BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang sering dialami baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Loratadin merupakan salah satu jenis antihistamin yang banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain memiliki aksi panjang, selektifitas tinggi pada reseptor histamin –H1 perifer serta tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik (Trzeciakowski et al., 1988). Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan karena memiliki sifat fisik yang baik, memberikan ketepatan yang tinggi pada dosis, mudah dalam pengemasan dan distribusi (Anonim, 2014). Akan tetapi penggunaan
loratadin
dalam
bentuk
tablet
konvensional
menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien anak-anak maupun dewasa yang kesulitan dalam menelan tablet utuh. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu alternatif rancangan bentuk sediaan yaitu dengan memformulasikan loratadin dalam bentuk sediaan tablet kunyah. Tablet kunyah merupakan tablet yang dimaksudkan untuk hancur perlahan dalam mulut dengan kecepatan yang wajar, memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak (Ansel, 1985). Tablet kunyah memberikan pelepasan obat yang cepat karena tidak memerlukan proses disintegrasi sehingga obat setelah dikunyah akan terdisolusi dalam cairan tubuh dan diabsorpsi dalam sirkulasi sistemik
1
2
kemudian menimbulkan efek terapi. Kecepatan obat mencapai sirkulasi sistemik untuk menimbulkan efek terapi ditentukan oleh proses berurutan meliputi disintegrasi, disolusi, dan absorpsi. Formulasi dalam bentuk sediaan tablet kunyah akan mempercepat waktu yang diperlukan obat untuk mencapai sirkulasi sistemik dan menimbulkan efek terapi karena hanya melewati proses disolusi dan absorpsi. Tablet yang dikunyah akan meningkatkan luas permukaan partikel dari partikel padat menjadi partikel halus yang secara langsung akan berinteraksi dengan sel-sel perasa pada lidah, sehingga sediaan tablet kunyah diharapkan dapat memberikan rasa manis dan tidak meninggalkan rasa pahit setelah dikunyah. Oleh karena itu, dalam pembuatan tablet kunyah loratadin diperlukan formulasi yang dapat menutupi rasa pahit obat yaitu dengan memilih bahan pengisi yang tepat. Bahan pengisi berperan penting pada formulasi karena menentukan sifat tablet secara keseluruhan terutama untuk zat aktif yang memiliki dosis kecil seperti loratadin. Manitol dipilih sebagai bahan pengisi dalam penelitian ini karena manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan dalam tablet kunyah, bersifat non-higroskopis, tahan terhadap panas, memberikan rasa manis dan dingin di mulut sehingga dapat menutupi rasa pahit dari bahan obat, memiliki kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik (Armstrong, 2009a; Roberts dan Rowe, 1987; Sakr dan Alanazi, 2012). Manitol memiliki kekurangan yaitu harganya yang relatif mahal sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan pengisi lainnya yaitu sukrosa untuk mengganti sebagian manitol. Sukrosa merupakan bahan pengisi yang umumnya digunakan pada pembuatan tablet, sukrosa memiliki
3
harga yang relatif murah dan tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibanding manitol sehingga sukrosa dapat membantu meningkatkan cita rasa tablet kunyah loratadin dan menutupi kekurangan dari manitol. Sukrosa memiliki kekurangan yaitu kompaktibilitas dan kompresibilitas yang buruk, bersifat higroskopis (Banker dan Anderson, 1986; Bolhuis dan de Waard, 2011; Siregar dan Wikarsa, 2010). Adanya variasi bahan pengisi diharapkan dapat menghasilkan tablet kunyah dengan sifat fisik yang optimum. Untuk memperoleh sediaan tablet kunyah dengan sifat fisik yang optimum maka dilakukan penelitian optimasi formula tablet kunyah loratadin dengan menggunakan metode simplex lattice design yang dianalisis dengan software Design Expert®. Penerapan simplex lattice design digunakan untuk menentukan formula optimum dari campuran bahan dimana jumlah total bagian komponen campuran dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian ( Bolton, 1997) B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana pengaruh kombinasi bahan pengisi manitol-sukrosa terhadap sifat fisik tablet kunyah loratadin yang dihasilkan ?
2.
Berapakah perbandingan komposisi manitol-sukrosa yang menghasilkan formula optimum tablet kunyah loratadin dengan menggunakan simplex lattice design ? C. Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui pengaruh kombinasi bahan pengisi manitol-sukrosa terhadap sifat fisik tablet kunyah loratadin.
4
2. Mendapatkan formula optimum tablet kunyah loratadin dengan menggunakan simplex lattice design. D. Pentingnya Penelitian 1.
Memberikan informasi mengenai formulasi tablet kunyah loratadin yang optimum.
2.
Meningkatkan kenyamanan penggunaan obat loratadin bagi pasien yang kesulitan menelan tablet. E. Tinjauan Pustaka
1. Tablet kunyah Tablet kunyah adalah tablet yang dimaksudkan untuk hancur perlahan dalam mulut dengan kecepatan yang wajar. Tablet kunyah memiliki karakteristik bentuk yang halus setelah hancur, mempunyai rasa yang enak dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak (Ansel, 1985) Tablet kunyah dibuat dengan cara granulasi basah dan kompresi, menggunakan derajat kekerasan tablet yang minimal. Bahan pengisi yang biasa digunakan untuk tablet kunyah umumnya dipilih dari bahan-bahan yang mempunyai rasa manis sehingga diharapkan dapat membantu menutupi rasa bahan obat yang tidak enak. Bahan-bahan yang umumnya digunakan antara lain manitol, sorbitol, dekstrosa, silitol, laktosa, sukrosa. Manitol paling banyak digunakan sebagai bahan pengisi karena mempunyai rasa manis dan higroskopisitasnya paling rendah. Pelicin dan pengikat yang digunakan dalam formulasi tablet kunyah adalah yang tidak mengurangi bentuk atau kekerasan
5
tablet yang diinginkan. Penambahan bahan pewarna dan pengaroma
dapat
dilakukan untuk meningkatkan penampilan dan rasa tablet (Ansel, 1985) 2. Granulasi basah Metode granulasi basah merupakan metode yang paling banyak digunakan di industri farmasi. Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan, baik cairan bahan pengikat maupun cairan yang hanya berfungsi sebagai pembawa/ pelarut bahan pengikat pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan aglomerasi atau granul (Siregar dan Wikarsa, 2010) Penambahan bahan pengikat dalam proses granulasi basah dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, bahan pengikat dilarutkan dalam pelarut penggranulasi terlebih dahulu kemudian ditambahkan pada campuran serbuk. Kedua, bahan pengikat dalam bentuk kering dicampur dengan campuran serbuk kemudian pelarut penggranulasi ditambahkan pada campuran. Cara pertama merupakan cara yang paling banyak digunakan karena pada cara kedua dapat menghasilkan lokalisasi viskositas tinggi dalam campuran yang dapat menentang distribusi pengikat. Hal ini dapat menyebabkan bahan pengikat tidak terlarut sempurna (Khankari dan Hontz, 1997). Metode granulasi basah memiliki beberapa keuntungan, antara lain : 1. Meningkatkan kohesifitas dan kompresibilitas serbuk sehingga tablet dapat dikempa rapuh.
menjadi massa tablet yang kompak, cukup keras, dan tidak
6
2. Meningkatkan volum tablet untuk bahan obat yang dosisnya kecil dengan dipakainya bahan tambahan dalam jumlah tertentu. 3. Menjaga homogenitas dan memperbaiki distribusi zat aktif dengan digunakannya bahan pengikat. 4. Mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah homogen selama proses pencampuran. 5. Untuk bahan obat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif dengan penambahan cairan pelarut yang cocok pada bahan pengikat (Sheth et al., 1980). Proses pembuatan tablet dengan metode granulasi basah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) menimbang dan mencampur bahan, (2) pembuatan granulasi basah, (3) pengayakan adonan menjadi pelet atau granul, (4) pengeringan, (5) pengayakan kering, (6) pencampuran bahan pelicin, (7) pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1985). 3. Bahan tambahan Dalam pembuatan tablet kunyah diperlukan bahan tambahan, antara lain : a.
Bahan pengisi Bahan pengisi dibutuhkan untuk menambah bobot sehingga memiliki ukuran
atau bobot yang sesuai untuk dikempa menjadi tablet. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa. Zat aktif kecil, sifat tablet secara keseluruhan ditentukan bahan pengisi yang besar jumlahnya (Anonim, 2014). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah untuk memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir bahan aktif yang sulit dikempa, memperbaiki daya kohesi sehingga dapat
7
dikempa langsung, dan meningkatkan sifat alir. Bahan pengisi harus inert secara farmakologi dan tidak berbahaya atau tidak tercampur bahan berkhasiat. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain laktosa, manitol, dekstrosa, amilum, sukrosa dan mikrokristal selulosa (Banker dan Anderson, 1986). b.
Bahan pengikat Bahan pengikat diperlukan dalam pembuatan tablet untuk meningkatkan
kohesifitas antar partikel serbuk sehingga memberikan kekompakan dan daya tahan tablet (Voigt,1984). Penambahan ini dimaksudkan agar tablet kompak tidak mudah pecah. Bahan pengikat ini sangat membantu dalam pembuatan granul, diantara bahan pengikat yang digunakan adalah cairan amilum, gelatin, gom arab, tragakan, derivat selulosa dan polivinil pirolidon (Banker dan Anderson, 1986). Penggunaan bahan pengikat yang terlalu banyak atau berlebihan akan menghasilkan massa yang terlalu basah dan granul yang terlalu keras, sehingga tablet yang dihasilkan mempunyai waktu hancur yang lama. Tabel I. Larutan Pengikat yang Dibutuhkan untuk Menggranul 3kg Pengisi (Sheth,1980) Jumlah cairan pengikat untuk 3000 gram bahan pengisi Larutan bahan pengikat Gelatin 10% Glukosa 50% Metilselulosa 2% Air Akasia 10% Musilagoamili 10% Alkohol 50% PVP dalam air 10% PVP dalam alkohol 10% Sorbitol dalam air 10%
Sukrosa 200 300 290 300 220 285 460 260 780 280
Laktosa 290 325 400 400 400 460 700 340 650 440
Dektrosa 500 500 835 660 685 660 1000 470 825 750
Manitol 560 585 570 750 675 810 1000 525 900 655
8
c.
Bahan pelicin Bahan pelicin dalam formulasi sediaan tablet memiliki 3 fungsi, yaitu sebagai
lubrikan untuk mengurangi friksi antara permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi, glidan untuk meningkatkan fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam jumlah yang seragam, dan sebagai antiadheren untuk mencegah melekatnya permukaan tablet pada punch atas dan punch bawah. Bahan pelicin yang umum digunakan adalah magnesium stearat, talk, dan kalsium stearat (Ansel, 1985). d.
Bahan pemanis Bahan pemanis berfungsi untuk menutupi rasa obat yang tidak disukai.
Contoh bahan pemanis yang diizinkan di Indonesia adalah manitol, sukrosa, dekstrosa, sakarin, dan aspartam. e.
Bahan perisa (Flavour) Bahan pemberi rasa merupakan salah satu bahan tambahan yang penting
dalam pembuatan tablet kunyah agar sewaktu tablet dikunyah dapat memberikan aroma yang enak. 4. Simplex lattice design Optimasi adalah suatu metode / desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan interpretasi data secara matematis (Bolton, 1997). Beberapa model optimasi antara lain factorial design of experiments, simplex lattice design (SLD), dan sequential design. Simplex lattice design merupakan metode yang digunakan untuk menentukan formula optimum pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan
9
yang dinyatakan dalam beberapa bagian dan
jumlah total bagian komponen
campuran dibuat sama yaitu sama dengan satu bagian. Profil sifat campuran biner didapatkan dengan memplotkan persamaan yang diperoleh berdasarkan simplex lattice design. Persamaan untuk 2 campuran yang berbeda ( A dan B) yaitu : Y = B1 (A) + B2 ( B) + B12 (A) (B) ................................ (1) Keterangan : Y : respon ( hasil percobaan) (A), (B) : besarnya bagian komponen A dan komponen B B1, B2, B12 : koefisien, dihitung dari percobaan Besarnya masing-masing koefisien, bila campuran terdiri dari 2 faktor (komponen A dan B) diperoleh dengan melakukan tiga percobaan, yaitu : a. Percobaan menggunakan 1 bagian A berarti 100% A dan 0% B b. Percobaan menggunakan 1 bagian B berarti 100% B dan 0% A c. Percobaan menggunakan campuran ½ bagian A dan ½ bagian B berarti 50% A dan 50% B (Bolton, 1997) 5. Uji sifat fisik granul a.
Waktu alir Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir
dalam suatu alat. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu alir yaitu sifat-sifat granul yaitu ukuran partikel, distribusi ukuran partikel dan kelembaban (Banker dan Anderson, 1986). Semakin besar ukuran granul maka granul semakin mudah
10
mengalir karena sudut kontak granul semakin besar sehingga adesivitas terhadap alat pengukur sifat alir dan kohesivitas semakin rendah (Nugrahani et al., 2005). Kecepatan alir granul berpengaruh pada keseragaman pengisian ruang kompresi dan keseragaman bobot tablet. Waktu alir yang baik untuk 100 gram granul adalah kurang dari 10 detik (Chabib et al., 2010). b.
Sudut diam Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk
kerucut dengan bidang horizontal jika sejumlah serbuk atau granul dituang ke dalam alat pengukur. Faktor-faktor yang mempengaruhi sudut diam suatu granul adalah bentuk, ukuran, dan kelembaban granul. Sudut diam antara 30° − 40° menunjukkan sifat alir yang bagus (Banker dan Anderson, 1986). Sudut diam diukur dengan rumus : Tan α = h/ r ..................................... (2) Keterangan : α = sudut diam ; h = tinggi kerucut ; r = jari-jari c.
Kandungan air Kelembaban suatu zat padat dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau
berat kering. Berdasarkan berat basah kandungan air dari suatu bahan dihitung sebagai persen berat dari berat basahnya, sedangkan berat kering kandungan air dinyatakan sebagai persen dari bobot/ bahan kering. Kandungan kadar air penting karena berhubungan dengan sifat alir, proses pengempaan, dan stabilitas. Bobot air dalam sampel
%LOD = Bobot seluruh sampel basah 𝑥 100% ............................ (3) %MC =
Bobot air dalam sampel bobot sampel kering
𝑥 100% .................................... (4)
11
Nilai LOD dapat berkisar sekitar 0-100%, sementara nilai MC berkisar antara 0 sampai tak terhingga (Banker dan Anderson, 1986). 6. Uji sifat fisik tablet a.
Keseragaman bobot tablet Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan pada besar dan kecilnya
penyimpangan bobot tablet yang dihasilkan dibandingkan terhadap rata-rata tablet (Anonim, 1979). Tablet tidak bersalut dengan bobot lebih dari 300 mg harus memenuhi syarat keseragamaan bobot yang ditetapkan yaitu dari 20 tablet tidak boleh ada dua atau lebih yang bobotnya menyimpang 5% dan tidak boleh ada satu tablet pun yang menyimpang 10% dari rerata bobot tablet (Anonim, 1979). b.
Keseragaman kandungan tablet Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat
aktif dalam satuan sediaan. Pengujian keseragaman kandungan dilakukan untuk tablet dengan kandungan zat aktif kurang dari 25 mg atau bobot zat aktif lebih kecil dari 25% bobot sediaan. Persyaratan keseragaman kandungan ditentukan berdasarkan pada nilai penerimaan. Nilai penerimaan maksimum yang diperbolehkan adalah 15 (Anonim, 2014). c.
Kerapuhan tablet Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan
mekanik terutama goncangan dan pengikisan. Kerapuhan dinyatakan dalam persentase (%) bobot yang hilang selama uji kerapuhan dengan alat friabilator. Jumlah persen yang hilang tidak boleh lebih dari 1% (Banker dan anderson,
12
1986). Distribusi larutan pengikat pada granulasi basah berpengaruh terhadap kerapuhan tablet yang dihasilkan (Siregar dan Wikarsa, 2010). d.
Kekerasan tablet Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan, dan terjadinya keretakan tablet selama pengemasan, penyimpanan, transportasi sampai ke tangan pengguna. Kekerasan dinyatakan dalam kg tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg, tablet kunyah 3 kg (Parrott, 1970). Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompresi. Perbedaan nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bila menggunakan metode granulasi basah, bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang dapat menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat (Banker dan Anderson, 1986). Alat yang digunakan untuk menguji kekerasan tablet adalah Hardness tester Erweka. Caranya adalah satu buah tablet diletakkan tegak lurus pada alat, kemudian dilihat pada tekanan berapa tablet tersebut pecah (Banker dan Anderson, 1986). e.
Tanggap rasa Tanggap rasa merupakan uji organoleptis tablet yang bertujuan untuk
mengetahui cita rasa tablet. Tablet kunyah hendaknya memiliki rasa yang enak, nyaman, dan menyenangkan pada saat digunakan. Uji tanggap rasa dilakukan
13
dengan mengujicobakan tablet kunyah yang dihasilkan kepada responden, kemudian responden mengisi questionnaire/ angket untuk memberikan penilaian. 7. Monografi bahan a.
Loratadin Loratadin merupakan suatu antihistamin yang memiliki rumus molekul
C22H23C1N2O2 dengan berat molekul (BM) 382.88g/mol (Tjay dan Rahardja, 2007). H3C O
O
N
N
Cl
Gambar 1. Struktur Kimia Loratadin ( Moffat et al., 2011)
Pemerian loratadin berupa serbuk polimorfi putih tulang dan tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alkohol, aseton, dan kloroform. Loratadin merupakan derivat azatadin, tetapi memiliki pH yang lebih kecil dan lebih polar dibanding senyawa induknya sehingga distribusi dalam sistem saraf pusat ( SSP) kecil (Skapin, 2004). Loratadin bekerja cukup lama (long acting) dan mempunyai selektifitas tinggi pada reseptor histamin –H1 perifer serta tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik. Sebagai obat antihistamin, loratadin bekerja dengan mekanisme menghambat efek histamin pada reseptor H1 di saluran gastrointestinal, uterus, pembuluh darah, dan otot bronki (Tjay dan Rahardja, 2007). Loratadin tergolong
14
dalam sistem klasifikasi biofarmasetika kelas 2 yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas bagus. Dosis lazim loratadin adalah 5 mg dan 10 mg (Moffat et al., 2007). b.
Manitol OH
OH OH
HO OH
OH
Gambar 2. Struktur Kimia Manitol (Armstrong, 2009a)
Manitol merupakan isomer sorbitol berwarna putih, berbentuk kristal atau granul free flowing, stabil pada kondisi kering dan dalam larutan yang steril, berfungsi sebagai agen tonisitas, pengisi tablet dan kapsul, dan sebagai pemanis. Manitol digunakan sebagai pengisi tablet pada kadar 10%-90% dalam formulasi tablet dan merupakan serbuk yang kohesifitasnya tinggi dan memiliki densitas 1,514g/cm3 (Armstrong, 2009a). Manitol larut dalam air, larutan basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar larut dalam etanol, dan praktis tidak larut dalam eter (Anonim,2014). Manitol bersifat inert, dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet kunyah karena memberi rasa enak, manis yang ringan dan dingin, rasa lembut dan meleleh di mulut. Tingkat kemanisan manitol sama dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa (Armstrong, 2009a). Manitol merupakan gula yang paling mahal yang digunakan sebagai bahan pengisi tablet (Banker dan Anderson, 1986). Manitol bersifat tidak higroskopis sehingga mudah dikeringkan (Armstrong, 2009a). Manitol mempunyai sifat alir yang buruk, sehingga
15
memerlukan lubrikan dalam jumlah yang besar agar dapat dikempa dengan mudah (Swarbrick dan Boylon, 1991). Manitol juga dapat menghasilkan tablet dengan rentang kekerasan yang lebar (Baley et al., 1980). c.
Talk Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung
sedikit aluminium silikat. Bentuk serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah melekat pada kulit, bebas dari butiran warna putih kelabu. Tidak larut dalam hampir semua pelarut. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Anonim, 2014). Talk digunakan sebagai glidan dan ditambahkan sebelum proses pentabletan untuk meningkatkan kecepatan alir serbuk dengan konsentrasi 1% -5% dari bobot tablet (Banker dan Anderson, 1986). d.
Sukrosa OH HO
OH O OH O HO
OH O
HO
HO
Gambar 3. Struktur Kimia Sukrosa (Armstrong, 2009)
Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomermonomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul C12H22O11 (Ophardt, 2003). Sukrosa berupa hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara, sangat mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter (Anonim, 2014). Sukrosa bersifat sedikit higroskopis sehingga granul yang dihasilkan mudah lembab karena menyerap air (Banker dan Anderson, 1986). Larutan sukrosa dapat menjadi zat
16
pengikat yang cukup kuat dan membuat kekerasan tablet meningkat. Jumlah larutan yang digunakan dan kecepatan penambahannya dalam suatu campuran harus dilakukan secara teliti, terutama dalam metode granulasi basah (Siregar dan Wikarsa, 2010). Sukrosa merupakan pemanis yang biasa digunakan dalam sediaan oral dan aman jika dikonsumsi (Ansel et al., 2005). Dalam bentuk serbuk, sukrosa berperan sebagai bahan pengikat (2%-20%b/b) atau sebagai bahan pengisi dan pemanis dalam tablet kunyah dan tablet hisap. Sebagai bahan pemanis sukrosa digunakan hingga kadar 67% b/b (Armstrong, 2009b). e.
Magnesium stearat Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-
asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama magnesium asetat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Magnesium stearat berupa serbuk halus, putih, mempunyai bulk density yang rendah, berbau asam stearat lemah, dan berasa khas, mudah terjadi inkompatibilitas dengan asam kuat, alkali, garam besi, dan oksidator kuat. Serbuk terasa berminyak bila disentuh dan mudah melekat pada kulit. Dalam formulasi, magnesium stearat digunakan sebagai lubrikan dengan konsentrasi antara 0,25% -5% b/b. Magnesium stearat dibuat dari reaksi magnesium oksida, hidroksida, atau karbonat dengan asam stearat pada suhu tinggi (Allen dan Luner, 2009). Magnesium stearat tidak larut dalam air, etanol, dan eter (Anonim, 2014).
17
f.
Gelatin Gelatin merupakan lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar
sampai halus, kuning lemah atau cokelat terang, warna bervariasi tergantung partikel. Dalam bentuk kering stabil di udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab atau dalam bentuk larutan (Anonim, 2014). Gelatin berfungsi sebagai bahan pengikat berbagai komponen bahan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah. Larutannya berbau lemah seperti kaldu. Gelatin tidak larut dalam air dingin, etanol, kloroform, eter, minyak lemak, minyak menguap, mengembang dan lunak jika dicelup air, larut dalam air panas, asam asetat 6 N, dan dalam campuran minyak gliserin dan air (Anonim, 2014). Gelatin digunakan sebagai bahan pengikat sediaan tablet dengan cara dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 5%-10%. Gelatin sebagai bahan pengikat biasa digunakan dengan kadar 1%-3% (Agoes, 2008). g.
Aspartam Aspartam merupakan salah satu pemanis buatan yang biasa digunakan untuk
penderita diabet, untuk mengontrol kalori (diet), dan menjaga kesehatan gigi (Grenby, 1997). Aspartam memiliki nilai kalori yang lebih rendah dibandingkan pemanis lainnya seperti siklamat, laktosa, sakarin, fruktosa, dan maltosa (Vallvey et al., 2004). Aspartam digunakan sebagai bahan pemanis dalam produk minuman, makanan, dan sediaan farmasi termasuk tablet karena dapat meningkatkan rasa dan dapat digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak. Kekuatan aspartam sebagai pemanis 180-200 kali dari gula pasir (sukrosa) (Cram, 2009)
18
F. Landasan Teori Loratadin merupakan antihistamin generasi kedua derivat azatadin yang memiliki aksi panjang, selektifitas tinggi pada reseptor histamin-H1 perifer, dan tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik (Trzeciakowski et al., 1988). Loratadin dalam bentuk sediaan tablet kunyah akan memberikan kemudahan dalam penggunaan bagi pasien anak-anak maupun dewasa yang kesulitan dalam menelan tablet utuh. Keuntungan sediaan tablet kunyah adalah dapat mempercepat pelepasan obat karena obat setelah dikunyah akan terdisolusi dan diabsorpsi dalam sirkulasi sistemik tanpa melalui proses disintegrasi di dalam saluran pencernaan sehingga aksi obat akan semakin cepat. Sediaan tablet kunyah juga dapat meningkatkan kenyamanan pasien dalam penggunaannya dan dapat digunakan pada kondisi dimana tidak tersedia air (Gopal et al., 2012). Pada penelitian ini, pembuatan sediaan tablet kunyah loratadin dilakukan dengan menggunakan kombinasi bahan pengisi yaitu manitol dan sukrosa. Loratadin merupakan bahan aktif yang mempunyai dosis sekali pemakaian yang kecil (10 mg) sehingga sifat tablet kunyah secara keseluruhan ditentukan oleh sifat dari bahan pengisi. Menurut Banker dan Anderson (1986) manitol bersifat inert, dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet kunyah karena memberikan rasa enak, manis yang ringan dan dingin, rasa lembut dan meleleh di mulut. Manitol bersifat tidak higroskopis sehingga mudah dikeringkan, memiliki kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik (Armstrong, 2009a; Roberts dan Rowe, 1987; Sakr
19
dan Alanazi, 2012). Manitol digunakan dalam formulasi sediaan tablet sebagai bahan pengisi pada kadar 10% -90% (Armstrong, 2009a). Sukrosa merupakan bahan pengisi yang umumnya digunakan pada pembuatan tablet. Selain sebagai bahan pengisi, sukrosa merupakan pemanis yang biasa digunakan dalam sediaan oral dan aman jika dikonsumsi (Ansel et al., 2005). Sukrosa memiliki sifat alir yang baik dan harga yang relatif murah serta tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibanding manitol (Armstrong, 2009b). Akan tetapi, sukrosa bersifat sedikit higroskopis sehingga granul yang dihasilkan mudah lembab karena menyerap air (Banker
dan
Anderson,
1986).
Sukrosa
memiliki
kompaktibilitas
dan
kompresibilitas yang buruk (Bolhuis dan de Waard, 2011; Siregar dan Wikarsa, 2010). Adanya variasi bahan pengisi diharapkan dapat menghasilkan tablet kunyah dengan sifat fisik optimum. Perlu dilakukan suatu teknik optimasi yaitu dengan metode simplex lattice design dengan software Design Expert® untuk mengetahui proporsi bahan pengisi yang memberikan sifat fisik optimum pada tablet kunyah loratadin. G. Hipotesis 1.
Manitol memiliki kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik, sukrosa memiliki kompaktibilitas dan kompresibilitas yang buruk, kombinasi manitol dan sukrosa dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tablet kunyah loratadin.
2.
Kombinasi manitol dan sukrosa pada proporsi tertentu dapat menghasilkan formula optimum tablet kunyah loratadin dengan metode simplex lattice design.