1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang terjadi oleh apapun penyebabnya yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi di dalam ataupun di luar rumah sakit. (Jacobs JP at al, 2006; Johnson ML, 2002). Moonesinghe 2011, menyatakan bahwa morbiditas dan mortalitas perioperatif merupakan suatu isu utama kesehatan masyarakat saat ini. Diperkirakan terdapat 234 juta kasus bedah setiap tahun di seluruh dunia dengan mortalitas pembedahan terjadi antara 0,4% sampai 0,8% sementara komplikasi terjadi antara 3% sampai 17%. Untuk mencegah dan mengurangi mortalitas dan morbiditas kasus-kasus bedah dengan resiko tinggi perlu dikembangkan strategi yang menjadi tantangan untuk dokter bedah. (Moonesinghe, 2011). Akinbami dkk, 2010 melakukan penelitian terhadap 819 kasus prosedur bedah umum menemukan 24.7% pasien dengan 1 atau lebih komplikasi dengan mortalitas sebesar 8.9%.
Faktor risiko yang berhubungan dengan morbiditas
tersebut adalah usia, jenis kelamin, kadar gula darah, kadar kreatinin, kadar albumin, durasi operasi dan merokok. (Felix Akinbami dkk, 2010). A. Rhodes dkk 2011, meneliti 88,504 pasien post-operasi yang di rawat di ICU di Austria selama 11 tahun menemukan mortalitas di ICU sebesar 7.6% dan mortalitas di rumah sakit sebesar 11.8% (A. Rhodes, 2011). Fukuda dkk 2012, melakukan studi kasus kontrol terhadap 94 pasien geriatrik mendapatkan faktor risiko yang berhubungan dengan mortalitas pasca
1
2
operasi adalah adanya sepsis dan keterlambatan perawatan di rumah sakit. Griner, dkk 2011 juga melakukan studi kasus kontrol terhadap 59 pasien mendapatkan beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan mortalitas pasca operasi yaitu jumlah cairan, output urin, tranfusi intraoperatif, dan skore ASA. Menurut
National Surgical Quality Improvement Project (NSQIP)
terdapat 12 variabel yang paling sering yang menjadi faktor risiko mortalitas pascaoperasi. Faktor risiko tersebut adalah: kadar albumin serum, status ASA, keganasan, operasi darurat, umur, BUN > 40 mg/dl, Do Not Resusitate , Operation complexity score, SGOT >40IU/dl, kehilangan berat badan dalam 6 bulan >10%, status fungsional (functional status), angka lekosit >11.000mm3. (Campbell, 2006). Vaid S dkk 2012 dengan menggunakan data base dari NSQIP tersebut mengembangkan suatu prediktor mortalitas preoperasi (pre operative mortality predictor /PMP) untuk bedah umum yang disebut 30-point bedside preoperative mortality predictor. Faktor-faktor tersebut adalah pasien rawat inap, sepsis, status fungsional buruk, kanker yang sudah menyebar
(disseminated
cancer), usia, komorbid, penggunaan steroid, kehilangan berat badan, gangguan perdarahan,
DNR, dan obesitas. Faktor-faktor ini sangat akurat, sederhana,
efektif, dan sebagai alat klinis yang bermakna untuk menghitung risiko kematian perioperatif hanya menggunakan variabel pra operasi.
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan risiko kematian perioperatif tersebut sangat penting diperhatikan oleh dokter untuk memprediksi outcome pasca operasi (Vaid, 2012). Prosedur bedah umum darurat secara umum berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi dengan insiden yang
bervariasi
3
berdasarkan kualitas pelayanan rumah sakit.
Dari data American Collage of
Surgery National Surgical Quality Improvement Project (NSQIP) didapatkan terdapat 3 kasus yang paling umum dilakukan operasi darurat yaitu apendektomi, kolesistektomi, dan reseksi kolorektal dengan mortalitas masing-masing 3.70% untuk apendektomi darurat, 6.37% untuk kolesistektomi darurat dan 41.56% untuk reseksi morbiditas dan mortalitas kolorectal (ACS NSQIP, 2013). Operasi darurat (emergency surgery) adalah suatu prosedur pembedahan yang tidak dapat ditunda, dimana tidak ada terapi alternatif lainnya, dan penundaan bisa mengakibatkan kematian atau kerusakan organ permanen. Operasi darurat dilakukan pada pasien dengan kondisi akut yang mengancam kehidupan, tungkai atau integritas struktur tubuh.
Menunda operasi darurat dapat
memperberat perawatan pre dan pasca operasi. Akut abdomen menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini sering memerlukan penanggulangan segera dengan tindakan pembedahan. Penyebab akut abdomen bervariasi tergantung jenis kelamin dan usia pasien. Apendisitis adalah penyebab paling sering pada usia muda sementara penyakit bilier, obstruksi usus, infark dan iskemia usus halus, dan divertikulitis lebih sering penyebab pada usia tua (Postier, 2007). Akut abdomen biasanya memperlihatkan gejala klinis yang khas yaitu nyeri abdomen yang akut dapat disertai tanda-tanda syok, tanda-tanda peritonitis umum, tanda-tanda peritonitis lokal dan gejala obstruksi intestinal. Masing-masih dari pola gejala tersebut mengarahkan pada diagnosis dan penanganan yang
4
berbeda. Dalam kasus akut abdomen terdapat empat pilihan yang harus diputuskan dalam penanganan pasien yaitu; (1). Operasi segera (“surgery now”) , (2) Operasi dengan persiapan (“surgery tomorrow morning”), (3). Terapi konservatif, dan (4). Pasien dipulangkan (Schein, 2005). Keputusan untuk melakukan tindakan pembedahan harus segera diambil pada keadaan yang diindikasikan karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Tindakan pembedahan pada keadaan akut abdomen dapat dilakukan segera (immidiate), dimana keputusan operasi ditentukan dalam hitungan menit yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa pasien atau pembedahan darurat (urgent) dimana keputusan operasi ditentukan dalam hitungan jam yang bertujuan untuk menyelamatkan pasien dari keadaan yang berpotensi mengancam nyawa pasien. (NCEPOD, 2004) Pasien dengan akut abdomen yang memerlukan intervensi pembedahan segera atau darurat
sering datang dengan kondisi gangguan metabolik yang
ringan sampai berat, dari defisit perfusi ringan sampai kondisi syok yang berat. Syok berat sering terjadi pada keadaan trauma abdomen, sepsis, yang terjadi pada keadaan obstruksi intestinal atau perforasi organ berongga, atau multifaktorial seperti pada pasien dengan iskemia intestinal yang bersamaan dengan disfungsi dan iskemia jantung. Waktu kapan dapat dilakukan operasi menjadi sangat menentukan penting. Persiapan preoperasi dan faktor – faktor komorbid perlu dikelola dengan baik dengan melibatkan keahlian lain di luar spesialisasi bedah (Schuster, 2009).
5
Meskipun kualitas operasi mengalami banyak mengalami kemajuan, namun pembedahan darurat masih berkontribusi signifikan terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas pasca bedah. Komplikasi akibat operasi darurat dapat memperburuk kondisi klinis pasien, finansial
mempengaruhi emosional dan beban
bagi pasien dan keluarga, serta meningkatnya
biaya rumah sakit.
Namun alasan mengapa pembedahan darurat menyebabkan outcome yang buruk, masih kurang dapat dijelaskan (Akinbami, 2011). Dari data di ICU RSUP dr Sardjito tahun 2009 didapatkan mortalitas pasien bedah digestif yang dirawat sebesar 34% (26 dari 76 pasien yang dirawat). (Himawan, 2010), sementara dari 22 kasus kematian yang dievaluasi didapatkan pasien yang meninggal pasca operasi operasi darurat sebanyak 15 orang (68%) dan meninggal pasca operasi elektif sebanyak 7 orang (32%) (Hipolitus, 2011). Tingginya mortalitas pasca operasi darurat ini mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut berapa besar insiden mortalitas pasca operasi darurat dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya mortalitas pasien akut abdomen yang dilakukan operasi darurat di kamar operasi Gawat Darurat RSUP dr Sardjito Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latarbelakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Insiden mortalitas pascaoperasi darurat secara umum masih tinggi. Besarnya angka mortalitas bervariasi pada setiap senter di luar negeri. Sampai saat ini belum ada data mengenai tingginya mortalitas pascaoperasi di Indonesia.
6
2. Berdasarkan referensi NQSIP dan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa
variabel
yang merupakan
faktor risiko
mortalitas pasca operasi. Faktor risiko tersebut adalah: kadar albumin serum, status ASA, riwayat kanker, sepsis, komorbid, operasi darurat, umur, kadar BUN, DNR, Operation complexity score, kadar SGOT, kehilangan berat badan, status funsional, angka lekosit, sepsis, keterlambatan perawatan di rumah sakit, jumlah cairan intra operasi ,
output
urin , dan tranfusi
intraoperatif. 3. Data di ICU RSUP dr Sardjito tahun 2009 didapatkan mortalitas pasien bedah digestif yang dirawat (Himawan, 2010),
sebesar 34% (26 dari 76 pasien yang dirawat).
sementara dari 22 kasus kematian yang dievaluasi
didapatkan pasien yang meninggal pasca operasi operasi darurat sebanyak 15 orang (68%) dan meninggal pasca operasi elektif sebanyak 7 orang (32%). 4. Hubungan faktor – faktor risiko mortalitas menurut NSQIP dan penelitianpenelitian sebelumnya terhadap mortalitas pasca operasi darurat bedah digesti di RSUP dr Sardjito belum pernah diteliti.
C. Pertanyaan Peneliti Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan
suatu
pertanyaan peneliti yaitu berapa besar
insiden mortalitas pasca operasi darurat dan faktor – faktor apa saja yang menyebabkan tingginya mortalitas pasca operasi pada pasien akut abdomen yang dilakukan operasi darurat di RSUP dr Sardjito.
7
D. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan mortalitas pasca operasi akut abdomen yang dilakukan operasi darurat. Tujuan khusus : 1. Mengetahui insiden mortalitas pasca operasi pada pasien akut abdomen yang dilakukan operasi darurat di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. 2. Mengetahui faktor-faktor risiko apa yang menyebabkan tingginya mortalitas tersebut. 3. Mengetahui hubungan faktor-faktor risiko tersebut terhadap tingginya mortalitas pasien akut abdomen yang dilakukan operasi darurat
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Penelitian ini memberikan manfaat bagi praktisi klinis sebagai informasi penting dalam tatalaksana pasien akut abdomen. b. Penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang manajemen rumah sakit dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan pasien akut abdomen. c. Penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang kesehatan sebagai informasi dalam pembuatan kebijakan pelayanan kesehatan. d. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasan dalam bidang penelitian kedokteran klinis.
8
2. Manfaat teoritis a. Penelitian ini memberikan informasi ilmiah mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan mortalitas pasien akut abdomen yang menjalani operasi darurat. b. Penelitian ini memberikan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan dalam ilmu kedokteran klinis. c. Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti dan peneliti lain berikutnya sehubungan dengan masalah yang akan diteliti.
9
F. KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1. Keaslian penelitian No 1
Nama peneliti dan tahun Akinbami, dkk; (2011)
Desain besar sampel Studi kasus kontrol 202 kasus 617 kontrol
Variabel bebas
Cara pengukuran
Perempuan Usia Perokok Durasi operasi Kreatinin serum Glukosa darah Albumin serum
Catatan medik
Variabel tergantung
Cara pengukuran
Hasil
Catatan medik
ORR 0,669 CI 95% 0,45 –0.996 ORR 1,026 CI 95% 1,014 –1.038 ORR 1,784 CI 95% 1,086 –2.929 ORR 0,237 CI 95% 0,127–.442 ORR 1,300 CI 95% 1,082 –1.562 ORR 0,505 CI 95% 0,282–0.906 ORR 0,541 CI 95% 0,419–0.699
Komplikasi Nonkomplikasi 2.
Fukuda, dkk; (2012)
Studi kasus kontrol Kasus 15 Kontrol 79
Waktu dari onset sampai pasien dirawat
Catatan medik
Catatan medik
Morbiditas sebesar 24.7% Mortalitas sebesar 8.9% ORR 9,603 CI 95% 1,822–50,607
Score APACHE
ORR 1,129 CI 95% 0,922–1,382
ScorePOSSUM:
ORR 1,201 CI 95% 1,017–1,417 ORR 1,020 CI 95% 0,846–1,229 Morbiditas sebesar 43,6% Mortalitas sebesar 16,0%
Hidup Meninggal
10
3
Griner, dkk; (2011)
Studi kasus kontrol Kasus 14 Kontrol 45
Jumlah cairan Output urin Tranfusi Skore ASA
Catatan medik
Catatan medik
Usia Perempuan Lama waktu operasi Perkiraan kehilangan darah Reseksi usus Koloid Tranfusi plasma Tranfusi platelet Pressors
3.37 vs 2.412 P= 0.03 (S) 144 vs 211.3 P= 0.03 (S) 46% vs 9% P= 0.003 (S) P= 0.0046 (S) 86.3vs83.8 P= 0.060 (NS) 60.0% vs 70.5% P= 0.5 (NS) 143.9 vs 115.6 P= 0.1(NS) 297.3 vs 173.3 P=0.06 (NS) 60.0% vs 45.5% P= 0,3(NS) 6.7% vs 4.6% P=1.0 (NS) 6.7% vs 2.3% P= 0.4 (NS) 6.7% vs 0% P= 0.2 (NS) 53.3% vs 29.6% P= 0.09 (NS)
Hidup Meninggal
75% 25% P < 0.05 dianggap signifikan (S = signifikan, NS=non signifikan)