1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Usia 1-3 tahun/toddler, merupakan
masa kritis untuk membentuk dan
mempengaruhi perilaku makan anak (Kudlova & Schneidrova, 2012; Horodynski, et al.,
2011; Hockenberry & Wilson, 2011), karena pada usia ini, anak
memerlukan pemahaman serta latihan pemenuhan kebutuhan makan yang tepat. Perilaku meniru, peningkatan kontol diri (Stanner, 2008; Horodynski, et al., 2011), serta kemampuan makan yang sedang berkembang, mendominasi tahapan usia 1-3 tahun sehingga diperlukan kemampuan orangtua sebagai gate keeper (Hockenberry & Wilson, 2011; Horodynski & Stommel, 2005; Birch & Ventura, 2009; Istiany & Rusilanti, 2013; Golan & Crow, 2004), melalui perilaku pemberian makan orangtua. Perilaku pemberian makan orangtua mempengaruhi status kesehatan usia 1-3 tahun (Hockenberry & Wilson, 2011). Perilaku pemberian makan yang kurang tepat menyebabkan kegemukan (Brownell, Kelman & Stunkard, 1983), keparahan penyakit diare (Mondal, et al., 2012), gangguan kecerdasan intelektual (Waber, et al., 2014), anemia, perawakan pendek, peningkatan risiko angka kematian dan angka kesakitan pada anak (Anticona & Sebastian, 2014). Masalah yang lain adalah berisiko terjadinya penyakit jantung, diabetes mellitus, mempengaruhi gangguan pertumbuhan/dapat berisiko terjadinya gizi lebih, perawakan pendek (Water, et al., 2010).
1
2
Gangguan pertumbuhan pada usia 1-3 tahun dapat berupa permasalahan gizi ganda. Dari Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012, anak Bawah Lima Tahun (BALITA) yang ditimbang mengalami peningkatan penyimpangan status gizi (0,37% gizi lebih; 1,38% gizi kurang dan 0,05% gizi buruk). Jumlah Balita dengan gizi kurang sebanyak 96(4,9%), gizi buruk sebanyak 8(0,4%) dari 1933 Balita yang ditimbang di Posyandu Balita (Profil Puskesmas Depok 3, 2014). Di Depok 1, cakupan Balita gizi kurang yang mendapatkan perawatan pada keluarga miskin masih belum mencapai target (75%), karena partisipasi keluarga untuk tetap melakukan tindak lanjut masih kurang (Profil Puskesmas Depok 1, 2014). Jumlah BALITA yang terbesar di DIY adalah Kabupaten Sleman (85.570), sebagian besar berada di Depok, sekitar 10. 089 anak (Profil DIY, 2012). Potensi terjadinya masalah kesehatan serta permasalahan gizi ganda pada usia 1-3 tahun di atas, berkaitan dengan perilaku pemberian makan orangtua. Perilaku pemberian makan orangtua mempunyai arti yang luas. Perilaku pemberian makan adalah seperangkat interaksi yang komplek antara anak dan orangtua, yang melibatkan tidak hanya proses pemilihan, konsumsi dan pengaturan makanan tetapi juga mendukung, mendorong dan menerima hubungan antara anak dan orangtua (Arndt & Horodynski, 2004). Dalam penelitian ini, perilaku pemberian makan orangtua adalah aktivitas orangtua untuk memberikan asupan makan yang sehat, meningkatkan perilaku makan anak dan memberikan lingkungan makan yang menyenangkan. Perilaku ini merupakan salah satu aktivitas dependent-care action orangtua kepada usia 1-3 tahun, untuk memastikan kesehatan anaknya yang
2
3
diawali dengan memperoleh informasi, perencanaan dan pengambilan keputusan serta tindakan (Orem, Taylor & Renpenning., 2001) pemberian makan karena anak usia 1-3 tahun belum mampu memenuhinya secara mandiri dengan adekuat. Masalah perilaku pemberian makan orangtua masih terjadi di berbagai tempat. Di India, sekitar 48–50% usia 1-3 tahun terjadi malnutrisi (Unicef, 2009 cit Vazir, et al., 2013), disebabkan oleh perilaku pemberian makan orangtua yang belum tepat (Imdad, 2011 cit Vazir, et al., 2013). Survei di Pedesaan Andhra Pradesh India (NNMB 2006 cit Vazir, et al., 2013) sebagian besar orang dewasa terpenuhi intake energi dan protein hariannya, tapi pada anak-anak terjadi sebaliknya pada keluarga yang sama. Tingkat konsumsi buah dan sayuran lebih rendah dari yang diinginkan pada anak usia 1-3 tahun di Amerika pada tahun 2008 dibanding tahun 2002 (Siega-Riz, et al., 2010). Penelitian kualitatif melalui perekaman saat makan malam kepada delapan ibu yang berpenghasilan rendah dengan anaknya yang usia prasekolah di Houston Texas didapatkan banyak ibu menghabiskan waktu yang berlebih untuk mendorong makan meskipun anak menyatakan sudah kenyang. Ibu jarang mendiskusikan tentang karakteristik makanan, jarang mengungkapkan rasa kenyang dan lapar dihadapan anakanaknya, dan ibu lebih banyak menyampaikan tentang sopan santun pada saat makan daripada mengajarkan ketrampilan dalam hal makan (Power, et al., 2015). Penelitian Kolopaking, Bardosono, Fahmida (2011) kepada ibu yang mempunyai anak usia sekolah didapatkan bahwa ibu merasa kesulitan menerapkan slogan diet yang sehat dalam keseharian saat penyiapan makanan di keluarga, sebagian besar ibu jarang menyediakan sayuran karena menganggap
3
4
bahwa sayuran tidak disukai oleh anak, ibu menyuapi anak sambil anak melihat televisi/bermain/sambil berjalan di luar rumah. Hasil skrening Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Ledok Wareng, salah satu Wilayah Puskesmas di Sleman pada bulan Agustus 2015 didapatkan bahwa hampir sebagian besar keluarga tidak setiap hari menyiapkan sayuran dan buah sebagai asupan makanan di keluarga. Hasil studi pendahuluan pada bulan Desember 2013 kepada 30 Ibu yang mempunyai anak Balita di Posyandu Sambilegi, di Wilayah Depok, didapatkan bahwa perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun belum optimal, diantaranya orangtua masih sedikit yang kesehatan tentang makanan sehat, mengenali
bertanya dengan petugas lingkungan makan
yang
menyenangkan, mempelajari cara memberikan makan yang menyenangkan, menyediakan kursi dan meja yang nyaman untuk anak saat makan. Kemampuan orangtua melakukan aktivitas (Dependent Care Agency/DCA) pemberian makan mempengaruhi ketepatan orangtua dalam perilaku pemberian makan (Sari, 2013). DCA dalam penelitian ini adalah kemampuan orangtua dalam melakukan pemberian makan
pada anak usia 1-3 tahun yang terdiri dari
pengetahuan, motivasi dan keterampilan (Arndt & Horodynski, 2004; Tailor, et al., 2001). Beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan DCA, misalnya tentang pemberian imunisasi, dimana pemberian informasi saja, kurang mampu meningkatkan pengetahuan ibu (Wilson, Brown & Ferris., 2006). DCA orangtua yang adekuat diperlukan juga pada perawatan anak kanker (Moore & Beckwitt, 2004). Dari studi sebelumnya di Puskesmas Depok 3 pada Tahun 2013, pengetahuan orangtua tentang nutrisi dan kesehatan masih didapatkan kurang
4
5
baik, pengetahuan orangtua tentang dampak nutrisi terhadap sistem pencernaan juga masih rendah. Perilaku pemberian makan orangtua berhubungan dengan dukungan sosial (Dewi, 2013). Dukungan sosial mempengaruhi ibu yang mempunyai anak Balita dalam pemberian makan gizi seimbang (Rusmimpong, 2007). Kejadian stunted sebagian besar karena kurangnya dukungan keluarga (Anita, 2011). Wasser, et al., (2013) menyatakan bahwa kegiatan pemberian makan pada anak di golongan sosial ekonomi yang rendah di Amerika, sebagian besar tidak hanya dilakukan oleh ibu, tapi juga anggota keluarga lainnya, misalnya ayah, kakek/nenek atau pengasuh. Saat ini, keterlibatan anggota keluarga lainnya dalam pemberian makan pada anak balita mengalami peningkatan. Sementara, dari studi pendahuluan di Puskesmas Depok bulan Maret 2014 dengan tenaga kesehatan bagian gizi, menyatakan bahwa pada saat penyuluhan gizi di Posyandu Balita, sebagian besar diikuti oleh ibu/pengasuh yang mengantar anak saat timbangan di Posyandu. Perilaku pemberian makan orangtua juga berhubungan dengan self-efficacy (Isnaini, 2013). Self-efficacy mempengaruhi keyakinan kemampuan orangtua untuk mencapai dan mempertahankan hasil yang diharapkan (Bandura, 1977) dalam perilaku pemberian makan orangtua, karena orangtua menghadapi perilaku makan anak yang sedang berkembang. Self-efficacy orangtua secara tidak langsung berhubungan dengan asupan sayur pada anak-anak. Rendahnya selfefficacy berhubungan dengan rendahnya dukungan sosial serta status kesehatan anak (Shea, 1984 cit Pennel, et al., 2012), rendahnya kemampuan orangtua menyediakan lingkungan yang mendukung anak, rendahnya kualitas pelayanan
5
6
(Coleman & Karraker, 1997 cit Pennel 2012). Dari studi sebelumnya pada tahun 2013 di Depok 3, masih didapatkan orangtua yang kurang yakin akan kemampuannya dalam perilaku pemberian makan anak, ada orangtua yang tidak punya cukup kemampuan dalam mengontrol makan anak. Penelitian terkait DCA, self-efficacy dan dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua, penting untuk memberikan informasi kepada perawat tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian makan, dapat membantu perawat melakukan pengkajian keperawatan kaitannya permasalahan perilaku pemberian makan orangtua pada usia 1-3 tahun. Pemahaman ini juga dapat membantu perawat melakukan promosi kesehatan (Lutz, et al., 2009) kepada orangtua tentang pemberian makan pada usia 1-3 tahun. Dari penelusuran literatur, studi terkait hubungan DCA, self-efficacy dan dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua pada usia 1-3 tahun di Wilayah Puskesmas Depok belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik meneliti tentang hubungan self-efficacy, DCA, dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Depok Sleman Yogyakarta.
6
7
B. Perumusan Masalah Anak
usia
1-3
tahun
merupakan
tahapan
kritis
membentuk
dan
mempengaruhi perilaku makan yang baik, diperlukan orangtua sebagai gate keeper,
karena anak belum mampu melakukannya secara mandiri. Perilaku
pemberian makan yang kurang baik berpotensi terjadinya masalah kesehatan serta gangguan pertumbuhan pada anak usia 1-3 tahun. Diperlukan analisis untuk mengetahui hubungan self-efficacy, DCA, dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua. Hasil penelusuran literatur yang dilakukan peneliti, penelitian tentang hubungan antar variabel tersebut belum banyak dilakukan kaitannya perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun. Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang selfefficacy, DCA, dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Puskesmas Depok Sleman Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan self-efficacy, dukungan sosial, Dependent-Care Agency (DCA) dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Depok Sleman Yogyakarta 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan self-efficacy dengan perilaku pemberian orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Depok Sleman Yogyakarta
7
makan
8
b. Mengetahui hubungan DCA dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Depok Sleman Yogyakarta c. Mengetahui hubungan dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Depok Sleman Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang hubungan self-efficacy, DCA, dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Puskesmas Depok Sleman Yogyakarta 2. Bagi Kepala serta Penanggung Jawab Bagian Gizi di Puskesmas, diharapkan penelitian
ini
dapat
memberikan
masukan
dalam
merencanakan
penatalaksanaan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun 3. Bagi orangtua yang mempunyai anak usia 1-3 tahun, diharapkan penelitian ini menjadi bahan
informasi perilaku pemberian makan orangtua tentang
bagaimana orangtua memberikan asupan makan yang sehat, meningkatkan perilaku makan, serta memberikan lingkungan makan yang menyenangkan pada anak usia 1-3 tahun 4. Bagi Perawat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian keperawatan terkait perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun
8
9
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai self-efficacy, DCA, dukungan sosial dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun masih terbatas ditemukan. Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini sepanjang pengetahuan peneliti adalah : 1. Koh, et al (2014), meneliti tentang Maternal feeding self-efficacy and fruit and vegetable intakes in infants : Results from the SAIDI study. Tujuannya untuk mengetahui hubungan self-efficacy ibu, kepercayaan diri orangtua dan perilaku makan anak : pengenalan makanan tambahan, intake buah dan sayur. Penelitian ini dilakukan secara kohort kepada 277 bayi dari 11 Rumah sakit di Australia Selatan setelah bayi dilahirkan, yang mempunyai berat lahir ≥ 2500 gram dan usia kehamilan ≥ 37 minggu. Sosio demografi dikumpulkan pada saat pengambilan sampel. Enam bulan setelah melahirkan, bayi ditimbang dan diukur, ibu melengkapi kuesioner untuk mengeksplorasi tentang persepsi ibu dalam pemberian makan serta paparan bayi dengan makanan tambahan. Kuesioner juga terdiri dari temperament scale for infant, kessler-10 untuk mengukur maternal psychological distress dan lima pertanyaan untuk mengukur maternal feeding self-efficacy. Frekuensi dan jenis konsumsi buah dan sayur yang diikonsumsi bayi diestimasikan dari recall diet 24 jam dan catatan makan dua hari. Hasilnya adalah kepercayaan orangtua, pengenalan makanan tambahan dan perilaku makan anak secara tidak langsung berhubungan dengan asupan sayur anak melalui self-efficacy pemberian makan ibu. Persamaan dengan penelitian saat ini adalah adanya variabel
9
10
bebas : self-efficacy. Perbedaannya adalah desain penelitian sebelumnya kohort, sementara pada penelitian ini adalah cross-sectional, responden dalam penelitian ini adalah orangtua dengan anak usia 1-3 tahun, sementara penelitian sebelumnya adalah ibu dan bayi usia enam bulan yang diikuti sejak bayi lahir, adanya variabel bebas lainnya yaitu dukungan sosial dan DCA, serta variabel terikat berupa perilaku pemberian makan orangtua. 2. Russell & Worsley (2013) meneliti tentang why don’t they like that? And can I do anything about it? The nature and correlates of parents’ attributions and self-efficacy beliefs about preschool children’s food preferences. Penelitian ini dilakukan kepada orangtua yang mempunyai anak usia 2-5 tahun di Australia, jenis penelitian kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur, menggunakan content analysis. Responden terdiri dari orangtua yang mempunyai anak dengan pilihan makanan yang sehat/berkaitan erat dengan pedoman diet (N=20), pilihan makanan yang tidak sehat/tidak sesuai dengan pedoman diet (N=18), dengan tingkat tinggi yang phobia terhadap makanan (N=19). Orangtua menjelaskan tentang mengapa anaknya suka/tidak suka terhadap
makanan/atributnya,
kemampuannya
mempengaruhi
pilihan
makanan anak/self-efficacynya. Pilihan makanan anak dikaitkan dengan pengaruh karakteristik anak/tingkat phobia atau kepribadiannya, sifat makan/tekstur dan penampilan, pengalaman sosialisasi/contoh teman sebaya atau perilaku pemberian makan orangtua.
Tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah self-efficacy mempengaruhi perilaku pemberian makan orangtua dan untuk melihat kemungkinan perbedaan keyakinan diantara
10
11
orangtua dengan pilihan makan anak yang sehat, tidak sehat dan takut terhadap makanan. Hasilnya ada perbedaan atribut orangtua dan keyakinan self- efficacy dalam pemberian makan. Persamaannya adanya variabel selfefficacy. Perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan jenisnya kuantitatif, adanya variabel lain selain self-efiicacy. 3. Kolopaking, Bardosono & Fahmida (2011) meneliti tentang Maternal Selfefficacy in the Home Food Environment : A Qualitative Study among Lowincome Mothers of Nutritionally At-risk Children in an Urban Area of Jakarta, Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada 19 ibu yang mempunyai anak dengan gangguan nutrisi, dengan jenis penelitian kualitatif, melalui wawancara mendalam. Penelitian dilakukan di wilayah perkotaan Jakarta Timur, Indonesia. Penelitian ini didasarkan pada konsep Social Cognitive Theory, Family Stress Models, dan Ecological Frameworks. Pengumpulan data dikode dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode Grounded Theory. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mencakup self-efficacy ibu dalam penyediaan makanan di rumah. Hasilnya adalah sebagian besar ibu merasa aman dalam pemenuhan kebutuhan makanan di keluarga, keluarga dan tetangga akan membantu ibu jika tidak memiliki uang untuk membeli makanan, tapi sebagian besar ibu tidak menyediakan makanan dengan kandungan gizi, variasi serta waktu yang tepat. Persamaannya adalah adanya variabel self-efficacy. Perbedaannya pada jenis penelitian, desain penelitian, adanya variabel lain selain self-efficacy,
11
12
analisa data, serta tidak dikhususkan pada kelompok orangtua dengan anak yang mempunyai masalah nutrisi. 4. Isnaini (2013), meneliti tentang hubungan self-efficacy dengan perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun di Puskesmas Depok III Yogyakarta. Hasil penelitiannya ada hubungan antara self-efficacy dengan perilaku pemberian makan orangtua. Persamaannya dengan penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat yang sama. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada metode analisa regresi dari beberapa faktor yang berpengaruh, variabel independen lebih dari satu variabel (DCA, dukungan sosial. 5. Sousa, et al (2005), meneliti tentang relationships among self-care agency, self-efficacy, self-care, and glycemic control. Tujuannya adalah untuk melihat apakah manajemen perawatan diri mempengaruhi kontrol glikemik dan menjembatani hubungan antara self-efficacy dan kemampuan perawatan diri dengan kontrol glikemik. Jenis penelitian kuantitatif, desain korelasi crosssectional, dilakukan pada 141 orang dewasa yang membutuhkan insulin baik dengan Diabetes Millitus Tipe 1 maupun Tipe 2. Analisis menggunakan analisis deskriptif, korelasi pearson, serta regresi multipel hierarki. Hasilnya self-care agency dan self-efficacy yang lebih besar menyebabkan managemen self-care yang lebih baik yang mengarah pada kontrol glikemik. Managemen self-care bukan perantara self-efficacy atau self-care agent atau kontrol glikemik. Keyakinan dan kemampuan self-care cukup meningkatkan kontrol glikemik dengan melakukan management self-care. Persamaan dengan
12
13
penelitian ini adalah adanya variabel bebas yaitu self-efficacy. Perbedaannya adalah pada penggunaan analisa data regresi, sampel/populasi penelitian, serta variabel terikat 6.
Weaver, et al (2008), meneliti tentang Parenting self-efficacy and problem behavior in children at high risk for early conduct problems: The mediating role of maternal depression. Penelitian ini dilakukan pada 652 ibu dan anakanaknya yang beragam suku dan geografi yang berisiko tinggi terjadinya masalah perilaku. Hasilnya ada hubungan self efficacy orangtua dengan masalah perilaku orangtua : depresi. Depresi ibu sebagai disruptor potensial kepercayaan pengasuh pada anak usia dini, yang memiliki implikasi untuk desain dan fokus intervensi orangtua. Persamaannya pada variabel bebas yaitu self efficacy orangtua. Perbedaannya pada variabel terikat yaitu perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun, metode analisa data yaitu dengan regresi, tempat penelitian, subyek penelitian.
7.
Rusmimpong (2007), meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian makan gizi seimbang pada balita di wilayah puskesmas Kenali Besar Kota Jambi. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, motivasi, dukungan sosial dengan perilaku ibu dalam pemberian makanan gizi seimbang. Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dengan metode kuantitatif, menggunakan analisis multivariat. Perbedaannya adalah tempat penelitian, variabel independen (self efficacy, DCA), variabel dependen perilaku orangtua dalam pemberian
13
14
makan pada anak usia 1-3 tahun adalah aktivitas orangtua dalam memberikan asupan makan yang sehat, meningkatkan perilaku makan, memberikan lingkungan makan yang menyenangkan dimana dari Rusmimpong perilaku ibu didefinisikan sebagai tindakan ibu dalam memberikan makanan gizi seimbang pada Balita, meliputi : jenis, frekuensi, porsi dan cara pemberian. 8. Vilar, Aguir & Gandia (2009), meneliti tentang a qualitative approach to social support and breast-feeding decisions. Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengeksplorasi persepsi ibu hamil dan pengalaman pribadi tentang pengaruh dukungan sosial formal dan informal dalam pengambilan keputusan menyusui dan kaitannya dengan inisiasi dan durasi menyusui. Jenis penelitian kualitatif, dengan wawancara dan Focus Group Design/FGD. Penelitian dilakukan di empat pusat pelayanan primer di Valensia Spanyol. Responden ada 19 responden yang hamil trimester pertama dengan FGD, sementara yang wawancara ada 12 ibu hamil primipara/multipara yang hamil pada trimester ke-3. Ibu memiliki latar belakang sosiodemografi dan sosioekonomi yang berbeda. Hasilnya adalah bahwa persepsi dan pengalaman pribadi ibu menyusui tentang dukungan sosial formal dan informal terkait dengan usia dan status sosial-budaya. Persamaannya adanya variabel bebas yaitu dukungan sosial. Perbedaannya terletak pada metode (penelitian ini dengan pendekatan kualitatif, sementara penelitian yang akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif), penambahan variabel bebas yakni self efficacy dan DCA, variabel terikat yaitu perilaku pemberian makan orangtua pada anak usia 1-3 tahun, tempat penelitian.
14
15
9.
Anita (2011), meneliti tentang dukungan keluarga dan kejadian stunted pada anak balita di Kabupaten Simeulue Aceh. Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional, dan didukung data kualitatif. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kejadian stunted pada anak balita. Hasilnya adalah anak yang tidak mendapatkan dukungan keluarga meningkatkan kejadian stunted. Persamaannya adalah jenis penelitian kuantitatif, desain cross sectional, variabel bebas dukungan. Perbedaannya adalah, adanya variabel lain yaitu DCA, self-efficacy dengan variabel terikat perilaku pemberian makan orangtua; analisa data regresi dengan regresi linier, tempat penelitian.
10. Dewi (2013), meneliti hubungan antara dukungan sosial dengan perilaku orangtua dalam pemberian makan pada anak usia 1-3 tahun di Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan bermakna antara dukungan sosial dengan perilaku orangtua dalam pemberian makan pada anak usia 1-3 tahun. Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis kuantitatif observasional
dan desain penelitian cross sectional, variabel dependen
menilai perilaku orangtua dalam pemberian makan pada anak usia 1-3 tahun. Perbedaannya pada
metoda analisa data menggunakan regresi, variabel
independen lebih dari satu variabel (dukungan sosial, self efficacy, DCA). 11. Sinaga (2015), meneliti tentang hubungan antara kemampuan melakukan perawatan diri (dependent care agency) dengan perilaku orangtua/wali dalam memenuhi kebutuhan self-care (dependent care) pada anak yang menderita kanker di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui hubungan
15
16
dependent care agency dengan perilaku orangtua atau wali dalam memenuhi kebutuhan self-care anak dan bagaimana kemampuan serta perilaku orangtua atau wali. Hasilnya adanya hubungan antara dependent care agency dengan perilaku orangtua atau wali dalam memenuhi perawatan diri pada anak dengan kanker. Persamaannya adanya variabel DCA, teknik sampling. Perbedaannya tidak adanya pendekatan kualitatif, DCA dievaluasi dalam kontek anak kanker, adanya variabel lain selain DCA, teknik analisa data 12. Perdani (2015), meneliti tentang dependent care agency dan perilaku orangtua dalam pemberian makan terhadap status gizi toddler. Tujuannya untuk mencari
hubungan
DCA
dengan
perilaku
pemberian
makan
serta
membandingkan DCA dan perilaku pemberian makan berdasarkan status gizi anak berdasarkan BB/TB. Hasilnya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara DCA dengan perilaku pemberian makan, DCA dan perilaku orang tua dalam pemberian makanan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kelompok status gizi anak kurus, normal dan gemuk. Persamaannya adalah adanya variabel DCA dan perilaku pemberian makan, rancangan cross sectional. Perbedaannya adalah tempat penelitian, adanya variabel lain yaitu self-efficacy dan dukungan sosial. 13. Moore dan Beckwitt (2004), meneliti tentang children with cancer and their parents : self-care and dependent-care practices. Tujuannya adalah untuk melihat tindakan perawatan diri pada anak kanker dan tindakan dependent care orangtua dengan anak kanker. Hasilnya adalah responden merupakan orang yang sudah kompeten, yang sudah banyak melakukan aktivitas
16
17
kaitannya pemenuhan kebutuhan perawatan diri umum dan perkembangan anak, tapi responden melakukan aktivitas yang masih sangat sedikit terkait perawatan diri akibat permasalah kesehatan anak dengan kanker, yang membutuhkan dukungan serta pendidikan kesehatan melalui intervensi keperawatan. Persamaannya adalah adanya variabel DCA. Perbedaannya adalah kontek penelitian pada anak usia 1-3 tahun yang tidak menderita kanker, adanya variabel lain selain DCA, jenis penelitian kuantitatif, serta tempat penelitian, dan teknik analisa hasil penelitian. 14. Sari (2013), meneliti tentang hubungan antara dependent care agency dengan perilaku orangtua dalam pemberian makan pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Puskesmas Depok Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan bermakna antara dependent care agency dengan perilaku orangtua dalam pemberian makan anak usia 1-3 tahun. Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian observasional, rancangan cross sectional. Perbedaannya adalah pada metode dengan menggunakan analisa regresi dari beberapa faktor yang berpengaruh, variabel independen lebih dari satu variabel (dukungan sosial, self efficacy, DCA). Saran untuk penelitian selanjutnya adalah peneliti mendampingi proses pengisian kuesioner dan melakukan kontrol terhadap kuesioner sehingga sesuai kontrak, serta dipastikan yang mengisi adalah orangtua
17