BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Negara Indonesia memiliki kemajemukan agama, yang setidaknya ada 6 agama yang diakui oleh negara secara resmi. Menurut Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 pasal 1, keenam agama yang dijamin oleh negara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Secara positif, kemajemukan agama ini dapat berpotensi untuk mengembangkan keterbukaan dalam pergaulan dan toleransi antar pemeluk agama yang berbeda. Namun sebaliknya, jika kemajemukan tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan permasalahan atau konflik di tengah perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Kemajemukan agama yang ada melebur dan memberi warna dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu dampak dari kondisi ini adalah munculnya suatu fenomena sosial di tengah kehidupan masyarakat, yaitu pindah agama atau konversi agama. Selain itu, ditambah lagi dengan adanya peraturan di Indonesia tentang larangan pernikahan beda agama. Akibatnya, banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya konversi agama dan semakin memungkinkan munculnya
peristiwa
konversi
agama
1
dalam
kehidupan
masyarakat.
2
Pada kalangan selebriti, banyak yang melakukan konversi agama ketika hendak melangsungkan pernikahan. Salah satunya adalah seorang artis berparas cantik, Rianti Cartwright. Rianti mengubah keyakinannya dari seorang Muslim menjadi penganut agama Kristiani, tiga minggu menjelang pernikahannya dengan Cas Alfonso (http://www.duniaberitaterkini.com diakses tanggal 09 Oktober 2012). Selain itu, ada juga beberapa selebriti lain, misalnya Angelina Sondakh, Dian Sastro, Marsha Timothy yang memilih untuk menjadi mualaf; Pingkan Mambo dan Nafa Urbach mengubah keyakinannya dari umat Islam menjadi penganut agama Kristiani; serta Happy Salma yang memilih untuk pindah dari agama Islam ke agama Hindu. Selain di kalangan selebriti, konversi agama juga terjadi di lapisan masyarakat lainnya. Seorang mantan pejabat tinggi, Purnawirawan TNI, Laksamana Sudomo pernah mengubah keyakinannya dari Islam menjadi Kristen ketika hendak menikahi seorang wanita beragama Kristen beberapa puluh tahun yang lalu. Namun, setelah menjalani kehidupan rumah tangga selama 36 tahun, terjadilah perceraian dan Laksamana Sudomo memutuskan untuk kembali menjadi seorang Muslim (dalam http://z8.invisionfree.com, diakses tanggal 20 Januari 2013). Fenomena konversi agama tidak hanya terjadi di kalangan selebriti atau tokoh-tokoh publik. Namun, konversi agama juga terjadi di kalangan lapisan masyarakat umum. Berdasarkan hal itu, dapat terlihat bahwa konversi agama bukanlah fenomena baru, tetapi fenomena sosial yang masih berkembang dari
3
waktu ke waktu, bahkan semakin hari semakin banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, konversi agama diartikan sebagai perpindahan dari suatu agama ke agama yang lain, misalnya individu yang beragama Islam berpindah ke agama Kristen atau sebaliknya, atau individu yang beragama Kristen berpindah ke agama Budha, dan sebagainya. Pengertian ini senada dengan pernyataan Sururin (2004), yang mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang, masuk atau berpindah sistem kepercayaan. Pada
kehidupan
bermasyarakat,
konversi
agama
seringkali
menimbulkan kontroversi. Berbagai pihak menanggapi konversi agama dengan cara yang berbeda-beda, ada yang pro dan ada yang kontra. Sebagian besar pihak memang masih menentang keras dan menganggap konversi agama sebagai suatu peristiwa yang negatif. Tidak hanya itu, bahkan ada beberapa pihak menganggap bahwa konversi agama adalah murtad dan dosa besar. Namun, sebaliknya ada juga beberapa pihak yang menganggap konversi agama sebagai hak individu, karena individu bebas memilih keyakinannya sendiri. Kontroversi yang terjadi dapat menimbulkan konflik-konflik emosional baik di dalam diri individu itu sendiri, maupun dalam relasi di tengah keluarga dan masyarakat. Berikut ini adalah salah satu contoh peristiwa konversi agama yang dilakukan oleh seorang subjek wanita, berinisial MP, guru TK berusia 31 tahun
4
yang memutuskan untuk mengubah keyakinannya dari Katolik menjadi Islam pada saat menjelang pernikahan dengan pasangannya yang beragama Islam. Subjek menguraikan kisahnya dalam kutipan wawancara berikut : Aku pindah agama cuma sebagai syarat biar bisa nikah ama cowo aku. Ya.. Istilahnya atas nama cinta. Awalnya aku bingung, gimana cara nyampeinnya ke orang tua aku, mereka bakalan nggak ngijinin, karena mereka semua memiliki keyakinan agama yang kuat. Setelah 8 bulan pacaran, aku coba ngomong ke orang tua tentang rencana pernikahan. Orang tua langsung bilang nggak setuju, aku diminta putusin cowo aku dan cari yang seagama. Tapi aku nggak bisa, aku berusaha yakinin mereka, tapi nggak mengubah apapun. Ya udah, akhirnya aku tetep pada keputusan aku untuk masuk Islam dan nikah ama cowo aku ini. Orang tua aku langsung bilang, mereka ngerasa kecewa atas pilihan aku, padahal mereka berharap aku dapet yang lebih baik, karena aku anak cewe satu-satunya. Mereka udah bilang kalau mereka nggak bersedia datang di pernikahan aku, dan mereka belum mau kenal dengan suami dan mertua aku. Setelah aku mutusin untuk tetep nikah, ibu aku sakit dan dirawat di ICU selama 2 minggu. Kakak-kakak aku langsung nyalahin aku, dia bilang semua gara-gara aku. Aku jadi ngerasa bersalah, tapi aku berpikir bahwa ini keputusan aku, apapun itu aku harus terima resikonya, aku cuma bisa berdoa buat ibu aku. Syukurlah akhirnya ibu aku sembuh. Tapi sampai sekarang ibu aku jadi dingin sikapnya, beda banget ama dulu. Sampai saat ini, orang tua aku belum pernah ketemu ama suami dan anak aku. (wawancara pribadi, 23 Januari 2013). Kisah yang dialami subjek menguraikan tentang pengalaman subjek pada saat hendak mengambil keputusan untuk melakukan konversi agama dan pengalamannya setelah mengambil keputusan itu. Pada awal munculnya ide untuk melakukan konversi agama, subjek sempat merasa bingung tentang cara menyampaikan keinginan kepada orang tuanya,
karena subjek
memperkirakan bahwa orang tuanya kemungkinan
besar
telah
tidak akan
menyetujuinya. Prediksi subjek benar, orang tua subjek tidak menyetujui keinginan subjek.
Akan tetapi,
subjek tetap berpegang teguh pada
5
keputusannya.
Subjek
bersedia
menerima
resiko
yang
didapat
dari
keputusannya itu, antara lain pernikahannya tidak dihadiri oleh orang tuanya, hubungan dengan orang tua menjadi kurang baik, bahkan ketika ibu subjek sakit, pihak keluarga menyalahkan subjek dan mengaitkan kondisi ibunya dengan konversi agama yang dilakukan subjek. Pengalaman subjek tersebut merupakan salah satu bentuk konflik emosional yang dialami oleh individu yang melakukan konversi agama. Konflik yang terjadi dapat berupa konflik intrapersonal maupun konflik interpersonal. Konflik intrapersonal, yaitu konflik yang terjadi di dalam diri individu itu sendiri. Konflik intrapersonal yang dialami subjek, antara lain dalam proses pencarian nilai-nilai, tentang perbandingan aturan atau ajaran antara agama yang sebelumnya dengan agama baru yang akan dianutnya. Selain itu, individu pun pada umumnya akan memikirkan tentang caranya bersikap, cara menempatkan diri di lingkungan barunya, cara menghadapi orang-orang yang tidak menyetujui keputusannya, cara menjalankan kehidupannya setelah melakukan konversi agama, dan sebagainya. Selain pergumulan yang terjadi dalam diri, individu yang melakukan konversi agama pada umumnya juga mengalami konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi dengan pihak lain, misalnya dengan pihak keluarga, orang tua, teman-teman, dan masyarakat sekitar. Orang tua sering menganggap perpindahan agama yang dilakukan oleh anaknya sebagai suatu bentuk pemberontakan atau perlawanan terhadap orang tua, menganggap itu sebagai
6
hal yang memalukan, sehingga orang tua menjadi marah dan menentang hal itu. Selain orang tua, teman-teman ataupun lingkungan sekitar individu pada umumnya juga dapat merasa kecewa atas keputusan individu yang melakukan konversi agama. Uraian di atas menunjukkan bahwa konversi agama diwarnai oleh berbagai peristiwa yang memiliki ikatan erat dalam interaksi dengan pihak lain. Rambo (dalam Templeton dan Schwartz, 2000) menyatakan bahwa proses konversi agama merupakan proses dinamis yang tidak sederhana dan termediasi melalui orang lain, institusi, komunitas, dan kelompok tertentu. Selain itu, Rambo juga menjelaskan bahwa konversi agama adalah proses yang melibatkan waktu dan tidak hanya didasari oleh satu peristiwa; terikat secara kontekstual dengan jalinan relasi, harapan, dan situasi (Templeton dan Schwartz, 2000). Pengalaman konversi agama yang berbeda dialami oleh seorang subjek lain. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan subjek berinisial LS, seorang mahasiswi, berusia 27 tahun yang menguraikan tentang pengalaman konversi agama yang dilakukannya 2 tahun yang lalu: Sejak SMA aku memang sekolah di sekolah Katolik, cuma karena mama aku agama Budha, ya aku tetep ikut Budha aja. Pas mama udah meninggal, koko aku mulai masuk Kristen, terus disusul ama cici aku. Cici aku sering bilang, ngapain sih aku nyembah-nyembah patung. Aku jadi bingung, karena udah biasa sembahyang dengan cara Budha. Tapi aku berusaha buat nggak ngedebatin itu. Terus beberapa kali Natalan tahun-tahun kemarin, aku diajak cici aku ke gereja. Katanya sih, daripada aku nggak ada arah gitu.. Mendingan udah ikut ke gereja aja.. Tapi pas ikut-ikut ibadah disana aku ngerasa seneng aja, disana tuh rame, banyak temen, dan pas dengerin khotbahnya kayak ngena gitu.. Terus seneng juga sih jadi bisa ibadah bareng cici. Terus pas lagi berdoa
7
gitu, cici bilang, cici tuh pengen satu keluarga itu satu agama, biar kita sejalan hidupnya. Terus ya, aku jadi berpikir juga. Aku juga jadi ngerasa gimana gitu… Akhirnya, aku jadi sering ikut ke gereja dan mutusin untuk masuk ke agama Kristen. Keluarga aku ngedukung banget.. Aku dibeliin Alkitab, buku-buku agama, terus dikasih ajaran-ajaran gitu ama cici aku.. ya, aku ngerasa lebih damai dan nyaman dalam agama aku sekarang, walaupun kadang-kadang kalo ngeliat vihara, masih suka keingetan aja, dulu aku suka sembahyang disana. Terus, kalo kumpul keluarga masih suka bingung, karena kalo adat Tionghoa masih yang harus sembahyang pake hio, jadi yah suka bingung aja (wawancara pribadi- 23 Januari 2013).
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa subjek telah melakukan konversi agama dari agama Budha ke agama Kristen. Subjek memaparkan bahwa pada awalnya, subjek diajak oleh kakak perempuannya untuk mencoba ikut beribadah di gereja Kristen. Pada saat itu ternyata subjek merasa senang dan subjek merasa pesan yang disampaikan dalam khotbah mengena di hatinya. Pengalaman yang dirasakan menyenangkan oleh subjek serta dukungan dari pihak keluarga memunculkan ide dan mendorong subjek untuk melakukan konversi agama. Walaupun diawali dengan kebingungan, subjek akhirnya mulai memutuskan untuk melakukan konversi agama dan menjalankan ibadah dalam agama barunya. Subjek merasa lebih damai dan nyaman dalam menjalankan ibadah dalam agama yang dianutnya saat ini, yaitu agama Kristen Protestan. Hasil wawancara awal dengan kedua subjek menunjukkan adanya rangkaian peristiwa yang berbeda dalam pengalaman dan perjalanan konversi agama yang dilakukan. Subjek pertama, sejak awal munculnya ide diwarnai
8
dengan kebingungan dan konflik. Lingkungan keluarga subjek tidak memberikan dukungan, bahkan menentang keputusan subjek, sehingga hubungan dengan keluarga menjadi tidak baik. Namun, subjek tetap pada pendiriannya. Setelah subjek memutuskan untuk melakukan konversi agama pun, kehidupan subjek masih diwarnai berbagai pergumulan dalam dirinya dan juga dalam interaksi dengan lingkungannya, salah satunya adalah pihak keluarga. Sedikit berbeda dengan subjek kedua, keluarganya sangat mendukung konversi agama yang dilakukan subjek. Walaupun sama-sama diawali dengan kebingungan dan keraguan, tapi perjalanan konversi agama yang dilakukan subjek ini tidak terlalu mengalami konflik dengan lingkungan, karena lingkungan keluarga inti sangat mendukungnya. Konflik yang dialami oleh subjek kedua lebih berasal dari dalam diri subjek sendiri, misalnya tentang kebiasaan-kebiasaan subjek dalam beribadah dan cara subjek merespon adatadat dalam keluarganya. Akan tetapi, setelah subjek memutuskan untuk melakukan konversi agama itu, subjek merasa hidupnya lebih nyaman dan damai. Pengalaman-pengalaman subjek tersebut menggambarkan serangkaian proses yang terjadi dalam diri masing-masing subjek dan dalam proses interaksi dengan lingkungannya, terutama keluarga. Peristiwa demi peristiwa yang dialami saling berkaitan satu sama lain. Hal ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan Rambo (1993), yaitu konversi agama adalah proses yang
9
kumulatif dan interaktif. Artinya, konversi agama adalah serangkaian proses yang berkesinambungan dan saling berkaitan satu sama lain. Rambo dalam bukunya yang berjudul Understanding Religious Conversion (1993), mengungkapkan adanya beberapa tahapan yang dilalui oleh individu ketika melakukan konversi agama, yaitu tahap crisis, quest, encounter, interaction, commitment, dan consequences. Tahapan-tahapan itu dapat terjadi secara berurutan maupun secara acak atau tidak beraturan. Tahap awal umumnya dimulai dari tahap crisis, yaitu tahap yang menjadi daya utama pemicu munculnya keinginan subjek untuk melakukan konversi agama. Pada umumnya, krisis yang terjadi dalam diri individu akan memicu individu untuk berusaha mencari solusi guna mengatasi krisis yang dialami. Solusi atas krisis yang dialami akan melewati masa pencarian. Selama melakukan pencarian, individu diasumsikan telah masuk ke dalam tahap selanjutnya, yaitu tahap quest. Setelah melewati masa pencarian, selanjutnya individu akan melangkah ke tahap encounter, yaitu masa ketika individu bertemu dengan seseorang, institusi ataupun komunitas yang dianggap memiliki orientasi yang mampu menawarkan solusi bagi krisis yang dialami individu. Jika terjadi kongruensi di antara keduanya, maka tahap ini akan membawa individu kepada tahap selanjutnya, yaitu interaction. Tahap tersebut biasanya akan berlanjut kepada tahap commitment. Tahap ini merupakan pelengkap proses konversi yang memunculkan keputusan individu untuk berserah diri kepada agama yang baru,
10
biasanya ditandai dengan pelaksanaan ritual spesifik yang dimaksudkan untuk menandai pembaruan diri individu secara simbolik. Tahap terakhir konversi agama adalah consequences atau dampak dari konversi agama. Konsekuensi tersebut dapat berupa transformasi individu, yang ditampilkan melalui perubahan sikap, perubahan perilaku yang menunjukkan identitas keagamaan yang baru. Selain prosenya yang berbeda-beda, peristiwa yang melatarbelakangi, reaksi lingkungan, serta perubahan individu sebelum dan setelah melalui proses itu juga menjadi berbeda. Hal ini membuat individu memiliki penghayatan dan pemaknaan yang berbeda-beda pula tentang kehidupan serta konversi agama yang dilakukannya. Persepsi dalam melihat, menjelaskan, dan menginterpretasi peristiwa-peristiwa dalam hidupnya disebut Kelly sebagai konstruk-konstruk (Kelly dalam Feist, 2008). Konstruk-konstruk yang ada dalam diri individu memengaruhi individu dalam memahami realitas kehidupan. Setiap individu akan memahami realitas dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini yang disebut Kelly sebagai konstruk pribadi. Kelly mengartikan konstruk pribadi sebagai struktur kognitif yang digunakan individu untuk menginterpretasi dan meramal suatu peristiwa atau kejadian (Feist, 2008). Setiap individu selalu berkembang dari waktu ke waktu, begitu pula dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Oleh karena itu, konstruk-konstruk pribadi yang terbentuk dalam dirinya juga akan terus
11
mengalami perkembangan. Konstruk-konstruk pribadi yang sudah ada dapat diperbaiki, dimodifikasi, atau dielaborasi oleh individu tersebut melalui sebuah proses yang memungkinkan individu untuk melakukan evaluasi terhadap dirinya dan pengalaman hidupnya. Konstruk-konstruk yang terbentuk itu juga akan mendorong individu untuk memandang ke masa depan, berusaha mengantisipasi kejadian-kejadian dan membentuk harapan-harapan dalam diri individu. Perubahan-perubahan yang terjadi ketika individu melakukan konversi agama akan memengaruhi konstruk-konstruk pribadi individu. Individu yang melakukan konversi agama akan mengelaborasi ataupun memodifikasi dalam proses pemaknaan dan penginterpretasian terhadap keyakinan agamanya, lingkungan sosialnya, serta kebiasaan-kebiasaan dalam hidupnya. Proses tersebut diharapkan akan membawa individu menjadi pribadi baru yang lebih baik dari pribadi sebelumnya. Individu yang melakukan konversi agama memang akan menghadapi peristiwa, pengalaman, dan penghayatan yang berbeda satu sama lain. Individu yang dapat melalui setiap prosesnya dengan baik akan dapat merekonstruksi dirinya menjadi pribadi baru yang lebih baik. Akan tetapi sebaliknya, ada juga individu yang kurang dapat melaluinya dengan baik, sehingga konversi agama menjadi salah satu pemicu permasalahan dalam kehidupannya. Hal ini membuat konversi agama menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam, terutama tentang dinamika yang terjadi dalam kehidupan individu,
12
karena dalam proses konversi agama terdapat keunikan dinamika kepribadian masing-masing individu. Dinamika kepribadian yang terjadi akan ditinjau melalui penghayatan-penghayatan individu dalam menjalankan konversi agama, penyesuaian diri individu, interaksi individu dalam relasi interpersonal, antisipasi terhadap hal-hal yang mewarnai perjalanan konversi agama yang dilakukannya, serta perubahan konstruk yang dialami oleh individu terkait dengan konversi agama yang dilakukannya. Setiap proses yang dilalui diharapkan dapat mengarahkan individu kepada penghayatan yang lebih mantap akan hakikat keberagamaan dan pengalaman dalam peristiwa konversi agama yang dilaluinya.
B.
Identifikasi Masalah Konversi agama atau pindah agama merupakan salah satu fenomena sosial yang masih marak tejadi dalam kehidupan masyarakat sejak dulu sampai dengan saat ini. Peristiwa konversi agama ini ditandai dengan adanya perubahan dari agama yang satu ke agama yang lain, misalnya dari agama Budha ke agama Kristen atau sebaliknya, dari agama Kristen ke agama Islam, dan sebagainya. Semakin hari semakin banyak terdengar kabar tentang peristiwa itu, bahkan dari berbagai kisah yang terjadi dapat terlihat bahwa konversi agama telah merambah berbagai kalangan, antara lain kalangan selebriti, tokoh-tokoh masyarakat, dan juga kalangan masyarakat umum.
13
Pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama, bukanlah hal yang sederhana. Seseorang yang melakukan konversi agama, cenderung akan mengalami berbagai pergumulan baik dalam dirinya sendiri, maupun dalam konteks kehidupan dengan lingkungannya. Pergumulan yang terjadi dalam diri, misalnya mempertanyakan tentang perbedaan aturan agama, perbedaan tata cara ibadah, proses pencarian identitas dalam agama barunya, serta munculnya perasaan-perasaan negatif yang kerap kali mewarnai perasaan dan pemikirannya. Selain pergumulan di dalam diri, konversi agama juga seringkali mendapat tantangan dari pihak luar, misalnya orang tua, keluarga dan lingkungan terdekat lainnya. Reaksi yang diberikan oleh lingkungan memang berbeda-beda. Ada beberapa pihak yang cenderung memberikan reaksi negatif terhadap konversi agama, misalnya orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan konversi agama, akan menganggap anaknya telah mempermalukan keluarga dan akan diberikan sangsi tertentu. Selain itu, orang-orang di lingkungan agama sebelumnya, akan menunjukkan kekecewaan melalui perilaku mereka, misalnya dengan menjauhi, membicarakan atau bahkan mengucilkan orang yang melakukan konversi agama itu. Namun sebaliknya, ada juga pihak yang mendukung konversi agama, selama hal itu membawa dampak positif bagi individu yang melakukannya. Ketika individu yang melakukan konversi agama dihadapkan pada situasi yang cukup menimbulkan konflik, individu akan mencari cara untuk menghadapinya. Cara yang dilakukan setiap individu akan berbeda satu sama
14
lain. Ada individu yang berusaha untuk menghadapinya dengan gigih, memberanikan diri untuk menjelaskan dan menghadapi tantangan itu, apapun resikonya. Akan tetapi, ada individu yang hanya menerima reaksi lingkungan tanpa melakukan apapun, bahkan cenderung menghindari lingkungan yang menimbulkan konflik itu. Selain itu, ada juga individu yang sudah mengantisipasi konflik-konflik yang akan dihadapi sebelum mengambil keputusan untuk melakukan konversi agama. Individu sudah dapat memprediksi apa yang akan terjadi dan merencanakan apa yang akan dilakukannya. Pada intinya, perjalanan konversi agama yang dialami individu akan berbeda-beda. Proses yang diawali dengan munculnya dorongan untuk melakukan konversi agama, proses pencarian sumber-sumber yang dapat menyediakan solusi terhadap keinginannya untuk melakukan konversi, interaksi dengan relasi personal yang berkaitan dengan orientasi agama yang baru, keputusan untuk melakukan konversi agama, serta dampak yang dialami individu dari konversi agama yang dilakukannya akan berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan yang ada menjadi keunikan bagi masing-masing individu. Antisipasi, prediksi, perencanaan dan cara mengatasi konflik menjadi bagian yang khas dalam perjalanan hidup setiap individu. Semua itu terbentuk dari penghayatan dan penginterpretasian individu terhadap kehidupannya. Penghayatan dan penginterpretasian itu disebut sebagai konstruk pribadi. Konstruk pribadi ini akan memengaruhi pola pikir dan perilaku individu.
15
Konstruk pribadi akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan hidup individu dalam perjalanan hidupnya. Hal itu pula yang terjadi dalam diri individu yang melakukan konversi agama. Konversi agama tidak hanya sebatas perubahan identitas agama, tetapi peristiwa yang dialami individu ketika melakukan konversi agama, sebagian besar akan membawa perubahan-perubahan dalam diri seseorang, baik perubahan perilaku, perubahan lingkungan, dan perubahan konstruk. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketika seseorang melakukan konversi agama, akan ada suatu dinamika dalam kehidupannya, yang akan terangkum secara unik dalam bentuk dinamika kepribadian. Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka didapatkan rumusan masalah untuk penelitian ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: ”Bagaimana dinamika kepribadian individu yang melakukan konversi agama?”
C.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika kepribadian individu yang melakukan konversi agama, ditinjau dari cara individu
melihat,
menjelaskan,
dan
menginterpretasikan
pengalaman-
pengalaman dalam hidupnya, yang berkaitan dengan latar belakang keluarga, kehidupan beragama individu sebelum munculnya ide, munculnya ide dan selama pemantapan ide konversi agama, proses konversi agama, dan kehidupan individu setelah konversi agama secara resmi.
16
D.
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis : Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang dinamika kepribadian individu yang melakukan konversi agama yang terkait dengan aspek-aspek psikologi, khususnya orientasi pada psikologi kepribadian, psikologi sosial, dan psikologi klinis. Selain itu, peneliti juga berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran atau kajian ulang bagi penelitian berikutnya, khususnya topik mengenai dinamika kepribadian pada individu yang melakukan konversi agama serta hal-hal yang terkait di dalamnya.
2.
Manfaat Praktis : Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan kajian reflektif bagi pihak keluarga atau teman yang berada di sekitar individu yang melakukan konversi agama, sehingga konversi agama tidak semata-mata ditafsirkan sebagai bentuk pelanggaran atau pengkhianatan seseorang terhadap agama sebelumnya maupun keluarga. Akan tetapi, diharapkan dapat memahami proses konversi agama secara lebih terbuka, sehingga lebih dapat menerima keputusan individu dan memperlakukan subjek secara positif. Secara khusus, peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi informasi bagi individu yang melakukan konversi agama, agar mereka
17
dapat memaknai pengalaman konversi agama secara positif, sehingga mampu mengembangkan diri secara positif; lebih menghidupkan esensi keberagamaan, dan konversi agama yang dilakukan membawa perubahan positif dalam kehidupan subjek selanjutnya.
E.
Kerangka Berpikir Agama adalah falsafah hidup. Salah satu fungsi agama dalam kehidupan manusia adalah sebagai kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Agama yang dianut atau diyakini oleh individu dapat bersumber dari berbagai pihak. Salah satu sumber yang diyakini memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan beragama individu adalah pihak keluarga. Pada sebagian besar individu, agama yang dianut merupakan agama pemberian dari orang tuanya, artinya individu tersebut tidak memilih, tapi hanya mengikuti agama yang diwariskan oleh orang tuanya. Namun, pada sebagian individu lain tidaklah demikian. Banyak
individu
dalam
perkembangannya,
memutuskan
untuk
mengubah keyakinannya, menganut agama yang berbeda dari agama pilihan orang tuanya. Penyebab atau faktor-faktor yang memengaruhinya bervariasi, berbeda satu sama lain. Namun, pada intinya, ada sesuatu hal atau peristiwa yang terjadi dalam diri individu, yang membuatnya mengubah pemahaman ataupun pandangan, sampai akhirnya individu itu memutuskan untuk mengubah keyakinan agamanya, yang disebut dengan istilah konversi agama.
18
Proses konversi agama adalah serangkaian proses yang kumulatif dan interaktif. Secara sederhana, ada beberapa tahapan yang akan dilalui individu. Tahapan akan dimulai dari munculnya ide atau daya untuk melakukan konversi agama. Ketika ide itu muncul, individu tidak akan langsung mengambil suatu keputusan, tetapi akan memasuki proses pemantapan ide. Proses pemantapan ide diwarnai oleh berbagai peristiwa, antara lain pencarian informasi atau sumber-sumber keagamaan yang memiliki orientasi terhadap agama yang akan dipilih individu; lalu individu akan mempertimbangkan cara-cara untuk mewujudkan ide konversi agama. Pada tahap ini, umumnya individu akan menyampaikan ide dan pertimbangan-pertimbangannya kepada lingkungan terdekat dan lingkungan akan memberikan reaksi. Setelah tahapan ini terlalui, individu akan memasuki tahap dimana individu akan mulai bertemu dengan individu, institusi atau komunitas yang berkaitan dengan agama baru yang akan dijalankannya. Tahap ini juga akan diwarnai oleh interaksi individu dengan relasi interpersonal, yaitu orang tua, saudara kandung, teman sebaya, atau orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan individu. Serangkaian proses itu akan diakhiri dengan pengambilan keputusan oleh individu untuk melakukan konversi agama. Tahap ini secara resmi ditandai dengan suatu ritual-ritual atau tata cara yang secara simbolik menetapkan bahwa individu telah menjadi penganut baru agama tersebut secara resmi.
19
Walaupun individu telah melakukan konversi agama secara resmi, individu akan terus mengalami proses yang berkaitan dengan konversi agama yang dilakukannya. Individu akan melakukan evaluasi terhadap konversi agama yang dilakukannya, merasakan dampak yang dialami individu dari konversi agama yang dilakukannya, serta akan merasakan perkembangan diri yang dialaminya setelah melakukan konversi agama. Setiap individu akan melaluinya tahapan-tahapan proses itu secara berbeda. Tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses yang dilalui individu akan membentuk suatu dinamika yang unik pada setiap individu. Keunikan itu terlihat
melalui penghayatan atau
interpretasi
masing-masing
tentang
kehidupannya. Penghayatan atau pemaknaan itu disebut dengan istilah konstruk pribadi (Kelly dalam Feist, 2008). Konstruk pribadi ini merupakan salah satu ciri struktur kepribadian individu, yang mencakup persepsi individu terhadap peristiwa-peristiwa
dalam
hidupnya,
cara
individu
mengonstruksi
lingkungannya, cara individu mengantisipasi kejadian, dan cara individu memandang masa depannya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan individu sangatlah luas dan tak terbatas. Pada konsep ini peristiwa yang dimaksud adalah peristiwa yang terjadi dalam tahapan-tahapan proses konversi agama yang dilaluinya. Namun, tidak semua kejadian dianggap dapat menyusun pengalaman, tetapi hanya peristiwa-peristiwa bermakna. Peristiwa bermakna adalah peristiwa-
20
peristiwa
yang
dianggap
membawa
perubahan
bagi
individu
dalam
kehidupannya. Selanjutnya, cara individu mengonstruksi lingkungan pada substansinya memang berbeda dari siapa pun (Kelly dalam Feist, 2008). Konstruk pribadi yang berbeda akan mengonstruk lingkungan secara berbeda, dan lingkungan pun akan memberikan reaksi secara berbeda pula. Lingkungan yang dimaksud dalam konsep ini adalah orang-orang di sekitar individu yang memiliki relasi interpersonal dengan individu, antara lain orang tua, keluarga, tetangga, teman sebaya, rekan kerja, dan sebagainya. Jadi, penyesuaian diri yang dimaksud dalam konsep ini adalah penyesuaian diri dalam relasi interpersonal. Individu yang melakukan konversi agama, akan menghadapi berbagai situasi yang bervariasi. Pada proses yang dilalui, tidak jarang individu merasakan perubahan yang terjadi sebagai suatu ancaman, menimbulkan ketakutan, kecemasan dan rasa bersalah. Oleh karena itu, individu seakan mempersiapkan diri dengan strategi-strategi guna mengantisipasi hal-hal yang berpotensi menimbulkan permasalahan atau konflik dalam konversi agama yang dilakukannya. Selain itu, struktur kepribadian juga dapat terlihat melalui cara individu memandang masa depannya. Hal ini dapat ditunjukkan melalui harapan-harapan individu serta pandangan individu itu sendiri tentang dirinya setelah konversi agama. Seiring dengan perubahan identitas agamanya dan dinamika yang terjadi dalam perjalanan konversi agama yang dilakukannya, konstruk-konstruk pribadi
21
yang sudah ada akan mengalami perbaikan, modifikasi atau elaborasi. Individu yang melakukan konversi agama akan terus berproses dimulai pada saat sebelum munculnya ide, pada saat pemantapan ide, setelah pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama, serta evaluasi dirinya setelah melalui serangkaian proses tersebut. Perubahan konstruk itu
diiringi dengan perubahan perilaku dan
perubahan dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan akan memengaruhi perubahan dalam diri individu yang melakukan konversi agama, begitu pula sebaliknya. Proses itulah yang akan mewarnai perjalanan masing-masing individu yang melakukan konversi agama. Setelah serangkaian proses konversi agama telah terlalui, akan terbentuk individu baru dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam dirinya. Perubahan itu, diharapkan akan membawanya terhadap perkembangan diri yang membawa kepada kompleksitas kognitif, sehingga individu yang melakukan konversi agama mampu untuk lebih berempati dan waspada terhadap sistem konstruk orang lain. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan menggambarkannya kedalam kerangka berpikir seperti pada gambar 1.1 sebagai berikut :
22
Latar Belakang Kehidupan Keluarga Individu menganut agama sejak kecil (pilihan orang tua)
Individu akan melakukan Konversi Agama
Subjek Beragama
Tahapan
Munculnya ide dan Pemantapan Ide Munculnya ide konversi agama Pencarian informasi dan sumber keagamaan dalam orientasi agama yang akan dipilih. Pertimbangan untuk mewujudkan ide Reaksi awal orang terdekat
Proses Konversi Agama Pertemuan dengan individu, institusi atau komunitas agama baru Interaksi dengan orang tua, saudara kandung, teman sebaya, dan individu lain dalam relasi interpersonal. Pengambilan keputusan
Setelah Konversi Agama secara Resmi Evaluasi terhadap konversi agama yang dilakukan. Dampak yang dirasakan individu. Perkembangan diri yang dirasakan individu.
Dinamika -
Interpretasi peristiwa bermakna yang berkaitan dengan konversi agama. Interpretasi terhadap relasi interpersonal Penjelasan tentang antisipasi terhadap permasalahan atau konflik yang terjadi Interpretasi dan cara melihat tentang diri setelah konversi agama
Perubahan Konstruk
Individu Baru
Gambar 1.1 Kerangka berpikir dinamika kepribadian individu yang melakukan konversi agama