -79
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp432,3 miliar, dan PHLN sebesar Rp3,9 miliar. Alokasi anggaran pada Kemenko Polhukam dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program koordinasi keamanan dan keselamatan di laut, dengan alokasi anggaran sebesar Rp256,8 miliar; (2) program peningkatan koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp96,2 miliar; serta (3) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenko Polhukam, dengan alokasi anggaran sebesar Rp79,8 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya persentase penyelenggaraan dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya yang profesional, akuntabel, efisien dan efektif mencapai 85 persen; (2) meningkatnya persentase rekomendasi kebijakan politik dalam negeri yang dilaksanakan oleh kementerian teknis dan pemda mencapai 65 persen; serta (3) meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana aparatur mencapai 65 persen. Outcome yang diharapkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya dukungan administratif dan pelaksanaan operasional Kemenko Polhukam; (2) meningkatnya efektifitas koordinasi perumusan dan pelaksanaan kebijakan politik dalam negeri; serta (3) meningkatnya dukungan administrasi dan teknis Kemenko Polhukam-Bakorkamla. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp220,4 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp104,0 miliar atau 89,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kemenko Perekonomian dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp116,4 miliar. Rencana anggaran belanja Kemenko Perekonomian dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp204,9 miliar dan PHLN sebesar Rp15,5 miliar. Alokasi anggaran pada Kemenko Perekonomian dalam tahun 2011 tersebut, akan dipergunakan untuk melaksanakan berbagai program, yang meliputi: (1) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kemenko Perekonomian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp92,2 miliar; (2) program koordinasi kebijakan bidang perekonomian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp89,9 miliar; serta (3) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenko Perekonomian, dengan alokasi anggaran Rp38,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program prioritas Kemenko Perekonomian dalam RAPBN tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya rekomendasi hasil koodinasi kebijakan bidang ketahanan pangan yang terimplementasikan mencapai 60 persen; (2) tercapainya rekomendasi hasil koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang percepatan penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif yang terimplementasikan sebesar 60 persen; serta (3) tercapainya rekomendasi hasil koordinasi kebijakan penataan dan pengembangan sistem logistik nasional yang ditindaklanjuti sebesar 70 persen. Outcome yang diharapkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kemenko Perekonomian pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya koordinasi urusan ketahanan pangan; (2) meningkatnya koodinasi dan sinkronisasi implementasi kebijakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif; serta (3) meningkatnya koordinasi pelaksanaan kebijakan penataaan dan pengembangan sistem logistik nasional.
IV-80
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra) dalam RAPBN 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp132,3 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp31,1 miliar atau 30,7 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kemenko Kesra dalam APBN-P 2010 sebesar Rp101,2 miliar. Rencana anggaran belanja Kemenko Kesra dalam RAPBN 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenko Kesra, dengan alokasi anggaran sebesar Rp49,7 miliar; serta (2) program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp113,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) tersusunnya PP Pensiun, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kematian (bekerja sama dengan Kementerian Keuangan); (2) terlaksananya persentase Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi seluruh masyarakat (bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri) mencapai 70 persen; serta (3)tercapainya tingkat (indeks) koordinasi kebijakan dan anggaran penanggulangan kemiskinan dan peraturan perundangannya sebesar 100 persen. Berdasarkan berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) tersusunnya perangkat hukum SJSN; (2) tersedianya NIK bagi setiap peserta jaminan sosial; serta (3) meningkatnya jumlah koordinasi, sinkronisasi, kajian serta pemantauan dan evaluasi kebijakan penanggulangan kemiskinan di bidang pengarusutamaan kebijakan dan anggaran terlaksananya seluruh kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan koordinasi bidang kesejahteraan rakyat. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Alokasi anggaran untuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mencapai Rp2,1 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp384,9 miliar atau 22,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,7 triliun. Rencana anggaran belanja Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2,0 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp20,3 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan pemasaran, dengan alokasi anggaran sebesar Rp492,1 miliar; (2) program kesejarahan, kepurbakalaan, dan permuseuman, dengan alokasi anggaran sebesar Rp413,0 miliar; serta (3) program pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata, dengan alokasi anggaran sebesar Rp316,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya 42.000 film/ video/iklan yang lulus sensor; (2) meningkatnya jumlah pengunjung museum (dukungan Gerakan Nasional Cinta Museum) hingga mencapai 250.000 orang; serta (3) terlaksananya revitalisasi 30 museum di seluruh Indonesia. Outcome yang diharapkan dari berbagai output atas kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) menguatnya jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman budaya; (2) meningkatnya kualitas perlindungan, penyelamatan,
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -81
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya; serta (3) meningkatnya apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya. Kementerian Badan Usaha Milik Negara Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp140,8 miliar. Jumlah ini secara nominal turun sebesar Rp25,4 miliar atau 15,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian BUMN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp166,2 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian BUMN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian BUMN sebesar Rp74,9 miliar; serta (2) program pembinaan BUMN sebesar Rp65,9 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada kedua program tersebut, antara lain adalah: (1) terpilihnya direksi dan komisaris pada 20 BUMN; (2) tersusunnya peraturan mengenai best practice Good Corporate Governance (GCG); serta (3) tersusunnya laporan hasil pelaksanaan penetapan target, monitoring dan evaluasi kinerja BUMN melalui RUPS/ RPB. Berdasarkan output dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian BUMN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya kapasitas dan kemampuan pembinaan BUMN; (2) meningkatnya penerapan best practices GCG dan sistem penilaian kinerja; serta (3) meningkatnya laba BUMN. Kementerian Riset dan Teknologi Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Riset dan Teknologi direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp440,7 miliar. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp209,8 miliar, atau 32,2 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp650,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Kementerian Riset dan Teknologi dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp432,6 miliar, PHLN sebesar Rp0,4 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp7,7 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Riset dan Teknologi dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program peningkatan kemampuan iptek untuk penguatan sistem inovasi nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp356,3 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Riset dan Teknologi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp76,9 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Riset dan Teknologi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp7,6 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) adanya pusat-pusat unggulan iptek; (2) meningkatnya jumlah karyasiswa dari S2 dan S3 menjadi 65 karya siswa; serta (3) meningkatnya jumlah pilot peningkatan inovasi dan kreativitas pemuda sebanyak 12 pilot dan pilot implementasi interoperabilitas teknologi informasi dan komunikasi sebanyak 5 pilot. Outcome yang diharapkan dari output yang akan dihasilkan atas berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) berkembangnya pusat-pusat unggulan iptek; (2) terbangunnya kawasan percontohan pengembangan budaya masyarakat yang kreatif dan inovatif; serta (3) meningkatnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) iptek. IV-82
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp854,3 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp432,0 miliar atau 102,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja KLH dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp422,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja KLH dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp844,9 miliar, PHLN sebesar Rp8,0 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1,5 miliar. Alokasi anggaran pada KLH dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dengan alokasi anggaran sebesar Rp703,3 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya KLH, dengan alokasi anggaran sebesar Rp143,0 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur KLH, dengan alokasi anggaran sebesar Rp8,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya persentase penyiapan penetapan kelas air di tingkat kabupaten/kota untuk 13 sungai-sungai prioritas dari 119 kabupaten/kota, yang terkoordinasi lintas K/L dan daerah menjadi 25 persen; (2) tercapainya persentase penyiapan pemetaan kesatuan hidrologi gambut yang terkoordinasi dengan K/L terkait mencapai 40 persen; serta (3) diterapkannya mekanisme pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang rawan kebakaran hutan dan lahan yang terkoordinasi antar K/L dan daerah di sebanyak 8 wilayah. Outcome yang diharapkan dari output atas berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2011 tersebut, antara lain adalah: (1) tersedianya perangkat kebijakan pengelolaan kualitas air, ekosistem gambut dan ekosistem danau yang terpadu dan bersifat lintas K/L, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Pemerintah Daerah; (2) meningkatnya kualitas kebijakan konservasi dan pengendalian kerusakan hutan dan lahan yang terpadu dan bersifat lintas K/L, antara lain dengan Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah; serta (3) tersedianya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dalam skala provinsi dan kabupaten/kota, dan meningkatnya kualitas data, informasi, dan sistem informasi pengelolaan lingkungan hidup. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Dalam RAPBN Tahun 2011, alokasi anggaran untuk Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Koperasi dan UKM) direncanakan sebesar Rp828,7 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp39,4 miliar atau 5,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Koperasi dan UKM dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp789,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Koperasi dan UKM dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp781,0 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp47,6 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Koperasi dan UKM dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dengan alokasi anggaran sebesar Rp511,0 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Koperasi dan UKM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp305,2 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Koperasi dan UKM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,5 miliar.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -83
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Output yang diharapkan dari kegiatan pada berbagai program tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya pemberian bantuan dana bagi 1.200 pelaku usaha mikro/koperasi; (2) terlaksananya bantuan sarana usaha produksi bagi UMK melalui 56 buah koperasi; serta (3) terselenggaranya pameran produk-produk dari 575 KUMKM yang berkualitas. Berdasarkan output dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) tersedianya skim-skim pembiayaan khusus yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas usaha mikro; (2) meningkatnya kapasitas produksi sentra UMK; serta (3) tersebarnya informasi produk-produk KUMKM yang berkualitas. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam RAPBN tahun 2011, direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp160,1 miliar. Jumlah ini secara nominal turun sebesar Rp23,4 miliar atau 12,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam APBN-P 2010 sebesar Rp183,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam RAPBN 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp66,2 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dengan alokasi anggaran sebesar Rp54,3 miliar; serta (3) program perlindungan anak, dengan alokasi anggaran sebesar Rp39,6 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya fasilitasi penerapan kebijakan sistem data terpilah gender masing-masing pada 4 K/L dan 8 propinsi; (2) terlaksananya fasilitasi tentang kota layak anak masing-masing pada 10 K/L dan 10 propinsi; serta (3) tercapainya persentase rencana program dan anggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diselesaikan tepat waktu, dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi berdasarkan tersedianya data terkini, terintegrasi dan harmonis sebesar 100 persen. Berdasarkan output dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya penerapan sistem data gender; (2) meningkatnya pengembangan kabupaten/kota layak anak (KLA); serta (3) meningkatnya jumlah dokumen perencanaan, pengembangan dan evaluasi SDM dan penganggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang diselesaikan tepat waktu, dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi berdasarkan tersedianya data terkini, terintegrasi, dan harmonis. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp153,9 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp24,1 miliar atau 18,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp129,8 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp146,6 miliar,
IV-84
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
dan PHLN sebesar Rp7,3 miliar. Anggaran belanja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, dengan alokasi sebesar Rp85,5 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp61,1 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp7,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tersusunnya 8 peraturan/kebijakan di bidang Kelembagaan; (2) tersusunnya 14 Peraturan Pemerintah, 1 Peraturan Presiden, dan 2 peraturan/kebijakan di bidang SDM aparatur; serta (3) tersusunnya 1 Peraturan Presiden tentang budaya kerja “bersih, melayani, dan kompeten” di lingkungan aparatur negara. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) terwujudnya organisasi Pemerintah yang proporsional, efektif dan efisien, meningkatnya kualitas pelayanan publik dan terwujudnya instansi Pemerintah yang akuntabel dan berkinerja tinggi; (2) terwujudnya peningkatan kinerja manajemen internal dalam rangka pelaksanaan tugas; serta (3) terwujudnya peningkatan kualitas sarana dan prasarana internal dalam rangka pelaksanaan tugas. Badan Intelijen Negara Badan Intelijen Negara (BIN) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1,0 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp47,2 miliar atau 4,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BIN dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp985,9 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BIN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp718,3 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BIN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp312,3 miliar; serta (3) program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur BIN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) meningkatnya kapasitas institusi intelijen negara mencapai 30 persen; (2) tercapainya persentase pemantauan intelijen lawan sebesar 75 persen; serta (3) tercapainya rasio personil daerah terhadap jumlah kabupaten/kota sebesar 30 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BIN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain: (1) meningkatnya pelaksanaan penyelidikan, pengamanan, dan penanggulangan keamanan negara; (2) meningkatnya upaya kontra intelijen; serta (3) meningkatnya pelaksanaan penyelidikan beraspek dalam negeri. Lembaga Sandi Negara Dalam RAPBN tahun 2011, Lembaga Sandi Negara direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp500,0 miliar. Jumlah ini secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp125,1 miliar atau 20,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -85
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Lembaga Sandi Negara dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp625,1 miliar. Rencana alokasi anggaran yang seluruhnya berasal dari rupiah murni tersebut, akan digunakan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan persandian nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp394,9 miliar; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Lembaga Sandi Negara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp105,1 miliar. Pengalokasian anggaran pada kedua program diatas diharapkan dapat menghasilkan output, antara lain berupa: (1) tercapainya tingkat kepuasan user terhadap layanan administratif dan sarana perkantoran sebesar 95 persen; (2) tercapainya 389 lulusan pendidikan sandi dan pendukungnya; serta (3) tersusunnya 122 paket dokumen kebijakan persandian. Melalui output yang dihasilkan dari kedua program yang dilaksanakan pada tahun 2011 tersebut diharapkan dapat tercapai sasaran-sasaran outcome antara lain, berupa: (1) terlaksananya pelayanan administrasi perkantoran Lembaga Sandi Negara secara akuntabel dan terpenuhinya kebutuhan aparatur persandian dan pendukungnya; serta (2) terselenggaranya persandian sesuai kebijakan nasional, terdukungnya komunikasi rahasia, kemandirian teknologi persandian. Dewan Ketahanan Nasional Alokasi anggaran untuk Dewan Ketahanan Nasional dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp37,3 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp7,2 miliar atau 23,7 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp30,2 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan kebijakan ketahanan nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp23,5 miliar; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Dewan Ketahanan Nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp13,8 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tersusunnya kajian dalam bentuk saran tindak dan rencana kontijensi bidang pengembangan pembangunan nasional untuk mengatasi permasalahan keamanan internal, keamanan eksternal dan bencana berskala besar sebesar 15 persen; (2) terlaksananya penyelenggaraan perumusan kebijakan ketahanan nasional bidang keamanan eksternal sebesar 90 persen; serta (3) tercapainya pelayanan administrasi dan pelaksanaan kajian sesuai dengan kebutuhan sebesar 30 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Dewan Ketahanan Nasional pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) terlaksananya kajian tentang ekonomi, sosial, budaya, hukum dan perundang-undangan, politik nasional, perencanaan kontijensi, lingkungan strategis nasional, lingkungan strategis regional, dan lingkungan strategis internasional; (2) meningkatnya kelancaran pengelolaan dan kecukupan dukungan operasional pelaksanaan tugas Wantanas; serta (3) terlaksananya penyelenggaraan perumusan kebijakan ketahanan nasional. Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,2 triliun. Jumlah ini secara nominal turun sebesar Rp2,9 triliun atau 56,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Badan Pusat Statistik dalam
IV-86
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
APBN-P tahun 2010 sebesar Rp5,2 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Badan Pusat Statistik dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2,1 triliun, PHLN sebesar Rp15,2 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp79,1 miliar. Anggaran belanja Badan Pusat Statistik dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program penyediaan dan pelayanan informasi statistik, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,0 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Badan Pusat Statistik, dengan alokasi anggaran sebesar Rp882,5 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Badan Pusat Statistik, dengan alokasi anggaran sebesar Rp315,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya program Statistical Capacity Building-Change and Reform for Development of Statistic in Indonesia (Statcap-Cerdas), yang meliputi peningkatan kualitas data, pembinaan dan peningkatan kualitas SDM, penguatan teknologi informasi dan komunikasi, serta penguatan kelembagaan; (2) terselenggaranya pembangunan/ revitalisasi gedung BPS provinsi, kabupaten/kota; dan pengadaan kendaraan operasional untuk memenuhi kebutuhan koordinator kecamatan sebagai petugas dalam pendataan di lapangan; serta (3) terselenggaranya lanjutan Sensus Penduduk 2010 dan persiapan Survei Biaya Hidup 2012, Survei Ekonomi Nasional, Survei Angkatan Kerja Nasional, Survei Upah dan Struktur Upah, Sensus Potensi Desa, dan Statistik Kemiskinan. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya kualitas penyediaan data dan informasi statistik bagi pengguna data; (2) meningkatnya kepuasan pelanggan dan pengguna data dan informasi statistik; serta (3) meningkatnya manajemen survei dan metode sensus. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Alokasi anggaran untuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (Kementerian PPN/Bappenas) dalam RAPBN Tahun 2011 direncanakan sebesar Rp699,4 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp133,1 miliar atau 23,5 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian PPN/ Bappenas dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp566,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian PPN/Bappenas dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp449,5 miliar dan PHLN sebesar Rp249,9 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian PPN/Bappenas dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Bappenas, dengan alokasi anggaran sebesar Rp416,7 miliar; (2) program perencanaan pembangunan nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp219,0 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Bappenas, dengan alokasi anggaran sebesar Rp60,0 miliar. Output yang diharapkan dari kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya proses reformasi birokrasi Kementerian PPN/Bappenas melalui penataan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia hingga mencapai 80 persen; (2) tercapainya kesesuaian antara muatan rancangan RKP dengan RPJMN dan kesesuaian rancangan Renja K/L dengan target/sasaran dalam rancangan RKP hingga 100 persen; serta (3) tersedianya sarana dan prasarana aparatur Kementerian PPN/Bappenas hingga 100 persen, di antaranya termasuk 10 persen proses pembangunan gedung baru Bappenas.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -87
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) terlaksananya dukungan manajemen terhadap pelaksanaan tupoksi Kementerian PPN/Bappenas; (2) terlaksananya penugasan-penugasan lainnya dari Presiden/Pemerintah dalam kaitan kebijakan pembangunan nasional; serta (3) meningkatnya sarana dan prasarana aparatur Kementerian PPN/Bappenas. Badan Pertanahan Nasional Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Pertanahan Nasional (BPN) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp3,4 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp497,4 miliar atau 16,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BPN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp3,0 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja BPN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2,3 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1,1 triliun. Alokasi anggaran pada BPN dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengelolaan pertanahan nasional, dengan alokasi anggaran Rp1,6 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPN, dengan alokasi anggaran Rp1,4 triliun; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPN, dengan alokasi anggaran Rp283,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya legalisasi bidang tanah sejumlah 973.475; (2) terlaksananya inventarisasi penguasaan pemilikan dan pemanfaatan tanah (P4T) sebanyak 335.665; serta (3) tersedianya data dan informasi pertanahan yang terintegrasi secara nasional (sistem informasi manajemen pertanahan nasional/SIMTANAS) di 419 Kab/Kota. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) makin optimalnya pengaturan dan penataan penguasaan dan kepemilikan tanah, serta pemanfaatan dan pengguanaan tanah; (2) meningkatnya pelaksanaan percepatan legalisasi aset pertanahan, ketertiban administrasi pertanahan dan kelengkapan informasi legalitas aset tanah; serta (3) meningkatnya akses layanan pertanahan, melalui layanan rakyat untuk sertifikasi tanah (Larasita); serta (4), meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana prasarana Badan Pertanahan Nasional dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Perpustakaan Nasional Perpustakaan Nasional dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp332,5 miliar. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp111,1 miliar atau 25,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Perpustakaan Nasional dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp443,6 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Perpustakaan Nasional dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp331,6 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp0,9 miliar. Alokasi anggaran pada Perpustakaan Nasional dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan perpustakaan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp239,1 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Perpustakaan Nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp91,7 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur perpustakaan nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,7 miliar.
IV-88
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya jumlah pengunjung perpustakaan hingga 4,5 juta orang; (2) terlaksananya pengembangan 33 unit perpustakaan keliling berupa mobil dan kapal; serta (3) terselenggaranya pelestarian fisik dan kandungan informasi dalam 173.415 bahan pustaka serta naskah kuno. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya minat baca dan budaya gemar membaca masyarakat; (2) meningkatnya kualitas bahan bacaan dan fasilitas pendukung yang tersedia; serta (3) meningkatnya kesadaran dan peran aktif masyarakat atas perpustakaan keliling di daerah masing-masing. Kementerian Komunikasi dan Informatika Alokasi anggaran untuk Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp3,3 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp420,5 miliar atau 14,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp2,9 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp816,2 miliar, PHLN sebesar Rp69,6 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp2,4 triliun. Anggaran belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program penyelenggaraan pos dan informatika, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,8 triliun; (2) program pengelolaan sumber daya dan perangkat pos dan informatika, dengan alokasi anggaran sebesar Rp784,1 miliar; serta (3) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan alokasi anggaran sebesar Rp165,2 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya prosentase desa yang dilayani akses telekomunikasi dan internet masing-masing sebesar 100 persen dan 20 persen; (2) tercapainya persentase pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebesar 60 persen; serta (3) tercapainya peningkatan pemanfaatan media publik oleh masyarakat sebesar 25 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya e-literasi masyarakat dalam menggunakan sarana dan prasarana komunikasi dan informatika hingga mencapai 35 persen; (2) makin optimalnya pengelolaan sumber daya informatika hingga mencapai 60 persen serta (3) meningkatnya penyebaran, pemerataan, dan pemanfaatan informasi publik. Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam RAPBN tahun 2011, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp28,3 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar Rp505,3 miliar atau 1,8 persen apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Polri dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp27,8 triliun. Rencana alokasi anggaran Polri dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp24,0 triliun, PHLN/PDN sebesar Rp1,8 triliun, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp2,5 triliun. Alokasi anggaran Polri dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, diantaranya yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Polri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp20,1 triliun; (2) program pemeliharaan keamanan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -89
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
dan ketertiban masyarakat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,2 triliun; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Polri, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,7 triliun. Output yang diharapkan dari program-program tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya jumlah kriminalitas yang dapat ditindak oleh fungsi Babinkam Polri mencapai 80,0 persen; (2) meningkatnya jumlah kecukupan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung fasilitas guna memenhi standar pelayanan Kamtibmas Prima mencapai 60 persen; serta (3) meningkatnya pengungkapan tindak pidana konvensional dan transnasional mencapai 64,1 persen dan 43,0 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan Polri dalam tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan diantaranya adalah: (1) dapat dikembangkannya langkah strategi, dan pencegahan suatu potensi gangguan keamanan baik kualitas maupun kuantitas, sampai kepada penanggulangan sumber penyebab kejahatan, ketertiban dan konflik di masyarakat dan sektor sosial, politik dan ekonomi sehingga gangguan kamtibmas menurun; (2) terpenuhinya dukungan terhadap tugas pembinaan dan operasional Polri melalui ketersediaan sarana dan prasarana materiil, fasilitas dan jasa baik kualitas maupun kuantitas; serta (3) terwujudnya penanggulangan dan penurunan penyelesaian jenis kejahatan (kejahatan konvensional, kejahatan trans-nasional, kejahatan yang berimplikasi kontijensi dan kejahatan terhadap kekayaan negara) tanpa melanggar HAM. Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam RAPBN Tahun 2011 mendapat alokasi anggaran sebesar Rp778,8 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp120,9 miliar atau 18,4 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BPOM dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp657,9 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BPOM dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp743,1 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp35,7 miliar. Alokasi anggaran pada BPOM dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengawasan obat dan makanan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp464,8 miliar, (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPOM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp222,0 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPOM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp92,0 miliar. Output yang diharapkan dari kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya proporsi obat yang memenuhi standar mencapai 99,3 persen dan proporsi makanan yang memenuhi syarat mencapai 80 persen; (2) tercapainya jumlah unit kerja yang menerapkan quality policy hingga 15 persen dan unit kerja yang terintegrasi secara online sampai 72 persen; serta (3) tersedianya sarana dan prasarana penunjang kinerja mencapai 75 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPOM pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat; (2) meningkatnya koordinasi perencanaan pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan BPOM sesuai dengan standar sistem manajemen mutu; serta (3) meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh BPOM.
IV-90
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Lembaga Ketahanan Nasional Alokasi anggaran untuk Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp140,9 miliar. Jumlah ini secara nominal turun sebesar Rp97,7 miliar atau 41,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Lemhannas dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp238,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp137,9 miliar, dan PHLN sebesar Rp3,0 miliar. Anggaran belanja pada Lemhannas dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Lemhannas, dengan alokasi anggaran sebesar Rp86,6 miliar; (2) program pengembangan ketahanan nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp52,0 miliar; serta (3) program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur Lemhannas, dengan alokasi anggaran Rp2,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tersusunnya dokumen perencanaan program kerja dan anggaran Lemhannas RI, laporan pengelolaan administrasi keuangan, laporan hasil pengendalian program kerja dan evaluasi pelaksanaan program kerja dan anggaran Lemhannas RI; (2) tersusunnya dokumen Kurikulum Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA), dokumen bahan ajaran dan Modul Penataran Istri/ Suami PPSA/PPRA) Lemhannas RI, dokumen bahan ajaran dan modul forum konsolidasi bupati, Walikota & Ketua DPRD Kabupaten/Kota; serta (3) terselenggaranya penyampaian berita dan informasi Lemhannas serta database informasi kehumasan secara online dan up-to-date. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya dukungan bagi Kinerja Lemhannas RI secara efektif dan efisien serta optimal; (2) meningkatnya kualitas pelaksanaan pendidikan pimpinan tingkat nasional secara efektif dan efisien serta optimal; serta (3) meningkatnya pengawasan dan pemeriksaan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kelembagaan di lingkungan Lemhannas RI. Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp435,8 miliar. Jumlah tersebut secara nominal meningkat sebesar Rp7,1 miliar atau 1,7 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja BKPM dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp428,7 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BKPM dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program peningkatan daya saing penanaman modal, dengan alokasi anggaran sebesar Rp270,1 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BKPM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp155,5 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BKPM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp10,2 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) meningkatnya jumlah aplikasi perijinan dan non perijinan yang menjadi wewenang BKPM, PTSP Propinsi, PTSP Kabupaten/Kota yang terbangun dalam Sistem Pelayanan Informasi dan Pemberian Izin Secara Elektronik (SPIPISE) sebanyak 15 perijinan sektor; (2) meningkatnya jumlah aparatur BKPM yang mengikuti diklat struktural, diklat
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -91
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
teknis, diklat fungsional, dan tenaga kediklatan serta jumlah kurikulum dan modul diklat sebanyak 442 orang; serta (3) terlaksananya pengembangan laporan data realisasi penanaman modal untuk 4.500 proyek di 9 provinsi. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BKPM pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya kualitas dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya di BKPM; (2) meningkatnya kualitas kajian dan usulan kebijakan, informasi potensi, dan fasilitasi pengembangan usaha untuk mendorong peningkatan daya saing penanaman modal; serta (3) meningkatnya kualitas promosi yang berorientasi pada peningkatan daya saing penanaman modal. Badan Narkotika Nasional Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam RAPBN tahun 2011 mendapat alokasi anggaran sebesar Rp723,6 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp355,4 miliar atau 96,5 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BNN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp368,2 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BNN dalam RAPBN 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN), dengan alokasi anggaran sebesar Rp545,6 miliar; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BNN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp178,0 miliar. Output yang diharapkan dari kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terbentuknya 7 Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) dan 25 Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK) yang terbentuk untuk menyelenggarakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN); (2) tercapainya opini laporan akuntabilitas kinerja dan keuangan BNN dengan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tercapainya peringkat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) BNN dalam peringkat 30 besar; serta (3) menurunnya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba menjadi 1,95 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BNN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) meningkatnya sikap postif masyarakat thd bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; (2) meningkatnya kinerja akuntabilitas dan keuangan BNN; serta (3) meningkatnya fasilitas rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba yang dikelola instansi Pemerintah. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Alokasi anggaran untuk Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp1,2 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp144,5 miliar atau 13,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,0 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp716,4 miliar, dan PHLN sebesar Rp468,1 miliar. Anggaran belanja Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program percepatan pembangunan daerah tertinggal, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,1 triliun; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya KPDT, dengan alokasi anggaran sebesar Rp126,7 miliar.
IV-92
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terlaksananya fasilitasi penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan peningkatan indeks Good Governance pada kabupaten di daerah tertinggal sebesar 40 persen; (2) meningkatnya persentase kabupaten di daerah tertinggal yang memiliki pusat produksi dan pusat pertumbuhan sebesar 40 persen; serta (3) meningkatnya persentase kabupaten daerah tertinggal yang memiliki kebijakan pembangunan infrastruktur energi daerah tertinggal sebesar 40 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya kemampuan sistem, organisasi, dan SDM pemerintah daerah untuk mewujudkan Good Governance; (2) meningkatnya pengembangan pusat produksi dan pertumbuhan di daerah tertinggal; serta (3) meningkatnya pemanfaatan energi matahari untuk pengembangan infrastruktur dasar di wilayah perdesaan tertinggal terpencil. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,4 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp1,1 triliun atau 77,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BKKBN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,4 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja BKKBN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program kependudukan dan KB, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,2 triliun; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BKKBN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp102,7 miliar; serta (3) program pelatihan dan pengembangan BKKBN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp65,1 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) tercapainya peserta keluarga berencana (KB) baru miskin dan rentan lainnya yang mendapatkan alat dan obat kontrasepsi gratis melalui 23.500 klinik KB pemerintah dan swasta sebanyak 3,8 juta orang, (2) tercapainya peserta KB aktif miskin dan rentan lainnya yang mendapatkan diskon gratis melalui 23.500 klinik KB Pemerintah dan swasta sebanyak 12,2 juta orang; serta (3) persentase cakupan jejaring sistem teknologi informasi dan komunikasi data informasi kependudukan dan KB sampai kabupaten/kota (495 sasaran) mencapai 30 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BKKBN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya pembinaan kesertaan, dan kemandirian ber-KB; (2) meningkatnya keterampilan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak, pembinaan remaja, serta peningkatakan kualitas hidup lansia; serta (3) meningkatnya ketersediaan sarana, prasarana, dan teknologi informasi komunikasi program kependudukan dan KB. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp57,2 miliar. Jumlah ini turun sebesar Rp0,9 miliar atau 1,5 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Komnas HAM dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp58,1 miliar. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh telah selesainya pembangunan gedung dalam tahun anggaran 2010. Rencana alokasi anggaran belanja Komnas HAM dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -93
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program kerja dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Komnas HAM. Output yang diharapkan dari kegiatan pada program-program tersebut adalah tercapainya kenaikan pemahaman aparatur negara terhadap ketaatan atas produk perundang-undangan yang berperspektif HAM sebesar 5 persen. Sementara itu, outcome yang diharapkan adalah meningkatnya dukungan manajemen pelaksanaan tugas teknis Komnas HAM. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Meterorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1,3 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp370,1 miliar atau 39,1 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja BMKG dalam APBN-P 2010 sebesar Rp947,3 miliar. Rencana alokasi anggaran tersebut berasal dari rupiah murni sebesar Rp1,1 triliun, PHLN/PDN sebesar Rp140,9 miliar dan pagu penggunaan PNBP/BLU sebesar Rp40,3 miliar. Alokasi anggaran pada BMKG dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program pengembangan dan pembinaan meteorologi, klimatologi, dan geofisika, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,0 triliun; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BMKG, dengan alokasi anggaran sebesar Rp277,8 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut meliputi: (1) terlaksananya pembangunan sarana analisa cuaca Meteorological Early Warning System (MEWS) di empat lokasi, (2) telaksananya pembangunan AWOS (Automatic Weather Observation System) di stasiun meteorologi di empat lokasi, serta (3) pelaksanaan pemeliharaan dan operasional MKKuG (Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika) pada 177 UPT. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BMKG pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain yaitu: (1) meningkatnya pelayanan data dan informasi meteorologi publik serta peringatan dini cuaca ekstrim; (2) meningkatnya kualitas, kuantitas dan jangkauan pelayanan data, informasi dan jasa di bidang meteorologi penerbangan dan maritim; serta (3) terbinanya pelaksanaan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) BMKG. Komisi Pemilihan Umum Alokasi anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp980,9 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp19,4 miliar atau 2,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja KPU dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp961,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja KPU dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya KPU, dengan alokasi anggaran sebesar Rp796,0 miliar; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur KPU, dengan alokasi anggaran sebesar Rp121,5 miliar; serta (3) program penguatan kelembagaan demokrasi dan perbaikan proses politik, dengan alokasi anggaran sebesar Rp63,4 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) tercapainya persentase penyiapan dan penyelenggaraan pemilu yang tepat waktu dan akuntabel (sesuai dengan peraturan perundangan) sebesar 80 persen; (2) tercapainya persentase penyelenggaraan dukungan manajemen yang profesional, akuntabel (sesuai dengan peraturan perundangan), efisien (tepat sasaran), dan efektif (tepat guna) sebesar 70 persen; serta (3) terlaksananya tingkat/kesesuaian kebutuhan anggota IV-94
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
dan staf KPU terhadap ketersediaan sarana dan prasarana KPU/KPU Provinsi/Kabupaten/ Kota dan sarana dan prasarana serta kendaraan operasional untuk daerah pemekaran sebesar 20 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) tersedianya dokumen perencanaan dan penganggaran, koordinasi antarlembaga, data dan informasi serta hasil monitoring dan evaluasi; (2) terselenggaranya pengelolaan data, pengadaan, pendistribusian, inventarisasi sarana dan prasarana serta terpenuhinya logistik keperluan Pemilu; serta (3) tersedianya sarana dan prasarana operasionalisasi KPU yang memadai. Mahkamah Konstitusi Dalam RAPBN tahun 2011, Mahkamah Konstitusi RI direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp287,7 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp98,4 miliar atau 52,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi RI dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp189,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan teknis manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Mahkamah Konstitusi RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp115,6 miliar; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Mahkamah Konstitusi RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp70,0 miliar; serta (3) program penanganan perkara konstitusi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp55,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terselenggaranya persidangan perkara Pengujian Undang-Undang (PUU), Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara (SKLN), Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Legislatif, Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati, Pemilihan Walikota dan perkara lainnya; (2) terselenggaranya pendidikan dan pelatihan panitera pengganti bagi pegawai Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahakamah Konstitusi RI, serta pendidikan dan pelatihan administrasi yustisial bagi pegawai Mahkamah Konstitusi RI; serta (3) terselenggaranya temu wicara antara Mahkamah Konstitusi dengan KPU dan KPUD, Badan Bawaslu dan Panwaslu, serta kelompok profesi dan organisasi masyarakat, serta debat konstitusi antara Mahkamah Konstitusi dengan perguruan tinggi. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain berupa: (1) terselesaikannya perkara-perkara yang terkait dengan peradilan konstitusi yang tepat waktu, serta dengan keputusan yang independen dan tidak memihak; (2) meningkatnya proses peradilan secara efektif, efisien, akuntabel, dan transparan; serta (3) meningkatnya pemahaman masyarakat tentang isu konstitusi dan ketatanegaraan. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp97,9 miliar. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp16,0 miliar atau 14,1 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja PPATK dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp113,9 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -95
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
tugas teknis lainnya PPATK, dengan alokasi anggaran sebesar Rp56,9 miliar; (2) program pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme, dengan alokasi anggaran sebesar Rp33,5 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur PPATK, dengan alokasi anggaran sebesar Rp7,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya kualitas yang baik dan tepat waktu penyelesaian dokumen perencanaan, pelaksanaan, sistem akuntansi dan pelaporan yang mengacu pada ketentuan yang berlaku, hingga 100 persen; (2) tersedianya sarana dan prasarana perkantoran terhadap kebutuhan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPATK hingga 100 persen; serta (3) masuknya dan tersedianya pendapat dan bantuan hukum terkait masalah TPPU dan pendanaan terorisme maupun masalah terkait lainnya sebanyak 24 dokumen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh PPATK pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) terpenuhinya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis PPATK yang berkualitas; (2) terpenuhinya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK; serta (3) meningkatnya partisipasi pihak-pihak terkait dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dalam RAPBN tahun 2011, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp599,0 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp102,8 miliar atau 20,7 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp496,2 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp531,7 miliar, PHLN sebesar Rp27,0 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp40,4 miliar. Alokasi anggaran pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program penelitian, penguasaan, dan pemanfaatan iptek, dengan alokasi anggaran Rp452,2 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya LIPI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp103,7 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur LIPI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp43,1 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terbangunnya kreatifitas dan profesionalisme pada 40 UKM binaan; (2) tersusunnya 12 publikasi ilmiah, termasuk buku indikator iptek mengenai pembangunan kebijakan Iptek Nasional yang tepat; serta (3) terbangunnya 1 paket fasilitas laboratorium dan peralatannya dan paket pengembangan program bioteknologi peternakan. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 2011 tersebut, maka outcomes yang diharapkan antara lain adalah: (1) terbangunnya tatakelola litbang yang efisien dan efektif, yang mampu mendorong kreatifitas dan profesionalisme peneliti ; (2) tersusunnya konsep dan rancangan pembangunan kebijakan Iptek Nasional yang tepat; serta (3) terbangunnya fasilitas litbang bioteknologi peternakan modern.
IV-96
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Badan Tenaga Nuklir Nasional Alokasi anggaran untuk Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp601,6 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp194,8 miliar atau 47,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BATAN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp406,8 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BATAN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp588,0 milar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp13,6 miliar. Alokasi anggaran pada BATAN dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program penelitian pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop, dan radiasi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp506,9 miliar; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BATAN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp94,7 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya pengembangan aplikasi teknologi isotop dan radiasi untuk meningkatkan produktivitas dan varietas bibit unggul tanaman pangan, yaitu varietas padi (padi sawah, padi gogo, padi lokal dataran tinggi, dan padi hibrida), sorgum dan gandum tropis; serta (2) tersedianya prototipe perangkat nuklir untuk kesehatan, industri, dan sistem kendali reaktor. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BATAN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain berupa: (1) meningkatnya kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek dan kinerja manajemen kelembagaan litbang untuk mendukung penguatan sistem inovasi dan pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan dan penerapan energi nuklir isotop dan radiasi ke masyarakat; serta (2) meningkatnya hasil litbang enisora dan pemanfaatan/ penerapan di bidang pangan, energi, kesehatan dan obat serta sumber daya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp693,3 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp24,3 miliar atau 3,6 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BPPT dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp669,0 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp581,1 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp112,2 miliar. Anggaran belanja BPPT dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPPT, dengan alokasi anggaran sebesar Rp332,3 miliar; (2) program pengkajian dan penerapan teknologi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp280,9 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPPT, dengan alokasi anggaran sebesar Rp80,1 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terselenggaranya pengembangan produk pupuk berimbang, yang meliputi 10.000 TPY Slow Realease Fertilizer (SRF), 1.000 TPY pupuk hayati, dan 300 TPY pupuk BCOF; (2) terlaksananya pengembangan PLTP skala kecil, yang meliputi satu pilot plant PLTP 3MW dan satu paket komponen PLTP binary cycle 100kW; serta (3) terlaksananya uji coba prototipe BCCS dengan kemampuan daya serap 1,5 gram CO2 per liter per hari. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -97
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
dilaksanakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada tahun 2011 tersebut, maka outcomes yang diharapkan antara lain adalah: (1) berkembangnya produk pupuk berimbang; (2) berkembangnya PLTP skala kecil; serta (3) berkembangnya teknologi pengendalian dan mitigasi dampak pemanasan global. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Alokasi anggaran untuk Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp365,5 miliar. Jumlah tersebut secara nominal meningkat sebesar Rp126,5 miliar atau 52,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja LAPAN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp239,0 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja LAPAN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp349,5 miliar, dan pagu penggunaan PNBP/BLU sebesar Rp16,0 miliar. Alokasi anggaran pada LAPAN dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program pengembangan teknologi penerbangan dan antariksa, dengan alokasi anggaran sebesar Rp278,3 miliar program; serta (2) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya LAPAN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp87,2 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya pengembangan 10 tipe/jenis roket; (2) terlaksananya peluncuran 2 satelit yang dibuat/ diintegrasi di dalam negeri; serta (3) tersedianya 1 rancang bangun jenis pesawat nir-awak dan propulsi jet. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh LAPAN pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) meningkatnya kemampuan penguasaan teknologi roket, teknologi satelit, dan stasiun bumi; (2) kontinuitas operasi instansi uji terbang, stasiun pengamat dirgantara untuk mendukung litbang, dan pemanfaatan sains antariksa. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp455,2 miliar, atau secara nominal turun sebesar Rp7,8 miliar atau 1,7 persen dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp463,0 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Bakorsurtanal dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berasal dari rupiah murni sebesar Rp221,8 miliar, PNBP/BLU sebesar Rp9,3 miliar, dan PHLN sebesar Rp224,1 miliar. Alokasi dana tersebut digunakan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program survei dan pemetaan nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp372,8 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Bakorsurtanal, dengan alokasi anggaran Rp82,4 miliar. Melalui kedua program tersebut diharapkan dapat tercapai output diantaranya: (1) tersusunnya dokumen-dokumen kebijakan pemetaan dasar rupa bumi, peta dasar nasional matra darat, lautan dan udara serta batas wilayah; (2) tersusunnya dokumen data dan informasi atas serta pengembangan wilayah; serta (3) tersusunnya dokumen koordinasi pelaksanaan di bidang sistem jaringan dan standardisasi data spasial serta bidang survei geodesi dan geodinamika. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai program dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Bakosurtanal pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) meningkatnya pemanfaatan peta dasar dalam mendukung pembangunan nasional; (2) tertatanya penyelenggaraan survei dan
IV-98
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
pemetaan di bidang sistem jaringan dan standardisasi data spasial serta survei geodesi dan geodinamika; serta (3) memperluas pemanfaatan data dan informasi spasial tematik hasil survei SDA dan lingkungan hidup untuk pengelolaan SDA dan perlindungan fungsi lingkungan hidup yang berkelanjutan. Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional (BSN) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp82,6 miliar. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp39,0 miliar atau 32,1 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BSN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp121,6 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BSN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp74,2 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp8,4 miliar. Alokasi anggaran pada BSN dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan standardisasi nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp52,6 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan teknis lainnya BSN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp29,1 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BSN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp0,9 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terselesaikannya Undang-Undang mengenai standardisasi; (2) terselesaikannya 200 Standard Nasional Indonesia (SNI); serta (3) terselesaikannya laporan fasilitasi penerapan SNI kepada LPK dan industri/organisasi. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BSN pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain berupa: (1) tersedianya peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian; (2) meningkatnya jumlah Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan sesuai kebutuhan pasar dan tata cara perumusan standar; serta (3) meningkatnya penerapan standar/SNI oleh pemangku kepentingan standardisasi. Badan Pengawas Tenaga Nuklir Alokasi anggaran untuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp76,8 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp19,5 miliar atau 34,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Badan Pengawas Tenaga Nuklir dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp57,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Badan Pengawas Tenaga Nuklir dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp72,0 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp4,7 miliar. Alokasi anggaran pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dengan alokasi anggaran sebesar Rp52,0 miliar; (2) program pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, dengan alokasi anggaran sebesar Rp22,1 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,6 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terselesaikannya laporan hasil inspeksi bahan nuklir, proteksi fisik, audit pembukuan, dan pengendalian bahan nuklir serta bahan sumber sebanyak 30 laporan; (2) terselesaikannya laporan hasil inspeksi keselamatan instalasi nuklir sebanyak 24 laporan; serta (3) terselesaikannya dokumen sistem manajemen inspeksi instalasi nuklir sebanyak 9
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -99
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
laporan. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) tersedianya rumusan kebijakan pengawasan dalam bentuk hasil kajian yang handal untuk mendukung pengawasan, dan tersedianya peraturan perundangan yang harmonis untuk mendukung pengawasan fasilitas radiasi dan instalasi nuklir sesuai dengan regulasi nasional; (2) terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai pendukung pelaksanaan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir; serta (3) meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir. Lembaga Administrasi Negara Dalam RAPBN tahun 2011, Lembaga Administrasi Negara (LAN) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp244,1 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp44,6 miliar atau 22,4 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja LAN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp199,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja LAN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp184,6 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp59,5 miliar. Alokasi anggaran pada Lembaga Administrasi Negara dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya LAN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp95,4 miliar; (2) program pengkajian administrasi negara dan diklat aparatur negara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp87,9 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur LAN, dengan alokasi anggaran Rp60,8 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) tersusunnya suatu laporan sosialisasi pembaharuan sistem diklat pola baru; (2) terselenggaranya diklat training of trainer (TOT) pelayanan publik berbasis kinerja dengan target jumlah peserta mencapai 100 orang; serta (3) terselenggaranya diklat kepemimpinan tingkat I dengan target jumlah peserta mencapai 60 orang. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Lembaga Adminstrasi Negara pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya pembangunan sistem diklat aparatur pola baru; (2) meningkatnya kualitas penyusunan modul dan terselenggaranya diklat pelayanan publik; serta (3) meningkatnya kualitas pelaksanaan diklat kepemimpinan tingkat I. Arsip Nasional Republik Indonesia Alokasi anggaran untuk Arsip Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp129,1 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp15,0 miliar atau 13,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Arsip Nasional Republik Indonesia dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp114,0 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Arsip Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp123,2 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,9 miliar. Alokasi anggaran pada Arsip Nasional Republik Indonesia dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Arsip Nasional Republik Indonesia, dengan alokasi anggaran sebesar Rp56,8 miliar; (2) program penyelenggaraan kearsipan nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp44,4 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Arsip Nasional Republik Indonesia, dengan alokasi anggaran sebesar Rp27,9 miliar. IV-100
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada ketiga program tersebut, antara lain meliputi: (1) tercapainya peningkatan koordinasi penyusunan program dan anggaran, evaluasi, dan pelaporan, ketatausahaan pimpinan serta hubungan masyarakat di lingkungan ANRI; (2) terpenuhinya sarana dan prasarana kantor untuk mendukung layanan arsip; serta (3) terlaksananya peningkatan jasa sistem dan pembenahan, penyimpanan dan perawatan arsip. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya efektivitas koordinasi perencanaan program dan kegiatan serta pengelolaan administrasi di lingkungan ANRI; (2) meningkatnya efektivitas pemenuhan sarana dan prasarana kantor untuk mendukung layanan arsip; serta (3) meningkatnya kualitas pembinaan kearsipan secara efektif dan efisien. Badan Kepegawaian Negara Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp448,5 miliar, yang secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp49,2 miliar atau 9,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran BKN dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp497,7 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BKN dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berasal dari rupiah murni sebesar Rp415,3 miliar, dan PHLN sebesar Rp33,2 miliar. Alokasi anggaran pada BKN dalam tahun 2011 tersebut, akan digunakan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BKN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp253,4 miliar; (2) program penyelenggaraan manajemen kepegawaian negara, dengan alokasi anggaran Rp114,3 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BKN, dengan alokasi anggaran sebesar Rp80,8 miliar. Melalui pelaksanaan ketiga program tersebut, diharapkan dapat tercapai output antara lain berupa: (1) meningkatnya kecepatan durasi penyelesaian penetapan SK, persetujuan, pertimbangan teknis kenaikan pangkat dan mutasi lainnya serta pensiun PNS dan pejabat negara; (2) tersedianya data PNS yang up to date dan akurat; serta (3) meningkatnya instansi pemerintah yang telah menerapkan standar kompetensi jabatan di lingkungannya. Sedangkan outcome yang diharapkan dari output yang dihasilkan dari berbagai kegiatan di BKN pada tahun 2011 diantaranya adalah: (1) meningkatnya efektifitas koordinasi perencanaan program dan kegiatan, sumber daya serta pengelolaan administrasi di lingkungan BKN; (2) terwujudnya rumusan kebijakan pembinaan kinerja dan pelaksanaan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian; serta (3) terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan di bidang pengadaan, kepangkatan, dan mutasi lainnya, pelayanan pensiun PNS dan Pejabat Negara serta penetapan pertimbangan status dan kedudukan kepegawaian. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Alokasi anggaran untuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam RAPBN Tahun 2011 direncanakan sebesar Rp714,0 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp47,0 miliar atau 7,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BPKP dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp667,0 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BPKP dalam RAPBN 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp693,3 miliar, PHLN sebesar Rp15,5 miliar, dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,2 miliar. Anggaran belanja BPKP dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -101
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPKP, dengan alokasi anggaran sebesar Rp540,8 miliar, (2) program pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah, dengan alokasi anggaran sebesar Rp155,8 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BPKP, dengan alokasi anggaran sebesar Rp17,4 miliar. Output yang diharapkan dari kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terealisasinya jumlah rencana penugasan pengawasan hingga mencapai 75 persen; (2) tercapainya hasil pengawasan lintas sektor yang dijadikan bahan pengambilan keputusan oleh stakeholders hingga 80 persen; serta (3) tercapainya tingkat kepuasan penerimaan layanan dengan skala 7.7 (dalam skala likert 1-10). Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPKP pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain meliputi: (1) meningkatnya kualitas dukungan manajemen dan kapasitas penyelenggaraan pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan SPIP; (2) meningkatnya kualitas penyelenggaraan pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Kementerian/ Lembaga bidang Perekonomian, bidang Polsoskam, instansi Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah, dan terkait kegiatan investigasi; serta (3) terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana aparatur BPKP. Kementerian Perdagangan Kementerian Perdagangan dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1,6 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp171,2 miliar atau 11,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Perdagangan dalam APBN-P 2010 sebesar Rp1,5 triliun. Rencana alokasi anggaran tersebut berasal dari belanja murni sebesar Rp1,6 triliun, dan pagu PNBP/BLU sebesar Rp26,2 miliar. Alokasi anggaran pada Kementerian Perdagangan dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Perdagangan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp419,9 miliar; (2) program pengembangan perdagangan dalam negeri, dengan alokasi anggaran Rp315,6 miliar; serta (3) program pengembangan ekspor nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp278,9 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut meliputi: (1) terlaksananya pengembangan 15 unit pasar percontohan dan pembangunan satu unit pusat distribusi; (2) meningkatnya persentase ketersediaan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat mencapai 92 persen; serta (3) meningkatnya pelayanan promosi dan hubungan dagang dalam rangka pengembangan ekspor nasional. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Perdagangan pada tahun 2001 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan dan pengamanan perdagangan dalam negeri; (2) meningkatnya diversifikasi pasar ekspor; serta (3) meningkatnya kerja sama perdagangan internasional dalam rangka peningkatan dan pengamanan akses pasar.
IV-102
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Kementerian Perumahan Rakyat Dalam RAPBN tahun 2011, Kementerian Perumahan Rakyat direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,8 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp1,8 triliun atau 186,1 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Perumahan Rakyat dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp964,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Perumahan Rakyat dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan perumahan dan permukiman, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,5 triliun; (2) program dukungan dan manajemen tugas teknis lainnya Kementerian Perumahan Rakyat, dengan alokasi anggaran sebesar Rp216,8 miliar; serta (3) program pengembangan pembiayaan perumahan dan permukiman, dengan alokasi anggaran sebesar Rp57,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terbangunnya 100 twin block rusunawa; (2) tersedianya fasilitasi dan stimulasi pembangunan baru perumahan swadaya sebanyak 12.500 unit; serta (3) tersedianya fasilitasi dan stimulasi prasarana, sarana dan utilitas kawasan perumahan dan permukiman sebanyak 117.010 unit. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya jumlah rusunawa terbangun; (2) meningkatnya jumlah fasilitasi dan stimulasi pembangunan baru perumahan swadaya; serta (3) meningkatnya jumlah fasilitasi dan stimulasi prasarana, sarana dan utilitas kawasan perumahan dan permukiman. Kementerian Pemuda dan Olah Raga Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2,1 triliun. Jumlah ini secara nominal menurun sebesar Rp419,8 miliar atau 16,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp2,5 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam RAPBN 2011 tersebut keseluruhannya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pembinaan olahraga prestasi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp965,5 miliar; (2) program pembinaan dan pengembangan olahraga, dengan alokasi anggaran sebesar Rp479,7 miliar; serta (3) program pelayanan kepemudaan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp342,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terfasilitasinya 4.850 pemuda dalam pendidikan kepanduan; (2) terfasilitasinya 66 sentra kewirausahaan pemuda; serta (3) terlaksananya fasilitasi 135 kejuaraan cabang olahraga unggulan bertaraf internasional. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang pembangunan; (2) meningkatnya kualitas fasilitas penunjang prestasi olahraga; serta (3) meningkatnya budaya dan prestasi olahraga.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -103
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Komisi Pemberantasan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp575,7 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat Rp116,9 miliar atau 25,5 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Belanja KPK dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp458,8 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja KPK dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berasal dari rupiah murni sebesar Rp540,0 miliar, dan PHLN sebesar Rp35,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya KPK, dengan alokasi anggaran sebesar Rp417,0 miliar; serta (2) program pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp158,7 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai program tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya 80 persen putusan Inkracht Pengadilan Tipikor yang menyatakan terdakwa bersalah; (2) tercapainya 50 persen hasil pengembalian/penyelamatan kerugian Negara dari eksekusi perkara yang telah Inkracht; serta (3) tercapainya 100 persen keberhasilan penanganan perkara TPK oleh Apgakum yang disupervisi KPK. Sedangkan outcome yang diharapkan dari output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan kegiatan pada KPK pada tahun 2011 diantaranya adalah: (1) meningkatnya efektivitas penindakan TPK; (2) penindakan TPK yang kuat dan proaktif; serta (3) berkurangnya korupsi di Indonesia. Dewan Perwakilan Daerah Dalam RAPBN tahun 2011, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1,2 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp519,6 miliar, atau 81,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja DPD dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp634,6 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja DPD dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain yaitu: (1) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur DPD RI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp641,3 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya DPD RI sebesar Rp327,6 miliar; serta (3) program penguatan kelembagaan DPD dalam sistem demokrasi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp185,3 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) tercapainya persentase tersedianya dukungan persidangan Komite I, Komite III, Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU), Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT), Kelompok DPD di MPR untuk pelaksanaan fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan Dewan Perwakilan Daerah sebesar 100 persen; serta (2) tercapainya persentase terselenggaranya kegiatan perencanaan, keuangan, administrasi keanggotaan, kepegawaian, penataan organisasi dan tata laksana, teknologi informasi, pengkajian aspirasi masyarakat daerah, dan pengkajian kebijakan hukum sebanyak 100 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh DPD pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) terselenggaranya pelaksanaan fungsi legislasi, pertimbangan, dan pengawasan DPD serta penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah dan akuntabilitas kinerja anggota DPD; serta (2) terselenggaranya pelaksanaan kinerja Biro Administrasi, Biro Sekretariat Pimpinan, Biro Perencanaan dan Keuangan, Pusat Data dan Informasi, Pusat Kajian Daerah, Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum Setjen DPD.
IV-104
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Komisi Yudisial RI Komisi Yudisial dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp79,7 miliar. Jumlah ini meningkat sebesar Rp21,2 miliar atau 36,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Komisi Yudisial dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp58,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Komisi Yudisial dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Komisi Yudisial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp60,2 miliar; (2) program peningkatan kinerja seleksi Hakim Agung dan pengawasan perilaku Hakim, dengan alokasi anggaran sebesar Rp16,1 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Komisi Yudisial, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,4 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terwujudnya pelayanan yang handal oleh Komisi Yudisial bagi publik pencari keadilan; (2) tercapainya jumlah pengaduan masyarakat yang ditangani hingga tuntas sebesar 70 persen; serta (3) meningkatnya penyelesaian pelaksanaan tugas oleh Komisi Yudisial secara cepat dan efisien dengan sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Komisi Yudisial pada tahun 2011 tersebut, outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya dukungan teknis administratif kepada Komisi Yudisial di bidang pembiayaan kegiatan, peningkatan SDM, akuntabilitas serta pelayanan publik; (2) terwujudnya penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bersih dan berwibawa; serta (3) meningkatnya sarana dan prasarana kantor untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Yudisial. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Alokasi anggaran untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp663,2 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp441,1 miliar atau 198,7 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp222,1 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BNPB dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp645,7 milar, dan PHLN sebesar Rp17,6 miliar. Alokasi anggaran pada BNPB dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program penanggulangan bencana, dengan alokasi anggaran sebesar Rp579,2 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BNPB, dengan alokasi anggaran sebesar Rp46,7 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur BNPB, dengan alokasi anggaran sebesar Rp34,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) tersusunnya rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana yang tersusun dan terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana daerah di 33 provinsi dan 100 kabupaten/kota; serta (2) terlaksananya pemenuhan kebutuhan dan pendistribusian logistik kebencanaan pada 17 provinsi. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BNPB pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan adalah terlaksananya penanggulangan bencana di Indonesia secara terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -105
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Dalam RAPBN tahun 2011, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp264,0 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp10,5 miliar atau 4,1 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BNP2TKI dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp253,5 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja BNP2TKI dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dipergunakan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BNP2TKI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp184,5 miliar; serta (2) program peningkatan fasilitasi penempatan dan perlindungan TKI, dengan alokasi anggaran sebesar Rp79,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain adalah: (1) terlayaninya 600 ribu pekerja migran dalam memperoleh KTKLN; serta (2) terlaksananya pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) dengan silabus yang memenuhi standar perlindungan dan prinsip-prinsip HAM kepada 600 ribu pekerja migran. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BNP2TKI pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain yaitu: (1) meningkatnya pemahaman hak dan kewajiban pekerja imigran; serta (2) meningkatnya fasilitasi penempatan dan perlindungan TKI. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1,3 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp70,0 miliar atau 5,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja BPLS dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,2 triliun. Rencana alokasi anggaran belanja BPLS dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan dua program, yaitu: (1) program penanggulangan bencana lumpur sidoarjo, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,3 triliun; serta (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya BPLS, dengan alokasi anggaran sebesar Rp22,8 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada kedua program tersebut, antara lain adalah: (1) terlaksananya pembayaran jual beli tanah dan pembangunan di luar peta area terdampak seluas 61 Ha; (2) terlaksananya penanganan pengaliran luapan lumpur melalui operasi 6 unit kapal keruk untuk mengalirkan 32,4 juta m3 lumpur; serta (3) terlaksananya pembangunan relokasi jalan arteri sebanyak 4 paket dan simpang susun Kesambi 1 paket. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPLS pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan adalah: (1) terlaksananya perlindungan sosial terhadap warga terdampak akibat semburan dan luapan lumpur; (2) terpenuhinya pemberian rasa aman masyarakat di sekitar semburan lumpur dan menyediakan infrastruktur untuk percepatan pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat/Jawa Timur; serta (3) terlaksananya penanggulangan bencana di Indonesia secara terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.
IV-106
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Alokasi anggaran untuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat sebesar Rp208,6 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp98,4 miliar atau 89,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja LKPP dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp110,2 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja LKPP dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp198,2 miliar, dan PHLN sebesar 10,4 miliar. Alokasi anggaran pada LKPP dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengembangan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah alokasi anggaran sebesar Rp80,9 miliar; (2) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur LKPP, dengan alokasi anggaran sebesar Rp79,7 miliar; serta (3) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya LKPP, dengan alokasi anggaran sebesar Rp48,0 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terselesaikannya reorganisasi yang dilakukan sesuai dengan fungsi dan kebutuhan LKPP; (2) tercapainya persentase pemenuhan kebutuhan pegawai sebesar 80 persen; serta (3) tercapainya persentase pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sebesar 75 persen. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh LKPP pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) terlaksananya penyempurnaan fungsi dan struktur organisasi LKPP; (2) terpenuhinya SDM yang kompeten; serta (3) terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana LKPP. Badan SAR Nasional Dalam RAPBN tahun 2011, Badan SAR Nasional direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1,2 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp572,7 miliar atau 96,9 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja Badan SAR Nasional dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp591,1 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja Badan SAR Nasional dalam RAPBN tahun 2011 tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.1 triliun, dan PHLN sebesar Rp109,2 miliar. Alokasi anggaran pada Badan SAR Nasional dalam tahun 2011 tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan tiga program, yaitu: (1) program pengelolaan pencarian, pertolongan, dan penyelamatan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp839,4 miliar; (2) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Badan SAR Nasional sebesar Rp215,6 miliar; serta (3) program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Badan SAR Nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp108,8 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) tersedianya beberapa kelengkapan Badan SAR Nasional, yang terdiri atas helikopter tipe medium sebanyak 2 unit, rapid deployment vehicle sebanyak 25 unit, dan rubber boat sebanyak 20 unit; (2) terselenggaranya operasi dan latihan SAR sebanyak 12 paket; serta (3) terlaksananya pelatihan, pendidikan, dan pemasyarakatan SAR sebanyak 12 paket. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh Badan SAR Nasional pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan antara lain adalah: (1) meningkatnya keberhasilan operasi SAR; (2) terpenuhinya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan SAR yang lebih meningkat sesuai
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -107
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
dengan beban dan tanggung jawab Badan SAR Nasional; serta (3) meningkatnya pengaturan, pengawasan dan pengendalian potensi SAR. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp181,3 miliar. Jumlah ini secara nominal meningkat sebesar Rp99,0 miliar atau 120,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja KPPU dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp82,3 miliar. Rencana alokasi anggaran belanja KPPU dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengawasan persaingan usaha. Output yang diharapkan dari program tersebut, antara lain: (1) terselesaikannya penegakan hukum persaingan usaha sebanyak 326 kasus; serta (2) terselesaikannya kegiatan pengembangan dan harmonisasi kebijakan persaingan usaha sebanyak 28 kegiatan. Berdasarkan output yang dihasilkan dari program yang akan dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan adalah berjalannya kegiatan pengawasan persaingan usaha secara efektif dan kredibel dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar R292,5 miliar. BPWS merupakan badan baru yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 27 tahun 2008 dan telah dilakukan perubahan sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 23 tahun 2009. Rencana alokasi anggaran belanja BPWS dalam RAPBN tahun 2011 tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni, yang akan dipergunakan untuk melaksanakan berbagai program, antara lain: (1) program pengawasan kawasan kaki jembatan sisi Madura (KKJSM), dengan alokasi anggaran sebesar Rp208,0 miliar; (2) program administrasi kegiatan, dengan alokasi anggaran Rp30,0 miliar; serta (3) program fasilitasi pembangunan wilayah, dengan alokasi anggaran sebesar Rp20,5 miliar. Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan pada program-program tersebut, antara lain meliputi: (1) terbangun dan terkelolanya 3 kawasan (600 ha di kaki jembatan sis Surabaya, 600 ha kaki jembatan sisi Madura, dan 600 ha kawasan khusus di Pulau Madura); (2) beroperasinya jembatan tol Suramadu dan tol lingkar timur Surabaya; serta (3) beroperasinya pelabuhan peti kemas di pantai utara Madura. Berdasarkan output yang dihasilkan dari berbagai kebijakan dan program yang akan dilaksanakan oleh BPWS pada tahun 2011 tersebut, maka outcome yang diharapkan adalah optimalisasi pengembangan wilayah Surabaya – Madura sebagai pusat perekonomian Jawa Timur. Selanjutnya, rincian Belanja Pemerintah Pusat menurut Kementerian Negara/Lembaga dapat dilihat dalam Tabel IV.16.
IV-108
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
TABEL IV.16 ANGGARAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 2010-2011 (miliar rupiah)
No.
KODE BA
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
APBN-P 2010
RAPBN 2011
1
001
MAJELIS PERMUSY AWARATAN RAKY AT
260,3
340,8
2
002
DEWAN PERWAKILAN RAKY AT
2.376,2
2.775,6
3
004
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
2.297,0
2.756,5
4
005
MAHKAMAH AGUNG
5.219,9
6.055,3
5
006
KEJAKSAAN AGUNG
2.940,0
2.644,8
6
007
SEKRETARIAT NEGARA
1.908,4
2.154,7
7
010
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
13.363,3
13.251,8
8
011
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
5.563,7
5.633,7
9
012
KEMENTERIAN PERTAHANAN
42.899,0
45.168,5
10
013
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
5.320,1
4.852,8
11
015
KEMENTERIAN KEUANGAN
15.368,3
16.456,3 16.802,1
12
018
KEMENTERIAN PERTANIAN
8.887,7
13
019
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
1.684,6
2.190,1
14
020
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL
8.002,5
15.143,3
15
022
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
17.569,1
21.376,7
16
023
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
63.438,1
50.348,8
17
024
KEMENTERIAN KESEHATAN
23.796,8
26.246,9
18
025
KEMENTERIAN AGAMA
30.129,7
31.035,2
19
026
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
3.122,1
3.423,3
20
027
KEMENTERIAN SOSIAL
3.727,7
4.045,6
21
029
KEMENTERIAN KEHUTANAN
4.023,4
5.933,2
22
032
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
3.380,8
4.764,4
36.092,1
56.515,2
23
033
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
24
034
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
238,8
436,2
25
035
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
116,4
220,4
26
036
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKY AT
27
040
KEMENTERIAN KEBUDAY AAN DAN PARIWISATA
28
041
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
166,2
140,8
29
042
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
650,5
440,7
30
043
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
422,3
854,3
31
044
KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
789,3
828,7
32
047
KEMENTERIAN PEMBERDAY AAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
183,5
160,1
33
048
KEMENTERIAN PENDAY AGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
129,8
153,9
34
050
BADAN INTELIJEN NEGARA
985,9
1.033,1
625,1
500,0
35
051
LEMBAGA SANDI NEGARA
36
052
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
37
054
BADAN PUSAT STATISTIK
38
055
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS
39
056
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
40
057
PERPUSTAKAAN NASIONAL
41
059
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
101,2
132,3
1.679,6
2.064,5
30,2
37,3
5.153,7
2.234,5
566,3
699,4
2.951,6
3.449,0
443,6
332,5
2.888,7
3.309,2
27.795,0
28.300,3
42
060
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
43
063
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
657,9
778,8
44
064
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
238,5
140,9 435,8
45
065
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
428,7
46
066
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
368,2
723,6
47
067
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
1.040,0
1.184,5
1.361,0
2.413,2
48
068
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
49
074
KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA
50
075
51
076
58,1
57,2
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
947,3
1.317,3
KOMISI PEMILIHAN UMUM
961,5
980,9
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -109
Bab IV
No.
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
KODE BA
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
APBN-P 2010
RAPBN 2011
52
077
MAHKAMAH KONSTITUSI
189,3
53
078
PUSAT PELAPORAN ANALISIS DAN TRANSAKSI KEUANGAN
113,9
97,9
54
079
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
496,2
599,0
55
080
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
406,8
601,6
56
081
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
669,0
693,3
57
082
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
239,0
365,5
58
083
BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL
463,0
455,2
121,6
82,6
59
084
BADAN STANDARDISASI NASIONAL
60
085
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
61
086
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
287,7
57,3
76,8
199,5
244,1
62
087
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
114,0
129,1
63
088
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
497,7
448,5
64
089
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
65
090
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
66
091
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKY AT
67
092
KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
68
093
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
458,8
575,7
69
095
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
634,6
1.154,2
70
100
KOMISI Y UDISIAL RI
71
103
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
72
104
BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI
73
105
BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO
74
106
LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
110,2
208,6
75
107
BADAN SAR NASIONAL
591,1
1.163,8
76
108
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
77
109
BADAN PENGEMBANGAN WILAY AH SURAMADU JUMLAH
667,0
714,0
1.455,3
1.626,5
964,5
2.759,5
2.503,9
2.084,1
58,5
79,7
222,1
663,2
253,5
264,0
1.216,1
1.286,0
82,3
181,3
-
292,5
366.134,5
410.409,2
Sumber: Kementerian Keuangan
4.4.3 Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, RAPBN tahun 2011 Menurut klasifikasi fungsi, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN dirinci ke dalam 11 fungsi, yang pengklasifikasiannya bertujuan untuk menggambarkan tugas pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Fungsi-fungsi tersebut mencakup: (1) pelayanan umum; (2) pertahanan; (3) ketertiban dan keamanan; (4) ekonomi; (5) lingkungan hidup; (6) perumahan dan fasilitas umum; (7) kesehatan; (8) pariwisata dan budaya; (9) agama; (10) pendidikan; dan (11) perlindungan sosial. Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi merupakan pengelompokan belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi-fungsi utama pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai subfungsi, yang pada dasarnya merupakan kompilasi dari anggaran berbagai kegiatan di setiap kementerian negara/lembaga. Kegiatan adalah penjabaran dari program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon II/satuan kerja atau penugasan tertentu K/L yang berisi satu atau beberapa komponen kegiatan untuk mencapai keluaran (output) dengan indikator kinerja yang terukur. Selain itu, kegiatan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, baik yang berupa sumber daya manusia (SDM), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, serta dana, atau dengan kata lain kegiatan adalah
IV-110
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Satker merupakan business unit yang melakukan siklus anggaran dari sejak perencanaan dan penganggaran hingga pelaksanaan, pertanggungjawaban,dan pelaporannya. Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi masih didominasi oleh fungsi pelayanan umum, yang kemudian diikuti secara berturut-turut oleh fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi pertahanan, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya, seperti fungsi lingkungan hidup, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama dan fungsi perlindungan sosial. Relatif tingginya porsi alokasi anggaran pada fungsi pelayanan umum tersebut menunjukkan bahwa fungsi pemberian pelayanan umum kepada masyarakat merupakan fungsi utama pemerintah, yang terdiri dari pemberian subsidi, pembayaran bunga utang, dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya, peyelenggaraan diplomasi dan kerjasama internasional, penataan administrasi kependudukan, pemberdayaan masyarakat, pembangunan daerah, serta penelitian dan pengembangan iptek. Perbandingan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi tahun 2010-2011 dapat dilihat dalam Tabel IV.17.
TABEL IV.17 ALOKASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, MENURUT FUNGSI TAHUN 2010-2011 1) (miliar rupiah) 2011
2010 KODE
FUNGSI
APBN
% thd PDB
APBN-P
% thd PDB
RAPBN
01
PELA Y A NAN UMUM
495.320,0
8,3
528.7 7 0,3
8,5
02
PERTAHA NA N
20.968,2
0,4
21 .434,1
0,3
45.1 68,7
0,6
03
KETERTIBAN DA N KEA MANAN
1 4.926,0
0,2
1 6.908,3
0,3
1 9.7 46,9
0,3
04
EKONOMI
57 .358,8
1 ,0
61 .203,9
1 ,0
95.647 ,4
1 ,4
05
LINGKUNGA N HIDUP
7 .889,2
0,1
8.585,8
0,1
1 1.090,6
0,2
06
PERUMA HA N DA N FASILITAS UMUM
20.906,6
0,3
21.509,0
0,3
23.381 ,8
0,3
07
KESEHATAN
1 8.001 ,8
0,3
19.801 ,5
0,3
1 2.840,7
0,2
08
PA RIWISATA DA N BUDA Y A
1 .416,1
0,0
1 .530,5
0,0
2.27 4,1
0,0
09
A GAMA
913,1
0,0
943,1
0,0
1 .639,6
0,0
10
PENDIDIKAN
84.086,5
1 ,4
97 .235,7
1 ,6
81.988,6
1 ,2
11
PERLINDUNGAN SOSIA L
3.456,7
0,1
3.61 1 ,4
0,1
4.417 ,9
0,1
7 25.243,0
12,1
JUMLAH
7 81.5 33,5
12,5
525.430,6
% thd PDB
823.627 ,0
7 ,5
11,8
1 ) Perbedaan satu angka di belakang kom a dalam angka penju m lahan adalah karena pem bu latan Sum ber: Kem enterian Keuangan
Selanjutnya penjelasan yang lebih rinci tentang alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi dan sasarannya adalah sebagai berikut. Alokasi Anggaran Fungsi Pelayanan Umum Dalam RAPBN tahun 2011, anggaran yang dialokasikan pada fungsi pelayanan umum direncanakan sebesar Rp525,4 triliun (7,5 persen terhadap PDB), yang berarti lebih rendah Rp3,3 triliun atau sekitar 0,6 persen bila dibandingkan dengan fungsi pelayanan umum pada APBN-P tahun 2010 sebesar Rp528,8 triliun (8,5 persen tehadap PDB). Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi pelayanan umum lainnya sebesar Rp304,5 triliun, atau 58,0 persen dari anggaran fungsi pelayanan umum; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pinjaman pemerintah sebesar Rp116,5 triliun (22,2 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri sebesar Rp89,0 triliun (16,9 persen); dan (4) sisanya sebesar Rp15,4 triliun (2,9 persen) tersebar pada subfungsi-subfungsi lainnya, yaitu subfungsi pelayanan umum, subfungsi penelitian dasar dan pengembangan iptek, dan subfungsi pembangunan daerah.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -111
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Alokasi anggaran pada subfungsi pelayanan umum lainnya direncanakan sebesar Rp304,5 triliun, terutama akan digunakan untuk membayar subsidi dan transfer lainnya. Selanjutnya, pada subfungsi pinjaman pemerintah, alokasi anggaran sebesar Rp116,5 triliun akan digunakan untuk melaksanakan pembayaran bunga utang. Sementara itu, pada subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, masalah keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri, alokasi anggaran sebesar Rp89,0 triliun terutama akan digunakan untuk membiayai program/ kegiatan: (1) Dukungan Manajemen Dan Tugas Teknis Lainnya sebesar Rp7,8 triliun atau 8,7 persen dari pagu subfungsi lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri; (2) Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja, Pembinaan dan Pengelolaan Anggaran sebesar Rp5,2 triliun (5,9 persen); dan (3) Penyelenggaraan Diplomasi Dan Kerjasama Internasional Perwakilan RI sebesar Rp4,1 triliun (4,6 persen). Sesuai dengan alokasi anggarannya, sasaran pembangunan yang diharapkan dicapai dari fungsi pelayanan umum tahun 2011 tersebut di antaranya: (1) terlaksananya penyaluran subsidi BBM dengan target volume sebesar 36,7 juta kilo liter; (2) terlaksananya penyaluran subsidi pangan dan penyediaan beras bersubsidi untuk 17,5 juta masyarakat miskin (RTS) sebanyak 5 kg per RTS selama 12 bulan; (3) terlaksananya penyaluran subsidi pupuk dan subsidi benih dalam bentuk penyediaan pupuk dan benih unggul murah bagi petani; (4) terlaksananya penyaluran subsidi transportasi umum untuk penumpang kereta api kelas ekonomi dan kapal laut kelas ekonomi; (5) terlaksananya peningkatan kompetensi sumber daya manusia PNS untuk mendukung pelayanan kepada masyarakat; dan (6) tersusunnya kerangka kebijakan dalam rangka implementasi undang-undang pelayanan publik; (7) tersusunnya indeks dan hasil survey pelayanan publik; (8) terselenggaranya pelayanan penyelamatan dokumen/arsip termasuk penanganan arsip pasca bencana, arsip masuk desa dan pengelolaan arsip secara efektif dan efisien; (9) terlaksananya implementasi sistem kearsipan statsis berbasis TIK dan system kearsipan dinamis berbasis TIK; serta (10) terlaksananya penyelamatan arsip Pemilu tahun 2009. Alokasi Anggaran Fungsi Pendidikan Alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang mencerminkan upaya pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan, dari tahun ke tahun diupayakan untuk terus meningkat. Peningkatan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Pada tahun 2011, sebagai hasil kompilasi dari anggaran berbagai program/kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh beberapa kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pada fungsi pendidikan K/L diperkirakan mencapai Rp82,0 triliun (1,2 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan dasar sebesar Rp9,2 triliun atau 11,3 persen dari anggaran fungsi pendidikan; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah sebesar Rp3,9 triliun (4,7 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan tinggi sebesar Rp29,2 triliun (35,6 persen); (4) alokasi anggaran pada subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan sebesar Rp15,7 triliun (19,2 persen); (5) alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan lainnya sebesar Rp14,8 triliun (18,1 persen); dan (6) sisanya sebesar Rp9,2 triliun (11,2 persen) tersebar pada subfungsi-subfungsi lainnya, yang meliputi alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal dan informal, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, dan litbang pendidikan, serta pendidikan dan pembinaan kepemudaan dan olahraga.
IV-112
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Pada RAPBN tahun 2011, total anggaran pendidikan direncanakan sebesar Rp243,3 triliun atau 20,2 persen dari total belanja negara, yang terdiri dari : (1) anggaran pendidikan pada K/L sebesar Rp82,0 triliun; (2) anggaran pendidikan pada BA 999 sebesar Rp2,2 triliun; (3) anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah sebesar Rp156,6 triliun, dan (4) dana pengembangan pendidikan nasional Rp2,5 triliun. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan dasar yang mencapai Rp9,2 triliun, akan digunakan untuk melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Alokasi anggaran tersebut telah mempertimbangkan adanya kebijakan realokasi anggaran untuk dana bantuan operasional sekolah (BOS), yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional, kemudian dipindahkan menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah. Realokasi anggaran tersebut sebesar Rp16,8 triliun yang terdiri dari: (a) dana BOS sebesar Rp16,6 triliun; dan (b) dana cadangan (buffer funds) sebesar Rp0,2 triliun. Sementara itu, alokasi anggaran sebesar Rp29,2 triliun pada subfungsi pendidikan tinggi akan digunakan untuk melaksanakan pendanaan pendidikan tinggi. Selanjutnya, alokasi anggaran pada subfungsi pendidikan menengah, seluruhnya akan digunakan untuk melaksanakan pendidikan menengah. Pada subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: (1) Penyediaan Guru Untuk Seluruh Jenjang Pendidikan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,9 triliun atau 43,9 persen dari alokasi anggaran subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan; (2) Penyediaan Subsidi Pendidikan Madrasah Bermutu dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,7 triliun atau 17,4 persen; dan (3) Peningkatan Penjaminan Mutu Pendidikan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,9 triliun (12,4 persen). Sasaran pembangunan dari alokasi anggaran pada fungsi pendidikan dalam tahun 2011 tersebut, di antaranya: (1) meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan: (a) peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 7,75 tahun, (b) penurunan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,17, (c) peningkatan APM SD/SDLB/MI/Paket A menjadi 95,3, (d) peningkatan APM SMP/ SMPLB/MTs/Paket B menjadi 74,7, (e) peningkatan APK PT usia 19-23 tahun menjadi 26,1; (2) meningkatnya tingkat efisiensi internal yang ditandai dengan meningkatnya angka melanjutkan dan menurunnya angka putus sekolah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah; (3) menurunnya disparitas dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antar satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat; (4) meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan yang ditandai dengan: meningkatnya APK pendidikan anak usia dini (PAUD), meningkatnya tingkat kebekerjaan lulusan pendidikan kejuruan, meningkatnya proporsi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta yang terakreditasi baik pada jenjang SD/SDLB/MI menjadi sebesar 11,0 persen, SMP/SMPLB/MTs menjadi sebesar 22,0 persen; SMA/SMALB/MA menjadi sebesar 28,0 persen; dan SMK menjadi sebesar 24,0 persen; (5) meningkatnya proporsi program studi PT yang terakreditasi menjadi sebesar 77,8 persen dan makin banyaknya PT yang masuk dalam peringkat besar dunia (TOP 500 THES) menjadi sebesar 5 PT; serta (6) tercapainya Standar Pendidikan Nasional (SNP) bagi satuan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan paling lambat pada tahun 2013. Alokasi Anggaran Fungsi Ekonomi Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan transportasi, pertanian, infrastruktur, dan energi didanai dengan anggaran pada fungsi ekonomi. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -113
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
fungsi ekonomi direncanakan sebesar Rp95,6 triliun (1,4 persen dari PDB), yang bila dibandingkan dengan fungsi ekonomi pada APBN-P tahun 2010 sebesar Rp61,2 triliun, berarti lebih tinggi sebesar Rp34,4 triliun atau naik sekitar 56,3 persen. Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi transportasi sebesar Rp43,8 triliun atau 45,8 persen dari anggaran fungsi ekonomi; (2) alokasi anggaran pada subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan sebesar Rp13,9 triliun (14,6 persen); (3) alokasi anggaran pada subfungsi pengairan sebesar Rp12,4 triliun (12,9 persen); (4) alokasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi sebesar Rp11,0 triliun (11,5 persen); dan (5) sisanya sebesar Rp14,6 triliun (15,3 persen) tersebar pada subfungsi-subfungsi lainnya, yang meliputi subfungsi perdagangan, pengembangan usaha, koperasi dan UKM, tenaga kerja, pertambangan, industri dan konstruksi, telekomunikasi dan informatika, litbang ekonomi, dan subfungsi ekonomi lainnya. Pada subfungsi transportasi, alokasi anggaran yang direncanakan sebesar Rp43,8 triliun akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain meliputi: (1) Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional, dengan alokasi anggaran sebesar Rp23,7 triliun atau 54,2 persen dari anggaran subfungsi transportasi; (2) Pengelolaan dan Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pelabuhan dan Pengerukan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,5 triliun (7,9 persen); (3) Pembangunan dan Pengelolaan Prasarana dan Fasilitas Pendukung Kereta Api, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,4 triliun (7,7 persen); dan (4) Pembangunan, Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Bandar Udara, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,2 triliun (5,1 persen). Melalui alokasi anggaran pada subfungsi transportasi dalam tahun 2011 tersebut, sasaran pembangunan yang diharapkan dapat tercapai di antaranya: (1) peningkatan kondisi mantap jalan nasional menjadi 88,5 persen; (2) penurunan waktu tempuh rata-rata antar pusat kegiatan nasional sebesar 1 persen; (3) bertambahnya kapasitas jalan lajur sepanjang 1.782 Km pada jalan nasional; (4) terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan, dan pulau terdepan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat; (5) menurunnya tingkat kecelakaan transportasi pada tahun 2011 turun 20 persen dari kondisi eksisting tahuun 2010; (6) terbangunnya pelabuhan dan Bandar udara yang ramah lingkungan (eco port dan eco airport); (7) terbangunnya transportasi umum massal berbasis bus di perkotaan; (8) selesainya peraturan turunan dari undang-undang bidang transportasi. Sementara itu, pada subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan, alokasi anggaran yang direncanakan mencapai Rp13,9 triliun akan digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,4 triliun atau 10,4 persen dari anggaran subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan, dan kelautan; (2) Pengembangan Pengelolaan Lahan Pertanian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp942,3 miliar (6,8 persen); (3) Perluasan Areal Pertanian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp919,2 miliar (6,6 persen); dan (4) Pengelolaan Air Untuk Pertanian, dengan alokasi anggaran sebesar Rp803,2 miliar (5,8 persen). Sasaran pembangunan yang diharapkan dapat tercapai dari alokasi anggaran pada subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan dalam tahun 2011 tersebut, di antaranya adalah (1) terpeliharanya dan meningkatnya tingkat swasembada bahan pangan pokok; (2) menurunnya penduduk dan daerah yang rentan terhadap rawan pangan; (3) terjaganya
IV-114
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
stabilitas harga komoditas pangan; (4) meningkatnya ketersediaan dan konsumsi sumber pangan protein hewani dan ikan; (5) meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan; (6) tercapainya tingkat pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan sekitar 3,7 persen; (7) tercapainya indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 105 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sekitar 107; (8) terpeliharanya swasembada beras dan meningkatnya swasembada bahan pangan lain (jagung, kedelai, gula, daging sapi, dan susu), dengan sasaran produksi padi 68,8 juta ton GKG, produksi jagung 22,0 juta ton, kedelai 1,6 juta ton, gula 3,9 juta ton, dan daging sapi 439 ribu ton; (9) meningkatnya produksi perikanan menjadi 12,3 juta ton; (10) berkembangnya usaha hutan rakyat untuk bahan baku industri pertukangan 100 ribu, hutan desa 200.000 ha, dan hutan kemasyarakatan 800.000 ha; (11) penambahan tanaman HTI dan HTR mencapai 1 juta ha; (12) meningkatnya produksi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan sebesar 2%; dan (13) terkelolanya logged over area (LOA) oleh pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi seluas 650.000 ha Selanjutnya, alokasi anggaran pada subfungsi pengairan yang direncanakan sebesar Rp12,4 triliun merupakan kompilasi pada pagu anggaran dari beberapa kegiatan, antara lain: (1) Pengendalian Banjir, Lahar Gunung Berapi dan Pengamanan Pantai, dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,3 triliun atau 34,9 persen dari anggaran subfungsi pengairan; (2) Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa, dan Jaringan Pengairan Lainnya, dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,7 triliun (29,7 persen); serta (3) Pengelolaan dan Konservasi Waduk, Embung, Situ Serta Bangunan Penampung Air Lainnya, dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,6 triliun (21,0 persen). Melalui alokasi anggaran pada subfungsi pengairan dalam tahun 2011, sasaran pembangunan yang diharapkan dapat tercapai antara lain: (1) melanjutkan pembangunan 6 buah waduk dan dimulainya pembangunan 2 waduk; (2) penyelesaian pembangunan 34 embung/situ dan diselesaikannya rehabilitasi 2 waduk, 50 embung/situ, serta dimulainya rehabilitasi 13 waduk lainnya; (3) beroperasi dan terpeliharanya 179 waduk/embung/situ; (4) konservasi di 9 kawasan sumber air; (5) meningkatnya luas layanan jaringan irigasi seluas 56,78 ribu hektar, meningkatnya layanan jaringan rawa seluas 67,85 ribu hektar, terehabilitasinya jaringan irigasi seluas 161,9 ribu hektar, terehabilitasinya jaringan rawa seluas 171,34 ribu hektar, beroperasi dan terpeliharanya jaringan irigasi dan rawa seluas 3,04 juta hektar; (6) terehabilitasinya 326 sumur air tanah, beroperasi dan terpeliharanya 494 sumur air tanah; (7) meningkatnya prasarana air baku dengan kapasitas masing-masing 5,89 m3/det, 2,92 m3/det dan 7,18 m3/det. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi yang direncanakan mencapai Rp11,0 triliun akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: (1) Penyusunan Kebijakan dan Program Serta Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Ketenagalistrikan, dengan alokasi anggaran Rp10,1 triliun atau 91,9 persen dari anggaran subfungsi bahan bakar dan energi; (2) Pembinaan dan Penyelenggaraan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, dengan alokasi anggaran sebesar Rp325,4 miliar (3,0 persen); dan (3) Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan Pelaksanaan Konservasi Energi sebesar Rp191,7 miliar (1,7 persen). Sasaran pembangunan yang diharapkan dapat tercapai melalui alokasi anggaran pada subfungsi bahan bakar dan energi dalam tahun 2011, diantaranya adalah: (1) pemanfaatan energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 10,23 persen; (2) pembangunan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -115
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
jaringan gas kota untuk 16.000 sambungan rumah; (3) tercapainya pembangunan 7 buah SPBG di berbagai kota; (4) rasio elekrifikasi meningkat menjadi 69,50 persen di tahun 2011; (5) meningkatnya rasio desa berlistrik menjadi 95,0 persen; serta (6) tercapainya bauran energi primer batubara sebesar 22,1 persen, panas bumi sebesar 2,8 persen, gas bumi sebesar 30 persen, dan EBT sebesar 3 persen. Alokasi Anggaran Fungsi Pertahanan Sementara itu, alokasi anggaran pada fungsi pertahanan dalam RAPBN tahun 2011 diupayakan meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran pada fungsi pertahanan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara sebagai upaya untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada fungsi pertahanan, yang merupakan hasil kompilasi dari anggaran berbagai program pertahanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan/TNI (termasuk didalamnya Mabes, AD, AL dan AU), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), dan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), direncanakan sebesar Rp45,2 triliun (0,6 persen terhadap PDB). Bila dibandingkan dengan APBN-P 2010 sebesar Rp21,4 triliun (0,3 persen terhadap PDB), maka alokasi anggaran pada fungsi pertahanan dalam tahun 2011 tersebut, lebih tinggi Rp23,7 triliun atau 110,7 persen dari pagu alokasi anggaran fungsi pertahanan pada APBN-P 2010. Jumlah tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara sebesar Rp40,9 triliun (90,6 persen dari anggaran fungsi pertahanan); (2) alokasi anggaran pada subfungsi dukungan pertahanan sebesar Rp4,2 triliun (9,3 persen); dan (3) alokasi anggaran pada subfungsi litbang pertahanan sebesar Rp52,1 miliar (0,1 persen). Alokasi anggaran pada subfungsi pertahanan negara yang direncanakan sebesar Rp40,9 triliun akan digunakan untuk melaksanakan pengembangan pertahanan integratif, pengembangan pertahanan matra darat, pengembangan pertahanan matra laut, pengembangan pertahanan matra udara, penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI dan program pengembangan bela negara. Pada subfungsi dukungan pertahanan, alokasi anggaran sebesar Rp4,2 triliun akan digunakan untuk melaksanakan pengembangan sistem dan strategi pertahanan, dan pengembangan industri pertahanan. Pada subfungsi litbang pertahanan, alokasi anggaran sebesar Rp52,1 miliar akan digunakan untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan pertahanan, dan pengembangan ketahanan nasional. Alokasi anggaran untuk fungsi pertahanan tahun 2011 tersebut, diharapkan memberikan pencapaian antara lain: (1) terwujudnya postur dan struktur Pertahanan sebesar 25 % dari kekuatan pokok minimum (minimum essential force) yang mampu melaksanakan operasi gabungan dan memiliki efek penggentar. Tercapainya sasaran ini ditandai dengan meningkatnya profesionalime personel TNI, meningkatnya kuantitas dan kualitas alutsista TNI, serta terbentuknya komponen bela negara; (2) terbangunnya pos pertahanan baru di wilayah perbatasan darat dan terbangunnya pos pertahanan baru di pulau terdepan (terluar) dan memantapkan pos pertahanan di 12 pulau terdepan (terluar) beserta penggelaran prajuritnya; serta (3) terdayagunakannya industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan, pencapaian sasaran ini secara optimal akan meningkatkan kemandirian alutsista TNI dan alat utama Polri baik dari sisi kuantitas, kualitas, maupun variasinya.
IV-116
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Alokasi Anggaran Fungsi Ketertiban dan Keamanan Sementara itu, alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan, yang menunjukkan besaran anggaran yang dialokasikan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang ketertiban dan keamanan, juga diupayakan meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatan alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan amanat konstitusi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Dalam tahun 2011, alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan yang merupakan hasil kompilasi dari anggaran berbagai kegiatan ketertiban dan keamanan yang dilaksanakan oleh beberapa kementerian negara/lembaga, direncanakan mencapai Rp19,7 triliun (0,3 persen terhadap PDB). Bila dibandingkan dengan APBN-P nya dalam tahun 2010 sebesar Rp16,9 triliun (0,3 persen terhadap PDB), berarti lebih tinggi Rp2,8 triliun atau 16,8 persen. Alokasi anggaran pada fungsi ketertiban dan keamanan dalam tahun 2011 tersebut, terdiri dari: (1) alokasi anggaran pada subfungsi kepolisian sebesar Rp8,8 triliun atau 44,8 persen dari anggaran fungsi ketertiban dan keamanan; (2) alokasi anggaran pada subfungsi peradilan sebesar Rp6,1 triliun atau 30,9 persen dari anggaran fungsi ketertiban dan keamanan; (3) alokasi anggaran pada subfungsi pembinaan hukum sebesar Rp2,3 triliun (11,9 persen); dan (4) alokasi anggaran pada subfungsi ketertiban dan keamanan lainnya sebesar Rp1,8 triliun (9,4 persen). Alokasi anggaran pada subfungsi kepolisian tahun 2011 sebesar Rp8,8 triliun akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: (1) Bina Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Kewilayahan sebesar Rp2,1 triliun atau 24,7 persen dari pagu anggaran subfungsi kepolisian; (2) Pengembangan Alut dan Alsus Kepolisian Strategis sebesar Rp1,7 triliun (19,0 persen); dan (3) Peningkatan Kualitas Layanan Publik LLAJ sebesar Rp1,2 triliun (13,2 persen). Pada subfungsi peradilan sebesar Rp6,1 triliun akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: (1) Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan Badan Urusan Administrasi sebesar Rp4,2 triliun atau 69,5 persen dari pagu subfungsi peradilan; dan (2) Pengadaan Sarana dan Prasarana Di Lingkungan Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama sebesar Rp1,2 triliun (19,1 persen). Alokasi anggaran pada subfungsi pembinaan hukum sebesar Rp2,3 triliun akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: (1) Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana Kejaksaan RI sebesar Rp553,4 miliar atau 23,6 persen dari pagu subfungsi pembinaan hukum; (2) Penanganan Perkara Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri sebesar Rp353,1 miliar (15,0 persen). Selanjutnya, alokasi anggaran pada subfungsi ketertiban dan keamanan lainnya sebesar Rp1,8 triliun akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan, antara lain: (1) Penyelenggaraan Dukungan Administrasi dan Sumber Daya Manusia sebesar Rp246,8 miliar 13,4 persen dari pagu subfungsi ketertiban dan keamanan lainnya; (2) Operasi Kontra Intelijen sebesar Rp233,5 miliar (12,6 persen); (3) Operasi Intelijen Dalam Negeri sebesar Rp227,8 miliar (12,3 persen); dan (4) Pengamanan Sinyal sebesar Rp226,5 miliar (12,3 persen). Sasaran pembangunan yang diharapkan dapat tercapai melalui alokasi anggaran untuk fungsi Ketertiban dan Keamanan tahun 2011 tersebut, di antaranya: (1) menurunnya tingkat kejahatan (criminal rate) yang meliputi kejahatan konvensional, transnasional, kontingensi, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang akan berdampak pada meningkatnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) meningkatnya persentase penuntasan kejahatan konvensional, transnasional, kontingensi, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi 52 - 55% (dengan penerapan prinsip diversi dan restorative justice sebagai Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -117
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
inti perubahan UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan kepada sistem dan prosedur kepolisian); (3) meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian yang tercermin pada terselenggaranya pelayanan kepolisian sesuai dengan Standar Pelayanan Kamtibmas Prima. Tercapainya sasaran ini berdampak pada masyarakat yaitu terdapatnya kenyamanan pada masyarakat ketika berhubungan dengan kepolisian, terutama ketika melihat dan menghadapi kasus hukum/kriminalitas; serta (4) menurunnya angka penyalahgunaan narkoba dan menurunnya peredaran gelap narkoba.
4.4.4 Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis, RAPBN tahun 2011 Menurut jenis belanja atau klasifikasi GRAFIK IV.31 ekonomi, anggaran belanja Pemerintah KOMPOSISI BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS BELANJA, TAHUN 2011 Pusat terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga Belanja utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, Modal Belanja Pembayaran 14.8% Barang Bunga Utang dan belanja lain-lain. Dari alokasi anggaran 16.0% 14.1% belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2011 sebesar Rp823,6 triliun, sekitar 21,9 Belanja Subsidi Pegawai 22.4% persen akan dialokasikan untuk belanja 21.9% Bantuan Sosial pegawai, sekitar 16,0 persen untuk belanja 7.5% barang, sekitar 14,8 persen untuk belanja Belanja Hibah modal, sekitar 14,1 persen untuk pembayaran Belanja 0.1% lain-lain 3.2% bunga utang, sekitar 22,4 persen untuk subsidi, sekitar 0,1 persen untuk belanja hibah, sekitar 7,5 persen untuk bantuan sosial, dan sekitar 3,2 persen untuk belanja lain-lain. Dari komposisi tersebut, terlihat bahwa alokasi belanja pemerintah pusat masih didominasi oleh pengeluaran yang sifatnya wajib (nondiscretionary spending), yang meliputi belanja pegawai, pembayaran bunga utang, subsidi, dan sebagian belanja barang. Anggaran yang tersedia untuk belanja tidak mengikat (discretionary spending), yaitu belanja modal, belanja hibah, bantuan sosial, sebagian belanja barang dan belanja lain-lain masih terbatas. Komposisi alokasi belanja Pemerintah Pusat tahun 2011 menurut jenis dapat dilihat dalam Grafik IV.31 Sumber: Kementerian Keuangan
Selanjutnya, uraian yang lebih rinci tentang rencana alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut jenis disampaikan pada bagian berikut.
Alokasi Anggaran Belanja Pegawai Belanja pegawai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menjaga kelancaran kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Alokasi anggaran belanja pegawai ini digunakan untuk pembayaran kompensasi terhadap penyelenggara negara, baik dalam bentuk uang ataupun barang, yang harus dibayarkan kepada aparatur negara yang bertugas di dalam maupun di luar negeri, baik sebagai pejabat negara, maupun pegawai negeri sipil, sebagai imbalan atas pekerjaan atau pelaksanaan tugasnya, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran untuk belanja pegawai direncanakan sebesar Rp180,6 triliun atau 2,6 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan
IV-118
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
sebesar Rp18,0 triliun atau 11,0 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja pegawai dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp162,7 triliun. Peningkatan ini terutama berkaitan dengan berbagai langkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam kerangka reformasi birokrasi, baik dalam memperbaiki dan menjaga kesejahteraan aparatur pemerintah dan pensiunan maupun dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Anggaran belanja pegawai tersebut terdiri dari belanja gaji dan tunjangan, belanja honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain, serta belanja kontribusi sosial. Alokasi anggaran pada pos belanja gaji dan tunjangan dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp91,2 triliun atau 50,5 persen dari total belanja pegawai. Jumlah ini menunjukkan peningkatan sebesar Rp10,1 triliun atau 12,5 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja gaji dan tunjangan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp81,1 triliun. Peningkatan tersebut terutama berkaitan dengan: (1) kebijakan meningkatkan gaji pokok bagi PNS dan anggota TNI/POLRI sebesar rata-rata 10 persen, yang bertujuan selain untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai, juga sekaligus untuk memperbaiki rasio antara gaji pokok terendah dengan gaji pokok tertinggi, sehingga diperoleh skala gaji pokok yang lebih mencerminkan keadilan; (2) melanjutkan kebijakan pemberian gaji bulan ke-13, yang diarahkan untuk membantu pegawai dalam memenuhi beban biaya pendidikan; serta (3) menampung cadangan alokasi anggaran untuk mengantisipasi kebutuhan gaji bagi tambahan pegawai baru di instansi pemerintah pusat. Tambahan formasi pegawai baru tersebut, terutama dimaksudkan untuk menggantikan pegawai yang memasuki usia pensiun (kebijakan zero growth). Sementara itu, alokasi anggaran pada pos honorarium, vakasi, lembur dan lain-lain dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp28,1 triliun, atau meningkat sebesar Rp879,0 miliar (3,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasinya dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp27,3 triliun. Selain menampung anggaran honorarium, vakasi, dan lembur, jumlah tersebut juga menampung anggaran untuk pembayaran remunerasi pada beberapa kementerian negara/lembaga terkait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi. Pemberian remunerasi pada beberapa kementerian negara/lembaga tersebut sejalan dengan program prioritas pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi secara bertahap dan berkesinambungan, yang diikuti dengan upaya meningkatkan kesejahteraan aparatur negara. Selanjutnya, alokasi anggaran pada pos kontribusi sosial dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp61,3 triliun atau naik sebesar Rp7,0 triliun (12,9 persen) bila dibandingkan dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp54,3 triliun. Peningkatan alokasi anggaran pada pos kontribusi sosial, yang sebagian besar digunakan untuk pembayaran pensiun melalui PT Taspen (persero) dalam tahun 2011 tersebut, berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk menaikan pokok pensiun sebesar 10 persen, dan melanjutkan pemberian pensiun ke-13. Di samping itu, anggaran kontribusi sosial juga disiapkan untuk menampung beban kewajiban pemerintah guna memenuhi iuran jaminan kesehatan melalui PT Askes (persero), yang ditujukan untuk mendukung upaya perbaikan pelayanan asuransi kesehatan kepada pegawai, pensiunan, veteran nontuvet, serta tambahan manfaat jaminan kesehatan bagi Menteri, pejabat setingkat Menteri, dan pejabat eselon I.
Alokasi Anggaran Belanja Barang Alokasi anggaran belanja barang dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp131,5 triliun atau 1,9 persen terhadap PDB. Jumlah ini, menunjukkan peningkatan sebesar Rp18,9 triliun atau 16,8 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja barang yang Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -119
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp112,6 triliun (1,8 persen terhadap PDB). Alokasi anggaran pada pos belanja barang tersebut, terutama diarahkan untuk: (1) menjaga kelancaran penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat, dan pemeliharaan aset, termasuk penyediaan belanja operasional bagi satuan kerja baru; dan (2) menyediakan dana untuk biaya perjalanan dalam rangka mendukung tugas pokok. Anggaran belanja barang dalam RAPBN tahun 2011 tersebut dialokasikan untuk pos belanja barang dan jasa, pos belanja pemeliharaan, dan pos belanja perjalanan. Alokasi anggaran untuk pos belanja barang dan jasa dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp100,4 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp16,2 triliun (19,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi belanja barang dan jasa yang ditetapkan dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp84,2 triliun. Peningkatan anggaran tersebut, selain dipengaruhi oleh naiknya harga barang-barang secara umum (inflasi), juga merupakan dampak dari perkembangan jumlah dan jenis kegiatan yang memerlukan dukungan anggaran operasional. Sementara itu, alokasi anggaran untuk pos belanja pemeliharaan dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp10,2 triliun atau naik sebesar Rp1,4 triliun (15,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja pemeliharaan yang ditetapkan dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp8,8 triliun. Selanjutnya, alokasi anggaran untuk pos belanja perjalanan dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp20,9 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp1,3 triliun (6,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja perjalanan yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp19,6 triliun. Peningkatan anggaran pada pos belanja perjalanan tersebut, lebih rendah bila dibandingkan dengan peningkatan pos belanja barang dan jasa dan pos belanja pemeliharaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi dan efektifitas pada pos belanja perjalanan.
Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal dalam APBN merupakan merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja, dan bukan untuk dijual. Dengan sifat atau karakteristik tersebut, maka belanja modal diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, secara berkesinambungan melalui pembangunan sarana-prasarana dan berbagai kegiatan ekonomi yang lebih produktif, sesuai dengan arah kebijakan pembangunan dalam RKP tahun 2011 yang memfokuskan pada kegiatan-kegiatan yang pro growth, pro poor, dan pro job. Berkaitan dengan itu, dalam rangka mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan sesuai dengan arah kebijakan, tema, dan prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2011 tersebut, alokasi anggaran belanja modal dalam RAPBN tahun 2011 ditetapkan mencapai Rp121,7 triliun atau 1,7 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp26,6 triliun, atau 28,0 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp95,0 triliun (1,5 persen terhadap PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja modal dalam tahun 2011 tersebut, sejalan dengan upaya pemerintah untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif dan berkeadilan.
IV-120
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Alokasi anggaran belanja modal tersebut, bersama-sama dengan anggaran belanja barang, akan digunakan untuk mendukung pelaksanaan ke berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh K/L, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Sasaran umum pembangunan infrastruktur dalam tahun 2011 antara lain adalah: (1) mendukung ketahanan pangan nasional; (2) meningkatkan keterhubungan antarwilayah; (3) memperkuat virtual domestic interconnectivity/Indonesia connected; (4) mengurangi back log perumahan; (5) meningkatkan ketahanan energi nasional; dan (6) menjaga ketersediaan air baku dan pengendalian banjir. Dalam kaitan ini, belanja modal akan digunakan untuk mendukung program-program yang akan dilaksanakan oleh K/L, antara lain: (1) penyediaan pembangunan infrastruktur dasar (jalan, jembatan, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik) untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat; (2) penyediaan pembangunan infrastruktur pertanian (irigasi, optimalisasi/ konservasi/reklamasi lahan, dan pengembangan agrobisnis) untuk mendukung pencapaian program ketahanan pangan; (3) pengembangan infrastruktur dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam; (4) prioritas diberikan untuk pendanaan kegiatan multiyears guna mendukung kesinambungan pembiayaan; serta (5) peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatif akibat perubahan iklim (climate change).
Alokasi Anggaran Pembayaran Bunga Utang Beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menggunakan kebijakan penganggaran defisit yang diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pada target yang telah ditetapkan. Dengan kebijakan tersebut, diperlukan alokasi sumber pembiayaan yang memadai untuk menutup defisit yang ditetapkan. Dengan semakin berkurangnya sumber pembiayaan nonutang, maka pemerintah mengandalkan pemenuhan pembiayaan melalui utang. Akibatnya, outstanding utang dari tahun ke tahun akan mengalami peningkatan. Sebagai konsekuensinya, beban utang yang ditanggung oleh pemerintah, baik beban bunga atas outstanding utang maupun biaya penerbitan/pengadaan utang yang diperlukan untuk memperolehnya, mengalami peningkatan. Beban bunga utang merupakan bagian dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah, selain pembayaran pokok jatuh tempo utang. Untuk itu, pengeluaran ini merupakan salah satu bagian yang harus didahulukan oleh pemerintah. Selain itu, bagi investor, pemberi pinjaman luar dan dalam negeri, dan lembaga internasional lainnya menilai kredibilitas pemerintah melalui kemampuan dan ketepatan waktu dalam memenuhi kewajiban utangnya. Untuk itu, perlu dilakukan perencanaan utang yang baik dan hati-hati, sehingga kewajiban atas utang di masa mendatang masih dalam batas kemampuan ekonomi, dan tidak menimbulkan tekanan terhadap APBN dan neraca pembayaran. Dalam memperhitungkan beban utang, beberapa variabel ikut mempengaruhi, antara lain: (1) asumsi nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dolar Amerika, dan beberapa mata uang kuat lainnya; (2) tingkat suku bunga SBI-3 bulan yang digunakan sebagai referensi bunga instrumen variable rate SBN; (3) asumsi tingkat bunga Libor dengan tingkat bunga mengambang yang digunakan sebagai referensi untuk menghitung instrument pinjaman; (4) outstanding utang; dan (5) perkiraan utang baru tahun 2011. Berdasarkan beberapa variabel di atas, pemerintah menganggarkan biaya bunga utang pada RAPBN tahun 2011 sebesar Rp116.4 triliun, atau 1,7 persen terhadap PDB. Beban bunga utang tersebut, diperuntukkan bagi pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp80,4 triliun
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -121
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp36,0 triliun. Pembayaran bunga utang tahun 2011 tersebut dapat lihat dalam Tabel IV.18).
TABEL IV.18 PEMBAYARAN BUNGA UTANG, 2010 - 2011 (miliar Rupiah) Uraian
Pembayaran Bunga Utang (triliun rupiah) i. Dalam Negeri ii. Luar Negeri Faktor-Faktor yang mempengaruhi : - Rata-rata nilai tukar (Rp/US$) - Rata-rata SBI-3 bulan (%) Pembiayaan Utang : (triliun rupiah) i. Dalam Negeri - SBN domestik (neto) - Pinjaman dalam negeri ii. Luar Negeri - Pinjaman luar negeri (neto) - SBN internasional
2010
2011
APBN
APBN-P
RAPBN
115.594,6 77.436,8 38.157,8
105.650,2 71.857,6 33.792,6
116.402,8 80.396,0 36.006,8
10.000,0 6,5
9.200,0 6,5
9.300,0 6,5
95,5 60,4 59,4 1,0 35,1 (9,9) 45,0
108,3 67,1 66,1 1,0 41,2 (0,2) 41,4
123,4 84,9 83,9 1,0 38,5 (3,0) 41,5
Sum ber : Kem enterian Keuangan
Secara persentase terhadap outstanding, pembayaran bunga utang dalam negeri relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pembayaran bunga utang luar negeri. Hal ini disebabkan oleh tingkat bunga yang diminta investor relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan instrumen dengan mata uang asing yang disebabkan mata uang rupiah yang lebih berfluktuasi dibandingkan dengan mata uang dolar Amerika. Faktor lain adalah terdapat pinjaman lunak yang memiliki terms and conditions yang lebih ringan, sehingga menekan persentase bunga utang luar negeri. Pembayaran bunga utang dalam negeri dalam RAPBN tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 11,9 persen jika dibandingkan dengan beban tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mengutamakan utang yang bersumber dari dalam negeri, yang mengakibatkan jumlah outstanding utang dalam negeri meningkat. Sementara itu, bunga pinjaman luar negeri diperkirakan juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan pembayaran bunga utang luar negeri relatif lebih kecil yakni sebesar 6,6 persen jika dibandingkan dengan peningkatan pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar 11,9 persen. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk mengutamakan utang yang bersumber dari SBN dibandingkan dengan utang yang bersumber dari pinjaman. Hal ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada lender, dan meningkatkan fleksibilitas penggunaan dana yang diperoleh dari utang yang diterbitkan/ditarik.
IV-122
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Melihat perkembangan Sovereign Credit Rating dan Country Risk Classification Indonesia yang secara bertahap semakin membaik dari tahun ke tahun, telah memberikan pengaruh terhadap besaran biaya pengadaan utang oleh pemerintah yang cenderung semakin efisien, baik ketika menerbitkan SBN, maupun penarikan pinjaman. Peningkatan rating 1 notch berpotensi menurunkan yield SBN valas baru sekitar 75-115 bps, sedangkan penurunan 1 level CRC berpotensi menurunkan biaya pinjaman luar negeri, khususnya fasilitas kredit ekspor baru sekitar 130-150 bps. Posisi rating Indonesia pada tahun 2010 berada pada level BB+ dengan outlook stabil (Fitch), BB dengan outlook positif (S & P), dan Ba2 (Moody), dan terakhir level 4 (CRC).
Alokasi Anggaran Belanja Subsidi Dalam tahun 2011, subsidi yang sudah berjalan namun masih diperlukan atau belum berakhir jangka waktu pemberiannya akan terus dilanjutkan. Namun demikian, pemberian subsidi tersebut akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran. Mengingat keterbatasan anggaran negara, maka pemberian subsidi harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara, dan harus diberikan untuk hal-hal yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak, terutama masyarakat yang kurang mampu. Mengingat subsidi merupakan program pemerintah, maka pengajuan usulan subsidi dilakukan oleh kementerian negara/lembaga yang mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan demikian, usulan subsidi diajukan bersamaan dengan pengajuan kegiatan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-KL). Alokasi anggaran subsidi dalam RAPBN 2011, direncanakan mencapai Rp184,8 triliun (2,6 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti turun sebesar Rp16,5 triliun, atau 8,2 persen bila dibandingkan dengan belanja subsidi dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp201,3 triliun. Sebagian besar dari keseluruhan alokasi anggaran belanja subsidi dalam RAPBN tahun 2011 tersebut direncanakan akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar 72,4 persen, yaitu subsidi BBM sebesar 50,2 persen dan subsidi listrik sebesar 22,2 persen, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 27,6 persen akan disalurkan untuk subsidi non-energi, yaitu: (1) subsidi pangan; (2) subsidi pupuk; (3) subsidi benih; (4) bantuan/subsidi PSO; (5) subsidi bunga kredit program; dan (6) subsidi pajak.
Subsidi Energi Dalam RAPBN tahun 2011, Pemerintah menyediakan anggaran subsidi BBM untuk beberapa jenis BBM tertentu, terdiri dari: (1) minyak tanah; (2) premium dan biopremium; dan (3) minyak solar dan biosolar. Dengan subsidi BBM jenis tertentu dan subsidi LPG Tabung 3 kilogram tersebut diharapkan kebutuhan masyarakat akan BBM dan LPG dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau. Anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan LPG Tabung 3 Kilogram dalam RAPBN 2011 direncanakan mencapai Rp92,8 triliun (1,3 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti mengalami kenaikan sebesar Rp3,9 triliun atau 4,4 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja subsidi BBM jenis tertentu dan LPG Tabung 3 Kilogram dalam APBN-P
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -123
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
tahun 2010 sebesar Rp88,9 triliun TABEL IV.19 (1,4 persen terhadap PDB). ASUMSI, PARAMETER DAN BESARAN SUBSIDI BBM JENIS TERTENTU DAN LPG TABUNG 3 KILOGRAM, 2010−2011 Peningkatan beban anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan 2010 2011 Uraian APBN-P APBN LPG Tabung 3 Kilogram dalam RAPBN 2011 tersebut, berkaitan Subsidi BBM (triliun rupiah) 92,8 88,9 dengan perubahan alpha BBM, Asumsi dan Parameter volume konsumsi BBM jenis - ICP (US$/barel) 80,00 80,00 BBM (ribu kiloliter) 36.505 36.773 tertentu, dan volume konversi - >Konsumsi Premium (ribu kiloliter) 21.454 22.960 > Minyak Tanah (ribu kiloliter) 3.800 2.000 minyak tanah ke LPG tabung 3 Kg > Solar (ribu kiloliter) 11.251 11.813 dalam RAPBN tahun 2011 - Volume LPG Tabung 3 kg (ribu metrik ton) 2.973 3.522 (Rp) 556 597 tersebut didasarkan atas -- Alpha Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 9.200 9.300 parameter-parameter sebagai - Harga Jual > Premium (Rp/liter) 4.500 4.500 berikut: (1) ICP sebesar US$80,0 > Minyak Tanah (Rp/liter) 2.500 2.500 > Solar (Rp/liter) 4.500 4.500 per barel; (2) volume konsumsi BBM jenis tertentu diperkirakan Sumber : Kementerian Keuangan mencapai 36,8 juta kiloliter (kl) dan konsumsi LPG Tabung 3 Kg sebesar 3,52 metrik ton; (3) alpha BBM sebesar Rp597/ liter; dan (4) nilai tukar rupiah sebesar Rp9.300 per dolar Amerika Serikat (lihat Tabel IV.19). Dalam rangka menghemat subsidi BBM jenis tertentu dan sekaligus mendorong diversifikasi energi alternatif, maka dalam tahun 2011 Pemerintah akan menempuh berbagai langkah kebijakan sebagai berikut: (1) optimalisasi program konversi minyak tanah ke LPG; (2) meningkatkan pemanfaatan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (BBN) yang dicampurkan ke dalam BBM bersubsidi dan bahan bakar gas (BBG); (3) melakukan kajian atas pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume; dan (4) pengendalian penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusi tertutup secara bertahap dan penyempurnaan regulasi. Dalam rangka meningkatkan kemandirian bidang energi di dalam negeri, dalam RKP tahun 2011, melalui prioritas energi, sasaran pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan tahun 2011, diarahkan pada: (1) tercapainya komposisi bauran energi yang sehat dengan menurunnya persentase pemanfaatan energi fosil dan meningkatnya persentase energi baru terbarukan (EBT); (2) penurunan elastisitas energi; (3) pemanfaatan potensi pendanaan domestik dan skema pendanaannya; (4) penyusunan dan penyempurnaan regulasi dan kebijakan guna meningkatkan jaminan dan kepastian hukum pemanfaatan energi baru terbarukan serta pengembangan konservasi dan efisiensi energi; (5) peningkatan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana energi nasional untuk memenuhi kebutuhan domestik dan komitmen ekspor; (6) peningkatan jangkauan pelayanan ketenagalistrikan; (7) pencapaian bauran energi (energy mix) primer; (8) peningkatan efektifitas subsidi pemerintah; dan (9) pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sumberdaya manusia nasional yang mendukung industri energi dan ketenagalistrikan nasional. Arah kebijakan pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan tahun 2011, yaitu: (1) diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, sehingga dicapai optimalisasi penyediaan energi regional dan nasional untuk
IV-124
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya, termasuk upaya menjamin ketersediaan pasokan domestik dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; (2) kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat: (3) peningkatan kapasitas sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan serta prioritas pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan, terutama untuk kelistrikan desa, termasuk daerah terpencil dan pengembangan jaringan gas kota; serta (4) pengembangan dan peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan guna mendorong peran serta pemerintah daerah, swasta, koperasi dan ban dan usaha lainnya; (5) restrukturisasi kelembagaan, termasuk penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan ketenagalistrikan; (6) peningkatan keselamatan dan perlindungan lingkungan dalam pembangunan energi dan ketenagalistrikan nasional. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik I.261 operasi, sertifikasi kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku mutu lingkungan. Dalam tahun 2011, subsidi listrik masih perlu disediakan, dengan pertimbangan masih lebih rendahnya tarif dasar listrik (TDL) yang berlaku bila dibandingkan dengan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik. Sebagaimana pedoman dalam RKP tahun 2011, pemerintah mengupayakan beberapa kebijakan dalam rangka mengendalikan anggaran subsidi, khususnya subsidi BBM dan subsidi listrik. Selama beberapa tahun terakhir, realisasi anggaran subsidi listrik mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Untuk mengendalikan anggaran subsidi listrik, maka Pemerintah bersama PT PLN (Persero) secara bertahap terus melakukan langkah-langkah dan upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik, dengan antara lain: (1) program penghematan pemakaian listrik (demand side) melalui penurunan susut jaringan(losses); dan (2) program diversifikasi energi primer di pembangkit tenaga listrik (supply side), melalui optimalisasi penggunaan gas, penggantian High Speed Diesel (HSD) dengan Marine Fuel Oil (MFO), peningkatan penggunaan batubara, pemanfaatan biofuel, dan panas bumi; (3) penyesuaian TDL sebesar 15 persen yang akan diberlakukan mulai awal tahun 2011; dan (4) pemerintah menerapkan tarif dasar listrik (TDL) sesuai dengan harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energi diatas 50 persen konsumsi rata-rata nasional tahun 2010 bagi pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6600 VA ke atas. Selain perbaikan pada sisi permintaan dan penawaran (demand and supply side), Pemerintah juga mengupayakan pembenahan pada PT PLN (Persero). Untuk menjaga agar PT PLN (Persero) tidak mengalami kesulitan likuiditas dan pendanaan, maka pemerintah memberikan margin usaha. Hal ini merupakan upaya agar kondisi keuangan PT PLN (Persero) semakin baik dan bankable, yang antara lain ditunjukan dengan indikator Consolidated Interest Coverage Ratio (CICR) di atas 2 persen. Tingkat CICR di atas 2 persen diperlukan oleh PT PLN (Persero) agar dapat memenuhi syarat untuk melakukan penerbitan global bond di pasar internasional. Pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar internasional tersebut diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik yang merupakan faktor penting dalam menjamin ketersediaan pasokan listrik, dan pertumbuhan penjualan tenaga listrik (growth sales) untuk memenuhi peningkatan kebutuhan masyarakat.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -125
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Dalam rangka mengendalikan beban subsidi listrik, Pemerintah bersama DPR-RI telah menyepakati untuk menurunkan subsidi listrik secara bertahap dengan tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam perkembangannya, BPP listrik sejak tahun 2009 mengalami kenaikan akibat naiknya beberapa harga komponen utama untuk dapat menghasilkan tenaga listrik. Berkaitan dengan hal itu, Pemerintah merasa perlu untuk menyesuaikan tarif dasar listrik (TDL) rata-rata sebesar 10 persen yang telah dilaksanakan sejak awal bulan Juli tahun 2010. Dalam hal ini, bagaimanapun Pemerintah tetap berpihak kepada rakyat kecil, dengan tidak menetapkan kenaikan TDL bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau pelanggan pengguna listrik dengan daya 450 watt dan 900 watt. Selain berbagai kebijakan tersebut di atas, perhitungan beban subsidi listrik dalam tahun 2011 juga berdasarkan pada asumsi dan parameter-parameter sebagai berikut: (1) ICP sebesar US$80,0/barel; (2) nilai tukar rupiah sebesar Rp9.300 per dolar Amerika Serikat; (3) margin usaha PT PLN sebesar 8 persen; (4) perkiraan peningkatan penjualan tenaga listrik berkisar 7,4 persen dari penjualan tahun 2010; dan (5) susut jaringan (losses) sebesar 9,35 persen. Anggaran subsidi listrik dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp41,0 triliun (0,6 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti lebih rendah sebesar Rp14,1 triliun, atau 25,6 persen dari beban anggaran belanja subsidi listrik dalam tahun 2010 sebesar Rp55,1 triliun (0,9 persen terhadap PDB) (lihat Tabel IV.20). Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi listrik dalam RAPBN tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan rencana penyesuaian TDL sebesar 15 persen, yang akan diberlakukan mulai awal tahun 2011. TABEL IV.20 ASUMSI, PARAMETER DAN BESARAN SUBSIDI LISTRIK, 2010−2011 Uraian Subsidi Listrik (triliun rupiah) Asumsi dan Parameter - ICP (US$/barel) - Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) - TDL (%) - Margin (%) - Energy Sales (TWh) - Growth Sales (%) - Energy Losses (%)
2010 APBN-P
2011 APBN
55,1
41,0
80,00 9.200 10,0 8,0 143,26 6,60 9,41
80,00 9.300 15,0 8,0 153,85 7,40 9,35
Sumber : Kementerian Keuangan
Subsidi Non-energi Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran subsidi pangan direncanakan sebesar Rp15,3 triliun (0,2 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti lebih tinggi sebesar Rp1,3 triliun, atau 9,6 persen dari alokasi anggaran belanja subsidi pangan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp13,9 triliun (0,2 persen terhadap PDB). Kebijakan penyediaan subsidi pangan ini diberikan dalam bentuk penjualan beras kepada rumah tangga sasaran (RTS) dengan harga terjangkau daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam tahun 2011, program subsidi pangan ini disediakan untuk menjangkau 17,5 juta RTS, dalam bentuk penyediaan beras murah
IV-126
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
oleh Perum Bulog sebanyak 3,1 juta ton. Jumlah tersebut akan dialokasikan untuk jangka waktu 12 bulan, dengan alokasi sebanyak 15 kg per RTS per bulan dan harga jual raskin sebesar Rp1.600 per kg (lihat Tabel IV.21).
TABEL IV.21 SUBSIDI PANGAN, 2010−2011 Uraian
Subsidi Pangan (triliun rupiah)
2010 APBN-P
2011 APBN
13,9
15,3
2.927.278
3.147.841
Asumsi dan Parameter
- Kuantum (ton)
Sementara itu, ketahanan pangan 17,5 17,5 > RTS (juta KK) 12 12 > Durasi (bulan) dalam upaya untuk mendorong 13 - 15 15 > Alokasi (kg/RTS/bulan) swasembada pangan pokok - HPB (Rp/kg) 6.285 6.450 terhadap lonjakan harga dan - Harga jual (Rp/kg) 1.600 1.600 ketersediaan kebutuhan pangan di Sumber : Kementerian Keuangan & BPS dalam negeri, dipandang perlu terus ditingkatkan. Dalam RKP tahun 2011 melalui prioritas ketahanan pangan, sasaran peningkatan ketahanan pangan tahun 2011, adalah: (1) terpeliharanya dan meningkatnya tingkat pencapaian swasembada bahan pangan pokok; (2) terbangunnya dan meningkatnya luas layanan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi; (3) menurunnya jumlah dan persentase penduduk dan daerah yang rentan terhadap rawan pangan; (4) terjaganya stabilitas harga bahan pangan dalam negeri; (5) meningkatnya kualitas pola konsumsi pangan masyarakat dengan skor pola pangan harapan (PPH) menjadi sekitar 88,1; (6) meningkatnya PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan pertumbuhan sekitar 3,7 persen; serta (7) tercapainya indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 105 dan Nilai Tukar Nelayan menjadi 107. Untuk mencapai sasaran prioritas ketahanan pangan tersebut, maka arah kebijakan pembangunan ketahanan pangan ditekankan pada: (1) pelaksanaan perluasan lahan pertanian, dan perikanan sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan dan tata ruang; (2) perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian dan perikanan khususnya jaringan irigasi serta jalan usaha tani dan produksi di daerah sentra produksi; (3) penyediaan benih/ bibit unggul dan dukungan terhadap pengembangan industri hilir pertanian dan perikanan hasil inovasi penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian; (4) pemantapan cadangan pangan pemerintah dan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat; (5) stabilisasi harga bahan pangan dalam negeri; serta (6) jaminan ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melalui perbaikan mekanisme subsidi pupuk. Dalam rangka mendukung upaya tersebut, maka dalam RAPBN 2011, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi pada sektor pertanian, yaitu subsidi pupuk dan subsidi benih. Subsidi pupuk diberikan dalam rangka membantu meringankan beban petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk dengan harga yang relatif lebih murah, dan sekaligus mampu mendukung program ketahanan pangan secara berkesinambungan. Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan secara tertutup melalui masing-masing perusahaan produsen pupuk, yaitu PT Pupuk Sriwijaya, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Kujang Cikampek, dan PT Pupuk Iskandar Muda. Apabila pada tahun sebelumnya subsidi pupuk terdiri dari subsidi harga, dan bantuan langsung pupuk (BLP), maka dalam rangka tertib anggaran, mulai tahun 2011 subsidi pupuk hanya menampung anggaran subsidi harga, sedangkan anggaran BLP direalokasikan ke
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -127
Bab IV
Kementerian/Lembaga (Kementerian Pertanian). Alokasi anggaran subsidi pupuk tahun 2011 direncanakan sebesar Rp16,4 triliun (0,2 persen terhadap PDB). Jumlah ini berarti lebih rendah Rp2,0 triliun atau 11,1 persen bila dibandingkan dengan alokasi anggaran subsidi pupuk dalam APBNP tahun 2010 sebesar Rp18,4 triliun (0,3 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi pupuk dalam RAPBN tahun 2011 tersebut terutama berkaitan dengan realokasi anggaran BLP ke Kementerian/Lembaga (Kementerian Pertanian), dan rencana menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk dalam tahun 2011. (lihat Tabel IV.22).
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
TABEL IV.22 ASUMSI, PARAMETER DAN BESARAN SUBSIDI PUPUK, 2010−2011 2010
Uraian
APBN-P
Subsidi Pupuk (triliun rupiah) Faktor-faktor yang mempengaruhi : a. Volume ( ribu ton) - Urea - SP-36/Superphose - ZA - NPK - Organik b. Harga Pokok Produksi (ribu/ton) - Urea - SP-36/Superphose - ZA - NPK - Pupuk Organik c. Harga Eceran Tertinggi (ribu/ton) - Urea - SP-36/Superphose - ZA - NPK - Organik
2011 APBN
18,4
16,4
9.316 4.816 849 842 2.095 715
11.282
3.207 2.891
4.847 1.617
3.132 3.139 2.422 5.100 1.663
1.600 2.000 1.400 2.300 700
1.800 2.200 1.650 2.450 700
2.307
5.820 1.000 950 2.420 1.092
Sumber : Kementerian Pertanian
Sejalan dengan itu, dalam rangka membantu petani memenuhi kebutuhan akan sarana produksi pertanian, dan mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian melalui penyediaan benih unggul untuk padi, jagung, dan kedelai dengan harga terjangkau, maka dalam RAPBN tahun 2011 juga dialokasikan anggaran untuk subsidi benih sebesar Rp120,3 miliar. Jumlah ini berarti lebih rendah sebesar Rp2,1 triliun atau 94,7 persen jika dibandingkan dengan anggaran subsidi benih dalam tahun 2010 sebesar Rp2,3 triliun. Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi benih dalam RAPBN tahun 2011 tersebut terutama berkaitan dengan realokasi anggaran cadangan benih nasional (CBN), dan anggaran bantuan langsung benih unggul (BLBU) ke Kementerian/Lembaga (Kementerian Pertanian). Hal tersebut dilakukan dalam rangka tertib anggaran, dimana tahun 2011 subsidi benih hanya menampung subsidi harga benih bersubsidi. Dalam tahun sebelumnya, subsidi benih menampung anggaran subsidi harga benih bersubsidi, anggaran CBN, dan anggaran BLBU. Sementara itu, untuk memberikan kompensasi finansial kepada BUMN yang diberikan tugas untuk menjalankan kewajiban pelayanan umum (public service obligation/PSO), seperti penyediaan jasa di daerah tertentu dan/atau dengan tingkat tarif yang relatif lebih murah dari harga pasar (seperti angkutan kapal laut dan kereta api kelas ekonomi), dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran untuk bantuan/subsidi PSO sebesar Rp1,9 triliun. Jumlah ini berarti lebih tinggi sebesar Rp0,5 triliun (36,5 persen) bila dibandingkan dengan anggaran belanja bantuan subsidi PSO dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp1,4 triliun. Lebih tingginya alokasi anggaran subsidi/bantuan PSO dalam RAPBN tahun 2011 tersebut terutama berkaitan dengan kenaikan biaya pokok produksi atas penyediaan barang/jasa yang mendapat subsidi/PSO. Anggaran belanja subsidi/bantuan PSO dalam tahun 2011 tersebut dialokasikan masing-masing kepada PT Kereta Api (Persero) sebesar Rp0,6 triliun untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni sebesar Rp0,9 triliun untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut kelas ekonomi; PT Posindo sebesar Rp0,3 triliun untuk tugas layanan jasa pos di daerah terpencil; dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara sebesar Rp0,1 triliun untuk penugasan layanan berita berupa teks, foto, radio, multimedia, english news, dan televisi. IV-128
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Selanjutnya, dalam rangka menunjang upaya peningkatan ketahanan pangan dan mendukung program diversifikasi energi, Pemerintah akan meneruskan kebijakan pemberian subsidi bunga kredit program, dalam bentuk subsidi bunga kredit untuk program ketahanan pangan dan energi (KKP-E), termasuk penyediaan anggaran atas risk sharing terhadap KKP-E bermasalah yang menjadi beban pemerintah, serta kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan (KPEN-RP). Selain dialokasikan melalui ketiga skim tersebut, subsidi bunga kredit program yang bertujuan untuk membantu meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana dengan bunga yang relatif lebih rendah, juga dialokasikan untuk kredit program eks-Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM); kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh) dan Rusunami; subsidi bunga pengusaha NAD, Sumut, Sumbar, Jambi dan Jabar; Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR); subsidi bunga kredit berupa kredit usaha sektor peternakan; resi gudang; subsidi bunga untuk air bersih; serta subsidi Pengembangan Ekspor Nasional. Dengan langkah-langkah kebijakan tersebut, dalam RAPBN tahun 2011, direncanakan alokasi anggaran bagi subsidi bunga kredit program sebesar Rp2,6 triliun. Bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi anggaran belanja subsidi bunga kredit program dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp2,9 triliun, maka alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp0,3 triliun, atau 8,3 persen. Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam RAPBN 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan penurunan alokasi anggaran kredit pengembangan energi nabati, dan revitalisasi perkebunan (KPENRP). Selanjutnya, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dalam RAPBN tahun 2011 Pemerintah juga tetap mengalokasikan subsidi pajak berupa pajak ditanggung pemerintah sebesar Rp14,8 triliun, yang terdiri dari subsidi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP), dan fasilitas bea masuk DTP. Alokasi anggaran subsidi pajak dalam tahun 2010 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp3,7 triliun (20,0 persen), jika dibandingkan dengan belanja subsidi pajak dalam APBN-P tahun 2010 yang mencapai Rp18,4 triliun. Lebih rendahnya alokasi anggaran subsidi pajak dalam RAPBN 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan penghapusan beberapa jenis pajak yang diberi fasilitas pajak ditanggung pemerintah (DTP). Dalam tahun 2011, alokasi anggaran subsidi pajak penghasilan berupa PPh DTP direncanakan mencapai sebesar Rp3,5 triliun. Jumlah ini terdiri dari PPh DTP atas kegiatan panas bumi sebesar Rp1,0 triliun, PPh DTP atas bunga imbal hasil atas SBN yang diterbitkan di pasar internasional sebesar Rp1,5 triliun, dan PPh DTP atas hibah dan pembiayaan internasional dari lembaga keuangan multilateral sebesar Rp1,0 triliun. Alokasi anggaran subsidi pajak penghasilan dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp0,9 triliun atau 20,9 persen, jika dibandingkan dengan subsidi pajak penghasilan dalam APBN-P tahun 2010 yang mencapai Rp4,4 triliun. Penurunan rencana pemberian subsidi PPh DTP dalam tahun 2010 tersebut berkaitan dengan makin berkurangnya jenis pajak penghasilan yang ditanggung Pemerintah. Di samping subsidi pajak penghasilan, dalam tahun 2011 juga dialokasikan subsidi pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp9,3 triliun, yang terdiri dari: (1) subsidi PPN atas penjualan BBM, BBN, dan LPG tabung 3 kg bersubsidi dalam negeri sebesar Rp6,0 triliun; (2) Subsidi PPN atas impor eksplorasi sebesar Rp2,8 triliun; dan (3) Subsidi PPN adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebesar Rp0,5 triliun. Alokasi anggaran subsidi pajak pertambahan nilai dalam tahun 2011 tersebut berarti lebih
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -129
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
rendah sebesar Rp2,8 triliun atau 23,0 persen, jika dibandingkan dengan anggaran subsidi pajak pertambahan nilai pada APBN-P dalam tahun 2010 sebesar Rp12,0 triliun. Sementara itu, fasilitas bea masuk DTP dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp2,0 triliun, yang berarti sama dengan fasilitas bea masuk DTP dalam APBN-P dalam tahun 2010.
Alokasi Anggaran Belanja Hibah Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran belanja hibah direncanakan sebesar Rp771,3 miliar, yang berarti terjadi peningkatan sebesar Rp528,1 miliar bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja hibah yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp243,2 miliar. Kebijakan alokasi anggaran hibah kepada daerah untuk tahun 2011 masih dititikberatkan pada kelanjutan dari program tahun 2010, yaitu diarahkan pada upaya mendukung peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar umum dalam bidang pendidikan, air minum, sanitasi dan perhubungan. Sumber dana hibah kepada daerah berasal dari luar negeri baik berupa penerusan pinjaman maupun penerusan hibah luar negeri Pemerintah, dengan rincian sebagai berikut: Pertama, Hibah yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri Pemerintah, yaitu Program Mass Rapid Transit (MRT) dari JBIC yang diberikan kepada Pemerintah DKI Jakarta pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp592,1 miliar. Kedua, Hibah yang bersumber dari penerusan hibah luar negeri Pemerintah, yaitu (1) Program Local Basic Education Capacity (L-BEC) dari Pemerintah Belanda dan Uni Eropa (dikelola oleh Bank Dunia) pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp53,7 miliar; (2) Program Hibah Air Minum dari AusAid pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp58,9 miliar; (3) Program Air Limbah Terpusat dari AusAid pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp28,3 miliar; (4) Program Water and Sanitation Program Sub-D (WASAP-D) dari World Bank pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp5,4 miliar; dan (5) Program Infrastructure Enhancement Grant (IEG) sebesar Rp33,0 miliar. Program MRT dilaksanakan untuk mengatasi masalah transportasi di Jakarta, dimana sebagian pendanaan untuk MRT Project bersumber dari pinjaman Japan International Cooperation Agency/JICA (dulu Japan Bank for International Cooperation/JBIC), yang akan diberikan dalam beberapa tahap. Cost-sharing yang menjadi bagian Pemerintah salah satunya diwujudkan dalam bentuk penerusan pinjaman sebagai hibah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dana hibah tersebut dipergunakan untuk membiayai kegiatan jasa konsultasi, pekerjaan sipil dan peralatan, dan alokasi cadangan dana tak terduga. Program L-BEC merupakan hibah kepada kabupaten/kota dari Komisi Eropa dan Pemerintah Belanda yang dikelola oleh Bank Dunia sebagai Trustee, dan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah di bidang pendidikan dalam konteks desentralisasi. Kapasitas yang dikembangkan antara lain bidang perencanaan, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, sistem informasi, dan sistem monitoring dan evaluasi. Program Hibah Air Minum dan Air Limbah Terpusat berasal dari Pemerintah Australia, yang bertujuan untuk meningkatkan akses penyediaan air minum bagi masyarakat yang belum memiliki akses sambungan air minum perpipaan. Hibah yang diberikan kepada 23 pemerintah daerah ini diharapkan akan dapat membantu pencapaian target pembangunan milenium (MDGs). Selanjutnya, program Water and Sanitation Program Sub-D bersumber dari Kerajaan Belanda melalui Bank Dunia. Tujuan pemberian hibah ini adalah dalam rangka pembangunan sarana pengelolaan air limbah, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). IV-130
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
Program Infrastructure Enhancement Grant (IEG) bersumber dari hibah AusAID, dan ditujukan untuk program peningkatan infrastruktur dalam mendukung proyek-proyek infrastruktur yang menjadi prioritas pembangunan. IEG ini bertujuan untuk meningkatkan dampak ekonomi dan sosial dari investasi infrastruktur melalui penyediaan hibah.
Alokasi Anggaran Bantuan Sosial Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran bantuan sosial direncanakan sebesar Rp61,5 triliun atau 0,9 persen terhadap PDB. Jumlah ini, menunjukkan penurunan sebesar Rp9,6 triliun atau 13,6 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp71,2 triliun (1,1 persen terhadap PDB). Alokasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2011 tersebut, terdiri dari: (1) alokasi dana penanggulangan bencana alam sebesar Rp4,0 triliun, dan (2) alokasi bantuan sosial yang disalurkan melalui kementerian negara/lembaga sebesar Rp57,5 triliun. Alokasi dana penanggulangan bencana alam dalam RAPBN tahun 2011 tersebut berarti lebih tinggi Rp207,2 miliar atau 5,5 persen dari pagu anggaran penanggulangan bencana alam yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp3,8 triliun. Dana penanggulangan bencana alam tersebut akan dipergunakan untuk melindungi masyarakat terhadap berbagai dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam, yang meliputi kegiatankegiatan tahap prabencana dalam rangka meningkatkan pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, tahap penanganan tanggap darurat pascabencana, dan tahap pemulihan pasca bencana melalui rehabilitasi dan rekonstruksi. Selanjutnya, alokasi anggaran bantuan sosial yang akan disalurkan melalui berbagai kementerian negara/lembaga dalam tahun 2011 sebesar Rp57,5 triliun tersebut, berarti mengalami penurunan sebesar Rp9,9 triliun, atau 14,6 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran bantuan sosial yang disalurkan melalui K/L dalam 2010 sebesar Rp67,4 triliun. Penurunan alokasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2011 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya kebijakan realokasi bantuan operasional sekolah yang semula merupakan bantuan sosial yang dialokasikan melalui Kementerian Pendidikan Nasional menjadi bagian dari transfer ke daerah. Beberapa program yang termasuk dalam kategori bantuan sosial dalam RAPBN tahun 2011 antara lain adalah: (1) bantuan operasional sekolah (BOS), dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,0 triliun, yang dialokasikan melalui Kementerian Agama. Mulai tahun 2011 ini direncanakan adanya kebijakan realokasi anggaran untuk dana bantuan operasional sekolah (BOS), yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional akan dipindahkan menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah. Realokasi anggaran BOS tersebut direncanakan mencapai Rp16,8 triliun, terdiri dari: (a) dana BOS sebesar Rp16,6 triliun; dan (b) dana cadangan (buffer funds) sebesar Rp0,2 triliun; (2)b e a s i s w a pendidikan untuk siswa dan mahasiswa miskin, dengan alokasi anggaran sebesar Rp24,9 triliun; (3) program upaya kesehatan masyarakat (pelayanan kesehatan di Puskesmas) dengan alokasi anggaran sebesar Rp916,8 miliar; (4) program upaya kesehatan perorangan (pelayanan kesehatan di rumah sakit kelas III), dengan alokasi anggaran sebesar Rp4,3 triliun; (5) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM pedesaan dengan kecamatan (PPK), dengan alokasi anggaran sebesar Rp9,6 triliun; (6) p e n g e m b a n g a n infrastruktur sosial ekonomi wilayah/penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP), dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,7 triliun; serta (7) program keluarga harapan (PKH), dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,6 triliun. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -131
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Program BOS merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Tujuan dari program BOS, yaitu membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, dan meringankan beban siswa lainnya agar semua siswa memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Program BOS diberikan kepada sekolah tingkat SD dan SMP, dan dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam membiayai pendidikan, sehingga diharapkan angka putus sekolah dapat menurun. Program BOS diberikan, baik dalam bentuk pemenuhan kebutuhan operasional sekolah, maupun dalam bentuk BOS buku. Dana BOS tersebut dialokasikan berdasarkan jumlah murid, dengan alokasi sebesar Rp397.000 untuk SD/MI kabupaten, sebesar Rp400.000 untuk SD/MI kota per murid per tahun, sebesar Rp570.000 untuk SMP/ MTs kabupaten, dan sebesar Rp575.000 untuk SMP/MTs kota per murid per tahun. Dalam tahun 2011, dana BOS akan disediakan bagi 44,1 juta siswa tingkat pendidikan dasar, dengan total alokasi anggaran sebesar Rp19,8 triliun. Di samping program BOS yang dialokasikan untuk pendidikan dasar, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran bagi program beasiswa untuk siswa miskin mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Program beasiswa untuk siswa miskin dalam tahun 2011 akan dialokasikan masing-masing untuk 5,3 juta siswa SD dan SMP dengan alokasi anggaran sebesar Rp19,5 triliun; bagi 1,3 juta siswa MI dan MTs dengan alokasi anggaran sebesar Rp702,0 miliar; bagi 892,4 ribu siswa SMA dan SMK dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,9 triliun; bagi 400,0 ribu siswa MA dengan alokasi anggaran sebesar Rp304,0 miliar; bagi 67 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,2 triliun; dan untuk 59,5 ribu mahasiswa Perguruan Tinggi Agama dengan alokasi anggaran sebesar Rp84,0 miliar. Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar, khususnya bagi penduduk miskin, maka pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang sudah dilaksanakan dalam tahun-tahun sebelumnya dalam bentuk Askeskin/Jamkesmas akan terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. Dalam tahun 2011, program jaminan pelayanan kesehatan pada masyarakat (jamkesmas) akan diberikan dalam bentuk: (1) peningkatan akses penduduk miskin dan kurang mampu di kelas III RS Pemerintah dan RS swasta tertentu yang ditunjuk, mencakup sebanyak 76,4 juta RTS, dengan alokasi anggaran bantuan sosial sebesar Rp4,3 triliun dan pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas dan jaringannya, dengan alokasi anggaran bantuan sosial sebesar Rp916,8 miliar. Dalam rangka menyempurnakan sistem perlindungan sosial, dan sekaligus sebagai upaya untuk mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDG’s), khususnya bagi masyarakat miskin, dalam tahun 2011 Pemerintah akan kembali melanjutkan program penyediaan bantuan bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) dalam pos bantuan sosial melalui program bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial (program keluarga harapan/ PKH) bagi 1,1 juta RTSM, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,6 triliun. Apabila dibandingkan dengan pelaksanaan program keluarga harapan tahun 2010, terdapat kenaikan baik untuk jumlah sasaran penerima, maupun alokasi anggarannya. Kebijakan tersebut sesuai dengan rencana target sasaran-alokasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2011-2014. Sasaran yang berhak menerima bantuan adalah: (1) anak usia 0-6 tahun dalam RTSM yang akan diberikan pelayanan kesehatan; (2) ibu hamil dan IV-132
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
Bab IV
ibu nifas dalam RTSM yang akan diberikan pelayanan kesehatan; dan (3) anak usia 6-15 tahun dalam RTSM yang akan diberikan layanan pendidikan. Selanjutnya, dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun 2011 cakupan PNPM akan diperluas ke beberapa kecamatan di perkotaan dan perdesaan, dan akan terus dilakukan harmonisasi antarprogram penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor ke dalam wadah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat antara lain meliputi: (1) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM perdesaan dengan kecamatan (PNPM Perdesaan), yang mencakup pemberdayaan di 5.216 kecamatan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp9,6 triliun; (2) penanggulangan infrastruktur sosial ekonomi wilayah penanggulangan kemiskinan perkotaan/P2KP (PNPM perkotaan), yang mencakup 10.948 kelurahan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,7 triliun; (3) PNPM infrastruktur perdesaan (PPIP) yang mencakup 1.500 desa dengan alokasi anggaran Rp1,0 triliun; (4) PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus yang mencakup seluruh kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam dan 75 kabupaten lainnya dengan alokasi anggaran Rp345,9 miliar; serta (5) PNPM Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah yang mencakup pemberdayaan di 237 kecamatan dengan alokasi anggaran Rp527,8 miliar.
Alokasi Anggaran Belanja Lain-lain Belanja Lain-lain adalah semua belanja Pemerintah pusat yang dialokasikan untuk membiayai keperluan lembaga yang belum mempunyai kode bagian anggaran, keperluan yang bersifat ad-hoc (tidak terus menerus), kewajiban pemerintah berupa kontribusi atau iuran kepada lembaga internasional yang belum ditampung dalam bagian anggaran Kementerian negara/Lembaga, dana cadangan risiko fiskal, serta mengantisipasi kebutuhan mendesak dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam RAPBN tahun 2011 direncanakan sebesar Rp26,3 triliun, atau 0,4 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti menunjukkan penurunan sebesar Rp6,6 triliun, atau 20,1 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja lain-lain dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp32,9 triliun (0,5 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2011 tersebut, antara lain berkaitan dengan dilakukannya realokasi beberapa pos anggaran dari belanja lain-lain ke belanja K/L, seperti pendanaan untuk biaya pemungutan PBB, anggaran operasional beberapa komite/lembaga, dan sebagian belanja penunjang. Selain itu, juga dilakukan realokasi anggaran penyertaan modal negara (PMN) kepada lembaga keuangan internasional dari belanja lainnya ke pos pembiayaan. Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2011 tersebut terdiri dari: (1) dana cadangan risiko fiskal (policy measures) sebesar Rp4,9 triliun; dan (2) belanja lainnya Rp21,4 triliun. Dana cadangan risiko fiskal dialokasikan antara lain berupa dana cadangan risiko asumsi makro, yang disediakan sebagai langkah antisipasi perubahan besar-besaran dalam postur APBN apabila terjadi deviasi antara berbagai asumsi ekonomi makro yang ditetapkan Pemerintah, seperti pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan realisasinya. Di samping itu, dana cadangan risiko fiskal juga menampung dana contingent liabilities, untuk proyek infrastruktur, khususnya pengadaan tanah untuk proyek jalan tol. Pemberian dukungan Pemerintah ini dimaksudkan untuk mendorong percepatan Nota Keuangan dan RAPBN 2011
IV -133
Bab IV
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2011
pembangunan jalan tol yang terkendala oleh adanya permasalahan pembebasan tanah akibat terjadinya kenaikan harga tanah yang akan digunakan dalam pembangunan jalan tol (land capping). Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka alokasi anggaran untuk dana cadangan risiko fiskal dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp4,9 triliun. Jumlah ini, berarti mengalami penurunan sebesar Rp1,1 triliun dibandingkan dengan pagu anggaran dana cadangan resiko fiskal dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp6,0 triliun. Penurunan alokasi anggaran dana cadangan risiko fiskal dalam tahun 2011 tersebut, antara lain berkaitan dengan tidak lagi dialokasikannya cadangan risiko stabilisasi harga pangan dan risiko fiskal lainnya seperti risiko lifting dan kenaikan harga gas PLN. Sementara itu, komponen lainnya dari belanja lain-lain adalah anggaran belanja lainnya yang antara lain menampung pengeluaran yang bersifat ad hoc, dan tidak diharapkan berulang, seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya, yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Dalam RAPBN tahun 2011, alokasi anggaran belanja lainnya direncanakan sebesar Rp21,4 triliun (0,3 persen terhadap PDB). Jumlah ini, berarti lebih rendah sebesar Rp5,6 triliun atau 20,7 persen bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi anggaran belanja lainnya dalam tahun 2010 sebesar Rp26,9 triliun (0,4 persen terhadap PDB). Alokasi anggaran belanja lainnya dalam tahun 2011 tersebut, antara lain dipergunakan untuk menampung: (1) operasional lembaga/komite; (2) cadangan belanja termasuk cadangan beras Pemerintah, lanjutan rehabilitasi dan rekonstruksi Sumatera Barat, dan pengembangan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE); serta (3) belanja penunjang. Selain itu, juga menampung cadangan pembangunan daerah perbatasan, penyelesaian nomor induk kependudukan, alutsista hankam, dan cadangan subsidi BBM. Alokasi anggaran belanja pemerintah Pusat menurut jenis dalam tahun 2010 dan 2011,dapat dilihat pada Tabel IV.23. TABEL IV.23 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2010-2011 (triliun rupiah ) 2010 No.
Uraian
201 1
APBN-P
% thd PDB
RAPBN
% thd PDB
180,6
2,6
1.
Belanja Pegawai
1 62,7
2,6
2.
Belanja Barang
1 12,6
1 ,8
1 31,5
1 ,9
3.
Belanja Modal
95,0
1 ,5
1 21 ,7
1 ,7
4.
Pembay aran Bunga Utang
1 05,7
1 ,7
1 1 6,4
1 ,7
5.
Subsidi
201 ,3
3,2
1 84,8
2,6
6.
Belanja Hibah
0,2
0,0
0,8
0,0
7.
Bantuan Sosial
7 1 ,2
1 ,1
61,5
0,9
8.
Belanja lain-lain
32,9
0,5
26,3
0,4
Jumlah
7 81 ,5
1 2,5
823,6
1 1 ,8
S um be r : Ke m e nte ria n Ke ua nga n
IV-134
Nota Keuangan dan RAPBN 2011