BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang berfungsi sebagai pelindung utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara terus menerus dengan intensitas yang cukup tinggi , maka hal tersebut dapat menyebabkan
kerusakan
kulit
(Hassan
et
al.,
2013;
Balakrishnan
&
Narayanaswamy, 2011). Kerusakan kulit terjadi akibat adanya komponen sinar ultraviolet yang mencapai bumi yaitu UV A (320-400 nm) dan UV B (290-320 nm). Sinar UV B merupakan komponen yang memiliki daya rusak tinggi pada kulit dibandingkan sinar UV A. Adanya dampak negatif dari sinar matahari menyebabkan kita membutuhkan suatu pelindung yang berfungsi untuk menghindari kerusakan terhadap kulit. Tabir surya dapat menyerap sedikitnya 85% sinar matahari pada panjang gelombang 290-320 nm untuk UV B (Suryanto, 2012). Oleh karena
itu
dibutuhkan
tabir
surya
yang dapat
melindungi kulit dari bahaya radiasi sinar matahari (Wang et al., 2008). Tabir surya merupakan suatu proteksi yang diperlukan untuk mengurangi efek pemaparan berlebihan terhadap sinar UV. Menurut Tranggono (2007), syarat bagi bahan aktif untuk tabir surya salah satunya adalah mampu menyerap radiasi sinar UV B tanpa perubahan kimiawi. Sediaan tabir surya umumnya mengandung bahan aktif fotoprotektor. Bahan tersebut berfungsi menyerap atau menyebarkan sinar matahari sehingga intensitas sinar yang mampu mencapai kulit lebih sedikit daripada yang seharusnya (Wasitaatmadja, 1997). Flavonoid merupakan senyawa
1
2
yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan auksokrom yang dapat menyerap sinar pada kisaran panjang gelombang sinar UV, sehingga dapat digunakan sebagai sunscreen (Wolf et al., 2001). Kurkumin merupakan senyawa yang dapat mengabsorpsi sinar UV yang memiliki panjang gelombang antara 200400 nm sehingga mampu digunakan sebagai pelindung terhadap UV A dan UV B. Temu putih [Curcuma sedoaria (Berg.) Roscoe] merupakan tumbuhan dari suku temu-temuan (Zingiberaceae) yang telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional. Rimpang temu putih mengandung 1-2,5% minyak atsiri yang mempunyai lebih dari 20 komponen, diantaranya kurzerenon (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar, kurkumin yang berkhasiat sebagai anti radang dan antioksidan yang dapat mencegah kerusakan gen, epikurminol yang berkhasiat sebagai antitumor, kurkuminol yang berkhasiat sebagai hepatoprotektor (pelindung hati), dan zingiberen (Dalimartha, 2003; Novalina, 2003). Menurut Cho (2012), ekstrak Curcuma zedoaria mengandung senyawa fenolik dan flavonoid. Senyawa-senyawa yang terdapat dalam rimpang temu putih yang dapat berperan sebagai fotoprotektor menjadi pertimbangan dasar dilakukannya penelitian untuk mengetahui uji aktivitas ekstrak etanolik rimpang temu putih sebagai tabir surya yang dapat diaplikasikan pada kulit manusia dalam bentuk sediaan lotion tipe o/w. Formulasi sediaan topikal tabir surya berupa lotion sering dipakai karena lebih efektif sebagai tabir surya. Bentuk lotion merupakan sediaan yang banyak digunakan dalam masyarakat. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas (Ansel, 2005). Umumnya, lotion
3
o/w tabir surya berbentuk emulsi dapat mengoptimalkan aktivitas sun protection factor (SPF) (Shaath, 2005). Pengukuran aktivitas tabir surya dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Penentuan secara in vitro dengan menggunakan metode spektrofotometri UV dapat dilakukan secara sederhana, cepat, dan membutuhkan biaya yang rendah dibandingkan dengan secara in vivo (Dutra, 2004). Metode spektrofotometri UV juga sering digunakan dalam penentuan SPF pada berbagai formula kosmetik sehingga dipilih dalam penelitian ini untuk menentukan nilai SPF sediaan lotion secara in vitro yang kemudian dihitung menggunakan rumus Mansur. Uji stabilitas fisik dilakukan untuk menjamin bahwa sediaan masih berada dalam batas yang diterima selama penyimpanan, yaitu sediaan masih memiliki sifat dan karakter yang sama dengan yang dimilikinya pada waktu awal pembuatan. Ketidakstabilan fisika dari sediaan lotion ditandai dengan adanya perubahan warna, timbul bau, pemisahan fase, perubahan konsistensi, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan evaluasi sifat fisik lotion pada beberapa variasi kadar konsentrasi ekstrak temu putih, sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui konsentrasi ekstrak temu putih dalam bentuk lotion yang efektif sebagai tabir surya dan memiliki stabilitas fisik yang baik sebagai sediaan topikal yang dapat digunakan untuk kulit. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian yang akan diselesaikan, antara lain :
4
1.
Apakah formula lotion tipe oil in water (o/w) ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] mampu berfungsi sebagai tabir surya ?
2.
Apakah peningkatan kadar ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] dapat meningkatkan nilai SPF pada sediaan tabir surya ?
3.
Bagaimana stabilitas fisik lotion o/w ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] ?
C. Pentingnya Penelitian Dilakukan Penelitian ini dapat memberikan informasi aktivitas tabir surya ekstrak etanolik temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] serta stabilitas fisik ekstrak dalam lotion tipe oil in water (o/w). Oleh sebab itu, diharapkan lotion tabir surya ekstrak temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] dapat menjadi alternatif sediaan kosmetik dari bahan alam yang dapat digunakan sebagai tabir surya.
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui adanya aktivitas tabir surya pada lotion oil in water (o/w) ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe].
2.
Mengetahui pengaruh penambahan kadar ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] dari lotion oil in water (o/w) terhadap peningkatan nilai SPF sediaan tabir surya.
5
3.
Mengetahui stabilitas fisik lotion oil in water (o/w) ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] sebagai tabir surya selama penyimpanan.
E. Tinjauan Pustaka 1.
Uraian tanaman temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] Klasifikasi dari tanaman temu putih menurut Backer & Van Den Brink (1968) adalah sebagai berikut. Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledone
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe]
Temu putih adalah rimpang [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe], suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 0,10% v/b. Pemeriannya adalah berbentuk kepingan pipih, ringan, berbentuk bundar hingga jorong atau berbentuk tidak beraturan, tebal 2-5 mm. permukaan luar tidak rata, berkerut, berwarna coklat muda kekuningan hingga coklat kelabu. Bidang irisan berwarna lebih muda dibanding permukaan luar. Kulit rimpang tipis lebih kurang 2 mm. bekas patahan rata, warna kuning muda hingga kuning muda kecoklatan. Senyawa identitas dari temu putih adalah zedoaron (Departemen Kesehatan RI, 2010).
6
Gambar 1. Rimpang temu putih yang diperoleh dari petani daerah Suroloyo, Kulonprogo, Yogyakarta.
Komponen dari temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] adalah minyak atsiri (1,0-2,5 % ), zingiberen; 1,8 – sineol-D-kampfer, D-kamfen, Dborneol, α-pinen, yang lain meliputi 1,4-sineol, kurkumal, kurkumeno, kurkulon, prokurkumenol, isokukumenol, kurkumadiol, kurkumanolid-A, kurkumanolid-B, kurkumenon,
kurdian,
D-α-pinen,
furanodien,
furanodienon,
dehidrokurdion,
isofuranodienon,
kurzeren,
kurzerenon,
kurkuminoid,
kurkumin,
demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, amilum (50%) (Anonim, 1998; Bensky & Gambie, 1998). Seluruh bagian tanaman temu putih mulai dari daun, bunga, rimpang muda, dan rimpang tua dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti maag,
7
ambeien, radang tenggorokan, radang hati, amandel, nyeri haid, keputihan, jerawat, bisul, obat stimulan, obat cacing, obat diare, antivirus, pelega perut, batuk, nyeri dada, gangguan pencernaan, melancarkan peredaran darah, kanker (serviks, ovarium, paru, hati, payudara, leukemia), serta gangguan paru-paru diantaranya asma, TBC, dan bronchitis (Departemen Kesehatan RI, 2004). Ekstrak temu putih dapat memberikan efek mukolitik. Kandungan kimia minyak atsiri pada temu putih memiliki efek anti mikroba pada pita yang lebar, sehingga tanaman ini berpotensi dalam pengobatan batuk. 2.
Ekstrak Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 2010). Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat dipandang sebagai bahan awal, bahan antara maupun bahan jadi. Ekstrak sebagai bahan awal, apabila ekstrak digunakan sebagai bahan baku obat yang akan diolah dengan teknologi fitofarmasi menjadi produk jadi. Ekstrak yang diproses menjadi fraksifraksi, isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain ketika ekstrak dipandang sebagai bahan antara. Sedangkan ekstrak digunakan sebagai bahan jadi berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan oleh pasien.
8
3.
Ekstraksi Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif
yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Pada umumnya, penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein , dan lain-lain. Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, sehingga senyawa tersebut dapat terpisah dari bahan dan dari senyawa kandungan yang lain, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi, dan pemilihan berkesinambungan. Pemilihan metode penyarian disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh fraksi yang baik. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut diikuti beberapa kali penggojogan atau pengadukan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, kemudian larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa ini terjadi secara beulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel. Maserasi kinetik artinya dilakukan pengadukan yang berkesinambungan, sedangkan remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut secara berulang setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya (Departemen Kesehatan RI, 1986).
9
4.
Sinar matahari Sinar matahari mengandung sinar inframerah yang dapat menimbulkan
panas mekanis dan sinar ultraviolet yang memiliki pengaruh kimiawi. Sinar matahari memiliki banyak manfaat bagi kesehatan antara lain membantu pembentukan vitamin D yang dibutuhkan oleh tulang. Sinar ini juga dapat berbahaya di kulit, bahkan bisa menyebabkan kanker kulit. Efek utama yang terjadi jika terpapar sinar matahari berlebihan adalah terjadinya degradasi protein. Apabila hal ini berlangsung cukup lama, eritema dan udem akan terjadi. Sel-sel pada jaringan basal akan terstimulasi untuk membentuk sel-sel baru, melanin dan promelanin pun akan terbentuk. Terjadi reaksi pasif dari kulit beberapa jam setelah radiasi, dilanjutkan dengan reaksi aktif setelah 24 jam kulit membentuk pertahanan terhadap radiasi berikutnya. Melanin tubuh akan bermigrasi dari stratum germinativum ke permukaan kulit untuk melindungi selsel stratum korneum. Degradasi protein pada sel kulit terjadi karena terpapar oleh radiasi sinar UV dengan panjang gelombang antara 280-320 nm. Sinar ultraviolet terbagi dalam 3 jenis, yaitu UV A (320-400 nm), UV B (290-320 nm), dan UV C ( 200-290 nm). Sinar UV A termasuk sinar gelombang panjang sehingga dapat penetrasi hingga ke lapisan dermis atau lapisan dalam dari kulit. Sinar UV A juga menyebabkan radikal-radikal bebas yang merusak elastin dan kolagen yang berfungsi menyangga struktur kulit dan membantu membuat kulit terlihat muda. Sinar UV B merupakan sinar gelombang pendek yang hanya mengenai permukaan kulit dan dapat menyebabkan kulit terbakar. UV B dapat menyebabkan eritema terutama pada organ dengan kulit berwarna terang. Sinar
10
UV C merupakan sinar terkuat yang diabsorpsi oleh lapisan ozon saat ini dan penurunannya sebanyak 8% setiap dekade, maka sinar UV C dapat mencapai bumi dan sangat membahayakan lingkungan. Pembentukan radikal bebas intrasel yang reaktif akan mempercepat proses kerusakan dan penuaan kulit (Rieger, 2000). 5.
Kulit Kulit merupakan organ terbesar tubuh manusia. Kulit mempunyai
bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Kegunaan dari kulit ialah sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia. Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai termostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme,sinar ultraviolet, dan berperan pula dalam mengatur tekanan darah. Warna kulit merupakan hasil dari beberapa faktor,yaitu adanya melanin, karoten, dan pembuluh darah yang berada di bagian dermis. Jaringan yang memiliki warna inheren kekuningan akibat kandungan karoten dan adanya hemoglobin beroksigen memberikan warna kemerahan. Warna kecoklatan sampai kehitaman adalah akibat dari jumlah pigmen melanin yang bervariasi (Junqueira & Carneiro, 2005). Melanin dibentuk dalam melanosit dengan adanya enzim tirosinase yang terdapat pada epidermis. Melanin berada di bawah atau diantara sel-sel lamina basalis dan folikel rambut. Enzim tirosinase berperan dalam mengubah tirosin menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA) dan menjadi dopaquinon, yang kemudian dikonversi menjadi melanin. Sintesis melanin dimulai dari melanosom
11
dan pada tahap terakhir terbentuk granul melanin diikuti dengan hilangnya aktivitas tirosinase. Granul melanin yang terbentuk akan diinjeksikan ke dalam keratinosit dan ditransfer ke stratum germinativum dan stratum spinosum di epidermis. Granul melanin yang berada di dalam keratinosit akan terakumulasi di atas nukleus sehingga melindungi DNA di dalam nukleus dari efek sinar matahari. Menurut Junqueira & Carneiro (2005), faktor- faktor penting yang berpengaruh dalam pembentukan pigmen pada kulit yaitu :
6.
a.
Kecepatan pembentukan granul melanin dalam melanosit
b.
Perpindahan granul ke dalam keratinosit
c.
Penempatan terakhirnya dalam keratinosit
Lotion Lotion merupakan sediaan yang penggunaannya dimaksudkan untuk
permukaan luar kulit. Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan- bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luar. Lotion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Ansel, 2005). Lotion dapat didefinisikan sebagai krim encer. Lotion juga merupakan emulsi tetapi kandungan lilin dan minyaknya lebih rendah dibandingkan krim. Hal ini menyebabkan lotion lebih encer dan kurang berminyak. Lotion memberikan rasa nyaman pada kulit. Sebagai emulsi, lotion memiliki banyak kesulitan dalam pembuatannya seperti layaknya krim, tetapi lotion lebih mudah dibuat
12
dibandingkan krim karena lebih encer dan waktu pemanasan serta pendinginannya lebih singkat (Rieger, 2000). Lotion merupakan sistem emulsi sehingga perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya pecahan emulsi (breaking) dan koalesen. Penyebab terjadinya breaking antara lain nonkompabilitas kimia antara zat pengemulsi dan bahan lainnya dalam sistem emulsi, pemilihan pasangan surfaktan tidak tepat, konsentrasi elektrolit tinggi, ketidakstabilan zat pengemulsi, viskositas terlalu rendah, dan temperatur (Cartensen, 1990). 7.
Tabir surya Tabir surya merupakan suatu kosmetik yang berfungsi untuk melindungi
kulit dari paparan sinar matahari berlebih sehingga dapat meminimalkan efek buruk radiasi sinar matahari pada kulit. Tabir surya dapat melindungi kulit dengan cara menyerap energi radiasi matahari atau mengeblok sinar matahari yang mengenai kulit sehingga energi sinar radiasi tersebut tidak langsung mengenai kulit (Horwitz et al., 1982). Sediaan tabir surya dalam aktivitasnya memiliki parameter yang disebut SPF (Sun Protection Factor) yang menunjukkan keefektifan perlindungan yang diberikan oleh tabir surya dari paparan sinar matahari. Nilai SPF tersebut ditunjukkan dengan angka yang menyatakan berapa lama daya tahan kulit seseorang dapat terpapar sinar matahari. Semakin tinggi nilai SPF makan akan semakin lama pula perlindungan yang diberikan terhadap kulit dari paparan sinar matahari. Produk sediaan tabir surya disarankan memberikan perlindungan kepada konsumen sesuai dengan derajat proteksi yang diberikan. Penggunaan
13
tabir surya dengan nilai tertentu juga disesuaikan dengan tipe kulit (Wilkinson & Moore, 1982). Tabel I menunjukkan klasifikasi SPF menurut Murphy (2005).
Tabel I. Klasifikasi SPF (Murphy, 2005)
SPF ≥ 30
Kategori Proteksi tinggi
12-29
Proteksi sedang
2-11
Proteksi minimal
Menurut
Wilkinson
&
Moore
Level Proteksi Untuk kulit yang mudah mengalami sunburn Untuk kulit yang kemungkinan mengalami sunburn-nya sedang Untuk kulit yang sulit mengalami sunburn
(1982),
faktor-faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam pembuatan formula tabir surya antara lain : a.
Sediaan tabir surya harus terasa nyaman dalam penggunaannya, terutama produk sering digunakan di luar ruangan sehingga pengemasannya harus efektif.
b.
Zat tabir surya dalam sediaan harus memenuhi kuantitas untuk memberikan perlindungan dan manfaat efektif.
c.
Zat tabir surya harus kompatibel dengan bahan pembawa dalam sediaan. Zat aktif tabir surya umumnya bisa larut dalam fase minyak dan fase air, tetapi harus diingat bahwa dalam penggunaannya, air dan alkohol akan menguap dari produk sehingga zat tabir surya akan terdispersi dalam fase yang tidak menguap dalam krim, dimana fase ini atau pada lapisan lemak di permukaan kulit nantinya akan terjadi aktivitas zat aktif tabir surya.
14
d.
Perlu dipertimbangkan adanya zat aktif tabir surya diberikan dalam sediaan yang memungkinkan membentuk lapisan yang tidak mudah menguap pada permukaan kulit.
8.
Monografi bahan a.
Setil alkohol
Gambar 2. Struktur molekul setil alkohol (Rowe et al., 2009)
Setil alkohol digunakan secara luas dalam kosmetik dan sediaan farmasi. Setil alkohol mempunyai rumus empirik C16H34O dan bobot molekul 242,22. Nama sinonim dari setil alkohol antara lain Crocadol C95; ethal; ethol; heksadekanol; n-heksadsil alkohol; palmitit alkohol. Setil alkohol digunakan sebagai emolien, penyerap air, dan bahan pengemulsi dalam lotion, krim dan salep. Setil alkohol dapat meningkatkan stabilitas tekstur, dan konsistensi. Setil alkohol sebagai emolien memiliki kecenderungan untuk terabsorpsi dan mempertahankan keberadaannya pada epidermis, sehingga memberikan efek yang melicinkan dan melembutkan kulit. Setil alkohol sebagai emolien dan bahan pengemulsi digunakan pada
15
konsentrasi 2-5%, sebagai bahan pengental digunakan pada konsentrasi 210%, dan sebagai pengabsorpsi air digunakan pada konsentrasi 5% (Rowe et al., 2009). Struktur dari setil alkohol dapat dilihat pada gambar 2.
b.
Asam stearat Nama kimia asam stearat adalah asam oktadekanoat. Asam stearat
memiliki rumus empiris C18H36O2 dan bobot molekul 284,7. Asam stearat mempunyai konsistensi keras, berwarna putih atau sedikit kuning, agak mengkilap berupa kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, sedikit berbau dan berasa seperti lemak. Fungsi asam stearat sebagai bahan pengemulsi, bahan pelarut, dan lubrikan pada tablet dan kapsul. Penggunaan asam stearat antara 1-20% pada lotion, salep dan krim (Rowe et al., 2009). Struktur dari asam stearat dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Struktur molekul asam stearat (Rowe et al., 2009)
c.
Lanolin Lanolin digunakan secara luas dalam sediaan topikal dan kosmetik.
Lanolin mempunyai warna kuning pucat, manis, substansi seperti lemak
16
dengan bau yang khas. Fungsi dari lanolin adalah sebagai emulsifying dan basis. Lanolin dapat digunakan sebagai pembawa hidrofobik dalam formulasi sediaan krim dan salep air dalam minyak (Rowe et al., 2009).
d.
Gliserin Nama kimia gliserin adalah propan-1,2,3-triol. Gliserin digunakan
sebagai humektan dan emolien dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik. Fungsi gliserin sebagai pengawet, anti mikroba, emolien, humektan, pelarut, pemanis, dan plasticizer. Gliserin jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis, mempunyai rasa manis (Rowe et al., 2009). Struktur dari gliserin dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Struktur molekul gliserin (Rowe et al., 2009)
e.
Trietanolamin Nama
kimia
trietanolamin
adalah
2,2’,2’’-Nitrilotriethanol.
Trietanolamin digunakan sebagai alkalizing dan emulsifying. Trietanolamin secara luas digunakan dalam sediaan topikal sebagai pembentuk emulsi ketika dicampurkan dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam
17
oleat, trietanolamin membentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8, yang dapat digunakan sebagai emulsifying agent untuk membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi trietanolamin yang digunakan untuk emulsifikasi adalah 2-4% (Rowe et al., 2009). Struktur dari trietanolamin dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Struktur molekul trietanolamin (Rowe et al., 2009)
f.
Metilparaben (Nipagin) Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 100,5% C8H8O3. Berbentuk serbuk halus, berwarna putih, hampir tidak berbau, rasa sedikit membakar dan diikuti rasa tebal. Metilparaben bersifat sukar larut dalam air, larut dalam air mendidih, mudah larut dalam etanol 95% P, dalam aseton P, dalam eter P, dan dalam larutan alkali hidroksida. Metilparaben biasa digunakan sebagai zat tambahan, yaitu sebagai pengawet (Rowe et al., 2009). Struktur dari metilparaben dapat dilihat pada gambar 6.
18
Gambar 6. Struktur molekul metilparaben (Rowe et al., 2009)
g.
Propilparaben (Nipasol) Propilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C10H12O3. Berupa serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Sangat sukar larut dalam air dan gliserol P, mudah larut dalam etanol 95% P dan dalam aseton P, agak sukar larut dalam minyak lemak, dan mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Propilparaben digunakan sebagai bahan pengawet (Rowe et al., 2009). Struktur dari propilparaben dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Struktur molekul propilparaben (Rowe et al., 2009)
19
F. Landasan Teori Paparan sinar matahari secara terus menerus dan berlebihan mempunyai dampak yang negatif pada kulit. Efek negatif yang ditimbukan oleh sinar matahari dapat menyebabkan eritema, kerusakan sel, dan timbulnya sel kanker (Wilkinson & Moore, 1982). Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh radiasi sinar matahari menyebabkan kita perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat paparan sinar matahari. Penggunaan tabir surya setiap hari ternyata dapat menurunkan probabilitas terjadinya kanker kulit. Tabir surya merupakan suatu proteksi yang diperlukan untuk mengurangi efek pemaparan berlebihan terhadap sinar UV. Beberapa senyawa yang dapat berfungsi sebagai fotoprotektor adalah flavonoid dan kurkumin.. Flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan auksokrom yang dapat menyerap sinar pada panjang gelombang kisaran panjang gelombang UV, sehingga dapat digunakan sebagai sunscreen (Wolf et al., 2001). Kurkumin merupakan senyawa yang dapat mengabsorpsi sinar UV yang memiliki panjang gelombang antara 200- 400 nm sehingga mampu digunakan sebagai pelindung terhadap UV A dan UV B. Senyawa- senyawa tersebut dapat ditemukan dalam temu putih (Curcuma zedoaria). Sun Protection Factor (SPF) merupakan rasio yang menggambarkan respon terhadap paparan sinar UV pada kulit yang diolesi tabir surya dan yang tidak diolesi tabir surya (Nash, 2006). Penentuan nilai SPF dapat ditentukan secara in vitro dan in vivo.. Pengukuran SPF secara in vitro bertujuan untuk memprediksi
20
nilai SPF produk di laboratorium dengan menggunakan metode spektrofotometri. Salah satu perhitungan nilai SPF secara in vitro dengan spektrofotometer UV-Vis adalah dengan menggunakan metode Mansur (Dutra, 2004). Bentuk lotion merupakan sediaan yang banyak digunakan dalam masyarakat. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas (Ansel, 2005). Lotion tipe o/w mempunyai kelebihan mudah dicuci, non-greasy dan memberikan efek dingin bagi penggunanya. Ekstrak etanolik rimpang temu putih dibuat dalam bentuk sediaan lotion tipe o/w diharapkan memberikan efek proteksi terhadap sinar matahari pada sediaan tabir surya secara optimum. Sediaan kosmetika yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, yaitu sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Tujuan dilakukannya pengamatan terhadap stabilitas fisik suatu sediaan adalah untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut (Djajadisastra, 2004). Kestabilan fisik emulsi atau suspensi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kimia dari emulgator, suspending agent, stiffening agent, antioksidan, pengawet dan bahan aktif. Lotion tipe o/w dengan menggunakan bahan pengemulsi trietanolamin dan asam stearat akan membentuk surfaktan anionik dengan mekanisme emulsifikasi yaitu pembentukan lapisan antarmuka. Pengemulsi akan diadsorbsi pada antarmuka minyak-air sebagai lapisan-lapisan multilamelar (Lachman et al.,
21
1994). Sediaan lotion o/w esktrak etanolik rimpang temu putih diharapkan dapat mempunyai stabilitas fisik yang baik selama penyimpanan. G. Hipotesis 1.
Penambahan ekstrak etanolik temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] dalam sedian lotion o/w mempunyai aktivitas sebagai tabir surya.
2.
Peningkatan kadar ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] dalam sediaan lotion tipe oil in water (o/w) dapat berpengaruh terhadap nilai SPF dalam sediaan lotion o/w.
3.
Sediaan lotion tipe oil in water (o/w) ekstrak etanolik rimpang temu putih [Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe] mempunyai stabilitas fisik yang baik selama penyimpanan.