SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I.
PENDAHULUAN
TJ
EN
D
PR
R
I
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Namun demikian ketersediaan bahan bakar minyak semakin berkurang seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas masyarakat, karena BBM merupakan sumber energi yang tak bisa diperbaharui. Untuk itu efisiensi penggunaannya perlu diperhatikan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat.
N
AP
BN
–
SE
Penggunaan BBM masih sangat dominan dalam masyarakat kita. BBM dipergunakan masyarakat untuk berbagai keperluan antara lain memasak dan penerangan di rumah, bahan bakar kendaraan dan lain‐lain. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan subsidi BBM sebagai bantuan dengan tujuan menjaga stabilitas harga barang dan jasa, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah, serta insentif bagi dunia usaha dan masyarakat.
AK
SA
N
AA
Dalam Undang‐undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan alokasi anggaran subsidi BBM, tabung LPG 3 kilogram dan LGV dalam APBNP 2012 sebesar Rp137,4 triliun.
PE L
Subsidi tersebut untuk beberapa jenis BBM tertentu (minyak tanah, premium dan bio premium; dan minyak solar & biosolar) serta untuk LPG tabung 3 kg dan LGV.
AN G
G
AR
AN
D
AN
Dengan subsidi BBM jenis tertentu, LPG Tabung 3 kg dan LGV tersebut diharapkan kebutuhan masyarakat akan BBM, LPG tabung 3 kg dan LGV dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau. Besaran subsidi BBM, LPG tabung 3 kg dan LGV dalam APBN tahun 2013 sangat tergantung pada parameter yang digunakan sebagai dasar perhitungan subsidi, sebagai berikut: (1) ICP sebesar US$100,0 per barel; (2) volume konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan mencapai 46,0 juta kiloliter (kl) dan konsumsi LPG tabung 3 kilogram sebesar 3,9 metrik ton; (3) alpha bbm rata‐rata sebesar Rp642,6/liter; dan (4) nilai tukar rupiah sebesar Rp9.300,0/US$.1
IS
A
II. BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM SUBSIDI BBM
AL
1. Produksi dan Lifting minyak terus mengalami penurunan
BI
R
O
AN
Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam penting yang dimiliki oleh Indonesia.Selain sebagai sumber energi, minyak dan gas bumi memberikan kontribusi yang cukup besar dalam APBN dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak.Kontribusi minyak dan gas bumi mencapai 16 persen terhadap penerimaan negara diluar hibah pada tahun 2013. Namun demikian, data yang ada menunjukkan produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan seperti yang terlihat pada Grafik.1.
1
Kementerian Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2013
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 58
I
Pada tahun 2000, produksi minyak bumi Indonesia mencapai 1.415 MBOEPD dan kemudian turun menjadi 1.341 MBOEPD pada tahun berikutnya.Dua belas tahun kemudian, yaitu tahun 2012, produksi minyak bumi Indonesia hanya sebesar 860 MBOEPD. Dengan kata lain telah terjadi penurunan produksi hingga 39 persen lebih dibandingkan dengan produksi pada tahun 2000.
PR
1341
D
1415
1400
1147
1096 1062
1006
954
977
949
945
902
860
SE
1000
EN
1252
1200
TJ
1600
R
Grafik. 2 Produksi Minyak Bumi Indonesia (MBOEPD)
800
Produksi
BN
–
600
AP
400 200
SA
N
AA
N
0
AK
Sumber: SKK Migas
AR
AN
D
AN
PE L
Sementara itu realisasi lifting selalu lebih rendah dari yang ditargetkan dalam APBN. Dari data tahun 2007 s.d tahun 2012, realisasi lifting minyak bumi selalu lebih rendah dari yang ditargetkan dalam APBN. Pada tahun 2007 dari yang ditargetkan sebesar 950 ribu barel per hari dalam APBN‐P namun realisasinyahanya sebesar 899 ribu barel per hari. Bahkan pada tahun 2011, realisasi lifting minyak bumi hanya mencapai 900 ribu barel per hari dari yang ditargetkan sebesar 970 ribu barel perhari.
IS
AL
A
AN G
G
Target lifting dalam APBN merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh Migas dan PNBP Migas. Rendahnya realisasi lifting minyak bumi dari target yang telah ditetapkan tentunya akan mengganggu target penerimaan negara dari PPh Migas dan PNBP Migas.
AN
BI
R
O
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 59
Grafik.1 Lifting Minyak Bumi dalam APBN 980 960
970
965
960
APBN 950
954
950 931
930
PR
927
R
940
I
944
920
D
APBN‐P 900
899
LKPP
TJ
EN
900
SE
880
–
860 2009
2010
2011
2012
BN
2008
AP
2007
N
Sumber: Kementerian Keuangan
N
AA
Terus turunnya produksi minyak nasional disebabkan sudah tuanya sumur‐sumur yang dieksploitasi.
PE L
AK
SA
Untuk mendongkrak produksi minyak, pemerintah juga mendorong eksplorasi migas. Hasil eksplorasi yang dilakukan saat ini, baru dapat dirasakan 10 tahun mendatang. Padahal, tidak semua kegiatan eksplorasi tersebut dapat berlanjut menjadi produksi migas.
AN
D
AN
Dari tahun 2001 hingga 2012, ada sekitar 175 kontrak kerja sama (KKS) migas baru. Namun hanya 10 KKS saja yang bisa berlanjut ke rencana pengembangan (Plan of Development/PoD). Penemuan yang terbesar hanya di Cepu, sedangkan yang lainnya kecil‐kecil.2
AL
IS
A
AN G
G
AR
Sebaliknya, kalangan praktisi perminyakan menilai kondisi produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia dalam situasi terpuruk karena masih banyak cadangan migas belum tergarap atau belum ditemukan. Padahal Indonesia memiliki potensi cadangan migas yang besar. Cadangan minyak bumi di perut bumi Indonesia diperkirakan mencapai 80 miliar barel, sementara produksi nasional baru 23 miliar sejak 1884 sampai 2010. Sedangkan gas bumi yang belum digarap, berjumlah lebih dari 100 TCF.
BI
R
O
AN
2
Susilo Siswoutomo – Wakil Menteri ESDM dalam http://bisnis.liputan6.com/read/515841/wamenesdm mengelolaindustrimigassepertimemeliharaorangtua, diakses tanggal 29 April 2013
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 60
Sering berubahnya perundangan dan regulasi serta aturan main mengurangi minat investasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, sehingga produksi nasional terus menurun.3
D
PR
R
I
Dengan kecenderungan produksi minyak bumi yang terus menurun tersebut maka Sasaran Utama Pembangunan Nasional bidang energi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010‐2014 yaitu meningkatnya produksi minyak bumi yang pada tahun 2014 mencapai 1,01 juta barel per hari sepertinya tidak bisa dipenuhi.
EN
2. Beban subsidi BBM
SE
TJ
Alokasi anggaran subsidi BBM dalam APBN setiap tahunnya terus mengalami peningkatan dari Rp83.792,3 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp193.805,2 miliar pada tahun 2013, seperti yang terlihat dalam tabel 2.
AP
BN
–
Dalam kurun waktu tahun 2007 – 2013 rata‐rata subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp120.948,0 miliar. Alokasi subsidi BBM terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp165.161,3 miliar dan tahun 2013 sebesar Rp193.805,2 miliar.
SA
N
AA
N
Apabila dibandingkan dengan penerimaan migas, rata‐rata subsidi BBM mencapai 50,7 persen. Bahkan untuk tahun 2013, alokasi subsidi BBM mencapai 78,7 persen jika dibandingkan dengan penerimaan migas yang sebesar Rp246.250,0 miliar.
Subsidi Energi BBM
Listrik
(1)
(2)
AN
Uraian
PE L
AK
Tabel 2. Subsidi BBM, Listrik dan Penerimaan Migas dalam APBN
Total
(3)=(1)+(2)
(miliar rupiah) % Subsidi Energi Terhadap Penerimaan Migas BBM Listrik Total
(4)
(5)=(1)/(4)*100
(6)=(2)/(4)*100
(7)=(5)+(6)
168.784,2 288.635,9 175.795,7 211.605,9 266.586,1 266.227,8 246.250,0 1.623.885,6 231.983,7
49,6 48,2 25,6 38,9 62,0 51,6 78,7 354,6 50,7
19,6 29,1 28,2 27,2 33,9 24,4 32,9 195,3 27,9
69,2 77,3 53,8 66,1 95,9 76,0 111,6 549,9 78,6
IS
A
AN G
G
AR
AN
D
LKPP 2007 83.792,3 33.073,5 116.865,8 LKPP 2008 139.106,7 83.906,5 223.013,2 LKPP 2009 45.039,4 49.546,5 94.585,9 LKPP 2010 82.351,3 57.601,6 139.952,9 LKPP 2011 165.161,3 90.447,5 255.608,8 APBNP 2012 137.379,8 64.973,4 202.353,2 APBN 2013 193.805,2 80.937,8 274.743,0 Jumlah 846.636,0 460.486,8 1.307.122,8 Rata‐rata 120.948,0 65.783,8 186.731,8 Sumber: Kementerian Keuangan RI (diolah)
Penerimaan Migas (PPh +PNBP)
BI
R
O
AN
AL
Jika subsidi BBM diakumulasikan dengan subsidi listrik, maka untuk tahun 2013 persentase subsidi energi terhadap penerimaan migas mencapai 111,6 persen. Artinya, subsidi energi telah menyedot seluruh penerimaan migas yang sesungguhnya bisa dialokasikan untuk program prioritas lainnya.Terlebih lagi bila dikaitkan dengan trend realisasi produksi (lifting) minyak bumi yang terus menurun dari tahun ke tahun.Dalam rangka menciptakan APBN yang sustainable,
3 John S Karamoy – pengamat perminyakan dalam http://jaringnews.com/ekonomi/sektor riil/36562/pengamatproduksimigasindonesiakianterpuruk, diakses tanggal 16 April 2013)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 61
maka diperlukan adanya formulasi kebijakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap migas dari sisi penerimaan negara dan mengurangi alokasi anggaran subsidi energi pada sisi belanja. Tabel 3. Proporsi Subsidi BBM terhadap Belanja Pemerintah Pusat (miliar rupiah) LKPP
2012
2013
2011
APBN-P
APBN
Share (%)
2010
127669,7
148078,1
175.737,9
212.255,1
241.606,3
20,3
21,2
19,9
19,8
20,9
2. Belanja Barang
80667,9
97596,8
124.639,5
162.012,3
200.735,2
12,8
14,0
14,1
15,1
17,4
3. Belanja Modal
75870,8
80287,1
117.854,5
176.051,4
184.363,5
12,1
11,5
13,3
16,5
16,0
4. Pembayaran Bunga Utang
93782,1
88383,2
93.262,0
117.785,4
113.243,8
14,9
12,7
5. Subsidi
138.082,1
192.707,1
295.358,2
245.076,3
317.218,6
22,0
27,6
202.353,2
274.743,0
15,0
165.161,3
137.379,8
193.805,2
7,2
- Subsidi Listrik b. Non Energi
49.546,5 43.496,2
57.601,6 52.754,2
90.447,5 39.749,4
64.973,4 42.723,1
80.937,8 42.475,6
7,9 6,9
BN
D
EN
9,8
22,9
27,5
20,1
28,9
18,9
23,8
11,8
18,7
12,8
16,8
8,3 7,6
10,2 4,5
6,1 4,0
7,0 3,7 0,3
70,0
300,1
1.790,9
3.621,3
-
0,0
0,0
0,2
73.813,6
68.611,1
71.104,3
86.028,0
73.608,8
11,7
9,8
8,0
8,0
6,4
8. Belanja Lain-lain
38.926,2
21.673,0
5.465,4
68.535,0
19.983,4
6,2
3,1
0,6
6,4
1,7
628.812,4
697.406,4
883.721,9
1.069.534,4
1.154.380,9
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Jumlah
AA
Sumber: Kementerian Keuangan (diolah)
AP
-
7. Bantuan Sosial
N
6. Belanja Hibah
2013
33,4
TJ
255.608,8
82.351,3
2012
11,0
SE
139.952,9
45.039,4
2011
10,6
–
94.585,9
- Subsidi BBM
2010
PR
2009
1. Belanja Pegawai
a. Energi
2009
I
Subsidi
LKPP
R
LKPP
PE L
AK
SA
N
Jika dibandingkan dengan Belanja Pemerintah Pusat, secara persentase, proporsi subsidi BBM (tabel 3) mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2009, proporsi subsidi BBM hanya 7,2 persen namun menjadi 16,8 persen pada tahun 2013. Proporsi ini masih dibawah Belanja Pegawai dan Belanja Barang yang pada tahun 2013 proporsinya sebesar 20,9persen dan 17,4 persen.
AN
D
AN
Namun apabila ditotalkan dengan subsidi listrik, maka proporsi subsidi energi pada tahun 2013 merupakan komponen terbesar dalam Belanja Pemerintah Pusat yaitu 23,8 persen. Diikuti oleh Belanja Pegawai dan Belanja Barang.
AR
3. Alternatif Kebijakan
IS
A
AN G
G
BBM merupakan energi fosil atau energi yang tak terbarukan, sehingga cadangannya di dalam perut bumi semakin lama semakin menipis. Jadi kebijakan mengurangi subsidi BBM tidak hanya sekedar bertujuan untuk mengurangi beban anggaran dalam APBN, namun lebih jauh sebagai salah satu upaya untuk melakukan efisiensi terhadap penggunaan energi.
BI
R
O
AN
AL
a. Kebijakan kenaikan harga BBM Merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi beban subsidi BBM yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Saat ini disparitas harga antara BBM bersubsidi dengan non subsidi sudah sedemikian besar.Harga premium bersubsidi saat ini Rp4.500 per liter, sedangkan BBM non subsidi (Pertamax) diatas Rp9.500. Namun demikian, kenaikan harga BBM tetap perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi serta kemiskinan dan pengangguran. Kenaikan harga BBM biasanya diikuti oleh kenaikan harga
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 62
barang‐barang (inflasi) yang akan berdampak kepada menurunnya daya beli masyarakat (jumlah masyarakat miskin akan meningkat). Menurunnya daya beli tersebut akan menyebabkan permintaan terhadap barang‐barang akan berkurang dan lebih jauh akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi. b. Penghematan dan Energi Alternatif
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Kenaikan harga BBM yang tidak signifikan belum tentu dapat mendorong masyarakat pengguna mobil pribadi beralih ke transportasi umum, terutama apabila transportasi publik yang nyaman, aman dan murah belum dapat disediakan. Dengan kondisi ini volume BBM bersubsidi tidak akan mengalami penurunanyang signifikan atau bisa saja melebihi kuota yang telah ditetapkan dalam APBN.
SA
N
AA
N
AP
BN
–
Untuk itu kebijakan tidak hanya bisa dilakukan dari sisi harga, tapi juga kepada volume BBM bersubsidi. Antara lain cara yang sudah ditempuh Pemerintah saat ini dengan melakukan pengendalian penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan dinas Instansi Pemerintah, Pemda, BUMN dan BUMD (Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi), mobil barang untuk kegiatan perkebunan, pertambangan dan kehutanan serta transportasi laut berupa kapal barang non perintis dan non pelayaran rakyat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM N0.1 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi Tahun 2013.
AR
AN
D
AN
PE L
AK
Selain itu penggunaan bahan bakar gas (BBG) mau tidak mau harus diprogramkan dan dilaksanakan oleh pemerintah mengingat persediaan minyak dunia semakin menipis dan diperkirakan 25 tahun lagi akan habis, sementara persediaan gas dunia masih diperkirakan 50 sampai 80 tahun lagi. Program penggunaan bahan bakar gas (BBG) atau konversi BBG oleh pemerintah harus serius dijalankan jika pemerintah dan negara tidak mau terjerat oleh krisis energi masa depan.4
G
4. Subsidi BBM tidak tepat sasaran
IS
A
AN G
Pada hakikatnya kebijakan subsidi BBM dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan untuk menekan harga BBM dalam negeri agar tetap berada pada level terjangkau untuk masyarakat kurang mampu, akibat semakin meningkatnya harga minyak dunia.
BI
R
O
AN
AL
Namun pada kenyataannya, subsidi BBM yang diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu tersebut sebagian besarnya dinikmati oleh masyarakat berada, yaitu pemilik mobil pribadi.
4
http://bahanbakarminyak.wordpress.com/page/11/diakses tanggal 26 Mei 2013
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 63
Gambar 1.Konsumsi Premium Sektor Transportasi Darat 3%
Motor
I
40%
R
4%
D
Mobil barang Umum
SE
TJ
EN
53%
PR
Mobil pribadi
BN
–
Sumber: Paparan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM tgl 18 April 2012
N
AA
N
AP
Dari paparan Ditjen Minyak dan Gas Bumi – Kementerian ESDM pada gambar 1 terlihat bahwa konsumsi premium bersubsidi terbesar adalah mobil pribadi sebesar 53 persen. Disusul sepeda motor sebesar 40 persen. Mobil barang sebesar 4 persen. Sedangkan kendaraan umum hanya 3 persen.
PE L
AK
SA
Selain salah sasaran, penyelundupan BBM juga sering terjadi, bahkan sampai dengan bulan April 2013 nilainya mencapai Rp15 miliar (box.1) Box.1. Hingga April, Penyelundupan BBM Capai Rp15 Miliar
AN
AN
D
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat, telah menangkap penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM) senilai Rp15 miliar selama empat bulan awal 2013.
AN G
G
AR
Penyelundupan BBM senilai Rp15 miliar barang bukti yang ditangkap dari Januari sampai dengan April 2013, seperti yang diungkapkan Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng.Barang bukti yang disita tersebut terdiri dari Minyak Tanah subsidi sebanyak Rp450 juta, Solar subsidi Rp7,4 miliar, Premium bersubsidi sebesar Rp670 juta, dan Solar nonsubisidi sebesar Rp6,7 miliar.
AL
IS
A
Jumlah kasus yang telah dilakukan proses hukum pada medio Januari sampai dengan bulan April tahun 2013, yang dalam proses penyidikan adalah sebanyak 206 kasus, sedangkan penuntutan atau P21, 50 kasus, dan persidangan inkrach sebesar 2 kasus.
BI
R
O
AN
Sedangkan Vice Persident Corporate Comunication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, penggunaan BBM bersubsidi di tengah laut menjadi kendala Pertamina dalam pengawasannya. Pertamina sendiri selalu terbuka untuk melakukan pengawasan, dengan menelusuri dari mana sumber BBM bersubsidi sehingga bisa diselundupkan. Menurutnya, penyebab dari penyelundupan karena adanya perbedaan harga yang jauh antara BBM bersubsidi dengan BBM yang nonsubsidi sehingga ada oknum yang memanfaatkan hal tersebut guna mengeruk keuntungan.(sumber: http://wartaaceh.com/hinggaaprilpenyelundupanbbmcapairp15m/
diakses tanggal 26 Mei 2013)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 64