1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok anak yang mengalami keterbatasan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional, kondisi karakteristik seperti ini berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011). Karakteristik anak berkebutuhan khusus sangat unik berbeda dengan kelompok anak pada umumnya sehingga berdampak pada kebutuhan pelayanan yang didapatkan. Pemberian pelayanan khusus pada kelompok ini bertujuan agar anak mendapatkan kesempatan berkembang sesuai kondisi fisik, mental dan potensi masing-masing (Kemenkes RI, 2010). Berlandaskan Pasal 7 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pelayanan khusus yang bertujuan untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sesuai batas kemampuan serta kesanggupan anak yang bersangkutan. Program Pembelajaran Individual (PPI) merupakan pendekatan pelayanan khusus dalam pembelajaran anak DI (Wantah, 2007). Program ini menawarkan cara dalam proses pembelajaran siswa yang sesuai kondisi dan motivasi masingmasing siswa didik (Rochyadi dan Alimin, 2005). Menurut Delphie (2006) PPI diarahkan pada hasil akhir capaian pembelajaran yang berupa kemandirian tiap siswa dalam melakukan setiap tugas.
2
Disabilitas intelektual (DI) dulu disebut dengan istilah tunagrahita atau retardasi mental, merupakan salah satu pengkategorian kelompok anak berkebutuhan khusus. Anak DI merupakan anak yang memiliki tingkat kecerdasan dibawah rata-rata (Wantah, 2007). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) tahun 2012 disabilitas intelektual merupakan suatu gangguan selama periode perkembangan, ditandai dengan defisit fungsi intelektual, adaptif, sosial dan praktis. Anak DI dengan kategori sedang memiliki IQ berkisar 36-51 hasil skala Binet (Smart, 2010). Hasil penelitian Mahmudah (2004) menyebutkan bahwa pada kelompok anak DI sedang memiliki permasalahan kemampuan perawatan diri yang lebih rendah dibandingkan kelompok ringan, kondisi ini disebabkan karena kelemahan motorik halus dan kondisi otot-otot tangan yang kaku. Data Badan Pusat Statistik tahun 2003 menyebutkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 0,7% dari total jumlah penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Tahun 2007 survei yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial menyebutkan bahwa jumlah populasi anak berkebutuhan khusus yaitu sekitar 3,11% dari total penduduk Indonesia (Kemenkes RI, 2010). Data-data tersebut memberikan gambaran adanya peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia dari tahun ke tahun. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SLB wilayah Kota Yogyakarta pada 190 anak DI sedang, didapatkan gambaran status kebersihan gigi dan mulut 92% pada kategori sedang, rerata status karies gigi permanen yaitu 6,28 termasuk
3
kategori tinggi berdasarkan kategori WHO tahun 1986, status jaringan periodontal didapatkan tiap individu rata-rata 3 sextan terdapat karang gigi. Gambaran keterampilan cara menggosok gigi anak DI ringan dan sedang, didapatkan kelompok sedang lebih rendah keterampilannya dibandingkan kelompok ringan. Menurut Shyama dkk.(2000) kelompok anak DI memiliki kebutuhan perawatan gigi dan mulut lebih besar dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, sebagian besar memiliki permasalahan pada rendahnya status kebersihan gigi dan mulut dan tingginya penyakit periodontal. Carranza (2006) menyebutkan bahwa penyebab utama penyakit periodontal yaitu adanya penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi. Produk dari bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan epitel dan jaringan ikat serta sel-sel yang didalamnya. McCracken dkk. (2003) menyebutkan plak merupakan suatu akumulasi dari bakteri dan matrik interseluler yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi serta struktur oral lainnya. Menurut Gehrig dan Willmann (2008) plak secara klinis merupakan suatu lapisan tipis yang berwarna kuning ke abuabuan melekat erat pada permukaan jaringan keras gigi, restorasi maupun alat prostetik. Alat yang berkerja secara mekanis berfungsi untuk menghilangkan plak mikrobial dan mencegah perlekatan plak pada gigi dan gusi yaitu sikat gigi (Sriyono, 2007). Sikat gigi sebagai alat yang digunakan untuk menggosok gigi, kegiatan ini merupakan cara mekanis yang paling efektif untuk membersihkan plak gigi (Apiou dkk, 1994).
4
Menggosok gigi merupakan salah satu bahasan materi pokok pembelajaran bina diri di SLB (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Tujuan pembelajaran bina diri atau merawat diri yaitu siswa diharapkan mampu mengembangkan sikap dan kebiasaan mengurus kebutuhan dasar secara mandiri dan tidak bergantung pada orang lain atau pengasuh (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Menurut Yusuf (2003) target kemandirian pada kelompok DI harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki anak tersebut. Karakteristik yang berbeda-beda pada anak DI menjadi suatu kendala besar dalam proses pembelajaran dikelas, kondisi ini berdampak pada capaian tujuan pembelajaran. Rochyadi dan Alimin (2005) menyebutkan pelayanan pembelajaran kelompok DI tidak didasarkan semata-mata pada angka Intelligence Quotient (IQ) melainkan juga pertimbangan dari sisi kemampuan, masalah dan kebutuhan nyata dari kondisi yang dihadapi anak DI. Alasan ini menjadi dasar dibutuhkannya pendekatan pembelajaran yang lebih spesifik pada kelompok DI, khususnya dalam melatih keterampilan bina diri khususnya kegiatan menggosok gigi. Perkembangan anak DI dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti keluarga (ayah, ibu, saudara kandung), kawan-kawan bermain, masyarakat sekitarnya (Sobur, 2009). Menurut Ramawati (2011) keterlibatan orang tua mempengaruhi kemampuan pelihara diri anak DI. Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan anak yaitu sebagai role model, penuntun, pengajar dan pemberi contoh. Mahmudah (2008) menyebutkan bahwa orang tua memegang peran penting dalam mengoptimalkan kemampuan bina diri pada anak DI.
5
SLB Negeri Pembina Yogyakarta yang terletak di Desa Giwangan Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta merupakan lembaga pendidikan yang menangani anak berkebutuhan khusus pada kelompok anak tunagrahita atau anak DI. Adapun visinya yaitu terwujudnya pendidikan dan layanan anak berkebutuhan khusus secara profesional, mandiri, beriman dan bertaqwa. Hasil observasi dilapangan pembelajaran di SLB Negeri Yogyakarta rata-rata tiap satu guru menangani 3-5 siswa didik dalam satu kelas, pendekatan pembelajaran yang dilakukan beberapa sudah secara individual. Hasil wawancara dengan guru disebutkan bahwa tujuan pembelajaran kelompok anak DI sering terhambat karena kurangnya dukungan dari pihak orang tua, sebagian anak hanya dipasrahkan oleh pengasuh. Selain itu beberapa guru tidak tahu tehnik melatih cara menggosok gigi pada anak berkebutuhan khusus dan guru sebelumnya belum pernah mendapatkan pelatihan tentang cara pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus. Wawancara dilakukan juga pada beberapa tenaga kesehatan gigi khususnya perawat gigi di wilayah Puskesmas Kota Yogyakarta, didapatkan bahwa beberapa perawat gigi tidak tahu tehnik melatih cara menggosok gigi pada anak berkebutuhan khusus. Kondisi permasalahan di lapangan tersebut yang menguatkan peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh pelatihan cara menggosok gigi melalui pendekatan Program Pembelajaran Individual (PPI) terhadap keterampilan cara menggosok gigi serta status kebersihan gigi dan mulut pada anak disabilitas intelektual sedang. Anak DI sedang sebagai sasaran dalam penelitian ini, hal ini berdasarkan hasil studi pendahuluan yang menyatakan bahwa kelompok DI
6
sedang memiliki kemampuan keterampilan menggosok gigi lebih rendah dibandingkan kelompok ringan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang didapatkan, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pelatihan cara menggosok gigi melalui pendekatan program pembelajaran
individual
(PPI)
berpengaruh
terhadap
keterampilan
cara
menggosok gigi serta status kebersihan gigi dan mulut pada anak disabilitas intelektual sedang?”
C. Keaslian Penelitian Penelitian ini sepengetahuan peneliti sebelumnya belum pernah dilakukan, adapun penelitiaan yang serupa yaitu dari Shyama dkk.(2003) meneliti tentang pengaruh pelatihan menggosok gigi dan program edukasi kesehatan gigi dan mulut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program supervisi menggosok gigi dan pendidikan kesehatan gigi yang diberikan pada anak Down syndrome, sangat efektif mengurangi skor plak dan skor nilai kejadian gingivitis. Perbedaan penelitian ini dengan Shyama dkk. (2003) adalah pada subyek penelitian, lokasi, variabel, analisa penelitian yang digunakan. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu ingin mengetahui pengaruh pelatihan cara menggosok gigi dalam meningkatkan keterampilan cara menggosok gigi serta status kebersihan gigi dan mulut dengan pendekatan Program Pembelajaran
7
Individual (PPI), sasaran penelitian pada anak DI sedang, lokasi penelitian yaitu wilayah Yogyakarta, analisa penelitian yang digunakan yaitu analisa subyek tunggal.
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pelatihan cara menggosok gigi melalui pendekatan Program Pembelajaran Individual (PPI) terhadap keterampilan cara menggosok gigi dan status kebersihan gigi dan mulut anak disabilitas intelektual sedang.
2.
Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pelatihan cara menggosok gigi melalui pendekatan
Program
Pembelajaran
Individual
(PPI)
terhadap
keterampilan cara menggosok gigi dan status kebersihan gigi dan mulut anak DI sedang. b. Untuk mengetahui pengaruh peran orang tua terhadap keterampilan cara menggosok gigi dan status kebersihan gigi dan mulut anak DI sedang.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pemangku kebijakan dan masyarakat pada umumnya. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut :
8
1.
Bagi Akademisi Diharapkam dapat digunakan sebagai bahan acuan referensi yang berkaitan dengan promosi kesehatan gigi pada anak DI, serta supaya dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.
2.
Bagi Guru Sekolah Luar Biasa Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi guru di SLB khususnya tentang cara melatih menggosok gigi pada anak DI.
3.
Bagi Orang tua dan Masyarakat Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi orang tua dan masyarakat, supaya lebih peduli dalam melatih anak DI melakukan kegiatan upaya pelihara diri kesehatan gigi dan mulut.
4.
Bagi Peneliti Menambah wawasan ilmu dan pengetahuan di bidang kesehatan gigi dan mulut khususnya pada anak berkebutuhan khusus.