BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan pada sistem pengelolaan pemerintahan yakni dari sistem pengelolaan yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik. ”Secara operasional sesungguhnya desentralisasi memberikan banyak keuntungan bagi para pemimpin-pemimpin
kreatif untuk mengembangkan lembaganya”(Aan
Komariah dan Cepi Triatna, 2006: 70). Pemberlakuan desentralisasi ini memberi keleluasaan kepada pemimpin daerah kabupaten/kota dalam mengeksplorasi visi tanpa dibatasi juknis dan juklak. Hal ini memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah daerah kabupaten/kota yang mempunyai kedudukan semakin kuat dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Kewenangan yang dimiliki mencakup seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang di desentralisasikan, dalam sistem seperti ini, pemerintah daerah kabupaten/kota memegang peranan penting dalam pengelolaan bidang pendidikan di daerahnya dalam fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pengendalian dan evaluasinya. Desentralisasi pendidikan diharapkan dapat memperbaiki masalah pokok
2
pendidikan, yaitu : masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen dapat terpecahkan. Jika sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan paradigma top-down atau sentralistik, maka dengan berlakunya undangundang tentang otonomi daerah terjadi perubahan paradigma menjadi bottom-up atau desentralistik. Dalam wujud pemberdayaan sekolah sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staff), yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat secara langsung, yakni guru dan kepala sekolah, sehingga dipandang perlu diterapkan manajemen sekolah yang dapat mengelola sekolah sesuai dengan prinsip otonomi. Salah satu model manajemen pendidikan yang dipandang tepat untuk memberikan otonomi pada level sekolah adalah model School Based Management (SBM) atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Melalui model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan sekolah. Jika pada masa lalu pengelolaan sistem pendidikan yang semula bersifat sentralistik, pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan sepenuhnya berada ditangan aparat pemerintah pusat, maka dalam era otonomi pendidikan sekarang ini bergeser kearah pengelolaan yang bersifat desentralistik, peranan sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) tersebut akan berada pada berbagai pihak yang berkepentingan terhadap bidang pendidikan tersebut.
3
Sejalan dengan Nanang Fattah (2004: 11) bahwa: ”Manajemen berbasis sekolah sebagai terjemahan dari School Based Management, adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk me-redesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja yang mencakup guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat”. Salah satu tujuan memilih melaksanakan manajemen berbasis sekolah adalah me-redesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah. Pelaksanaan re-desain pengelolaan sekolah menurut konsep manajemen berbasis sekolah adalah memberikan kewenangan dalam bentuk otonomi sekolah. Tujuan utama implementasi manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi
orang
profesionalisme
tua,
pendidik,
keluwesan adanya
pengelolaan penghargaan
sekolah, (reward)
peningkatan dan
hukuman
(punishment) sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkan suasana yang kondusif. Secara yuridis model manajemen berbasis sekolah tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 51 ayat 1 yang menyatakan : Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
4
pendidikan dasar, pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Penerapan manajemen berbasis sekolah dalam skala nasional telah dimulai pada tahun 1999, yakni sejak dilaksanakannya undang-undang nomor : 22 dan 25 tentang otonomi daerah, serta diikuti oleh penyempurnaan undang-undang sistem pendidikan nasional, sedangkan implementasi manajemen berbasis sekolah pada sekolah-sekolah dimulai pada tahun pelajaran 2003/2004. Penerapan manajemen berbasis sekolah diperlukan untuk meningkatkan pengelolaan sekolah dengan bertumpu pada potensi lokal dan pelibatan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) melalui lembaga komite sekolah, dengan demikian diperlukan hubungan yang harmonis dan sinergis antara pihak sekolah dan komite sekolah dalam merumuskan, melaksanakan dan mencapai tujuan-tujuan sekolah. Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah dan masyarakat
dengan
tanggungjawabnya
masing-masing
ini,
berkembang
didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sejalan dengan pemikiran ini, tim teknis Bappenas dan Bank Dunia (1993: 3) menyatakan bahwa pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Kepala sekolah merupakan pusat penggerak organisasi, yang dituntut mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang tersedia agar dapat mewujudkan
5
tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan kualitas profesional guru banyak ditentukan oleh pelaksanaan tugas kepala sekolah. Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana prasarana. Walaupun sempurnanya kurikulum, tersedianya fasilitas pengajaran yang memadai, tetapi jika kepala sekolah tidak mampu mengelola dengan baik, maka keberhasilan peningkatan mutu pendidikan pada level sekolah akan sulit terwujud. Untuk menjalankan fungsinya secara maksimal tentunya kepala sekolah harus memiliki keterampilan manajerial yang memadai sehingga potensi yang dimiliki sekolah dapat diberdayakan kearah efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah. Keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah juga ditunjang oleh komite sekolah yang merupakan komponen paket pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Dengan manajemen berbasis sekolah unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang disebut “komite sekolah” yang anggotanya terdiri: 1). Unsur masyarakat, seperti orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni dan wakil peserta didik. 2). Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggaraan pendidikan, badan pertimbangan desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota komite sekolah maksimal 3 orang, salah satu tujuan dibentuknya komite sekolah
6
adalah untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dalam program pendidikan di satuan pendidikan (Kepmen Diknas Nomor : 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah). Dengan demikian, komite sekolah adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa keberhasilan manajemen berbasis sekolah tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah. Dalam memimpin, kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dengan memperhatikan aspirasi pemangku kepentingan (stakeholders) di satuan pendidikan yang bersangkutan. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah siswa dan orang tuanya. Jika komite sekolah berperan aktif dalam menyalurkan aspirasi siswa, orang tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat berkualitas. Tetapi kenyataannya masih banyak kepala sekolah tidak melibatkan unsur-unsur yang ada, termasuk komite sekolah dalam mengambil keputusan. Kepemimpinan masih terpusat di tangan kepala sekolah, sehingga aspirasi stakeholders masih terabaikan. Hal ini akan berdampak sulitnya mendapatkan dukungan dari masyarakat, sebab jika masyarakat tidak dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan sekolah, maka akan tidak ada “rasa memiliki” dari masyarakat yang pada gilirannya masyarakat tidak punya rasa tanggungjawab pada jalannya pendidikan dimana sebagian besar anak-anak mereka berada dan belajar di sekolah itu. Dengan penerapan manajemen berbasis sekolah diharapkan kinerja sekolah akan meningkat, akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan hampir
7
semua Sekolah Dasar (SD) Negeri di Kota Tebing Tinggi belum maksimal menerapkan manajemen berbasis sekolah, hal tersebut disebabkan berbagai faktor, diantaranya model birokrasi yang telah begitu membekas pada pola perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang kaku dan tidak siap terhadap perubahan. Komite sekolah yang merupakan syarat diterapkannya manajemen berbasis sekolah masih belum berperan secara optimal. Atas dasar inilah, penulis tertarik untuk meneliti secara ilmiah bagaimana kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah, khususnya di kalangan Sekolah Dasar (SD) Negeri yang ada di Kota Tebing Tinggi. Mengapa dipilih tingkat SD Negeri, hal ini paling tidak ada dua alasan, yaitu: Pertama, sudah seluruhnya kepala sekolah SD Negeri di Kota Tebing Tinggi mendapatkan penataran tentang konsep dasar manajemen berbasis sekolah dan strategi implementasinya, baik yang diselenggarakan oleh LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan), maupun oleh Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi. Kedua, komite sekolah sudah terbentuk pada seluruh SD Negeri di Kota Tebing Tinggi sejak tahun 2002. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dipandang perlu melakukan pembatasan masalah yang berkenaan dengan kebijakan implementasi model manajemen berbasis sekolah sebagai bentuk reformasi pengelolaan sekolah yang belum bisa dijalankan sebagaimana mestinya. Peneliti hanya membatasi pada kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran
8
komite sekolah, hal ini didasari oleh sudah seluruhnya kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri di Kota Tebing Tinggi mendapatkan penataran tentang konsep dasar manajemen
berbasis
sekolah dan
strategi implementasinya,
baik
yang
diselenggarakan oleh LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan), maupun oleh Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi, selanjutnya komite sekolah sudah terbentuk pada seluruh SD Negeri di Kota Tebing Tinggi sejak tahun 2002, sehingga dirasa perlu melakukan penelitian tentang kontribusinya terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah. Rumusan masalah secara umum yaitu ”Seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah ?” Secara rinci, rumusan masalah dijabarkan dalam pertanyaan penelitian ini sebagai berikut : 1.
Bagaimana gambaran kemampuan manajerial kepala sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi ?
2.
Bagaimana gambaran peran komite sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi?
3.
Bagaimana gambaran efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi ?
4.
Seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi ?
9
5.
Seberapa besar kontribusi peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi ?
6.
Seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap komite sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi ?
7.
Seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah secara bersama-sama terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di kota Tebing Tinggi.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui gambaran yang objektif dan efektif tentang kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi. Sedangkan tujuan yang lebih khusus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tentang kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi. Sehingga tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui gambaran kemampuan manajerial kepala sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi.
2.
Untuk mengetahui gambaran peran komite sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi.
3.
Untuk mengetahui gambaran efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi
10
4.
Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi.
5.
Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi.
6.
Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap peran komite sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi.
7.
Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah secara bersama-sama terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah pada SD Negeri di Kota Tebing Tinggi.
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna baik bagi pihak penelit i maupun bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan (secara akademik). Secara lebih rinci penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1.
Kegunaan Teoritis
a.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah.
11
b.
Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini.
2.
Kegunaan Praktis
a.
Penelitian ini bermanfaat bagi kepala sekolah sebagai evaluasi atas kepemimpinannya ; apakah kemampuan manajerialnya yang selama ini dilakukan melalui proses yang demokrasi atau hanya berdasarkan kehendak pribadi.
b.
Komite sekolah, agar lebih memahami peran dan fungsinya dalam mendukung sekolah serta mampu meningkatkannya sebagai mitra sekolah.
c.
Para guru agar lebih berperan membantu kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik.
d.
Para pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama Kota Tebing Tinggi agar dapat lebih meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan manajemen berbasis sekolah pada seluruh satuan pendidikan yang ada di Kota Tebing Tinggi.
E. Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian merupakan gambaran alur pemikiran suatu permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian, untuk memperjelas fokus penelitian yang akan disajikan lihat gambar 1.1 :
12
Gambar 1.1 : Kerangka Pikir Penelitian
Administrasi Pendidikan Fenomena :
• Pemahaman dan keterampilan manajemen kepala sekolah rendah • Visi dan misi sekolah tidak jelas • Pelibatan dan peran komite sekolah belum optimal • Manajemen berbasis sekolah belum maksimal dilaksanakan
Pengelolaan Pendidikan :
• Man : - Kep.Sekolah - Guru - Komite Sekolah • Material • Money • Methods • Machine
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah (X1)
Peran Komite Sekolah (X2)
feedback
Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (Y)
Pendidikan Berkualitas
Kerangka pikir penelitian di atas menunjukkan bahwa strategi pengelolaan pendidikan yang efektif, yaitu melalui pengoptimalan kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah. Realisasi dari strategi yang ditetapkan diwujudkan melalui implementasi manajemen berbasis sekolah secara optimal untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
13
F. Asumsi dan Hipotesis Asumsi penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini sekaligus dijadikan titik tolak pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Kemampuan manajerial kepala sekolah adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuatan yang dimiliki kepala sekolah untuk menyelesaikan suatu masalah sesuai dengan kondisi yang diharapkan di sekolahnya.
2.
Komite sekolah merupakan lembaga non-politis dan non-profit yang dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh pemangku kepentingan pendidikan di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur masyarakat yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
3.
Manajemen
berbasis
sekolah
merupakan
model
pengelolaan
yang
memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah. 4.
Efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah turut menentukan peningkatan mutu pendidikan.
5.
Efektifitas implementasi manajemen berbasis sekolah ditentukan oleh kemampuan manajerial kepala sekolah.
6.
Efektifitas implementasi manajemen berbasis sekolah ditentukan oleh peran aktif masyarakat (komite sekolah).
14
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang kebenarannya masih perlu dibuktikan. Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1.
Terdapat kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah.
2.
Terdapat kontribusi peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah.
3.
Terdapat kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap peran komite sekolah.
4.
Terdapat kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan peran komite sekolah secara bersama-sama terhadap efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah.
G. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yang meliputi efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah (Y) merupakan variabel terikat, sedangkan kemampuan manajerial kepala sekolah (X1) dan peran komite sekolah (X2) merupakan variabel bebas. Gambaran ruang lingkup pemaknaan dari ketiga variabel tersebut dapat dilihat melalui definisi operasional. Definisi operasional merupakan batasan pengertian yang ditentukan peneliti terhadap istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian. Hal ini perlu ditetapkan guna menciptakan suatu kesesuaian dan kesamaan pandangan antara peneliti dan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini dalam memahami istilah
15
yang ada dalam judul penelitian. Adapun istilah-istilah yang didefinisikan peneliti meliputi: 1.
Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Upaya untuk menjalankan fungsinya secara maksimal, tentunya kepala
sekolah harus memiliki keterampilan manajerial yang memadai, sehingga potensi yang dimiliki dapat diberdayakan ke arah peningkatan mutu pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah menetapkan kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, meliputi: Kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu: Menyusun perencanaan, Mengembangkan organisasi, Memimpin, Mengelola perubahan dan pengembangan, Menciptakan budaya dan iklim, Mengelola guru dan staf, Mengelola sarana dan prasarana, Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat, Mengelola peserta didik, Mengelola pengembangan kurikulum, Mengelola keuangan, Mengelola ketatausahaan, Mengelola unit layanan khusus, Mengelola sistem informasi, Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, dan melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Beranjak dari pemikiran tersebut di atas maka dalam penelitian ini kemampuan manajerial kepala sekolah diartikan sebagai keseluruhan kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dalam mengelola keseluruhan sumber daya pendidikan sehingga mampu mendukung tercapainya keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Kemampuan manajerial kepala sekolah dapat ditinjau dalam kemampuan: menyusun perencanaan, mengembangkan organisasi, memimpin sekolah, mengelola perubahan, menciptakan budaya dan iklim, mengelola guru dan staf, mengelola sarana dan prasarana, mengelola humas, mengelola peserta didik, mengelola pengembangan kurikulum, mengelola
16
keuangan, mengelola ketatausahaan, mengelola unit layanan khusus, mengelola sistem informasi, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan. 2.
Peran Komite Sekolah Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Keberadaan komite sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu pembentukannya harus diperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Peran komite sekolah adalah landasan untuk melaksanakan kegiatankegiatan organisasinya. Komite sekolah memiliki peran sebagai mitra kerja lembaga pendidikan (sekolah), diantaranya sebagai penasehat sekolah, pendukung sekolah,
pengontrol/pemantau sekolah dan sebagai penghubung
dengan
stakeholders pendidikan. Indikator peran komite sekolah ini dapat diukur dari sejauhmana komite menjalankan perannya, yang meliputi : (1) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan. (2) Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. (3) Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, (4) Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
17
3.
Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok,
tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota (Mulyasa, 2004: 81). Sejalan dengan Aan Komariah dan Cepi Triatna (2006: 8), menyebutkan: ”Efektivitas menunjukkan ketercapaian sasaran/tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas sekolah terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personel lainnya; siswa, kurikulum, sarana-prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan masyarakatnya; pengelolaan bidang khusus lainnya hasil nyatanya merujuk kepada hasil yang diharapkan bahkan menunjukkan kedekatan/kemiripan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan”. Indikator yang ditetapkan untuk mengetahui efektivitas implementasi manajemen berbasis sekolah dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi : 1) Kemandirian; Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan dan dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional, dan profesional.. 2) Demokrasi; Kepemimpinan demokrasi membiakkan komitmen warga sekolah dan masyarakat yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal: kepercayaan
18
(trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas untuk membentuk dan mempengaruhi pencapaian tujuan bersama, yakni pendidikan bermutu dan pemerataan pendidikan untuk semua anak. 3) Partisipatif; Pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua murid yang tinggi. Orangtua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah perumusan dan pengembangan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. 4) Transparansi; Keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja teamwork yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Komite sekolah bekerjasama dengan harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu ” sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. 5) Akuntabilitas; Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan orangtua dan masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dan dana pemerintah dipergunakan sesuai kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.