BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan individu untuk saling menyampaikan dan menerima pesan. Pesan yang dimaksud akan sampai jika bahasa tersebut digunakan dengan baik dan benar. Bahasa dapat timbul dari kesatuan huruf hidup (vokal) dan huruf mati (konsonan) yang terangkai menjadi kata kemudian membentuk kalimat bermakna. Kalimat sebagai bahasa itulah yang menjadi alat perantara hubungan satu dengan lainnya. Seperti yang dinyatakan Bloom (Sadja‟ah, 2008:7) bahwa „Bahasa merupakan suatu kode dimana gagasan/ide tentang dunia/lingkungan sekitar diwakili oleh seperangkat simbol yang telah disepakati bersama guna mengadakan komunikasi.‟ Namun berbeda halnya yang terjadi pada anak tunarungu, tidak berfungsinya indera pendengaran sebagian atau seluruhnya mengakibatkan hambatan berkomunikasi secara verbal. Anak tunarungu akan mengalami perkembangan bahasa yang lambat dikarenakan dampak utama dari kehilangan pendengaran yakni kemiskinan bahasa sehingga tidak akan mampu menyerap, mendengarkan maupun menangkap bunyi bahasa yang ada di lingkungannya, khususnya pembicaraan atau bahasa orang lain. Seperti yang diungkapkan Meadows (Bunawan, 2000:33) menyatakan bahwa „Kemiskinan (deprivation) hakiki yang dialami seseorang yang tuli sejak lahir adalah bukan kemiskinan atau kehilangan akan rangsangan bunyi, melainkan kemiskinan dalam berbahasa.‟ Kemiskinan dalam berbahasa diantaranya yaitu kelainan artikulasi atau kelainan ucapan. Artikulasi atau ucapan merupakan kecakapan yang sangat penting bagi anak dalam berkomunikasi, baik dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari. Saat berkomunikasi dibutuhkan bahasa yang diucapkan dengan artikulasi secara tepat dan jelas. Melihat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, siswa tunarungu kelas VII SMPLB seharusnya sudah mampu mengungkapkan pengalaman dan Ratih Dwi Lestari,2013 Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (S) Melalui Permainan Tongve Twister Pada Siswa Tunarungu (Single Subject Research Pada Kelas VII SMLB Negeri Cicendo) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
informasi melalui kegiatan berbicara dan menyampaikan pengumuman, memahami ragam teks sastra dan non sastra dengan berbagai cara membaca. Pada kenyataannya, berdasarkan hasil studi pendahuluan di SLB Negeri Cicendo Bandung, penulis menemukan seorang siswa tunarungu kelas VII SMPLB mengalami kesulitan dalam pengucapan konsonan /s/ seperti contoh, penggunaan konsonan /s/ di awal pada kata “saya” diucapkan “caya”, pengucapan konsonan /s/ di tengah untuk kata “bisa” diucapkan “bica”, dan pengucapan di akhir untuk kata “sebelas” diucapkan cebelac.
Kesulitan pengucapan yang
dialami subjek diduga karena anak belum mengerti cara pengucapan /s/ dengan tepat, dan penggunaan metode guru dalam pembelajaran artikulasi yang hanya sebatas membaca kata dengan teknik artikulasi yang sudah digunakan pada umumnya juga merupakan faktor lain yang membuat anak menjadi tidak tertarik dan tidak semangat dalam mengikuti pembelajaran artikulasi. Seiring pengucapan konsonan yang masih kurang tepat, pesan yang ingin disampaikan anak tunarungu ketika berkomunikasi menjadi sulit ditangkap oleh lawan bicaranya. Permasalahan ini apabila diabaikan tanpa penanganan secara khusus akan sangat berpengaruh besar pada aspek komunikasi anak tunarungu di lingkungan sosialnya, yang mana komunikasi anak tunarungu akan terhambat bahkan terputus dan pada akhirnya terisolasi. Tak dapat dipungkiri keadaan ini sangat berpengaruh pada masa depan anak tunarungu itu sendiri. Memprediksikan masalah yang akan muncul akibat tidak/kurang berfungsinya indera pendengaran bila tidak ditangani sejak dini, yaitu terjadinya hambatan dalam persepsi sensori, kognisi, bahasa, dan komunikasi, keterampilan bicara, sosial emosi, dan intelektual sehingga akan mempersempit pula kesempatan pendidikan dan lapangan pekerjaan di kemudian hari. (Sudiharti, 2011:11) Untuk itu perlu adanya upaya dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak tunarungu dengan melakukan latihan artikulasi yang dikemas secara menarik
Ratih Dwi Lestari,2013 Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (S) Melalui Permainan Tongve Twister Pada Siswa Tunarungu (Single Subject Research Pada Kelas VII SMLB Negeri Cicendo) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
dan bervariatif agar dapat memicu siswa untuk lebih giat dalam proses pembelajaran artikulasi. Banyak pilihan desain games yang memberikan kesempatan berbicara tanpa mengesampingkan ejaan, membaca, dan menulis. “Games juga dapat dimainkan secara khusus untuk meningkatkan kosakata” (Medikawati, 2012:56). Salah satu jenis permainan yang dapat digunakan dalam pembelajaran artikulasi yaitu permainan Tongue Twister. Permainan Tongue Twister secara harfiah, diartikan sebagai pembelit lidah. Permainan ini merupakan jenis permainan yang sangat cocok dan bagus dalam melatih kemampuan pengucapan/artikulasi. Dengan meningkatnya kemampuan anak tunarungu dalam pengucapan konsonan /s/ akan semakin memperlancar proses komunikasi antara anak tunarungu dengan lawan bicaranya. Atas dasar inilah yang melatarbelakangi penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul, “Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (s) Melalui Permainan Tongue Twister Pada Siswa Tunarungu” yang bermaksud untuk membuktikan bahwa melalui permainan Tongue Twister dapat meningkatkan kemampuan wicara, khususnya pengucapan konsonan frikatif (s) pada siswa tunarungu kelas VII SMPLB Negeri Cicendo Bandung. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Anak tunarungu yang seringkali mengalami kesalahan dalam pengucapan fonem-fonem pada saat berbicara. 2. Anak tunarungu mengalami gangguan artikulasi yakni subtitusi atau penggantian
konsonan
/s/
yang
diucapkan
menjadi
/c/
pada
saat
berkomunikasi.
Ratih Dwi Lestari,2013 Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (S) Melalui Permainan Tongve Twister Pada Siswa Tunarungu (Single Subject Research Pada Kelas VII SMLB Negeri Cicendo) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
3. Tuntutan kurikulum sebagai standar pencapaian yang terlalu tinggi bagi anak tunarungu. 4. Anak tunarungu belum ditangani dengan metode yang tepat sehingga kesalahan ini berlangsung hingga anak duduk dibangku SMP. 5. Permainan tongue twister digunakan untuk meningkatkan kemampuan wicara, khususnya pada konsonan frikatif (s). C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka banyak faktor
yang dapat
mempengaruhi kemampuan siswa tunarungu dalam mengucapkan konsonan frikatif (s), adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah: “Permainan tongue twister sebagai metode mengajar mengucapkan konsonan frikatif (s) pada anak tunarungu”. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, dapat dikemukakan rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Apakah melalui permainan tongue twister dapat meningkatkan kemampuan wicara konsonan frikatif (s) pada siswa tunarungu di SLB Negeri Cicendo Bandung?”. E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan tongue twister dalam meningkatkan kemampuan wicara konsonan frikatif (s) pada siswa tunarungu di SLB Negeri Cicendo Bandung. 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat/kegunaan secara teoritis dan praktis, diantaranya: a. Secara Teoritis
Ratih Dwi Lestari,2013 Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (S) Melalui Permainan Tongve Twister Pada Siswa Tunarungu (Single Subject Research Pada Kelas VII SMLB Negeri Cicendo) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
Memberikan sumbangsih pemikiran dan pengenalan mengenai permainan tongue twister sebagai salah satu pilihan permainan yang dapat dipakai untuk pengajaran pengucapan huruf konsonan frikatif (s) pada siswa tunarungu.
b. Secara Praktis 1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para pendidik dalam meningkatkan kemampuan pengucapan huruf konsonan frikatif (s) pada siswa tunarungu dengan menggunakan permainan tongue twister. 2) Hasil penelitian bertujuan agar anak mampu melafalkan huruf konsonan Frikatif (s) dengan baik dan meningkatkan kemampuan pengucapan huruf pada anak tunarungu. 3) Komunikasi anak tunarungu dengan masyarakat sekitar lebih meningkat karena pengucapan huruf konsonan Frikatif (s) lebih jelas dan benar.
Ratih Dwi Lestari,2013 Pembelajaran Wicara Konsonan Frikatif (S) Melalui Permainan Tongve Twister Pada Siswa Tunarungu (Single Subject Research Pada Kelas VII SMLB Negeri Cicendo) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu