BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Gingiva adalah mukosa mulut jaringan periodontal yang mengelilingi aspek koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam praktik kedokteran gigi dapat menyebabkan perlukaan pada gingiva, misalnya tindakan bedah jaringan periodontal seperti gingivektomi, insisi sederhana, dan flap (Fedi dkk., 2004; Rajendran dan Sivapathasundharam, 2009). Pembedahan menyebabkan timbulnya luka, luka menyebabkan gangguan kontinuitas secara anatomis dan fungsional jaringan hidup serta diikuti cedera ataupun kematian sel (Mc Gee dkk., 2001; Fedi dkk., 2004). Adanya luka akan diikuti proses penyembuhan luka yang merupakan suatu proses kompleks dan dinamis (Mulder dkk., 2002). Penyembuhan luka adalah suatu proses yang menyebabkan terbentuknya hubungan anatomi dan fisiologis yang baru antara elemen-elemen tubuh yang rusak (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka secara umum sama pada semua jaringan termasuk pada mukosa mulut seperti gingiva, proses penyembuhan luka pada mukosa rongga mulut lebih cepat dibanding pada kulit (Cutting, 2003; Wong dkk., 2009). Menurut Bisono (2003), proses penyembuhan luka dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi serta fase maturasi. Pada fase proliferasi pembentukan kolagen merupakan hal yang sangat penting (Sabiston, 1995). Jaringan granulasi yang terbentuk pada fase proliferasi, terdiri dari serabut kolagen yang dihasilkan oleh sel fibroblas, selain itu juga
1
2
terjadi penyempitan luka akibat kontraksi serabut-serabut kolagen yang mempertautkan tepi luka (Bisono, 2003). Menurut Sabirin dkk., (2013), pada proses penyembuhan luka, kolagen dibentuk sejak hari ke-3 dan akan tampak nyata jumlahnya di hari ke-7 setelah luka, serta mulai stabil dan terorganisir sekitar hari ke-14. Reorganisasi susunan kolagen dan crosslinking kolagen yang terjadi pada fase remodeling memberikan kekuatan dan kepadatan jaringan baru. Penanganan luka dan pengobatan yang tepat dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah infeksi (Hasamnis dkk., 2010). Saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai bahan alami sebagai penyembuh luka. Pemanfaatan bahan alam memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan bahan kimia, karena bahan alam lebih dapat diterima oleh tubuh dan banyak tersedia di alam (Siswanto, 1997). Salah satu bahan alam yang banyak diteliti adalah lendir bekicot (Achatina fulica). Jumlah bekicot di Indonesia sangat melimpah dan lendir bekicot telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat penyembuh luka (Santoso, 1989). Menurut Pracaya (2008), bekicot merupakan salah satu jenis hama yang banyak merusak tanaman, akan tetapi bekicot dapat digunakan menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti lendirnya sebagai salah satu obat penyembuh luka pada gingiva. Menurut Smith dkk. (2009), lendir bekicot secara umum mengandung proteoglikan, antimikrobial peptida, glikosaminoglikan, dan glikoprotein. Glikosaminoglikan
berperan
dalam
pembentukan
kolagen
pada
proses
penyembuhan luka (Kim, 1996; Santana dkk., 2012). Glikosaminoglikan yang terdapat pada lendir bekicot terdiri dari heparin, heparan sulfat dan acharan
3
sulfate, adapun yang terbanyak adalah acharan sulfate (Vieira dkk., 2004; Berniyati, 2007). Heparin, heparan sulfat dan acharan sulfate dapat merangsang aktivitas dan proliferasi fibroblas yang berperan pada pembentukan serabut kolagen (Robbins, 2007; Olczyk dkk., 2015). Lendir bekicot juga mengandung mucin yang berperan dalam proses kolagenisasi sehingga mendukung proses penyembuhan luka (Santana dkk. 2012). Menurut Daly (1995), glikosaminoglikan dapat menstimulasi proses fibroplasia yaitu proses penyembuhan luka yang ditandai dengan pembentukan kolagen. Obat penyembuh luka dapat berupa sediaan topikal, terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti cairan, bedak, salep, krim, bedak kocok, pasta, pasta pendingin, foam aerosol, cat dan gel. Sediaan gel memiliki beberapa keuntungan yaitu kemampuan penyebarannya baik, penguapan lambat, mudah dicuci dengan air, serta pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994). Hasil penelitian Iskandar (2012) menunjukkan bahwa pemberian gel lendir bekicot (Achatina fulica) dengan konsentrasi 20% paling efektif dalam penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) melalui pengamatan makroskopis. Hewan coba yang sering digunakan dalam penelitian medis dan penelitian biologi adalah Rattus norvegicus (Suckow dkk., 2006). Rattus norvegicus mempunyai fisiologi dan anatomi yang hampir sama dengan manusia, seperti struktur anatomi gigi, rongga mulut, dan jaringan periodontal (Koeman, 1987; Miles dan Grigson 2003). Mukosa gingiva tikus sama dengan mukosa gingiva manusia yaitu dilapisi oleh epitelium pipih berkeratin (Treating dan Dintzis, 2012).
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah aplikasi gel lendir bekicot (Achatina fulica) 20% berpengaruh terhadap kepadatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka gingiva Rattus norvegicus? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai lendir bekicot (Achatina fulica) telah banyak dilakukan, diantaranya adalah mengenai efektifitas pemberian gel lendir bekicot (Achatina fulica) secara topikal terhadap penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) melalui pengamatan makroskopis (Iskandar, 2012), serta pengaruh lendir bekicot (Achatina fulica) terhadap jumlah sel fibroblas pada penyembuhan luka sayat studi eksperimental pada kulit mencit (Purnasari dkk., 2012). Sejauh penulis ketahui, penelitian mengenai pengaruh aplikasi gel lendir bekicot (Achatina fulica) terhadap kepadatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka gingiva (kajian pada Rattus norvegicus) belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi gel lendir bekicot (Achatina fulica) 20% terhadap kepadatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka gingiva Rattus norvegicus.
5
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan informasi ilmiah dalam bidang kedokteran tentang pengaruh aplikasi gel lendir bekicot (Achatina fulica) 20% terhadap kepadatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka gingiva Rattus norvegicus. 2. Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.