BAB I PENDAHULUAN A. Maksud dan Ruang Lingkup Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun 2005-2009 memuat berbagai kebijakan Kementerian Negara BUMN dalam melaksanakan upaya reformasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sejalan dengan kebijakan sektoral, yang secara terus menerus disempurnakan untuk menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Di dalam dokumen ini juga terdapat rumusan visi, misi dan sasaran serta strategi utama pengembangan BUMN ke depan serta pokok-pokok kebijakan sektoral dalam upaya reformasi BUMN. Master Plan ini menjelaskan kebijakan Kementerian Negara BUMN dalam pembinaan BUMN dan perkembangan program reformasi BUMN yang dilakukan dalam kurun waktu 2005-2009, yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja dan kondisi BUMN untuk meningkatkan peranannya dalam perekonomian dengan melepaskan diri dari ketergantungan pada Keuangan Negara. Melalui penerbitan dokumen ini, Kementerian Negara BUMN bermaksud memberikan penjelasan mengenai Kebijakan dan Program Reformasi BUMN kepada publik, pembuat kebijakan, manajemen / karyawan BUMN dan para pelaku ekonomi. B. BUMN dan Peran Pemerintah Selama beberapa dasawarsa BUMN telah berperan dalam perekonomian nasional, mendukung dan mendorong gerak pembangunan bangsa Indonesia. Sekedar meninjau ke belakang, tahun 1940-1950-an sektor korporasi masih kecil dan didominasi oleh perusahaan asing atau perusahaan dengan kepemilikan yang sangat terpusat. Peranan dan kekuatan Pemerintah pada waktu itu masih terbatas dan lembaga-lembaga yang dibutuhkan untuk membina sektor korporasi dalam perekonomian modern belum didirikan. Di sisi lain dana investasi swasta yang dibutuhkan belum dapat tersedia. Pada tahun 1970-an beberapa sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak belum terkelola dengan baik. Pemerintah menyadari bahwa sektor korporasi yang handal dalam membangun perekonomian nasional dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja, menghasilkan barang dan jasa untuk dalam negeri maupun ekspor, serta memberi layanan yang optimal bagi konsumen. Pemerintah mulai mengembangkan sektor korporasi (BUMN) yang sebagian berasal dari hasil nasionalisasi perusahaan eks Belanda. Sejak saat itu peranan Pemerintah sampai dengan awal 1970-an mendominasi kegiatan ekonomi, sementara sektor swasta belum menunjukkan kemajuan yang berarti.
1
Awal tahun 1980-an Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk mendorong perekonomian nasional, tidak cukup diisi dengan peran Pemerintah saja. Peranan sektor korporasi swasta (termasuk usaha kecil dan menengah) dan koperasi perlu segera ditingkatkan. Peranan Pemerintah melalui kegiatan usaha BUMN harus segera dikurangi. Kebijakan-kebijakan pembangunan sejak era itu dikembangkan ke arah peningkatan peran sektor korporasi swasta, hal ini terbukti dengan menurunnya dominasi kontribusi BUMN terhadap Produk Domestik Bruto dari 70% di tahun 1970-an menjadi hanya 40% di tahun 2002. Walaupun BUMN-BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya sektor korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi dan kinerja BUMN dinilai belum cukup memadai. Sebagai contoh, pengembalian atas modal (ROE) tahun 2000 dan 2001 hanya mencapai 5.15% dan 8.2% atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat suku bunga di pasar. Sedangkan tahun 1992 – 1999 ROE rata-rata hanya sebesar 9.9%. Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan BUMN secara umum selama ini masih harus terus diikuti dengan implementasi praktek-praktek Good Corporate Governance (GCG) yang baik. Praktek-praktek kurang terpuji akibat belum adanya standar etika bisnis dan belum sempurnanya transparansi dalam pengelolaan perusahaan, dapat membuat situasi ekonomi semakin memburuk. Oleh karena itu, praktek-praktek bisnis dengan standar etika dan transparansi, independensi, akuntabilitas, responsibilitas dan fairness serta profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan perlu terus di dorong agar perkembangan sektor korporasi baik swasta maupun BUMN senantiasa diikuti dengan perangkat praktek-praktek GCG yang memadai. Perhatian terhadap masalah-masalah yang menyebabkan belum optimalnya kinerja BUMN dan dorongan untuk meningkatkan praktek GCG perlu mendapatkan perhatian besar, sehingga upaya reformasi BUMN melalui restrukturisasi (revitalisasi) diikuti dengan profitisasi, kemudian privatisasi, perlu dilaksanakan. Kebutuhan untuk mereformasi BUMN tidak terlepas dari perubahan iklim usaha yang sedemikian cepat dalam era globalisasi dimana kegiatan perusahaan tidak lagi dibatasi oleh batas-batas antar negara dan adanya saling ketergantungan antar bangsa, pasar dan perusahaan-perusahaan. Fokus pengelolaan BUMN perlu diarahkan pada peningkatan daya saing, pengembangan usaha dan penciptaan peluang-peluang baru melalui manajemen yang dinamis dan profesional untuk dapat memasuki dan berkompetisi dalam era globalisasi, serta keleluasaaan perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Dalam upaya mereformasi BUMN, langkah restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya juga merupakan komponen yang lekat dengan konsep reformasi BUMN. Profitisasi diartikan sebagai peningkatan efisiensi perusahaan sehingga mencapai profitabilitas dengan nilai perusahaan yang optimum, sehingga apabila dilakukan privatisasi, perusahaan sudah pada kondisi yang
2
optimal pula. Sedangkan restrukturisasi dilakukan dengan maksud menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan dan profesional. Restrukturisasi sebagian ataupun menyeluruh terhadap BUMN dibutuhkan untuk peningkatan kinerja dan nilai perusahaan sebelum divestasi dilakukan. Sedangkan pelaksanaan divestasi perlu memperhatikan waktu, situasi dan keadaan pasar yang tepat. C. Perkembangan Lembaga Yang Menangani Pembinaan BUMN 1. Pada kurun waktu 1973-1993 pembinaan BUMN secara tehnis dilakukan oleh Departemen Tehnis, sedangkan pembinaan keuangan dilakukan oleh Departemen Keuangan (Menteri Keuangan sebagai Pemegang Saham), yang dilaksanakan oleh unit/lembaga setingkat Eselon II sebagai berikut : a. Direktorat Persero dan PKPN b. Direktorat Persero dan BUN c. Direktorat Pembinaan BUMN Adapun peraturan perundangan yang terkait meliputi : Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara, Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Tentang Bentukbentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang, Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1983 Tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan) Perusahaan Umum (Perum) Perusahaan Perseroan (Persero). 2. Mulai tahun 1993–1998 lembaga yang menangani pembinaan pada Departemen Keuangan berubah menjadi Tingkat Eselon I, yakni Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Khusus pada tahun 1998, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 masing-masing Tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan Tentang Perusahaan Umum (Perum), pembinaan tehnis maupun keuangan dilakukan oleh Departemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Sedangkan Departemen Tehnis berperan sebagai regulator. Hal ini pula yang menjadi spirit Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 3. Selanjutnya sejak tahun 1998 sampai sekarang lembaga yang menangani pembinaan BUMN adalah Kementerian Negara BUMN, kecuali pada tahun 2001, pembinaan kembali dilakukan oleh lembaga setingkat Eselon I pada Departemen Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak tahun 1973 sampai sekarang lembaga yang menangani pembinaan BUMN adalah suatu lembaga pemerintah dengan struktur “birokrasi” sesuai dengan lembaga pemerintah pada umumnya.
3
D. Peraturan-peraturan Yang Terkait Dengan BUMN 1. Peraturan dan Ketentuan Terkait Tentang Nasionalisasi Perusahaanperusahaan Belanda di Indonesia a. Undang-undang Nomor 86 tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia; b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1959 Tentang Tugas Kewajiban Panitia Penetapan Ganti Kerugian Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda Yang Dikenakan Nasionalisasi dan Cara Mengajukan Permintaan Ganti Kerugian; c. Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara. 2. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Bentuk Usaha Negara a. Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 Tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara ke dalam Tiga Bentuk Usaha Negara; b. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang; c. Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. 3. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Tingkat Kesehatan BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 Tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktifitas BUMN; b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 826/KMK.013/1992 Tentang Perubahan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN; c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN; d. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN Nomor 215/M- BUMN/1999 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan/Penilaian Tingkat Kinerja BUMN; e. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. 4. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) & Rencana Jangka Panjang (RJP) BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 196/KMK.016/1998 Tentang RKAP BUMN; b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 197/KMK.016/1998 Tentang RJP BUMN; c. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 169/M-PBUMN/1999 Tentang RJP BUMN; d. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 210/M-PBUMN/1999 tentang RKAP BUMN;
4
e. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-101/MBU/2002 Tentang Penyusunan RKAP BUMN; f. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-102/MBU/2002 Tentang Penyusunan RJP BUMN. 5. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Komite Audit BUMN a. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 133/M-PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN; b. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN; c. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2006 Tentang Komite Audit BUMN. 6. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 Tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara; b. Instruksi Menteri Negara BUMN Nomor 01-MBUMN/2002 Tentang Pedoman Kebijakan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN; c. Instruksi Menteri BUMN Nomor 02/M.MBU/2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Berupa Rumah Dinas BUMN. 7. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Privatisasi BUMN a. Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 1998 Tentang Tim Evaluasi Privatisasi BUMN; b. Keputusan Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan/PAN Nomor 41/KEP/MK.WASPAN/9/1998 Tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Hasil-Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan; c. Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2001 Tentang Tim Konsultasi Privatisasi BUMN; d. Keputusan Presiden Nomor 122 tahun 2001 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN jo Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2002 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN; e. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-35/M.BUMN/2001 tentang Prosedur Privatisasi BUMN; f. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi; g. Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2006 Tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). 8. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Sinergi BUMN Instruksi Menteri BUMN Nomor 109/MBU/2002 Tentang Sinergi Antar BUMN. 9. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Bina lingkungan
5
Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 10. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Restrukturisasi Hutang Usaha Kecil dan Menengah Keputusan Menteri BUMN Nomor 576/MBU/2002 Tentang Tindak Lanjut Keputusan Presiden Nomor 56 tahun 2002 Tentang Restrukturisasi Hutang Usaha Kecil dan Menengah. 11. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 146/KMK.05/2001 tanggal 27 Maret 2001 Tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN; b. Keputusan Menteri BUMN Nomor 104/MBU/2002 Tentang Penilaian Calon Direksi BUMN; c. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-09A/MBU/2005 Tentang Penilaian Kelayakan dan Kepatutan (fit and proper test) Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara; d. Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2005 tanggal 3 Mei 2005 dan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2005 tanggal 19 Mei 2005. 12. Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Penenerapan GCG bagi BUMN Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG Pada BUMN. Isi pokok-pokok peraturan mengenai bentuk-bentuk BUMN maupun yang mengatur tentang pengelolaan BUMN terdapat pada lampiran. E. Perkembangan Kinerja BUMN 1. Perkembangan Jumlah BUMN BUMN di Indonesia pada tahun 2006 berjumlah 139 perusahaan dan beroperasi pada hampir seluruh sektor usaha, khususnya industri hulu. Perkembangan jumlah BUMN dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1 : Perkembangan Jumlah BUMN di Indonesia Periode tahun 2002 - 2006 No.
BUMN
1 2 3 4
Persero Tbk Persero Perum Perjan Jumlah Jumlah perusahaan dengan saham Negara kurang dari 51% ● PT Telkom Tbk ● PT Bank Mandiri Tbk ● PT Bank BNI Tbk ● PT TB Bukit AsamTbk
2002
Jumlah BUMN 2004 11 12 119 119 13 13 14 14 157 158
2003 8 124 11 15 158
20 21 BUMN Terbuka ● PT Bank BRI Tbk ● PT Bank Kimia Farma Tbk ● PT Indofarma Tbk ● PT PGN Tbk
6
2005
21 ● PT ● PT ● PT ● PT
2006
12 114 13 0 139
12 114 13 0 139
21
21
Semen Gresik Tbk Aneka Tambang Tbk Timah Tbk Adhi Karya Tbk
Pada tahun 2005 terjadi penurunan jumlah BUMN, hal ini disebabkan karena 13 BUMN Perjan Rumah Sakit, Perjan Radio Republik Indonesia (RRI) dan Perjan Televisi Republik Indonesia (TVRI) berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma pengelolaan BUMN, yang tidak mengenal lagi perpanjangan tangan pemerintah terhadap sektor usaha melalui BUMN yang berbentuk Perjan. Disamping itu pengurangan jumlah BUMN tersebut juga disebabkan karena adanya merger 4 BUMN Perikanan pada bulan Oktober 2005 dan likuidasi PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) pada akhir tahun 2005 (namun likuidasi PT AAF ditunda sesuai dengan permintaan DPR RI). 2. Perkembangan Kinerja Keuangan BUMN Upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan profitabilitas BUMN yang telah dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 1988, dirasakan masih belum memberikan hasil yang optimal. Data perkembangan ROA, ROE, Laba, Tingkat kesehatan dan Kontribusi BUMN dapat dilihat pada grafik-grafik dan tabel-tabel sebagai berikut : a. Return on Asset (ROA). Return on Asset (ROA) untuk BUMN dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu BUMN Jasa Keuangan, BUMN Non Jasa Keuangan, BUMN Pertamina, BUMN PSO/Subsidi dan BUMN Terbuka. Dimana rata-rata ROA per tahun untuk masing-masing kelompok tersebut adalah 2.45%, 4.82%, 13.92%, (1.32%), dan 4.89%. Gambaran perkembangan ROA tahun 2002-2006 dapat dilihat sebagai berikut: Grafik 1: Perkembangan ROA 2 0 .0 0 15.0 0 10 .0 0 5.0 0 0 .0 0 ( 5.0 0 )
20 0 2
2003
2004
2005
B UM N J a s a Ke ua nga n
2 .3 9
2.5 1
3 .0 3
1.8 8
2 .2 2
B UM N N o n J a s a Ke ua nga n
3 .5 1
3 .0 0
5 .2 2
7 .5 6
8 .4 5
12 .2 6
12 .0 8
17 .4 2
(2 .0 7 )
(2 .15 )
0.8 1
(0 .2 6 )
0 .17
4 .5 6
4 .5 3
5 .6 6
4 .8 2
4 .5 6
P erta m ina B UM N P SO / Subs idi B UM N T e rbuk a
2006
Catatan : Data tahun 2006 prognosa
b. Return on Equity (ROE). Return on Equity (ROe) untuk BUMN juga dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu BUMN Jasa Keuangan, BUMN Non Jasa Keuangan, BUMN Pertamina, BUMN PSO/Subsidi dan BUMN Terbuka. Dimana rata-rata ROE per tahun untuk masing-masing kelompok tersebut adalah 26.42%, 18.66%, 20.51%, (1.03%), dan 36.62%. Gambaran perkembangan ROE tahun 2002-2006 dapat dilihat sebagai berikut:
7
Grafik 2: Perkembangan ROE 50 .0 0 4 0 .0 0 3 0 .0 0 2 0 .0 0 10 .0 0 0 .0 0 ( 10 .0 0 )
2002
2003
2004
2005
2006
B UM N Jasa Keuangan
33.52
28.36
29.41
20.02
20.81
B UM N N o n Jasa Keuangan
22.98
18.58
22.95
13.72
15.07
17.82
19.37
24.33
P ert amina B UM N P SO/ S ubsidi
(3.02)
(3.37)
1.29
( 0.42)
0.35
B UM N T erbuka
44.59
36.37
40.03
34.70
27.41
Catatan : Data tahun 2006 prognosa
c. Perkembangan Total Aktiva, Ekuitas dan Hutang Dilihat dari sisi jumlah aset, tampak terjadi pertumbuhan jumlah aset yang cukup signifikan dalam periode tahun 2002 – 2006. Namun pertumbuhan jumlah aset tersebut dirasakan belum proporsional dengan pertumbuhan modal perusahaan yang pertumbuhannya relatif minim. Hal ini disebabkan sebagian besar dibiayai dari dana eksternal/hutang (Grafik 3). Grafik 3: Perkembangan Total Aktiva, Ekuitas dan Hutang 1500 1000 500 0 2002
2003
2004
Total Aktiva
Total Ekuitas
2005
2006
Total Hutang
Catatan : Data tahun 2006 prognosa
d. Perkembangan Jumlah Laba Sama halnya dengan jumlah aset, jumlah laba yang diperoleh BUMN pada periode tahun 2002 - 2006 juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, yaitu rata-rata 37.56%/tahun sebagai terlihat pada grafik 4. Grafik 4: Perkembangan Jumlah Laba 60 50 40 30 20 10 0 2002
2003
2004
Catatan : Data tahun 2006 prognosa
8
2005
2006
e. BUMN Laba dan BUMN Rugi Tahun 2002 – 2005 Meskipun jumlah BUMN yang memperoleh laba terus mengalami peningkatan, namun demikian masih terdapat BUMN yang masih mengalami kerugian. Setiap tahunnya terdapat rata-rata 25% dari jumlah BUMN yang ada mengalami kerugian, sebagaimana terlihat pada tabel 2. Tabel 2: BUMN Laba dan BUMN Rugi tahun 2002 – 2006 Rp Triliun 2002 Audited 158
2003 Audited 157
2004 Audited 158
2005 Audited 139
2006 Prognosa 139
74
73
67
84
90
membagi laba Total Laba
27 25.53
29 21.37
28 44.18
19 42.35
29 54.42
BUMN Memperoleh Laba Total Kerugian BUMN Merugi
99 (8.85) 44
97 (8.80) 44
95 (5.57) 28
103 (6.48) 31
114 (2.27) 20
Uraian Jumlah BUMN Jumlah BUMN Penyumbang Dividen Jumlah BUMN memperoleh Laba tapi masih akumulasi rugi dan laba shg tidak
f. Tingkat Kesehatan BUMN Perkembangan kinerja BUMN juga dapat dilihat dari berkurangnya jumlah BUMN yang tidak sehat, meskipun hal ini lebih banyak disebabkan shareholder action dari pada corporate action misalnya proses merger/regrouping (perbankan, perkebunan, perdagangan), holding (pupuk, semen, BPIS) dan likuidasi (PT Lokananta, PT Kerta Niaga, PT Perhotelan dan Perkantoran Indonesia serta pembubaran holding PT BPIS). Perkembangan jumlah BUMN sehat dan tidak sehat sebagaimana pada grafik 5. Grafik 5: Tingkat Kesehatan BUMN
200 150
59
53
102
98
105
2002
2003
2004
56
56
100 50
83
0
Sehat/Sehat Sekali
2005
Kurang/Tidak sehat
3. Perkembangan Kontribusi BUMN Kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara bersumber dari dividen BUMN, pajak yang disetorkan BUMN dan hasil privatisasi BUMN .
9
a. Kontribusi Dividen Pada periode tahun 2002-2006 terjadi pertumbuhan kontribusi deviden rata-rata 13.34% per tahun. Pertumbuhan tersebut disamping karena perbaikan keuntungan BUMN, juga disebabkan karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan devidend pay out ratio dari rata-rata 20% sebelum krisis moneter 1997, menjadi sekitar 40% setelah krisis moneter, bahkan beberapa BUMN dikenakan lebih dari 50%. Gambaran kontribusi dividen BUMN sebagaimana pada grafik 6. Grafik 6: Kontribusi Dividen BUMN 25
2 1.7
20 12 . 8
12 . 6
15 9 .8
9 .8
10 5 0 2002
2003
2004
2005
2006
b. Kontribusi Pajak Kontribusi BUMN lainnya yaitu pajak, pada periode tahun 20022006 juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu rata-rata 35.4% per tahun. Peningkatan kontribusi pajak BUMN antara lain disebabkan karena adanya perbaikan keuntungan BUMN. Gambaran kontribusi pajak sebagaimana pada grafik 7. Grafik 7: Kontribusi Pajak 50 39.7
42
45.3
40 30
23.4
26.6
20 10 0 2002
2003
2004
2005
2006
c. Kontribusi Privatisasi Dari 15 BUMN yang telah diprivatisasi dari 1999 sampai 2006 (2005 tidak ada privatisasi) melalui metode IPO (12 BUMN) dan metode lain (3 BUMN), menghasilkan Rp 25.9 Triliun. Adapun gambaran hasil privatisasi 2002-2006 sebagaimana pada grafik 8.
10
Grafik 8: Kontribusi Privatisasi 12
9 .9
10 8
7 .7
6 3 .5
4
2 .1
2
0
0 2002
2003
2004
2005
2006
Peran 12 BUMN Tbk. dalam Pasar Modal cukup besar, hal ini dapat dilihat dari penguasaan kapitalisasi pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang mencapai 36.02% atau senilai Rp 456.5 Triliun dari total 342 Perusahaan Tbk. (data per 5 Januari 2007). d. Kontribusi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Berdasarkan Undang-undang Nomor : 19 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, BUMN turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Adapun definisi Program Kemitraan adalah sebagai berikut : Program Kemitraan BUMN adalah Program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sumber Dana Program Kemitraan dan Jumlah Unit Usaha Kecil dan Menengah sampai dengan Tahun 2006 (prognosa) adalah sebagai berikut : Tabel 3 : Program Kemitraan s/d Tahun 2006 (prognosa) No.
Uraian
1.
Akumulasi s/d Tahun 2000
2.
Laba yang diterima *) (Rp.juta)
Penyaluran Pinjaman (Rp.juta)
Jumlah UKM (Unit)
Hibah UKM (Rp.juta)
1.595.465
2.048.462
223.219
255.388
Tahun 2001
326.052
410.327
34.272
47.161
3.
Tahun 2002
294.190
455.553
34.767
49.586
4.
Tahun 2003
377.674
579.884
40.392
59.030
5.
Tahun 2004
319.472
592.646
39.070
62.522
6.
Tahun 2005
455.593
574.407
34.670
62.298
7.
Prognosa 2006
427.868
676.027
32.167
68.707
3.796.315
5.337.306
438.558
604.691
Jumlah
*) Laba bersih BUMN sebesar 1% - 3% (Bagi BUMN Yang Laba)
11
Grafik 9 : Komposisi Penyaluran Dana Program Kemitraan Per Sektor/Jenis Usaha s/d Tahun 2006 (prognosa) Perkebunan & Pertanian 7,00%
Lainnya 11,00%
Peternakan & Perikanan 5,00% Jasa 20,00%
Perdagangan 36,00%
Industri 21.00%
Definisi Program Bina Lingkungan adalah Program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dana Program Bina Lingkungan yang telah disalurkan kepada masyarakat sampai dengan tahun 2006 (prognosa), adalah sebagai berikut : Tabel 4 : Penyaluran Dana Bantuan Program Bina Lingkungan Dan Jenis/Bantuan s/d Tahun 2006 (prognosa) No.
Uraian
1.
Akumulasi s/d Tahun 2001
2.
Tahun 2002
3.
Penyaluran Bantuan *) (Rp. Juta)
Jenis Bantuan
4.188 - Korban Bencana Alam
Nilai Rp/Juta
%
78.587
10.9
23.776 - Pendidikan & Pelatihan Masyarakat
237.803
32.9
Tahun 2003
46.940 - Sarana Umum
210.750
29,1
4.
Tahun 2004
193.078 - Sarana Ibadah
118.196
16,3
5.
Tahun 2005
214.292 - Peningk. Kesehatan
69.005
9,5
6.
Prognosa 2006 Jumlah
241.469 - Lainnya 723.742
9.402 723.742
1,3 100
*) Laba bersih BUMN sebesar maksimal 1% (Bagi BUMN Yang Laba)
12
Grafik 10 : Komposisi Penyaluran Bina Lingkungan Per Jenis/Bantuan s/d Tahun 2006 (prognosa) Peningkatan Kesehatan Masyarakat 9,5%
Lainnya 1,3% Bencana Alam 10,9%
Sarana Ibadah 16.3%
Pendidikan & Pelatihan Masyarakarat (32,9%)
Sarana Umum (29,1%)
4. BUMN dengan Figur Keuangan Terbesar Tahun 2005 Dari 139 jumlah BUMN pada tahun 2005, sebagian besar merupakan perusahaan dengan kinerja dan skala usaha yang relatif kecil. Berdasarkan data per Desember 2005, terdapat 22 BUMN dari 139 BUMN tersebut yang merupakan BUMN dengan figur keuangan terbesar, yaitu yang memenuhi sekurangnya 3 dari 4 figur keuangan di bawah ini : a. b. c. d.
Jumlah Asset Jumlah Ekuitas Jumlah Penjualan Perolehan Laba Bersih
Penentuan ”posisi dominan” 22 besar BUMN tersebut dengan mengurutkan 139 BUMN yang ada berdasarkan ke 4 figur keuangan di atas (asset, ekuitas, penjualan dan laba bersih), sehingga diperoleh 22 BUMN dengan figur keuangan tersebar sebagaimana digambarkan berikut: Tabel 5 : Daftar Peringkat Figur Keuangan 22 BUMN Terbesar 2005 Peringkat Figur Keuangan NO
Nama_lengkap
1 PT Bank Mandiri, Tbk 2 PT Pertamina PT Bank Negara Indonesia, 3 Tbk PT Bank Rakyat Indonesia, 4 Tbk PT Telekomunikasi Indonesia, 5 Tbk PT Jaminan Sosial Tenaga 6 Kerja 7 PT Bank Tabungan Negara 8 PT Pupuk Sriwidjaja PT Perusahaan Gas Negara, 9 Tbk 10 PT Krakatau Steel
Jumlah Figur Status Termasuk 22 Lap. Keu. Terbesar
1 3
4 2
4 1
Laba/ Rugi Bersih 11 1
4
6
7
4
Audited
5
5
5
3
Audited
6
3
3
2
Audited
7
21
13
10
Audited
8 9
24 7
17 6
14 7
Audited Audited
12
13
12
6
Audited
13
9
9
22
Audited
Aktiva
Ekuitas Penjualan
13
Audited Unaudited
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PT Semen Gresik, Tbk PT Aneka Tambang, Tbk PT Perusahaan Listrik Negara PT Taspen Perum Bulog PT Jasa Marga PT Bank Ekspor Indonesia PT Angkasa Pura I PT Pelabuhan Indonesia II PT Kereta Api Indonesia PT Angkasa Pura II PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk
17 18 2 10 11 14 16 21 22 23 24
11 18 1 28 8 20 14 12 16 17 15
11 16 2 14 10 29 60 44 35 24 33
5 8 134 15 68 20 25 18 9 76 13
Audited Audited Audited Audited Prognosa Audited Audited Audited Audited Audited Audited
4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3
28
19
19
12
Audited
3
Secara keseluruhan, data-data dengan 4 figur keuangan dari 22 BUMN terbesar di atas adalah sebagai berikut : Tabel 6 : Daftar Kinerja Keuangan Pokok 22 BUMN Terbesar Tahun 2005 Rp Juta
No
Nama_lengkap
Total Aktiva
Total Ekuitas
Penjualan
Laba Bersih
1 PT Bank Mandiri, Tbk
263.383.348,00
23.214.722,00
24.634.199,00
2 PT Pertamina
196.755.265,00
122.656.805,00
315.484.637,00 16.456.842,00
3 PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI)
147.812.206,00
11.894.914,00
15.204.636,00
1.414.739,00
4 PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI)
122.775.579,00
13.352.982,00
18.519.200,00
3.808.587,00
5 PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM)
62.171.044,00
23.292.401,00
41.807.184,00
7.993.566,00
6 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
38.814.398,90
1.880.352,25
5.030.308,44
629.622,84
7 PT Bank Tabungan Negara (BTN)
29.083.149,00
1.480.885,00
3.244.674,00
436.698,00
8 PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI)
19.873.156,42
8.221.801,18
15.688.511,05
848.698,98
9 PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN)
12.574.760,56
4.198.300,71
5.433.739,71
862.013,48
10 PT Krakatau Steel (KS)
10.689.077,00
5.211.656,00
11.632.509,00
236.995,00
11 PT Semen Gresik, Tbk
7.296.963,64
4.487.178,40
7.532.208,19
1.022.568,49
12 PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM)
6.402.714,13
3.029.642,90
3.287.268,83
841.935,96
13 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
220.842.734,62
139.753.678,84
14 PT Taspen
17.381.376,20
1.025.249,31
3.471.471,88
381.761,88
15 Perum Bulog
14.405.067,00
6.673.132,00
10.620.792,00
15.552,00
16 PT Jasa Marga
9.715.807,12
1.967.691,59
1.923.859,75
293.136,95
17 PT Bank Ekspor Indonesia (BEI)
7.535.121,58
3.837.169,00
600.050,00
200.511,00
18 PT Angkasa Pura I (AP I)
4.724.944,38
4.325.394,83
1.214.836,52
334.864,45
19 PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)
4.467.058,43
3.329.002,28
1.642.410,28
702.188,84
20 PT Kereta Api Indonesia (KAI)
4.260.568,67
3.094.862,48
2.616.533,84
6.907,97
21 PT Angkasa Pura II (AP II)
3.889.344,53
3.550.770,61
1.710.379,35
441.952,47
2.839.690,00 1.207.693.374,18 1.308.888.493,50
2.052.660,00 392.531.251,38 423.494.367,42
22 PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk (PTBA) Jumlah 22 BUMN Jumlah Seluruh BUMN
14
603.369,00
76.543.324,27 -4.920.594,15
2.998.686,00 467.060,00 570.841.419,12 37.999.571,31 653.307.037,85 42.349.995,94
a. 10 BUMN Dengan Laba Terbesar Tahun 2005 Dari 22 BUMN dengan figur keuangan terbesar tersebut di atas, di dalamnya terdapat 10 BUMN dengan perolehan laba terbesar (data per Desember 2005) yang mencakup 81.65% dari total laba seluruh BUMN, sebagai berikut: Tabel 7: 10 BUMN Dengan Laba Terbesar Tahun 2005 Rp. Juta No
BUMN
L/R bersih
1
PT Pertamina
2
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM)
16,456,842.00 7,993,566.00
3
PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI)
3,808,587.00
4
PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI)
1,414,739.00 1,022,568.49
5
PT Semen Gresik, Tbk
6
PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN)
862,013.48
7
PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI)
848,698.98
8
PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM)
841,935.96
9
PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)
702,188.84
10 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Jumlah 10 BUMN Laba Jumlah Seluruh BUMN Laba
629,622.84 34,580,762.60 42,349,995.94
b. BUMN Dengan Rugi Terbesar Tahun 2005 Dari 139 BUMN terdapat 31 BUMN yang mengalami kerugian (data per Desember 2005) dengan total kerugian sebesar Rp 6,479.43 milyar. 10 BUMN dengan rugi terbesar tahun 2005 mencakup 96.3% dari total rugi seluruh BUMN. Adapun 10 BUMN dengan rugi terbesar tersebut adalah : Tabel 8: 10 BUMN Dengan Rugi Terbesar Tahun 2005 Rp. Juta
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
BUMN PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) PT Garuda Indonesia (GIA) PT Danareksa PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) PT Pengerukan Indonesia (RUKINDO) PT Pos Indonesia (POSINDO) PT Istaka Karya PT Inhutani I Jumlah 10 BUMN Rugi Jumlah Seluruh BUMN Rugi 2005 (31 BUMN)
15
Rugi_bersih (4,920,594.15) (688,466.44) (182,339.45) (127,821.52) (74,868.98) (68,325.21) (52,207.30) (51,409.40) (39,510.00) (31,732.90) (6,237,275.35) (6,479,428.79)
c. BUMN Terbuka Dalam 22 BUMN Terbesar Tahun 2005 Coverage 22 BUMN dengan figur keuangan terbesar tahun 2005 yang didalamnya terdapat 8 BUMN terbuka dibandingkan dengan total seluruh BUMN dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 9: Kinerja Keuangan 8 BUMN Tbk dalam 22 BUMN Terbesar BUMN Terbesar dan Proporsinya Terhadap total (Rp. Triliun) (Rp. triliun)
Aset
Total 2005
8 Tbk
22 BUMN
Ekuitas
Penjualan
Laba bersih
1.308,9
423,5
653,3
42,3
%
47.77
20.19
18.28
40.17
Σ
625,3
85,5
119,4
17,0
%
92.27
92.69
87.38
78.11
Σ
1.207,7
392,5
570,8
33,1
16
BAB II ARAH KEBIJAKAN MASTER PLAN TAHUN 2005-2009 A. Visi dan Misi Presiden1 Secara umum visi Presiden dalam pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut : 1. Pembangunan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan tinggi, berkualitas, resisten terhadap goncangan serta terdistribusi secara adil; 2. Pertumbuhan ekonomi ± 6.6% per tahun melalui sekuen pembangunan ekonomi yaitu pemenuhan prakondisi yang meliputi pemenuhan hak dasar, Polkam, Good Governance dan sebagainya, pemberian stimulus fiscal, peningkatan stabilitas makro serta penyehatan dan peningkatan efisiensi perbankan dan pasar modal; 3. Pengurangan pengangguran dan kemiskinan melalui akselerasi pergerakan sektor riil dengan penciptaan lapangan kerja baru yang dipriotaskan pada pembangunan di bidang infrastruktur yaitu pertanian, agroindustri, ekonomi pedesaan dan bidang Infrastruktur penunjang meliputi jalan, pasar jembatan, pelabuhan, energi, listrik, dan air. Khusus mengenai pengelolaan BUMN, Presiden mempunyai visi2 sebagai berikut : ”BUMN merupakan pelaku bisnis strategis yang harus dikelola secara profesional, sehingga mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang diemban meliputi : 1. Membangun BUMN yang efisien; 2. Menjadikan BUMN sebagai salah satu sumber kesejahteraan rakyat dan; 3. Memisahkan fungsi BUMN sebagai unit usaha dengan fungsi lainnya. Strategi dasar untuk pelaksanaan misi tersebut diatas adalah : 1. Mengelompokkan ulang dan mengevaluasi BUMN ke dalam BUMN yang menangani cabang-cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, BUMN yang usahanya lebih bersifat komersial dan strategis serta BUMN yang kegiatan usahanya komersial secara umum; 2. Melaksanakan restrukturisasi yang berkelanjutan; 3. Melakukan sinergi BUMN dan aliansi strategis. B. BUMN dan RPJM Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun 2004 – 2009 ditetapkan sasaran pengelolaan BUMN 5 tahun yaitu meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki 1 2
Raker Kementerian Negara BUMN Agustus 2005, Komisi IV Raker Kementerian Negara BUMN Agustus 2005, Komisi I
17
pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan negara. Adapun arah kebijakan pengelolaan BUMN yang tercakup dalam RPJM dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait; 2. Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN Public Service Obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented); 3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah restrukturisasi ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem prosedur dan lain sebagainya; 4. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial; 5. Melakukan sinergi antar BUMN agar dapat meningkatkan daya saing dan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia. Resource Based Sectors yang memberikan nilai tambah akan ditumbuh kembangkan. C. Visi dan Misi Kementerian Negara BUMN3 Sejalan dengan visi dan misi Presiden serta searah dengan kebijakan pengelolaan BUMN pada RPJM, Kementerian Negara BUMN mempunyai visi: ”Menjadikan BUMN sebagai pelaku utama (“champion”) yang kompetitif di industrinya”. Sedangkan misi Kementerian Negara BUMN adalah: 1. Reformasi BUMN sesuai dengan amanat Konstitusi dan Perundanganundangan yang berlaku; 2. Memfokuskan restrukurisasi BUMN secara Sektoral & Korporasi (Organisasi, Legal, Operational & Financial); 3. Mencari sinergi antar-BUMN dan memperbaiki Private-Public Partnership untuk meningkatkan nilai; 4. Memaksimalkan nilai perusahaan melalui peningkatan efisiensi & produktivitas BUMN; 5. Peningkatan daya saing BUMN di dalam dan luar negeri berdasarkan capital market protocol. Dilihat dengan visi dan misi Presiden tentang BUMN maka visi dan misi Kementerian Negara BUMN sejalan dengan visi dan misi Presiden serta searah dengan kebijakan pengelolaan BUMN pada RPJM.
3
Pidato Meneg BUMN pada BUMN Summit 2005
18
D. Sasaran Pengembangan BUMN ke Depan Sasaran umum BUMN di masa depan adalah terciptanya: 1. BUMN yang lebih efisien dan produktif, berdaya saing, nasional maupun regional dibidang-bidang : a. natural resource based; b. financial based; c. energy based; d. technology and knowledge based; e. logistics and infrastructure based. 2. BUMN dengan kontribusi yang optimal kepada Negara dan Stakeholders serta; 3. BUMN dengan struktur keuangan yang sehat dan kondisi operasional yang kuat dengan portfolio usaha yang well managed. Saat ini, kondisi BUMN dirasakan belum optimal. Kegiatan operasional BUMN yang masih terfragmentasi dan budaya usaha yang birokratis menyebabkan BUMN kurang berorientasi pada pasar, kualitas dan kinerja usaha sehingga produktivitas dan utilitas aset juga sangat rendah. Sebagian BUMN masih memiliki sistem pemasaran dan distribusi kurang terkoordinir dengan baik, khususnya untuk produk ekspor yang terfokus pada komoditas atau industri primer. Disamping itu sumber daya alam dan tenaga kerja murah dijadikan sebagai keunggulan komparatif. Sebagaimana diketahui, karakteristik BUMN yang berdaya saing dan berdaya cipta nilai tinggi dapat tercermin dari hal-hal sebagai berikut: 1. Berorientasi pada penciptaan nilai dengan kinerja finansial dan operasi sebanding dengan perusahaan swasta dunia dan pengembangan core competencies dalam usaha bernilai tambah tinggi; 2. Skala usaha ekonomis dalam ukuran global (baik pendapatan, produksi, pemasaran maupun pendanaan) sehingga usaha akan terfokus dan terintegrasi dalam suatu sektor tertentu; 3. Dipimpin oleh CEO kelas dunia dengan tim manajemen yang profesional, mandiri, dan bebas dari intervensi politik. Dengan demikian BUMN diarahkan untuk menjadi BUMN yang tidak saja berskala nasional dan regional, namun juga berskala internasional, terfokus, memiliki core competence, well performed dan well managed serta beberapa di antaranya masuk dalam daftar perusahaan terkemuka di dunia. E. BUMN dan Kebijakan Sektoral 1. Pokok-pokok Kebijakan Sektoral Seluruh visi & misi serta kebijakan berbagai sektor secara umum diarahkan untuk mendukung hal-hal berikut:
19
a. Peningkatan efisiensi, produktivitas, dan nilai tambah serta peningkatan daya serap tenaga kerja; b. Penerapan Good Governance; c. Restrukturisasi sektor sesuai tuntutan zaman; d. Pemenuhan kebutuhan dalam negeri baik untuk ketahanan pangan maupun industri; e. Pengembangan sektor riil; f. Peningkatan penerimaan negara, kesejahteraan rakyat dan kualitas pelayanan; g. Pemerataan dan keseimbangan pembangunan antar daerah dan hasilhasilnya. 2. Kebijakan Sektor Keuangan4 Pengelolaan sektor keuangan khususnya program stabilisasi ekonomi dan sektor keuangan ditujukan untuk : a. Mengendalikan laju inflasi dan nilai tukar; b. Meningkatkan kinerja dan kesehatan, lembaga jasa keuangan; c. Meningkatkan mekanisme koordinasi kebijakan yang terpadu di bidang perekonomian. Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah : a. Mengaktifkan forum koordinasi kebijakan fiskal dan moneter secara berkala guna mengevaluasi sasaran-sasaran inflasi dan nilai tukar sesuai dengan perkembangan perekonomian; b. Memperkuat struktur bank dan lembaga jasa keuangan lainnya melalui peningkatan pengawasan terhadap penerapan persyaratan modal minimum; c. Meningkatkan fungsi pengawasan bank dan lembaga keuangan lainnya; d. Meningkatkan kualitas pengaturan bank dan jasa perasuransian; e. Meningkatkan kualitas manajemen dan operasi bank dan lembaga keuangan lainnya. BUMN yang bergerak bidang keuangan terbagi atas 3 sektor yaitu sektor perbankan, sektor asuransi dan sektor pembiayaan. Rencana Strategis Kementerian Negara BUMN dalam upaya BUMN lebih berperan dalam stabilisasi ekonomi dan sektor keuangan adalah : a. Untuk Sektor Perbankan, restrukturisasinya diarahkan untuk memenuhi Arsitektur Perbankan Indonesia (API). PT BNI dan PT BTN akan diprivatisasi dalam rangka memperkuat struktur permodalan dan pengembangan usaha. Di samping itu bersamaan dengan upaya-upaya mendorong bank-bank BUMN menjadi bank fokus nasional dan regional serta meningkatkan fungsi intermediasinya, sementara ini kebijakan mempertahankan posisi mayoritas masih akan dijalankan; 4
RPJM BAPPENAS Tahun 2004-2009
20
b. Sektor Asuransi, (PT Askes, PT Asabri, PT Jasa Raharja, PT Taspen dan PT Jamsostek) tetap stand alone sedangkan PT RUI, PT ASEI, PT Jasindo, PT Jiwasraya direncanakan didivestasi; c. Sektor Pembiayaan, Perum Pegadaian, Perum SPU dan PT KBI tetap stand alone. PT Danareksa dan PT PANN MF akan direstrukturisasi dengan kemungkinan divestasi; d. Diupayakan paling lambat pada tahun 2009, 4 BUMN Asuransi (PT Taspen, PT Jamsostek, PT ASKES, PT ASABRI) akan menjadi Lembaga Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional (Undang undang No. 40/2004) dan PT Bank Ekspor Indonesia akan menjadi Lembaga Penjaminan Ekspor. 5 BUMN tersebut statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU). 3. Kebijakan Sektor Industri Nasional5 Struktur Sektor Industri Nasional saat ini hanya didominasi oleh beberapa cabang industri yang tahapan proses industrinya pendek dan memiliki ketergantungan terhadap bahan baku impor sehingga ekspor produk industri dikuasai oleh hanya beberapa cabang industri, pasar domestik terbatas. Kebijakan Sektor Industri tahun 2004-2009 meliputi : a. Tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar; b. Selesainya program revitalisasi, konsolidasi dan restrukturisasi industri; c. Teroptimalkannya pasar dalam negeri dalam rangka pembangunan industri komponen lokal dan industri; d. Semakin meningkatnya daya saing industri berorientasi ekspor; e. Tumbuhnya industri-industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak pertumbuhan industri di masa depan; f. Tumbuh kembangnya IKM, khususnya industri menengah tiga kali lebih cepat daripada industri kecil. BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi nasional yang keberadaannya sangat diharapkan mampu menjadi penggerak sektor industri nasional. Oleh karenanya rencana strategi jangka panjang BUMN dapat diselaraskan dengan kerangka dasar strategi pembangunan industri nasional. Strategi pengembangan industri melalui pembentukan klaster industri dimaksudkan untuk tidak hanya membangun prasarana industrinya namun yang lebih utama adalah membangun daya saing sehingga penciptaan nilai perusahaan dapat dilakukan secara optimal. Keberadaan BUMN di sektor industri meliputi sektor-sektor/ kelompok-kelompok Industri Berbasis Teknologi (eks PT BPIS), Baja dan Konstruksi (eks BPIS), Industri Pertahanan (eks BPIS), Semen, Sandang serta Aneka Industri. BUMN di sebagian besar sektor/kelompok tersebut 5
Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, pada Website Resmi Dep. Perindustrian
21
memerlukan restrukturisasi usaha dan permodalan untuk meningkatkan kinerja dan prinsip-prinsip GCG. BUMN yang terkait dengan industri pengolahan hasil laut yakni BUMN Perikanan telah dilakukan restukturisasi dengan penggabungan yang kedepan pengembangannya membutuhkan dukungan armada, modal kerja dan manajemen yang lebih handal. Restrukturisasi BUMN Perikanan perlu diarahkan untuk tidak hanya terfokus pada industri pendukung namun juga agar mengarah ke industri inti yang memiliki nilai tambah cukup tinggi. Di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), 2 BUMN yang terkait dengan klaster ini yakni PT Industri Sandang dan PT Cambrics Primissima belum dapat melakukan pengembangan desain dan diversifikasi produk dan kurang didukung dengan kinerja keuangan yang baik untuk melakukan investasi. Untuk PT Cambrics Primissima telah diambil kebijakan untuk melepas saham Negara sebesar 52.79% kepada existing shareholder. Terkait dengan klaster industri petrokimia dimana kebijakan peningkatan produksi amonia dalam rangka memenuhi pasar domestik telah ditentukan, maka upaya BUMN Pupuk saat ini sejalan dengan sasaran pengembangan yang telah ditentukan. Sasaran yang dapat dicapai antara lain pembentukan joint operation antara produsen bahan baku dengan industri petrokimia. Posisi holding BUMN Semen masih tetap dipertahankan dan restrukturisasi BUMN Semen yang dilakukan adalah sejalan dengan pengembangan industri semen nasional dan untuk mempercepat penciptaan nilai perusahaan. Sinergi antara BUMN Semen dengan BUMN Pertambangan juga dapat dipertimbangkan. Sementara BUMN pendukung sektor perindustrian adalah BUMN yang bergerak di sektor kawasan. Di Sektor Kawasan terdapat 5 BUMN dimana Pemerintah Pusat bekerja sama dengan Pemerintah Propinsi/ Kabupaten di beberapa daerah yaitu PT KIM, KIMA, PT KIW, PT PDI Batam, dan PT KBN. Dari data yang dikutip dari beberapa sumber terdapat lebih dari 100 perusahaan di sektor ini dengan total areal kawasan industri hampir 25 juta Ha, namun yang telah dibangun baru sekitar 6 juta Ha dengan melibatkan ± 625.000 pekerja. Opsi di sektor ini antara lain pelepasan saham Pemerintah Pusat kepada existing shareholder (Pemprov/Pemkot) ataupun pada pihak ketiga, atau pembentukan holding kawasan. 4. Kebijakan Sektor Pertanian6 Sektor Pertanian memiliki visi yaitu: terwujudnya pertanian tangguh untuk kemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.
6
Raker Menteri Pertanian dengan Komisi IV DPR RI, 25 November 2005
22
Sedangkan misi sektor pertanian antara lain sebagai berikut : mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional, tangguh, berdaya saing, berwawasan lingkungan serta peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, dan mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pertanian dan penganekaragaman konsumsi pangan, memfasilitasi pelaku usaha pertanian serta memperjuangkan kepentingan dan perlindungan petani. Sasaran pembangunan sektor pertanian meliputi : a. Mengembangkan usaha penunjang dan pengolahan hasil pertanian, serta organisasi dan kelembagaan pertanian; b. Meningkatkan produksi pertanian rata-rata (anatara lain tanaman pangan 2%, perkebunan 5%); c. Meningkatkan pendapatan riil petani 3.5% per tahun dan ekspor produk pertanian dari USD 3.7 Miliar (tahun 2004) menjadi USD 9 Miliar (tahun 2009) serta agro industri rata-rata 5% per tahun; d. Meningkatkan kemandirian pangan (mengurangi impor bahan pangan rata-rata 10% per tahun). Disamping penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran kebijakan sektor pertanian, juga ditetapkan langkah revitalisasi sektor pertanian yang memiliki sasaran akhir yaitu tingkat pertumbuhan sektor pertanian ratarata sebesar 3.25% per tahun dalam periode tahun 2004-2009 dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Selanjutnya ditetapkan arah kebijakan untuk sasaran revitalisasi sektor pertanian ini antara lain : a. Peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; b. Pengamanan ketahanan pangan serta peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan serta; c. Pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap mempertahankan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk Sektor Pertanian, BUMN bergerak/beroperasi di beberapa kelompok meliputi Perkebunan, Perikanan, Penunjang Pertanian dan industri yang terkait dengan Agro Industri, seperti Pupuk, Percetakan dan Kertas. Sektor Pupuk telah direstrukturisasi melalui pembentukan holding yang masih akan dipertajam untuk lebih fokus dan sinergis. Di samping itu Sektor Pupuk juga mengemban PSO melalui produksi pupuk urea. Kemampuan produksi kemudian diversifikasi pupuk yang dilanjutkan dengan penguatan modal merupakan bagian yang penting pada sektor ini, mengingat terdapat beberapa pabrik pupuk yang dalam 2-3 tahun kedepan memerlukan pergantian mesin/pabrik serta membutuhkan dana yang besar.
23
Untuk Sektor Perkebunan telah dilakukan kajian independen mengenai opsi restrukturisasi yang akan diterapkan yaitu mengarah pada pembentukan invesment holding. Konsolidasi untuk sektor ini diperlukan dalam rangka penyatuan kegiatan-kegiatan strategis, meliputi investasi, pemasaran dan pengembangan lebih lanjut dengan tanpa meniadakan entitas yang ada sekarang ini (14 PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Nusantara Indonesia) yang juga merupakan bagian dari hasil restrukturisasi yang sebelumnya dari sekitar 40 perusahaan. Untuk Sektor Perikanan telah dilakukan merger/konsolidasi 4 BUMN Perikanan menjadi satu BUMN yaitu PT Perikanan Nusantara sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998. Pelaksanaan merger/konsolidasi ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta memberikan konstribusi yang lebih baik bagi Industri Perikanan Nasional. Kedepan, dengan pembenahan manajemen, penguatan armada dan modal kerja BUMN ini akan dimasukkan dalam kriteria stand alone untuk selanjutnya didivestasi setelah mencapai kinerja yang lebih baik. 5. Kebijakan Sektor Kehutanan7 Visi pembangunan sektor kehutanan adalah terwujudnya penyelenggaraan kehutanan untuk menjamin kelestarian hutan dan peningkatan kemakmuran rakyat. Sedangkan misi pembangunan kehutanan adalah: a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan social, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari c. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). d. Mendorong peran serta masyarakat. e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan f. Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah. Kebijakan sektor kehutanan meliputi (1) pemberantasan pencurian kayu di hutan Negara dan perdagangan kayu illegal (2) revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan (3) rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan (4) pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dan (5) pemantapan kawasan hutan. Terdapat 5 BUMN yang bergerak disektor kehutanan yaitu PT Inhutani I-IV dan Perum Perhutani. Rencana Strategis Kementerian Negara BUMN adalah melakukan restrukturisasi melalui merger/ konsolidasi PT Inhutani I-IV sedangkan Perum Perhutani adalah stand alone. Tujuannya adalah meningkatkan kinerja BUMN kehutanan, melalui peningkatan efisiensi dan fokus usaha dalam satu pengelolaan sehingga dapat lebih berperan dalam program sektor kehutanan. 7
Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Kehutanan , pada Website Resmi Dep. Kehutanan
24
6. Kebijakan Sektor Perhubungan8 Sektor Perhubungan memiliki visi yaitu terciptanya penyelenggaraan pelayanan perhubungan yang handal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah. Sedangkan misi yang diemban meliputi antara lain mempertahankan tingkat jasa pelayanan sarana dan prasarana perhubungan, melaksanakan konsolidasi melalui restrukturisasi dan reformasi sarana dan prasarana perhubungan, meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa perhubungan serta kualitas pelayanan. Adapun arah kebijakan Sektor Perhubungan tahun 2005-2009 adalah : a. Fungsi penunjang daerah berkembang/maju, sehingga dapat menjadi pendorong daerah terpencil; b. Mendukung kebijakan otonomi daerah dimana kontribusi terhadap pemberdayaan daerah disesuaikan dengan kewenangannya; c. Mendukung kelancaran mobilitas, distribusi, terutama pada sektor yang berbasis SDA dan sektor strategis lainnya; d. Mengembangkan teknologi transportasi ramah lingkungan, hemat energi dan meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan; e. Melibatkan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana serta melakukan restrukturisasi segmen usaha sesuai semangat perdagangan bebas; f. Pemetaan tarif jasa perhubungan dengan mempertimbangkan kepentingan operator, user dan regulator. Untuk Sektor Perhubungan, BUMN-BUMN yang bergerak di sektor ini meliputi Angkutan Darat, Pelayaran (Angkutan Laut), Penerbangan, Prasarana Angkutan Darat, Pelabuhan dan Kebandarudaraan. Restrukturisasi BUMN-BUMN di sektor ini disamping untuk meningkatkan kinerja perusahaan juga dalam rangka untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat terutama terkait dengan tingkat keamanan (safety), sehingga diharapkan tingkat kecelakaan semakin berkurang. Sektor Kebandarudaraan dan pelabuhan diarahkan untuk direstrukturisasi melalui konsolidasi dalam bentuk holding guna meningkatkan nilai tambah perusahaan. 7. Kebijakan Sektor Pekerjaan Umum9 Pada Sektor Pekerjaan Umum telah ditetapkan visi : tersedianya infrastruktur pekerjaan umum yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta lebih sejahtera. Visi tersebut dilengkapi dengan misi
8
9
Dikutip dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Perhubungan melalui Website Resmi Departemen Perhubungan Dikutip dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Pekerjaan Umum melalui Website Resmi Departemen PU
25
antara lain : menata ruang nusantara, memenuhi kebutuhan infrastruktur PU, mengembangkan infrastruktur PU serta teknologi ke-PU-an. Tujuan kebijakan sektor pekerjaan umum antara lain memberikan akses sektor ke seluruh pelosok tanah air dan menangani tanggap darurat untuk memberikan pelayanan minimal kepada masyarakat. Selain itu kebijakan tersebut bertujuan membina penyelenggaraan infrastruktur secara transparan dan terbuka serta menyelenggarakan infrastruktur yang efisien, efektif dan produktif. Kebijakan pembangunan sektor pekerjaan umum meliputi: a. Pembangunan infrastruktur berbasis penataan ruang di kawasan perbatasan, daerah terisolir, daerah konflik, dan daerah bencana; b. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur untuk mendukung Otda dan Good Governance; c. Pembangunan infrastruktur berbasis penataan ruang untuk mendukung pusat-pusat produksi dan ketahanan pangan, keseimbangan pembangunan antar daerah dan kualitas lingkungan perumahan. BUMN yang terlibat dalam sektor pekerjaan umum terbagi atas : a. Sektor konstruksi (PT Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, PT Amarta Karya, PT Istaka Karya, PT Hutama Karya, PT Nindya Karya dan Brantas Abipraya); b. Sektor konsultan (PT Indra Karya, PT Indah Karya, PT Virama Karya, PT Yodya Karya, PT Bina Karya, PT Sarana Karya). Langkah-langkah strategis yang akan dilakukan Kementerian Negara BUMN yaitu konsolidasi BUMN per sektor sehingga peran BUMN dalam sektor pekerjaan umum dapat lebih ditingkatkan. Hasil kajian konsultan mengenai konsolidasi sektor konstruksi serta penataan sektor konsultan telah diselesaikan dimana secara umum 9 BUMN Konstruksi akan dikonsolidasikan menjadi 4 – 5 perusahaan. Untuk BUMN Konsultan akan diupayakan penyatuan dengan BUMN Konstruksi disamping opsi-opsi lain. Upaya-upaya konsolidasi yang dilakukan didasari pula oleh kenyataan bahwa sektor konstruksi demikian sangat kompetitif yang berdasarkan data PEPINDO Tahun 2002 terdapat 90.000 perusahaan jasa konstruksi dengan 220-an perusahaan yang setaraf dengan BUMN Konstruksi. 8. Kebijakan Sektor Perumahan10 Sektor perumahan memiliki visi yaitu setiap keluarga Indonesia menghuni rumah yang layak, sedangkan sektor perumahan memiliki misi : a. Meningkatkan Iklim yang Kondusif dalam Pembangunan Perumahan dan Permukiman; 10
Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Perumahan, pada Website Resmi Kementerian Negara Perumahan Rakyat
26
b. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat, Kelembagaan dan Para Pelaku Pembangunan Perumahan dan Permukiman; c. Meningkatkan Pendayagunaan Sumberdaya Perumahan dan Permukiman ; d. Meningkatkan Pemenuhan Kebutuhan Rumah yang Layak Huni serta Meningkatkan Kualitas Lingkungan Perumahan dan Permukiman. Kebijakan strategis Kementerian BUMN dalam meningkatkan peran BUMN yang bergerak pada sektor perumahan (Perum Perumnas) adalah dengan mendorong program pembangunan perumahan rakyat ± sejuta rumah dengan bekerja sama dengan pihak perbankan agar ikut serta dalam program tersebut. Perum Perumnas akan dipertahankan (stand alone) untuk fokus dan lebih berperan dalam program pembangunan perumahan. Dalam kaitan ini PT BTN juga akan terus didorong untuk fokus dan meningkatkan peranannya dalam menunjang program pembangunan perumahan tersebut. 9. Kebijakan Sektor Kebudayaan dan Pariwisata11 Sektor kebudayaan dan pariwisata mempunyai visi yaitu terwujudnya jatidiri bangsa, persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka multikultural, kesejahteraan rakyat dan persahabatan antara bangsa sedangkan misinya adalah (1) melakukan pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang berlandaskan nilai luhur; (2) mendukung pengembangan destinasi dan pemasaran pariwisata yang berdaya saing global; (3) melakukan pengembangan sumber daya dan kebudayaan dan pariwisata; (4) menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan akuntabel. Adapun sasaran sektor kebudayaan dan pariwisata antara lain: (1) terwujudnya pedoman, norma, kriteria, standar dan prosedur untuk mendukung pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan; (2) meningkatnya kegiatan perintisan, bimbingan dan supervisi pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan; (3) meningkatnya pemberian peluang kemudahan dan bantuan dalam mendorong pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan; (4) meningkatnya kerjasama dalam dan luar negeri dibidang kebudayaan dan kepariwisataan; (5) meningkatnya kualitas, kuantitas dan manfaat penelitian dan pengembangan, sistem informasi serta dukungan ketersediaan sumber daya manusia, dan; (6) meningkatnya pengawasan, pengendalian, koordinasi dan kerjasama lintas sektor, wilayah dan lembaga. BUMN yang bergerak dalam sektor ini adalah PT TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko dan BUMN pendukung pariwisata yaitu PT Bali Tourism & DC dan PT Hotel Indonesia Natour. Rencana Kementerian Negara BUMN dalam upaya meningkatkan peran dan kontribusi pada sektor ini adalah restrukturisasi melalui merger/konsolidasi PT Hotel Indonesia Natour dan PT Bali Tourism & 11
Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Kebudayaan dan Pariwisata, pada Website Resmi Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata
27
DC sedangkan PT TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko stand alone. Pengembangan BUMN-BUMN tersebut dapat dikaitkan dan diselaraskan dengan upaya-upaya pengembangan pariwisata nasional. 10. Kebijakan Sektor Perdagangan12 Sektor perdagangan memiliki visi yaitu: ”Terwujudnya sektor perdagangan sebagai penggerak utama peningkatan daya saing bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia”. Sedangkan misi sektor perdangan antara lain sebagai berikut : a. Meningkatkan kelancaran distribusi, penggunaan produk dalam negeri, perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan; b. Memaksimumkan keuntungan daya saing bangsa Indonesia dari perdagangan global; c. Mewujudkan pelayanan publik yang prima dan good governance; d. Meningkatkan peran penelitian dan pengembangan, dan proses konsultasi publik dalam pengambilan keputusan di sektor perdagangan. Sedangkan sasaran sektor perdagangan yang ingin dicapai meliputi antara lain : a. Meningkatnya pelayanan prima kepada dunia usaha melalui penyederhanaan prosedur, transparansi kebijakan dan penerapan teknologi informasi serta meningkatnya peran lembaga, sarana dan instrumen perdagangan; b. Meningkatnya daya saing berkelanjutan di pasar global melalui akses dan penetrasi pasar, kemitraan strategi global yang melibatkan perusahaan-perusahaan nasional dan penciptaan merek dagang yang dapat menerobos pasar global; c. Terwujudnya sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan; d. Terwujudnya keamanan pasar dalam negeri yang menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan serta kepentingan industri dalam negeri, meningkatnya tertib ukur dan terwujudnya pemberdayaan konsumen serta pemberdayaan produksi dalam negeri. BUMN di sektor perdagangan meliputi PT PPI, PT Berdikari dan PT Sarinah. Kinerja ketiga BUMN tersebut dirasakan kurang optimal sehingga kedepannya akan dilakukan privatisasi/divestasi setelah kinerja ketiga BUMN tersebut membaik. Sementara BUMN pendukung sektor perdagangan adalah BUMN yang bergerak pada sektor pegudangan seperti PT BGR, PT Varuna Tirta Prakarsa. Di samping tingkat kompetisi di sektor perdagangan dan masalah internal yang dihadapi BUMN Perdagangan, sebenarnya BUMN Perdagangan memiliki beberapa kelebihan berupa jaringan dan gerai pemasaran yang cukup luas, klien yang cukup banyak dan SDM yang 12
Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Perdagangan, pada Website Resmi Departemen Perdagangan.
28
cukup terlatih. Namun demikian restrukturisasi bisnis, organisasi dan keuangan serta pendayagunaan aset dan cabang-cabang merupakan suatu yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Restrukturisasi bisnis yang tidak hanya berfokus pada komoditas produk konsumen ataupun perdagangan retail tetapi juga pada usaha logistik dalam arti luas akan melibatkan BUMN Sektor Kawasan. 11. Kebijakan Sektor Kesehatan13 Arah kebijakan pembangunan sektor kesehatan adalah peningkatan pemerataan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam era globalisasi. BUMN yang bergerak dalam mendukung sektor kesehatan adalah PT Kimia Farma, PT Indofarma dan PT Bio Farma. Dalam hal ini rencana strategis Kementerian BUMN adalah merger/konsolidasi sektor farmasi (PT Kimia Farma dan PT Indo Farma) guna mendukung kebijakan sektor kesehatan dan bisa lebih berkompetisi di pasar global. Sedangkan PT Bio Farma diarahkan ke stand alone karena mengemban misi untuk memproduksi vaksin untuk masyarakat. PT Kimia Farma dan PT Indo Farma telah merupakan public company. Disamping 2 BUMN di bidang usaha farmasi ini, terdapat pula anak perusahaan BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia, yaitu PT Phapros, yang juga bergerak di bidang yang sama. Konsolidasi sektor farmasi ini diharapkan dapat lebih cepat mendorong pengembangan dan kinerja perusahaan BUMN Farmasi maupun kinerja sahamnya di pasar modal. Konsolidasi BUMN Farmasi ini akan dilakukan dengan tidak mengenyampingkan kegiatan-kegiatan produksi obat generik untuk masyarakat yang selama ini justru menjadi kegiatan unggulan perusahaan. Konsolidasi sebaliknya justru akan lebih memperkuat sinergi di bidang produksi maupun distribusi. 12. Kebijakan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral14 Pada sektor Energi dan Sumber Daya Mineral ditetapkan visi yaitu terciptanya sektor energi dan sumber daya mineral yang menghasilkan nilai tambah sebagai salah satu sumber kemakmuran rakyat melalui pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan, adil, transaparan, bertanggung jawab, efisien, serta sesuai standar etika yang tinggi. Sedangkan misinya adalah antara lain : meningkatkan kontribusi minyak, gas, batubara dan mineral bagi penerimaan negara, meningkatkan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, harga 13
Dikutip Dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor Kesehatan, pada Website Resmi Departemen Kesehatan 14 Dikutip dari Pokok-pokok Kebijakan Sektor ESDM melalui Website Resmi Departemen ESDM
29
terjangkau dan ramah lingkungan, menjaga ketersediaan energi nasional secara berkesinambungan, memelihara dan menjamin tersedianya pasokan energi dan tenaga listrik serta meningkatkan kesadaran nasional untuk melakukan konservasi, optimalisasi dan diversifikasi mineral dan energi serta meningkatkan kinerja, efisiensi, dan produktivitas PT Pertamina dan PT PLN melalui langkah-langkah restrukturisasi. Terdapat 5 (lima) pilar kebijakan sektor Energi dan Sumber Daya Mineral yaitu : a. meningkatkan kinerja Departemen ESDM untuk menyelenggarakan Good Governance dan Clean Governance; b. mendukung upaya pemulihan ekonomi dengan memaksimalkan penerimaan negara; c. mengembangkan kebijakan dan restrukturisasi sektor untuk pengembangan dan efisiensi usaha energi dan sumber daya mineral; d. mendayagunakan dan meningkatkan pemanfaatan potensi sumber energi dan sumber daya mineral secara berkelanjutan, dan; e. mendorong perwujudan otonomi daerah. Dalam upaya meningkatkan peran BUMN sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (PT Pertamina, PT PLN, PT Antam, PT Timah, dan PT BA), Kedepan Kementerian Negara BUMN menerapkan strategi Integrated Resources Company untuk BUMN di Sektor Pertambangan (PT Antam, PT Timah & PT BA). Sementara PT Pertamina yang masih melakukan PSO akan terus dilakukan restrukturisasi dengan status sementara ini stand alone. Khusus untuk PT PLN saat ini sedang dilakukan restrukturisasi penggunaan energi dengan peralihan ke energi batu bara sehingga kedepan PT PLN dapat lebih efisien. Pada saat ini penggunaan energi untuk pembangkit listrik PLN kurang efisien, sehingga untuk masa yang akan datang diupayakan penggantian sebagian sumber energi tersebut. Disamping itu PT PLN juga diarahkan untuk berkiprah dalam pembangunan energi listrik 10,000 MW. Disadari bahwa Sektor Pertambangan merupakan industri yang sangat capital intensive dan technology driven. Disisi lain pertumbuhan industri ini dalam skala global ditandai dengan konsolidasi unorganic yang cenderung terdiversifikasi dalam berbagai komoditas, disamping pertumbuhan organic yang menjadi value driver. Saat ini sektor pertambangan yang kaya akan potensi dan cadangan masih berfokus komuditas homogen dan pada skala yang masih harus ditingkatkan. Keuntungan dari konsolidasi BUMN Pertambangan antara lain ukuran yang lebih besar dan portofolio yang terdiversifikasi yang akan memberikan platform yang kuat untuk pertumbuhan serta pengamanan terhadap risiko bisnis tiap komoditas.
30
F. Permasalahan Pokok BUMN Terdapat beberapa isu-isu strategis BUMN, baik yang menyangkut BUMN itu sendiri maupun yang berkaitan dengan Pemerintah, Pemegang Saham dan Sektoral serta paradigma pengelolaan BUMN. 1. Beberapa Permasalahan Pokok BUMN dari Sisi BUMN a. Masih rendahnya perputaran/produktivitas aset yang disebabkan antara lain :
Masih rendahnya utilisasi aset/kapasitas aset; Dalam beberapa hal terdapat overpriced investment.
b. Masih rendahnya profit margin atau laba disebabkan antara lain :
Masih tingginya biaya overhead; Masih tingginya biaya produksi; Masih rendahnya tingkat penjualan/pendapatan terkait dengan kualitas, daya saing produk, tingkat pelayanan dan penanganan pemasaran.
c. Struktur keuangan dan modal yang tidak/kurang memadai disebabkan antara lain :
Masih tingginya pembiayaan melalui hutang; Masih rendahnya tingkat pertumbuhan produktifitas dan laba sehingga kurang menunjang pertumbuhan internal generated fund; Ekuitas perusahaan yang masih rendah; Masih banyak BUMN yang memiliki piutang bermasalah dalam jumlah yang besar sehingga menyulitkan perusahaan untuk meningkatkan pendapatan; Masalah solvabilitas pada beberapa BUMN asuransi komersial seperti Jasindo dan Jiwasraya; Sebagian besar BUMN memiliki hutang RDI yang cukup besar dan banyak di antaranya restrukturisasi keuangannya belum selesai.
d. Masih belum seimbang antara kualitas dan kuantitas SDM karena antara lain :
Overstaffing dan pola recruitment manajemen yang masih perlu diperbaiki; Masih perlu ditingkatkannya efektifitas sistem career path planning dan reward and punishment; Masih perlu ditingkatkannya efektifitas sistem pendidikan dan pengembangan SDM.
e. Masih perlu ditingkatkannya kualitas/profesionalitas & efektifitas manajemen, disebabkan antara lain : Sistem recruitment manajemen yang masih perlu ditingkatkan; Sistem reward and punishment yang masih perlu diperbaiki; Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). f. Kurangnya kerja sama / sinergi antar BUMN maupun swasta. g. Kesulitan mendapatkan sumber pendanaan untuk investasi.
31
Semua masalah tersebut di atas memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja, value dan daya saing BUMN baik dengan benchmarking terhadap perusahan sejenis di dalam industri (lokal) apalagi dengan benchmarking terhadap industri secara regional/internasional. Masalah-masalah tersebut juga menyebabkan masih belum optimalnya kontribusi BUMN kepada stakeholders disamping masih menimbulkan hambatan-hambatan dalam peningkatan sinergi/aliansi strategis antar BUMN. 2. Beberapa Permasalahan Pokok BUMN dari Segi Pemerintah/Pemegang Saham dan Sektoral : a. Masih perlu ditingkatkannya kecepatan penanganan masalah-masalah BUMN; b. Masih perlu ditingkatkannya koordinasi antar lembaga terkait; c. Pembebanan fungsi PSO yang masih sering kurang accountable untuk subsidi/PSO; d. Berbagai tuntutan daerah untuk mengambil alih, memiliki saham, mendapatkan kontribusi langsung dari BUMN (terkait OTDA). e. Politisasi isu privatisasi; f. Sektor Perbankan : Strategic positioning bank-bank BUMN sejalan dengan API; Pemberlakuan Peraturan BI (PBI) No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum; Kebijakan BI yang mengarah pada Tight money policy seperti tambahan Giro Wajib Minimum yang disesuaikan dengan Loan Deposit Ratio (LDR) bank yang bersangkutan. g. Sektor Asuransi : Pelaksanaan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. h. Sektor Konstruksi : Kenaikan BBM meningkatkan biaya operasional (harga material, upah, dan suku bunga). i. Sektor Perhubungan : Dampak kenaikan BBM yang perlu diimbangi secara proporsional dengan kenaikan tarif; Persaingan antar moda transportasi yang sangat tajam; Pembiayaan pengembangan bandara dan pelabuhan. j. Sektor Kawasan Industri : Semakin mudahnya perijinan pendirian kawasan industri menyebabkan daya saing BUMN kawasan industri menjadi lemah; Pembangunan kawasan dan utilisasi areal yang telah dibangun masih rendah. k. Sektor Pariwisata : Kondisi keamanan dalam negeri yang perlu ditingkatkan stabilitasnya; Perlu dikaji peraturan yang membatasi pengembangan kegiatan usaha pariwisata.
32
l. Sektor Perdagangan : Tingkat kompetisi yang sangat tajam dan sektor sedang mengalami penurunan; Ketergantungan pada pasar institusional. m. Sektor Kehutanan : Pencabutan IPK dan pembatasan luasan HPH; Ilegal Logging; Perubahan paradigma pembangunan kehutanan dari timber management menjadi resort base dan community development. n. Sektor Perkebunan : Perpanjangan HGU; Perubahan areal perkebunan menjadi industri dan perkotaan; Koordinasi pemasaran, investasi dan hal-hal strategis lainnya yang perlu ditingkatkan. o. Sektor Pertambangan dan Energi : Liberalisasi distribusi minyak domestik (November 2005); Pendanaan operasional dan investasi; Penambangan liar. p. Sektor Industri Strategis : Ketergantungan bahan baku impor; Masalah pemasaran, pendanaan operasional dan investasi. q. Sektor Pupuk : Perlunya ketegasan arah pembangunan pertanian; Kestabilan makroekonomi (nilai tukar rupiah) terkait dengan harga gas; Arah pengembangan agro/petrochemical industry. G. Langkah – langkah Strategis Pembinaan BUMN Kedepan Dalam rangka pembinaan BUMN kedepan maka berdasarkan perkembangan kondisi BUMN yang ada selama ini serta memperhatikan kebijakan-kebijakan sektoral serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi, maka akan diambil langkah-langkah antara lain seperti di bawah ini. 1. Langkah-langkah Korporasi a. Melakukan peningkatan produktifitas, efesiensi dan profitabilitas BUMN; b. Meningkatkan penerapan implementasi GCG; c. Meningkatkan pelayanan dan kualitas produk/jasa; d. Meningkatkan ROA BUMN dengan tingkat pertumbuhan diupayakan minimal sama dengan tingkat inflasi; e. Meningkatkan pemantapan sinergi/aliansi strategis BUMN; f. Meningkatkan Corporate Social Responsibility/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL); g. Meningkatkan core competence BUMN dan pencapaian kinerja BUMN sesuai standar rata-rata industri masing-masing sektor; h. Meningkatkan pelaksanaan sistem teknologi informasi yang terintegrasi.
33
2. Langkah-langkah Pemegang Saham/Pemerintah a. Melakukan restrukturisasi BUMN; b. Menyelesaikan permasalahan-permasalahan pokok (strategic issues) BUMN; c. Meningkatkan monitoring terhadap dan implementasi pelaksanaan GCG; d. Meningkatkan pelaksanaan kontrak manajemen dengan reward and punisment yang lebih tegas; e. Meningkatkan penerapan sistem recruitment manajemen BUMN; f. Menyempurnakan peraturan-peraturan mengenai BUMN.
34
BAB III POKOK-POKOK PROGRAM RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI A. Program Restukturisasi 1. Definisi, Maksud dan Tujuan Restrukturisasi Sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional. Program restrukturisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada Negara, menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen dan memudahkan pelaksanaan privatisasi. 2. Ruang Lingkup Restrukturisasi a. Restrukturisasi Sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau Peraturan Perundang-undangan; b. Restrukturisasi Perusahaan/Korporasi yang meliputi : Peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah; Penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik. c. Restrukturisasi Internal yang mencakup keuangan, organisasi/ manajemen, operasional, sistem dan prosedur. 3. Kebijakan Rightsizing Berdasarkan visi dan misi Presiden mengenai penataan BUMN sebagaimana diuraikan di atas, maka strategi rightsizing telah digariskan oleh Kementerian Negara BUMN untuk memperbaiki struktur bisnis BUMN secara menyeluruh. Secara garis besar, program rightsizing tersebut tetap berpegang pada asas-asas yang telah disepakati dalam konstitusi yaitu Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Kesepakatan yang melibatkan berbagai elemen stakeholders BUMN mengenai cabang-cabang produksi dan aktivitas-aktivitas ekonomi yang
35
menyangkut hajat hidup orang banyak perlu diterjemahkan secara lebih riil. Ini berdasarkan pada konsep dasar penataan BUMN bahwa apapun bentuknya kebijakan penataan BUMN tidak boleh mengurangi fungsi pelayanan kepada masyarakat. BUMN-BUMN yang secara nyata mengemban fungsi Public Service Obligation (PSO) akan tetap dipertahankan keberadaannya tanpa mengurangi tuntutan efisiensi dan transparansi manajemen. Penataan BUMN dikembangkan berdasarkan filosofi urgensi kepemilikan pemerintah pada suatu perusahaan. BUMN-BUMN yang termasuk dalam kategori “strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak” sebagaimana digariskan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 tetap harus dipertahankan kepemilikan mayoritas negara pada BUMN tersebut. Kriteria BUMN “strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak” selama ini menjadi perdebatan berbagai kalangan, namun beberapa kriteria di bawah ini setidaknya dapat menerjemahkan berbagai pendapat tersebut yaitu: a. Amanat Pendirian oleh Peraturan Perundangan b. Mengemban PSO c. Terkait erat dengan Keamanan Negara d. Melakukan Konservasi Alam/Budaya e. Berbasis Sumber Daya Alam f. Padat Karya g. Penting bagi stabilitas ekonomi/Keuangan Negara Apabila suatu BUMN memiliki satu atau lebih kriteria-kriteria tersebut, maka dapat dikategorikan sebagai BUMN yang ”strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak”. Konsekuensinya BUMN tersebut mayoritas sahamnya harus dimiliki oleh negara. Namun hal ini masih menyisakan pertanyaan berapa minimal saham yang harus dimiliki oleh negara pada kategori ini. Apakah kepemilikan 51% sudah mencukupi, ataukah harus lebih dari 51%. Bila memperhitungkan kemungkinan terjadi dilusi pada momen-momen tertentu, mungkin perlu dipertimbangkan 55%. Sedangkan BUMN-BUMN yang tidak tergolong ”strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak”, maka berbagai shareholder action dapat diterapkan. Diantaranya adalah dilakukan divestasi, merger atau akuisisi, likuidasi atau diintegrasikan dengan BUMN-BUMN yang masuk kategori ”strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak”. Selanjutnya, tata cara dan model penciutan perlu dikaji secara obyektif dengan mengedepankan kepentingan jangka panjang BUMN dan perekonomian nasional. Beberapa opsi untuk rightsizing tersebut secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: o Stand Alone o Merger/Konsolidasi o Holding o Divestasi o Likuidasi
36
Penjelasan atas masing-masing opsi rightsizing tersebut dapat disampaikan sebagai berikut : a. Stand Alone Kebijakan stand alone (BUMN tetap seperti sediakala) diterapkan untuk mempertahankan keberadaan BUMN-BUMN tertentu utamanya yang memiliki salah satu kriteria sebagai berikut: 1) Market share cukup signifikan dan mengandung unsur keamanan; 2) Single player atau masuk sebagai pemain utama; 3) Belum memiliki potensi untuk dimerger ataupun holding; 4) Keberadaannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan umumnya captive market. Terdapat 35 BUMN yang masuk kriteria stand alone, yaitu : Tabel 10 : Daftar BUMN Yang Masuk Kriteria Stand Alone Rp Juta No
BUMN
2005
1 PT Bank Mandiri, Tbk
Aktiva
Ekuitas
Penjualan
L/R Bersih
Audited
263,383,348
23,214,722
24,634,199
603,369
Unaudited
196,755,265
122,656,805
315,484,637
16,456,842
3 PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI)
Audited
147,812,206
11,894,914
15,204,636
1,414,739
4 PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI)
Audited
122,775,579
13,352,982
18,519,200
3,808,587
5 PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM)
Audited
62,171,044
23,292,401
41,807,184
7,993,566
6 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Audited
38,814,399
1,880,352
5,030,308
629,623
7 PT Bank Tabungan Negara (BTN)
Audited
29,083,149
1,480,885
3,244,674
436,698
8 PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI)
Audited
19,873,156
8,221,801
15,688,511
848,699
9 PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN)
Audited
12,574,761
4,198,301
5,433,740
862,013
10 PT Semen Gresik, Tbk
Audited
7,296,964
4,487,178
7,532,208
1,022,568
11 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Audited
220,842,735
139,753,679
76,543,324
(4,920,594)
12 PT Taspen
Audited
17,381,376
1,025,249
3,471,472
381,762
13 Perum Bulog
Prognosa
14,405,067
6,673,132
10,620,792
15,552
14 PT Jasa Marga
Audited
9,715,807
1,967,692
1,923,860
293,137
15 PT Bank Ekspor Indonesia (BEI)
Audited
7,535,122
3,837,169
600,050
200,511
16 PT Kereta Api Indonesia (KAI)
Audited
4,260,569
3,094,862
2,616,534
6,908
17 Perum Pegadaian
Audited
4,833,341
867,102
1,410,869
229,448
18 PT Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES)
Audited
2,671,521
1,225,809
2,682,202
181,448
19 PT Asuransi Jasa Raharja
Audited
1,639,568
954,960
1,286,417
309,408
20 PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA)
Audited
1,050,777
827,086
644,804
377,086
21 PT Asuransi ABRI (ASABRI)
Audited
2,790,468
297,858
504,254
56,161
22 PT Pos Indonesia (POSINDO)
Audited
2,428,304
388,110
1,253,015
(51,409)
2 Pertamina
23 Perum Pembangunan Perumahan Nasional (PERUMNAS)
Audited
1,266,842
512,453
400,499
40,515
24 Perum Percetakan Uang RI (PERURI)
Audited
1,127,676
476,578
988,322
61,690
25 Perum Perhutani
Prognosa
1,104,980
902,418
1,440,318
59,983
26 PT Biofarma
Audited
543,628
447,520
433,700
55,344
27 Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU)
Audited
401,593
270,590
121,286
26,767
28 Perum Percetakan Negara Indonesia (PNRI)
Audited
158,316
76,096
49,347
2,266
29 Perum Prasarana Perikanan Samudra (PPS)
Audited
102,304
82,592
72,472
(1,263)
30 PT TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko
Audited
95,750
93,279
39,614
4,722
31 PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI)
Audited
58,630
41,317
115,070
11,780
32 PT Batan Teknologi
Audited
35,265
31,187
18,158
290
33 Perum Produksi Film Negara (PFN)
Unaudited
33,225
32,081
700
(1,363)
34 PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI)
Audited
35 PT Perikanan Nusantara
n.a. TOTAL
19,630 n.a 1,195,042,363
Termasuk dalam 22 BUMN terbesar
5,449 n.a 378,564,609
14,045 n.a 559,830,419
5,540 n.a 31,422,394
Tidak termasuk dalam 22 BUMN terbesar
37
Diupayakan paling lambat pada tahun 2009, 4 BUMN Asuransi (PT Taspen, PT Jamsostek, PT ASKES, PT ASABRI) akan menjadi Lembaga Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional (Undangundang No. 40 Tahun 2004) dan PT Bank Ekspor Indonesia akan menjadi Lembaga Penjaminan Ekspor. 4 BUMN tersebut statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU);
BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. (Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005);
Dalam status stand alone tersebut di atas maka dari 35 BUMN terdapat 16 BUMN dengan 3 atau 4 figur keuangan terbesar tahun 2005.
b. Merger/Konsolidasi Kebijakan ini dilakukan untuk mencapai struktur yang prospektif bagi BUMN yang berada dalam sektor bisnis yang sama dengan pasar yang identik dan kepemilikan Pemerintah 100%. Secara garis besar kriteria untuk BUMN-BUMN yang akan dimerger atau konsolidasi adalah sebagai berikut: 1) Jenis usaha dan segmen pasar sama; 2) Kompetisi tinggi; 3) Mayoritas saham dimiliki Pemerintah; 4) Kinerja tergolong kurang baik; 5) Going Concern diragukan, namun masih memiliki potensi untuk digabung dengan BUMN lain. Nilai manfaat secara kualitatif yang dapat dicapai melalui pembentukan merger/konsolidasi secara umum adalah : 1) Meningkatkan efisiensi karena masing-masing perusahaan akan lebih fokus pada kegiatan operasional, sedangkan pemasaran, pendanaan dan kebijakan strategis lainnya ditarik ke perusahaan induk; 2) Terciptanya sinergi diantara perusahaan asal, seperti penciptaan industri hilir baru; 3) Meningkatkan skala ekonomis perusahaan dengan daya saing yang lebih baik; 4) Memperbaiki struktur permodalan dan membuka peluang pendanaan untuk ekspansi bisnis; 5) Menciptakan value creation melalui perbaikan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas pendanaan.
38
Sektor Dok & Perkapalan Tabel 11: Sektor Dok & Perkapalan Rp Juta No 1
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS)
Audited
192,392
47,186
200,444
3,524
2
PT Industri Kapal Indonesia (IKI)
Audited
231,329
9,961
62,005
102
3
PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari
Audited
563,929 (1,935,412)
238,452
(74,869)
987,649 (1,878,265)
500,901
(71,242)
Total
Sebelum dilakukan penggabungan BUMN Sektor Dok & Perkapalan tersebut, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan retrukturisasi perusahaan khususnya dibidang keuangan sehingga entitas yang digabungkan tersebut merupakan entitas yang sehat. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Dok dan Perkapalan akan meningkat dari Rp. 0.24 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.50 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.33%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Dok dan Perkapalan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.24
0.29
0.35
0.41
0.50
Asumsi: PBV 2005 = 1.0X; pertumbuhan laba 20% per tahun; penambahan modal tahun 2007 Rp. 2 triliun. Alternatif lain adalah holding ketiga BUMN tersebut di atas dengan PT PAL Indonesia. Sektor Perdagangan Tabel 12 : Sektor Perdagangan Rp Juta No
BUMN
1 PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI)
2005
Aktiva
Ekuitas
Pe njualan L/R Bersih
Prognosa
641,779
(434,813)
652,948
(30,364)
2 PT PP Berdikari
Audited
282,484
156,452
330,837
25,486
3 PT Sarinah
Audited
117,049
79,916
208,956
7,413
1,041,312
(198,445)
1,192,741
2,536
Total
39
Merger/Konsolidasi BUMN Sektor Perdagangan dilaksanakan terlebih dahulu dengan restrukturisasi internal untuk kemudian divestasi. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Perdagangan akan meningkat dari Rp. 0.06 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.12 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 100%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Perdagangan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.06
0.07
0.08
0.10
0.12
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.4 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Sektor Pergudangan Tabel 13: Sektor Pergudangan Rp Juta No
BUMN
2005
Aktiva
1 PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Audited 2
PT Varuna Tirta Prakasya (VTP)
Audited
Total
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
97,566
65,821
196,849
11,674
41,155
(8,477)
84,039
75
138,722
57,344
280,888
11,749
Saat ini masing-masing perusahaan terkendala dengan keterbasan pendanaan untuk ekspansi usaha. Dengan merger kedua perusahaan, diharapkan perusahaan hasil merger dapat melakukan fund raising sehingga bisnis dapat lebih berkembang. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Pergudangan akan meningkat dari Rp. 0.19 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.40 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 110.53%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Pergudangan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.19
0.23
0.28
0.34
0.40
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.5 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Sektor Pariwisata Tabel 14: Sektor Pariwisata Rp Juta
No
BUMN
1 PT Bali Tourism & Development Corporation PT Hotel Indonesia Natour 2 (HIN) Total
2005
Aktiva
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
Audited
240,930
162,294
45,802
24,825
Audited
191,289
71,924
188,426
2,530
432,219
234,219
234,228
27,355
40
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Pariwisata akan meningkat dari Rp. 0.58 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 1.21 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.62%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Pariwisata : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.58
0.70
0.84
1.01
1.21
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.4 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Alternatif lain, PT BTDC diserahkan kepada Pemda dan PT HIN didivestasi. Sektor Penunjang Pertanian Tabel 15: Sektor Penunjang Pertanian
No
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Rp Juta
Penjualan L/R Bersih
1 Perum Jasa Tirta I
Audited
58,511
48,248
74,223
5,469
2 Perum Jasa Tirta II
Audited
248,024
197,736
185,643
15,110
306,535
245,984
259,866
20,579
Total
Terhadap Perum Jasa Tirta I dan II sebaiknya dilakukan merger dengan pembagian wilayah kerja/produksi berdasarkan divisi regional (location-based). Merger tersebut dapat mengurangi duplikasi fungsi dan wewenang dalam perusahaan/ menurunkan in-efisiensi. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Penunjang Pertanian akan meningkat dari Rp. 0.46 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.96 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.70%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Penunjang Pertanian : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.46
0.55
0.67
0.8
0.96
Asumsi: PER Industri 2005 = 23.1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
41
Sektor Kehutanan Tabel 16: Sektor Kehutanan Rp Juta No
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
1
PT Inhutani I
Audited
519,561
330,472
36,366
(31,733)
2
PT Inhutani II
Audited
242,129
183,765
50,202
3,506
3
PT Inhutani III
Audited
355,617
339,529
4,656
3,291
4
PT Inhutani IV
Audited
98,008
75,494
17,798
(6,102)
5
PT Inhutani V
Prognosa
154,248
51,887
0
(3,764)
1,369,563
981,147
109,023
(34,801)
Total
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Kehutanan akan meningkat dari Rp. 0.61 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 1.27 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.2%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi Sektor Kehutanan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.61
0.73
0.88
1.06
1.27
Asumsi: PBV 2005 = 1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Sektor Pertanian Tabel 17: Sektor Pertanian Rp Juta
No
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
1
PT Sang Hyang Seri (SHS)
Audited
252,302
44,826
386,124
4,542
2
PT Pertani
Audited
214,948
55,644
889,836
(5,684)
467,251
100,470
1,275,960
(1,142)
Total
Kedua BUMN tersebut bergerak pada industri yang sama berupa perdagangan bibit dan alat-alat mesin pertanian, sehingga dapat terjadi persaingan yang tidak sehat. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Pertanian akan meningkat dari Rp. 0.12 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.25 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.33%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Pertanian : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.12
0.14
0.17
0.21
0.25
Asumsi: PBV 2005 = 1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
42
Sektor Kertas Tabel 18: Sektor Kertas Rp Juta
No
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
1 PT Kertas Leces
Audited
1,180,842 (217,824)
2 PT Kertas Kraft Aceh
Audited 2004
519,870
260,600
Penjualan L/R Bersih 761,599 10,930
(25,627) (31,470)
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Kertas akan meningkat dari Rp. 0.12 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.25 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.33%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Kertas : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.12
0.14
0.17
0.21
0.25
Asumsi: PBV 2005 = 1 X; pertumbuhan laba 20% per tahun; penambahan modal tahun 2006 Rp. 300 miliar
Sektor Percetakan Tabel 19: Sektor Percetakan Rp Juta
No 1 2
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
PT Balai Pustaka (BP)
Audited
85,343
4,161
17,609
(26,719)
PT Pradnya Paramita
Audited
5,238
4,566
1,750
128
90,582
8,727
19,360
(26,590)
Total
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Percetakan akan meningkat dari Rp. 0.01 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 0.02 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 100%. Berikut ini adalah proyeksi penciptaan nilai merger/konsolidasi BUMN Sektor Percetakan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.01
0.01
0.01
0.02
0.02
Asumsi: PBV 2005 = 1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
43
Sektor Pertahanan Tabel 20: Sektor Pertahanan Rp Juta
No
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Penjualan L/R Bersih
1
PT PINDAD
Audited
611,992
153,003
307,525
17,234
2
PT Dahana
Audited
231,445
118,407
320,138
23,309
843,437
271,409
627,663
40,543
Total
Dengan komposisi balance sheet yang lebih baik akan terbuka peluang untuk memperoleh dana/kredit yang lebih besar untuk pengembangan usaha. Nilai total ekuitas BUMN sektor Industri Pertahanan akan meningkat dari Rp. 0.8 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 1.67 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.75%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Pertahanan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.8
0.96
1.16
1.39
1.67
Asumsi: PER Industri 2005 = 20.1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Sektor Farmasi Tabel 21: Sektor Farmasi No
BUMN
2005
Aktiva
Ekuitas
Rp Juta Penjualan L/R Bersih
1
PT Kimia Farma, Tbk
Audited
1,177,603
844,220
1,816,433
52,827
2
PT Indo Farma, Tbk
Audited
518,824
265,245
684,040
9,595
1,696,427
1,109,465
2,500,473
62,422
Total
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Farmasi akan meningkat dari Rp. 1.39 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 2.87 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 106.47%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) merger/konsolidasi BUMN Sektor Farmasi : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
1.39
1.66
2
2.4
2.87
Asumsi: PER Industri 2005 = 23.1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
44
Apabila dibentuk holding company, restrukturisasi tersebut menempatkan PT Kimia Farma, Tbk dan PT Indo Farma, Tbk pada posisi yang sejajar bersama-sama untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sinergis. Namun demikian proses pembentukan holding disadari relatif kompleks karena melibatkan pembentukan BUMN baru, proses IPO, share swap dan go private yang menimbulkan biaya transaksi yang tinggi. Alternatif lain adalah penggabungan BUMN Farmasi. Penggabungan BUMN Sektor Farmasi merupakan percepatan proses restrukturisasi karena tidak harus membentuk BUMN baru. c. Holding Pembentukan holding ini menjadi pilihan yang rasional untuk BUMN yang berada dalam sektor yang sama namun memiliki produk maupun sasaran pasar yang berbeda, tingkat kompetisi yang tinggi, prospek bisnis yang cerah dan kepemilikan Pemerintah yang masih dominan. Beberapa kriteria utama BUMN-BUMN yang akan diholding adalah sebagai berikut: 1) Sektor usaha sama; 2) Jenis usaha dan segmen pasar berlainan; 3) Kompetisi tinggi; 4) Masih ada prospek/ bisnis prospektif; 5) Pemerintah merupakan pemilik mayoritas. Nilai manfaat secara kualitatif yang pembentukan holding secara umum adalah :
dapat
dicapai
melalui
1) Meningkatkan efisiensi karena masing-masing perusahaan asal lebih fokus pada kegiatan operasional, sedangkan pemasaran, pendanaan dan kebijakan strategis lainnya ditarik ke perusahaan induk; 2) Terciptanya sinergi diantara perusahaan asal, seperti penciptaan industri hilir baru; 3) Meningkatkan skala ekonomis perusahaan dengan daya saing yang lebih baik; 4) Memperbaiki struktur permodalan dan membuka peluang pendanaan untuk ekspansi bisnis; 5) Menciptakan value creation melalui perbaikan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas pendanaan. Adapun BUMN-BUMN yang direncanakan untuk dilakukan holding adalah sebagai berikut:
45
Sektor Perkebunan Tabel 22: Sektor Perkebunan Rp Juta
No
BUMN
Status
Aktiva
Ekuitas 59,056
Penjualan 284,477
L/R Bersih
1 PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I)
Audited
468,765
(2,791)
2 PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II)
Audited
1,706,963
416,369
884,936
(68,325)
3 PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III)
Audited
2,414,790
1,067,749
2,334,949
277,915
4 PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV)
Audited
2,477,574
1,297,920
2,293,496
221,434
5 PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX)
Audited
857,016
52,681
945,705
137,924
6 PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V)
Audited
1,616,722
638,999
1,558,899
97,871
7 PT Perkebunan Nusantara VI (PTPN VI)
Audited
900,442
301,581
823,380
5,668
8 PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII)
Audited
1,828,875
643,663
1,825,167
126,151
9 PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII)
Audited
1,251,844
558,941
1,105,499
42,555
10 PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X)
Audited
1,161,271
522,189
1,816,965
108,738
11 PT Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI)
Audited
1,073,400
318,866
2,054,731
172,969
12 PT Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII)
Audited
716,875
354,606
478,105
34,295
13 PT Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII)
Audited
1,487,061
615,814
1,204,430
45,665
14 PT Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) 15 PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)
Audited
575,644
(6,854)
296,083
(3,614)
Unaudited
3,113,904
489,405
2,825,214
55,622
21,651,147
7,330,986
20,732,036
1,252,078
TOTAL
Berdasarkan kajian konsultan maka alternatif holding yang bisa dilakukan adalah: 1) 1 (satu) holding yang menangani pemasaran, investasi, kebijakan strategis. Dalam skenario ini PTPN I – XIV serta PT RNI menjadi anak holding. 2) Multiple Holding berdasarkan : Wilayah; Komoditas (tanaman); Champion. Pada holding BUMN Sektor Perkebunan, dapat dipertimbangkan kepemilikan Negara tetap mayoritas, atau bila berada dalam posisi minoritas, maka Negara tetap harus memiliki kuasa pengendalian (baik dengan saham seri A atau mekanisme lain yang lazim), hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut: 1) Berbasis SDA dengan sifat padat karya; 2) Memiliki fungsi sebagai penyeimbang swasta; 3) Penggunaan lahan yang sangat luas dengan waktu produksi yang panjang. Dapat dipertimbangkan untuk pelepasan saham diprioritaskan kepada karyawan BUMN, Petani sekitar perkebunan dan Pemda dengan tetap mengikuti mekanisme bisnis yang lazim.
46
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Perkebunan akan meningkat dari Rp. 30.03 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 62.27 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.35%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Perkebunan: Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
30.03
36.04
43.24
51.89
62.27
Asumsi: PER Industri 2005 = 23.1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Penyelesaian restrukturisasi BUMN Sektor Perkebunan ini perlu segera dilakukan untuk menghindari hilangnya momen penciptaan nilai dari hasil konsolidasi dan sinergi yang diharapkan. Untuk itu dapat dilakukan kajian pembentukan holding bersama-sama dengan konsultan dan BUMN yang bersangkutan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait, antara lain geografis, lahan, komoditas, budaya perusahaan, dan SDM. Sektor Pertambangan Tabel 23: Sektor Pertambangan Rp Juta
No
BUMN
Status
Aktiva
Ekuitas
Penjualan
L/R Bersih
1 PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM)
Audited
6,402,714
3,029,643
3,287,269
841,936
2 PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk (PTBA)
Audited
2,839,690
2,052,660
2,998,686
467,060
3 PT Timah, Tbk
Audited TOTAL
Termasuk dalam 22 BUMN terbesar
2,748,157
1,534,033
3,396,150
107,499
11,990,561
6,616,336
9,682,105
1,416,495
Tidak termasuk dalam 22 BUMN terbesar
Nilai total ekuitas BUMN Sektor Pertambangan akan meningkat dari Rp. 67.06 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 139.06 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.36%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Pertambangan: Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
67.06
80.47
98.57
115.88
139.06
Asumsi: PER Industri 2005 = 47.9 X; pertumbuhan laba 20%/tahun.
47
Sektor Konstruksi Tabel 24: Sektor Konstruksi No
BUMN
Status
Aktiva
Rp Juta
Ekuitas
Penjualan
L/R Bersih
1 PT Adhi Karya
Audited
2,413,950
370,850
3,067,013
77,919
2 PT Wijaya Karya (WIKA)
Audited
2,097,931
329,383
2,630,853
68,382 50,283
3 PT Waskita Karya
Audited
1,672,171
287,339
2,653,484
4 PT Pembangunan Perumahan (PP)
Audited
1,826,210
239,372
2,256,034
66,909
5 PT Hutama Karya (HK)
Audited
1,083,186
210,065
1,295,924
24,290
6 PT Nindya Karya
Audited
799,653
70,844
774,540
8,697
7 PT Istaka Karya
Tahunan
386,680
23,550
325,300
(39,510)
8 PT Brantas Abipraya
Prognosa
182,204
(84,289)
301,656
(1,726)
Audited
86,852
16,455
88,081
84
10,548,837
1,463,569
13,392,886
255,328
9 PT Amarta Karya TOTAL
Proyek-proyek pengembangan infrastruktur berskala nasional sedang digalakan Pemerintah sehingga memberi peluang besar bagi perusahaan jasa konstruksi. Namun demikian masuknya pemain asing yang kuat dalam permodalan dan keahlian merupakan ancaman bagi perusahaan jasa konstruksi. Oleh karenanya untuk dapat bersaing dibutuhkan suatu perusahan konstruksi yang besar yang dapat ditempuh melalui holding. Untuk tahap pertama sesuai hasil kajian dan analisa staf 9 BUMN konstruksi kemungkinan menjadi 4 atau 5 BUMN. Ke depan untuk masa yang akan datang dari 4-5 BUMN tersebut, dapat dilanjutkan dengan membentuk satu holding utama. Berdasarkan analisa, pengukuran daya saing perusahaan jasa konstruksi dapat diukur melalui jaringan pemasaran yang luas, kemampuan memenuhi persyaratan kualifikasi dan memenangi tender, serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu, biaya yang kompetitif dan mutu yang tinggi. Nilai total ekuitas BUMN sektor Industri Konstruksi akan meningkat dari Rp. 4.66 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 9.65 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.08%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Konstruksi: Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
4.66
5.59
6.70
8.05
9.65
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.5 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Untuk 5 BUMN konsultan akan dilakukan upaya restrukturisasi melalui antara lain penyatuan dengan BUMN Konstruksi dimana telah dilakukan kajian dalam Forum BUMN Karya.
48
Sektor Industri Strategis Tabel 25: Sektor Industri Strategis Rp Juta No
BUMN
Status
Aktiva
Ekuitas
Penjualan
L/R Bersih
1
PT Krakatau Steel (KS)
Audited
10,689,077
5,211,656
11,632,509
2
PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI)
Audited
742,684
488,631
565,562
18,071
3
PT Barata Indonesia
Audited
251,778
4,991
175,001
57,408
4
PT LEN Industri
Audited
229,625
59,684
150,597
3,026
5
PT Industri Kereta Api (INKA)
Audited
167,672
39,712
79,168
(28,097)
6
PT PAL Indonesia
Audited T OTAL
Termasuk dalam 22 BUMN terbesar
236,995
2,542
1,308
1,043,874
6,611
12,083,377
5,805,982
13,646,711
294,014
Tidak termasuk dalam 22 BUMN terbesar
Beberapa BUMN Sektor Industri Strategis mengalami kesulitan keuangan dan pemasaran. BUMN yang tidak memiliki prospek lagi dan mengalami kerugian terus menerus diusulkan untuk dilikuidasi. Beberapa BUMN seperti PT Pindad dan PT Dahana masuk kategori/opsi merger/konsolidasi. BUMN-BUMN dalam tabel di atas berdasarkan hasil kajian konsultan direkomendasikan untuk dikonsolidasikan dalam satu strategic holding. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Industri Strategis akan meningkat dari Rp. 6.03 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 12.5 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.30%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Industri Strategis: Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
6.03
7.24
8.68
10.42
12.50
Asumsi: PER Industri 2005 = 20.1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
Sektor Kawasan Tabel 26: Sektor Kawasan No
BUMN
Status
Aktiva
Rp Juta
Ekuitas
Penjualan
L/R Bersih
1 PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN)
Audited
389,640
340,411
142,620
2 PT Kawasan Industri Medan (KIM)
Audited
83,186
41,622
17,173
5,122
3 PT Kawasan Industri Makasar (KIMA) 4 PT Pengembangan Daerah Industri (PDI) Pulau Batam
Audited Audited
52,308 40,627
41,165 32,359
9,974 40,682
(1,710) (1,089)
5 PT Kawasan Industri W ijaya Kusuma (KIW)
Audited
TOTAL
24,200
30,140
24,276
3,387
(718)
595,902
479,834
213,836
25,805
Sektor kawasan akan sangat menarik jika terlebih dahulu ditata secara terpadu dan terintegrasi yang didukung dengan ketersediaan infrastruktur. Holding BUMN Sektor kawasan diharapkan dapat menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional karena dapat
49
mendukung pertumbuhan industri dan penciptaan lapangan kerja, disamping dapat meningkatkan pendanaan bagi perusahaan. Selain perusahaan pada BUMN Sektor Kawasan dimana porsi kepemilikan Pemerintah Pusat minoritas (PT SIER dan PT JIEP) yang ditawarkan kepada existing shareholder, maka untuk BUMN Sektor Kawasan dalam tabel 26 di atas direncanakan akan dikonsolidasikan dalam dua holding Kawasan Barat dan Timur diikuti dengan restrukturisasi untuk kemudian didivestasi pada saat yang tepat. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Industri Kawasan akan meningkat dari Rp. 0.58 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 1.21 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 108.62%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Kawasan: Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
0.58
0.70
0.84
1.01
1.21
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.5 X; pertumbuhan laba 20%/tahun Sektor Kebandarudaraan Tabel 27: Sektor Kebandaraudaan No
BUMN
Status
1 PT Angkasa Pura I (AP I)
Audited
2 PT Angkasa Pura II (AP II)
Audited
TOTAL
Aktiva
Ekuitas
4,724,944
4,325,395
Rp Juta
Penjualan
L/R Bersih
1,214,837
334,864
3,889,345
3,550,771
1,710,379
441,952
8,614,289
7,876,165
2,925,216
776,817
Pendapatan BUMN Sektor Kebandarudaraan umumnya dari kegiatan Aeronotika ± 60% karena terkait dengan regulasi dan ± 40% dari Non Aeronotika, tergantung kepada kondisi airport. Restrukturisasi melalui konsolidasi dalam bentuk holding BUMN sektor ini diperkirakan akan memberikan nilai tambah yang lebih besar. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Kebandarudaraan akan meningkat dari Rp. 15.52 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 32.18 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.35%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Kebandarudaraan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
15.52
18.62
22.35
26.82
32.18
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.4 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
50
Sektor Pelayaran Tabel 28: Sektor Pelayaran Rp Juta No
BUMN
Status
1 PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) 2 PT Djakarta Lloyd 3 PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) 4 PT Pelayaran Bahtera Adhiguna
Aktiva
Ekuitas
Penjualan
L/R Bersih
Audited
5,273,231
4,494,815
1,507,819
(127,822)
Audited Prognosa
1,232,785 810,931
507,202 772,603
401,366 411,909
30,498 14,114
Audited
TOTAL
109,991
30,417
114,033
2,978
7,426,939
5,805,036
2,435,127
(80,232)
Secara individual perusahaan memiliki permasalahan bisnis karena skala usahanya yang kecil, namun masih memiliki prospek bisnis, sehingga untuk memperbesar skala usaha diperlukan penanganan terpadu (holding). BUMN yang masih mengemban PSO (PT ASDP & PT Pelni) dipertimbangkan untuk dipertahankan namun direstrukturisasi dengan penanganan di bawah satu holding. Di luar PT ASDP dan PT Pelni (PT Djakarta Lloyd dan PT Bahtera Adhiguna) dapat pula diikutsertakan dalam holding kemudian direstrukturisasi dan didivestasi pada saat yang tepat atau langsung dipertimbangkan untuk divestasi, parsial maupun penuh. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Pelayaran (holding 4 BUMN) akan meningkat dari Rp. 6.96 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 14.43 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.35%. Berikut ini adalah proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Pelayaran: Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
6.96
8.35
10.02
12.03
14.43
Asumsi: PBV 2005 = 1 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
Sektor Pelabuhan Tabel 29: Sektor Pelabuhan No
BUMN
Status
Aktiva
Ekuitas
Rp Juta Penjualan
L/R Bersih
1 PT Pelabuhan Indonesia I (PELINDO I)
Audited
1,110,886
955,076
521,794
118,939
2 PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)
Audited
4,467,058
3,329,002
1,642,410
702,189
3 PT Pelabuhan Indonesia III (PELINDO III)
Audited
3,086,367
1,790,062
1,693,128
341,764
4 PT Pelabuhan Indonesia IV (PELINDO IV)
Audited
832,867
503,472
390,964
58,794
9,497,179
6,577,612
4,248,296
1,221,685
TOTAL
Dari segi keuangan PT Pelindo I dan IV relatif lemah, untuk pengembangan. PT Pelindo II menyokong PT Pelindo I dan PT Pelindo III menyokong PT Pelindo IV. Holding BUMN Sektor Pelabuhan kemungkinan akan mendapatkan resistensi yang tinggi baik dari Pemda maupun dari internal perusahaan. Bentuk holding kemungkinan akan lebih
51
cepat terlaksana. PT Rukindo yang dulunya merupakan bagian dari Pelindo dapat dimasukkan dalam holding. Aktivitas kepelabuhanan mendapatkan konstribusi terbanyak dari TPK (terbesar PT Pelindo II dan PT Pelindo III) ± 60 – 70 . Dari segi keuangan PT Pelindo I dan PT Pelindo IV relatif lemah untuk pengembangan. Sehingga PT Pelindo yang kuat dapat menyokong PT Pelindo yang lemah. Nilai total ekuitas BUMN Sektor Pelabuhan akan meningkat dari Rp. 23.28 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 48.27 Triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 107.35%. Berikut proyeksi penciptaan nilai (value creation) holding BUMN Sektor Pelabuhan : Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Nilai (Rp. T)
23.28
27.94
33.52
40.23
48.27
Asumsi: PER Industri 2005 = 19.4 X; pertumbuhan laba 20%/tahun
d. Divestasi Kebijakan ini diutamakan bagi investor dalam negeri atau melalui proses akuisisi dan/atau merger/konsolidasi oleh BUMN lain. Alternatif ini dilakukan sesuai dengan kriteria dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2005. Disamping itu terdapat kriteria tambahan yaitu: 1) Berbentuk Persero; 2) Berada pada sektor usaha atau industri yang kompetitif atau unsur teknologinya cepat berubah; 3) Bidang usahanya menurut Undang-undang tidak secara khusus harus dikelola oleh BUMN; 4) Tidak bergerak di sektor pertahanan dan keamanan; 5) Tidak mengelola sumber daya alam yang menurut ketentuan peraturan perundangan tidak boleh diprivatisasi; 6) Tidak bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; 7) Memenuhi ketentuan/peraturan pasar modal apabila privatisasi dilakukan melalui pasar modal. Terdapat 27 BUMN yang masuk kriteria divestasi sebagaimana tabel di bawah ini. Khusus untuk Sektor Konsultan Karya sebagaimana dijelaskan di atas alternatif selain divestasi telah dipikirkan untuk dilakukan penyatuan dengan BUMN Sektor Konstruksi. Untuk BUMN Sektor Penerbangan sesuai kondisi perusahaan masing-masing dan memperhatikan regulasi sektoral maka divestasi yang dapat dilakukan maksimal 49% atau Negara masih menjadi pemegang saham mayoritas
52
sedikitnya 51%. Sedangkan untuk PT Semen Baturaja telah dipikirkan alternatif lain untuk disatukan dengan holding BUMN Sektor Semen. Tabel 30 : Daftar BUMN Divestasi Rp Juta No
BUM N
Status
Aktiva
Ekuitas 456,598
Penjualan
L/R Be rsih
1
PT Garuda Indone sia (GIA)
Audited
7,717,419
2
PT M erpati Nusantara Indonesia
Audited
585,181
3
PT Asuransi Jiwasraya
Audited
3,631,710
335,783
1,584,336
25,825
4
PT Pe rmodalan Nasional M adani (PNM ) Audited
2,005,593
429,318
176,907
40,573
5
PT Danareksa
Audited
1,954,717
572,587
225,378
6
PT PANN M ulti Finance
Audited
1,708,638
7
PT Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO) Audited
1,488,604
8
PT Se me n Baturaja
Audited
9
PT Asuransi Ekspor Indone sia (ASEI)
Audited
(1,246,065)
(1,549,119)
12,650,699
(688,466)
1,409,458
(313,960)
(182,339)
68,054
23,602
514,254
738,010
88,050
611,536
138,172
442,206
17,482
595,381
517,649
100,510
33,896 25,161
10
PT Sucofindo
Audited
577,629
350,560
681,182
11
PT Reasuransi Umum Indonesia (RUI)
Audited
548,934
(61,622)
418,036
21,842
12
PT Pe nge rukan Indone sia (RUKINDO)
Audited
406,218
218,627
122,849
(52,207)
13
PT Garam
Audited
310,694
211,972
128,460
4,061
14
PT Surve yor Indone sia (SI)
Audited
292,124
224,337
293,685
17,023
15
PT Industri Soda Indone sian (ISI)
Audited
161,094
(70,388)
33,718
(22,437)
16
PT Industri Ge las (IGLAS)
Audited
265,445
58,466
284,564
(24,899)
17
PT Industri Sandang Nusantara (INSAN) Audited
238,785
(77,096)
141,136
(31,514)
18
Perum Damri
Audited
19
PT Boma Bisma Indra (BBI)
Audited
126,221
20
PT Primissima
Audited
61,817
28,452
109,180
286
21
PT Indra Karya
Audited
44,394
8,002
18,109
145
22
PT Virama Karya
Audited
31,736
12,303
50,516
314
23
PT Yodya Karya
Audited
27,842
7,332
39,364
24
PT Indah Karya
Audited
23,190
6,602
16,455
25
PT Konve rsi Ene rgi Abadi (KO NEBA)
Audited
17,566
13,703
17,237
2,244
26
PT Bina Karya
Audited
23,248
(14,413)
34,067
1,745
27
PT Sarana Karya
Prognosa T OT AL
213,738
8,727 23,678,181
84,176 (74,763)
(1,145) 1,094,280
292,461
(19,321)
47,312
(17,576)
12,026 20,135,914
126 (1,871)
2,564 (1,049,652)
e. Likuidasi Kebijakan likuidasi diambil untuk BUMN-BUMN yang tidak memiliki kewajiban PSO, berada dalam sektor yang kompetitif, skala usaha kecil, mengalami kerugian selama beberapa tahun dan mempunyai ekuitas yang negatif. Hal ini untuk mencegah kerugian lebih lanjut. Secara garis besar kriteria BUMN yang akan dilikuidasi adalah sebagai berikut: 1) Tidak ada PSO – ”non strategis” (tidak harus dipertahankan status BUMN); 2) Dalam beberapa tahun mengalami kerugian terus-menerus; 3) Kompetisi usaha tinggi; 4) Eksternalitas rendah; 5) Usahanya tidak prospektif; 6) Ekuitas negatif. Beberapa BUMN yang ada dalam kategori ini antara lain pada Sektor Angkutan Darat dan Aneka Industri.
53
4. Skenario Hasil Rightsizing Dari sisi jumlah BUMN, rightsizing policy diharapkan akan mencapai ukuran dan skala usaha BUMN yang ideal dengan skenario jumlah sebagai berikut: 1) Tahun 2007 102 BUMN 2) Tahun 2008 87 BUMN 3) Tahun 2009 69 BUMN 4) Tahun 2015 50 BUMN 5) > Tahun 2015 25 BUMN Dalam jangka pendek, diharapkan pada tahun 2007-2008, beberapa BUMN di bawah ini telah selesai direstrukturisasi dan siap menjadi BUMN champion yang memiliki daya saing global yaitu: 1) PT Telkom Tbk. 2) PT Pertamina 3) Holding Pertambangan (Indonesian Resource Company) 4) PT Perusahaan Gas Negara Tbk. 5) Holding Perkebunan 6) PT PLN 7) Holding Pupuk B. Program Privatisasi 1. Definisi, Maksud dan Tujuan Privatisasi Sesuai Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pengertian Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut maka “visi” Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi adalah: “Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya”. Sesuai pasal 74 Undang-undang 19 tahun 2003 telah ditetapkan maksud dan tujuan Privatisasi. Maksud dan tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang tersebut sekaligus menjadi ”misi” Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi yaitu: ”memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar”.
54
Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. 2. Kriteria Privatisasi Kriteria Umum bagi BUMN-BUMN yang akan diprivatisasi telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2003. Kriteria umum tersebut adalah sebagai berikut: a. Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria: 1) Industri/sektor usahanya kompetitif; atau 2) Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. b. Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi. Sedangkan kriteria khusus yang harus dimiliki oleh BUMN yang akan diprivatisasi adalah sebagai berikut: a. Tidak ada PSO; b. Telah dan sedang dalam restrukturisasi; c. Ada kebutuhan dana untuk pengembangan; d. Perbaikan struktur modal/leverage; e. Rugi terus menerus; 1) profitisasi sulit dilaksanakan; 2) masih potensial profitisasi; 3) ada alokasi PMN tapi perlu pendanaan tambahan. f. Perubahan regulasi yang berpengaruh pada sektor usaha; g. Kepemilikan minoritas sehingga tidak ada kontrol negara dan lambat laun kepemilikan akan terdilusi dan tidak strategis; h. Untuk yang IPO, dalam 2 tahun berturut-turut menghasilkan laba. Sedangkan Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan peraturan perundangan hanya boleh dikelola oleh BUMN; b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang dilarang untuk diprivatisasi.
55
3. Metode Privatisasi Privatisasi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari 3 metode di bawah ini yaitu: a. Penjualan Saham berdasarkan Ketentuan Pasar Modal; b. Penjualan Saham Langsung kepada Investor/Strategic Sale (SS) c. Penjualan Saham kepada Manajemen dan/atau Karyawan (Employee and Management Buy Out /EMBO) Masing-masing metode tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda. Kriteria bagi BUMN yang akan diprivatisasi dengan metode Penjualan Saham berdasarkan Ketentuan Pasar Modal adalah: a. Berada dalam sektor yang kompetitif, mengalami pertumbuhan beberapa tahun terakhir dan memiliki trend pertumbuhan kedepan serta sahamnya diminati oleh investor; b. Mampu membukukan keuntungan (profitable) dan memiliki prospek usaha yang baik di masa mendatang; c. Memiliki produk/jasa unggulan; d. Membutuhkan investasi modal yang besar untuk pengembangan usaha; e. Memiliki kompetensi baik teknis, manajemen dan jaringan pemasaran yang memadai; f. Memenuhi persyaratan peraturan Bapepam dan Bursa Efek (Pasar Modal). Sedangkan Penjualan Saham Langsung kepada Investor/ Strategic Sale (SS) dapat dilakukan terhadap BUMN-BUMN yang memenuhi kriteria di bawah ini: a. Memerlukan bantuan dan keahlian, “know-how”, expertise dari mitra strategis, seperti operasi/teknis, inovasi/pengembangan produk, manajemen, pemasaran teknologi, dan kemampuan pendanaan; b. Membutuhkan dana yang besar namun menghadapi keterbatasan dana dari Pemerintah (selaku shareholder) dan/atau kesulitan menarik dana dari pasar modal; c. Mendorong lebih lanjut pengelolaan dan pengembangan sebagian aset/kegiatan operasionalnya yang dapat dipisahkan untuk dikerjasamakan dengan mitra strategis; d. Mengurangi kepemilikan Negara menjadi minoritas sepanjang tidak bertentangan dengan regulasi; e. Merupakan sektor yang bukan strategis bagi Pemerintah. Adapun Employee and Management Buy Out (EMBO) digunakan untuk BUMN-BUMN yang masuk dalam kriteria: a. Memiliki bidang usaha yang core business-nya jasa profesional (brainware), atau core business-nya bukan jasa profesional tetapi bidang usahanya sangat kompetitif dan memerlukan kompetensi tehnis khusus; b. Nilai aset relatif kecil dan hasil penjualan saham relatif tidak terlalu besar; c. Perusahaan harus menjaga kelangsungan (kesinambungan) program yang telah terjadwal sehingga diharapkan program privatisasi tidak akan
56
mengubah dinamika manajemen yang ada dan tidak mempengaruhi kegiatan usaha; d. Nature of business–nya dianggap dapat dijalankan dan dimiliki oleh karyawan/manajemen; e. Modal perusahaan tidak terlalu besar, sehingga karyawan dan manajemen mampu untuk berpartisipasi dalam kepemilikannya. Sebagai strategi pokok maka secara umum, privatisasi diarahkan bukan semata-mata untuk pemenuhan APBN, tetapi lebih diutamakan untuk mendukung pengembangan perusahaan dengan metode utama melalui penawaran umum di pasar modal. Disamping juga untuk lebih mendorong penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Oleh karena itu, privatisasi yang dilakukan tidak melalui metode penawaran umum lewat pasar modal akan dilakukan sangat selektif dan hatihati. Metode ini terutama digunakan untuk BUMN-BUMN yang memerlukan pendanaan yang tidak dapat diperoleh/dipenuhi dari pasar modal dan/atau Pemerintah serta memerlukan peningkatan kompetensi tehnis, manajemen dan pemasaran. 4. Dampak Privatisasi Dari hasil penelitian yang pernah kami lakukan terhadap BUMN yang telah diprivatisasi sejak tahun 1991-2005, secara umum kami temukan bahwa privatisasi di Indonesia memberikan dampak positif terhadap kinerja perusahaan: a. Peningkatan yang cukup tajam terlihat pada profitability (dalam hal ini diwakili oleh Return on Sales meningkat dari 9.15% menjadi 24.66%) b. Output (penjualan real) meningkat dari 76.08% menjadi 142.56% c. Operating Efficiency (yang diwakili tingkat efisiensi penjualan naik dari 517.33 menjadi 712.66 dan tingkat efisiensi laba meningkat dari 22.03 menjadi 163.61). d. Leverage (yang diwakili DER membaik dari 413.44% menjadi 203.77%). Disamping itu, BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi melalui metode IPO yang saat ini berjumlah 12 BUMN Tbk memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan IHSG di bursa efek. Berdasarkan data per 5 Januari 2007 penguasaan kapitalisasi pasar dari 12 BUMN Tbk tersebut (dari 342 emiten) mencapai 36.02% atau senilai Rp.456.23 triliun. BUMN Tbk tersebut umumnya menunjukkan capaian kinerja yang lebih baik dibanding BUMN yang belum Tbk. 5. Program Tahunan Privatisasi Tahun 2007 Untuk program privatisasi tahun 2007, Menteri Negara BUMN telah mengajukan usulan Program Tahunan Privatisasi Tahun 2007 kepada Komite Privatisasi melalui Surat Nomor S-526/MBU/2006 tanggal 14 Nopember 2006 dan S-636/MBU/2006 tanggal 28 Desember 2006. Adapun BUMN yang diusulkan melalui surat tersebut adalah sebagai berikut:
57
a. 12 BUMN Mayoritas (PT Jasa Marga, PT BNI, PT BTN, PT Wijaya Karya, PT Penanaman Nasional Madani, PT Garuda, PT Merpati, PT Krakatau Steel, PT Dirgantara Indonesia, PT Industri Soda Indonesia, PT IGLAS dan PT Cambrics Primissima); b. 5 BUMN Konsultan Kontruksi (PT Indah Karya, PT Indra Karya, PT Virama Karya, PT Yodya Karya dan PT Bina Karya); c. 7 Perusahaan Patungan Minoritas (PT JIHD, PT Kertas Padalarang, PT Atmindo, PT Intirub, PT PPLI, PT Kertas Blabak dan PT Kertas Basuki Rahmat. Seluruh BUMN yang masuk program privatisasi perlu dibahas dalam Komite Privatisasi dan mendapatkan rekomendasi Menteri Keuangan untuk kemudian dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Untuk program tahunan 2007 BUMN-BUMN yang diprivatisasi melalui public offering/pasar modal umumnya adalah untuk kepentingan permodalan dan pengembangan perusahaan. Sedangkan BUMN-BUMN yang memerlukan dana cukup besar untuk restrukturisasi dan pengembangan usaha namun di sisi lain pemerintah memiliki keterbatasan dana dilakukan strategic sale akan tetapi Negara masih mempertahankan posisi mayoritas. Di luar itu sesuai kondisi dan posisi perusahaan bersangkutan yang tidak lagi strategis, dilakukan divestasi secara menyeluruh. 6. Rencana Privatisasi Jangka Pendek Adapun BUMN yang direncanakan masuk dalam program privatisasi pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: Tabel 31 : Rencana Privatisasi 2008 No
BUMN
% Saham Negara
Rencana Metode
1
PT Asuransi Jasa Indonesia
100
IPO/Dilusi
2
PT Asuransi Jiwasraya
100
IPO/Dilusi
3
PT Sarana Karya
100
SS
4
PT Rukindo
100
SS
5
PT Semen Baturaja
100
IPO/Dilusi/Divestasi*
6
PT Industri Sandang
100
SS
7
PT Krakatau Steel
100
IPO/Dilusi/Divestasi
8
PT INTI
100
SS/Divestasi dan Dilusi
9
PT Koneba
100
SS
10
PT JIEP
50
SS/Divestasi
11
PT SIER
50
SS/Divestasi
12
PT Bank Bukopin
18
Placement
13
PT Dirgantara Indonesia
14
PT Rekayasa Industri
4,97
15
PT Surveyor Indonesia
85,12
17**
Dasar Pertimbangan Kompetitif Kompetitif Pengembangan Usaha Cut Loss Butuh Dana Pengembangan Teknologi dan Pasar Pengembangan Usaha • Sektor terbuka dan Kompetitif • Untuk meningkatkan daya perusahaan (competitiveness),
saing
Sektor kompetitif, perlu permodalan tinggi utk pengembangan (akan dikaji lebih mendalam) Pengembangan Usaha Kompetitif Kompetitif Kepemilikan Negara Minoritas
Strategic Sales/ Dilusi/ • Perseroan membutuhkan tambahan modal. Divestasi • Akses ke teknologi dan pemasaran. EMBO/Divestasi Sektor kompetitif , Kepemilikan Negara minoritas (Akan ditinjau kembali) SS/Divestasi dan Pengembangan perusahaan Dilusi
58
7. Rencana Privatisasi Jangka Menengah dan Panjang BUMN-BUMN yang direncanakan untuk masuk pada program privatisasi tahun tahun 2009 – 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 32 : Rencana Privatisasi 2009-2011 No
BUMN
% Saham Negara
Rencana Metode
Dasar Pertimbangan Kebutuhan pengembangan dana
1
PT Kliring Berjangka Indonesia
100
SS/Dilusi
2
PT ASEI
100
SS/Divestasi
3
PT Reasuransi Indonesia
100
IPO
Pengembangan Usaha
4
PT Danareksa
100
IPO
Pengembangan Usaha
5
PT Sucofindo
95,00
SS
Kompetitif dan kebutuhan dana pengembangan usaha
6
PT Bank Mandiri Tbk.
70
SO/Dilusi
Kompetitif
7
PT BRI Tbk
59,5
SO/Dilusi
Butuh dana Pengembangan bisnis Kebutuhan pengembangan dana
8
PT Bank BTN
n.a.
SO
Kebutuhan pengembangan dana
9
PT Bahana PUI
17,78
SS/Divestasi
Kompetitif
10
PT Socfindo
10
SS
Pengembangan Usaha
11
BUMN PUPUK
100
IPO/SS
Pengembangan Usaha
Sedangkan pada tahun 2012-2020 direncanakan untuk melakukan privatisasi terhadap BUMN-BUMN di bawah ini: Tabel 33 : Rencana Privatisasi 2012 – 2020 No
BUMN
1
PT Semen Kupang
2
PT Perikanan Nusantara
% Saham Negara
Rencana Metode
Dasar Pertimbangan
38.48
SS/Divestasi/Dilusi
Pengembangan usaha
100
SS
Pengembangan usaha
41,12
SS/Divestasi
Perlu kajian terkait dengan konversi alam
IPO
3
PT Inalum
4
Holding BUMN Konstruksi
n.a.
5
Holding BUMN Pelabuhan
100
IPO
6
Holding BUMN Kebandarudaraan
100
IPO/SS
7
Holding BUMN Pelayaran
100
SS
8
Holding BUMN Perkebunan
100
IPO/Divestasi/ Dilusi
9
Holding BUMN Pertambangan (Indonesia Resource Company)
n.a.
SO
10
Holding BUMN Industri Strategis (hasil M/K)
100
SS/IPO
11
Holding Aneka Industri
100
SS
12
Holding BUMN Kawasan
n.a.
IPO
13
BUMN Pertanian (hasil M/K)
100
SS/IPO
Kebutuhan dana pengembangan
14
BUMN Pergudangan (hasil M/K)
100
IPO
Kebutuhan dana pengembangan
15
BUMN Perdagangan (hasil M/K)
100
SS
Kebutuhan dana pengembangan
16
BUMN Angkutan darat (hasil merjer)
100
SS
Kebutuhan dana dan cut loss
17
BUMN Dok & Perkapalan (hasil M/K)
100
SS
Kebutuhan dana pengembangan
18
BUMN Pariwisata (hasil M/K)
100
SS
Kebutuhan dana pengembangan
Kebutuhan pengembangan usaha, dengan mempertimbangkan kajian holding
19
BUMN Percetakan (hasil merjer)
100
SS
Kebutuhan dana pengembangan dan pengembangan pasar
20
BUMN Farmasi (hasil konsolidasi)
n.a.
SS
Pengembangan Usaha
59
BAB IV KESIMPULAN
1. BUMN pada umumnya telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya sektor korporasi yang kinerjanya masih perlu terus ditingkatkan. Perkembangan kinerja BUMN sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi perekonomian nasional dan global, organorgan yang ada dalam perusahaan (RUPS, Dewan Komisaris, Direksi). Disamping itu juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan sektoral. Kinerja BUMN pada beberapa tahun terakhir pada dasarnya merupakan kinerja yang berkesinambungan dari tahun-tahun sebelumnya yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi perekonomian serta kebijakan sektoral pada saat itu. 2. Disadari penataan dan pembenahan BUMN selama ini tidak lepas dari pengaruh yang cukup besar yang disebabkan oleh shareholder action seperti regrouping/konsolidasi dan likuidasi, disamping juga adanya corporate action. Upaya-upaya meningkatkan kinerja BUMN telah dilakukan oleh Pemerintah sejak lama dan pada tahun 1988/1989 telah diambil kebijakankebijakan untuk mengukur tingkat kesehatan BUMN, mewajibkan BUMN menyusun rencana jangka panjang dan penataan sistem penggajian yang kesemuanya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan profitabilitas. 3. Secara umum dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlah BUMN yang memperoleh laba dan yang menyumbangkan dividen mengalami peningkatan (86 BUMN pada tahun 2001 menjadi 89 BUMN pada 2005). Kontribusi dividen BUMN selama 3 tahun terakhir (APBN 2004-2006) mencapai Rp. 9 triliun, Rp. 12 triliun dan Rp. 20.8 triliun. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja BUMN yang dilakukan selama ini disamping telah menunjukkan hasil-hasil yang relatif menggembirakan disadari masih belum memberikan hasil yang optimal. ROA BUMN selama periode 1992-2004 masih berkisar antara 1.5-3.25%. Sedangkan ROE berfluktuasi pada kisaran 4.5%-12.32%. Pertumbuhan aset BUMN yang cukup tinggi sebagian besar dibiayai dari hutang sehingga kurang proporsional dengan pertumbuhan modal perusahaan. 4. Sesuai dengan Visi & Misi Presiden, RPJM Bappenas, dan Visi & Misi Kementerian Negara BUMN serta memperhatikan berbagai kebijakan sektoral, maka pengelolaan BUMN ke depan adalah menciptakan BUMN yang efisien, efektif/produktif, berdaya saing tinggi di tingkat nasional, regional maupun internasional. Kedepan visi Kementerian Negara BUMN adalah ”Menjadikan BUMN sebagai pelaku utama (champion) yang kompetitif di industrinya”. 5. Program Restrukturisasi dan Privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan serta memperbesar manfaat bagi Negara dan masyarakat. Restrukturisasi dan Privatisasi yang berkelanjutan dan pemantapan penerapan Good Corporate Governance (GCG) menjadi suatu kebutuhan yang perlu
60
dilaksanakan. Program restrukturisasi adalah upaya dalam rangka penyehatan BUMN untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Restrukturisasi usaha umumnya menyangkut restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi serta sistem dan prosedur. Restrukturisasi sektoral/industri juga perlu dilakukan yang memerlukan koordinasi antara pengelola dan pemilik dengan regulator, yang umumnya menyangkut masalah proteksi, monopoli atau struktur pasar, subsidi dan peran pemerintah. Penerapan Good Corporate Governance juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya restrukturisasi. 6. Privatisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan yang dilakukan setelah atau bersamaan dengan restrukturisasi dan profitisasi diarahkan untuk memperbesar manfaat bagi masyarakat melalui perluasan kepemilikan saham serta manfaat bagi pemegang saham/Negara dalam bentuk peningkatan nilai perusahaan dan manfaat-manfaat lain. Hingga kini 12 BUMN Tbk memberikan kontribusi dalam kapitalisasi pasar di bursa efek (per 5 Januari 2007) mencapai 36.02% atau senilai Rp. 456.23 triliun dari 342 emiten. 7. Salah satu upaya penataan BUMN ke depan adalah diambilnya kebijakan rightsizing yang menjadi relevan dan penting dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan ketika disadari bahwa dari 139 BUMN yang ada saat ini, 22 BUMN terbesar diantaranya menguasai lebih dari 90% aset dan ekuitas dan hampir 90% penjualan serta menguasai hampir 80% laba bersih. Disamping itu dengan melihat perkembangan BUMN pada beberapa negara tetangga dirasakan perlu dikaji untuk membentuk perusahaan-perusahaan unggulan (champion) yang dapat berkiprah di ajang regional dan internasional. Rightsizing policy diharapkan dapat mengatasi masalah conflicted objectives yang dialami BUMN dengan langkah awal pemetaan yang didasarkan pada pertimbangan perlu tidaknya kepemilikan Negara yang mayoritas, pertimbangan profile sektoral dan kinerja perusahaan serta potensi sinergi dan penciptaan nilai antar BUMN. Negara/Pemerintah akan dapat lebih memfokuskan perhatiannya pada BUMN yang memilki market share yang cukup signifikan, mengandung unsur keamanan dan pemain utama/single player. 8. Disamping penataan kembali lembaga yang menangani pembinaan BUMN (diperkirakan mulai tahun 2009 ke atas penanganan tidak lagi dilakukan oleh ”lembaga pemerintah”), maka pengelompokan kembali BUMN-BUMN yang akan dilakukan diperkirakan akan menghasilkan jumlah BUMN sebagai berikut: a.
Tahun 2007
:
102 BUMN
b.
Tahun 2008
:
87 BUMN
c.
Tahun 2009
:
69 BUMN
d.
Tahun 2012 – 2015
:
50 BUMN
e.
> Tahun 2015
:
25BUMN
61
Penataan kembali lembaga yang menangani BUMN serta rightsizing jumlah BUMN juga mensyaratkan reformasi budaya baik pada BUMN yang bersangkutan maupun pada lembaga yang menanganinya. 9. Kontribusi kebijakan rightsizing terhadap nilai perusahaan sangat signifikan dimana total nilai ekuitas BUMN (139) diproyeksikan meningkat dari Rp 423.5 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 1,118.5 triliun pada tahun 2009. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Price Earning Ratio (PER) dengan benchmark PER rata-rata industri pada masing-masing sektor berdasarkan data PER yang publikasikan oleh salah satu perusahaan sekuritas. Dengan memperkirakan komposisi Debt to Equity Ratio (DER) tertentu maka dapat dibuat perkiraan perhitungan perkembangan nilai aset dari 2005 ke 2009. Dengan dasar tahun 2005, asumsi DER BUMN di luar Perbankan dan Asuransi 60:40 sedangkan Leverage BUMN Perbankan dan Asuransi 90:10 (sebagaimana posisi saat ini) maka diperoleh peningkatan aset sebesar Rp. 1,383 triliun yakni dari Rp. 1,309 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 2,692 triliun pada tahun 2009. Dengan asumsi DER 70:30 tentu akan diperoleh peningkatan asset yang lebih besar. 10. Disadari bahwa langkah-langkah penataan BUMN tersebut di atas perlu dilakukan secara bertahap dan disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait, selain untuk mencapai tujuan yang dikemukakan juga untuk menyelesaikan isu-isu strategis yang dihadapi, yang secara keseluruhan memerlukan dukungan dan koordinasi antar instansi maupun dengan pihak-pihak terkait lainnya.
62
LAMPIRAN 1. Daftar Literatur 2. Pokok-Pokok Peraturan Yang Berkaitan Dengan BUMN
63
LAMPIRAN 1 Daftar Literatur
No.
PERATURAN
TENTANG
1.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 1995 tanggal 7 Maret 1995
Perseroan Terbatas
2.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 17 Tahun 1973 tanggal 5 April 2003
Keuangan Negara
3.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 19 Tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003
Badan Usaha Milik Negara
4.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2004 tanggal 19 Juli 2004
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1983 tanggal 25 Januari 1983
Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), Dan Perusahaan Perseroan
6.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 12 Tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998
Perusahaaan Perseroan (Persero)
7.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 13 Tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998
Perusahaan Umum (Perum)
8.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 64 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001
Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Preusan Umum (Perum), dan preusan Jawatan (perlan) lepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
9.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 2005 tanggal 21 Maret 2005
Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Preusan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
64
No.
PERATURAN
TENTANG
10.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 33 Tahun 2005 tanggal 5 September 2005
Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero)
11.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 43 Tahun 2005 tanggal 25 Oktober 2005
Penggabungangan,Peleburan, Pengalihan dan Perubahan Bentuk badan Hukum Badan Usaha Milik Negara
12.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 44 Tahun 2005 tanggal 25 Oktober 2005
Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas
13.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 45 Tahun 2005 tanggal 25 Oktober 2005
Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara
14.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 7 Tahun 2002 tanggal 11 Januari 2002
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara
15.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 18 tahun 2006 tanggal 13 Oktober 2006
Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero)
16.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 740/KMK.00/1989 tanggal 28 Juni 1989
Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas Badan Usaha Milik Negara.
17.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 741/KMK.00/1989 tanggal 28 Juni 1989
Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta Pelimpahan Kewenangan Pengambilan Keputusan
18.
Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : KEP35/M.BUMN/2001 tanggal 27 Nopember 2001
Prosedur Privatisasi Badan Usaha Milik Negara
65
No.
PERATURAN
TENTANG
19.
Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : KEP100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002
Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara
20.
Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : KEP-117/MMBU/2003 tanggal 17 Juni 2003
Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara
22.
Bappenas
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 - 2009
23.
Kementerian Negara
Laporan Kinerja BUMN
Badan Usaha Milik Negara
PER SEKTOR Tahun 2001 – 2005
Kementerian Negara
Laporan Kinerja Kementerian Negara BUMN Tahun 2005 dan 2006
24.
Badan Usaha Milik Negara 25.
Kementerian Negara
Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun 2002 -2006
Badan Usaha Milik Negara 26.
Webside Resmi Sektor / Departemen Kebijakan Sektor
27.
Bahan/Dokumen/Seminar/Workshop Masalah – masalah BUMN Lokakarya Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara
66
LAMPIRAN 2 Pokok - Pokok Peraturan Yang Berkaitan Dengan BUMN I.Peraturan – peraturan mengenai Sejarah Bentuk BUMN Pemerintah RI menganggap perlu untuk meningkatkan penguasaan seluruh kekuatan ekonomi nasional baik melalui regulasi sektoral maupun melalui kepemilikan negara terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pemerintah Indonesia menyadari kebutuhan adanya sektor korporasi yang dapat diandalkan untuk membangun perekonomian nasional, sehingga selanjutnya membentuk badan usaha/korporasi yang dikuasai Negara/Perusahaan Negara yang berasal dari hasil nasionalisasi perusahaanperusahaan eks Belanda. Pelaksanaan nasionalisasi atas perusahaanperusahaan Belanda tersebut dilakukan melalui penerbitan Undang-undang Nomor 86 tahun 1958. Setelah dilakukan nasionalisasi, maka seluruh perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah Indonesia. Pengambilalihan tersebut disertai dengan ganti rugi yang besarnya ditetapkan oleh sebuah panitia yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1959. Jumlah dan jenis perusahaan hasil nasionalisasi dari perusahaan milik Belanda tersebut sangat banyak dan beragam meliputi hampir seluruh sektor kehidupan ekonomi. Keberagaman tersebut menyebabkan kesulitan-kesulitan dalam pembinaan dan pengawasannya. Dalam rangka menciptakan kemudahan dalam pembinaan dan pengawasan tersebut, maka Pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 yang mencoba untuk menyeragamkan bentuk badan usaha milik negara menjadi Perusahaan Negara (PN). Dalam rangka menetapkan dan meningkatkan peranan perusahaan negara pada saat itu, Pemerintah merasa bahwa peraturan yang ada pada saat itu yang mengatur mengenai Perusahaan Negara sudah tidak memadai lagi, sehingga kemudian Pemerintah melakukan langkah-langkah perubahan yang bersifat fundamental untuk memperbaiki kinerja Perusahaan Negara yang sebelumnya terdapat kekaburan dalam struktur organisasi dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 yang mencantumkan mengenai ciri – ciri Perusahaan Jawatan (Perjan); Perusahaan Umum (Perum); Perusahaan Perseroan (Persero). Hal ini kemudian dikuatkan dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 Tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara RI Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904). Undang-undang ini membagi Perusahaan Negara menjadi 3 (tiga) bentuk usaha negara yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan); Perusahaan Umum (Perum); Perusahaan Perseroan (Persero).
67
1. Undang-undang Nomor 86 tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan – perusahaan Milik Belanda di Indonesia a. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia. b. Kepada pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan tersebut diberi ganti-kerugian yang besarnya ditetapkan oleh sebuah Panitya yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh Pemerintah. c. Atas keputusan Panitya tersebut, maka baik pemilik perusahaan maupun Pemerintah dapat meminta pemeriksaan banding kepada Mahkamah Agung yang akan memberi keputusan terakhir menurut acara pemeriksaan banding di hadapannya antara pemilik perusahaan dan Negara Republik Indonesia sebagai pihak yang bersangkutan. d. Pembayaran ganti-kerugian tersebut, selanjutnya akan diatur dalam Undang-undang tersendiri 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1959 Tentang Tugas Kewajiban Panitia Penetapan Ganti Kerugian Perusahaan – Perusahaan milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi dan Cara Mengajukan Permintaan Ganti Kerugian a. Panitia Penetapan Ganti Kerugian bertugas mengadakan pemeriksaan seperlunya tentang keadaan perusahaan Belanda yang dikenakan nasionalisasi dan menetapkan besarnya ganti kerugian yang dapat diberikan. b. Panitia Penetapan Ganti Kerugian memberitahukan hasil pekerjaannya kepada Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda. c. Besarnya ganti kerugian yang telah ditetapkan oleh Panitia Penetapan Ganti Kerugian atau oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara 3. Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara Diterbitkan dengan tujuan untuk mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari badan usaha negara yang ada. 4. Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 Tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara ke dalam Tiga Bentuk Usaha Negara Menginstruksikan kepada Semua Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah lainnya yang membawahi Perusahaan – perusahaan Negara dalam segal bentuknya dan semua Pimpinan bentuk usaha Negara yang berdiri sendiri untuk mengadakan persiapan penertiban / penyempurnaan/penyederhanaan dari setiap usaha – usaha Negara, dimana modalnya untuk sebagaian atau seluruhnya terdiri baik kekayaan Negara yang dipisahkan maupun dari APBN, yang berupa perusahaan Negara (PNN, PPN, PDN), Perusahaan Daerah, Perseroan Terbatas,
68
Lembaga, Yayasan dan lainnya untuk diarahkan kepada tiga bentuk pokok Usaha Negara, yaitu Perusahaan Negara Jawatan, Perusahaan Negara Umum dan Perusahaan Negara Perseroan. 5. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 Tentang Bentuk – bentuk Usaha Negara Menjadi Undang - undang a. Sebagaimana diketahui bahwa dengan Undang-undang Nomor 19 Prp tahun 1960 telah diusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk-hukum dari usaha Negara yang ada pada waktu itu. Usaha untuk menyeragamkan baik mengenai cara mengurus dan menguasai maupun mengenai bentuk-hukum dari usahausaha Negara tersebut walaupun secara formal telah terpenuhi, tetapi secara materiil masih terdapat banyak kesulitan, antara lain karena Undang-undang Nomor 19 Prp tahun 1960 tidak atau belum terlaksana seluruhnya. Dalam kenyataannya terdapat usaha Negara dalam bentuk Perusahaan Negara menurut Undang-undang Nomor 19 Prp tahun 1960 yang secara ekonomis dirasakan tidak effisien. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966 telah digariskan suatu ketentuan, bahwa peranan Pemerintah dalam bidang ekonomi harus lebih ditekankan pada pengawasan arah kegiatan ekonomi dan bukan pada penguasaan yang sebanyak mungkin dari kegiatan-kegiatan ekonomi. Dalam rangka pembinaan dan pengendalian usaha-usaha Negara, Ketentuan tersebut diselenggarakan dengan mempergunakan azas-azas de-birokratisasi dalam pengawasannya dan de-konsentrasi dalam pengurusan/pengelolaannya. Di samping-ketentuan tersebut di atas, telah pula digariskan bahwa azas-azas effisiensi harus pula menjadi patokan Pemerintah dalam kegiatannya dalam bidang ekonomi. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan termaksud dalam Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tersebut di atas, oleh Pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 telah digariskan kebijaksanaan untuk menggolongkan/membedakan usaha-usaha Negara secara tegas-tegas dalam tiga bentuk, yakni Perusahaan (Negara) Jawatan, Perusahaan (Negara) Perseroan dan Perusahaan (Negara) Umum. Dalam hubungan dengan Instruksi Presiden tersebut diatas Departemen-departemen yang membawahi Perusahaanperusahaan Negara telah mengadakan langkah-langkah persiapan yang diperlukan kearah penggolongan Perusahaan-perusahaan Negaranya kedalam ketiga bentuk ini. Penertiban dan penggolongan kembali Perusahaan-perusahaan Negara ke dalam ketiga bentuk usaha Negara termaksud di atas didasarkan pula atas kenyataan bahwa tidak semua usaha dan kegiatan dari usaha-usaha Negara sebagai suatu perusahaan dapat diusahakan secara ekonomis dalam bentuk Perusahaan Negara sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 19 Prp tahun 1960.
69
b. Dengan berlakunya Undang-undang ini maka yang dimaksud dengan Perusahaan Negara ialah : Semua perusahaan yang didirikan dan diatur menurut ketentuanketentuan I.B.W. (Stbl. 1927 : 419); perusahaan ini dinamakan PERJAN. Semua perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang diatur menurut hukum Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847 : 23) baik yang saham-sahamnya untuk seluruhnya maupun untuk sebagiannya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan; perusahaan ini dinamakan PERSERO. Semua perusahaan yang modalnya seluruhnya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan yang tidak dibagi atas saham-saham yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuanketentuan Undang-undang Nomor 19 Prp tahun 1960; perusahaan ini dinamakan PERUM 6. Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara a. Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip-prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik. Disamping itu, juga untuk menata dan mempertegas peran lembaga dan posisi wakil Pemerintah sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN serta mempertegas dan memperjelas hubungan BUMN selaku operator usaha dengan lembaga pemerintah sebagai regulator. b. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. c. Terdapat 2 jenis BUMN, yaitu Persero dan Perum 1) Perusahaan Perseroan (Persero) Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan utamanya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah : - Menyediakan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; - Mengejar keuntungan semaksimal mungkin guna meningkatkan nilai perusahaan. Pendirian BUMN Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar dan pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Pengkajian yang dilakukan adalah kajian perencanaan bisnis kemampuan untuk
70
mandiri serta mengembangkan usaha dimasa mendatang. Terhadap BUMN Persero berlaku segala ketentuan dan prinsipprinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1995. 2) Perusahaan Umum (Perum) Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan pendirian Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip – prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat; Tugas, kewajiban dan wewenang masing-masing organ BUMN15 diatur sedemikian rupa sehingga peran dan fungsi dari masingmasing organ tersebut jelas, termasuk larangan atas tindakan yang bisa menyebabkan terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest), penyalahgunaan wewenang dan berkurangnya independensi salah satu pihak. Dalam rangka menjalankan salah satu kewajiban Pemerintah untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, maka Pemerintah dengan melalui persetujuan RUPS dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan pendirian BUMN. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan Mengatur dan menegaskan mekanisme kerja organ Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN dalam rangka meningkatkan efisiensi, daya saing dan pengembangan perusahaan. a. Sebagai wakil dari Pemerintah selaku pemegang saham Negara pada Persero adalah Menteri yang ditunjuk dan dapat yang bersangkutan dapat menguasakan kembali dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakili dalam RUPS. b. Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Persero sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 yang pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh RUPS. c. Komisaris bertugas untuk mengawasi dan memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan Persero.
71
d. Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan kepengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Seseorang yang ditunjuk menjadi Komisaris di BUMN dilarang memangku jabatan rangkap yang dapat menimbulkan benturan kepentingan yang merugikan Persero. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 Tentang Perusahaan Umum Mengatur kewenangan dan otonomi manajemen dalam mengatur pengurusan Perum dalam rangka meningkatkan daya saing dan pengembangan usaha. a. Perum didirikan dengan Peraturan Pemerintah untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. b. Pihak yang menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal negara ke dalam Perum dan menetapkan kebijakan pengembangan usaha Perum adalah Menteri yang ditunjuk. c. Setiap tahun buku, Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan tujuan, penyusutan dan pengurangan wajar lainnya. Sebesar 45% dari sisa penyisihan laba bersih tersebut dipakai untuk cadangan umum, sosial pendidikan, jasa produksi, sumbangan dan pensiun, sokongan dan sumbangan ganti rugi. Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan-penyisihan tersebut di atas disetorkan sebagai Dana Pembangunan Semesta. d. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perum untuk kepentingan dan tujuan Perum. Pembagian tugas dan wewenang setiap Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh Menteri. e. Dewan Pengawas merupakan organ Perum yang bertugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan Perum oleh Direksi termasuk pelaksanaan RKAP, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pendirian Perum, kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan pedoman yang disusun oleh Menteri, ketentuan peraturan Perundangundangan yang berlaku serta memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakn kegiatan pengurusan Perum. II.Peraturan – peraturan mengenai Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau RUPS pada Perusahaan Perseroan (Persero) kepada Menteri Pendayagunaan BUMN 1. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 1998 Tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau RUPS pada Perusahaan Perseroan (Persero) kepada Menteri Pendayagunaan BUMN
72
2. Instruksi Presiden Nomor 15 tahun 1998 Tentang Pengalihan Pembinaan terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara RI kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN 3. Keputusan Presiden Nomor 38 tahun 1999 Tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Perusahaan Perseroan yang memenuhi jenis dan kriteria tertentu dapat dilakukan pengecualian terhadap pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. 4. Keputusan Presiden Nomor 39 tahun 1999 Tentang Pengecualian terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api dari Pengalihan Kedudukan Tugas dan Kewenagan Menteri Keuangan selaku RUPS kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN 5. Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2001 Tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Persero, Perum dan Perjan kepada Menteri BUMN a. Guna meningkatkan kinerja BUMN dan mengoptimalkan fungsi pembinaan BUMN, maka perlu ditetapkan suatu ketentuan yang mengalihkan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham Persero kepada Menteri Negara BUMN. Tetapi dalam hal ini, dalam kaitan tugas Menteri Keuangan selaku pengelola kekayaan negara, maka penatausahaan setiap PMN berikut perubahannya ke dalam Persero, Perum dan Perjan tetap diselenggarakan oleh Menteri Keuangan guna terlaksananya tertib administrasi kekayaan Negara. b. Kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah selaku : Pemegang Saham atau RUPS Perseroan dan Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, Wakil Pemerintah pada PERUM dan Pembina Keuangan pada PERJAN, dialihkan kepada Menteri Negara BUMN. c. Dalam hal ini, tidak meliputi penatausahaan Penyertaan Modal Negara (PMN) berikut pengusulannya kepada Persero, Perum dan Perjan serta pendiriannya. III.Peraturan dan Ketentuan tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN 1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 Tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktifitas BUMN - Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN dilakukan melalui Restrukturisasi perusahaan meliputi : • perubahan status hukum BUMN • KSO atau kontrak manajemen
73
• Konsolidasi atau merger • Pemecahan badan usaha • Penjualan saham melalui pasar modal • Penjualan saham secara langsung • Pembentukan perusahaan patungan - Penilaian efisiensi dan produktifitas perusahaan dilakukan melalui penilaian kinerja BUMN secara berkala atas dasar laporan manajemen dan laporan keuangan guna menentukan tingkat kesehatan BUMN. Tingkat kesehatan BUMN dibagi menjadi Sehat Sekali, Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 826/KMK.013/1992 Tentang Perubahan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN Nilai perusahaan didasarkan atas Rentabilitas, Likuiditas dan solvabilitas serta indikator tambahan. Khusus untuk BUMN Bank disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN -
-
-
-
-
Penilaian tingkat kesehatan BUMN berlaku bagi seluruh BUMN non jasa keuangan maupun BUMN jasa keuangan, kecuali Persero Terbuka dan BUMN yang dibentuk dengan UU tersendiri. Penilaian tingkat kesehatan BUMN yang bergerak dibidang non jasa keuangan dibedakan antara BUMN yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan BUMN yang bergerak dalam bidang non infrastruktur. Perubahan pengelompokan BUMN dalam kategori BUMN Infrastruktur dan BUMN Non Infrastruktur ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan BUMN. Penilaian tingkat kesehatan BUMN jasa keuangan dibedakan antara BUMN yang bergerak dalam bidang usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan dan jasa penjaminan. Pengelompokan BUMN yang bergerak dalam bidang usaha jasa keuangan dan indikator penilaian aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi, ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.
4. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN -
Penilaian tingkat kesehatan BUMN digolongkan menjadi Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. Tingkat kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian terhadap aspek Keuangan, aspek Operasional dan Aspek Administrasi.
IV.Peraturan dan Ketentuan tentang Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) & Rencana Jangka Panjang (RJP ) BUMN
74
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 196/KMK.016/1998 Tentang RKAP BUMN Setiap BUMN wajib menyusun RKAP dan RKAPUKK yang mana permohonan persetujuan atas RKAP dan RKAPUKK untuk PERSERO disampaikan oleh Direksi kepada RUPS selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari sebelum memasuki tahun anggaran Perusahaan, sedangkan untuk PERUM disampaikan oleh Direksi kepada Menteri Keuangan melalui Menteri Teknis yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari sebelum memasuki tahun anggaran Perusahaan 2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 197/KMK.016/1998 Tentang RJP BUMN Rencana Jangka Panjang (RJP) adalah rencana strategis yang mencakup rumusan mengenai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh BUMN (Persero sebagaimana yang dimaksud dalam PP No 12 tahun 1998 dan PERUM sebagaimana yang dimaksud dalam PP No 13 tahun 1998), dalam jangka waktu 5 tahun. 3. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-101/MBU/2002 Tentang Penyusunan RKAP BUMN -
-
Dalam menyusun Rencana Kerja harus secara tegas dipisahkan antara Rencana Kerja untuk melaksanakan Penugasan Pemerintah dengan Rencana Kerja untuk pencapaian misi perusahaan. Anggaran Perusahaan merupakan penjabaran program kegiatan usaha dalam satuan uang berdasarkan penerimaan/pengeluaran secara tunai dari program kegiatan untuk melaksanakan penugasan pemerintah/pemegang saham dan kegiatan komersil.
4. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-102/MBU/2002 Tentang Penyusunan RJP BUMN -
-
RJP BUMN sekurang – kurangnya memuat Pendahuluan, evaluasi pelaksanaan RJP yang lalu, posisi perusahaan saat ini, asumsi – asumsi yang digunakan dan tujuan, sasaran, strategi pencapaiannya. Perumusan RJP dilakukan oleh seluruh jajaran perusahaan dan merupakan tanggung jawab manajemen.
V.Peraturan dan Ketentuan tentang Komite Audit BUMN 1. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN, yang diperbarui menjadi Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2006 Tentang Komite Audit BUMN.
75
-
-
Dalam membantu Komisaris/Dewan Pengawas, Komite Audit bertugas untuk menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh SPI maupun auditor ekstern sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar. Ketua Komite Audit BUMN wajib menyampaikan kepada Komisaris/Dewan Pengawas mengenai Laporan berkala yang berisi pokok–pokok hasil kerjanya dan laporan khusus yang berisi temuan yang diperkirakan dapat mengganggu kegiatan perusahaan.
VI.Peraturan dan Ketentuan tentang Pelepasan Aktiva Tetap BUMN 1. Instruksi Menteri Negara BUMN Nomor 01-MBUMN/2002 Tentang Pedoman Kebijakan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN -
-
Pelaksanaan pelepasan aktiva tetap yang tidak bermanfaat lagi bagi perusahaan, dapat dilakukan dengan prosedur lelang melalui Kantor Lelang Negara. Harga penjualan ditetapkan berdasarkan harga pasar. Sedangkan harga dasar untuk lelang ditetapkan oleh Tim yang dibentuk oleh Direksi yang terdiri dari wakil perusahaan dengan mengikusertakan isntansi terkait dan Kantor Kementerian BUMN maksimum sebanyak 8 orang.
2. Instruksi Menteri BUMN Nomor 02/M.MBU/2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Berupa Rumah Dinas BUMN -
-
Dalam pelaksanaan penjualan rumah dinas kepada penghuni agar berpedoman pada ketentuan pemindahtanganan aktiva tetap sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 tentang Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN. Harga penjualan aktiva tetap rumah dinas ditetapkan oleh Direksi dengan membentuk Panitia Penaksir Harga yang mengacu pada harga pasar.
VII.Peraturan dan Ketentuan tentang Privatisasi BUMN 1. Keputusan Presiden Nomor 122 tahun 2001 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi BUMN jo Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2002 Privatisasi BUMN merupakan kebijakan Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN sehingga dirasa perlu dibentuk suatu Tim Kebijakan Privatisasi BUMN yang bertugas untuk merumuskan dan menetapkan langkah – langkah untuk Privatisasi BUMN. 2. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-35/M.BUMN/2001 Tentang Prosedur Privatisasi BUMN - Privatisasi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk lebih memperbaiki struktur permodalan, memperluas partisipasi masyarakat
76
dalam kepemilikan saham BUMN, meningkatkan profesionalisme dan efisiensi usaha serta untuk meningkatkan penerimaan Negara. - Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Menteri BUMN bertanggung jawab atas privatisasi BUMN. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2005 tanggal 5 September 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Dalam rangka lebih mengoptimalkan peranannya dan untuk mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, maka BUMN perlu melakukan peningkatan efisiensi dan produktifitas melalalui langkah restrukturisasi dan privatisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, PP ini dibuat untuk dapat lebih memberikan pedoman bagi pelaksanaan program Privatisasi Persero. Pemerintah dapat melakukan Privatisasi terhadap Perseroan setelah mendapat persetujuan dari DPR RI dan dilakukan berdasarkan prinsip – prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan situasi pasar. 4. Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2006 Tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) -
-
Komite Privatisasi bertugas untuk : merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan privatisasi, menetapkan langkah – langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses privatisasi, membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan startegis yang timbul dalam proses privatisasi termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah. Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Komite Privatisasi dibebankan kepada APBN pada Kementerian Negara BUMN.
VIII. Peraturan dan Ketentuan tentang Sinergi BUMN 1. Instruksi Menteri BUMN Nomor 109/MBU/2002 Tentang Sinergi Antar BUMN Berhubung BUMN melakukan kegiatan usaha pada hampir semua sektor bisnis, maka pengembangan sinergi antar BUMN kiranya merupakan salah satu langkah strategis dalam upaya peningkatan nilai tambah BUMN. IX. Peraturan dan Ketentuan tentang Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Bina Lingkungan 1. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
77
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. 2. Keputusan Menteri BUMN Nomor 576/MBU/2002 Tentang Tindak lanjut Keppres No. 56 th. 2002 tentang Restrukturisasi hutang usaha kecil dan menengah X.Peraturan dan Ketentuan tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN 1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 146/KMK.05/2001 tanggal 27 Maret 2001 Tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN Peraturan yang bertujuan untuk memperoleh anggota – anggota Direksi BUMN yang sehat dan berdaya guna optimal dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan Negara, diperlukan adanya anggota Direksi yang profesional, berintegritas dan berdedikasi tinggi dalam mengelola BUMN. 2. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-104/MBU/2002 Tentang Penilaian Calon Direksi BUMN -
-
-
Seiring dengan dialihkannya kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan pada Persero, Perum dan Perjan kepada Menteri BUMN, dipandang perlu untuk meninjau kembali Keputusan Menteri Keuangan Nomor 146/KMK.05/2001 Tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN. Untuk menilai persyaratan calon anggota Direksi BUMN, dibentuk tim penilai calon anggota Direksi BUMN yang keanggotaannya terdiri dari Sekretaris Kementerian BUMN selaku Ketua merangkap anggota, Deputi Menteri BUMN yang membidangi pembinaan BUMN yang bersangkutan selaku Wakil Ketua merangkap anggota, Asisten Deputi yang membidangi pembinaan BUMN yang bersangkutan selaku Sekretaris I dan Kepala Biro Hukum Kementerian BUMN selaku Sekretaris II. Sebelum ditetapkan sebagai anggota Direksi, calon anggota Direksi yang telah disetujui oleh Menteri BUMN diwajibkan menandatangani surat pernyataan/kontrak manajemen untuk melaksanakan dan menegakkan prinsip – prinsip GCG dalam pengelolaan BUMN.
3. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-09A/MBU/2005 Tentang Penilaian Kelayakan dan Kepatutan (fit and proper test) Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara Penilaian kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) adalah tes pengujian dalam rangka memilih calon terbaik untuk menduduki salah satu jabatan dalam jajaran Direksi BUMN, dengan cara pengujian tertentu dan dengan menggunakan tolok ukur yang jelas serta system pengujian yang baku, transparan,dan profesional yang dilakukan oleh lembaga profesional dan dievaluasi oleh tim yang dibentuk oleh Menteri BUMN.
78
4. Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2005 tanggal 3 Mei 2005 Tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN Menteri BUMN mengangkat anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN atau mengusulkan anggota Direksi dan/atau Komisaris dalam RUPS pada Persero, sesuai hasil penilaian Penilai Akhir yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara PAN, Menteri Negara BUMN, Sekretaris Kabinet, Kepala BIN dan Menteri Teknis BUMN ybs. 5. Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2005 tanggal 19 Mei 2005 Tentang Perubahan atas Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2005 Tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN -
Pelaksanaan fit and proper test yang diselenggarakan dalam rangka pengangkatan anggota Direksi BUMN, agar dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan memperhatikan pertimbangan dari Menteri Teknis yang lingkup tugasnya membidangi kegiatan usaha dari BUMN yang bersangkutan serta ketentuan perundang – undangan yang berlaku.
-
Menteri Negara BUMN melaporkan dan menyampaikan hasil penjaringan calon anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN kepada Penilai Akhir yang terdiri dari Presiden (sebagai Ketua), Wakil Presiden (sebagai Wakil Ketua), Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN dan Sekretaris Kabinet (sebagai Sekretaris), guna mendapat penilaian.
XI. Peraturan dan Ketentuan tentang Penerapan GCG 1. Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN Pokok-pokok yang diatur dalam keputusan Menteri Negara BUMN tersebut sebagai berikut: a. BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya. Pelaksanaan GCG tetap memperhatikan norma yang berlaku dan anggaran dasar perusahaan. b. Prinsip-prinsip GCG yang dimaksud dalam keputusan meliputi :
Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
79
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kementerian Negara BUMN
80