1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim yang luar biasa. Berdasarkan laporan dari 5th Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2014, dampak perubahan iklim dapat bersifat langsung seperti perubahan suhu udara, peningkatan radiasi sinar ultraviolet dan polusi udara atau tidak langsung seperti peningkatan kejadian penyakit infeksi dan non infeksi (Smith dkk, 2014). Peningkatan radiasi ultraviolet dan polusi udara mengakibatkan peningkatan jumlah radikal bebas yang ada di lingkungan. Radikal bebas yang memapar tubuh manusia secara berlebih dapat menimbulkan kerusakan sel dan gangguan sistem kekebalan tubuh. (Sjahbana dan Bahalwan, 2002). Sistem kekebalan tubuh adalah mekanisme pertahanan tubuh yang bertugas merespon serangan dari luar tubuh kita. Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan mulai bertugas. Antigen bertugas menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Mekanisme inilah yang nantinya akan melindungi tubuh dari serangan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan berbagai kuman penyebab penyakit. Ketika sistem imun tidak bekerja optimal, tubuh akan rentan terhadap penyakit. Pada saat itulah, tubuh membutuhkan suatu senyawa yang mampu memperbaiki kondisi sistem imun yang tidak stabil. Senyawa tersebut adalah senyawa yang memiliki sifat imunomodulator.
2
Imunomodulator adalah substansi atau agen yang dapat membantu memperbaiki fungsi sistem imun yang terganggu. Ada 2 tipe imunomodulator, yaitu imunostimulator (meningkatkan sistem imun) dan imunosupresor (menekan sistem imun)
(Baratawidjaja
&
Rengganis,
2010).
Imunomodulator dalam hal ini dimaksudkan untuk meringankan gejala penyakit infeksi dan mengatasi efek imunosupresi (penurunan respon sistem imun) serta menjaga daya tahan tubuh. Penggunaan imunomodulator alami dewasa ini semakin meningkat disebabkan keamanan jangka panjang (Natalia, 2005) dan peluangnya yang prospektif. Bahan alami yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator serta memiliki ketersediaan yang memadai di pasaran adalah buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Buah
mengkudu
banyak
mengandung
protein,
polisakarida,
skopoletin, asam askorbat, β-karoten, L-arginin, alkaloid prokseronin dan enzim prokseroninase (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Berdasarkan penelitian Heinicke (1985), di dalam dinding usus, enzim prokseroninase dalam buah mengkudu akan mengubah prokseronin menjadi zat aktif xeronine. Xeronine ini diserap ke dalam aliran darah menuju semua sel untuk mengaktifkan protein, mengatur struktur dan membentuk sel. Pengaktifan protein menyebabkan produksi antibodi berlangsung baik karena faktor penyusun utama antibodi adalah protein. Dilaporkan pula oleh Yanine dkk (2006) bahwa polisakarida yang terkandung dalam jus buah mengkudu, yaitu asam glikoronat, galaktosa, arabinosa dan ramnosa juga berperan andil sebagai agen imunostimulan.
3
Kulit buah manggis mengandung tiga senyawa fenolik utama, yaitu 1,3,6,7-tetrahydroxy-2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; 1,3,6-trihydroxy-7methoxy-2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; epicatechin
(Yu dkk, 2009).
Ketiga senyawa itu diketahui memiliki aktivitas imunostimulan (Pinto dkk, 2005). Mekanisme imunostimulan ketiga senyawa tersebut adalah dengan peningkatan proliferasi sel splenosit (Kong dkk, 2004; Yu dkk, 2009). Berdasarkan uraian di atas, secara tunggal, aktivitas dari kedua jenis ekstrak telah diteliti dan diketahui hasilnya secara positif. Jika kedua jenis ekstrak tersebut dikombinasikan kemungkinan akan menghasilkan aktivitas yang lebih baik melalui mekanisme sinergisme dan komplementer. Efek sinergisme yaitu efek saling mendukung menuju satu indikasi dengan mekanisme yang sama, sedangkan efek komplementer yaitu efek saling mendukung menuju satu indikasi dengan mekanisme berbeda. Salah satu perusahaan farmasi di Indonesia, yaitu PT. Phapros memanfaatkan peluang dengan memproduksi produk minuman herbal ProStamina® yang mengkombinasikan ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis. Namun belum dilakukan penelitian terkait aktivitas imunomodulator dari ekstrak yang terkandung didalamnya. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas imunomodulator pada ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis yang terkandung dalam produk minuman herbal ProStamina®. Uji aktivitas imunomodulator dilakukan secara in vivo dengan mengukur kemampuan fagositosis makrofag (Priyo dkk, 2010).
4
B. Rumusan Masalah Apakah kombinasi ekstrak air kering buah mengkudu dan kulit buah manggis dapat meningkatkan aktivitas imunomodulator dengan meningkatkan aktivitas makrofag pada mencit galur Balb/c terinduksi vaksin hepatitis B?
C. Pentingnya Penelitian Diusulkan Penelitian ini diusulkan untuk mengeksplorasi lebih lanjut potensi kombinasi bahan alam sebagai agen imunomodulator dalam upaya pengatasan berbagai kondisi kesehatan yang berkaitan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah data ilmiah mengenai potensi kombinasi ekstrak air kering buah mengkudu dan kulit buah manggis sebagai agen imunomodulator sehingga dapat menjadi sumber data yang bermanfaat
bagi
pengembangan
penelitian
selanjutnya
dan
juga
pengembangan produk komersial penambah daya tahan tubuh.
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengembangkan dan mengeksplorasi potensi kombinasi buah mengkudu dan kulit buah manggis sebagai alternatif imunomodulator berbasis bahan alam yang aman digunakan.
5
2. Tujuan Khusus Mengetahui aktivitas imunomodulator kombinasi ekstrak air kering buah mengkudu (EBM) dan kulit buah manggis (EKM) terhadap aktivitas makrofag mencit Balb/c terinduksi vaksin hepatitis B.
E. Tinjauan Pustaka 1. Sistem Imun Istilah Imun berasal dari bahasa Latin Immunis yang berarti bebas dari pajak atau bebas dari beban. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya dari serangan berbagai bahan dalam lingkungan hidup seperti bakteri, virus, toksik, jamur dan jaringan asing. Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau nonspesifik dan sistem imun didapat atau spesifik (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). a. Sistem Imun Nonspesifik Disebut nonspesifik karena tidak ditunjukkan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi
6
tubuh terhadap banyak patogen potensial dan merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). b. Sistem Imun Spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing bagi dirinya. Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respons imun spesifik. Pertama, mereka ditengahi oleh produk sel jaringan-jaringan limfosit yang disebut sebagai antibodi (humoral immunity), fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus, bakteri serta menetralkan toksinnya. Kedua, mereka yang diperantarai oleh limfosit sendiri yang tersentisisasi yang disebut imunitas seluler (cell-mediated immunity) (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). 2. Makrofag Berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, sel utama yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta granulosit (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Fagosit mononuklear dihasilkan oleh sel induk (steam cell) di dalam sumsum tulang kemudian berdiferensiasi menjadi premonosit-monositmakrofag. Monosit berdiameter 10-15 µm. Kemudian bermigrasi dan menetap di jaringan, sel monosit matang dan menjadi makrofag. Sel makrofag berdiferensiasi, membesar jumlahnya dan organel-organel
7
bertambah kompleks (Abbas dkk, 2012). Ukuran makrofag bisa 5-10 kali lebih besar dibanding monosit (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Makrofag sebagai sel fagosit mampu membunuh kuman melalui dua mekanisme, yaitu : a. Oxygen dependent mechanisms Dimana
terjadi
peningkatan
penggunaan
oksigen
yang
menghasilkan ROIs (Reactive Oxygen Intermediates) yaitu suatu metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama fagositosis. Ikatan mikroba dengan sel fagositosis terjadi fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom (Abbas dkk, 2012). Dengan terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit yang mengikat mikroba mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim dalam fagolisosom, salah satunya oksidase fagosit terbentuk atas pengaruh mediator inflamasi LTB4, PAF dan TNF atau produk bakteri seperti peptida N-formilmetionil (Baratawidjaja &Rengganis, 2010). Enzim tersebut mengubah oksigen menjadi superoxide anion, hydroxyl radicals, single oxygen, myeloperoxidase, hydrogen peroxide (H2O2) yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan metabolit oksigen yang toksik yang dapat digunakan untuk membunuh kuman (Abbas dkk, 2012). b. Oxygen independent mechanism Dengan peningkatan Reactive Oxygen Intermediste (ROIs), makrofag menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan enzim seperti hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric oxide synthase (iNOS). Nitric oxide synthase
8
merupakan katalase dalam konversi arginin menjadi NO yang bersifat bakterisidal. Dalam fagolisosom terjadi reaksi fagosit oksidase antara nitrit oksida dengan hidrogen peroksida atau superoksida yang menghasilkan radikal peroksi nitrit sangat reaktif dan bisa membunuh mikroba (Abbas dkk, 2012). Proses fagositosis terjadi melalui beberapa tingkat yaitu kemotaktis, menangkap,
memakan,
fagositosis,
memusnahkan,
dan mencerna.
Kemotaktis adalah pergerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor kimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat meningkatkan opsonisasi. Opsonin adalah molekul besar yang diikat dan dapat dikenal oleh reseptor permukaan sel fagosit makrofag,
sehingga
meningkatkan efisiensi
fagositosis.
Makrofag
mengekspresikan banyak reseptor permukaan yang dapat menelan mikroba. Bila sudah ditelan, membran menutup, partikel digerakkan ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang mengandung bakteri atau bahan lain asal ekstraseluler yang disebut fagosom. Di dalam sel terdapat enzim lisosom yang diperlukan untuk memecah bahan yang ditelan, bersatu dengan fagosom membentuk fagolisosom memungkinkan terjadinya
9
degradasi oleh ROIs dan NO sehingga terjadi degradasi oleh makrofag (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Makrofag cocok untuk studi fagositosis karena makrofag dianggap sebagai salah satu sel fagosit yang paling primitif dari sistem kekebalan tubuh nonspesifik (Zelikoff dkk, 1991 ; Silva dkk, 2002). Fagositosis makrofag banyak digunakan sebagai parameter imunologi untuk mengevaluasi fungsi kekebalan tubuh. Penilaian aktivitas makrofag dapat dihitung dengan mengukur kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis. Kapasitas fagositosis adalah jumlah makrofag yamg aktif melakukan fagositosis per 100 makrofag. Indeks fagositosis adalah jumlah partikel asing yang terfagositosis dibagi jumlah makrofag yang aktif melakukan fagositosis. (Jensch-Junior dkk, 2006) 3. Imunomodulator
Gambar 1. Proses Fagositosis (Underhill & Goodridge, 2012)
10
Imunomodulator bekerja melalui mekanisme imunostimulasi dan imunosupresi. Imunostimulasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan imunostimulan yaitu bahan yang dapat meningkatkan sistem imun. Imunostimulan dapat berupa imunostimulan biologis (limfokin, interferon, antibodi monoklonal, Lymphokine-Aktivated Killer, bakteri, jamur) maupun sintetik (levamisol, isoprinosin, hidroksiklorin, muramil dipeptida dan lain-lain) (Bratawidjaja & Rengganis, 2010). Imunosupresi adalah suatu tindakan untuk menekan respon imun dengan imunosupresan yaitu kelompok obat yang menekan satu atau lebih komponen dari sistem imun spesifik maupun nonspesifik seperti mencegah penolakan transpalansi atau mengatasi penyakit autoimun. Contoh obat imunosupresan adalah siklosporin dengan aksi mengeblok sitokin dari T sel (Abbas dkk, 2012). 4. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Morinda citrifolia L. atau yang lebih dikenal dengan nama Mengkudu (Gambar. 2) adalah tanaman yang tumbuh baik di sepanjang Pasifik dan merupakan tumbuhan native dari Asia Tenggara terutama Indonesia serta Australia. Di berbagai negara, mengkudu dikenal dengan berbagai nama seperti noni (Hawai’i); Indian mulberry (English); canary wood (Australia); dan di Cook Island serta Tahiti dikenal dengan nama nono (Nelson, 2003). Di Indonesia mengkudu juga memiliki berbagai nama daerah yaitu, Eodu, mengkudu, bengkudu (Sumatera); kudu, cengkudu, kemudu, pace (Jawa); wangkudu, manakudu, bakulu (Nusa tenggara); dan
11
di Kalimantan dikenal dengan nama mangkudu, wangkudu, dan labanan (Wijayakusuma, 1995).
Gambar 2. Mengkudu
Kingdom
: Plantae
Sub Kelas
: Asteridae
Subkingdom : Tracheobionta
Ordo
: Rubiales
Super Divisi : Spermatophyta
Famili
: Rubiaceae
Divisi
: Magnoliophyta
Genus
: Morinda
Kelas
: Magnoliopsida
Spesies
: Morinda citrifolia L.
Tanaman mengkudu tumbuh selalu hijau setinggi tiga sampai sepuluh meter, tumbuh agak bengkok, kulit kasar, mempunyai cabang banyak dengan ranting muda bersegi empat. Daun memiliki panjang 10-40 cm dan lebar 5-17 cm, berwarna hijau tua, terletak berhadapan dnegan tangkai pendek, helai daun tebal mengkilap berbentuk buah telur hingga elips, ujung runcing, pagkal menyempit, tepi rata dan tulang daun menyirip (Nelson, 2006; Wijayakusuma &
12
Dalimartha, 1995). Buah mengkudu merupakan buah majemuk berdaging dengan panjang 5-10 cm dan diameter 3-4 cm. Bentuk buah lonjong berwarna putih kekuningan, lunak, berair dan memiliki bau busuk. Biji terdapat di bagian dalam buah dengan bentuk segitiga yang keras, berwarna coklat kehitaman dan jumlahnya tidak sama dalam satu buah (Dalimarta, 2006; Nelson 2006; Syamsuhidayat & Hutapea, 1997). Buah mengkudu diklaim dapat mencegah dan mengobati berbagai penyakit terutama untuk menstimulasi sistem imun dan agen antibakteri, virus, parasit dan juga jamur (Dixon dkk, 1999; McClatchey, 2002). Buah mengkudu mengandung skopoletin, rutin, polisakarida, asam askorbat, β-karoten, 1-arginin, proxironine, dan proxeroninase, iridoid, asperolusid, iridoid antrakinon, asam lemak, kalsium, vitamin B, asam amino, glikosida, dan juga glukosa (Yanine, 2006). Berdasarkan analisis polisakarida oleh dengan KLT, polisakarida yang terkandung dalam fraksi tak larut etanol jus buah mengkudu terdiri dari heteropolisakarida gom arab, asam glukoronat, arabinosa dan rhamnosa (Hirazumu & Furusawa, 1999). Penelitian yang terbaru dari Anh dkk (2006) fraksi tak larut etanol jus buah mengkudu yang diperoleh dengan cara yang sama mengandung polisakarida pektin yang terdiri dari homogalakturonan, rhamnogalakturonan I, arabin, dan arabinogalaktan sebagai penyusun utama serat polisakarida lain dengan jumlah relatif kecil. Dilaporkan oleh Furuzawa dkk (2003) bahwa senyawa polisakarida dalam jus buah mengkudu mempunyai potensial sebagai profilaktik maupun terapetik sebagai imunomodulator. Polisakarida buah mengkudu mampu
13
memicu aktivitas makrofag dan menstimulasi produksi TNF-alfa, IL-1 beta, hingga IL-12p70 dan NO (nitric oxide). Selain itu, polisakarida dari buah mengkudu juga mampu mempengaruhi sitotoksisitas sel NK dan sel T melalui penekanan dan stimulasi produksi Il-12 p70 (Hirazumi & Furusawa, 1999). 5. Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Garcinia mangostana L. atau yang dikenal dengan nama manggis (Gambar. 3) merupakan salah satu buah yang berasal dari hutan tropis di kawasan Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Masyarakat telah menggunakan kulit manggis untuk mengobati diare, desentri, infeksi, dan ulcer (José dkk, 2008). Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferales
Familia
: Guttiferae (Clusiaceae)
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
14
Gambar 3. Manggis
Batang pohon manggis berbentuk pohon berkayu dan dapat tumbuh hingga 25 meter atau lebih. Kulit batangnya tidak rata dan berwarna kecoklatcoklatan. Struktur helai daun tebal dengan permukaan sebelah atas berwaran hijau mengkilap, sedangkan permukaan bawah berwarna kekuning-kuningan. Struktur bauh manggis memiliki empat kelopak yang tersususn dalam dua pasang. Mahkota bunga terdiri dari empat helai, berwarna hijau kekuningan dengan warna merah pada pinggirannya. Bakal buah berbentuk bulat, mengandung 1-3 bakal biji yang mampu berkembang menjadi biji normal. Kulit buah manggis berwarna merah gelap, ukurannya tebal dan mencapai proporsi sepertiga bagian dari buahnya. Kulit buahnya mengandung getah berwarna kuning dan pahit. Bagian terpenting dari buah mangggis adalah daging buahnya. Warna daging buahnya putih bersih dan cita rasa sedikit asam. (Jung dkk, 2006).
15
Kulit buah manggis mengandung senyawa golongan alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol (Dewi dkk, 2013). Tiga senyawa fenolik utama yang terkandung dalam kulit buah manggis, yaitu 1,3,6,7-tetrahydroxy-2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; 1,3,6-trihydroxy-7methoxy-2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; epicatechin (Yu dkk, 2009) diketahui memiliki aktivitas imunostimulan (Pinto dkk 2005). Mekanisme imunostimulan ketiga senyawa tersebut adalah dengan peningkatan proliferasi sel splenosit (Kong dkk, 2004; Yu dkk, 2009). Senyawa xanthone yang paling banyak diteliti adalah α-, β-, dan γ-mangostin, garsinon E, 8-deoksigartanin, dan gartanin. Manggis telah diteliti dapat digunakan sebagai antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakteri, antifungi, dan antivirus (José dkk, 2008). 6. ProStamina® ProStamina® adalah produk minuman herbal hasil kerjasama Universitas Gadjah Mada dengan PT. Phapros Tbk. yang berkhasiat untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh yang aman dikonsumsi dalam batas wajar untuk anak-anak, remaja dan orang tua. ProStamina® mengandung ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.) dan buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) yang mengandung zat-zat yang menghasilkan efek antioksidan poten dan imunostimulator poten. ProStamina® diproduksi dengan kandungan 100 mg ekstrak kulit manggis dan 200 mg ekstrak buah mengkudu. Dosis harian
16
Gambar 4. Produk Minuman Herbal ProStamina®
diperoleh dengan meminum secara teratur 2 kali sebanyak 2-3 sachet. ProStamina® merupakan hasil ramuan tim ahli Farmasi UGM, yaitu Prof. Ediati Sasmito, Prof. Agung Endro Nugroho dan Dr. T.N. Saifullah.
F. Landasan Teori Berdasarkan penelitian terdahulu mengkudu telah diketahui dapat digunakan sebagai imunomodulator (Dixon dkk, 1999). Senyawa polisakarida dalam jus buah mengkudu berpotensi secara profilaktik maupun terapetik sebagai imunomodulator (Furuzawa dkk, 2003). Dilaporkan oleh Hirazumi dan Furuzawa (1999) bahwa polisakarida buah mengkudu mampu memicu aktivitas makrofag dan menstimulasi produksi TNF-alfa, IL-1 beta, IL12p70 dan NO (nitric oxide). Kulit buah manggis mengandung senyawa golongan alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol (Dewi dkk, 2013). Tiga senyawa fenolik utama yang terkandung dalam kulit buah manggis, yaitu
17
1,3,6,7-tetrahydroxy-2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; 1,3,6-trihydroxy-7methoxy-2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; epicatechin diketahui memiliki aktivitas imunostimulan. Mekanisme imunostimulan ketiga senyawa tersebut adalah dengan peningkatan proliferasi sel splenosit (Yu dkk, 2009). Imunomodulator
dimaksudkan
untuk
mempercepat
proses
penyembuhan, meringankan gejala penyakit infeksi dan mengatasi efek imunosupresi (penurunan respon sistem imun) serta menjaga daya tahan tubuh. Apabila ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit buah manggis dikombinasikan dapat meningkatkan aktivitas, sehingga diharapkan dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan respon sistem imun serta daya tahan tubuh.
G. Hipotesis Kombinasi ekstrak kering buah mengkudu (EBM) dan kulit buah manggis (EKM) dapat memberikan aktivitas imunomodulator dengan meningkatkan aktivitas makrofag mencit galur Balb/c terinduksi vaksin hepatitis B.
18
BAB II METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian
ini
merupakan
jenis
penelitian
eksperimental
dengan
menggunakan variabel sebagai beikut: 1. Variabel bebas
: berbagai konsentrasi ekstrak mengkudu (EBM) dan ekstrak kulit manggis (EKM).
2. Variabel tergantung
: aktivitas fagositosis makrofag mencit Balb/c yang diinduksi vaksin hepatitis B yang diukur dengan ELISA reader.
3. Variabel terkendali
: galur, jenis kelamin, bobot hewan uji, perlakuan, lingkungan, waktu perlakuan.
B. Bahan Penelitian 1. Bahan Uji Utama Bahan uji utama yang digunakan: a. Ekstrak kering terstandar Morinda citrifolia DE 10 dari PT. Phytochemindo Reksa dengan kode produk: 2M02E10, nomor Bacth: 070BP, Manufacturing date : Februari 2014, exp. Date : Februari 2018, Plant species : Morinda citrifolia, Part used : Fresh fruit, Excipients : Lactose. Zat aktif : Scopoletin, Kadar air: 1,89%.
19
b. Ekstrak kering terstandar Garcinia mangostana DE 15 dari PT. Phytochemindo Reksa dengan kode produk: 1G06E50, nomor Bacth: 227DN, Manufacturing date : April 2013, exp. Date : April 2016, Plant species : Garcinia mangostana, Part used : Pericarp, Excipients : Lactose. Zat aktif: Alpha-mangostin, Kadar air: 4,85%. Adapun Certificate of Analysis tercantum dalam Lampiran 6 dan 7. 2. Subjek Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit betina galur Balb/c yang berumur delapan minggu. Hewan uji diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan UGM. Hewan uji dipelihara dalam kandang plastik beralaskan sekam, diberi makan dan minum ad libitum. Penelitian terhadap hewan uji telah memenuhi persyaratan Uji Kelaikan Etik (ethical clearance) yang dinyatakan oleh Komisi Ethical Clearance Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun Surat Keterangan
Kelaikan Etik terlampir di
Lampiran 8. 3. Bahan Perlakuan Subjek Uji Bahan untuk perlakuan hewan uji adalah CMC-Na 0,5% yang dilarutkan dalam akuades sebagai pelarut EBM dan EKM, vaksin hepatitis B (EngerixTM-B) 2 μg/mL dalam water for injection. 4. Bahan Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag Bahan yang digunakan untuk uji fagositosis makrofag adalah alkohol 70% (Merck, Jerman), formalin 37% (Merck, Jerman), dapar tris
20
amonium klorida (Merck, Jerman), Roswell Park Memorial Institute (RPMI)-1640 (Merck, Jerman), medium RPMI komplit (Merck, Jerman), suspensi lateks, Phosphate Bovine Saline (PBS) (Merck, Jerman), cat Giemsa 20% dan Metanol Pro Analisis (Merck, Jerman).
C. Alat Penelitian Alat
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
glassware,
Spektrofotometer UV-Vis, kuvet, ELISA reader, Inkubator CO2, Laminar Air Flow (LAF), mikroskop monitor, timbangan analitik, mikropipet, petridish, pipet tetes,
kanul peroral, spuit injeksi, vial, microplate 96 wells, hemositometer,
eppendorf, yellow tip, blue tip, white tip, alat bedah.
D. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit manggis diperoleh langsung dari PT. Phytochemindo Reksa. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam wadah tertutup. Certificate of Analysis (CoA) terlampir di Lampiran 8 dan 9. 2. Pengelompokan dan Perlakuan terhadap Hewan Uji Hewan uji mencit galur Balb/c betina yang berumur 8 minggu sejumlah 42 ekor dipelihara dalam kandang. Kadang berupa boks plastik berukuran 50 cm x 20 cm yang beralaskan sekam. Suhu kandang antara 25-32oC, dengan kelembaban ±
21
70%. Mencit diadaptasikan selama satu minggu sebelum dilakukan perlakuan. Pakan mencit berupa pellet dan air minum yang diberikan secara ad libitum. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok perlakuan EKM tunggal, kelompok perlakuan EBM tunggal, kelompok perlakuan kombinasi EBM+EKM dosis tinggi (2 kali dosis terapi), kelompok perlakuan kombinasi EBM+EKM dosis sedang (dosis terapi), kelompok kombinasi EBM+EKM dosis rendah (0,5 dosis terapi), dan kelompok kontrol. Dosis terapi yang digunakan adalah 200 mg EBM dan 100 mg EKM. Jumlah mencit pada masing-masing kelompok adalah 6 ekor: a) Kelompok I, sebagai kontrol negatif. Diberikan vaksin hepatitis B pada hari ke-1 dan hari ke-8 secara intraperitoneal, dan larutan CMC-Na 0,5% dalam akuades secara per-oral setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari ke-14. b) Kelompok II, diberikan vaksin hepatitis B pada hari ke-1 dan hari ke-8 secara intraperitoneal, dan diberikan EKM dalam CMC-Na 0,5% secara peroral setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari ke-14. c) Kelompok III, diberikan vaksin hepatitis B pada hari ke-1 dan hari ke-8 secara intraperitoneal, dan diberikan EBM dalam CMC-Na 0,5% secara peroral setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari ke-14. d) Kelompok IV, diberikan vaksin hepatitis B pada hari ke-1 dan hari ke-8 secara intraperitoneal, dan diberikan kombinasi EBM+EKM dosis tinggi (2 kali dosis terapi) dalam CMC-Na 0,5% secara per-oral setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari ke-14.
22
e) Kelompok V, diberikan vaksin hepatitis B pada hari ke-1 dan hari ke-8 secara intraperitoneal, dan diberikan kombinasi EBM+EKM dosis sedang (dosis terapi) dalam CMC-Na 0,5% secara per-oral setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari ke-14. f) Kelompok VI, diberikan vaksin hepatitis B pada hari ke-1 dan hari ke-8 secara intraperitoneal, dan diberikan kombinasi EBM+EKM dosis rendah (0,5 kali dosis terapi) dalam CMC-Na 0,5% secara per-oral setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari ke-14.
23
Berikut ini adalah desain perlakuan terhadap hewan uji selama 14 hari: Hari ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11 12
13
14 15
Kel. I Kel. II Kel. III Kel. IV Kel. V Kel. VI
CMC-Na 0,5% dalam akuades Keterangan: Vaksin Hepatitis B dalam CMC-Na 0,5% EBM tunggal dosis 1,6 mg/mencit dalam CMC-Na 0,5% EKM tunggal dosis 0,8 mg/mencit dalam CMC-Na 0,5% Kombinasi dosis I (EBM: 3,2 mg/mencit dan EKM: 1,6 mg/mencit) dalam CMC-Na 0,5% Kombinasi dosis II (EBM: 1,6 mg/mencit dan EKM: 0,8 mg/mencit) dalam CMC-Na 0,5% Kombinasi dosis I (EBM: 0,8 mg/mencit dan EKM: 1,6 mg/mencit) dalam CMC-Na 0,5% Pembedahan mencit untuk diambil makrofagnya Gambar 5. Desain perlakuan
24
3. Isolasi Makrofag Mencit pada hari ke-15 dianastesi dengan menggunakan éter (dimasukkan ke dalam toples yang berisi kapas yang telah dibasahi dengan éter) kemudian diisolasi makrofagnya seperti yang dilakukan oleh Priyo dkk (2010). Seluruh tubuh mencit dibersihkan dengan alkohol 70% dan diletakkan dengan posisi terlentang. Kulit pada bagian abdomen dibuka dan dibersihkan selubung peritonium dengan alkohol 70%. Disuntik 10 mL RPMI ke dalam rongga peritonium. Kemudian didiamkan selama ± 3 menit sambil digoyang-goyang secara perlahan agar makrofag yang menempel di rongga peritonium dan di sekitar usus dapat terlepas dan tersuspensi dama medium RPMI. Cairan peritonial diaspirasi dari rongga peritonium dengan cara menekan organ dalam dengan 2 jari, dipilih pada bagian yang tidak berlemak dan jauh dari usus. Aspirat dipusingkan pada 1200 rpm, 4ºC, selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan ditambahkan 3 mL medium RPMI komplit (mengandung FBS 10% v/v) pada cairanyang didapatkan. Jumlah sel yang didapatkan dihitung dengan menggunakan hemositometer kemudian diresuspensikan dengan medium RPMI komplit sehingga didapat suspensi dengan 2,5 x 10 / mL. Suspensi sel yang telah dihitung dikultur pada microplate 24 sumuran yang telah diberi coverslips bulat, setiap sumuran 200 µL (5 x 10 sel/mL). Diinkubasikan dalam inkubator CO2 5%, 37ºC selama 2 jam. Sel dicuci dengan RPMI 2x kemudian ditambahkan medium komplit 1 mL/sumuran dan inkubasi dilanjutkan sampai 24 jam (Wulandari dkk, 2014).
25
4. Uji Fagositosis Makrofag dengan Lateks Pertama, media diambil sehingga hanya tertinggal makrofag dalam coverslips. Media diambil dengan cara disedot dan dicuci dengan PBS 3x untuk menghilangkan lateks yang tidak terfagositosis. Kemudian dikeringkan pada suhu kamar dan difiksasi dengan metanol selama 30 detik. Metanol dituang dan ditunggu hingga kering, kemudian dicat dengan Giemsa 20% selama 15 menit (sebelumnya lateks diinkubasi selama 24 jam) dan dicuci dengan akuades kemudian diangkat dari sumuran kultur dan dikeringkan pada suhu ruangan. Jumlah lateks yang difagositosis oleh makrofag dihitung. Penilaian kemampuan/aktivitas fagositosis dapat dihitung dengan mengukur kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis. Kapasitas fagositosis Indeks fagositosis
=
(Jensch-Junior dkk, 2006)
E. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data jumlah sel yang didapat dari pembacaan dengan Hemositometer dimana data tersebut menyatakan fagositosis makrofag masing-masing hewan uji yang telah diberi perlakuan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test untuk menentukan data terdistribusi normal atau tidak. Selanjutnya dilakukan analisis one way ANOVA dengan taraf kepercayaan
26
95%
untuk
membandingkan
hasil
fagositosis makrofag antar
perlakuan.
Preparasi Sampel Uji Ekstrak
Preparasi Hewan Uji
Perlakuan Hewan Uji
Uji Aktivitas Makrofag
Analisis Data Gambar 6. Skema alur penelitian
kelompok
27
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi kombinasi ekstrak buah mengkudu (EBM) dan kulit buah manggis (EKM) sebagai imunomodulator. Uji aktivitas imunomodulator bisa dilakukan dengan beberapa metode seperti pengamatan pada proliferasi sel limfosit (sistem imun spesifik) dan aktivitas fagositosis makrofag (sistem imun non spesifik). Pada penelitian terdahulu telah dilakukan uji aktivitas kombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis terhadap proliferasi limfosit yang dilakukan oleh Hidayati (2015), sehingga perlu dilakukan uji terhadap aktivitas fagositosis makrofag untuk mengetahui pengaruh kombinasi kedua ekstrak terhadap system imun non spesifik. Pada penelitian ini, dilakukan
uji aktivitas imunomodulator
melalui pengamatan dari data hasil
aktivitas fagositosis makrofag pada sampel spleen mencit Balb/c yang diinduksi vaksin hepatitis B. Dari pengujian ini akan didapatkan data kemampuan ekstrak untuk membantu meningkatkan sitem pertahanan tubuh melalui peningkatan aktivitas fagositosis makrofag. A. Penyiapan Bahan Bahan utama berupa ekstrak air kering buah mengkudu dan kulit buah manggis yang diperoleh dari dari PT. Phytochemindo Reksa, Gunung Putri, Bogor, Indonesia. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar Morinda citrifolia dan Garcinia mangostana ditunjukkan dengan Certificate of
28
Analysis (CoA) dari PT. Phytochemindo Reksa. CoA dapat dilihat pada halaman lampiran 8 dan 9.
B. Uji Aktivitas Imunomodulator Aktivitas imunomodulator
kombinasi
EBM
dan
EKM
dalam
meningkatkan respon imun dapat diamati dengan uji aktivitas makrofag. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur kemampuan fagositosis makrofag dengan menggunakan lateks sebagai substansi asing yang akan difagositosis oleh makrofag (Priyo dkk, 2010; Wulandari dkk, 2014). Selanjutnya hasil diuji menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% untuk menentukan signifikansi antar kelompok perlakuan. Hasil prnghitungan statistic menggunakan One Way ANOVA terlampir di Lampiran 4. Sebelum dipejankan, ekstrak dipreparasi dengan cara disuspensikan pada pelarut CMC-Na 0,5%. Sehingga terdapat total 6 kelompok yaitu, kontrol, EBM tunggal, EKM tunggal, kombinasi EBM+EKM dosis 1 (dosis tinggi), dosis 2 (dosis sedang), dan dosis 3 (dosis rendah). Dosis perlakuan ditentukan berdasarkan dosis normal dalam sediaan yang sudah beredar di pasaran dan penelitian sebelumnya. 1. Isolasi Sel Pengujian terhadap aktivitas makrofag pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil makrofag dari cairan peritonial mencit Balb/C. Hal ini seperti
29
yang dilakukan oleh Wulandari dkk (2014). Penggunaan makrofag cocok untuk studi fagositosis karena makrofag dianggap sebagai salah satu sel fagosit yang paling primitif dari sistem kekebalan tubuh nonspesifik (Zelikoff dkk, 1991 ; Silva dkk, 2002). Isolasi makrofag dilakukan pada rongga peritonial mencit karena pada mencit, makrofag lebih mudah didapatkan daripada melalui darah yang berasal dari organ mencit (Arifiandari, 2007). 2. Pengukuran Fagositosis Makrofag Pengukuran aktivitas makrofag dalam penelitian ini dilakukan dengan uji kemampuan fagositosis makrofag dengan menggunakan lateks sebagai substansi asing yang akan difagositosis oleh makrofag (Wulandari dkk, 2014). Uji ini menggunakan lateks sebagai substansi asing karena lateks memiliki ukuran seperti bakteri yang dapat dikenali oleh makrofag dan memiliki bentuk bulat sehingga mempermudah proses penghitungan aktivitas fagositosis di bawah mikroskop. Selain menggunakan lateks, pengujian ini juga bisa menggunakan bakteri seperti Staphilococcus aureus sebagai substansi asingnya (Yulinery & Nurhidayat, 2012). Namun, penggunaan bakteri dirasa kurang praktis karena perlu melakukan pembiakan bakteri dalam media terlebih dahulu. Makrofag yang dihitung adalah makrofag yang hidup (viable) yang ditandai dengan warna ungu transparan oleh cat Giemsa. Sementara makrofag yang sudah mati (non viable) ditandai dengan warnanya yang ungu gelap. Hal itu disebabkan susunan dan integritas membran selnya telah rusak sehingga menyerap zat warna ungu Giemsa masuk melalui lubang-lubang membran sel ke dalam sitoplasma sel
30
(Yulinery & Nurhidayat, 2012). Prinsip dari pengujian ini adalah menghitung jumlah makrofag yang memfagositosis lateks dalam 100 sel yang dinyatakan dalam persentase (kapasitas fagositosis) dan jumlah lateks yang difagositosis oleh makrofag (indeks fagositosis) (Wulandari, 2014). Jumlah makrofag yang melakukan fagositosis berbanding lurus dengan aktivitas makrofag. Penilaian kemampuan/aktivitas fagositosis dapat dihitung dengan mengukur kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis (Jensch-Junior dkk, 2006).
Gambar 7. Makrofag yang memfagositosis lateks
Dari hasil uji aktivitas makrofag, diperoleh data yang diberikan dalam bentuk tabel grafik. Hasil tersebut dianalisis secara statistik menggunakan One Way ANOVA taraf kepercayaan 95% untuk melihat signifikansi perbedaan jumlah makrofag yang memfagositosis lateks. Nilai signifikansi yang ditetapkan adalah 0,05 (p≤0,05) jika nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka terjadi perbedaan yang bermakna. Hasil dari analisis statistik uji kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis menggunakan One Way ANOVA terlampir di Lampiran 4. Dari hasil tersebut terlihat tren kenaikan aktivitas makrofag (kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis) kelompok tunggal dibanding kelompok kombinasi. Hal ini membuktikan bahwa ada potensi efek sinergisme atau
31
komplementer dari pencampuran antara ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis yang keduanya memiliki aktivitas imunomodulator. Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa alkaloid (xeronine) dan polisakarida (asam glikoronat, galaktosa, arabinosa dan ramnosa) pada buah mengkudu (Heinicke, 1985; Yanine dkk, 2006) dan komponen fenolik (1,3,6,7-tetrahydroxy2,8-(3-methyl-2-butenyl) xanthone; 1,3,6-trihydroxy-7-methoxy-2,8-(3-methyl-2butenyl) xanthone; epicatechin) kulit buah manggis (Yu dkk, 2009) memiliki aktivitas imunomodulator sehingga pencampuran keduanya seharusnya bisa meningkatkan aktivitas imunomodulatornya. Pada penelitian ini, kenaikan secara signifikan hanya terjadi pada kapasitas fagositosis, sementara indeks fagositosis tidak meningkat secara signifikan. Kapasitas fagositosis merupakan rasio jumlah makrofag yang aktif diantara 100 makrofag yang dihitung, menunjukkan seberapa banyak makrofag yang melakukan fagositosis. Indeks fagositosis merupakan jumlah butiran lateks yang dimakan oleh sejumlah makrofag yang aktif pada penghitungan kapasitas makrofag. Ini berarti bahwa kombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis mampu meningkatkan jumlah makrofag yang aktif melakukan fagositosis, namun tingkat keaktifan makrofag antara kelompok perlakuan dalam memakan lateks bisa dikatakan hampir sama atau tidak berbeda secara signifikan. Aktivitas makrofag terbaik yang didapat adalah pada kelompok kombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis dosis II yang mana merupakan dosis terapi. Takaran dosis dari kombinasi dosis II sudah disesuaikan dengan formula yang beredar di pasaran dan diprediksi sebagai dosis optimal. Dari hasil
32
perhitungan statistik, kapasitas fagositosis kelompok ini menunjukkan kenaikan dengan signifikansi ≤0,05% sehingga bisa dinyatakan bahwa kombinasi dosis II memberikan peningkatan kapasitas fagositosis yang bermakna dibanding kelompok kontrol, tunggal dan kombinasi dosis yang lain. Ini berarti kombinasi dosis II mampu meningkatkan jumlah makrofag yang aktif melakukan fagosistosis disbanding kelompok ekstrak tunggal dan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa formulasi yang beredar di pasaran sudah merupakan dosis yang optimal, melihat tren kenaikan yang signifikan dari kapasitas fagositosis kelompok kombinasi dosis
KAPASITAS FAGOSITOSIS (%)
II dibanding kelompok lain.
*
60 50 40
NS NS
32%
36,6%
NS NS
30,6%
50% NS
39% 32%
30 20 10 0 Kontrolᵃ
EBMᵇ dosis EKMᵓ dosis Kombinasiᵈ Kombinasiᵈ Kombinasiᵈ 1,6mg/mencit 0,8mg/mencit dosis I (EBMᵇ: dosis II (EBMᵇ: dosis III 3,2mg/mencit 1,6mg/mencit (EBMᵇ: +EKMᵃ: +EKMᵃ: 0,8mg/mencit 1,6mg/mencit) 0,8mg/mencit) +EKMᵃ: 0,4mg/mencit)
Gambar 8. Grafik Hasil Perhitungan Uji Kapasitas Fagositosis terhadap Mencit Balb/C yang Diinduksi Vaksin Hepatitis B. ͣCMC-Na 0,5%; ᵇEBM: Ekstrak Buah Mengkudu dalam CMC-Na 0,5%; ᵓEKM: Ekstrak Kulit Manggis dalam CMC-Na 0,5%; ᵈKombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis dalam CMC-Na 0,5%; *=berbeda bermakna (P≤0,05) terhadap kontrol dan sampel lain; NS=not sicnificant/tidak signifikan (P≥0,05) terhadap kontrol dan sampel yang lain.
33
INDEKS FAGOSITOSIS
350
302
300 250 200
196.6 170.6
150
122.6
146
131
100 50 0 Kontrolᵃ
EBMᵇ dosis EKMᵓ dosis Kombinasiᵈ Kombinasiᵈ Kombinasiᵈ 1,6mg/mencit 0,8mg/mencit dosis I (EBMᵇ: dosis II (EBMᵇ: dosis III 3,2mg/mencit 1,6mg/mencit (EBMᵇ: +EKMᵃ: +EKMᵃ: 0,8mg/mencit 1,6mg/mencit) 0,8mg/mencit) +EKMᵃ: 0,4mg/mencit) AXIS TITLE
Gambar 9. . Grafik Hasil Perhitungan Indeks Fagositosis terhadap Mencit Balb/C yang Diinduksi Vaksin Hepatitis B. ͣCMC-Na 0,5%; ᵇEBM: Ekstrak Buah Mengkudu dalam CMCNa 0,5%; ᵓEKM: Ekstrak Kulit Manggis dalam CMC-Na 0,5%; ᵈKombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis dalam CMC-Na 0,5%; Hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel berbeda tidak signifikan (P≥0,05) satu dengan lainnya.
Hal
ini
berbeda
dengan
hasil penelitan
terhadap
uji
aktivitas
imunomodulator melalui metode pengamatan proliferasi sel limfosit pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hidayati (2015). Pada penelitan tersebut didapatkan hasil bahwa kombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis tidak mampu meningkatkan sistem imun spesifik (proliferasi limfosit) secara signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mekanisme peningkatan sistem imun oleh ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis hanya berpengaruh pada sistem imun non-spesifik (aktivitas fagositosis makrofag). Hasil penghitungan aktivitas makrofag pada kedua parameter (kapasitas fagositosis dan indeks fagositosis) didapat hasil bahwa terjadi tren penurunan pada kombinasi dosis I (EBM 3,2mg/mencit dan EKM 1,6mg/mencit) dibanding
34
kombinasi dosis II (EBM 1,6mg/mencit dan EKM 0,8mg/mencit). Indeks fagositosis mengalamai penurunan sebanyak 43% dan kapasitas fagositosis mengalami penurunan sebesar 11%. Penurunan ini memiliki perbedaan bermakna pada kapasitas fagositosis namun tidak berbeda bermakna pada indeks fagositosis. Menurut penelitian Hirazumi dan Furusawa (1999), ekstrak polisakarida buah mengkudu memiliki efek imunosupresan dan sitotoksisitas pada konsentrasi 2 mg/mL, begitu pula dengan ektrak kulit manggis (José dkk, 2008). Sitotoksik berfungsi sebagai zat yang dapat mencegah dan menyembuhkan kanker dengan cara merusak dan membunuh sel normal dan sel kanker. Menurunnya kapasitas makrofag pada kombinasi dosis I kemungkinan disebabkan oleh rusaknya sel makrofag sehingga tidak mampu melakukan fagositosis. Dosisnya yang 2 kali dosis optimal kemungkinan telah mengaktifkan efek imunosupresan dan sitotoksik dari senyawa bermanfaat yang terkandung didalamnya. Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2015), kombinasi ekstrak buah mengkudu dan kulit buah manggis tidak menimbulkan gejala toksik pada level seluler organ-organ vital hewan uji sampai pada dosis 2000 mg/KgBB. Hal ini bisa dimengerti karena pada penelitian uji sitotoksik tersebut, hewan uji yang digunakan adalah tikus galur Wistar, sedangkan pada penelitian ini digunakan hewan uji mencit Balb/C. Kedua jenis hewan yang berbeda ini tentunya memiliki ketahanan terhadap penggunaan dosis yang tinggi yang berbeda pula satu sama lain.